Anda di halaman 1dari 19

KOMODITAS MANGGA DI KABUPATEN INDRAMAYU

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Ekonomi Mikro

Disusun Oleh :
Nuri Kamilia
150610120138



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan
tepat pada waktunya dan tanpa hambatan yang berarti. Tidak lupa pula kami ucapkan
terimakasih kepada bapak dan ibu dosen beserta asistennya yang senantiasa memberi ilmu
dan membimbing kami hingga selesainya makalah kami yang berjudul Komoditas Mangga
di Kabupaten Indramayu.
Makalah ini dibuat dengan tujuan menyelesaikan tugas individu dan diharapkan makalah ini
memberikan banyak informasi beserta manfaat tidak hanya kepada para rekan-rekan
mahasiswa sekelas tetapi untuk kita semua mahasiswa pertanian dan khalayak umum.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.




Jatinangor, 15 Juni 2013








BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanaman mangga merupakan buah tropis unggulan nasional yang banyak
dijumpai dan ditanam di Indonesia . Jenis mangga yang tumbuh dan diusahakan di
Indonesia sangat beragam dan tumbuh pada agroekologi yang berbeda-beda sehingga
produksi dan kualitas sangat beragam. Mangga menjadi komoditas penting dalam
perdagangan internasional, terutama pada pasar-pasar Amerika Utara, Eropa, Jepang
dan Timur Tengah. Walaupun Indonesia merupakan salah satu pusat keragaman
genetis mangga , akan tetapi produksi mangga Indonesia tahun 1997 4,6 % dari total
produksi dunia atau nomer 5 setelah India, Cina, Thailand dan Meksiko. Kondisi
tersebut disebabkan tidak sesuainya spesifikasi varietas yang ditanam di Indonesia
dengan permintaan pasar dunia, tidak tersedianya varietas untuk buah olahan dan
tidak adanya metode pengujian kebenaran varietas yang bisa menjamin keseragaman
produk.
Di Indonesia pada mulanya tanaman mangga terkonsentrasi di pulau Jawa.
Selama periode 1984-1986 populasi mangga di indonesia rata-rata terdapat 6.298.144
pohon yang menghasilkan dengan produksi 424.576 ton/tahun, di antaranya sekitar 4
juta pohon terdapat di Jawa, satu juta pohon di Sulawesi, dan sisanya tersebar di
Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya. Dalam
perkembangan selanjutnya ditanam di seluruh wilayah nusantara.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal salah satunya adalah adanya
persyaratan tertentu yang dikehendaki oleh tanaman mangga . Misalnya untuk
daerah-daerah yang curah hujannya sangat tinggi akan berakibat buruk terhadap
pembungaan. Sedangkan untuk daerah dataran tinggi menyebabkan kualitas buah
kurang baik dan pertumbuhan vegetatif menonjol. Saat ini terdapat koleksi mangga
sebanyak 302 assesi yang dilestarikan di Kebun Percobaan Cukur Gondang-Pasuruan
. Dari koleksi tersebut yang memenuhi kriteria seleksi buah ekspor adalah buah
dengan ukuran sedang sekitar 300 gram, warna buah menarik mengarah ke kuning
kemerahan dan bentuk buah seperti Arumanis. Sedangkan mangga Podang , Haden
dan Kensington Apple sesuai untuk buah segar maupun olahan.


Tidak semua pohon mangga yang tumbuh di kepulauan Indonesia memberikan
hasil yang baik, akan tetapi yang bisa tumbuh baik hanya di beberapa daerah saja,
misalnya pulau Jawa dan Madura. Menurut Terra (1932) jumlah pohon mangga
(terhitung juga kuweni, kebembam, kemang, dan embacang) di seluruh pulau Jawa
kira-kira 5 juta. Diantara sekian banyak ini kira-kira 2,5 juta pohon mangga yang
sebenarnya (Magnifera indica). Namun pada saat ini, jumlah tersebut tinggal 30%
40% saja. Hal ini disebabkan oleh menyempitnya ladang dan banyaknya pohon tua
yang mati dan usaha untuk meremajakan kembali begitu lambat. (Edo El Frandho,
2010).

