Anda di halaman 1dari 63

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia kaya akan kekayaan sumber daya alamnya. Indonesia memiliki


potensi berupa lahan potensial untuk menjadi produsen utama cokelat dunia
apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan cokelat
dapatdiatasi dan agribisnis cokelat dikembangkan serta dikelola secara baik.
Daerah yang memiliki lahan potenisal untuk tanaman cokelat adalah Papua,
Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Sulawesi Tenggara.

Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao


paling luas di dunia dan termasuk Negara I penghasil kakao terbesar ketiga setelah
Ivory-Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/thn.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, perkembangan luas areal perkebunan kakao
meningkat secara pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8%/thn dan saat ini
mencapai 1.462.000 ha. Hampir 90% dari luasan tersebut merupakan perkebunan
rakyat. Tanaman kakao diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1560,
tepatnya di Sulawesi, Minahasa. Ekspor kakao diawali dari pelabuhan Manado ke
Manila tahun 1825-1838 dengan jumlah 92 ton, setelah itu menurun karena
adanya serangan hama. Hal ini yang membuat ekspor kakao terhenti setelah tahun
1928. Di Ambon pernah ditemukan 10.000 - 12.000 tanaman kakao dan telah
menghasilkan 11,6 ton tapi tanamannya hilang tanpa informasi lebih lanjut.
Penanaman di Jawa mulai dilakukan tahun 1980 ditengah-tengah perkebunan kopi
milik Belanda, karena tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan akibat
serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Tahun 1888 puluhan semaian
kakao jenis baru didatangkan dari Venezuela, namun yang bertahan hanya satu
pohon. Biji-biji dari tanaman tersebut ditanam kembali dan menghasilkan
tanaman yang sehat dengan buah dan biji yang besar. Tanaman tersebutlah yang
menjadi cikal bakal kegiatan pemuliaan di Indonesia dan akhirnya di Jawa Timur
dan Sumatera.

1
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya bagi penyedia
lapangan kerja, sumber pandapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Dalam sistem agribisnis kakao kiranya perlu dilihat peran
intersektoral dalam sistem agribisnis tersebut (khususnya pertanian yakni usaha
perkebunan kakao, perdagangan,industri dan lembaga keuangan yang berkaian
dengan usaha perkebunan kakao) untuk mendapatkan gambaran mengenai peran
agribisnis perkebunan pada skala usaha daerah maupun nasional. Dengan
demikian, pendekatan agribisnis terjadi reorientasi dari penanganan sektoral
menjadi intersektoral, dan dari orientasi produksi menjadi orientasi bisnis.

Kakao merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan


yang cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program
pembangunan pertanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja,
pendorong pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani dan
peningkatan pendapatan/ devisa negara. Pengusahaan kakao di Indonesia sebagian
besar merupakan perkebunan rakyat. Dalam dua dasawarsa terakhir ini areal
kakao. Nasional terus menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi
kakao nasional juga menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao
nasional juga meningkat seiring dengan peningkatan luas arealnya, namun
demikian produktivitasnya stabil bahkan menurun.

Dibidang perkebunan kakao merupakan salah satu komoditas unggulan


Indonesia, karena kakao termasuk salah satu dari lima komoditas dari sektor
perkebunan yang memberikan sumbangan devisa yang sangat besar. Lima
komoditas pertanian dan perkebunan tersebut diantaranya Kelapa sawit, rempah-
rempah, kakao, karet, dan kopi. Perkebunan kakao Indonesia mengalami
peningkatan yang sangat pesat sejak tahun 1980-an. Dari data Kementerian
Pertanian Republik Indonesia luas perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2009
adalah 1.587.136 Ha.

2
Perkebunan kakao skala besar atau perkebunan rakyat, pernah terjadi
serangan penyakit tanaman. Pada seluruh bagian tanaman kakao mulai dari akar,
batang, daun , buah dapat diserang penyakit. Usaha penanganan penyakit yang
menyerang kakao tidak hanya jenis penyakitnya yang perlu diperhatikan, tetapi
juga lingkungan serta tanaman inang alternatifnya juga harus diperhatikan. Salah
satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah curah hujan, kelembaban,
dan suhu. Apabila tanaman mengalami kerusakan akibat penyakit, tindakan yang
dilakukan adalah melakukan diagnosis. Tindakan ini dapat digunakan sebagai
dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk melakukan pengendalian.
Apabila ada serangan suatu penyakit yang kurang merugikan belum perlu
dikendalikan, tetapi tetap perlu diperhatikan, karena suatu serangan penyakit yang
kurang merugikan ini daya merusaknya bias meningkat jika mendapat inang yang
rentan dan kondisi lingkungan yang mendukung. Penanganan serangan penyakit
bisa dilakukan dengan memadukan beberapa teknik yang sesuai. Tujuannya untuk
mengurangi kegagalan dan menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan
diagnosis yang tepat, pengetahuan epidemiologi (laju pertumbuhan penyakit), dan
kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit, maka dapat disusun suatu strategi
penanganan yang efektif dan efisien.

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang


peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu
kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah
menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala
keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan
setelah karet dan minyak sawit dengan nilai US $ 701 juta.

Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam


kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao
Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagianbesar
(87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta

3
6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian
besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan
jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Keberhasilan perluasan lahan tersebut telah memberikan dampak yang


nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan
dunia. Saat ini Indonesia menempati posisi ke tiga sebagai produsen kakao
terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Perkakaon Indonesia dihadapkan
pada beberapa permasalahan, antara lain mutu produk yang masih rendah dan
belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu
tantangan sekaligus peluang untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai
tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.

Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan


yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan
berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau
mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di
Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian
bawah hutan hujan tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh
karena itu dalam budidayanya, tanaman kakao memerlukan naungan. Sebagai
daerah tropis, Indonesia yang terletak antara 6 LU – 11 LS merupakan daerah
yang sesuai untuk tanaman kakao. Namun setiap jenis tanaman mempunyai
kesesuian lahan dengan kondisi tanah dan iklim tertentu, sehingga tidak semua
tempat sesuai untuk tanaman kakao, dan untuk pengembangan tanaman kakao
hendaknya tetap mempertimbangkan kesesuaian lahannya.

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao


dunia apabila permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi
dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola dengan sangat baik. Ada tiga
jenis kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini merupakan tanaman
kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal
dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna merah atau hijau,
kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya berbentuk bulat

4
telur berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlah
jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador, Venezuela,
jamaika, dan Sri lanka.

Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman
kakao yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah
buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan
kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ±
93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika
barat, brasil dan dominika.

Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari
jenis criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat
heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa
ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan
bentuknya bermacam macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.

B. Maksud Dan Tujuan

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai tugas kelompok dalam mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman


Perkebunan I
2. Menambah wawasan pengetahuan tentang teknik budidaya dan produksi
pada tanaman kakao
3. Mengetahui sejarah, syarat tumbuh, klasifkasi dan morfologi pada
tanaman kakao
4. Mengetahui OPT pada tanaman kakao
5. Mengetahui teknik pengendalian OPT pada tanaman kakao

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) berasal dari hutan-hutan tropis di


Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian Utara. Penduduk yang pertama
kali mengusahakan tanaman kakao serta menggunakannya sebagai bahan
makanan dan minuman adalah Suku Indian Maya dan Suku Astek (Aztec)
(Wahyudi et al., 2008). Kakao (Theobrema cocoa L.) merupakan salah satu jenis
tanaman perkebunan penting yang secara historis pertama kali dikenal di
Indonesia pada tahun 1560, namun baru menjadi komoditas penting sejak tahun
1957. Tahun 1975 PTP VI berhasil meningkatkan produksi tanaman ini melalui
penggunaan bibit unggul upper amazon Interclonal Hybrid (Sunanto, 1992).
Indonesia berhasil menjadi produsen kakao ketiga terbesar dunia berkat
keberhasilan dalam program perluasan dan peningkatan produksi yang mulai
dilaksanakan sejak awal tahun 1980-an. Areal perkebunan kakao tercatat seluas
914 ribu hektar, tersebar di 29 propinsi dengan sentra produksi Sulsel, Sulteng,
Sultra, Sumut, Kaltim, NTT dan Jatim. Areal perkebunan kakao tersebut sebagian
besar dikelola oleh rakyat (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004).
Nama latin tanaman kakao adalah Theobroma Cacao yang berarti makanan
untuk Tuhan. Masyarakat Aztec dan Mayans di Amerika Tengah telah
membudidayakan tanaman kakao sejak lama, yaitu sebelum kedatangan orang-
orang Eropa. Orang-orang Indian Mesoamerikalah yang pertama kali menciptakan
minuman dari serbuk coklat yang dicampur dengan air dan kemudian diberi
perasa seperti: merica, vanili, dan rempah-rempah lainnya. Minuman ini
merupakan minuman spesial yang biasanya dipersembahkan untuk pemerintahan
Mayan dan untuk upacara-upacara spesial. (Hariyadi, Ali, & Nurlina, 2017).

Masyarakat Mayan menggunakan biji kakao sebagai mata uang (sebagai


alat pembayaran). Pada abad ke-16 sesuai riwayat orang Spanyol seekor kelinci
seharga 10 buah kakao dan seekor anak keledai seharga 50 buah kakao.
Masyarakat Spanyol belajar tentang kakao dari masyarakat Indian Aztec pada
tahun 1500-an dan mereka kembali ke Eropa dengan membawa makanan baru
yang menggoda ini. Di Spanyol, kakao adalah minuman yang dipersembahkan
hanya untuk raja. Mereka meminumnya selagi masih panas dengan diberi rasa

6
gula dan madu. Secara perlahan tetapi pasti kakao berkembang ke kerajaan-
kerajaan di Eropa dan pada abad ke-17 kakao menjadi persembahan khusus untuk
masyarakat kelas atas.

Produk cokelat dihasilkan melalui proses yang relatif panjang. Tanaman


kakao menghasilkan buah kakao yang di dalamnya terdapat biji-biji kakao. Biji-
biji kakao ini, dengan proses pengolahan dan pengeringan akan menghasilkan
biji-biji kakao kering yang siap dikirim ke pabrik pengolah (prosesor). Biji kakao
diolah menjadi produk-produk setengah jadi dan produk-produk sudah jadi. 6
Komoditas biji kakao diharapkan akan memperoleh posisi yang sejajar dengan
komoditas perkebunan lainnya di Indonesia seperti karet, kopi dan kelapa sawit,
baik dalam luas areal maupun produksinya. Hasil ekspor biji kakao dan industri
kakao dalam bentuk devisa dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Hasil
industri kakao lainnya berguna sebagai penyedia bahan baku untuk industri dalam
negeri, yaitu industri bahan makanan maupun industri kosmetika dan farmasi.
Industri kakao dapat menciptakan lapangan kerja yang berprospek cerah bagi
jutaan penduduk di Indonesia. (Wahyudi et al., 2008)

Direktorat Jenderal Perkebunan menjelaskan bahwa tanaman kakao


merupakan salah satu komoditas andalan perekonomian nasional. Komoditas ini
sebagai penghasil devisa negara terbesar ketiga di bidang perkebunan, sumber
pendapatan petani dan penciptaan lapangan kerja. Luas tanaman kakao mencapai
1.461.889 ha pada tahun 2007. Luas tersebut didominasi oleh perkebunan rakyat
sebesar 92,34%. Melibatkan sebanyak 1.400.636 kepala keluarga dengan produksi
biji kakao sebesar 779.186 ton. Volume ekspor mencapai 655.429 ton dengan
nilai 950,6 juta US$.

Luas tanaman kakao yang terus meningkat, tidak sebanding dengan


produktifitas tanaman kakao yang mengalami penurunan di Indonesia. Faktor-
faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman kakao, antara lain
adalah kondisi kebun yang kurang terawat, serangan hama dan penyakit serta
umur tanaman yang sudah tua (tidak produktif). Serangan hama penyakit itu
antara lain vascular streak dieback (VSD), dan buah busuk. Serangan hama
tersebut menyebabkan turunnya produktifitas sebesar 321 kg/ha/tahun atau

7
sebesar 30% dari produktivftas yang pernah dicapai (1.100 kg/ha/thn).
Produktifitas yang menurun mengakibatkan kehilangan hasil biji kakao sebesar
310.665 ton/tahun atau setara dengan Rp. 6,2 trilliun per tahun rakyat. (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004).

