NIM : G011201044 Kelas : BTPI F Kelompok : 23 Asisten : Ahmad Nur Fajar
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2022 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana luas lahan tanaman kakao Indonesia ± 992,448 Ha dengan produktivitas rata – rata 900 Kg / Ha. Tanaman kakao cocok hidup di Indonesia karena habitat alam tanaman kakao berada di hutan beriklim tropis. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia yang cukup penting bagi perekonomian nasional. Kakao berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan agro industri. Perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga subsektor perkebunan di (Hadinata et al., 2020). Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan komoditas tanaman perkebunan yang cukup penting di Indonesia. Tanaman ini dikenal sebagai penghasil bahan-bahan untuk membuat makanan dan minuman yang disebut “beverage crop”. Sejalan dengan makin menjamurnya industri makanan dan minuman yang berbahan baku kakao, baik di Indonesia maupun di dunia pada umumnya, prospek kakao dapat dikatakan cukup cerah. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan produksi tanaman kakao, salah satunya adalah dengan memperbaiki teknis budidaya tanaman kakao (Hendrata, 2013). Tanaman Kakao (Theobroma cocoa. L) berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan. Varietas kakao terdiri atas Criollo dan Forestero. Varietas Criollo merupakan tipe kakao yang bermutu tinggi (kakao mulia : choiced, edel cocoa) dan tumbuh pada ketinggian di atas 400 m dari permukaan laut (dpl), dengan ciri buahnya kecil, berwarna merah dengan kulit buah bertonjolan, biji tidak berwarna, mutu tinggi dengan aroma dan rasa yang khas. Varietas Forestero merupakan tipe bermutu rendah (kakao lindak : bulk cocoa) yang tumbuh pada ketinggian di bawah 400 m dpl, dengan ciri buahnya berwarna ungu dan kuning dengan kulit buah hampir rata dan licin, biji berwarna ungu dan besar, cepat berbuah dengan aroma dan rasa yang kurang tajam dibandingkan Criollo. Hibrida dari Forestero dan Criollo dikenal dengan istilah Trinitario, buahnya agak bulat dan ada pula yang agak panjang dengan warna hijau atau merah (Ali, 2020). Berdasarkan uraian di atas, maka perlunya dilaksanakan praktikum ini untuk mengetahui cara melakukan persiapan benih kakao yang baik dan benar serta cara pemindahan benih kakao ke media tanam yang telah dibuat. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara melakukan persiapan benih kakao yang baik dan benar agar diperoleh benih yang berkualitas dan mengetahui cara pemindahan benih kakao ke media tanam yang telah dibuat. Adapun kegunaan dilakukannya pratikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan persiapan benih kakao yang baik dan benar agar diperoleh benih yang berkualitas, agar mahasiswa dapat mengetahui cara pemindahan benih kakao ke media tanam yang telah dibuat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Masalah Pengembangan Tanaman Kakao di Indonesia
Permasalahan di Indonesia sekitar 50% tanaman kakao telah berumur tua sehingga membutuhkan benih unggul dalam jumlah yang banyak untuk rehabilitasi dan penanaman kembali. Untuk mendapatkan benih bermutu baik memerlukan waktu panen yang tepat karena vigor bibit yang maksimum pada saat benih mencapai masak fisiologis. Permasalahan lain kebun induk benih yang menghasilkan benih unggul masih sangat terbatas, harga benih terus meningkat dan sebesar 65% benih masih diperoleh dari kebun petani sendiri. Pengembangan tanaman kakao masih dihadapkan dengan kondisi lahan dan iklim yang tidak sesuai, serta tingginya gangguan hama dan penyakit (Husny, 2016). Dominannya perkebunan kakao rakyat di Indonesia berimplikasi pada timbulnya berbagai