2.1 Rumusan Masalah
a. Apa bentuk pasar, performa pasar (SCP), dan iklim persaingan usaha dalam
komoditas mangga di Indramayu, Jawa Barat?
b. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi harga mangga di Jawa?
c. Bagaimana pasar input di Indramayu?
d. Bagaimana peran pemerintah, kegagalan pasar, dan perlindungan konsumen
dalam industri mangga?

3.1 Tujuan
a. Mengetahui bentuk dan performa pasar (SCP) komoditas mangga di
Indramayu
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga mangga dan juga
Bagaimana pasar input, peran pemerintah, kegagalan pasar, perlindungan
konsumen, dan Iklim persaingan usaha terhadap komoditas mangga di
Indramayu








BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tata Niaga Dan Pemasaran Hasil Mangga Di Indramayu, Jawa Barat
Petani menghadapi struktur pasar bersaing tidak sempurna, ditandai jumlah
penjual banyak sedangkan pembeli sedikit, informasi pasar petani relatif lemah dan
harga beli mangga ditentukan oleh pedagang. Pasar induk merupakan pasar acuan,
harga beli mangga yang ditawarkan mereka akan dijadikan pedoman perhitungan
penetapan harga beli oleh pelaku dagang sebelumnya sampai di tingkat petani.
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan analisis parsial usahatani
mangga membutuhkan biaya Rp. 6,4 juta, nilai penerimaan kotor Rp. 30,1 juta dan
pendapatan bersih Rp. 23,6 juta. Usahatani mangga layak secara ekonomis,
memberikan nilai R/C rasio 4,64. Di tingkat petani, hasil mangga dikelompokan ke
dalam dua grade yaitu grade A/B (70%) dan non grade (30%) yang disebut juga grade
C.
Dalam pemasaran mangga dari petani sampai konsumen ditemukan banyak
pelaku pasar (lembaga pemasaran) terdiri atas pedagang pengumpul, pengepul (agen),
pedagang pasar induk, suplayer, pengecer pasar tradisional, toko/kios buah, pasar
moderen (supermarket) dan eksportir. Gambar 1 menunjukan bahwa ada tujuh rantai
saluran pemasaran dalam menyalurkan produk mangga, yaitu:
1) Petani Pengumpul Agen Pasar induk Pasar tradisional
Konsumen
2) Petani pengumpul Agen Pasar induk Toko/Kios buah
Konsumen
3) Petani Pengumpul Agen Pasar induk Suplayer Pasar modern
Konsumen
4) Petani Pengumpul Agen Pasar induk Suplayer Eksportir
Konsumen
5) Petani Pengumpul Agen Suplayer Pasar modern Konsumen
6) Petani Pengumpul Agen Suplayer Eksportir Konsumen
7) Petani Pengumpul Agen Pasar tradisional lokal Konsumen




Gambar 1. Rantai Saluran Pemasaran Komoditas Mangga.
Jangkauan pemasaran mangga Majalengka tidak hanya ke wilayah Jawa Barat
tetapi juga ke wilayah luar Jabar seperti DKI Jakarta, Sumatra Utara dan Sumatra
Barat. Pemasaran ke luar Jawa Barat digambarkan pada saluran pemasaran keempat,
kelima dan keenam. Karena keterbatasan, penelitian ini hanya membahas pemasaran
mangga di wilayah Jawa Barat, yaitu saluran pemasaran pertama, kedua, ketiga dan
ketujuh.
Petani menjual mangga ke pengumpul dalam bentuk hasil panen seadanya
dikenal dengan nama daerah bentuk rucahan, campuran berbagai jenis mangga,
ukuran dan tingkat kematangan buah. Selanjutnya oleh pengumpul dilakukan sortasi
berdasarkan varietas, ukuran dan kematangan, dihasilkan mangga grade (A dan B)
sebanyak 70% dan sisanya dinamakan mangga rucah (grade C) 30%. Cara sortasi ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Iswariyadi (1993), yaitu:
Tabel 1. Pengelompokan kelas mangga menurut ukuran


Pedagang agen merupakan titik awal pendistribusian mangga, mereka menjual
mangga grade A dan B dalam satu kelas (grade A/B) dijual ke pedagang pasar induk
dan suplayer sedangkan grade C dijual ke pasar tradisional lokal yang tersebar di
Majalengka, Sumedang, Cirebon dan Indramayu. Dari pasar induk, mangga A/B
dijual ke beberapa pedagang pengecer tradisional, toko/kios buah dan suplayer pasar
modern. Petani tidak bisa menjual langsung ke pasar induk karena ada persyaratan
yang sulit dipenuhi seperti jumlah volume penjualan dan kontinuitas pengiriman
sedangkan penjualan langsung ke suplayer terkendala oleh ketidaktahuan
prosedurnya. Pedagang agen tidak bisa menjual mangga langsung ke pasar modern
(supermarket) karena harus dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar sebagai suplayer
sedangkan penjualan langsung ke pedagang pasar tradisional dan toko/kios buah
terkendala oleh kecilnya volume pembelian pedagang pengecer.