Menurut Haryadi dan Supriyanto (2012), biji kakao merupakan salah satu
komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam
rangka usaha memperbesar atau meningkatkan devisa negara serta penghasilan
petani kakao. Harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan potongan
harga jika dibandingkan dengan harga produk yang sama dari negara produsen
lain. Tanaman kakao yang memiliki nama ilmiah Theobroma cacao Linn
merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae
yang diusahakan secara komersial. Kakao terdiri dari beberapa jenis, yaitu criollo,
forastero, dan trinitario.
Biji kakao mempunyai kandungan protein 9%. karbohidrat 14%, dan lemak
31%. Protein kakao kaya akan asam amino triptofan, fenilalanin, dan tirosin.
Lemak biji kakao terdiri dari tujuh macam asam lemak, asam palmitat 24,8 %,
asam stearat 33,0%, asam oleat 3,2%, asam arakhidonat 0,8%, asam palmitoleat
0,3%, dan asam miristat 0,2%. Kadar dari asam lemak tersebut beragam dan
ditentukan oleh jenis tanaman, lokasi, jenis tanah, dan musim pembuahan
(Susanto, 1994).
Selain itu, biji kakao juga mengandung polifenol 14% (Ide, 2008). Selama
proses pengolahan, biji kakao akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, dan
biologis. Pada proses pengolahan biji kakao terdapat 2 cara pengeringan, yakni
pengeringan yang didahului dengan proses fermentasi dan pengeringan yang tidak
didahului proses fermentasi. Fermentasi merupakan suatu proses produksi dengan
mikroba sebagai organisme pemroses (Departemen Perindustrian, 2007).
Fermentasi bertujuan untuk memperbaiki dan membentuk citra rasa khas
kakao serta mengurangi rasa pahit dalam biji, tetapi fermentasi ini menyebabkan
kandungan polifenol dalam biji kakao berkurang sampai 90% sehingga tinggal
10% saja (Ide, 2008:107). Manfaat Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan
antioksidan alami, yakni mempunyai kemampuan untuk memodulasi sistem imun.
Selain itu, biji kakao memiliki kandungan polifenol yang bersifat antimikroba

8
terhadap beberapa bakteri patogen dan bakteri kariogenik (Misnawi dkk., 2003).
Menurut Hii dkk. (2009) polifenol dalam biji kakao mempunyai efek sebagai anti
kariogenik, anti artherogenik, anti ulser, anti trombosis, anti inflamasi,
imunomodulator, antimikroba, vasodilatori, efek analgesik.
Taksonomi kakao adalah sebagai berikut: kingdom : Plantae, Divisi:
Spematophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo:
Malvales, Famili: Sterculiceae; Genus: Theobroma; Species: Theobroma cacao L
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010).

Gambar 1. Tanaman Dan Buah Kakao


Sumber : Hafsaki (2001)

Biji dalam setiap buah terdapat sekitar 20-50 butir biji. Biji kakao
berbentuk oval pipih dan dibungkus oleh daging buah atau pulp. Panjang biji
sekitar 2 cm dengan lebar sekitar 1 cm dan berat + 1 gram jika dikeringkan
Gambar. 2 (Susanto, 1994).

Gambar 2. Biji Kakao


Sumber : Susanto (1994)

9
Tanaman kakao yang berasal dari biji (generatif) memiliki akar tunggang
yang tumbuh lurus kebawah. Akar lateral pada awal pertumbuhan tumbuh pada
leher akar yang tidak jauh dari permukaan tanah. Sedangkan pada tanaman
dewasa akar sekunder menyebar sekitar 15-20 cm di bawah permukaan tanah.
Tanaman yang berasal dari stek dan cangkok tidak mempunyai akar tunggang,
namun akan berkembang 2-3 buah akar yang berfungsi seperti akar tunggang
sehingga tanaman dapat tegak dan kuat Gambar 3 (Sunanto, 1994).

Gambar 3. Akar Kakao


Sumber : Susanto (1994)
Percabangan tanaman kakao menunjukkan ciri yang khas (spesifik).
Tanaman kakao yang berasal dari biji (generatif), akan tumbuh tanaman kakao
muda yang memiliki batang lurus. Tetapi pada umur sekitar 10 bulan, pada batang
akan terbentuk 3-6 cabang kipas (fan branches). Titik pertemuan cabang tersebut
disebut prapatan (jorquette). Tinggi batang sampai terbentuk jorquette sangat
bervariasi, tetapi pada umumnya sekitar 1-2 meter dari permukaan tanah
(Sunanto, 1992). Tanaman kakao mempunyai percabangan yang bersifat
dimorphous (2 tipe percabangan). Cabang yang selamanya tumbuh vertikal
disebut orthotroph, dan cabang yang selalu tumbuh horizontal disebut
plagiotroph (Sunanto, 1992).

10
Gambar 4. Batang Dan Cabang Kakao

Kedudukan daun kakao bersifat dimorphous karena percabangannya


tanaman kakao bersifat dimorphous. Daun pertama mempunyai tangkai daun
(petiol) yang panjang dan simetris, dan petiol tersebut pada ujungnya
membengkok (Gambar. 5) Daun pada cabang kipas, petiolnya lebih pendek dan
kurang simetris (Sunanto, 1992).

Gambar.5 Daun Kakao

Tanaman kakao berbunga sepanjang tahun dan tumbuh secara


berkelompok pada bantalan bunga yang menempel pada batang tua, cabang-
cabang dan rantin granting (Gambar. 6). Satu bantalan yang baik dapat
mengeluarkan bunga yang jumlahnya cukup banyak (Sunanto, 1992).

11
Gambar 6. Bunga Kakao
Sumber : Sunanto (1992)
Warna buah kakao beraneka ragam, namun pada dasarnya hanya ada dua
warna yaitu buah muda berwarna hijau putih dan bila masak menjadi berwarna
kuning, dan buah muda yang berwarna merah setelah masak menjadi jingga
(Gambar.7) (Susanto, 1994:33).

Gambar 7. Buah Kakao


Sumber : Susanto (1994)

Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hujan tropis.
Syarat tumbuh tanaman kakao antara lain Tanah, iklim, dan Suhu. Tanah
merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting. Dalam kehidupan
tanaman fungsi tanah yang utama adalah memberikan unsur hara, baik sebagai
medium pertukaran maupun sebagai tempat memberikan air bagi tanaman.
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai
kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu
pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur dan

12
sistem drainase yang baik pH tanah yang ideal berkisar antara 6-7 (Waluyo,
2012).
Menurut Suwarto dan Octavianty (2010), bahwa tanah mempunyai
hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran
tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao dan
berada disekitar 15 cm dari permukaan tanah. Perkembangan akar yang baik
menentukan jumlah dan distribusi akar yang berfungsi sebagai organ penyerapan
hara dari tanah. Tanaman kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam.
Permukaan air tanah yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga
tumbuhnya tanaman kurang kuat.
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan keberhasilan budidaya tanaman, termasuk budidaya
kakao. Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis seperti
(curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan angin) merupakan
factor pembatas penyebaran tanaman kakao (Siregar et al., 2010). Tanaman kakao
dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan persediaan air yang
cukup. Air ini diperoleh dari dalam tanah yang berasal dari air hujan. Curah hujan
yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kakao berkisar antara 1.500- 2.000 mm
setiap tahun.
Menurut Waluyo (2012), bahwa suhu yang ideal untuk pertumbuhan
tanaman kakao adalah sekitar 25-270 C dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu
besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13-210 C dan rata-rata suhu maksimum 30-
320 C. Berdasarkan kesesuaian terhadap suhu tersebut maka tanaman kakao secara
komersial sangat baik dikembangkan di daerah tropis. Untuk terjaminnya
keseimbangan metabolisme maka kelembaban yang dikehendaki tanaman kakao
adalah 80% sesuai dengan iklim tropis.
Temperatur pengaruh terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersediaan
air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tsersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi. Temperatur sangat
berpengaruh terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Menurut hasil penelitian terdahulu, temperatur ideal bagi tanaman kakao adalah

13
300C – 320C (maksimum) dan 180C – 210C (minimum). Kakao juga dapat
tumbuh dengan baik pada temperatur minimum 150C per bulan. Temperatur ideal
lainnya dengan distribusi tahunan 16,60C masih baik untuk pertumbuhan kakao
asalkan tidak didapati musim hujan yang panjang (Dermawan, 2013).
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan batang yang relatif pendek.
Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk
mendapatkan intensitas cahaya dan pencapaian indeks luas dan optimum. Kakao
tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah.
Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya yang tajuk sebesar
20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya didalam fotosintesis setiap daun
yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30% cahaya matahari penuh
(Dermawan, 2013).

Curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan produksi kakao


ialah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa
pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah
daerah dengan curah hujan 1.100-3.000 mm per tahun. Curah hujan yang melebihi
4.500 mm per tahun tampaknya berkaitan erat dengan serangan penyakit buah
busuk. Daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per tahun masih
dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi (Rizaldi, 2013).
Ketinggian tempat di Indonesia yang idela untuk penanaman kakao adalah
tidak lebih tinggi dari 800 m dari permukaan laut. Ditinjau dari wilayah
penanamannya, kakao ditanam pada daerah yang berada pada 150 LU – 100 LS.
Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada diantara
70 LU – 180 LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dari jumlah
penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada daerah 200
LU – 200 LS. Dengan demikian Indonesia yang berada pada 50 LU – 100 LS
masih sesuai untuk pertanaman kakao (Franky, 2011).
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan
senyawa bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami
proses pengolahan menjadi produk. Komposisi kimia pulp, keping biji (nib), dan
kulit nib dapat dilihat pada Tabel 1.

14
Tabel 1. Komposisi Kimia Pulp Kakao
Komponen Kandungan (%)
Air 80-90
Albuminoid 0,5-0,7
Glukosa 8-13
Sukrosa 0,4-1,0
Pati Sedikit
Asam 0,2-0,4
Besi oksida 0,03
Garam-garam 0,4-0,45
Sumber : Ashadi (1988).

Jenis-jenis Kakao, Berdasarkan nilai ekonomisnya yang dapat dibedakan


dari bentuk buah, warna buah, dan warna biji terdapat tiga jenis kakao yaitu :
Criollo, merupakan jenis kakao yang dapat menghasilkan biji coklat yang
mutunya sangat baik. Kulit buah tipis dan mudah diiris, ketika buah muda
berwarna merah ketika muda dan setelah matang berwarna kuning dengan aroma
khas, tidak tahan terhadap hama dan penyakit serta kurang produktif, di Indonesia
di kenal dengan nama lain kakao Mulia (fine cacao) (Surti,2012).

Gambar 8. Jenis Kakao Criollo


Sumber : Surti (2012)
Forastero, merupakan jenis kakao yang produktivitasnya lebih tinggi dan
tahan terhadap hama. Buah muda berwarna hijau dan setelah matang berwarna
kuning dengan aroma yang lebih lemah, rasa agak pahit. Kulit buah keras dan
sulit diiris, biji gepeng dan berwarna ungu, di Indonesia di kenal dengan nama
lain kakao Lindak (bulk cacao).

15
Gambar 9. Jenis kakao Forastero
Sumber : Surti (2012)

Trinitario bentuknya heterogen, buahnya berwarna hijau merah dan


bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Franky,
2011).
Jenis Trinitario dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu :a)
Angoleta, dengan ciri-ciri kulit luar sangat kasar, buah besar beralur dalam, biji
bulat, bermutu superior, kotiledon berwarna ungu. b) Cundeamor, dengan ciri-ciri
bentuk buah seperti Angoleta, kulit buah kasar dan alur tidak dalam, bijinya
gepeng dan mutu superior, kotiledon ungu gelap. c) Amelonado, memiliki ciri-ciri
bentuk buah bulat telur, kulit sedikit halus, alur-alur buahnya jelas, bijinya
gepeng, kotiledon berwarna ungu. d) Calaba cillo, dengan ciri-ciri buahnya
pendek dan bulat, kulit sangat halus dan licin, alur-alur buahnya dangkal, biji
gepeng dan rasanya pahit, kotiledon berwarna ungu.

Gambar 10. Jenis kakao Trinitario


Sumber : Surti (2012)

16
Pemanenan Buah kakao dapat dilakukan apabila terjadi perubahan warna
kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pertumbuhan sampai menjadi buah
dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan
oleh perubahan warna kulit yang saat muda berwarna hijau dan bila matang
berwarna kuning, sedangkan buah yang berwarna merah, bila matang akan
berwarna jingga. Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah kakao yang
menjadi kriteria kelas kematangan buah di kebun-kebun yang mengusahakan
kakao. Secara umum kriteria tersebut tersaji pada Tabel 2 dibawah ini

Tabel 2. Perubahan Warna dan Pengelompokkan Kelas Kematangan Buah


Perubahan Bagian Kulit yang Kelas Kematangan
Warna Mengalami Perubahan Buah
Warna
Kuning Pada alur buah C
B
Kuning Pada alur buah dan punggung
A
Kuning Pada permukaan buah
AA
Kuning Tua Pada permukaan buah
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2008).