masalah dan kendala dalam pengembangan kakao di Indonesia, yang menyebabkan masih rendahnya tingkat produktivitas dan mutu kakao yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar perkebunan kakao berupa perkebunan rakyat yang masih dikelola dengan cara tradisional sehingga optimalisasi pemanfaatan lahan sangat rendah. Secara garis besar, masalah dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan budi daya kakao dapat dikelompokkan sebagai berikut: (1) masih rendahnya SDM petani kakao; (2) terbatasnya modal dan akses terhadap permodalan; (3) tingginya harga input; (4) rendahnya penggunaan input berupa sarana produksi maupun teknologi budi daya; (5) tingginya intensitas serangan hama dan penyakit; (6) tanaman kakao berumur tua (>25 tahun); dan (7) terbatasnya akses terhadap peningkatan pengetahuan dan teknologi budi daya kakao (Saputro, 2020). Terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan budidaya kakao terutama masalah hama dan penyakit disertai sumber daya manusia yang kurang baik. Petani kakao hanya bermodalkan pengetahuan bercocok tanam kakao turun temurun dari orang tuanya. Sebenarnya terdapat peluang bagi para investor jika menilik sebagian besar perkebunana kakao di Indonesia adalah perkebunan rakyat. Hal tersebut untuk mengembangkan usaha kakao dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. Rata-rata luas lahan, produksi dan produktivitas kakao di Indonesia sudah cukup baik pada tahun 2014 hingga tahun 2016. Produksi tahun 2014 hingga tahun 2016 berkisar pada angka 716.695,33 ton dengan produktivitas 799,67 kg/Ha (Saputro dan Helbawanti, 2020). 2.2 Strategi Pengembangan Tanaman Kakao di Indonesia Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kondisi perkebunan kakao rakyat, seperti pemberdayaan petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dan Sistem Kebersamaan Ekonomi (SKE), penerapan teknologi pengendalian dengan metode PSPsP (pemangkasan, sanitasi, panen sering, dan pemupukan) untuk pengendalian hama penggerek buah kakao dan penyakit vascular streak dieback serta penyediaan benih unggul. Mengingat pelaksanaannya masih parsial dalam skala kecil, maka hasilnya belum optimal. Oleh karena itu, pemerintah memandang kegiatan- kegiatan tersebut perlu dilakukan secara serentak, terpadu, dan menyeluruh melalui suatu gerakan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan maupun sumber daya yang ada (Saputro, 2020). Pengembangan dan intensifikasi kakao oleh pemerintah dilakukan melalui program Gernas kakao oleh Kementerian Pertanian, terutama keterkaitannya dengan program Rehabilitasi, Intensifikasi, dan Peremajaan. Program ini diarahkan untuk peningkatan produksi dan mutu hasil tanaman kakao. Peningkatan produksi dan perbaikan mutu kakao Indonesia dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Penerapan kedua program tersebut di Indonesia memerlukan tersedianya bibit dan benih kakao unggul, sehingga pengembangan kultivar atau klon kakao unggul secara terprogram perlu segera dilakukan (Ariningsih, 2019). Faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan dalam usahatani tanaman kakao adalah kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan untuk tanaman kakao, frekuensi penyuluhan, produktivitas potensial tinggi, modal,ketersediaan sarana teknologi, serangan pada hama dan penyakit tanaman. Sedangkan pada faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan usahatani kakao adalah permintaan pasar tinggi, iklim, infrastruktur tersedia, alih fungsi lahan, penebangan hutan, kebijakan pemerintah faktor strategis tersebut umumnya berada pada kondisi moderat dan mengarah ke kondisi optimistik karena pencanangan revitalisasi pengembangan perkebunan kakao. Dukungan pendanaan dari perbankan dan tenaga pembina baik dari segi jumlah maupun kualitasnya sangat diperlukan. Prospek dan strategi pengembangan kakao akan bermanfaat untuk menilai efisiensi kegiatan agribisnis kakao dari segi peningkatan produktivitas dan pelestarian lingkungan sehingga terjadi pengembangan komoditas yang berkelanjutan (Damanik dan Herman, 2015). 