Lembaga Pemasaran
Pedagang pengumpul merupakan kaki tangan pedagang agen, satu pengepul
mempunyai 5 sampai 10 pedagang pengumpul yang berlokasi sampai ke luar
kecamatan. Peranan pedagang pengumpul sangat penting terutama untuk
memperlancar dan memperluas jangkauan pembelian. Untuk mengikat langganan
pembelian, agen bekerjasama dengan pengumpul memberikan bantuan uang ke para
petani yang membutuhkan baik untuk kebutuhan usahatani maupun untuk kebutuhan
hidup sehari-hari.
Sebagai konsekuensinya, petani secara tidak langsung harus menjual hasil
panen kepada pihak mereka. Petani menghadapi struktur pasar bersaing tidak
sempurna, ditandai dengan jumlah penjual banyak sedangkan pembelinya sedikit,
informasi pasar petani masih lemah dan harga jual mangga paling kuat ditetapkan
oleh pembeli (pengumpul). Petani umumnya memperoleh informasi harga mangga
dari beberapa petani lain yang sudah menjual dan dari pedagang setempat.
Tabel 2. Alasan Petani dan Cara Penjualan Mangga ke Pedagang Pengepul.

Tabel 2 menginformasikan bahwa persentase petani yang dapat bebas memilih
pembeli (harga lebih tinggi) hanya sedikit (20%), paling banyak alasan langganan
(52%) dan karena sudah terikat pinjaman (28%). Cara transaksi penjualan yaitu
mangga diterima di lokasi pengumpul (92%) dan sisanya (8%) diambil di rumah
petani atau di kebun. Pada waktu produksi kurang (pada awal dan akhir musim
panen), pedagang bersedia mengambil mangga di rumah/kebun petani sampai
bersedia melakukan panen sendiri. Cara pembayaran paling banyak secara tunai atau


menunggu antara 1-2 hari (72%) untuk petani berlahan sempit sedangkan sisanya
(28%) dibayar kemudian untuk petani luas atau kaya. Petani kaya umumnya meminta
sendiri agar pembayaran dilakukan pada penjualan panen terakhir, dengan harapan
uang hasil pembayaran dapat terkumpul.
Pasar induk merupakan pasar acuan, harga beli yang ditawarkan mereka
dijadikan pedoman dalam perhitungan menetapkan harga beli oleh pedagang
sebelumnya sampai ke tingkat petani. Tinggi rendahnya harga yang ditawarkan pasar
induk tergantung kepadakeseimbangan antara jumlah penawaran dan permintaan.
Pada masa panen raya, harga jual mangga rendah sampai mencapai titik terendah
dikarenakan suplai mangga melebihi permintaan pasar dan ada kiriman panen dari
daerah lain terutama dari Jatim dan Jateng. Sebaliknya pada musim paceklik harga
jual mangga mahal dan mencapai harga tertinggi dikarenakan permintaan mangga
melebihi suplai.

Tabel 3. Perilaku Lembaga Pemasaran dalam Pembelian dan Pemasaran
Mangga

Tabel 3 menginformasikan bahwa pedagang pasar induk Jawa Barat (pasar
Caringin di Bandung dan pasar Cikarang di Bekasi) melakukan pembayaran ke agen
dengan sistem komisi 10 persen dan mangga dijual oleh pasar induk sesuai harga
harian yang berlaku. Dengan demikian, mereka tidak menanggung resiko kerugian
yang diakibatkan oleh penurunan harga jual tetapi selalu memperoleh keuntungan
sebanyak sepuluh persen dari total nilai penjualan. Pedagang induk hanya
menyediakan tempat transaksi dan melaksanakan penjualan, tidak ada kegiatan
penanganan hasil seperti sortasi dan paking. Pekerjaan berat dari pedagang pasar
induk adalah melakukan penagihan kepada pembeli yang nunggak seperti pedagang
pasar tradisional dan toko/kios buah yang menerapkan pembayaran sistem MKM atau
suplayer yang menerapkan pembayaran sistem nota 1:5 artinya seluruh pembayaran
dilakukan pada pengiriman ke lima.
Suplayer melakukan sortasi mangga hasil pembelian dari pasar induk,
dihasilkan mangga grade (80%) yang akan dikirim ke pasar supermarket dan sisanya
non grade (20%) dijual ke pasar tradisional. Di tingkat supermarket, mangga disortasi
lagi umumnya dihasilkan mangga grade (95%) yang akan dijual ke konsumen dan


