PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya bagi penyedia
lapangan kerja, sumber pandapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Dalam sistem agribisnis kakao kiranya perlu dilihat peran
intersektoral dalam sistem agribisnis tersebut (khususnya pertanian yakni usaha
perkebunan kakao, perdagangan,industri dan lembaga keuangan yang berkaian
dengan usaha perkebunan kakao) untuk mendapatkan gambaran mengenai peran
agribisnis perkebunan pada skala usaha daerah maupun nasional. Dengan
demikian, pendekatan agribisnis terjadi reorientasi dari penanganan sektoral
menjadi intersektoral, dan dari orientasi produksi menjadi orientasi bisnis.
2
Perkebunan kakao skala besar atau perkebunan rakyat, pernah terjadi
serangan penyakit tanaman. Pada seluruh bagian tanaman kakao mulai dari akar,
batang, daun , buah dapat diserang penyakit. Usaha penanganan penyakit yang
menyerang kakao tidak hanya jenis penyakitnya yang perlu diperhatikan, tetapi
juga lingkungan serta tanaman inang alternatifnya juga harus diperhatikan. Salah
satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah curah hujan, kelembaban,
dan suhu. Apabila tanaman mengalami kerusakan akibat penyakit, tindakan yang
dilakukan adalah melakukan diagnosis. Tindakan ini dapat digunakan sebagai
dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk melakukan pengendalian.
Apabila ada serangan suatu penyakit yang kurang merugikan belum perlu
dikendalikan, tetapi tetap perlu diperhatikan, karena suatu serangan penyakit yang
kurang merugikan ini daya merusaknya bias meningkat jika mendapat inang yang
rentan dan kondisi lingkungan yang mendukung. Penanganan serangan penyakit
bisa dilakukan dengan memadukan beberapa teknik yang sesuai. Tujuannya untuk
mengurangi kegagalan dan menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan
diagnosis yang tepat, pengetahuan epidemiologi (laju pertumbuhan penyakit), dan
kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit, maka dapat disusun suatu strategi
penanganan yang efektif dan efisien.
3
6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian
besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan
jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
4
telur berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlah
jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador, Venezuela,
jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman
kakao yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah
buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan
kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ±
93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika
barat, brasil dan dominika.
Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari
jenis criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat
heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa
ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan
bentuknya bermacam macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
6
gula dan madu. Secara perlahan tetapi pasti kakao berkembang ke kerajaan-
kerajaan di Eropa dan pada abad ke-17 kakao menjadi persembahan khusus untuk
masyarakat kelas atas.
7
sebesar 30% dari produktivftas yang pernah dicapai (1.100 kg/ha/thn).
Produktifitas yang menurun mengakibatkan kehilangan hasil biji kakao sebesar
310.665 ton/tahun atau setara dengan Rp. 6,2 trilliun per tahun rakyat. (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004).
Menurut Haryadi dan Supriyanto (2012), biji kakao merupakan salah satu
komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam
rangka usaha memperbesar atau meningkatkan devisa negara serta penghasilan
petani kakao. Harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan potongan
harga jika dibandingkan dengan harga produk yang sama dari negara produsen
lain. Tanaman kakao yang memiliki nama ilmiah Theobroma cacao Linn
merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae
yang diusahakan secara komersial. Kakao terdiri dari beberapa jenis, yaitu criollo,
forastero, dan trinitario.
Biji kakao mempunyai kandungan protein 9%. karbohidrat 14%, dan lemak
31%. Protein kakao kaya akan asam amino triptofan, fenilalanin, dan tirosin.
Lemak biji kakao terdiri dari tujuh macam asam lemak, asam palmitat 24,8 %,
asam stearat 33,0%, asam oleat 3,2%, asam arakhidonat 0,8%, asam palmitoleat
0,3%, dan asam miristat 0,2%. Kadar dari asam lemak tersebut beragam dan
ditentukan oleh jenis tanaman, lokasi, jenis tanah, dan musim pembuahan
(Susanto, 1994).
Selain itu, biji kakao juga mengandung polifenol 14% (Ide, 2008). Selama
proses pengolahan, biji kakao akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, dan
biologis. Pada proses pengolahan biji kakao terdapat 2 cara pengeringan, yakni
pengeringan yang didahului dengan proses fermentasi dan pengeringan yang tidak
didahului proses fermentasi. Fermentasi merupakan suatu proses produksi dengan
mikroba sebagai organisme pemroses (Departemen Perindustrian, 2007).
Fermentasi bertujuan untuk memperbaiki dan membentuk citra rasa khas
kakao serta mengurangi rasa pahit dalam biji, tetapi fermentasi ini menyebabkan
kandungan polifenol dalam biji kakao berkurang sampai 90% sehingga tinggal
10% saja (Ide, 2008:107). Manfaat Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan
antioksidan alami, yakni mempunyai kemampuan untuk memodulasi sistem imun.
Selain itu, biji kakao memiliki kandungan polifenol yang bersifat antimikroba
8
terhadap beberapa bakteri patogen dan bakteri kariogenik (Misnawi dkk., 2003).
Menurut Hii dkk. (2009) polifenol dalam biji kakao mempunyai efek sebagai anti
kariogenik, anti artherogenik, anti ulser, anti trombosis, anti inflamasi,
imunomodulator, antimikroba, vasodilatori, efek analgesik.
Taksonomi kakao adalah sebagai berikut: kingdom : Plantae, Divisi:
Spematophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo:
Malvales, Famili: Sterculiceae; Genus: Theobroma; Species: Theobroma cacao L
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).
Biji dalam setiap buah terdapat sekitar 20-50 butir biji. Biji kakao
berbentuk oval pipih dan dibungkus oleh daging buah atau pulp. Panjang biji
sekitar 2 cm dengan lebar sekitar 1 cm dan berat + 1 gram jika dikeringkan
Gambar. 2 (Susanto, 1994).