2.3 Kontribusi Pengembangan Tanaman Kakao di Indonesia Kakao merupakan satu diantara produk pertanian memiliki peran sangat penting dan cukup nyata serta dapat diandalkan, khususnya dalam hal penyediaan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan petani dan pendapatan negara/devisa. Sebagian besar kakao yang dibudidayakan di Indonesia adalah perkebunan kakao rakyat yang tersebar di berbagai wilayah pengembangan, sehingga usahatani komoditas ini langsung berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Luas lahan perkebunan khususnya tanaman kakao di Kalimantan Timur saat ini mencapai 23.502 Ha dengan produksi 23.296 ton/tahun (Rahayu, 2015). Sebagian besar masyarakat di Indonesia meminati dan mebudidayakan tanaman kakao. Sumber daya kakao memiliki potensi yang sangat besar bagi perekonomian sehingga perlu dioptimalkan dalam pengelolaannya. Kakao juga menjadi komoditas unggulan perkebunan yang peranannya penting bagi perekonomian nasional, yaitu sebagai penyedia lapangan kerja, dan devisa negara yang menduduki posisi ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Kakao berperan untuk pengembangan daerah pengembangan di bidang agroindustri. Biji kakao juga tidak hanya dapat diolah menjadi cokelat, namun dapat diolah menjadi berbagai macam produk (Saputro, 2020). Perkebunan kakao mengalami perkembangan secara pesat sejak awal tahun 1980. Keberhasilan perluasan areal memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao di dunia. Kualitas kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia karena mempunyai kelebihan yaitu tidak meleleh sehingga cocok untuk bahan campuran. Peluang pasar kakao cukup terbuka baik, sehingga memiliki potensi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan. Permasalahan di Indonesia yaitu harus membangun perkebunan kakao agar memberikan produktivitas tinggi (Partiwi, 2018). 2.4 Perkembangan Produksi Tanaman Kakao bagi Perekonomian Nasional Di Indonesia, kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan. lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan daerah setelah karet dan minyak sawit dengan nilai US $ 701 juta (Wonda, 2018). Tanaman kakao menjadi salah satu komoditi ekspor andalan Negara Indonesia, hal ini dibuktikan dengan dinobatkannya Indonesia menjadi salah satu pengekspor kakao terbesar di dunia oleh salah satu badan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) yaitu Food and Agriculture Organization ( FAO ). Pada tahun 2013 Indonesia menempati peringkat ke 3 penghasil kakao dunia dengan total produksi 777.500 ton, jika dipersentase kan mencapai 17,0% dari total produksi kakao dunia. Sejak orde reformasi kakao berperan penting dalam perekonomian nasional ini dibuktikan dengan 4 kontribusi ekspor kakao sebagai sumber devisa Negara Data terakhir BPS 2017 nilai ekspor kakao Indonesia mencapai 1.120.765 USD, jika di rupiahkan dengan kurs Rp.15.000 per 1 USD adalah Rp. 16,81 triliun yang menjadi aset Negara Indonesia. (Irawan, 2019). Produksi biji kakao Indonesian secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan diantaranya tidak terfermentasi. Komoditas kakao diharapkan menduduki tempat sejajar dengan komuditas perkebunan lainnya, seperti kelapa sawit dan karet sampai pada tahun 1998 pemerintah merencanakan perluasan areal kakao seluas 1.213.600 hektar, yang baik dikelola oleh PT.Perkebunan Negara, swasta, maupun rakyat (Hayata, 2019). 