sisanya mangga non grade (5%) dikembalikan ke suplayer. Pedagang pengecer pasar
tradisional dan toko/kios buah juga melakukan sortasi berupa pengelompokan kualitas
buah untuk membedakan harga jual. Kegiatan paking dilakukan oleh agen dan
suplayer, grade A/B oleh agen disatukan dikemas dalam peti kayu berkapasitas 40-50
kg per peti sedangkan suplayer menggunakan kemasan plastik berkapasitas 50 kg per
kemasan.

Marjin Pemasaran dan Bagian Harga yang Diterima Petani
Margin pemasaran merupakan selisih harga antara harga jual petani dengan
pelaku pasar diatasnya. Tabel 3 menginformasikan bahwa semakin panjang rantai
pemasaran semakin besar nilai margin pemasaran. Dalam pemasaran mangga grade
A/B, saluran pemasaran ketiga merupakan saluran paling panjang dan memberikan
margin pemasaran Rp.5.588,- terdiri atas biaya pemasaran Rp.932,- dan margin
keuntungan Rp.4.656,-. Sedangkan saluran pemasaran kesatu dan kedua merupakan
saluran pemasaran lebih pendek dan memberikan margin pemasaran masing-masing
Rp.3.588,- dan Rp.3.838,-.
Pada pemasaran grade A/B, pedagang agen selalu mendapatkan margin
keuntungan paling tinggi dibandingkan pelaku pasar lainnya, yaitu masing-masing
sebanyak Rp.1.504,-. Hal ini dikarenakan disamping biaya pemasaran yang
dikeluarkan agen paling besar juga mereka menanggung resiko besar akibat
pembayaran sistem komisi oleh pedagang pasar induk dan untung rugi sangat
tergantung pada perkembangan harga yang cukup fluktuatip. Untuk pemasaran
mangga grade C, marjin keuntungan tertinggi terjadi pada pedagang pengecer pasar
lokal karena mereka mengambil mangga langsung dari agen.

2.2. Performa Pasar Mangga di Indramayu, Jawa Barat
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Indramayu ke-1 2005 2010 untuk sektor pertanian disebutkan,
bahwa Pembangunan Pertanian diarahkan pada pengembangan ketahanan
pangan, yang didalamnya meliputi ketersediaan dan keberagaman pangan serta
kecukupan gizi, merupakan salah satu faktor pendorong yang penting dalam upaya
mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM. Sedangkan pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indramayu ke-1 2005
2010, Pembangunan Pertanian dikembangkan penerapanteknologi yang dapat
meningkatkan hasil dan kualitas produksi, sehingga dapat memberikan nilai tambah
bagi petani. Selain itu pembangunan sektor peternakan terus dikembangkan sesuai
dengan kondisi daerah dan budaya lokal.
Salah satu bidang di Dinas Pertanian dan Peternakan adalah Bidang
Hortikultura. Bidang ini menangani komoditas sayuran, tanaman buah-buahan, bio
farmaka, tanaman hias dan pengembangan lahan pekarangan. Salah satu komoditas
unggulan yang dikembangkan adalah Mangga. Mangga merupakan salah satu
komoditas unggulan Kabupaten Indramayu, paling tidak ada 13 varietas mangga yang
dihasilkan Kabupaten Indramayu, seperti Mangga Gedong Gincu dan Cengkir.
Varietas mangga tersebut mempunyai pangsa pasar yang bagus di tingkat lokal,
nasional bahkan internasional.
Arah pengembangan :
RPJMD ke-1 tahun 2005-2010
Pembangunan ketahanan pangan yang didalamnya melanjuti ketersediaan dan
keberagaman pangan serta kecukupan gizi merupakan salah satu faktor pendorong
yang penting dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM.


RPJMD ke-2 tahun 2011-2015
Pengembangan pembangunan pertanian diarahkan kepada penerapan teknologi
yang dapat meningkatkan hasil dan kualitas produksi sehingga dapat memberikan
nilai tambah bagi petani. Selain itu pembangunan sektor peternakan terus
dikembangkan sesuai dengan kondisi daerah dan budaya lokal.

Strategi Pengembangan
Strategi pengembangan komoditas hortikultura di Kabupaten Indramayu
sesuai dengan enam pilar pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh
Departemen Pertanian, antara lain :
1. Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura
2. Penerapan Manajemen Pasokan/ SCM
3. Penerapan Budidaya Pertanian yang Baik / GAP dan SOP
4. Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura / FATIH
5. Pengembangan Kelembagaan Usaha
6. Peningkatan Konsumsi dan Ekspor

Perkembangan Produksi

Perubahan iklim ekstrem pada Tahun 2010 menyebabkan intensitas hujan
yang sangat tinggi, sehingga hamper bisa dikatakan tidak ada musim kemarau. Hal ini
berdampak besar pada tanaman mangga yang menyebabkan terganggunya proses
pembungaan dan menyebabkan kerontokan buah dan kerusakan akibat hama dan
penyakit. Data menunjukan produksi mangga Indramayu pada Tahun 2010 hanya
24.937 Ton jika dibandingkan dengan produksi Tahun 2009 yang mencapai 123.385
Ton, berarti ada penurunan yang sangat signifikan sekitar 98.448 Ton atau sebesar 80
%. Berikut data perkembangan produksi mangga Kabupaten Indramayu selama lima
tahun terakhir.










Kawasan pengembangan mangga di Indramayu terbagi kedalam 3 kawasan, yaitu :
a. Kawasan Sentra
Kawasan sentra terdiri dari sepuluh kecamatan yang memiliki luas areal kebun
mangga terluas, kecamatan tersebut adalah : Indramayu, Jatibarang, Widasari,
Tukdana, Juntinyuat, Cikedung, Terisi, Kroya, Gabuswetan dan Haurgeulis.


b. Kawasan Penyangga Utama
Sedangkan kawasan penyangga utama merupakan kawasan dengan luas areal
kebun mangga menengah yang tersebar di sepuluh kecamatan yaitu : Anjatan,
Gantar, Cantigi, Lohbener, Lelea, Sliyeg, Kedokan Bunder, Kertasemaya,
Sukagumiwang dan Krangkeng.


c. Kawasan Penyangga
Adapun kawasan penyangga adalah kawasan kecamatan lain yang
memiliki areal kebun mangga menengah kebawah.




Sebaran Varietas
Varietas mangga di Indramayu didominasi oleh varietas mangga
dermayu/cengkir, diikuti harumanis, gedong gincu dan varietas yang lain.
Berikut grafik sebaran varietas mangga di Indramayu


Tujuan Program/Kegiatan Akselerasi Tanaman Mangga di Kabupaten
Indramayu Tahun 2011 :
1. Peningkatan produksi dan kualitas mangga
2. Pengendalian OPT utama : lalat buah dan antraknosa
3. Rehabilitas dan perluasan tanaman mangga
4. Peningkatan nilai tambah dan pasca panen mangga
5. Pengembangan kelembagaan usaha tani mangga
6. Peningkatan kemitraan usaha antara kelompok tani, gapoktan, asosiasi dengan
pengusaha di bidang pemasaran mangga



