1 Februari 2021 59
E-mail: daniarsya8@gmail.com
Abstrak
Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar diusahakan oleh perkebunan rakyat. Terdapat
beberapa pola tanam yang diusahakan petani dengan menggabungkan kakao dengan tanaman
perkebunan lain. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Madiun, sebagai salah satu penghasil
kakao dan pemasok ekspor kakao dari Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kelayakan finansial usaha tani dari beberapa pola tanam kakao yang telah dibudidayakan
masyarakat sejak lama sebagai dasar untuk pengembangan kakao lebih lanjut di Kab Madiun, serta
menganalisis kemitraan yang terjalin antara petani kakao dengan perusahaan mitra yakni Gapoktan
Guyub Santosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam monokultur dan multiple
cropping semuanya layak secara finansial, tetapi monokultur kakao lebih layak jika dibandingkan
dengan pola tanam campuran. Hubungan kemitraan antara petani kakao dengan Gapoktan saling
menguntungkan, petani dapat menjual kakao dengan harga yang lebih tinggi, sedangkan Gapoktan
mendapatkan pasokan kakao dengan kualitas yang baik. Kemitraan yang dijalankan digolongkan
dalam bentuk pola dagang umum, antara petani dan mitra mengutamakan aspek pemasaran yakni
melakukan pembelian dan penjualan.
Abstract
Indonesia cocoa plantations are most cultivated by smallholder plantation. There are some farmers
cultivated cropping patterns by combining cocoa with other plantation crops. This research was
conducted in Madiun District as the largest cocoa-producing region in East Java and became the
main supplier of cocoa exports from East Java. This study aimed to analyze the farming financial
feasibility of some cocoa cropping patterns that has been cultivated by the community for a long
time as the basis for further cocoa to be developed in Madiun District, as well as analyzing the
partnership that exists between cocoa farmers with partner companies named Guyub Santosa. The
results showed that the cocoa monoculture dan multiple cropping were financially profitable and
feasible to be developed. However, cocoa monoculture was more feasible than the multiple
cropping. Partnership between cocoa farmers and partners companies were mutually beneficial,
farmers can sell cocoa at a higher price, while partners gets of good quality of cocoa. While the
analysis of partnership run by the people was rated in the form of general trade pattern, between
farmers and partner pioritizing marketing aspects by buying and selling.
Pendahuluan
tergolong rendah. Hal ini antara lain disebabkan petani masih menjalankan
usahatani kakao secara tradisional seperti tanpa pemberian pupuk, pengendalian
organisme pengganggu tanaman (OPT) yang belum optimal, dan pemangkasan
yang belum optimal. Di lain pihak, teknologi sudah banyak dikembangkan, akan
tetapi penyebaran ke tingkat petani belum maksimal.
Oleh karena itu diperlukan kerja sama antar petani agar kakao yang
mereka panen mendapatkan harga yang sesuai dengan harga kakao di pasar dunia.
Salah satu kerja sama yang disarankan oleh pemerintah adalah kemitraan dengan
tujuan agar petani mendapatkan jaminan pemasaran dan harga yang transparan.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997, kemitraan
sebagai kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau
dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha
Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Malia dan Sutarno
(2011) menyebutkan jika pola kemitraan petani kakao disesuaikan dengan
kebutuhan dan potensi masalah petani di daerahnya. Dalam penelitian Fidyansari
dkk (2016) disebutkan bahwa pola kemitraan merupakan suatu strategi dalam
meningkatkan kinerja pelaku agribisnis, khususnya petani dan pengusaha kecil.
Sedangkan pihak perusahaan memfasilitasi dengan modal usaha, teknologi,
manajemen modern, dan kepastian pemasaran hasil. Petani dan pengusaha kecil
bertanggungjawab terhadap proses produksi sesuai dengan petunjuk teknis dari
pihak pengusaha besar. Penelitian tentang analisis kemitraan perusahaan
agribisnis dengan petani penting dilakukan karena dua hal pokok. Pertama,
berkaitan dengan keefektifan integrasi kerjasama petani dengan perusahaan dalam
kemitraan agribisnis dalam mengembangkan potensi kedua belah pihak. Kedua,
secara konseptual berkenaan dengan perkembangan kajian tentang kemitraan
dalam bidang pertanian
Salah satu kerja sama Kemitraan yang dijalankan petani kakao di
Kabupaten Madiun adalah bermitra dengan Gapoktan Guyub Santosa dari Blitar.
Gapoktan Guyub Santosa ini memiliki koperasi yang mewakili dalam hal
penjualan dan pembelian kakao dari petani. Koperasi ini tidak hanya menerima
62 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
pasokan kakao dari Madiun saja, tetapi juga dari berbagai daerah di Jawa Timur,
seperti Ponorogo, Nganjuk, Tulungagung, dsb. Kakao yang diusahakan oleh
petani di daerah penelitian rata-rata sudah berumur antara 10-15 tahun dengan
beberapa pola tanam yang paling banyak diusahakan petani antara lain yakni pola
tanam monokultur kakao, pola tanam campuran kakao-cengkeh-kelapa, dan pola
tanam campuran kakao-durian-kelapa.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka tujuan dari penelitian adalah
menganalisis kelayakan finansial usaha tani kakao antara pola tanam monokultur
dan pola tanam campuran di daerah penelitian. Serta sejauh mana pola kemitraan
yang dijalankan saling menguatkan dan menguntungkan antara petani kakao
dengan mitra Gapoktan Guyub Santosa.
Metodologi Penelitian
n = 51 sampel
Berdasarkan perhitungan sampel yang telah dilakukan diperoleh jumlah
responden sebanyak 51 petani Setelah jumlah sampel petani kakao diketahui,
maka jumlah sampel untuk tiap strata diperoleh dengan rumus (Nazir, 1988) :
𝑁𝑖
ni = xn
𝑁
Keterangan :
ni = N1, N2, N3
N = jumlah populasi petani kakao
Ni = jumlah populasi dari masing-masing strata
n = jumlah sampel petani kakao
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis data kualitatif menggambarkan secara
deskriptif tentang pola kemitraan yang dijalankan antara perusahaan mitra dengan
kelompok mitra, yakni petani kakao. Analisis deskriptif juga dilakukan untuk
mengetahui karakteristik petani meliputi umur, pendidikan, luas lahan, jumlah
64 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
tanaman kakao, dan pengalaman bertani kakao. Sedangkan analisis data secara
kuantitatif dipergunakan untuk menganalisis kelayakan finansial kakao pada
berbagai pola tanam yang diusahakan. Kelayakan finansial dianalisis
menggunakan kriteria investasi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Net B/C, dan Payback Period (PP). Kriteria investasi yang dihitung
menggunakan present value yang didiskonto dengan arus benefit dan cost selama
umur suatu proyek mengikuti Gittinger (1986); Kadariah dan Gray (1988).
Keterangan :
Bt : Benefit usaha tani kakao pada tahun ke t
Ct : Biaya yang dikeluarkan usaha tani kakao pada tahun ke t
i : Tingkat bunga yang berlaku (14% per tahun)
n : Lamanya Periode Waktu (umur ekonomis proyek)
t : Tahun proyek
Kriteria kelayakan menurut NPV yaitu:
NPV > 0, usaha tani kakao layak untuk dijalankan.
NPV < 0, usaha tani kakao tidak layak untuk dijalankan.
Volume 9 No. 1 Februari 2021 65
Menurut Gray et al. (1997) Net B/C merupakan angka perbandingan antara
jumlah present value yang positif dengan jumlah present value yang negatif. Jika
Net B/C > dari 1 (satu) berarti gagasan usaha/proyek tersebut layak untuk
dikerjakan dan jika < dari 1 (satu) berarti tidak layak untuk dikerjakan.
𝐵𝑡−𝐶𝑡
∑𝑛
𝑡=1 (1+𝑖)𝑡
Net B/C = 𝑛 𝐶𝑡−𝐵𝑡
∑𝑡=1
(1+𝑖)𝑡
𝑃𝑉 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡
=
𝑃𝑉 𝐶𝑜𝑠𝑡
Keterangan :
B/C = Benefit/cost ratio
PV Benefit = PresentValue dari benefit
PV Cost = Present Value dari cost
Kriteria kelayakan menurut Net B/C yaitu:
Net B/C>1, usaha tani kakao layak untuk dijalankan.
Net B/C<1, usaha tani kakao tidak layak untuk dijalankan.
Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan bahwa tingkat bunga yang akan
menghasilkan present value dari sebuah proyek atau usaha sama dengan nol.
Usahatani layak jika nilai IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga yang berlaku.
Usahatani tidak layak jika nilai IRR lebih rendah dari tingkat suku bunga yang
berlaku (Buharman, 2015).
𝑁𝑃𝑉1
𝑖2 + 𝑥(𝑖 − 𝑖1 )
𝑁𝑃𝑉1 − 𝑁𝑃𝑉2 2
IRR =
Keterangan:
i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif (%)
i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif (%)
NPV1 = NPV positif (Rp)
NPV2 = NPV negatif (Rp)
Kriteria kelayakan menurut IRR yaitu:
IRR>14 %, usaha tani kakao layak untuk dijalankan.
66 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Analisis Kemitraan
Untuk mengetahui pelaksanaan dari kemitraan metode analisisnya
menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah metode
statistika yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang
telah dikumpulkan menjadi sebuah informasi (Suharyadi dan Purwanto, 2008).
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan kuisioner dengan
responden 51 petani kakao, 3 anggota dari Gapoktan Guyub Santosa, 3 Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan dan Kabupaten Madiun. Data sekunder
dikumpulkan dari Dishutbun Kabupaten Madiun, Badan Pusat Statistik, jurnal
penelitian, buku-buku literatur, serta website.
Karakteristik Responden
Mayoritas responden masih berada pada usia yang produktif, antara umur
30-50 tahun (53%). Bahkan usia di atas 65 tahun pun masih banyak yang bertani.
Hampir semua petani masih aktif dalam keanggotaan kelompok taninya.
Sedangkan untuk tingkat pendidikan, sebagian besar responden tamat SMP
(41,15%), kemudian tamat SLTA (29,45%), dan tamat SD (23,5%). Untuk
pengalaman bertani, responden sudah memiliki pengalaman yang cukup lama,
yakni antara 21-25 tahun (29,4%), hal ini juga merupakan awal-awal program
Volume 9 No. 1 Februari 2021 67
Tabel 2. Karakteristik petani dan usahatani kakao Kec. Dagangan, Kec. Kare, dan
Kecamatan Gemarang
Sebaran
Karakteristik
Jumlah Presentase (%)
Kelompok umur (tahun)
- 30-40 tahun 11 21,6
- 41-50 tahun 16 31,4
- 51-64 tahun 12 23,5
- >65 tahun 12 23,5
Pendidikan
- Tidak tamat SD 3 5,9
- Tamat SD/sederajat 12 23,5
- Tamat SMP 21 41,15
- Tamat SLTA 15 29,45
- Tamat PT - -
Pengalaman Bertani
- 6-10 tahun 5 9,8
- 11-15 tahun 6 11,8
- 16-20 tahun 12 23,5
- 21-25 tahun 15 29,4
- > 25 tahun 13 25,5
Luas Lahan
- ≤2500 m2 20 39,2
- 0,25-0,5Ha 18 35,3
- 0,51-1Ha 10 19,6
- >1 Ha 3 5,9
Jumlah Pohon Kakao
- ≤ 200 pohon 18 35,3
- 201-400 pohon 10 19,6
- 401-600 9 17,6
- 601-800 6 11,8
- 801-1000 5 9,8
- >1000 pohon 3 5,9
lahan yang cukup luas. Hal ini membuat petani untuk memaksimalkan hasil
produksinya dengan menentukan jenis tanam dan melakukan pola tanama
campuran atau polikultur. Menurut Susanto (1994), secara fisiologis, jarak tanam
akan menyangkut ruang dan tempat tanaman hidup dan berkembang, jika jarak
tanam terlalu sempit akan terjadi persaingan dalam memperoleh unsur hara, air,
sinar matahari, dan tempat untuk berkembang.
Selanjutnya untuk pola tanam kakao dari responden terdapat 2 jenis
pemilihan, yakni pola tanam monokultur dan pola tanam campuran atau
polikultur. Responden yang memilih monokultur adalah yang mempunyai lahan
luas, sedangkan untuk yang luas lahan sempit memilih pola tanam campuran.
Sayogyo (1997) mengelompokkan petani ke dalam tiga kategori : petani skala
kecil dengan luas usaha tani <0,5 Ha, skala menengah dengan luas usahatani 0,5 –
1,0 Ha, dan skala luas dengan luas lahan usaha tani >1,0 hektar. Semakin luas
lahan pertanian maka semakin efisien lahan tersebut jika sarana dan prasarana
serta pengelolaanya memadai.
Pilihan petani dalam pemilihan pola tanam dan jenis tanaman ini
dilakukan untuk menghindari kegagalan yang akan berujung pada kegagalan
panen. Pilihan ini juga diambil berdasarkan pengalaman usaha tani yang sudah
dilakukan secara turun temurun. Pemilihan pola tanam campuran kakao dengan
durian (Durio zibethinus), cengkeh (Sysygium aromaticum), dan kelapa (Cocos
nucifera), memberikan banyak kesempatan dan tidak hanya mengandalkan kakao
saja. Sikap ini dapat dijelaskan dengan melihat pandangan James Scott (1982),
mengenai moral ekonomi petani yang sederhana tetapi juga sangat kuat. Terdapat
3 prinsip sikap dari petani terkait dengan usahataninya yang dikembangkan Scott,
yakni sebagai berikut : (1) Dahulukan selamat : ekonomi subsistensi. Prinsip
safety first, yakni petani enggan mengambil resiko dan lebih memusatkan diri
untuk menghindari jatuhnya produksi, bukan semata memaksimalkan keuntungan;
(2) Etika subsitensi, yakni etika yang merupakan konsekuensi dari suatu
kehidupan yang dekat dengan garis batas, serta (3) distribusi resiko, sikap
menghindari resiko ini juga dikemukakan mengapa petani lebih suka menanam
Volume 9 No. 1 Februari 2021 69
Sedangkan pada tahun 2020, menurut Antara (2020) harga jual kakao kering dari
petani Madiun berkisar Rp 24.000-25.000/Kg. Untuk kakao basah untuk saat ini
petani sudah jarang menjual dalam kondisi basah dikarenakan harganya cukup
rendah. Sedangkan tanaman cengkeh ditanam dengan alasan karena harga jual
yang tinggi, dengan harga jual berkisar Rp 120.000/kg. Namun, tanaman cengkeh
ini cukup rentan akan hama penyakit yang mengancam. Selain cengkeh, tanaman
yang di tumpangsari adalah tanaman kelapa dan durian. Selain perawatan yang
cukup mudah, harga jual tanaman tersebut cukup stabil dengan cara penjualan
yang cukup mudah pula. Harga kelapa sekitar Rp 2.500,- per butir, sedangkan
untuk durian kesepakatan dengan pembeli. Untuk tanaman kelapa dan durian,
pedagang akan berkeliling dan membeli secara borongan.
monokultur, biaya usaha tani kakao campuran juga dihitung. Tanaman kakao yang
dihitung di daerah penelitian sampai tahun ke 15, dikarenakan usia kakao paling
tua adalah 15 dan masih masuk kategori umur produktif.