2.5 Perbanyakan Tanaman Kakao Tanaman kakao dapat di perbanyak secara generatif dan vegetatif. Namun secara umum, pembibitan kakao secara generatif lebih sering dilakukan oleh para petani. Mungkin karena dirasa lebih praktis. Perbanyakan generatif adalah teknik memperbanyak tanaman dengan menggunakan biji. Teknik generatif lebih praktis karena benih dapat disimpan dalam waktu yang lama, pengiriman benih lebih fleksibel dan tanaman berdiri kokoh karena memiliki akar tunjang. Hanya saja, dengan teknik generatif ini sifat-sifat tanaman belum tentu seragam dan bisa saja berlainan dengan tanaman induknya (Nappu, 2015). Tanaman kakao yang diambil benilmya sebaiknya dan kebun induk yang mempunyai sifat-sifat ; 1) Kondisinya sehat, 2) Pertumbuhan normal dan kokoh, 3) Menghasilkan produksi tinggi antara 70-90 buahlpohonltahun, 4) Berumur antara 12- 18 tahun. Perbanyakan secara generatif digunakan bahan tanam berupa benih yang merupakan hash persatuan antara sd kelaminjantan dengan sel kelamin betina. Perbanyakan tanaman kakao secara generatif tidak dianjurkan menggunakan biji asalan yang apabila ditanam akan menghasilkan tanaman segregasi yang sangat beragam sehingga produktivitas maupun mutu hasiinya tidak menentu. Pada perbanyakan tanaman kakao generatif bahan tanam dianjurkan adalah benih hibrida yang telah teruji mempunyai keunggulan produksi (Safaruddin, 2013). Pembibitan secara vegetatif merupakan pembibitan yang menggunakan bagian vegetative tanaman (daun, tunas, batang, akar, jaringan, organ) dapat menjadi alternatif bagi industri bibit karena tidak tergantung pada musim buah. Perbanyak vegetatif tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara okulasi, setek, atau kultur jaringan. Sampai saat ini bagian vegetatif tanaman kakao yang banyak digunakan sebagai bahan tanam yaitu batang entres (kayu okulasi). Ciri entres yang baik yaitu tidak terlalu muda dan tua, ukurannya yang relatif sama dengan batang. Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen dalam sifat-sifat genetiknya (Anggraeni, 2018). 2.6 Pengaruh Media Tanam Terhadap Pembibitan Tanaman Kakao Pembibitan yang baik diharapkan dapat menghasilkan tanaman kakao dengan kualitas yang tinggi dan menghasilkan mutu produk yang baik. Salah satu cara penyediaan bibit bermutu ialah dengan memperhatikan media tanam. Media tanam sangat penting dan berketaitan erat terhadap pertumbuhan tanaman. Media tanam yang baik akan berpengaruh terhadap proses serapan hara dan perakaran tanaman sehingga tanaman akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal (Mulyani, 2018). Kualitas media tanam dalam pembibitan kakao juga dapat menggunakan pupuk kandang dan pasir. Pupuk kandang dan pasir juga merupakan suatu komponen yang dapat digunakan sebagai bahan pelengkap media tanam yang baik agar dihasilkan pula komposisi media tanam yang ideal bagi pertumbuhan bibit kakao. Ada empat fungsi media tanam untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik, yaitu sebagai tempat unsur hara, mampu memegang air yang tersedia bagi tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara akar dan atmosfer di atas media dan harus dapat menyokong pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis bahan yang dapat dijadikan sebagai media tanam yaitu tanah lapisan top soil, pasir, pupuk kandang, arang sekam/sekam padi, sabut kelapa/cocopeat (Mulyani, 2018). Tanah yang sering dipakai sebagai media tanam lazimnya tidak cukup subur untuk mendukung pertumbuhan bibit selama di pembibitan, sehingga perlu penambahan unsur hara melalui pemupukan. Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk organik seperti pupuk kandang. Media yang cukup bahan organik lebih cepat pertumbuhannya jika dibandingkan dengan media tanam yang kurang bahan organik. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar kedalam tanah, penyerapan air, drainase, aerase dan nutrisi tanaman (Nora, 2015). BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Praktikum ini dilaksanakan di Plantation Nursery, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Sabtu, 2 April 2022 pukul 07.30- selesai. 3.2 Alat dan Bahan lat yang digunakan dalam praktikum ini adalah penggaris, gunting, tali rafiah dan polybag. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih kakao, pasir, tanah gembur (Top Soil) dan air. 3.3 Pelaksanaan 3.3.1 Persiapan Benih Kakao 1. Memilih biji kakao yang akan dijadikan benih. Biji kakao yang dipilih adalah biji yang unggul. 2. Biji kakao yang digunakan untuk benih adalah buah bagian tengah yang masak dan sehat dari tanaman yang sudah cukup umur, kemudian dibersihkan daging buahnya menggunakan abu dan segera dikecambahkan 3.3.2 Persiapan Media Tanam Media tanam yang akan digunakan adalah top soil yakni tanah yang gembur yang kemudian di campurkan pasir dengan takaran perbandingan 1 : 1 3.3.3 Pemeliharaan 1. Penyiraman, dilakukan 2 kali sehari yakni pada waktu pagi dan sore hari sampai bibit berumur 3 bulan dan disesuaikan menurut keadaan cuaca. Penyiraman dilakukan dengan air bersih, menggunakan gembor dan tidak terlalu lembab agar tidak mengandung penyakit Phytophtora palmivora dan VCD (Vascular Streak Di eback). 2. Penyiangan, dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara mencabut rumput atau gulma yang tumbuh disekitar polybag maupun berada di luar polybag hal ini untuk menjaga sanitasi lingkungan di sekitar pembibitan agar tidak menjadi inang hama dan penyakit. 3.4 Parameter Pengamatan Parameter pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Persentase Berkecambah (%) 2. Panjang Kecambah (cm) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 1. Grafik Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Kakao 40 35 30 25 20 PENGAMATAN I
15 PENGAMATAN II
10 PENGAMATAN III
5 PENGAMATAN IV
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2022
Gambar 2. Grafik Hasil Pengukuran Diameter Batang Tanaman Kakao 1,8 1,6 1,4 1,2 1 PENGAMATAN I 0,8 PENGAMATAN II 0,6 PENGAMATAN III 0,4 PENGAMATAN IV 0,2 0
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2022
Gambar 3. Grafik Hasil Pengukuran Jumlah Daun Tanaman Kakao 10 9 8 7 6 5 PENGAMATAN I 4 PENGAMATAN II 3 PENGAMATAN III 2 1 PENGAMATAN IV 0
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2022
Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran Luas Daun Tanaman Kakao 180 160 140 120 100 80 60 LUAS DAUN 40 20 0
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2022
4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengamatan tiap parameter yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan luas daun pada grafik diatas. Pada grafik tersebut, terdapat perbedaan pertumbuhan tanaman yang tidak terlalu jauh tiap pengamatan hal ini dikarenakan semua sampel tanaman diberi media tanam dan pemberian pupuk kandang yang sama jenisnya sehingga adanya unsur hara yang sama jumlah (presentasenya) dalam media walaupun dilakukan campuran berbeda-beda tidak terlalu membuat perbedaan yang jauh dalam pertumbuhan tanaman kakao. Hal ini sesuai dengan pendapat Triastuti (2016), bahwa jenis, sifat dan stuktur tanah/media sangat menentukan keberhasilan suatu pertanaman Pada grafik 1 dan 2, rata-rata pertumbuhan tanaman kakao pada pengamatan tinggi dan jumlah daun yang pertama, tanaman masih kecil dan pada pengamatan berikutnya pertumbuhan tanaman kakao tidak merata. Hal ini disebabkan pengaruh media tumbuhnya yang berdampak pada pertumbuhan akar yang mengakibatkan proses pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman kakao tidak seimbang. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali (2020), bahwa kualitas media tumbuh yang baik di dalam tanah dapat memberikan perbaikan sifat fisik berupa keseimbangan poripori di dalam tanah. Selain itu, penggunaan media yang baik serta kaya akan unsur hara diharapkan dapat menunjang perkembangan tanaman. Pada grafik 3 dan 4, menunjukkan pengamatan diameter batang dan luas daun pada tanaman kakao yang pertumbuhannya juga tidak merata. Hal ini terjadi dikarenakan pengaruh dari penggunaan pupuk kandang sebagai media tanam disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak mendukung proses penyerapan unsur hara yang terdapat pada pupuk dan belum memberikan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah yang ideal untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bibit kakao. Sesuai dengan pendapat Hayata dan Febrina (2019), yang menyatakan bahwa media tanam sangat penting diperhatikan karena berhubungan dengan kemampuan bahan tersebut untuk mempengaruhi tanaman dalam penyediaan unsur hara dan penetrasi akar. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pada pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan tanaman kakao tidak berpengaruh nyata. Hal tersebut disebabkan tidak adanya interaksi yang mendorong dalam pertumbuhan bibit kakao diantar perlakuan yang dilakukan. 5.2 Saran Penulis menyarankan sebelum melakukan praktikum ini agar memahami prosedur kerja praktikum sehingga hasil yang diinginkan maksimal. Dan diharapkan kritik dan sara dari pembaca untuk penulisan laporan yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Ajijah, N., Randriani, E., Rubiyo, R., Sukma, D., & Sudarsono, S. 2015. Keragaan Tanaman Kakao Asal Embrio Somatik Di Lapangan. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 21(2), 57-68. Ali, B. 2020. Analisis Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Bibit Kakao Menggunakan Metode Ahp. D'computare: Jurnal Ilmiah Information Technology, 9(2): 8-17. Anggraeni, D. 2018. Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Klon S1 Pada Pemberian Berbagai Takaran Bokasi. Skripsi. Fakultas Budidaya Tanaman Perkebunan, Polteknik Pertanian Negeri Pangkep. Ariningsih, E., Purba, H. J., Sinuraya, J. F., Suharyono, S., & Septanti, K. S. (2019). Kinerja Industri Kakao Di Indonesia. In Forum Penelitian Agro Ekonomi, 37(1): 1-23. Hadinata, S., dan Marianti, M. M. 2020. Analisis Dampak Hilirisasi Industri Kakao di Indonesia: Kata Kunci: Kakao, Rantai Nilai, Hilirisasi Industri, and Value Added. Jurnal Akuntansi, 12(1), 99-108. Hayata, H., & Febrina, S. (2019). Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produktivitas Kakao (Theobroma cacao L.) Di Desa Betung Kecamatan Kumpeh. Jurnal Media Pertanian, 4(2): 59-63. Husny, Z., & Hanan, R. (2016). Pengaruh Perlakuan Benih Dan Media Tanam Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Benih Salak (Salacca edulis Reinw) Di Polibeg. Jurnal Triagro, 1(2): 58-124. Irawan, W. B. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Nilai Ekpor Kakao Inodnesia Tahun 2003-2017. Jiet (Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan), 4(2): 157-189. Mulyani, C., Saputra, I., & Kurniawan, R. (2018). Pengaruh Media Tanam Dan Limbah Organik Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L). Jurnal Penelitian Agrosamudra, 5(2), 1-14. Nappu, M. B., & Sudiang, M. (2015). Perbanyakan Bibit Kakao Melalui Teknik Grafting, Okulasi, Dan Somatik Embriogenesis Di Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 7(1): 175-185. Nora, M., Amir, N., & Aminah, R. I. S. (2015). Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Pembibitan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Di Polybag. Klorofil: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Pertanian, 10(2), 90-92. Partiwi, E. D., Budiasa, I. W., & Widyantara, I. W. (2018). Kontribusi Usahatani Kakao Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Di Desa Pangsan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Jurnal Agribisnis Dan Agrowisata, 7(1), 141-151. Rahayu, S. P., & Sumarmiyati, S. (2015, April). Development Prospect Of Cocoa Plant In East Sebatik Subdistrict, Nunukan District. In Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 1(2): 373-377. Rubiyo, R., & Siswanto, S. (2013). Peningkatan Produksi Dan Pengembangan Kakao (Theobroma cacao L.) Di Indonesia. Buletin Ristri, 3(1): 26-56. Saputro, W. A., & Helbawanti, O. H. (2020). Produktivitas Tanaman Kakao Berdasarkan Umur Di Taman Teknologi Pertanian Nglanggeran. Paradigma Agribisnis, 3(1), 7-15. Safaruddin, S. (2013). Studi Kelayakan Budidaya Tanaman Kakao Sambung Samping. Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan, 2(2): 26-56. Silaen, O. S. S. O. S., Silaen, O. S., Sitepu, F. E., & Siagian, B. (2013). Respons Pertumbuhan Bibit Kakao Terhadap Vermikompos Dan Pupuk P. Jurnal Agroekoteknologi, 1(4): 121-211. Wonda, M., & Tomayahu, E. (2018). Pendapatan Usahatani Tanaman Kakao (Teobroma Kakao) Di Kelurahan Hinekombe, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Agrologia, 5(1): 231-243 LAMPIRAN 1. Lampiran Tabel Tabel 1. Pengamatan Tinggi Tanaman Kakao TINGGI TANAMAN I II III IV TANAMAN 1 9.3 14.5 21.8 26.7 TANAMAN 2 8.3 13.6 19.5 27.2 TANAMAN 3 6 13.83 21.5 35.9 TANAMAN 4 8.3 17.7 23.6 31.1 TANAMAN 5 8.2 17.8 22.8 33.7 TANAMAN 6 9.7 18.8 25.2 31.1 TANAMAN 7 8.8 16.4 23.3 25.8
Tabel 2. Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Kakao
JUMLAH DAUN I II III IV TANAMAN 1 3 5 5 7 TANAMAN 2 3 5 6 8 TANAMAN 3 2 4 4 7 TANAMAN 4 3 4 6 9 TANAMAN 5 3 4 5 6 TANAMAN 6 3 5 7 8 TANAMAN 7 3 4 5 8
Tabel 3. Pengamatan Diameter Batang Tanaman Kakao
DIAMETER BATANG I II III IV TANAMAN 1 0.2 0.5 0.6 1.3 TANAMAN 2 0.1 0.4 0.6 1.7 TANAMAN 3 0.3 0.4 1 1.3 TANAMAN 4 0.2 0.4 0.6 1.3 TANAMAN 5 0.3 0.4 1 1.6 TANAMAN 6 0.2 0.5 0.8 1.5 TANAMAN 7 0.2 0.5 0.8 1.4 Tabel 4. Pengamatan Luas Daun Tanaman Kakao Luas Daun (cm) Sampel Daun Daun Daun RATAAN RATA-RATA Besar Sedang Kecil Tanaman 1 388,6 61,4 18,5 156,1666667 Tanaman 2 688,5 37,9 27,7 251,3666667 156 Tanaman 3 148,6 25,9 6,9 60,46666667 Tanaman 4 274,3 38,2 14,4 108,9666667 Tanaman 5 341,9 68,6 27,3 145,9333333 109,9666667 Tanaman 6 177,4 29,8 17,8 75 Tanaman 7 308,7 36,9 8,3 117,9666667 Tanaman 8 193,6 21,6 17,3 77,5 102,7888889 Tanaman 9 283,8 35,4 19,5 112,9 Tanaman 10 455,4 51,6 50,5 185,8333333 Tanaman 11 182,2 49,1 22,4 84,56666667 151,8 Tanaman 12 498,2 41,9 14,9 185 Tanaman 13 688,5 76,3 46,2 270,3333333 Tanaman 14 216,7 55,9 33,7 102,1 153,6 Tanaman 15 212,3 28 24,8 88,36666667 Tanaman 16 229,1 39,9 5,3 91,43333333 Tanaman 17 421,6 59,5 20,8 167,3 155,9111111 Tanaman 18 538 65,8 23,2 209 Tanaman 19 166 31,9 17,3 71,73333333 Tanaman 20 241,2 44,2 16,6 100,6666667 98,8 Tanaman 21 282,8 64,7 24,5 124 Lampiran Gambar
Gambar 1. Melakukan pembersihan Gambar 2. Mengukur luas lahan
lahan menggunakan cangkul dan sabit yang akan digunakan
Gambar 3. Membuat lubang tanam Gambar 4. Melakukan persemaian
benih kakao pada media tanam yang telah dicampurkan pasir
Gambar 5. Melakukan pemeliharaan Gambar 6. Melakukan pengamatan
pada tanaman kakao dengan tinggi tanaman, jumlah daun, menyiram dan menyiangi diameter batang, dan luas daun
271106-Pemberdayaan Masyarakat Dalam Diversifikasi Pengolahan Kakao Terpadu Melalui Pendampingan Mahasiswa KKN-PPM Di Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong