Anda di halaman 1dari 10

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS

PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
LABORATORIUM DASAR PANGAN
Jalan Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya 60294 Telp. (031) 8782179
email : ft@upnjatim.ac.id faximile (031) 8782257 Laman : www.upnjatim.ac.id

LAPORAN
PRAKTIKUM
NAMA MAHASISWA: Sellyna Wahyu Amelia JUDUL MATERI PRAKTIKUM:
NPM : 20033010082 Pengaruh Etilen Pada Proses Pem
TANGGAL PRAKT. : Selasa, 9 Maret 2021 PEMBIMBING PRAKTIKUM :
Luqman Agung Wicaksono, S.Tp., MP

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 DASAR TEORI
MenurutmpernyataanmSatuhu,m(2012)mpematanganmmerupakanmsuatumprosesmperuba
hanmyangmterjadimpadambuahmmeliputimperubahanmrasa,mkualitas,mwarna,mdan tekstur.
Pematangan berhubungan dengan perubahan pati menjadi gula. Sifat pematangan buah
ditentukan dengan melihat pola respirasi pada buah tersebut. Hal tersebut dibedakan menjadi
buah klimakterik dan buah non klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang apabila
seudah dipanen akan memasuki fase klimakterik yaitu peningkatan dan penurunan laju
respirasi secara tiba-tiba. Selama pematangan memancarkan etilen untuk meningkatkan laju
respirasi. Proses klimaterik dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu klimaterik menaik, pucak
klimaterik dan klimaterik menurun. Buah non klimakterik merupakan buah yang menjelang
kematangan laju respirasi menurun lalu tidak menunjukkan adanya fase klimakterik. Buah
tersebut tidak menunjukkan respon apabila diberi perlakuan etilen. Buah tersebut memiliki
kandungan etilen yang sedikit. Buah non klimakterik, yaitu jeruk, anggur, strawberry, dan
blackberry. Buah klimakterik, yaitu mangga, pisang, papaya, pir dan apel.
Buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan meningkatnya laju respirasi
pada saat buah menjadi matang, dan hal ini berhubungan dengan meningkatnya laju produksi
etilen. Pada buah klimakterik, etilen berperan dalam perubahan fisiologis dan biokimia yang
terjadi selama pematangan (Lelievre dkk., 1997; Giovannoni, 2001). Pemberian etilen eksogen
pada buah klimakterik dapat mempercepat proses pematangan dan menghasilkan buah
dengan tingkat kematangan yang seragam (Kader, 2002). Pisang adalah tanaman buah berupa
herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika (Madagaskar),
Amerika Selatan dan Tengah. Rasanya yang manis membuat banyak yang senang
mengonsumsi buah ini, bahkan monyet pun penggemar buah ini. Buah berkulit kuning ini
selain enak dikonsumsi ternyata memiliki manfaat segudang. Dari kesehatan hingga
kecantikan, akan diperoleh bagi yang rajin mengonsumsi pisang (Satuhu, 2012).
Etilen adalah suatu gas tanpa warna dengan sedikit berbau manis. Etilen merupakan suatu
hormon yang dihasilkan secara alami oleh tumbuhan dan merupakan campuran yang paling
sederhana yang mempengaruhi proses fisiologi pada tumbuhan. Proses fisiologi pada
tumbuhan antara lain perubahan warna kulit, susut bobot, penurunan kekerasan, dan penurunan
kadar gula (Winarno dan Aman 2009). Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang
pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen
adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin.
Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana
sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu
tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik
(Pratisto, 2014).
Proses pematangan pada buah terjadi dalam dua proses yaitu :
1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga daya permebilitas menjadi lebih
besar.
2. Etilen merangsang sintesis protein yang menyebabkan kandungan protein meningkat.
Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematagan buah karena akan
meningkatkan
enzim yang mendorong terjadinya respirasi klimaterik (Wereing dan Phillips, 2007).
Etilen dapat mempercepat pematangan buah. Perubahan tingakat keasaman dalam jaringan
juga
akan mempengaruhi aktivitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang
mampu mengkatalis degradasi protopektinyang tidak larut menjadi substansi pektin yang larut.
Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan (Kays
2011).
Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan
penimbunan gula (Kusumo, 1990). Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula tersebut
merupakan proses pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna,
tekstur buah dan bau pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda
kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang
masak lambat laut berkurang. Saat terjadi klimaterik, klorofilase bertanggung jawab atas
terjadinya penguraian klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil
menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan
tidak mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin pada molekul klorofil dapat mengalami
oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan hilang. Lunaknya buah disebabkan oleh adanya
perombakan photopektin yang tidak larut. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-