Tabel 4. Biaya usahatani kakao pola tanam monokultur dan pola tanam campuran
Umur Biaya usahatani kakao (Rp)
(tahun) Monokultur Campuran I Campuran II
1 10.971.167 11.068.667 12.436.167
2 7.113.667 4.673.667 5.176.167
3 9.626.167 4.933.667 6.221.167
4 9.626.167 4.763.667 7.091.167
5 8.186.167 9.243.667 7.091.167
6 9.718.667 9.268.667 8.201.167
7 11.523.667 11.508.667 8.526.167
8 11.763.667 13.323.667 8.286.167
9 12.603.667 14.103.667 8.946.167
10 12.603.667 14.103.667 11.293.667
11 13.141.167 16.233.667 12.438.667
12 13.141.167 16.233.667 12.438.667
13 13.141.167 19.458.667 13.321.667
14 13.631.167 19.938.667 13.321.667
15 13.631.167 19.938.667 13.713.667
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa biaya investasi untuk tahun
pertama cukup besar untuk semua pola tanam, kemudian mengalami penurunan di
tahun kedua sampai tahun ke enam. Biaya untuk pola tanam campuran lebih besar
dikarenakan ada kebutuhan bibit yang lebih banyak. Untuk menghitung benefit,
kakao sudah dapat dihitung mulai tahun ke 3 dan umur ekonomisnya bisa
mencapai 25 tahun, cengkeh sudah mulai menghasilkan pada tahun ke 4-6 tahun
dan umur ekonomisnya hingga umur 35 tahun, durian mulai dipanen tahun ke 10
dan umur ekonomisnya hingga 50 tahun, dan kelapa dipanen pada tahun ke 5-8
dan umur ekonomisnya hingga 50 tahun.
digunakan oleh BRI pada tahun tersebut. Arus biaya dan penerimaan secara
lengkap dapat dilihat di lampiran dan menghasilkan nilai investasi sebagai
berikut:
Petani menjual seluruh hasil panenan x Iya jika panenan banyak dan
kakao ke perusahaan mitra mencukupi, namun petani bebas
menjual ke siapa saja apalagi jika
butuh dana mendadak
Hasil panen petani dijemput oleh
perusahaan mitra Jika jumlahnya memenuhi maka dari
perusahaan mitra akan langsung
mengambil ke tempat petani
Harga kakao disesuaikan ketika Pihak dari Guyub Santosa baru akan
penyerahan kakao ke perusahaan mitra menentukan harga ketika melihat
panenan kakao yang dikumpulkan
petani
Perusahaan mitra menjamin harga jual Disesuaikan dengan harga kakao dunia
kakao dan kualitas kakao petani
Petani kakao mendapatkan penyuluhan Meskipun ada bimbingan, namun hal
dan bimbingan teknis budidaya tersebut tidak berjalan konsisten,
tergantung permintaan dari petani jika
terdapat kendala dalam budidaya
Kontinuitas penjualan kakao berjalan x Hal ini dikarenakan petani ingin cepat
lancer menjual kakao untuk pemenuhan
kubutuhan sehari-hari.
Keterangan : (x) tidak dilakukan () dilakukan
Volume 9 No. 1 Februari 2021 75
Tabel 7. Jenis kegiatan dalam pengambilan keputusan kemitraan pola dagang umum di
daerah penelitian
Jenis Kegiatan Kewenangan
Penentuan harga komoditi Ditentukan oleh perusahaan mitra setelah
melihat kualitas produk dari petani
Pengelolaan lahan Petani
Waktu penjualan Petani dengan persetujuan oleh perusahaan
mitra
Penentuan mutu/kualitas komoditi yang Petani dengan menyesuaikan standar yang
dihasilkan diinginkan perusahaan mitra
Resiko Petani
Kesimpulan
Daftar Pustaka