Pemanenan kakao umumnya dilakukan dengan menggunakan pisau atau


parang yang cukup tajam. Selama pemanenan buah diusahakan untuk tidak
melalui batang atau cabang tempat tumbuh. Maka dari itu batang atau cabang
akan mengakibatkan bunga tidak akan tumbuh lagi pada tempat tersebut untuk
periode berikutnya (Sunanto, 2012).
Pengolahan kakao secara fermentasi digunakan untuk mengolah kakao
yang menghasilkan kualitas biji terbaik. Adapun tahapan pengolahan kakao
dengan cara fermentasi dapat diurutan dari pemanenan,sortasi buah, pemeraman,
pemecahan buah, fermentasi, pencucian,pengeringan, sortasi biji, tempering biji.
(Mulato, 2009)
Sortasi buah disebut juga sortasi basah atau sortasi kebun. Sortasi ini
dilakukan sebelum pemecahan buah dan pengambilan biji dari dalam buah.
Sortasi ini bertujuan untuk memisahkan buah baik dan biji yang dianggap cacat,

17
pecah dan untuk membuang kotoran yang ikut pada biji kakao. Sortasi ini
idealnya dilakukan setelah 1-2 hari penjemuran (Mulato, dkk., 2009).
Pemeraman bertujuan untuk memperoleh keseragaman kematangan buah
serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Waktu pemeraman berkisar
5-12 hari tergantung kondisi setempat dan tingkat kemasakan buah. Pemeraman
baik dilakukan terutama pada saat panen rendah sambil menunggu buah hasil
panen terkumpul cukup banyak dengan 35-40 kg biji kakao basah, agar jumlah
minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi. Pada tahap pemeraman ini, apabila
sortasi buah tidak dilakukan dengan cermat, maka tingkat kehilangan panen akibat
busuk buah akan cukup tinggi (Nuraeni, 1995).
Proses pemecahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan biji
kakao, pemecahan buah kakao harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
merusak biji kakao. Biasanya alat yang digunakan adalah pemukul dari kayu dan
sebaiknya tidak menggunakan bahan yang mengandung besi. Setelah biji kakao
berhasil dikumpulkan untuk difermentasi, sedangkan kulit buah dapat di buat
kompos dengan cara ditimbun (Susanto, dkk., 1994).
Setelah dilakukan pemecahan buah, maka dilanjutkan dengan sortasi biji.
Sortasi biji digolongkan menjadi dua yaitu biji yang berasal dari buah yang tepat
masak dan sehat dan biji yang kurang/lewat masak (rusak). Sortasi biji bertujuan
untuk menyeleksi atau pemilahan biji kakao. Setelah biji dipisahkan sesuai dengan
kualitasnya, maka dilaksanakan pengangkutan untuk diolah di pabrik-pabrik.
Pengangkutan dengan menempatkan biji-biji basah pada kotak dari kayu atau
keranjang yang pada permukaannya ditutup (Setyani, 2013).
Titik berat pengolahan biji kakao terletak pada proses fermentasi. Proses
fermentasi merupakan hal yang penting pada pengolahan pasca panen dari biji
kakao, karena proses fermentasi dapat memperbaiki mutu dari kakao. Tujuan
lainnya adalah untuk melepaskan zat lendir yang ada pada permukaan kulit biji
kakao. Setelah lendir tersebut hilang, diharapkan hasil akhir biji kakao yang
bermutu serta beraroma baik. Proses fermentasi juga diperlukan untuk
menghasilkan biji kakao yang memiliki prekusor aroma, memberi warna dan
perbaikan rasa sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam bidang
pengolahan pangan (Bernaert et al., 2011).

18
Pada dasarnya dalam pengolahan biji kakao ada dua macam fermentasi
yang tujuannya berbeda, yaitu eksternal fermentasi dan internal fermentasi.
Eksternal fermentasi adalah fermentasi dari pulp yang membungkus kakao oleh
aktifitas mikroorganisme. Tujuan eksternal fermentasi adalah untuk mematikan
biji dan melepaskan pulp dari biji. Sedangkan internal fermentasi adalah
fermentasi yang dikerjakan oleh aktifitas enzim yang terdapat dalam biji. Tujuan
internal fermentasi adalah memberi kesempatan untuk terbentuknya rasa dan
aroma serta warna yang spesifik pada biji kakao. Fermentasi akan berjalan dengan
baik apabila di bantu dengan memberikan kondisi yang baik terhadap kegiatan
mikroorganisme dan enzim yang aktif selama fermentasi biji tersebut
(Setyani,2013).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao,
antara lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan
pengadukan/pembalikan, aerasi, iklim, temperatur, kemasakan buah, wadah dan
kuantitas fermentasi. Fermentasi untuk biji kakao jenis Lindak membutuhkan
waktu lebih lama, yaitu 5 hari, sedangkan biji kakao Mulia lebih pendek sekitar 3
hari. Fermentasi yang terlalu lama meningkatkan kadar biji kakao berjamur dan
berkecambah, sedangkan fermentasi yang terlalu cepat menghasilkan kadar biji
slaty (biji tidak terfermentasi) tinggi (Setyani, 2013).
Selain lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas
biji kakao yang dihasilkan. Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan
kuantitas minimal 50 kg. Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi
menyebabkan suhu fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang
dihasilkan, tetapi biji yang berjamur. Proses pembalikan pada saat fermentasi
harus dilakukan setelah 48 jam, hal ini untuk diperolehnya keseragaman
fermentasi biji kakao. Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji
kakao yang dihasilkan panen optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan
yang diatas, dibawah dan disamping akan berakibat sebaliknya (Retno dan
Sinung, 2012).
Biji-biji kakao yang belum cukup mengalami fermentasi warna pulpnya
putih, kulit biji belum berwarna coklat dan baunya masih berbau alkohol.
Fermentasi berfungsi memberi warna dan aroma yang lebih bagus jika

19
dibandingkan kakao yang tanpa fermentasi (Bahri, 2012). Hasil penelitian yang
telah ada sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi berpengaruh
terhadap suhu fermentasi, bobot biji hasil fermentasi, bobot biji hasil pengeringan
(rendemen), kenampakan fisik, warna keping biji, indeks fermentasi, kadar kulit,
pH dan kadar air relatif. Lama fermentasi untuk mendapatkan kakao bermutu baik
adalah 3-5 hari (Adi, dkk., 2006).
Setelah fermentasi selesai dilakukan pencucian. Pencucian biji kakao
bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi dan menghilangkan sisa pulp
yang masih menempel sehingga dapat mempercepat proses pengeringan.
Pencucian yang terlalu bersih dapat mengurangi berat dan merapuhkan kulit biji
(Hardjosuwito, 1983). Kerugian pencucian adalah kehilangan berat 2-3% berasal
dari kulit biji. Pencucian juga menyebabkan kulit biji menjadi tipis, sehingga pada
pengeringan dan pengangkatan presentase hancuran (gruis) semakin bertambah
besar.Keuntungan dari pencucian ini adalah biji-biji lebih tahan terhadap serangan
jamur atau serangga, penampakan biji lebih bagus dan mengkilat (Siregar, 1964).
Pada umumnya, perlakuan pencucian akan menghasilkan kadar kulit biji
sekitar 9% (Afoakwa, 2010). Pencucian sebaiknya dilakukan secara ringan
sehingga didapat kadar kulit biji sekitar 9%, batas kulit biji yang diperbolehkan
adalah 12%. Kadar air biji kakao setelah selesai fermentasi adalah sekitar 60%.
Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengeringan dengan
sinar matahari dan pengeringan buatan. Pengeringan dengan sinar matahari lebih
disukai daripada pengeringan buatan. Namun demikian, pengeringan sinar
matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode
pengeringan ini memerlukan waktu 5-7 hari, untuk mencapai kadar air biji
dibawah 7,5% (Guritno, 2013).
Setelah pengeringan selesai dilakukan, biji yang diperoleh sebaiknya
distempering lebih dahulu sebelum disortasi dan dikemas. Tempering adalah
proses penyesuaian suhu biji dengan suhu udara sekitar yang dilakukan dengan
meletakkan biji hasil pengeringan di tempat terbuka selama minimal 5 jam.
Tempering diperlukan agar biji tidak mengalami kerusakan pada tahapan
berikutnya (Karmawati, dkk., 2010).

20
Pengolahan kakao secara kering menggunakan alat sederhana dan mudah
dilakukan, biasanya dilakukan oleh petani karena kapasitasnya yang kecil.
Adapun tahapan pengolahan kakao dengan cara kering yaitu panen, pemeraman
buah, pemecahan buah, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. (Mulato,
dkk., 2009)
Panen adalah proses awal penentuan kualitas biji kakao kering. Panen
buah umumnya dilakukan 7-14 hari sekali. Jika pemanenan dilakukan pada
intensitas lebih dari 14 hari sekali, kemungkinan buah-buah yang kelewat masak
dengan biji yang sudah mulai berkecambah akan menjadi semakin besar
(Andriansyah, 2013). Buah kakao yang belum siap panen akan memberikan
rendeman dan kualitas biji yang rendah. Kematangan buah kakao ditandai dengan
adanya perubahan warna kulit kakao mencapai dua pertiganya dan apabila buah
kakao digoyangkan, maka akan terdengar biji kakao terkoyak.
Pemeraman ini idealnya dilakukan di tempat teduh dengan durasi waktu
antara 5-12 hari, tergantung derajat kemasakan buah dan keadaan setempat.
Proses ini dimulai dengan memasukkan buah kakao ke dalam keranjang dari
rotan. Tempat pemeraman diatur harus cukup bersih dan terbuka. Kemudian
disimpan di tempat yang steril. Keranjang tersebut dasarnya dialasi dengan
dedaunan. Buah kakao dipecah atau dibelah dan menggunakan alat pemukul kayu
atau memukulkan buah satu dengan buah yang lainnya. Perlu diingat untuk
menghindari kontak langsung biji kakao dengan benda-benda logam karena dapat
menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu (Susanto, dkk., 1994).
Menurut Winarno (1980), pengeringan adalah cara untuk menghilangkan
sebagian besar air dari suatu bahan dengan bantuan energi panas dari sumber
alami (sinar matahari) atau bahan buatan (alat pengering). Suhu ideal yang
dibutuhkan dalam proses pengeringan ini antara 55o-66oC. Kadar air turun ± 5-
6% lamanya 48-60 jam. Oleh karena itu, pengeringan dilakukan dengan
menggunakan alat, lantai jemur atau atas tanah, para-para dan terpal. Jika dijemur,
pengeringan umumnya memakan waktu kurang lebih 7 hari dengan cuaca yang
baik. Namun, kondisi musim penghujan, pengeringan bisa memakan waktu
sampai 4 minggu (Siregar, dkk., 2015).

21
Gambar 11. Pengeringan Biji Kakao
Sumber : Mulato, dkk., (2009)

Proses penyimpanan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah


disortasi dalam kondisi yang aman dan terkontrol dengan baik sebelum diolah
lebih lanjut. Penyimpanan biji kakao umumnya disimpan di dalam karung goni
sebab daya resapnya bagus. Jangan menggunakan karung dari plastik sebab
mudah memicu kelembaban (Mulato, dkk.,2009).

Gambar 12. Proses Penyimpanan Kakao


Sumber : Mulato, dkk., (2009)
Hasil penelitian Azri (2015), bahwa rendahnya mutu dan kualitas biji
kakao yang dihasilkan petani menunjukkan permasalahan yang dihadapi.
Diharapkan dengan menerapkan teknologi pengolahan biji kakao, berupa produk
olahan seperti bubuk dan pangan kakao, dapat meningkatkan nilai tambah bagi
petani kakao. Produk pengolahan biji kakao belum memenuhi standar SNI. Dari
aspek pengolahan diharapkan sebagian besar kakao bisa difermentasi dengan

22
persyaratan Standar Mutu Kakao Indonesia sesuai dengan SNI 2323-2008,
sehingga mutu kakao Indonesia dapat diterima di pasar Internasional (Badan
Standardisasi Nasional, 2008).
Menurut hasil penelitian Anggi Primadi (2010), bahwa pengolahan biji
kakao dengan menggunakan bahan baku yang berkualitas dan dilakukan secara
cermat akan memberikan pendapatan yang tinggi. Dengan demikian, kegiatan
usaha dibidang pengolahan biji kakao merupakan kegiatan yang cukup
menjanjikan, pengusaha industri pengolahan kakao masih sedikit. Standar
Nasional Indonesia (SNI) merupakan syarat untuk menentukan apakah suatu
produk layak atau belum untuk masuk di pasaran. SNI digunakan untuk
menentukan standar kelayakan yang meliputi definisi, klasifikasi/pengolahan,
syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, cara
pengemasan, dan rekomendasi biji kakao.
Mutu biji kakao di Indonesia umumnya jauh lebih rendah dibandingkan
dengan mutu kakao dari negara Asia lainnya. Mutu kakao mempunyai beberapa
pengertian, yakni dalam pengertian sempit meliputi cita rasa (flavour) dan upaya
mempertahankannya. Sementara dalam pengertian luas meliputi beberapa aspek
yang menentukan nilai dan acceptability dari suatu macam biji kakao. Spesifikasi
biji kakao sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi Biji Kakao Sesuai SNI


Grade Kadar Air Kotoran Biji/100 gr Jamur
Grade AA 6-7% 0% Max 8,5 1-2%
Grade A 7-8% 2% 86-100 -
Grade B 7,5% 2,5% 101-110 4%
Grade C 8-9% 3-4% 111-120 4%
Ditolak 10% 55 120 5-6%
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2008).
Biji kakao didefinisikan sebagai biji tanaman kakao (Theobroma cacao
Linn.) yang telah difermentasi, dibersihkan, dan dikeringkan (Gambar ). Biji
kakao yang diekspor diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan
ukuran berat biji. Berdasarkan jenis tanaman dibedakan atas dua klasifikasi, yaitu

23
jenis mulia (fine cacao) dan jenis lindak (bulk cacao). Sifat morfologi dan
fisiologinya sangat beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya (Prawoto dan
Sulistyowati, 2001). Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga golongan, yaitu
Mutu I, Mutu II, dan Mutu III. Menurut ukuran bijinya dinyatakan dalam jumlah
biji/100 gram. Spesifikasi persyaratan mutu biji kakao umum disajikan pada Tabel
4.
Tabel 4. Syarat Umum Standar Mutu Biji Kakao (SNI 2323-2008)
Jenis Biji Satuan Persyaratan
Serangga hidup - Tidak ada
Kadar air - Maks. 7,5
Biji berbau asap atau - Tidak ada
berbau asing
Kadar benda asing - Tidak ada
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2008).

Hasil penelitian Fajarianto (2010), bahwa proses produksi yang telah


dilakukan tidak sesuai dengan standart operasional yang ditetapkan, diantaranya
pada proses fermentasi, pengeringan dan penyimpanan. Tidak adanya pengendali
mutu pada proses pengolahan tersebut dapat mengurangi mutu pada biji kakao
kering. Salah satu alat pengendali mutu adalah GMP (Good Manufacturing
Practice). PT. Perkebunan Nusantara XII Kediri selama ini belum menerapkan
sistem manajemen mutu, standart kualitas biji kakao kering yang dihasilkan hanya
dianalisis mutunya dan dibandingkan dengan menggunakan SNI.
Kandungan senyawa yang cukup tinggi terdapat pada kakao adalah
senyawa polifenol. Senyawa polifenol merupakan senyawa yang dapat berperan
sebagai antioksidan yang mampu mengurangi dan mencegah terbentuknya radikal
bebas di dalam tubuh. Keberagaman kualitas biji kakao di Indonesia secara umum
disebabkan oleh minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu pada
seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat, serta pengelolaan biji kakao
yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi)
(BBPPTP, 2014). Pengolahan kakao masih dilakukan secara tradisional dan tidak
berorientasi pada mutu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kakao antara
lain ukuran partikel, cita rasa, sifat fisik, sifat kimiawi, jumlah lemak, dan kualitas
terhadap harga (BPTPL, 2008).

24
III. MENGENAL TANAMAN KAKAO

A. Perbanyakan Kakao

*Perbanyakan Secara Generatif

Perbanyakan secara generatif akan menghasilkan tanaman kakao semaian


dengan batang utama ortotrop yang tegak, mempunyai rumus daun 3/8, dan pada
umur tertentu akan membentuk perempatan/jorket (jorquet) dengan cabang-
cabang plagiotrop yang mempunyai rumus 1/2. Rumus daun 3/8 artinya sifat
duduk daun seperti spiral dengan letak duduk daun pertama sejajar dengan daun
ketiga pada jumlah daun kedelapan. Sementara itu, rumus daun setengah artinya
sifat duduk daun berseling dengan letak daun pertama sejajar kembali setelah
daunkedua. Perbanyakan generatif bisa dilakukan dengan dua cara, yakni secara
buatan dan alami. Perbanyakan secara buatan dilakukan dengan menyilangkan
dengan tangan antara dua tanaman kakao. Serbuk sari jantan tanaman kakao
ditempelkan pada kepala putik tanaman kakao lainnya. Sementara itu,
perbanyakan secara alami biasanya dilakukan oleh lalat yang menempelkan
serbuk sari jantan pada kepala putik tanaman kakao.

a) Pembibitan

Gambar 13. Pembibitan Kakao

Bibit yang baik (klon unggul) dan sehat akan menjamin produksi yang
baik pula. Sulit bagi petani bila mereka tidak memiliki bibit yang diperlukan
untuk melakukan rehabilitasi. Karenanya, pembangunan fasilitas pembibitan
sendiri akan memberikan beberapa manfaat:

 Petani dapat mengatur klon apa yang diinginkan

25
 Petani dapat mengatur waktu pertumbuhan bibit disesuaikan dengan
kepentingan petani dalam melakukan rehabilitasi
 Dapat menjadi tambahan pendapatan petani dengan menjual klon-klon
yang telah terbukti unggul.
 Dapat digunakan kapan saja, dan tidak tergantung dengan yang sumber
lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembibitan adalah sebagai berikut:

b) Lokasi Pembibitan
 Permukaan tanah yang rata
 Dekat dengan jalan untuk memudahkan pengangkutan
 Saluran yang baik supaya air tidak tergenang
 Dekat dengan sumber air
 Berdekatan dengan lokasi penanaman
 Hindari dari jangkauan ternak
 Jarak dari lokasi serangan VSD > 150 m
 Bersihkan daerah pembibitan dari semut.
 Ditutup dengan atap plastik ini akan membantu mengurangi resiko VSD
c) Pemilihan Biji Kakao

Gambar 14. Pemilihan Biji Kakao

1) Pilihlah biji kakao yang besar, biji kakao yang baik biasanya berasal
dari klon/hibrida yang terpilih.
2) Persiapan biji kakao sebaiknya dilakukan pada musim buah coklat
3) Tambahan biji 20%. Contohnya, kebutuhan bibit kakao untuk satu ha
pada tanah datar dengan jarak tanam 3x3 m, maka kebutuhan bibitnya

26
= 1.111 bibit, persediaan sulaman 20% = 222 bibit. Jumlah = 1.333
bibit/1.300. Jadi kebutuhan biji 1.898 biji (dengan rumus 1,46 x
1.300). Untuk tanah miring, jarak tanam yang digunakan 4 x 2,5 m.
Maka kebutuhan bibitnya = 1.000 bibit, cadangan 20% = 200 bibit,
jadi total kebutuhan bibit = 1.200 bibit. Jadi kebutuhan benih = 1.752
biji (dengan rumus 1,46 x 1.200).
d) Polibag dan Pengisian Tanah

Gambar 15. Pengisian Tanah ke Polybag

 Ukuran polibag tergantung lamanya bibit ditempat pembibitan: 5-6


bulan ukuran 20 x 30 cm atau 25 x 40 cm untuk bibit > 6 bulan.
Tanah sebaiknya menggunakan tanah yang subur/ kompos,
beberapa ciri tanah yang subur adalah warnanya coklat
kehitamhitaman.
 Sebelum melakukan pengisian, periksa kondisi tanah terlebih
dahulu. Bila ditemukan adanya gumpalan tanah, akar atau benda
lain, lakukan pengayakan terlebih dahulu.
 Masukkan tanah kedalam polibag dua minggu sebelum
penyemaian.
 Penuhi polibag dengan tanah hingga 2-3 cm dari permukaan
polibag.
 Lipat bagian bawah polibag hingga tidak mudah jatuh.
 Campurkan 20-30 gram kapur (jika pH tanah masih asam) dan 15
gram pupuk SP-36 ke dalam tanah
 Biarkan polibag selama satu minggu sebelum ditanami. Sirami
hingga pupuk larut dan dibiarkan 1 minggu sebelum ditanami.

27
Sirami tanah agar pupuk larut dan pelihara kondisi tanah untuk
memastikan adanya struktur yang baik untuk pertumbuhan akar.
e) Perkecambahan Biji dan Penanaman
1) Belahlah buah coklat dengan menggunakan benda yang tumpul
seperti balok kayu.
2) Ambil biji pada bagian tengah atau hanya biji yang besar dan
sehat.
3) Pisahkan biji dari plasenta
4) Bersihkan biji dengan serbuk gergaji/abu gosok, atau dengan
menggosoknya (namun hati-hati jangan sampai biji terluka)
5) Semaikan ke atas karung goni yang bersirkulasi baik, karung
goni harus senantiasa lembab selama masa perkecambahan.
6) Biji akan berkecambah dalam waktu < 24 jam.
7) Biji ditanam mengarah kebawah dan lebih kurang ½ dari biji
harus tertutup tanah.
8) Kotiledon akan muncul setelah 1 minggu setelah biji disemai.
f) Susunan Polibag
1) Penyusunannya hendaklah teratur untuk memudahkan
penyambungan.
2) Polybag 2/3 disusun satu baris dengan ada batasan 50 cm
untuk memudahkan kerja menyambung.

28
g) Bibit dan Naungan

Gambar 16. Naungan Bibit Kakao

1) Naungan 60-70% (dapat menggunakan plastik UV atau dari bahan


alami seperti daun kelapa)
2) Untuk sambung pucuk plastik UV 30%
3) Naungan alami juga boleh dibuat dari daun kelapa dengan syarat
ketinggian 2 meter
4) Ukuran pembibitan tergantung dari banyaknya bibit yang akan
diproduksi.
h) Penyulaman

Tanaman yang mati segera dilakukan penyulaman dengan tanaman baru


yang sehat. Penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur 10 tahun.

i) Penyiraman

Gambar 17. Penyiraman Bibit Kakao

Gunakan air bersih untuk menyiram dan waktu penyiraman terbaik adalah
di pagi hari sebelum jam 09.00 WIB, sekali sehari. Penyiraman tanaman kakao
yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu
banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi

29
sangat lembab. Penyiraman pohon kakao dilakukan pada tanaman muda terutama
tanaman yang tak diberi pohon pelindung.

j) Penyiangan

Pengendalian gulma dilakukan dengan membabat tanaman pengganggu


sekitar 50 cm dari pangkal batang atau dengan herbisida sebanyak 1,5-2,0 liter/ha
yang dicampur dengan 500-600 liter air. Penyiangan yang paling aman adalah
dengan cara mencabut tanaman pengganggu.Tujuan penyiangan/pengendalian
gulma adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara,
untuk mencegah hama dan penyakit serta gulma yang merambat pada tanaman
kakao/kakao.

1) Siangi gulma seperti rumput dari dalam polybag, untuk


menghindari kompetisi penyerapan unsur hara tanah.
2) Jangan menggunakan herbisida, lakukan dengan mencabut dengan
tangan
k) Pengendalian Hama dan Penyakit

Gambar 18. Decis 2,5 EC

Penyemprotan pestisida dilakukan dengan dua tahapan, pertama


bersifat untuk pencegahan sebelum diketahui ada hama yang benar-benar
menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan tahapan
kedua adalah usaha pemberantasan hama, selain jenis juga kadarnya
ditingkatkan. Misal untuk pemberantasan digunakan insektisida berbahan
aktif seperti Dekametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC),
Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil Nudrin 24 WSC/Lannate 20 L) dan
Fenitron (Karbation 50 EC).

30
1) Penyemprotan dengan fungisida sebanyak 0,5-1 gram yang
dilarutkan dalam satu liter air ketika kotiledon terbelah dua,
berdasarkan tingkat serangan jamur.
2) Penyemprotan insektisida sebanyak 0,5-1 ml yang dilarutkan
dalam satu liter air, satu minggu setelah penyemprotan fungisida.

*Perbanyakan Secara Vegetatif

Bahan yang digunakan untuk perbanyakan secara vegetatif bisa berupa


akar, batang, cabang, bisa juga daun. Sampai saat ini bagian vegetatif tanaman
kakao yang banyak digunakan sebagai bahan tanam untuk perbanyakan vegetatif
adalah batang atau cabang yang disebut dengan entres. Ciri entres yang baik antara
lain tidak terlalu muda atau tua, ukurannya relatif sama dengan batang bawah,
tidak terkena penyakit penggerek batang, dan masih segar. Perbanyakan vegetatif
tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara okulasi, setek, atau kultur jaringan.

Perbanyakan vegetatif akan menghasilkan tanaman yang secara genetis


sama dengan induknya sehingga akan diperoleh tanaman kakao yang produktivitas
serta kualitasnya seragam. Karena itu, penggunaan bahan tanam vegetatif yang
berasal dari klon-klon kakao yang sudah teruji keunggulannya akan lebih
menjamin produktivitas dan kualitas biji kakao yang dihasilkan. Perbanyakan
tanaman kakao secara vegetatif telah lama dilakukan pada tanaman kakao mulia
dengan cara okulasi dengan menggunakan bahan tanam berupa entres klon-klon
unggul dari jenis DR 1, DR 2, dan DR 38. Perbanyakan vegetatif dengan cara
okulasi dapat dilakukan pada tanaman kakao lindak dengan menggunakan bahan
tanam berupa entres klon-klon kakao lindak unggul.

1. Okulasi

Tempelan mata okulasi dilakukan pada ketinggian 10-20 cm dari


permukaan tanah. Sisi batang bawah yang dipilih sebaiknya bagian yang
terlindung dari kemungkinan kerusakan oleh faktor-faktor luar. Jika cuaca
mendukung keberhasilan okulasi dan kemungkinan penyebab kegagalan sangat
kecil sebaiknya dipilih bagian yang paling rata atau halus. Jika okulasi
dilaksanakan di pembibitan dan jarak antar bibit cukup rapat, lebih tepat jika letak

31
tempelan di sisi yang sama untuk mempermudah pengamatan dan pemeliharaan.
Metode yang digunakan di suatu tempat mungkin berbeda dengan tempat lain
karena disesuaikan dengan iklim, pengalaman dan keterampilan pelaksana, serta
hasil yang diperoleh. Beberapa metode okulasi bisa diuraikan sebagai berikut :

1. Metode modifikasi forket

Metode ini banyak digunakan untuk okulasi kakao karena telah terbukti
memberi banyak keuntungan seperti mudah, cepat dan hasilnya tinggi. Urutan
metode ini sebagai berikut:

 Menyiapkan batang bawah. Kulit kayu ditoreh dari atas, lebar 1,5 cm
panjang sekitar 5 cm. Kulit kayu ini disayat dengan sudut 45º. Caranya,
kulit ditekan pada pisau dengan jari telunjuk sambil ditarik ke atas sampai
ujung torehan.
 Menyiapkan Mata Okulasi. Dibuat sayatan dari bawah ke atas. Batas
bawah sekitar 3 cm dari mata. Sayatan dibuat dengan mengikutsertakan
sebagian kayu, lebar 2 cm batas atas sekitar 3 cm dari mata. Kayu diangkat
dengan hati-hati dari ujung ke pangkal. Selanjutnya dibuat potongan mata
okulasi dengan panjang sekitar 4 cm dan lebar 1,5 cm.
 Menempelkan Mata Okulasi. Lidah kulit batang bawah diangkat,
kemudian mata tunas disisipkan ke dalamnya.

2. Metode T

 Menyiapkan Batang Bawah. Dibuat irisan vertikal dengan panjang 2,5 cm.
Selanjutnya dibuat irisan horisontal di ujung atas irisan vertikal dengan
lebar sekitar 1/3 lingkaran batang. Untuk membuka kulit, pisau agak
dicongkelkan.
 Menyiapkan Mata Okulasi. Dibuat sayatan kulit bersama sebagian kayu
dari 3 cm di bawah mata sampai 3 cm di atas mata. Dibuat potongan
mendatar 2 cm di atas mata hingga menembus kulit dan kayu untuk
memudahkan pengambilan mata. Kayu menempel pada mata dilepas dari
ujung ke pangkal.

32
 Menyisipkan Mata. Potongan mata disisipkan di bawah kulit batang bawah
sampai batas atas dari mata dan torehan batang bawah bertautan setelah itu
diikat erat.

3. Sambung Samping

Gambar 19. Metode Okulasi Sambung Samping

Untuk melakukan sambung samping, pada tanaman kakao yang sehat dibuat
tapak sambungan pada ketinggian 45-75 cm dari pangkal batang. Pada tanaman
kakao yang sakit, sambungan dapat dibuat pada chupon dewasa atau melakukan
sambung pucuk pada chupon muda. Entres yang digunakan berwarna hijau
kecoklatan dengan 3- 5 mata tunas. Bagian bawah entres dipotong miring 3-5 cm
dan pada bagian sebelahnya dipotong miring 2-3 cm. Entres lalu dimasukkan
dengan hati-hati ke dalam tapak sambungan dengan membuka lidah torehan.
Pastikan bagian torehan yang panjang menghadap ke arah kayu dan torehan
pendek mengarah ke kulit pohon. Entres lalu ditutup dengan plastik sampai
tertutup seluruhnya, dan diikat dengan tali rafia agar air hujan tidak masuk pada
bidang sambungan. Plastik dibuka pada umur 21 hari setelah penyambungan.
Ikatan tali bagian bawah dibiarkan agar sambungan dapat melekat kuat.

Sambungan disemprot dengan insektisida dan fungisida dengan dosis 2 ml/liter


air. Setelah sambungan berumur 3 bulan atau panjang tunas mencapai 45 cm,
pucuk sambungan dipotong dengan meninggalkan 3-5 mata tunas untuk
pembentukan dahan utama. Pemupukan dilakukan setelah sambungan berumur 4-6
bulan, diikuti pemupukan lanjutan dua kali setahun pada awal dan akhir musim
hujan. Pada saat sambungan berumur 9 bulan dipotong miring 45 o dari pohon

33
utama. Pemotongan dilakukan pada 45-60 cm di atas tempat penyambungan.
Bagian potongan diolesi dengan obat luka yang mengandung TAR (shell tree
wound dressing). Pemangkasan pemeliharaan dilakukan setiap bulan atau
disesuaikan dengan kondisi pertunasan.

4. Sambung pucuk

Gambar 20. Metode Okulasi Sambung Pucuk

Sambung pucuk (top grafting) adalah salah satu metode dalam peremajaan
tanaman secara vegetatif dengan menanam klon yang unggul. Biasanya dilakukan
pada bibit yang berumur tiga bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan bibit
baru yang mempunyai keunggulan: produksi tinggi, tahan terhadap hama dan
penyakit serta mudah dalam perawatan.

Hal yang Harus Diperhatikan yaitu sebagai berikut.

 Peralatan adalah seperti berikut: tali rapiah, plastik sungkup, nesco film,
gunting pangkas, gunting kain, pisau, entres.
 Dilakukan pada bibit yang telah berumur 3 bulan.
 Bersihkan bagian pangkal sambungan pohon dari debu dan tanah; pada
potongan penyambungan, tinggalkan 3-4 pucuk daun di bawah tempat
sambungan pucuk.
 Mata tunas dari dahan mata tunas klon terpilih diambil dengan membuat
potongan sepanjang ± 10 cm atau mempunyai 2-3 mata tunas.
 Setelah siap menyediakan mata tunas, belah dua pucuk yang akan
disambung dari atas ke bawah dengan jarak 4-5 cm atau mengikut ukuran
irisan sambungan mata tunas.

34
 Masukkan entris mata tunas ke dalam belahan pucuk. Hindari sentuhan
kulit sebelah dalam mata tunas karena dapat menyebabkan sambungan
tidak berhasil. Sambungkan mata tunas dengan segera untuk menghindari
kambium mata tunas kering.
 Mata tunas diikat kuat dengan menggunakan nesco film atau tali rapiah
berukuran kecil dengan ukuran 10 cm. Mulai dari bawah ke atas di bagian
tapak penyambungan atau belahan. Tali rapiah boleh dibelah tiga.
 Sungkup dengan plastik es dan ikat dibagian bawah.

B. Teknik Produksi Tanaman Kakao

1. Pembibitan

Bahan Tanam Varietas/klon anjuran antara lain: Klon ICS 13, Klon ICS 60,
GC 7, Hibrida, RCC 70, RCC 71, RCC 72, RCC 73, TSH 858

Pilih lokasi dekat sumber air dan dekat calon lahanpenanaman kakao.

 Siapkan dan campur media tanam yang terdiri dari: tanah,pasir dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1:1.
 Siapkan polybag ukuran 20x30 cm, beri lubang dengandiameter 1,0 cm
sebanyak 18 lubang. oBuat bedengan dengan atap dari daun kelapa atau
dauntebu, tinggi atap bedengan sebelah timur 1,50 m, sebelahbarat 1,20
m, lalu atur intensitas cahaya matahari yangmasuk sekitar 30-50 %.
 Susun polybag yang telah diisi media di bawah atap dengan jarak antar
polybag 15 cm x15 cm atau 15 cm x 30 cm. oLakukan penyiraman tiap
hari atau sesuai kondisi cuaca,dan lakukan pemupukan tiap 2 minggu
dengan pupuk Urea 2 gr/bibit.
 Atap bedengan dibuka secara bertahap pada saat umur bibit 2 minggu.
 Pindahkan bibit ke kebun bila bibit telah berumur 3-5 bulan,tinggi 40-60
cm, jumlah daun 12 lembar, dan diameter batang 0,7-1,0 cm.

35
2. Persiapan Lahan
Pembukaan lahan selektif:

a) Pada areal perkebunan kelapa


 Bersihkan perdu dan tanaman tidak produktif lainnyasecara manual atau
disemprot herbisida (secara kimiawi) 2 bulan sebelum naungan ditanam.
 Populasi tanaman kelapa dalam yang optimum sebagai penaung kakao
adalah 80-100 pohon/ha. Jika terlalu jarang maka pada tempat yang
kosong dapat ditanami Glirisidia sp.
b) Pada areal kebun aneka tanaman,
 Siapkan atau pilih tanaman sebagai penaung kakao yang bernilai
ekonomis.
 Tajuk mudah diatur (tahan pangkas) dengan jarak antar penaung tanaman
6 x 6 m atau 8 x 8 m.
 Bersihkan lahan dari semua tanaman yang tidak berguna secara manual
atau secara kimiawi.
c) Pada areal hutan sekunder bekas peladang berpindah (areal semak
belukar dan alang-alang).
 Tebang pohon dan belukar.
 Buat ajir tempat penanaman pohon penaung.
 Selama persiapan lahan, di dalam lorong dapat diusahakan beberapa jenis
tanaman semusim sesuai dengan kebutuhan petani, peluang pasar dan
iklim mikro yang ada.

3. Pohon Pelindung atau Penaung

Tanaman pelindung atau penaung pada pertanaman kakao berupa naungan


sementara dan naungan tetap. Diharapkan tanaman yang digunakan sebagai
penaung adalah tanaman produktif yang mempunyai nilai ekonomi sehingga dapat
memberikan tambahan pendapatan bagi petani.

36
Pemilihan pohon pelindung kakao dengan kriteria:

 Mudah dan cepat tumbuhnya, percabangan dan daunnya memberikan


perlindungan yang baik
 Tidak mengalami masa gugur daun pada musim tertentu
 Mampu tumbuh dengan baik pada tanah-tanah kurang subur dan tidak
bersaing dalam hal kebutuhan akan air dan hara
 Tidak mudah terserang hama dan penyakit
 Tidak menjadi inang hama dan penyakit
 Tahan akan angin, dan mudah memusnahkannya, jika sewaktu-waktu tidak
dipakai lagi. Pohon pelindung sementara yang umum digunakan ialah:
Maghonia macrophylla, Albizzi falcata, dan Ceiba petranda.

a. Pelindung sementara pisang.