9
Tanaman kakao yang berasal dari biji (generatif) memiliki akar tunggang
yang tumbuh lurus kebawah. Akar lateral pada awal pertumbuhan tumbuh pada
leher akar yang tidak jauh dari permukaan tanah. Sedangkan pada tanaman
dewasa akar sekunder menyebar sekitar 15-20 cm di bawah permukaan tanah.
Tanaman yang berasal dari stek dan cangkok tidak mempunyai akar tunggang,
namun akan berkembang 2-3 buah akar yang berfungsi seperti akar tunggang
sehingga tanaman dapat tegak dan kuat Gambar 3 (Sunanto, 1994).
10
Gambar 4. Batang Dan Cabang Kakao
11
Gambar 6. Bunga Kakao
Sumber : Sunanto (1992)
Warna buah kakao beraneka ragam, namun pada dasarnya hanya ada dua
warna yaitu buah muda berwarna hijau putih dan bila masak menjadi berwarna
kuning, dan buah muda yang berwarna merah setelah masak menjadi jingga
(Gambar.7) (Susanto, 1994:33).
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hujan tropis.
Syarat tumbuh tanaman kakao antara lain Tanah, iklim, dan Suhu. Tanah
merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting. Dalam kehidupan
tanaman fungsi tanah yang utama adalah memberikan unsur hara, baik sebagai
medium pertukaran maupun sebagai tempat memberikan air bagi tanaman.
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai
kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu
pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur dan
12
sistem drainase yang baik pH tanah yang ideal berkisar antara 6-7 (Waluyo,
2012).
Menurut Suwarto dan Octavianty (2010), bahwa tanah mempunyai
hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran
tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao dan
berada disekitar 15 cm dari permukaan tanah. Perkembangan akar yang baik
menentukan jumlah dan distribusi akar yang berfungsi sebagai organ penyerapan
hara dari tanah. Tanaman kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam.
Permukaan air tanah yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga
tumbuhnya tanaman kurang kuat.
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan keberhasilan budidaya tanaman, termasuk budidaya
kakao. Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis seperti
(curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan angin) merupakan
factor pembatas penyebaran tanaman kakao (Siregar et al., 2010). Tanaman kakao
dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan persediaan air yang
cukup. Air ini diperoleh dari dalam tanah yang berasal dari air hujan. Curah hujan
yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kakao berkisar antara 1.500- 2.000 mm
setiap tahun.
Menurut Waluyo (2012), bahwa suhu yang ideal untuk pertumbuhan
tanaman kakao adalah sekitar 25-270 C dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu
besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13-210 C dan rata-rata suhu maksimum 30-
320 C. Berdasarkan kesesuaian terhadap suhu tersebut maka tanaman kakao secara
komersial sangat baik dikembangkan di daerah tropis. Untuk terjaminnya
keseimbangan metabolisme maka kelembaban yang dikehendaki tanaman kakao
adalah 80% sesuai dengan iklim tropis.
Temperatur pengaruh terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersediaan
air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tsersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi. Temperatur sangat
berpengaruh terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Menurut hasil penelitian terdahulu, temperatur ideal bagi tanaman kakao adalah
13
300C – 320C (maksimum) dan 180C – 210C (minimum). Kakao juga dapat
tumbuh dengan baik pada temperatur minimum 150C per bulan. Temperatur ideal
lainnya dengan distribusi tahunan 16,60C masih baik untuk pertumbuhan kakao
asalkan tidak didapati musim hujan yang panjang (Dermawan, 2013).
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan batang yang relatif pendek.
Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk
mendapatkan intensitas cahaya dan pencapaian indeks luas dan optimum. Kakao
tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah.
Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya yang tajuk sebesar
20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya didalam fotosintesis setiap daun
yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30% cahaya matahari penuh
(Dermawan, 2013).
14
Tabel 1. Komposisi Kimia Pulp Kakao
Komponen Kandungan (%)
Air 80-90
Albuminoid 0,5-0,7
Glukosa 8-13
Sukrosa 0,4-1,0
Pati Sedikit
Asam 0,2-0,4
Besi oksida 0,03
Garam-garam 0,4-0,45
Sumber : Ashadi (1988).
15
Gambar 9. Jenis kakao Forastero
Sumber : Surti (2012)
16
Pemanenan Buah kakao dapat dilakukan apabila terjadi perubahan warna
kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pertumbuhan sampai menjadi buah
dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan
oleh perubahan warna kulit yang saat muda berwarna hijau dan bila matang
berwarna kuning, sedangkan buah yang berwarna merah, bila matang akan
berwarna jingga. Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah kakao yang
menjadi kriteria kelas kematangan buah di kebun-kebun yang mengusahakan
kakao. Secara umum kriteria tersebut tersaji pada Tabel 2 dibawah ini
17
pecah dan untuk membuang kotoran yang ikut pada biji kakao. Sortasi ini
idealnya dilakukan setelah 1-2 hari penjemuran (Mulato, dkk., 2009).
Pemeraman bertujuan untuk memperoleh keseragaman kematangan buah
serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Waktu pemeraman berkisar
5-12 hari tergantung kondisi setempat dan tingkat kemasakan buah. Pemeraman
baik dilakukan terutama pada saat panen rendah sambil menunggu buah hasil
panen terkumpul cukup banyak dengan 35-40 kg biji kakao basah, agar jumlah
minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi. Pada tahap pemeraman ini, apabila
sortasi buah tidak dilakukan dengan cermat, maka tingkat kehilangan panen akibat
busuk buah akan cukup tinggi (Nuraeni, 1995).
Proses pemecahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan biji
kakao, pemecahan buah kakao harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
merusak biji kakao. Biasanya alat yang digunakan adalah pemukul dari kayu dan
sebaiknya tidak menggunakan bahan yang mengandung besi. Setelah biji kakao
berhasil dikumpulkan untuk difermentasi, sedangkan kulit buah dapat di buat
kompos dengan cara ditimbun (Susanto, dkk., 1994).
Setelah dilakukan pemecahan buah, maka dilanjutkan dengan sortasi biji.
Sortasi biji digolongkan menjadi dua yaitu biji yang berasal dari buah yang tepat
masak dan sehat dan biji yang kurang/lewat masak (rusak). Sortasi biji bertujuan
untuk menyeleksi atau pemilahan biji kakao. Setelah biji dipisahkan sesuai dengan
kualitasnya, maka dilaksanakan pengangkutan untuk diolah di pabrik-pabrik.
Pengangkutan dengan menempatkan biji-biji basah pada kotak dari kayu atau
keranjang yang pada permukaannya ditutup (Setyani, 2013).
Titik berat pengolahan biji kakao terletak pada proses fermentasi. Proses
fermentasi merupakan hal yang penting pada pengolahan pasca panen dari biji
kakao, karena proses fermentasi dapat memperbaiki mutu dari kakao. Tujuan
lainnya adalah untuk melepaskan zat lendir yang ada pada permukaan kulit biji
kakao. Setelah lendir tersebut hilang, diharapkan hasil akhir biji kakao yang
bermutu serta beraroma baik. Proses fermentasi juga diperlukan untuk
menghasilkan biji kakao yang memiliki prekusor aroma, memberi warna dan
perbaikan rasa sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam bidang
pengolahan pangan (Bernaert et al., 2011).
18
Pada dasarnya dalam pengolahan biji kakao ada dua macam fermentasi
yang tujuannya berbeda, yaitu eksternal fermentasi dan internal fermentasi.
Eksternal fermentasi adalah fermentasi dari pulp yang membungkus kakao oleh
aktifitas mikroorganisme. Tujuan eksternal fermentasi adalah untuk mematikan
biji dan melepaskan pulp dari biji. Sedangkan internal fermentasi adalah
fermentasi yang dikerjakan oleh aktifitas enzim yang terdapat dalam biji. Tujuan
internal fermentasi adalah memberi kesempatan untuk terbentuknya rasa dan
aroma serta warna yang spesifik pada biji kakao. Fermentasi akan berjalan dengan
baik apabila di bantu dengan memberikan kondisi yang baik terhadap kegiatan
mikroorganisme dan enzim yang aktif selama fermentasi biji tersebut
(Setyani,2013).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao,
antara lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan
pengadukan/pembalikan, aerasi, iklim, temperatur, kemasakan buah, wadah dan
kuantitas fermentasi. Fermentasi untuk biji kakao jenis Lindak membutuhkan
waktu lebih lama, yaitu 5 hari, sedangkan biji kakao Mulia lebih pendek sekitar 3
hari. Fermentasi yang terlalu lama meningkatkan kadar biji kakao berjamur dan
berkecambah, sedangkan fermentasi yang terlalu cepat menghasilkan kadar biji
slaty (biji tidak terfermentasi) tinggi (Setyani, 2013).
Selain lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas
biji kakao yang dihasilkan. Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan
kuantitas minimal 50 kg. Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi
menyebabkan suhu fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang
dihasilkan, tetapi biji yang berjamur. Proses pembalikan pada saat fermentasi
harus dilakukan setelah 48 jam, hal ini untuk diperolehnya keseragaman
fermentasi biji kakao. Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji
kakao yang dihasilkan panen optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan
yang diatas, dibawah dan disamping akan berakibat sebaliknya (Retno dan
Sinung, 2012).
Biji-biji kakao yang belum cukup mengalami fermentasi warna pulpnya
putih, kulit biji belum berwarna coklat dan baunya masih berbau alkohol.
Fermentasi berfungsi memberi warna dan aroma yang lebih bagus jika
19
dibandingkan kakao yang tanpa fermentasi (Bahri, 2012). Hasil penelitian yang
telah ada sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi berpengaruh
terhadap suhu fermentasi, bobot biji hasil fermentasi, bobot biji hasil pengeringan
(rendemen), kenampakan fisik, warna keping biji, indeks fermentasi, kadar kulit,
pH dan kadar air relatif. Lama fermentasi untuk mendapatkan kakao bermutu baik
adalah 3-5 hari (Adi, dkk., 2006).
Setelah fermentasi selesai dilakukan pencucian. Pencucian biji kakao
bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi dan menghilangkan sisa pulp
yang masih menempel sehingga dapat mempercepat proses pengeringan.
Pencucian yang terlalu bersih dapat mengurangi berat dan merapuhkan kulit biji
(Hardjosuwito, 1983). Kerugian pencucian adalah kehilangan berat 2-3% berasal
dari kulit biji. Pencucian juga menyebabkan kulit biji menjadi tipis, sehingga pada
pengeringan dan pengangkatan presentase hancuran (gruis) semakin bertambah
besar.Keuntungan dari pencucian ini adalah biji-biji lebih tahan terhadap serangan
jamur atau serangga, penampakan biji lebih bagus dan mengkilat (Siregar, 1964).
Pada umumnya, perlakuan pencucian akan menghasilkan kadar kulit biji
sekitar 9% (Afoakwa, 2010). Pencucian sebaiknya dilakukan secara ringan
sehingga didapat kadar kulit biji sekitar 9%, batas kulit biji yang diperbolehkan
adalah 12%. Kadar air biji kakao setelah selesai fermentasi adalah sekitar 60%.
Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengeringan dengan
sinar matahari dan pengeringan buatan. Pengeringan dengan sinar matahari lebih
disukai daripada pengeringan buatan. Namun demikian, pengeringan sinar
matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode
pengeringan ini memerlukan waktu 5-7 hari, untuk mencapai kadar air biji
dibawah 7,5% (Guritno, 2013).
Setelah pengeringan selesai dilakukan, biji yang diperoleh sebaiknya
distempering lebih dahulu sebelum disortasi dan dikemas. Tempering adalah
proses penyesuaian suhu biji dengan suhu udara sekitar yang dilakukan dengan
meletakkan biji hasil pengeringan di tempat terbuka selama minimal 5 jam.
Tempering diperlukan agar biji tidak mengalami kerusakan pada tahapan
berikutnya (Karmawati, dkk., 2010).
20
Pengolahan kakao secara kering menggunakan alat sederhana dan mudah
dilakukan, biasanya dilakukan oleh petani karena kapasitasnya yang kecil.
Adapun tahapan pengolahan kakao dengan cara kering yaitu panen, pemeraman
buah, pemecahan buah, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. (Mulato,
dkk., 2009)
Panen adalah proses awal penentuan kualitas biji kakao kering. Panen
buah umumnya dilakukan 7-14 hari sekali. Jika pemanenan dilakukan pada
intensitas lebih dari 14 hari sekali, kemungkinan buah-buah yang kelewat masak
dengan biji yang sudah mulai berkecambah akan menjadi semakin besar
(Andriansyah, 2013). Buah kakao yang belum siap panen akan memberikan
rendeman dan kualitas biji yang rendah. Kematangan buah kakao ditandai dengan
adanya perubahan warna kulit kakao mencapai dua pertiganya dan apabila buah
kakao digoyangkan, maka akan terdengar biji kakao terkoyak.
Pemeraman ini idealnya dilakukan di tempat teduh dengan durasi waktu
antara 5-12 hari, tergantung derajat kemasakan buah dan keadaan setempat.
Proses ini dimulai dengan memasukkan buah kakao ke dalam keranjang dari
rotan. Tempat pemeraman diatur harus cukup bersih dan terbuka. Kemudian
disimpan di tempat yang steril. Keranjang tersebut dasarnya dialasi dengan
dedaunan. Buah kakao dipecah atau dibelah dan menggunakan alat pemukul kayu
atau memukulkan buah satu dengan buah yang lainnya. Perlu diingat untuk
menghindari kontak langsung biji kakao dengan benda-benda logam karena dapat
menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu (Susanto, dkk., 1994).
Menurut Winarno (1980), pengeringan adalah cara untuk menghilangkan
sebagian besar air dari suatu bahan dengan bantuan energi panas dari sumber
alami (sinar matahari) atau bahan buatan (alat pengering). Suhu ideal yang
dibutuhkan dalam proses pengeringan ini antara 55o-66oC. Kadar air turun ± 5-
6% lamanya 48-60 jam. Oleh karena itu, pengeringan dilakukan dengan
menggunakan alat, lantai jemur atau atas tanah, para-para dan terpal. Jika dijemur,
pengeringan umumnya memakan waktu kurang lebih 7 hari dengan cuaca yang
baik. Namun, kondisi musim penghujan, pengeringan bisa memakan waktu
sampai 4 minggu (Siregar, dkk., 2015).
21
Gambar 11. Pengeringan Biji Kakao
Sumber : Mulato, dkk., (2009)
22
persyaratan Standar Mutu Kakao Indonesia sesuai dengan SNI 2323-2008,
sehingga mutu kakao Indonesia dapat diterima di pasar Internasional (Badan
Standardisasi Nasional, 2008).
Menurut hasil penelitian Anggi Primadi (2010), bahwa pengolahan biji
kakao dengan menggunakan bahan baku yang berkualitas dan dilakukan secara
cermat akan memberikan pendapatan yang tinggi. Dengan demikian, kegiatan
usaha dibidang pengolahan biji kakao merupakan kegiatan yang cukup
menjanjikan, pengusaha industri pengolahan kakao masih sedikit. Standar
Nasional Indonesia (SNI) merupakan syarat untuk menentukan apakah suatu
produk layak atau belum untuk masuk di pasaran. SNI digunakan untuk
menentukan standar kelayakan yang meliputi definisi, klasifikasi/pengolahan,
syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, cara
pengemasan, dan rekomendasi biji kakao.
Mutu biji kakao di Indonesia umumnya jauh lebih rendah dibandingkan
dengan mutu kakao dari negara Asia lainnya. Mutu kakao mempunyai beberapa
pengertian, yakni dalam pengertian sempit meliputi cita rasa (flavour) dan upaya
mempertahankannya. Sementara dalam pengertian luas meliputi beberapa aspek
yang menentukan nilai dan acceptability dari suatu macam biji kakao. Spesifikasi
biji kakao sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) disajikan pada Tabel 3.
23
jenis mulia (fine cacao) dan jenis lindak (bulk cacao). Sifat morfologi dan
fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya (Prawoto dan
Sulistyowati, 2001). Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga golongan, yaitu
Mutu I, Mutu II, dan Mutu III. Menurut ukuran bijinya dinyatakan dalam jumlah
biji/100 gram. Spesifikasi persyaratan mutu biji kakao umum disajikan pada Tabel
4.
Tabel 4. Syarat Umum Standar Mutu Biji Kakao (SNI 2323-2008)
Jenis Biji Satuan Persyaratan
Serangga hidup - Tidak ada
Kadar air - Maks. 7,5
Biji berbau asap atau - Tidak ada
berbau asing
Kadar benda asing - Tidak ada
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2008).
24
III. MENGENAL TANAMAN KAKAO
A. Perbanyakan Kakao
a) Pembibitan
Bibit yang baik (klon unggul) dan sehat akan menjamin produksi yang
baik pula. Sulit bagi petani bila mereka tidak memiliki bibit yang diperlukan
untuk melakukan rehabilitasi. Karenanya, pembangunan fasilitas pembibitan
sendiri akan memberikan beberapa manfaat:
25
Petani dapat mengatur waktu pertumbuhan bibit disesuaikan dengan
kepentingan petani dalam melakukan rehabilitasi
Dapat menjadi tambahan pendapatan petani dengan menjual klon-klon
yang telah terbukti unggul.
Dapat digunakan kapan saja, dan tidak tergantung dengan yang sumber
lain.
b) Lokasi Pembibitan
Permukaan tanah yang rata
Dekat dengan jalan untuk memudahkan pengangkutan
Saluran yang baik supaya air tidak tergenang
Dekat dengan sumber air
Berdekatan dengan lokasi penanaman
Hindari dari jangkauan ternak
Jarak dari lokasi serangan VSD > 150 m
Bersihkan daerah pembibitan dari semut.
Ditutup dengan atap plastik ini akan membantu mengurangi resiko VSD
c) Pemilihan Biji Kakao
1) Pilihlah biji kakao yang besar, biji kakao yang baik biasanya berasal
dari klon/hibrida yang terpilih.
2) Persiapan biji kakao sebaiknya dilakukan pada musim buah coklat
3) Tambahan biji 20%. Contohnya, kebutuhan bibit kakao untuk satu ha
pada tanah datar dengan jarak tanam 3x3 m, maka kebutuhan bibitnya
26
= 1.111 bibit, persediaan sulaman 20% = 222 bibit. Jumlah = 1.333
bibit/1.300. Jadi kebutuhan biji 1.898 biji (dengan rumus 1,46 x
1.300). Untuk tanah miring, jarak tanam yang digunakan 4 x 2,5 m.
Maka kebutuhan bibitnya = 1.000 bibit, cadangan 20% = 200 bibit,
jadi total kebutuhan bibit = 1.200 bibit. Jadi kebutuhan benih = 1.752
biji (dengan rumus 1,46 x 1.200).
d) Polibag dan Pengisian Tanah
27
Sirami tanah agar pupuk larut dan pelihara kondisi tanah untuk
memastikan adanya struktur yang baik untuk pertumbuhan akar.
e) Perkecambahan Biji dan Penanaman
1) Belahlah buah coklat dengan menggunakan benda yang tumpul
seperti balok kayu.
2) Ambil biji pada bagian tengah atau hanya biji yang besar dan
sehat.
3) Pisahkan biji dari plasenta
4) Bersihkan biji dengan serbuk gergaji/abu gosok, atau dengan
menggosoknya (namun hati-hati jangan sampai biji terluka)
5) Semaikan ke atas karung goni yang bersirkulasi baik, karung
goni harus senantiasa lembab selama masa perkecambahan.
6) Biji akan berkecambah dalam waktu < 24 jam.
7) Biji ditanam mengarah kebawah dan lebih kurang ½ dari biji
harus tertutup tanah.
8) Kotiledon akan muncul setelah 1 minggu setelah biji disemai.
f) Susunan Polibag
1) Penyusunannya hendaklah teratur untuk memudahkan
penyambungan.
2) Polybag 2/3 disusun satu baris dengan ada batasan 50 cm
untuk memudahkan kerja menyambung.
28
g) Bibit dan Naungan
i) Penyiraman
Gunakan air bersih untuk menyiram dan waktu penyiraman terbaik adalah
di pagi hari sebelum jam 09.00 WIB, sekali sehari. Penyiraman tanaman kakao
yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu
banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi
29
sangat lembab. Penyiraman pohon kakao dilakukan pada tanaman muda terutama
tanaman yang tak diberi pohon pelindung.
j) Penyiangan
30
1) Penyemprotan dengan fungisida sebanyak 0,5-1 gram yang
dilarutkan dalam satu liter air ketika kotiledon terbelah dua,
berdasarkan tingkat serangan jamur.
2) Penyemprotan insektisida sebanyak 0,5-1 ml yang dilarutkan
dalam satu liter air, satu minggu setelah penyemprotan fungisida.
1. Okulasi
31
tempelan di sisi yang sama untuk mempermudah pengamatan dan pemeliharaan.
Metode yang digunakan di suatu tempat mungkin berbeda dengan tempat lain
karena disesuaikan dengan iklim, pengalaman dan keterampilan pelaksana, serta
hasil yang diperoleh. Beberapa metode okulasi bisa diuraikan sebagai berikut :
Metode ini banyak digunakan untuk okulasi kakao karena telah terbukti
memberi banyak keuntungan seperti mudah, cepat dan hasilnya tinggi. Urutan
metode ini sebagai berikut:
Menyiapkan batang bawah. Kulit kayu ditoreh dari atas, lebar 1,5 cm
panjang sekitar 5 cm. Kulit kayu ini disayat dengan sudut 45º. Caranya,
kulit ditekan pada pisau dengan jari telunjuk sambil ditarik ke atas sampai
ujung torehan.
Menyiapkan Mata Okulasi. Dibuat sayatan dari bawah ke atas. Batas
bawah sekitar 3 cm dari mata. Sayatan dibuat dengan mengikutsertakan
sebagian kayu, lebar 2 cm batas atas sekitar 3 cm dari mata. Kayu diangkat
dengan hati-hati dari ujung ke pangkal. Selanjutnya dibuat potongan mata
okulasi dengan panjang sekitar 4 cm dan lebar 1,5 cm.
Menempelkan Mata Okulasi. Lidah kulit batang bawah diangkat,
kemudian mata tunas disisipkan ke dalamnya.
2. Metode T
Menyiapkan Batang Bawah. Dibuat irisan vertikal dengan panjang 2,5 cm.
Selanjutnya dibuat irisan horisontal di ujung atas irisan vertikal dengan
lebar sekitar 1/3 lingkaran batang. Untuk membuka kulit, pisau agak
dicongkelkan.
Menyiapkan Mata Okulasi. Dibuat sayatan kulit bersama sebagian kayu
dari 3 cm di bawah mata sampai 3 cm di atas mata. Dibuat potongan
mendatar 2 cm di atas mata hingga menembus kulit dan kayu untuk
memudahkan pengambilan mata. Kayu menempel pada mata dilepas dari
ujung ke pangkal.