2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Mangga Indramayu
Harga buah mangga memang selalu berubah-ubah, adapun faktor yang
mempengaruhi hal ini adalah
1. Budidaya
Belum seluruh produsen bertanam secara teknis (20 %)
2. Sarana dan Prasarana
Swadaya petani tradisional
3. Pengolahan dan pemasaran hasil
Masih bersifat tradisional
4. Kelembagaan
Belum ada lembaga yang membantu dalam usaha tani mangga
5. Pembiayaan Permodalan
Modal pribadi / mandiri
6. Hari-hari besar atau hari raya
7. Musim panen
Musim mangga yang datangnya serempak disetiap sentra daerah
penghasil mangga, merupakan fenomena yang unik yang dapat kita saksikan
dan nikmati setiap tahunnya. Ketika musim raya tiba, buah mangga hanya di
jual Rp 3000,- per kg, sedangkan jika bukan pada musimnya, buah mangga
jenis gedong gincu di jual dengan harga Rp 35.000,- per kg di supermarket-
supermarket ternama, kabarnya Barack Obama kalau makan siang di gedung
putih, cuci mulutnya mangga gedong gincu asal Indramayu.
Untuk rakyat kecil, mencari buah yang satu ini jika tidak pada
musimnya akan cukup sulit. Harga mangga memang ditentukan oleh hukum
pasar, 'suplay dan demand'. Jika pada musimnya, stok melimpah sehingga
harga mangga relatif murah, Rp 3000,-, petani merugi, ditambah lagi tingkah
para pengijon/sikancil, yang membeli mangga dari petani pada saat musim
kemiding (istilah lokal untuk menyebut musim berbunga pohon mangga),
dengan harga sangat murah, per pohon dengan taksiran 1 kuintal buah mangga
di bayar dengan harga Rp 250.000. Disisi lain, pada saat musim mangga tiba,
masyarakat umum bisa menikmati limpahan karunia yang di berikan oleh Ibu
pertiwi berupa buah mangga berkualitas dengan harga terjangkau.

2.4. Pasar Input Mangga di Indonesia
1) Tenaga Kerja
Umur rata-rata petani mangga adalah 53 tahun, yaitu berkisar antara 35 tahun
sampai dengan 89 tahun. Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa sebagian besar petani
mangga tergolong usia tua atau usia nonproduktif dengan selang terbesar adalah
berusia antara 50tahun sampai dengan 59 tahun. Hal ini dapat dimungkinkan
karena golongan pemuda atau golongan usia produktif kurang tertarik bergerak
dalam sektor pertanian.


Tabel 5. Rata-rata Umur Petani Mangga
Tingkat pendidikan petani tentunya akan mempengaruhi adopsi teknologi baru
dalam usahatani mangga. Tingkat pendidikan yang relatif rendah akan mempersulit
penerimaan inovasi. Pengenalan teknologi baru akan diterima apabila teknologi
tersebut terbukti memberikan hasil yang baik terhadap usahatani mereka. Hal ini juga
berlaku sebaliknya yaitu sulitnya petani menghilangkan cara tradisional (teknologi
seadanya) dalam melakukan usahatani.
Tabel 6. Rata-rata tingkat pendidikan petani
2) Lahan
Populasi tanaman mangga mencapai 94 pohon per hektar terdiri atas tanaman
menghasilkan (86,2%), tanaman belum menghasilkan (13,8%) sedang tanaman
rusak tidak ditemukan karena petani selalu melakukan rehabilitasi tanaman.
Mangga pertama kali diusahakan di pekarangan dan kebun, sedangkan
penanaman mangga di lahan sawah mulai berkembang sekitar tahun 1980-an.


Tabel 7. Karakteristik kebun mangga di tingkat petani



Tabel 8. Rata-rata masukan fisik usahatani mangga
3) Pupuk
Petani sangat menyukai penggunaan pupuk kandang, NPK dan Zat Perangsang
bunga goldstar. Pupuk kandang sangat diminati karena dapat memberikan
manfaat ganda yiatu disamping menyediakan hara tanaman juga dapat
memperbaiki kondisi fisik dan mikroorganisme tanah. Pupuk NPK dapat
menyediakan tiga unsur hara (N,P dan K) dalam satu kali aplikasi sedangkan zat
perangsang bunga untuk meningkatkan jumlah produksi dan mempercepat masa
pembungaan.

2.5. Kegagalan Pasar Mangga di Kabupaten Indramayu

Di tingkat lapangan ditemukan beberapa permasalahan menghambat
peningkatan produksi dan kualitas mangga, yaitu:
a. Produksi mangga sangat tergantung pada kondisi curah hujan, kalau musim
berbunga terjadi hujan besar tiga kali dapat menurunkan produksi mangga
sampai 40 persen
b. Lokasi kebun terpencar-pencar dan sebagian besar (76%) skala usahatani
tergolong sempit,
c. Adanya penjualan sistem sewa dan kontrak yang menyebabkan tanaman
mangga rusak. Sedangkan pendapatan usahatani mangga sangat tergantung
kepada harga jual yang cukup fluktuatif. Harga rendah terjadi pada waktu
panen raya (mulai pertengahan Oktober sampai Desember) sedangkan harga
tinggi terjadi pada waktu awal dan akhir musim panen.
d. Jenis Hama Penyakit Tanaman (HPT) yang sering menimbulkan kerugian yaitu;
(a) penggerek cabang, (b) lalat buah (Dacus dorsalis), (c) pengerek buah, (d)
kalong, dan (e) kelelawar. Sedangkan jenis penyakitnya adalah benalu


(Lauranthaceae sp.). Untuk mengendalikan hama penyakit petani melakukan
penyemprotan antara empat sampai tujuh kali per tahun menggunakan pestisida
kimia seperti Sevin, Tetrin, Furadan, Blimer, dan lainnya. Khusus untuk kalong
dan kelelawar petani menggunakan obat temik yang dikenal dengan nama
daerahnya tali kambing, dengan cara dimasukan kedalam buah mangga matang
dan diumpankan di pohon mangga.

2.6. Perlindungan Konsumen Mangga Inramayu

Perlindungan terhadap konsumen mangga sangat diperlukan untuk menjaga
kualitas mangga itu sendiri dan juga kesehatan konsumen yang mengkonsumsi
mangga, adapun cara yang dilakukan petani mangga di Indramayu untuk
perlindungan konsumen antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pencucian
Buah mangga yang telah dipanen dicuci untuk menghilangkan kotoran-
kotoran yang menempel terutama sisa-sisa getah yang menenempel di kulit
buah. Pemakaian pestisida (benomyl) pada saat pencucian dilakukan untuk
mencegah serangan hama dan penyakit pasca panen. Pencucian dilakukan
dengan cara hot water dip, yaitu pertama buah di cuci dengan air dingin lalu
direndam dalam air panas.

2) Sortasi dan Grading
Sortasi dan grading dilakukan untuk memperoleh buah dengan ukuran, tingkat
kematangan dan kualitas yang seragam. Sortasi bertujuan untuk memisahkan
buah yang layak jual dan tidak layak dijual agar diperoleh buah yang seragam
bentuk, warna, ukuran dan kematangannya sedangkan grading dilakukan untuk
memperoleh buah yang seragam ukurannya (besar, sedang, kecil atau sangat
kecil).
Sortasi dan grading sangat penting untuk dilakukan agar buah yang dipasarkan
terjaga mutunya. Buah yang rusak akan mempercepat kerusakan buah yang
lainnya dalam kemasan. Buah yang tidak lolos sortasi karena kulit buah yang
tidak mulus atau buah yang salah bentuk masih dapat dijual ke pasar-pasar
tradisional ataupun di jual dalam bentuk kupasan (slice).
Kriteria Spesifikasi Grading Buah Mangga di Indonesia Menurut Jenis/Ukuran
Varietas Besar
(g)
Sedang
(g)
Kecil
(g)
Sangat Kecil
(g)
Arumanis > 400 350 400 300 349 250 299
Golek > 500 450 500 400 449 350 399
Gedong > 250 200 250 150 149 100 149
Manalagi > 400 350 400 300 349 250 299




Untuk keperluan ekspor terdapat klasifikasi grading tersendiri untuk buah
mangga. Buah mangga dibagi menjadi tiga kelas (super, A dan B).
Klasifikasi Ukuran
Kelas Super > 500 g
Kelas A 400 500 g
Kelas B 300 400 g
3) Pengemasan
Buah mangga tahan selama 7 hari setelah masak. Pengemasan yang baik
sangat dibutuhkan untuk mencegah kerusakan/susut buah pasca panen terutama
saat transportasi/distribusi. Pengemasan dilakukan untuk mencegah benturan,
menahan goncangan, mengurangi gesekan, melakukan penumpukan dan
mengatur suhu. Kemasan keranjang bambu dapat memuat buah hingga 25 kg,
kemasan peti kayu mampu memuat sebanyak 30 kg buah.

4) Penyimpanan dan Pemeraman
Mangga termasuk buah klimakterik, yaitu buah yang memiliki pola respirasi
yang di awali peningkatan secara lambat, kemudian meningkat pesat dan
menurun setelah mencapai puncak. Buah klimakterik dipanen pada saat matang
namun belum masak. Pemeraman dilakukan untuk memasakkan buah. Hasil
pemeraman kurang baik apabila buah dipetik belum waktunya (belum
masak). Penyimpanan buah mangga dibutuhkan penanganan ekstra karena
produksi etilen buah yang cukup tinggi sehingga dapat mempercepat kemasakan
buah yang tidak diinginkan.

2.7. Peranan Pemerintah terhadap Mangga di Kabupaten Indramayu

Kebijakan pemerintah dapat menimbulkan pengaruh positif dengan membantu
petani mempertahankan dan mengembangkan usaha taninya sehingga pemerintah
dapat memperoleh devisa. Kebijakan pemerintah yang memberi pengaruh positif
tersebut diantaranya pemberian subsidi input. Di sisi lain pengaruh negatif akibat
pemberlakuan pajak atau distorsi harga output menyebabkan tingkat produksi
menurun sehingga petani mengalami kerugian. Analisis kebijakan pemerintah
dilakukan berdasarkan tiga kebijakan yaitu kebijakan input, kebijakan output dan
kebijakan input-output.
Kebijakan pemerintah dapat menimbulkan pengaruh positif dengan membantu
petani mempertahankan dan mengembangkan usaha taninya sehingga pemerintah
dapat memperoleh devisa. Kebijakan pemerintah yang memberi pengaruh positif
tersebut diantaranya pemberian subsidi input. Di sisi lain pengaruh negatif akibat
pemberlakuan pajak atau distorsi harga output menyebabkan tingkat produksi
menurun sehingga petani mengalami kerugian. Analisis kebijakan pemerintah
dilakukan berdasarkan tiga kebijakan yaitu kebijakan input, kebijakan output dan
kebijakan input-output.





a. Analisis Kebijakan Pemerintah Terhadap Input
Kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input usaha tani Mangga
Gedong Gincu dapat berupa subsidi ataupun pajak. Adanya pemberian subsidi
pada input dapat meringankan biaya produksi sehingga petani dapat
mengunakan sumberdaya secara optimal dan terlindung dari permainan harga
oleh produsen input. Sebaliknya kebijakan berupa pajak pada input akan
membebani petani karena harga input yang digunakan menjadi tinggi sehingga
biaya produksi meningkat.
b. Analisis Kebijakan Pemerintah Terhadap Output
Kebijakan terhadap output dapat berupa subsidi atau distorsi harga.
Subsidi terhadap komoditas ekspor akan berdampak positif sedangkan distorsi
harga akan berdampak negatif. Kebijakan output dianalisis dengan Transfer
Output (Output Transfer atau OT), Koefisien Proteksi Output Nominal
(Nominal Protection Coefficient on Output atau NPCO) dan Tingkat Proteksi
Output . Analisis Kebijakan Pemerintah Terhadap Output Kebijakan terhadap
output dapat berupa subsidi atau distorsi harga. Subsidi terhadap komoditas
ekspor akan berdampak positif sedangkan distorsi harga akan berdampak
negatif. Kebijakan output dianalisis dengan Transfer Output (Output Transfer
atau OT), Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient
on Output atau NPCO) dan Tingkat Proteksi Output.
c. Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output
Analisis kebijakan input-output digunakan untuk menganalisis
kebijakan pemerintah terhadap input dan output sekaligus. Kebijakan input-
output dianalisis dengan nilai Koefisien Proteksi Efektif (Effective Protection
Coefficient atau EPC), Tingkat Proteksi Efektif (Effective Protection Rate atau
EPR), Transfer Bersih (Net Transfer atau NT), Koefisien Keuntungan
(Profitability Coefficient atau PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (Subsidy
Ratio to Producers atau SRP).


















DAFTAR PUSTAKA

Agung, Shilvia. 2008. Analisis Daya Saing Usaha Tani Mangga Gedong Gincu (Mangifera
indica L. ) (Kasus di Desa Sliyeg Lor, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat). Fakultas Pertanian. Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Suprihatini, Rohayati. 1999. Analisis Daya Saing Mangga Segar di Indonesia.
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id. Diakses pada 15 Juni 2013
Annonymous. Tanaman Buah. http://www.situshijau.co.id. Diakses pada 15 Juni 2013
Supriatna, Ade. 2005. Kinerja Dan Prospek Pemasaran Komoditas Mangga. Studi kasus
petani mangga di Propinsi Jawa Barat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian (BBP2TP). Bogor.

Anda mungkin juga menyukai