Gambar 21. Pelindung Pisang

Batasi jumlah anakan pisang maksimum dua anak perrumpun, anakan yang
tidak dikehendaki dipotong dan ditugal tengahnya kemudian disiram minyak tanah
2,5 ml per anakan.Bersihkan daun-daun kering sebulan sekali dan
sebaiknyalakukan pemberian pupuk dengan Urea, TSP atau SP-36, KCl berturut-
turut 300 gr, 300 gr dan 400 gr/rumpun/tahun. Musnahkan tanaman pisang apabila
tanaman kakao sudahmulai berbuah yaitu setelah berumur 4 tahun. Pohon ini
ditanam 1 bulan sebelum ditanam kakao atau bersamaan waktunya dengan
penanaman kakao. Untuk pohon pelindung dari pisang usahakan tanaman pisang
jangan sampai anakan menjadi banyak, jumlah pohon yang ada hanya 3 batang.
Pohon pelindung sementara ini harus sudah di hilangkan setelah 4 atau 5 bulan

37
b. Pelindung tetap lamtoro dan Glirisidia sp.

Tanamlah lamtoro dengan jarak 3m x 3 m atau 4 m x 4 m, kurangi populasi


secara bertahap dan sistematis. Saat kakao berumur 4 tahun populasi penaung
dikurangi/didongkel sebanyak 25% dan pada umur 5 tahun didongkel lagi
sebanyak 25%. Populasi akhir dipertahankan sebanyak 500-600 pohon/ha pada
daerah bertipe curah hujan agak kering (type C-D) dan 200-300 pohon/ha pada
daerah bertipe curah hujan basah (type A-B) menurut Schmidt & Fergusson. Dari
populasi akhir tersebut sebanyak 50% populasi dipotong pucuknya pada awal
musim hujan secara berselang-seling, 50% sisanya dipotong pada musim hujan
tahun berikutnya. Pemotongan dilakukan pada jarak 1 m di atas tajuk kakao.Setiap
tiga bulan buang cabang dan ranting yang bersifat mengganggu . Pohon ini harus
dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai melindungi
tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan
menghambat kecepatan angin. Jenis pohon yang cocok adalah Lamtoro (Leucena
sp.), Sengon Jawa (Albizia stipula), Dadap (Erythrina sp.) dan Kelapa (Cocos
nucifera). Pohon pelindung tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m. Jarak
tanam yang diajurkan adalah 3 X 3 m2 dengan kerapatan pohon 1.100 batang
pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk tajuk
yang seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang.

c. Pelindung tetap kelapa

 Lakukan siwingan (“cincingan”) pelepah bila naungan terlalu berat


terutama pada musim hujan.
 Naungan yang baik untuk kakao adalah apabila intensitas cahaya matahari
yang masuk 70-80%.
 Bila tanaman kelapa sudah sangat tinggi (berumur lebih 40 tahun) lakukan
tambahan penaung, dengan lamtoro atau Glirisidia.
 Untuk mendapatkan hasil produksi kakao yang baik, lakukan pemupukan:
(a) Untuk tanaman yang belum menghasilkan (TBM) berupa; Urea 100
gr, TSP atau SP-36 200 gr, MSP 420 gr, kiserit 210 gr dan boron 10 gr
masing-masing per pohon pertahun untuk kelapa hibrida. Sedangkan untuk
kelapa berikan dosis pupuk setengahnya. (b)Untuk tanaman menghasilkan

38
(TM), berikan pupuk urea 100 gr, rock fosfat 750 gr, MOP 1000 gr, kiserit
400 gr, masing-masing diberikan perpohon pertahun.

4. Penanaman

a. Jarak Tanam

Jarak tanam yang biasa diterapkan adalah:

 3 m x 3 m, kebutuhan bibit per 1 ha adalah 1.111 pohon. Persediaan


sulaman (20%) = 222 pohon. Jumlahkeseluruhan 1.333 pohon atau 1300
(dibulatkan).
 4 m x 2 m, kebutuhan bibit per 1 ha adalah 1.250 pohon. Persediaan
sulaman 20% = 250 pohon. Jumlah keseluruhan 1.500 pohon.

Tabel 5. Jarak Tanam Kakao


Sumber : Siregar dkk. 2003

b. Lubang Tanam

Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan


perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia, maupun biologi.
Tanah di lapangan sering terlalu padat bagi perakaran bibit kakao untuk
berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag.
Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan kondisi di pembibitan perlu disiapkan
di lapangan dengan cara mengolah tanah secara minimal atau dengan cara
membuat lubang tanam. Dengan demikian diharapkan tanaman dapat beradaptasi
dengan baik pada awal pertumbuhannya di lapangan.

39
 Buat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm. Pembuatan lubang
tanam dilakukan 6 bulan sebelum tanam. Isi lubang tanam tersebut dengan
pupuk hijau dari hasil tebasan gulma atau pupuk kandang bila tersedia.
Kemudian lubang tanam ditutup, 3 bulan sebelum bibit kakao ditanam.
 Lakukan penanaman pada awal musim hujan.
 Tanamlah bibit kakao bila pohon pelindung telah berfungsi baik, dengan
kriteria intensitas cahaya 30-50% dari cahaya langsung.
 Siapkan alat berupa cangkul, pisau yang tajam, keranjang untuk
mengangkut dan mengecer bibit.
 Teknik penanamannya adalah dengan terlebih dahulu memasukkan
polibag ke dalam lubang tanam, setelah itu dengan menggunakan pisau
tajam polibag disayat dari bagian bawah ke arah atas.
 Polibag yang terkoyak dapat dengan mudah ditarik dan lubang ditutup
kembali dengan tanah galian. Pemadatannya dilakukan dengan bantuan
kaki. Tetapi di sekitar batang dipermukaan tanah haruslah lebih tinggi. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah penggenangan air di sekitar batang yang
dapat menyebabkan pembusukan.
 Bibit yang baru ditanam di lapangan peka akan sinar matahari, bibit dapat
diberi naungan sementara dengan menancapkan pelepah kelapa sawit atau
kelapa di sebelah timur dan barat.
 Bibit yang mati atau kerdil segera disulam, lakukan sampai umur 1 tahun.
 Lahan di sekitar bibit kakao muda harus bersih dari gulma antara lain
dengan memberikan mulsa.

5. Pemupukan

Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan di


lapangan. Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan dilaksanakan
dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15 – 50 cm (untuk
umur 2 – 10 bulan) dan 50 – 75 cm (untuk umur 14 – 20 bulan) dari batang utama.
Untuk tanaman yang telah menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada jarak
50 – 75 cm dari batang utama. Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10
cm. Banyaknya pupuk yang dibutuhkan setiap tahun untuk lahan seluas 1 ha,

40
tersaji pada tabel berikut. Kebutuhan pupuk Urea, SP-36, KCl, dan pupuk organik
untuk tanaman kakao menurut umur tanaman per hektar

Tabel 6. Banyak Penggunaan Pupuk

Keterangan : Penggunaan pupuk pada tahun ke-6 dan tahun-tahun selanjutnya


diasumsikan konstan.

6. Pemangkasan

Selama masa tanaman belum menghasilkan pemeliharaan ditunjukkan


kepada pembentukan cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik.
Di samping itu, pemangkasan pohoh pelindung tetap juga dilaksanakan agar
percabangan dan dedaunnya tumbuh tinggi dan baik. Sedangkan pohon pelindung
sementara dipangkas dan akhirnya dimusnahkan sejalan dengan pertumbuhan
kakao. Pohon pelindung sementara yang dibiarkan akan membatasi pertumbuhan
kakao, karena menghalangi sinar matahari serta menimbulkan persaingan dengan
tanaman utama dalam mendapatkan air dan hara. Tujuan pemangkasan adalah:

 Membentuk kerangkadasar (cabang tanaman kakao yangbaik dan kuat).


 Mengatur masuknya sinar matahari kedalam kebun secaramerata sehingga
tanaman lebih produktifmenghasilkan makanan (fotosintesa).
 Memacu dan meningkatkan serta menghasilkan bunga danbuah yang
banyak.
 Memotong bagian cabang yang terserang hama/penyakit, rusak/patah.
 Menekan resiko berkembangnya hama penyakit.

41
*Untuk tanaman hasil perbanyakan generatif

a. Pangkasan bentuk, dilakukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM)


sekitar umur 8-12 bulan. Tujuannya, untuk membentuk kerangka
tanaman yang kuat dan seimbang. Caranya, pelihara tiga cabang primer
dari jorketyang kuat pertumbuhannya, lalu atur cabang-cabangsekunder
yang tumbuhnya seimbang ke segala arah.

b. Pangkasan pemeliharaan dan produksi, dilakukan padatanaman telah


menghasilkan (TM). Tujuan untuk mempertahankan kerangka yang sudah
terbentuk baik danmembuat indeks luasdaun (ILD) dalam kondisi
optimum yaitu 3,7-5,7. Caranya buang cabang sekunder pada jarak 30-60
cm dari jorket, cabang sakit, cabang balik, cabang terlindung atau cabang
yang melindungi, cabang yang masuk jauh ke dalam tajuk tanaman di
sebelahnya. Dilakukan 6-8 kali per tahun. Buang semua tunas air 2-4
minggu sekali.

c. Pangkasan pemendekan tajuk, tujuannya untuk membatasi tinggi tajuk


tanaman maksimum 3,5-4,0 m. Dilakukan setahun sekali pada awal musim
hujan, hindari pemangkasan saat tanaman berbunga lebat atau ketika
sebagian besar buah masih pentil (panjang kurang dari 10 cm).

*Untuk tanaman hasil perbanyakan vegetatif

Bahan tanaman berasal dari tunas plagiotrop menghasilkan percabangan


dekat permukaan tanah dan menyemak. Adapun macam pangkasannya adalah:

a. Pangkasan bentuk dilakukan setelah tanaman rimbun,biasanya berumur 1


tahun. Pangkasan ini dilakukan dengan memilih semua cabang besar yang
kuat, arah pertumbuhannya membentuk huruf V.

b. Pangkasan selanjutnya dengan mengatur cabang-cabang sekunder,


diusahakan arah pertumbuhannya merata,seimbang dan tidak saling
menutup.

42
c. Pangkasan pemeliharaan selanjutnya sama dengan tanaman asal
perbanyakan generatif.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit Utama Kakao

Pegendalian Hama dan Penyakit Dalam melakukan pengendalian hama dan


penyakitkakao utamakan dengan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu).
Pemakaian pestisida merupakan alternatif terakhir.

Hama dan penyakit ditangani sesuai dengan serangan yang ada. Sistem
pengendalian hama terpadu diterapkan untuk menlindungi seluruh ekosistem yang
ada. Pengendalian hama dan penyakit tanaman : tajuk plagiotrop berpotensi lebih
rimbun daripada tajuk ortotrop, sehingga peluang terserang penyakit lebih besar.
Prinsip utama dalam pengendalian hama dan penyakit yaitu pengendalian hama
secara terpadu (PHT) menggunakan biopestisida dan agens hayati. Hama
Helopelthis spp dikendalikan secara biologis dengan semut hitam (Dolichoderus
thoracious) dan biopestisida Beauveria bassiana.

Penyakit busuk buah kakao dikendalikan secara preventif dengan sanitasi


kebun dan memanen buah sakit dan membenamnya. Kulit buah hasil panen
sebaiknya dibenamkan, tetapi yang sehat dapat disebar dikebun sebagai tempat
berkembangbiaknya serangga penyerbuk bunga kakao. Jika tingkat serangan hama
dan penyakit tinggi dapat menggunakan pestisida yang terdaftar dengan dosis
sesuai anjuran.

*Hama Utama

1. Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella(Snell)

Gambar 22. Hama PBK

43
 Pada awal serangan terlihat pada buah masak, kulit buah berwarna pudar
dan timbul belang berwarna jingga serta jika digoyang tidak berbunyi.
 Jika dibelah daging buah berwarna hitam, biji-biji kakao saling melekat,
biji tidak berkembang,ukuran biji kecil dan tidak bernas.
 Kerugian bisa mencapai 80%.

Pengendalian:

Untuk Daerah Bebas PBK;

1. Karantina, yaitu tidak memasukkan bahan tanaman kakaodan


perlengkapan lain dari daerah terserang PBK.

2. Monitoring hama di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) bertujuan untuk


mendeteksi dini adanya serangan baru.

3. Sanitasi, dengan menguburkan kulit buah, plasenta dan buah busuk.

Untuk daerah serangan PBK

1. Lakukan pangkasan bentuk, membatasi tinggi tajuk tanaman


maksimum 4 m untuk mempermudahpengendalian dan panen.

2. Panen sering satu minggu sekali, dan sanitasi. Buahdibawa ke TPH dan
buah segera diambil bijinya.

3. Penyelubungan buah berukuran 8-10 cm dengan kantong plastik


(kondomisasi).

Pengendalian :

- Biologi dengan menggunakan semut hitam. Untuk meningkatkan populasi


semut hitam perlu membuat saran dari lipatan daun kelapa atau daun
kakao, dan diletakkan di atas jorket.
- Penyemprotan insektisida, terutama dari golongan sintetik piretroid,
antara lain:deltametrin (Decis 2,5 EC), sihalotrin (Matador 25 EC),
betasiflutrin (Buldok 25 EC), esfenvaleratsumialpha 25 EC. Dengan
konsentrasi formulasi berturut-turut 0,6%, 0,6%, 0,20% dan 0,20%. Alat

44
semprot knapsack sprayer, volume semprot 250 l/ha, frekuensi 10 hari
sekali, sasaran semua buah dan cabang horizontal.

2. Kepik Penghisap Buah Kakao, Helopeltis spp., Pseudodoniella typica dan


Amblypelta theobromae. f

Gambar 23. Hama Kepik Penghisap Buah Kakao


 Buah kakao yang terserang tampak bercak-bercak cekung berwarna coklat
kehitaman.
 Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika
tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk.
 Serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan pucuk layu dan mati (die
back), rantingmengering dan meranggas. Gambar 5. Serangan Helopeltis
dan cara pengendalian alami.

Pengendalian:

- Kimiawi, dengan Sistem Peringatan Dini (SPD), bila tingkat serangan


Helopeltis < 15% yaitu diamati seminggu sekali dan bila ada gejala
serangan langsung dilakukan penyemprotan pada areal terbatas. Jika
tingkat serangan > 15% penyemprotan dilakukan secara menyeluruh
(blanket spraying). Keberhasilan pengendalian SPD ditentukan faktor-
faktor : organisasi, keterampilan dan kedisiplinan tenaga pengamat,
penyemprot dan pengawas.
- Biologis, menggunakan semut hitam (Dolichoderusthoracichus). Sarang
semut dibuat dari daun kakao keringatau daun kelapa, lalu letakkan di atas
jorket. Selain itu dengan jamur Beauveria bassianadengan dosis 25 -50
gram spora /ha. Pengendalian secara biologi tidak dapat digabungkan
dengan cara kimiawi.

45
3. Penggerek batang, Zeuzera coffeae Nietn. dan Glenea spp.

 Biasanya serangan terjadi pada tanaman muda (TBM).


 Awal serangan terdapat lubang gerekan pada batang atau cabang, pada
permukaan lubang sering terdapatcampuran kotoran Z. coffeae dengan
serpihan jaringan.
 Akibat gerekan larva, bagian tanaman di atas lubanggerekan layu, kering
dan mati. Glenea spp.
 Larva penggerek batang kakao pada jaringan kambium. •Tempat gerekan
pada batang pokok terutama di pangkal batang.
 Arah gerekan menyamping (horizontal) dan dari lubanggerekan
dikeluarkan sisa-sisa gerekan yang strukturnyaberserat dan berbuih.
 Arah gerekan yang horizontal menyebabkan kerusakankulit batang
berbentuk cincin (ring barking).

Pengendalian :

- Mekanis; Potong batang/cabang yang terserang 10 cm di bawah lubang


gerek ke arah pangkal batang/cabang lalularva di bakar. Untuk hama
Glenea spp., cukup bersihkan liang gerekan.
- Kimiawi; Injeksi dengan insektisida racun nafas ke dalam lubang gerekan.
- Biologi; Semprotkan suspensi konidia jamur Beauveriabassiana ke dalam
lubang gerekan dengan konsentrasi 1,18 x 10 konidia/ml air.

46
*Penyakit Utama Penyakit

1. Busuk Buah, Phytophthora palmivora Bult.

Gambar 24. Penyakit Busuk Buah

Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman,biasanya dimulai


dari ujung atau pangkal buah.
Penyebaran:

 Melalui sporangium atau klamidospora yang terbawa atau terpercik air


hujan.
 Saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan di dalam tanah dengan
membentuk klamidospora.
 Penyakit berkembang dengan cepat pada kebun yangmempunyai curah
hujan Tinggi

Pengendalian :
 Sanitasi kebun, yaitu memetik semua buah busuk, kemudian dibenamkan
dalam tanah sedalam 30 cm.
 Kultur teknis, yaitu dengan pengaturan pohon pelindungdan pangkasan
tanaman kakao, sehingga kelembabandi dalam kebun turun.
 Kimiawi, yaitu penyemprotan buah-buah sehat secarapreventif dengan
fungisida berbahan aktif tembaga (Copper Sandoz, paket NORBESAN
plus Fifanon, Cobox dll) konsentrasi formulasi 0,3%, selang waktu 2
minggu.

47
2. Penyakit kanker batang, Phytophthora palmivora (Bult.)

Gambar 25. Penyakit Kanker Batang

 Kulit batang agak berlekuk dan berwarna lebih gelap ataukehitam-


hitaman, sering terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti
lapisan karat.
 Jika lapisan kulit luar dibersihkan maka tampak lapisan di bawahnya
membusuk dan berwarna merah anggur.

Penyebaran;

 Penyebaran sama dengan penyebaran penyakit busukbuah,

 Terjadi karena pathogen yang menginfeksi buah menjalar melalui tangkai


buah mencapai batang, yang berkembang pada kebun dengan kelembaban
dan curah hujan tinggi,atau sering tergenang air.

Pengendalian:

 Kulit batang yang membusuk dikupas sampai batas kulit yang sehat.

 Luka kupasan dioles dengan fungisida tembaga misal Copper Sandoz,


paket NORBESAN plus Fifanon dll.,konsentrasi 3% formulasi

 Bila serangan pada kulit batang sudah hampir melingkar,maka tanaman


dipotong atau dibongkar.

48
3. Penyakit VSD (Vascular Streak Dieback), Oncobasidium theobromae

 Daun menguning dengan bercak-bercak hijau.


 Sayatan bekas duduk daun yang sakit tampak tiga noktah berwarna coklat
kehitaman.
 Garis-garis coklat pada jaringan kayu, lentisel dari ranting sakit membesar
Nekrosis di antara tulang daun seperti gejala kekurangan unsur Ca.

Penyebaran;

 Menyebar melalui basidiospora yang diterbangkan olehangin pada malam


hari.
 Perkembangan penyakit sangat dibantu oleh kelembaban atau curah hujan
yang tinggi dan suhu yang dingin dimalam hari.

Pengendalian:

 Pemangkasan sanitasi, yaitu memotong ranting sakit sampai pada batas


gejala garis coklat pada xilem, ditambah 30-50 cm di bawahnya 1-3 bulan
sekali secara efektif.
 Eradikasi,yaitu pembongkaran tanaman yang terserang berat.

4. Kelayuan pentil (cherelle wilt)

 Merupakan penyakit fisiologis seperti halnya gugur buahpada tanaman


buah-buahan.
 Angkanya dapat mencapai 79-90% dari pentil yangtumbuh.
 Setelah pentil berumur lebih dari 2,5 bulan telah terbebas dari penyakit ini.
 Penyebabnya adalah persaingan nutrien antara pentil dengan pertunasan
(flushing) dan buah-buah dewasa,serta luka mekanis karena tusukan
Helopeltis spp.
 Kendalikan dengan memberikan pupuk yang tepat, dan tidak melakukan
pangkasan berat serta pembukaan penaung drastis yang dapat memacu
pertunasan intensif.

49
8. Panen dan Pascapanen

a. Panen

Gambar 26. Pemanenan Kakao

 Petik buah yang sudah masak ( umur 4,5 - 6 bulan) yang ditandai dengan
perubahan warna kulit buah. Buah yang muda hijau, setelah masak kuning.
 Sedangkan yang muda merah, setelah masak orange.
 Hindari pemetikan buah yang masih mentah atau lewatmasak sebab biji
seringkali sudah berkecambah di dalambuah.
 Petik buah memakai gunting, pisau, pisau bergalah yang tajam. Hindari
rusaknya bantalan bunga.
 Kumpulkan buah di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil), pisah buah yang
sakit dari yang sehat.
 Buah dipecah, biji dikumpulkan dalam wadah dan dibawa ke pengolahan,
lalu benam kulit buah atau diproses menjadi kompos/pupuk organik.
Lubang kulit buahberpindah-pindah dan tidak dibongkar kembali.
 Hindari pemecahan buah dengan alat logam.

50
b. Pasca Panen

1. Fermentasi

Gambar 27. Fermentasi Biji Kakao

 Merupakan inti pengolahan biji kakao, yaitu proses terbentuknya calon


cita rasa khas coklat, mengurangi rasa pahit dan memperbaiki tampakan
fisik biji.
 Lama fermentasi 5-7 hari untuk kakao lindak dan 3-4 hari untuk kakao
mulia, dengan pembalikan sekali setelah 48 jam.
 Wadah fermentasi dapat berupa kotak ber-aerasi atau keranjang. Selama
fermentasi tumpukan biji ditutup daun pisang atau karung goni.
 Tinggi minimum tumpukan biji dalam kotak adalah 40 cm.
 Selama fermentasi, hindari biji bersinggungan dengan logam.
 Tanda fermentasi berhasil bila biji tampak agak kering (lembab), berwarna
coklat dan berbau asam cuka, lendirmudah dilepas, dan bila dipotong
melintang penampang biji tampak seperti cincin berwarna coklat.
 Fermentasi yang kurang tepat menghasilkan biji keabu-abuan (slaty).

2. Perendaman dan Pencucian

Perendaman berpengaruh terhadap proses pengeringan dan rendemen.


Selama proses perendaman berlangsung, sebagian kulit biji kakao terlarut sehingga
kulitnya lebih tipis dan rendemennya berkurang.

51
3. Pengeringan

Gambar 28. Pengeringan Biji Kakao

 Tujuan untuk menurunkan kadar air dari 60% menjadi 6-7%. Proses
pengeringan sebaiknya dilakukan secara lambat.
 Lakukan dengan sinar matahari, mesin pengering atau kombinasi
keduanya.
 Dalam penjemuran, hamparkan biji di atas alas yang bersih,tebal 5 cm dan
dibalik 1-2 jam sekali tergantung cuaca. Lama penjemuran 10 hari.
 Alat pengering yang biasa digunakan adalah Vis Dryer dan Cocoa Dryer.
Alat tersebut biasa dikombinasikan dengan penjemuran. Suhu diatur 60-
70 ºC dengan prinsippengeringan secara lambat.
 Tanda biji kering adalah rapuh/mudah patah, beratnya 1/3 berat basah.

4. Sortasi dan Penyimpanan Sortasi

Gambar 29. Sortasi Biji Kakao

 Sortasi bertujuan memisahkan biji kakao dari kotoran yang terangkut dan
pemisahkan biji atas dasar kenampakan fisik dan ukuran biji.

52
 Mutu biji kakao dikelompokkan berdasarkan persyaratan menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI).

Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan


mutunya:

1. Mutu A : dalam 100 g biji terdapat 90 – 100 butir biji


2. Mutu B : dalam 100 g biji terdapat 100 – 110 butir biji
3. Mutu C : dalam 100 g biji terdapat 110 – 120 butir biji

5. Penyimpanan

Gambar 30. Penyimpanan Biji Kakao


Biji kakao yang telah kering dimasukkan ke dalam karung goni. Tiap goni
diisi 60 kg biji cokelat kering, kemudian karung tersebut disimpan dalam gudang
yang bersih, kering, dan memiliki lubang pergantian udara. Penyimpanan di
gudang sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap 3 bulan harus diperiksa
untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang
 Kemas biji dalam wadah yang kuat, bersih, tidak terkontaminasi dengan
bau yang tajam. Biasanya digunakan karung goni.
 Kadar air biji 6-7%.
 Ruang simpan tidak lembab, cukup ventilasi, bersih, bebas pencemaran
bau. Antara lantai dengan tumpukan biji diberialas kayu yang berjarak 10
cm dari permukaan lantai

53
C. Produk Dan Pemasaran Olahan Biji Kakao

*Macam-macam produk olahan kakao antara lain:

1. Biji Kakao

Biji kakao adalah biji dari buah tanaman kakao yang dijadikan bahan
utama untuk makanan olahan cokelat. Biji kakao diperdagangkan dalam bentuk
fisik sebagai biji kakao kering dan biji kakao basah kemudian digolongkan
sebagai produk primer.

2. Pasta Cokelat

Gambar 31. Pasta Cokelat

Pasta cokelat dikenal sebagai chocolate paste atau chocolate mass yang
merupakan produk sekunder berbahan baku biji kakao. Pasta cokelat atau cocoa
mass dibuat dari daging biji kakao kering (nib) melalui beberapa tahapan proses
pelumatan untuk mengubah biji kakao kering menjadi bentuk pasta.

3. Lemak Cokelat

Gambar 32. Lemak Cokelat

54
Lemak (fat) cokelat berasal dari proses pengempaan pasta cokelat. Lemak
cokelat merupakan lemak nabati yang memiliki sifat cair pada suhu di bawah titik
bekunya dan secara umum memiliki sifat tidak mudah larut dalam air. Lemak
secara umum diolah menjadi mentega cokelat, margarine cokelat, dan untuk
industri kimia dan farmasi.

4. Bubuk Cokelat

Gambar 33. Bubuk Cokelat

Bubuk cokelat berasal dari inti biji hasil pengempaan yang bertujuan
memisahkan lemak dan ampas yang mana ampas (bungkil) kemudian dihaluskan.
Bungkil atau ampas kemudian dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk
tepung cokelat.

55
*Pemasaran Kakao

Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju


pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih
keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi
perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan
komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi
penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan
dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi
dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi
permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan dipasar baik
pasar domestik maupun internasional. Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud
mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur
misalnya pasar dan kebiasaan petani setempat.

Komoditas kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia,


komoditas ekspor non migas yang berfungsi ganda yaitu sebagai sumber devisa
negara dan menunjang pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini cukup mendasar
karena harga kakao internasional saat ini cukup tinggi dan momentum yang baik
untuk dimanfaatkan petani atau pelaku usaha (masyarakat agribisnis). Trend luas
panen, produksi, dan produktivitas kakao cenderung meningkat dalam 10 tahun
terakhir. Peningkatan tersebut, diikuti dengan peningkatan volume dan nilai
ekspor. Volume dan nilai ekspor komoditi kakao merupakan yang terbesar untuk
komoditi perkebunan. Volume ekspor meningkat 20,08%, sedangkan nilai ekspor
meningkat sangat besar 87,74%. Peningkatan nilai ekspor salah satunya
dikarenakan peningkatan harga jual biji kakao ditingkat petani sekitar 19,82%
(BPS Sulteng, 2003).

Produktivitas kakao yang tinggi seringkali tidak diikuti dengan


peningkatan pendapatan yang signifikan, hal ini dikarenakan petani masih
dihadapkan pada masalah berfluktuasinya harga biji kakao sehingga posisi tawar
(bargaining position) petani lemah yang menyebabkan petani mendapatkan nilai
jual biji kakao yang rendah. Masalah pasar merupakan masalah yang penting
dalam rangka merangsang petani untuk meningkatkan produksinya. Pasar

56
merupakan salah satu syarat penting dalam pembangunan pertanian, karena pasar
akan menentukan besarnya permintaan suatu komoditi (Mosher, 1981).

Pemasaran yang efektif sangat dibutuhkan dalam memasarkan biji kakao,


salah satu faktor yang menentukan adalah tingkat harga dan stabilitas harga.
Semakin tinggi harga jual biji kakao, petani akan termotivasi untuk meningkatkan
produksinya. Hal ini berarti, tidak cukup hanya dengan meningkatkan
produktivitas kakao, harus diikuti usaha penyempurnaan/perbaikan dalam bidang
pemasaran. Memperbesar nilai yang diterima petani/produsen, memperkecil biaya
pemasaran dan terciptanya harga jual dalam batas kemampuan daya beli
konsumen merupakam perbaikan bidang pemasaran yang bertujuan memperbesar
tingkat efisiensi pemasaran.

Pedagang pengumpul tingkat desa ditentukan secara sengaja masing-


masing sebanyak 2 pedagang tiap desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan
masing-masing ditentukan sebanyak 2 pedagang tiap kecamatan, sedangkan
pedagang besar di luar kecamatan masing-masing ditentukan 3 pedagang di
kabupaten Donggala dan kota Palu, dan 1 eksportir. Sehingga jumlah responden
secara keseluruhan sebanyak 118 responden.

Sebagian besar produksi kakao Indonesia digunakan untuk keperluan ekspor dan
hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang
diekspor sebagian besar (78,5%) berupa produk primer, yakni dalam bentuk biji
kering dan sebagian kecil (21,5%) berupa hasil olahan. Agribisnis kakao
Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kompleks, antara lain rendahnya
produktivitas kebun akibat serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu
produk, serta masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao.

Hal ini merupakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor
dalam mengembangkan usaha kakao. Salah satu peluang yang dimaksud adalah
pasar Amerika Serikat menghendaki pembelian kakao dalam bentuk cocoa butter.
Peluang ini harus dapat dilirik oleh industri dalam negeri sebagai upaya
meningkatkan nilai tambah produk kakao Indonesia.

57
Areal pertanaman kakao saat ini sekitar 1.4 juta ha, tersebar di 31 provinsi.
Sekitar 64% dari total areal tersebut terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Saat ini hanya sekitar
66% pertanaman pada kondisi tanaman menghasilkan. Dan dari segi bentuk
pengusahaannya, sekitar 92,7% pertanaman kakao merupakan perkebunan rakyat,
3,9% perkebunan besar negara dan 3,4% merupakan perkebunan besar swasta.

Pada tahun 2008 produksi kakao Indonesia sekitar 792 ribu ton.
Diperkirakan pada tahun 2009 produksi kakao Indonesia akan mencapai sekitar
849 ribu ton. Sekitar 52% produksi kakao Indonesia diekspor ke berbagai negara
terutama ke Malaysia. Karena sudah semakin majunya industri hilir kakao
Malaysia, sehingga membutuhkan biji kakao Indonesia sebagai bahan bakunya.
Hal ini berarti nilai tambah kakao akan banyak dinikmati negara lain, terutama
Malaysia.

58
IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) berasal dari hutan-hutan tropis di


Amerika Tengah dan di Amerika Selatan bagian Utara. Penduduk yang pertama
kali mengusahakan tanaman kakao serta menggunakannya sebagai bahan
makanan dan minuman adalah Suku Indian Maya dan Suku Astek. Buah kakao
terbagi atas 3 jenis kakao criollo, kakao forastero, dan kakao trinitarion. Kakao
merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan dalam dalam hal
penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan
pendapatan/ devisa negara.

Perbanyakan Kakao dapat di lakukan dengan 2 cara, Perbanyakan secara


generatif dan vegetatif adapun perbanyakan generatif akan menghasilkan tanaman
kakao semaian dengan batang utama ortotrop yang tegak, mempunyai rumus daun
3/8, dan pada umur tertentu akan membentuk perempatan/jorket (jorquet) dengan
cabang-cabang plagiotrop yang mempunyai rumus 1/2. Dan perbanyakan secara
vegetatif bahan yang digunakan untuk perbanyakan secara vegetatif bisa berupa
akar, batang, cabang, bisa juga daun. Teknik produksi tanaman kakao terdiri dari,
pembibitan, persiapan lahan, adanya pohon pelindung dan penaung, penanaman,
pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit. Adapun Proses pengolahan
kakao terdiri dari : pemanenan, sortasi buah, pemerahan, pemecahan buah,
fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi biji, dan tempering biji.

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang


peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya bagi penyedia
lapangan kerja, sumber pandapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Dalam sistem agribisnis kakao kiranya perlu dilihat peran
intersektoral dalam sistem agribisnis tersebut (khususnya pertanian yakni usaha
perkebunan kakao, perdagangan,industri dan lembaga keuangan yang berkaian
dengan usaha perkebunan kakao) untuk mendapatkan gambaran mengenai peran
agribisnis perkebunan pada skala usaha daerah maupun nasional.

59
DAFTAR PUSTAKA

Adriyansyah, D. dan N. Marhaeni. 2017. Analisis Skala Ekonomi dan Efisiensi


Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada Usaha Perkebunan Kopi
Arabika Di Desa Sastra Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. E-
Journal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Bali. 6 (2).
Hal : 178-194.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standarisasi Biji Kakao SNI 2323-2008.
Jakarta.
Doume, Z., S. Y., Rostiati dan Hutomo, G. S. 2013. Karakteristik Kimia dan
Sensoris Biji Kakao Hasil Fermentasi pada Tingkat Petani dan Skala
Laboratorium. e-Journal Agrotekbis. 1 (2) : 145-152.
Elisabeth, D. A. A. dan L. E. Setjorini. 2009. Keragaman Mutu Biji Kakao Kering
dan Produk Setengah Jadi Cokelat pada Berbagai Tingkatan
Fermentasi. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi. 10 (1) : 36-46.
Guritno. 2013. Pengaruh Suhu Pengeringan Biji Kakao (Theobroma cacao L.)
Terhadap Keasaman dan Kadar Lemak Serta Asam Amino. Kumpulan
Makalah Konperensi Coklat Nasional II, 13-15 Oktober. Medan.
Haryadi, M. dan Supriyanto. 2012. Pengolahan Kakao menjadi Bahan Pangan.
Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. Hal. 56-70.
Jamili, M.Joehari, dkk. 2013. Makalah Budidaya Tanaman Kakao. Dikutip dari
http://mr-joehari.blogspot.com/2013/05/makalah-budidaya-tanaman-
kakao.html. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 pukul 14.03 WIB

Kasmawati, Elina. dkk. 2010. Budidaya dan pascapanen Kakao. Pusat


Pengembangan perkebunana. Bogor.

Limbongan, J. 2011. Karakteristik Morfologis dan Anatomis Klon Harapan Tanah


Penggerek Buah Kakao sebagai Sumber Bahan Tanam. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Jurnal Litbang
Pertanian. Makassar. 31 (1) : 25.

60
Mufaasir Ramadhan, Faais dkk. 2019. Membangun Negeri.Teknik Budidaya
Kakao Pada Kelompok Tani Kakao Di Kelurahan Waliabuku Kota
Baubau. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 2 (1).

Ryan, Fauzan. 2014. Budidaya Tanaman Coklat. Dikutip dari


https://www.academia.edu/9700885/Budidaya_Cokelat_kakao_.
Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 pukul 14.04 WIB

Rita.H., Yusmanizar. Mustafril. Harir.F. 2012. Kajian Fermentasi dan Suhu


Pengeringan pada Mutu Kakao (Theobroma cacao L.). JTEP Jurnal
Keteknikan Pertanian. Vol.26. No.2.
Saida, Nur Sifa’atun. 2013. Makalah Budidaya kakao. Dikutip dari
http://blog.ub.ac.id/nursifablog/2013/06/05/makalah-budidaya-kakao/.
Diakses pada tanggal 24 Februari 2020 pukul 14.03 WIB.

61
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Produksi Perkebunan Provinsi Riau (Data BPS 2017)

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau ( Data BPS)

Lampiran 2. Produksi Tanaman Kakao Nasional

Produksi Tanaman Perkebunan (Ribu Ton)


Provinsi Kakao
2018 2017
ACEH 27.40 27.10
SU
24.80 24.30
MATERA UTARA
SUMATERA BARAT 46.20 46.20
RIAU 2.40 2.30
JAMBI 0.60 0.60
SUMATERA SELATAN 3.10 3.00
BENGKULU 3.30 3.20
LAMPUNG 35.00 34.50
KEP. BANGKA BELITUNG 0.20 0.20
KEP. RIAU 0.00 0.00
DKI JAKARTA - -
JAWA BARAT 4.00 2.30

62
JAWA TENGAH 2.10 1.80
DI YOGYAKARTA 1.30 1.20
JAWA TIMUR 28.30 27.00
BANTEN 2.60 2.50
BALI 3.70 3.60
NUSA TENGGARA BARAT 1.60 1.50
NUSA TENGGARA TIMUR 13.10 13.50
KALIMANTAN BARAT 1.90 1.90
KALIMANTAN TENGAH 0.60 0.60
KALIMANTAN SELATAN 0.10 0.10
KALIMANTAN TIMUR 1.90 1.80
KALIMANTAN UTARA 0.90 0.90
SULAWESI UTARA 4.90 3.50
SULAWESI TENGAH 100.70 100.70
SULAWESI SELATAN 100.60 99.50
SULAWESI TENGGARA 93.30 92.90
GORONTALO 3.90 3.80
SULAWESI BARAT 54.70 54.30
MALUKU 8.60 9.00
MALUKU UTARA 8.80 8.50
PAPUA BARAT 3.40 3.30
PAPUA 9.80 9.60
INDONESIA 593.80 585.20

63

Anda mungkin juga menyukai