32
Menyisipkan Mata. Potongan mata disisipkan di bawah kulit batang bawah
sampai batas atas dari mata dan torehan batang bawah bertautan setelah itu
diikat erat.
3. Sambung Samping
Untuk melakukan sambung samping, pada tanaman kakao yang sehat dibuat
tapak sambungan pada ketinggian 45-75 cm dari pangkal batang. Pada tanaman
kakao yang sakit, sambungan dapat dibuat pada chupon dewasa atau melakukan
sambung pucuk pada chupon muda. Entres yang digunakan berwarna hijau
kecoklatan dengan 3- 5 mata tunas. Bagian bawah entres dipotong miring 3-5 cm
dan pada bagian sebelahnya dipotong miring 2-3 cm. Entres lalu dimasukkan
dengan hati-hati ke dalam tapak sambungan dengan membuka lidah torehan.
Pastikan bagian torehan yang panjang menghadap ke arah kayu dan torehan
pendek mengarah ke kulit pohon. Entres lalu ditutup dengan plastik sampai
tertutup seluruhnya, dan diikat dengan tali rafia agar air hujan tidak masuk pada
bidang sambungan. Plastik dibuka pada umur 21 hari setelah penyambungan.
Ikatan tali bagian bawah dibiarkan agar sambungan dapat melekat kuat.
33
utama. Pemotongan dilakukan pada 45-60 cm di atas tempat penyambungan.
Bagian potongan diolesi dengan obat luka yang mengandung TAR (shell tree
wound dressing). Pemangkasan pemeliharaan dilakukan setiap bulan atau
disesuaikan dengan kondisi pertunasan.
4. Sambung pucuk
Sambung pucuk (top grafting) adalah salah satu metode dalam peremajaan
tanaman secara vegetatif dengan menanam klon yang unggul. Biasanya dilakukan
pada bibit yang berumur tiga bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan bibit
baru yang mempunyai keunggulan: produksi tinggi, tahan terhadap hama dan
penyakit serta mudah dalam perawatan.
Peralatan adalah seperti berikut: tali rapiah, plastik sungkup, nesco film,
gunting pangkas, gunting kain, pisau, entres.
Dilakukan pada bibit yang telah berumur 3 bulan.
Bersihkan bagian pangkal sambungan pohon dari debu dan tanah; pada
potongan penyambungan, tinggalkan 3-4 pucuk daun di bawah tempat
sambungan pucuk.
Mata tunas dari dahan mata tunas klon terpilih diambil dengan membuat
potongan sepanjang ± 10 cm atau mempunyai 2-3 mata tunas.
Setelah siap menyediakan mata tunas, belah dua pucuk yang akan
disambung dari atas ke bawah dengan jarak 4-5 cm atau mengikut ukuran
irisan sambungan mata tunas.
34
Masukkan entris mata tunas ke dalam belahan pucuk. Hindari sentuhan
kulit sebelah dalam mata tunas karena dapat menyebabkan sambungan
tidak berhasil. Sambungkan mata tunas dengan segera untuk menghindari
kambium mata tunas kering.
Mata tunas diikat kuat dengan menggunakan nesco film atau tali rapiah
berukuran kecil dengan ukuran 10 cm. Mulai dari bawah ke atas di bagian
tapak penyambungan atau belahan. Tali rapiah boleh dibelah tiga.
Sungkup dengan plastik es dan ikat dibagian bawah.
1. Pembibitan
Bahan Tanam Varietas/klon anjuran antara lain: Klon ICS 13, Klon ICS 60,
GC 7, Hibrida, RCC 70, RCC 71, RCC 72, RCC 73, TSH 858
Pilih lokasi dekat sumber air dan dekat calon lahanpenanaman kakao.
Siapkan dan campur media tanam yang terdiri dari: tanah,pasir dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1:1.
Siapkan polybag ukuran 20x30 cm, beri lubang dengandiameter 1,0 cm
sebanyak 18 lubang. oBuat bedengan dengan atap dari daun kelapa atau
dauntebu, tinggi atap bedengan sebelah timur 1,50 m, sebelahbarat 1,20
m, lalu atur intensitas cahaya matahari yangmasuk sekitar 30-50 %.
Susun polybag yang telah diisi media di bawah atap dengan jarak antar
polybag 15 cm x15 cm atau 15 cm x 30 cm. oLakukan penyiraman tiap
hari atau sesuai kondisi cuaca,dan lakukan pemupukan tiap 2 minggu
dengan pupuk Urea 2 gr/bibit.
Atap bedengan dibuka secara bertahap pada saat umur bibit 2 minggu.
Pindahkan bibit ke kebun bila bibit telah berumur 3-5 bulan,tinggi 40-60
cm, jumlah daun 12 lembar, dan diameter batang 0,7-1,0 cm.
35
2. Persiapan Lahan
Pembukaan lahan selektif:
36
Pemilihan pohon pelindung kakao dengan kriteria:
Batasi jumlah anakan pisang maksimum dua anak perrumpun, anakan yang
tidak dikehendaki dipotong dan ditugal tengahnya kemudian disiram minyak tanah
2,5 ml per anakan.Bersihkan daun-daun kering sebulan sekali dan
sebaiknyalakukan pemberian pupuk dengan Urea, TSP atau SP-36, KCl berturut-
turut 300 gr, 300 gr dan 400 gr/rumpun/tahun. Musnahkan tanaman pisang apabila
tanaman kakao sudahmulai berbuah yaitu setelah berumur 4 tahun. Pohon ini
ditanam 1 bulan sebelum ditanam kakao atau bersamaan waktunya dengan
penanaman kakao. Untuk pohon pelindung dari pisang usahakan tanaman pisang
jangan sampai anakan menjadi banyak, jumlah pohon yang ada hanya 3 batang.
Pohon pelindung sementara ini harus sudah di hilangkan setelah 4 atau 5 bulan
37
b. Pelindung tetap lamtoro dan Glirisidia sp.
38
(TM), berikan pupuk urea 100 gr, rock fosfat 750 gr, MOP 1000 gr, kiserit
400 gr, masing-masing diberikan perpohon pertahun.
4. Penanaman
a. Jarak Tanam
b. Lubang Tanam
39
Buat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm. Pembuatan lubang
tanam dilakukan 6 bulan sebelum tanam. Isi lubang tanam tersebut dengan
pupuk hijau dari hasil tebasan gulma atau pupuk kandang bila tersedia.
Kemudian lubang tanam ditutup, 3 bulan sebelum bibit kakao ditanam.
Lakukan penanaman pada awal musim hujan.
Tanamlah bibit kakao bila pohon pelindung telah berfungsi baik, dengan
kriteria intensitas cahaya 30-50% dari cahaya langsung.
Siapkan alat berupa cangkul, pisau yang tajam, keranjang untuk
mengangkut dan mengecer bibit.
Teknik penanamannya adalah dengan terlebih dahulu memasukkan
polibag ke dalam lubang tanam, setelah itu dengan menggunakan pisau
tajam polibag disayat dari bagian bawah ke arah atas.
Polibag yang terkoyak dapat dengan mudah ditarik dan lubang ditutup
kembali dengan tanah galian. Pemadatannya dilakukan dengan bantuan
kaki. Tetapi di sekitar batang dipermukaan tanah haruslah lebih tinggi. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah penggenangan air di sekitar batang yang
dapat menyebabkan pembusukan.
Bibit yang baru ditanam di lapangan peka akan sinar matahari, bibit dapat
diberi naungan sementara dengan menancapkan pelepah kelapa sawit atau
kelapa di sebelah timur dan barat.
Bibit yang mati atau kerdil segera disulam, lakukan sampai umur 1 tahun.
Lahan di sekitar bibit kakao muda harus bersih dari gulma antara lain
dengan memberikan mulsa.
5. Pemupukan
40
tersaji pada tabel berikut. Kebutuhan pupuk Urea, SP-36, KCl, dan pupuk organik
untuk tanaman kakao menurut umur tanaman per hektar
6. Pemangkasan
41
*Untuk tanaman hasil perbanyakan generatif
42
c. Pangkasan pemeliharaan selanjutnya sama dengan tanaman asal
perbanyakan generatif.
Hama dan penyakit ditangani sesuai dengan serangan yang ada. Sistem
pengendalian hama terpadu diterapkan untuk menlindungi seluruh ekosistem yang
ada. Pengendalian hama dan penyakit tanaman : tajuk plagiotrop berpotensi lebih
rimbun daripada tajuk ortotrop, sehingga peluang terserang penyakit lebih besar.
Prinsip utama dalam pengendalian hama dan penyakit yaitu pengendalian hama
secara terpadu (PHT) menggunakan biopestisida dan agens hayati. Hama
Helopelthis spp dikendalikan secara biologis dengan semut hitam (Dolichoderus
thoracious) dan biopestisida Beauveria bassiana.
*Hama Utama
43
Pada awal serangan terlihat pada buah masak, kulit buah berwarna pudar
dan timbul belang berwarna jingga serta jika digoyang tidak berbunyi.
Jika dibelah daging buah berwarna hitam, biji-biji kakao saling melekat,
biji tidak berkembang,ukuran biji kecil dan tidak bernas.
Kerugian bisa mencapai 80%.
Pengendalian:
2. Panen sering satu minggu sekali, dan sanitasi. Buahdibawa ke TPH dan
buah segera diambil bijinya.
Pengendalian :
44
semprot knapsack sprayer, volume semprot 250 l/ha, frekuensi 10 hari
sekali, sasaran semua buah dan cabang horizontal.
Pengendalian:
45
3. Penggerek batang, Zeuzera coffeae Nietn. dan Glenea spp.
Pengendalian :
46
*Penyakit Utama Penyakit
Pengendalian :
Sanitasi kebun, yaitu memetik semua buah busuk, kemudian dibenamkan
dalam tanah sedalam 30 cm.
Kultur teknis, yaitu dengan pengaturan pohon pelindungdan pangkasan
tanaman kakao, sehingga kelembabandi dalam kebun turun.
Kimiawi, yaitu penyemprotan buah-buah sehat secarapreventif dengan
fungisida berbahan aktif tembaga (Copper Sandoz, paket NORBESAN
plus Fifanon, Cobox dll) konsentrasi formulasi 0,3%, selang waktu 2
minggu.
47
2. Penyakit kanker batang, Phytophthora palmivora (Bult.)
Penyebaran;
Pengendalian:
Kulit batang yang membusuk dikupas sampai batas kulit yang sehat.
48
3. Penyakit VSD (Vascular Streak Dieback), Oncobasidium theobromae
Penyebaran;
Pengendalian:
49
8. Panen dan Pascapanen
a. Panen
Petik buah yang sudah masak ( umur 4,5 - 6 bulan) yang ditandai dengan
perubahan warna kulit buah. Buah yang muda hijau, setelah masak kuning.
Sedangkan yang muda merah, setelah masak orange.
Hindari pemetikan buah yang masih mentah atau lewatmasak sebab biji
seringkali sudah berkecambah di dalambuah.
Petik buah memakai gunting, pisau, pisau bergalah yang tajam. Hindari
rusaknya bantalan bunga.
Kumpulkan buah di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil), pisah buah yang
sakit dari yang sehat.
Buah dipecah, biji dikumpulkan dalam wadah dan dibawa ke pengolahan,
lalu benam kulit buah atau diproses menjadi kompos/pupuk organik.
Lubang kulit buahberpindah-pindah dan tidak dibongkar kembali.
Hindari pemecahan buah dengan alat logam.
50
b. Pasca Panen
1. Fermentasi
51
3. Pengeringan
Tujuan untuk menurunkan kadar air dari 60% menjadi 6-7%. Proses
pengeringan sebaiknya dilakukan secara lambat.
Lakukan dengan sinar matahari, mesin pengering atau kombinasi
keduanya.
Dalam penjemuran, hamparkan biji di atas alas yang bersih,tebal 5 cm dan
dibalik 1-2 jam sekali tergantung cuaca. Lama penjemuran 10 hari.
Alat pengering yang biasa digunakan adalah Vis Dryer dan Cocoa Dryer.
Alat tersebut biasa dikombinasikan dengan penjemuran. Suhu diatur 60-
70 ºC dengan prinsippengeringan secara lambat.
Tanda biji kering adalah rapuh/mudah patah, beratnya 1/3 berat basah.
Sortasi bertujuan memisahkan biji kakao dari kotoran yang terangkut dan
pemisahkan biji atas dasar kenampakan fisik dan ukuran biji.
52
Mutu biji kakao dikelompokkan berdasarkan persyaratan menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI).
5. Penyimpanan
53
C. Produk Dan Pemasaran Olahan Biji Kakao
1. Biji Kakao
Biji kakao adalah biji dari buah tanaman kakao yang dijadikan bahan
utama untuk makanan olahan cokelat. Biji kakao diperdagangkan dalam bentuk
fisik sebagai biji kakao kering dan biji kakao basah kemudian digolongkan
sebagai produk primer.
2. Pasta Cokelat
Pasta cokelat dikenal sebagai chocolate paste atau chocolate mass yang
merupakan produk sekunder berbahan baku biji kakao. Pasta cokelat atau cocoa
mass dibuat dari daging biji kakao kering (nib) melalui beberapa tahapan proses
pelumatan untuk mengubah biji kakao kering menjadi bentuk pasta.
3. Lemak Cokelat
54
Lemak (fat) cokelat berasal dari proses pengempaan pasta cokelat. Lemak
cokelat merupakan lemak nabati yang memiliki sifat cair pada suhu di bawah titik
bekunya dan secara umum memiliki sifat tidak mudah larut dalam air. Lemak
secara umum diolah menjadi mentega cokelat, margarine cokelat, dan untuk
industri kimia dan farmasi.
4. Bubuk Cokelat
Bubuk cokelat berasal dari inti biji hasil pengempaan yang bertujuan
memisahkan lemak dan ampas yang mana ampas (bungkil) kemudian dihaluskan.
Bungkil atau ampas kemudian dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk
tepung cokelat.
55
*Pemasaran Kakao
56
merupakan salah satu syarat penting dalam pembangunan pertanian, karena pasar
akan menentukan besarnya permintaan suatu komoditi (Mosher, 1981).
Sebagian besar produksi kakao Indonesia digunakan untuk keperluan ekspor dan
hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang
diekspor sebagian besar (78,5%) berupa produk primer, yakni dalam bentuk biji
kering dan sebagian kecil (21,5%) berupa hasil olahan. Agribisnis kakao
Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks, antara lain rendahnya
produktivitas kebun akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu
produk, serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao.
Hal ini merupakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor
dalam mengembangkan usaha kakao. Salah satu peluang yang dimaksud adalah
pasar Amerika Serikat menghendaki pembelian kakao dalam bentuk cocoa butter.
Peluang ini harus dapat dilirik oleh industri dalam negeri sebagai upaya
meningkatkan nilai tambah produk kakao Indonesia.
57
Areal pertanaman kakao saat ini sekitar 1.4 juta ha, tersebar di 31 provinsi.
Sekitar 64% dari total areal tersebut terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Saat ini hanya sekitar
66% pertanaman pada kondisi tanaman menghasilkan. Dan dari segi bentuk
pengusahaannya, sekitar 92,7% pertanaman kakao merupakan perkebunan rakyat,
3,9% perkebunan besar negara dan 3,4% merupakan perkebunan besar swasta.
Pada tahun 2008 produksi kakao Indonesia sekitar 792 ribu ton.
Diperkirakan pada tahun 2009 produksi kakao Indonesia akan mencapai sekitar
849 ribu ton. Sekitar 52% produksi kakao Indonesia diekspor ke berbagai negara
terutama ke Malaysia. Karena sudah semakin majunya industri hilir kakao
Malaysia, sehingga membutuhkan biji kakao Indonesia sebagai bahan bakunya.
Hal ini berarti nilai tambah kakao akan banyak dinikmati negara lain, terutama
Malaysia.
58
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
59
DAFTAR PUSTAKA
60
Mufaasir Ramadhan, Faais dkk. 2019. Membangun Negeri.Teknik Budidaya
Kakao Pada Kelompok Tani Kakao Di Kelurahan Waliabuku Kota
Baubau. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 2 (1).
61
DAFTAR LAMPIRAN
62
JAWA TENGAH 2.10 1.80
DI YOGYAKARTA 1.30 1.20
JAWA TIMUR 28.30 27.00
BANTEN 2.60 2.50
BALI 3.70 3.60
NUSA TENGGARA BARAT 1.60 1.50
NUSA TENGGARA TIMUR 13.10 13.50
KALIMANTAN BARAT 1.90 1.90
KALIMANTAN TENGAH 0.60 0.60
KALIMANTAN SELATAN 0.10 0.10
KALIMANTAN TIMUR 1.90 1.80
KALIMANTAN UTARA 0.90 0.90
SULAWESI UTARA 4.90 3.50
SULAWESI TENGAH 100.70 100.70
SULAWESI SELATAN 100.60 99.50
SULAWESI TENGGARA 93.30 92.90
GORONTALO 3.90 3.80
SULAWESI BARAT 54.70 54.30
MALUKU 8.60 9.00
MALUKU UTARA 8.80 8.50
PAPUA BARAT 3.40 3.30
PAPUA 9.80 9.60
INDONESIA 593.80 585.20
63