gula sederhana yang memberi rasa manis. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-
gula sederhana yang member rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa
fenolik yang mengurangi rasa sepet dan asam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang member flavor
yang khas. Buah itu mengandung asam-asam asetat, propionate, isobutirat, dan isivalerat baik
dalam bentuk yang bebas maupun terikat. Kandungan asam – asam isobutirat, butirat dan
isovalerat yang bebas meningkat dengan cepat dan waktu peningkatan itu bersamaan dengan
timbulnya aroma buah. (Fantastico, 2013).
Kekerasan buah dapat dirasakan melalui pijatan jari. Buah yang matang dan siap
dikonsumsi
biasanya relatif lebih lunak daripada buah yang masih mentah. Buah yang baik mempunyai
tingkat kekerasan yang merata, dimana bila tidak merata maka sebagian rasa daging buahnya
akan berbeda (Sjaefullah, 2008).
Alat ukur kematangan buah penetrometer GY-3 adalah sebuah alat pengukur kekerasan
yang digunakan untuk mendeteksi tingkat kematangan pada buah buahan berdasarkan tingkat
kekerasannya, buah yang sudah matang tentu saja akan memiliki tingkat kekerasanyang lebih
rendah dibandingkan dengan buah yang masih mentah. (Sjaefullah, 2008).
Bahan pemacu pematangan yang umum digunakan oleh petani dan pedagang pisang di
pasar lokal adalah kalsium karbida, sedang pihak eksportir umumnya menggunakan gas etilen
Agen pematangan yang paling efektif adalah dengan penggunaan etilen (Chesworth dkk.,
1998). Agen tersebut dapat mematangkan pisang dalam waktu yang singkat. Zat etilen tersedia
secara komersial dalam bentuk gas atau cair. Alternatif lain yang digunakan untuk
mempercepat kematangan buah adalah penggunaan bioetilena atau etilena dari sumber alami.
Penggunaan daun segar kakawate, daun saman, dan buah belimbing dapat digunakan sebagai
agen untuk pematangan buah. Bioetilen juga bisa didapatkan dari buah-buahan dan sayuran
yang kulit mengeluarkan jumlah yang relatif tinggi etilena (Absulio, 2012).
Pematangan buah-buahan biasanya juga dipercepat dengan menggunakan karbit atau
kalsium karbida. Kalsium karbida dipasarkan dalam bentuk bubuk berwarna hitam keabu-
abuan dan secara komersial digunakan sebagai bahan untuk proses pengelasan, tetapi di
negara-negara berkembang digunakan sebagai bahan pemacu pematangan buah. Kalsium
karbida (CaC2) jika dilarutkan di dalam air akan mengeluarkan gas asetilen (Singal dkk.,
2012). Buah yang dimatangkan dengan kalsium karbida akan mempunyai tekstur dan warna
yang baik, tetapi aromanya kurang disukai. Penggunaan kalsium karbida saat ini sudah
berkurang terutama di negara-negara maju karena dapat membahayakan bagi kesehatan
disebabkan racun arsenik dan phosporus yang terkandung di dalamnya (Asif, 2012).
Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur kimia
mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses pematangan di kulit buah. Proses
fermentasi
berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata. Proses pembentukan ethilen dari
karbit adalah CaC2 + 2 H2O → C2H2 + Ca(OH)2. Dengan penambahan karbit pada
pematangan buah menyebabkan konsentrasi ethilen menjadi meningkat. Hal tersebut
menyebabkan kecepatan pematangan buah pun bertambah. Semakin besar konsentrasi gas
ethilen semakin cepat pula proses stimulasi respirasi pada buah. Hal ini disebabkan karena
ethilen dapat meningkatkan kegiatankegiatan enzim karatalase, peroksidase, dan amilase
dalam buah. Selain itu juga, ethilen dapat menghilangkan zat-zat serupa protein yang
menghambat pemasakan buah.
Respirasi merupakan proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan
protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup (Muzzarelli, 2015).
Rasa manis setelah pisang tanduk masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati
yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Pada tahap awal
pematangan, sukrosa merupakan gula yang paling dominan, sedangkan pada tahap selanjutnya
glukosa dan fruktosa merupakan gula yang paling dominan. Berlawanan dengan kemanisan,
kadar asam organik dalam buah menurun selama pematangan. Asam-asam organik merupakan
cadangan energi pada pisang tanduk yang terus menurun selama proses metabolisme.
Sedangkan pada pisang tanduk, kadar asam yang tinggi didapatkan pada tahap masak penuh
dan kadar asam rendah pada tahap perkembangan lainnya. Timbulnya aroma yang khas pada
pisang tanduk disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah
menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma terbentuk juga
gula selama pemasakan pisang tanduk (Diennazola, 2008).
1.2 TUJUAN
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan etilen pada tingkat lematangan buah.
1.3 MANFAAT
Mahasiswa dapat mengetahui manfaat etilen untuk proses pematangan buah serta
mengetahui perbedaan hasil pada buah pisang yang penggunaan etilen dan tanpa etilen pada
proses pemeramannya.
BAB II
METODOLOGI
3.1 BAHAN DAN ALAT
A. Alat
1. Toples
2. Penetrometer
3. Timbangan
B. Bahan
1. Pisang Mentah
2. Pisang Matang
3. Karbit

3.2 CARA KERJA :

Menyiapkan 4 buah toples masing-masing berisi 1 buah pisang


mentah dan dibedakan menjadi toples 1, 2, 3, dan 4

Membiarkan toples 1 tanpa tutup, menutup toples 2, memberikan


toples 3 1 buah pisang masak dan menutupnya, dan menutup toples
4 yang diberi karbit

Melakukan pengamatan terhadap pisang mentah sebelum dan


sesudah pengamatan meliputi warna, aroma, rasa, pH, dan
kekerasan
BAB III
HASIL PENGAMATAN

Aroma Rasa Warna pH Penetrometer

Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari ke- Hari
Hari ke-5
ke-0 ke-5 ke-0 ke-5 ke-0 ke-0 ke-5 0 ke-5

Aroma
Pahi Hija
Terbuka getah Pisang Manis Kuning 4 5 41 272
t u
pisang

Aroma
Tertutu Pahi Hija Kuning
getah Pisang Manis 4 5 40 269
p t u Kehijauan
pisang
Tertutu Aroma
Pahi Hija
p+ getah Pisang Manis Kuning 4 5 38 294
t u
Karbit pisang
Tertutu
Aroma
p+ Pahi Hija Kuning
getah Pisang Manis 4 5 42 274
Pisang t u Kehijauan
pisang
Masak

Keterangan :
- Hari ke-0 = Pisang Mentah
- Beban Penetrometer sebesar 100 g
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini membahas tentang pengaruh penggunaan etilen untuk pematangan buah
saat proses pemeraman. Buah yang digunakan adalah buah pisang, buah pisang digunakan
karena buah ini bersifat klimaterik sehingga hasil pemeraman dapat dibandingkan antara
menggunakan bahan kimia yang dapat mempercepat pematangan buah (kalsium karbida) dan
tanpa bahan kimia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lelievre dkk., 1997; Giovannoni, 2001
yang menyatakan bahwa buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan
meningkatnya laju respirasi pada saat buah menjadi matang, dan hal ini berhubungan dengan
meningkatnya laju produksi etilen. Mendukung pernyataan tersebut, Satuhu (2012) juga
menyatakan bahwa buah klimakterik yaitu mangga, pisang, papaya, pir dan apel. Selain itu,
(Chesworth dkk., 1998) menyatakan bahwa bahan pemacu pematangan yang umum digunakan
oleh petani dan pedagang pisang di pasar lokal adalah kalsium karbida, sedang pihak eksportir
umumnya menggunakan gas etilen Agen pematangan yang paling efektif adalah dengan
penggunaan etilen.
Pada praktikum kali ini memakukan 2 teknik pengujian yaitu pengujian subjektif pada
aroma, rasa, dan warna; dan pengujian objektif pada pH dan kekerasan dengan alat
penetrometer. Setelah itu, membandingkan 2 teknik pengujian tersebut pada pada 4 teknik
pemeraman yang berbeda yaitu pemeraman dengan toples terbuka, toples tertutup, toples
tertutup dengan karbit, dan toples tertutup dengan pisang masak pada hari ke-0 dan ke-5.
Pengujian pertama yaitu pengujian subjektif aroma pada pisang. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa pada hari ke-0 memiliki aroma yang sama pada keempat teknik
pemeraman, yaitu aroma getah pisang. Pada hari ke-5 juga menunjukkan hasil yang sama pada
keempat teknik pemeraman, yaitu aroma pisang. Menurut Widjanarko (2012), aroma
pisang merupakan hasil metabolisme protein menjadi asam amino, seperti
leucine menjadi 3-methylbutanol, 3- methylbutanoat, 3-methylbuthyl ester. Adanya perbedaan
aroma tersebut dikarenakan adanya perbedaan tingkat kematangan pada hari ke-0 dengan hari
ke-5, hal itu sesuai dengan pernyataan Harefa (2017) yang menyatakan bahwa tingkat
kematangan buah sangat mempengaruhi aroma pisang yang dihasilkan. Karena tingkat
kematangan berbeda tersebut, maka senyawa penyusun dalam pisan juga berbeda pula, hal
itulah yang menyebabkan perbedaan aroma pada pisang, hal itu sesuai dengan pernyataan
(Wills et al., 1981; Heatherbell et al., 1982) yang menyatakan bahwa Perombakan bahan-
bahan organik kompleks yang terjadi selama proses respirasi akan menghasilkan gula-gula
sederhana dan asam-asam organik yang akan mempengaruhi aroma dari buah. Sehingga hal
tersebut akan mengubah aroma buah yang tadinya beraroma getah pisang, lalu berubah
menjadi aroma khas pisang.
Pengujian subjektif kedua yang dilakukan yaitu pengujian terhadap rasa pisang. Hasil
pengujian menyatakan bahwa pada hari ke-0 pada masing-masing teknik pemeraman memiliki
rasa yang sama, yaitu rasa pahit. Sedangkan pada hari ke-5 juga menunjukkan hasil rasa yang
sama ada masing-masing teknik, yaitu rasa manis. Perubahan rasa yang terjadi antara hari ke-0
dengan hari ke-5 dikarenakan adanya perubahan senyawa penyusun pada pisang. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Fantastico (2013) yang menyatakan bahwa pematangan biasanya
meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam
organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan asam. Mendukung
pernyataan tersebut, Setyowati, et.al (2015) menyatakan bahwa Pada saat buah matang
fisiologis, terjadi peningkatan produksi gula dan kadar air pada daging buah sehingga terjadi
perubahan rasa pada daging buah sehingga menjadi lebih manis. Selain itu, pernyataan
tersebut juga didukung oleh Campbell et al. (1999), yang menyatakan bahwa selama proses
pematangan, buah akan menjadi lebih manis setelah asam organik diubah menjadi gula yang
bisa mencapai proporsi 20% pada buah matang.
Pengujian subjektif terakhir yang dilakukan yaitu pengujian terhadap warna pisang. Hasil
pengujian menyatakan bahwa, bahwa pada saat hari ke-0 masing-masing pisang di teknik
pemeraman yang berbeda menunjukka warna yang sama yaitu hijau. Sedangkan pada hari ke-5
menunjukkan hasil pada teknik pemeraman dengan kondisi toples terbuka dan teknik
pemeraman dengan kondisi toples tertutup ditambah karbit menunjukkan warna pisang
berubah menjadi kuning. Sedangkan pada teknik pemeraman dengan kondisi toples tertutup,
dan teknik pemeraman dengan kondisi toples tertutup ditambah pisang masak masih
menunjukkan warna hijau pada kulit pisang (kuning kehijauan). Perbedaan warna pada hari
ke-5 bisa disebabkan karena adanya perbedaan teknik pemeraman pada masing-masing pisang.
Selanjutnya dilakukan pengujian objektif pada pisang, pengujian objektif yang pertama
yaitu pengujian objektif pengukuran pH. Hasil pengujian menunjukkan hasil bahwa pada hari
ke-0 masingmasing teknik pemeraman memiliki pH yang sama, yaitu pH 4. Pada hari ke-5
juga menunjukkan hasil yang sama pada masing-masing teknik pemeraman, yaitu pH 5.
Peredaan pH pada hari ke-0 dan hari ke-5 bisa disebabkan karena adanya perbedaan tingkat
kematangan, dengan begitu maka senyawa penyusun pisang akan berubah sehingga
menghasilkan pH yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Campbell et al. (1999),
selama proses pematangan, buah akan menjadi lebih manis setelah asam organik diubah
menjadi gula yang bisa mencapai proporsi 20% pada buah matang. Hidrolisis asam menjadi
gula sederhana tersebut mengakibatkan ion-ion H+ dalam buah akan menurun sehingga hasil
pH menjadi semakin tinggi seiring dengan semakin matangnya buah. Apabila proporsi ion H+
lebih besar dari ion OH- maka material tersebut disebut asam yaitu nilai pH kurang dari 7. Jika
proporsi ion OH- lebih besar dari proporsi ion H+ maka material tersebut disebut basa yaitu
nilai pH lebih besar dari 7. Apabila proporsi ion H+ sama dengan ion OH- maka material
tersebut disebut sebagai material netral.
Pengujian objektif terhadap kekerasan buah dengan menggunakan alat penetrometer. Hasil
pengujian dengan alat tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada masing-masing
teknik. Pada hari he-0 teknik pemeraman pertama menunjukkan hasil kekerasan 41, teknik
pemeraman kedua menunjukkan hasil kekerasan 40, teknik pemeraman ketiga menunjukkan
hasil kekerasan 38, dan pada teknik pemeraman keempat menunjukkan hasil 42. Sedangkan
pada hari ke-5 menunjukkan angka kekerasan yang jauh lebih besar, yaitu pada teknik
pemeraman pertama menunjukkan angka kekerasan 272, teknik pemeraman kedua
menunjukkan hasil kekerasan 269, teknik pemeraman ketiga menunjukkan hasil kekerasan
294, dan pada teknik pemeraman keempat menunjukkan hasil 274. Hasil pemeraman yang
jauh lebih besar pada hari ke-5 tersebut menandakan bahwa tekstur atau kekerasan buah pisang
menjadi lebih lunak, hal ini disebabkan…….hal itu sesuai dengan pernyataan….(liat di lapres
kemarin)

BABmV
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
6.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai