Anda di halaman 1dari 16

KOMODITI JAMBU METE

(Anacardium occidentale L)

Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil
Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang lalu,
kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahana, Senegal,
Kenya, Madagaskar, Mozambik, Srilangka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.
Di antara sekian banyak negara produsen, Brasil, Kenya, dan India merupakan negara
pemasok utama jambu mete dunia.

Jambu mete mempunyai puluhan varietas, di antaranya ada yang berkulit putih,
merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan dan hijau. Tanaman jambu mete
merupakan komoditi ekspor yang banyak manfaatnya, mulai dari akar, batang, daun, dan
buahnya. Selain itu juga biji mete (kacang mete) dapat digoreng untuk makanan bergizi
tinggi. Adapun manfaat yang dihasilkan oleh jambu mete ini dapat ditunjukkan dari
pohon industri jambu mete di bawah ini:

Gambar 5. Pohon Industri Jambu Mete


Buah mete semu dapat diolah menjadi beberapa bentuk olahan seperti sari buah
mete, anggur mete, manisan kering, selai mete, buah kalengan, dan jem jambu mete.
Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara,
cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta,
bahan pencelup, atau bahan pewarna. Selain itu, kulit batang pohon jambu mete juga
berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete menghasilkan gum
atau blendok untuk bahan perekat buku. Selain daya rekatnya baik, gum juga berfungsi
sebagai anti gengat yang sering menggerogoti buku. Akar jambu mete berkhasiat sebagai
pencuci perut. Daun Jambu mete yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap, terutama
di daerah Jawa Barat. Daun yang tua dapat digunakan untuk obat luka bakar.

Pengelolaan tanaman jambu mete ini sebaiknya dilakukan secara intensif sesuai
kultur teknis yang dianjurkan. Pendapat mengatakan bahwa tanaman jambu mete dapat
tumbuh dan menghasilkan buah mete dimana saja, dan pernyataan tersebut perlu diubah,
karena tanaman ini menuntut persyaratan lingkungan tumbuh tertentu untuk dapat
menghasilkan sesuai dengan potensinya.

Tanaman jambu mete dapat tumbuh di dataran rendah dan di dataran tinggi, yaitu
pada ketinggian 1 – 1.200 m dpl. Hal ini mengisyaratkan bahwa jambu mete dapat
beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang beragam sifatnya. Tanaman ini akan
tumbuh kerdil dan merana jika ditanam ditanah lempung yang lengket dan dangkal.
1. Budi Daya Tanaman Jambu Mete

a) Iklim
1. Tanaman jambu mete sangat menyukai sinar matahari. Apabila tanaman jambu
mete kekurangan sinar matahari, maka produktivitasnya akan menurun atau tidak
akan berbuah bila dinaungi tanaman lain.
2. Suhu harian di sentra penghasil jambu mete minimun antara 15-25°C dan
maksimun antara 25-35°C. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila
ditanam pada suhu harian rata-rata 27°C.
3. Jambu mete paling cocok dibudidayakan di daerah-daerah dengan kelembaban
nisbi antara 70-80%.
4. Angin kurang berperan dalam proses penyerbukan putik tanaman jambu mete.
Dalam penyerbukan bunga jambu mete, yang lebih berperan adalah serangga
karena serbuk sari jambu mete pekat dan berbau sangat harum.
5. Daerah yang paling sesuai untuk budi daya jambu mete ialah di daerah yang
mempunyai jumlah curah hujan antara 1.000-2.000 mm/tahun dengan 4-6 bulan
kering (<60 mm).
b) Kondisi Tanah
1. Jenis tanah paling cocok untuk pertanaman jambu mete adalah tanah berpasir,
tanah lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir.
2. Jambu mete paling cocok ditanam pada tanah dengan pH antara 6,3 - 7,3, tetapi
masih sesuai pada pH antara 5,5 - 6,3.

Tanaman jambu mete mempunyai beberapa sifat diantaranya :


a.     Umur tanaman jambu mete mencapai + 30 th, dengan ketinggian mencapai 10 –
12 m;
b.      Perakarannya sangat ekstensif dan peka terhadap genangan air (keadaan
anaerob), sehingga harus dibuat drainase.
c.      Pertumbuhan akar tunggangnya dominan dan dapat mencapai + 9 m, secara
bertahap akar tunggang akan berkurang, akar lateral ( + 4,5 m) yang akan lebih
menonjol;
d.      Tanaman jambu mete tidak menyukai naungan. Bunga-bunga terbentuk pada
permukaan tajuk dan hanya bunga-bunga yang mendapat intensitas sinar
matahari yang cukup, sehingga dapat berkembang menjadi buah yang baik;
e.      Ada 2 (dua) macam bunga, yaitu bunga jantan dan bunga sempurna
(hermaphrodit);
c) Teknik Pasca Panen
o Pengumpulan
Mutu kacang mete di pasaran cukup bervariasi. Variasi mutu kacang mete
tersebut antara lain dipengaruhi oleh varietas tanaman jambu mete yang berbeda dan
perlakuan serta pengawasan selama proses pengolahan berlangsung. Banyaknya varietas
tanaman jambu mete yang ditanam oleh para petani indonesia menyebabkan mutu mete
yang dihasilkan sangat beragam baik mengenai ukuran gelondong, warna, rasa, maupun
rendamen kacang metenya.
o Pengolahan Gelondong Mete
Pengolahan gelondong mete dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini:
1. Pemisahan gelondong dengan buah semu
2. Pencucian
3. Sortasi dan pebgelasan mutu
4. Pengeringan
o Pengolahan Kacang Mete

Urutan pengolahan kacang mete adalah:

1. Pelembaban gelondong mete


2. Penyangraian gelondong mete
3. Pengupasan kulit gelondong mete
4. Pelepasan kulit ari
5. Sortasi dan pengelasan mutu
6. Pengemasan

Banyaknya hasil panen tergantung dari umur tanam. Jambu mete yang berumur
3-4 tahun dapat menghasilkan gelondong kering 2-3 kg/pohon. Hasil ini meningkat
menjadi 15-20 kg/pohon pada umur 20-30 tahun. Tanaman jambu mete sebenarnya masih
dapat berproduksi sampai umur 50 tahun, tetapi masa paling produktifnya adalah pada
umur 25-30 tahun.

d) Teknologi Proses

Seperti hasil agroindustri lainnya, buah jambu mete dapat diolah menjadi beragam
produk olahan lainnya dengan perkembangan teknologi proses. Diversivikasi produk
dengan teknologi proses dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai jual produk-produk
jambu mete terutama untuk buah semu jambu mete.
1. Pembuatan selai ampas sari buah semu jambu mete

Buah semu jambu mete segar

Sortasi

Pencucian

Pengecilan ukuran

Air 1 Liter Penghancuran I


(3-5 menit)

penyaringan

Ampas Sari Buah

Pengukusan
(30 menit)

Air 1 Liter Penghancuran II


(3-5 menit)

Penambahan gula Pemasakan dan pengadukan


Gula pasir 30%, 40% (30-60 menit)
Garam 4%
As. Sitrat 0,2%
Jeruk nipis 1% Sterilisasi botol dan penutupan
Na benzoat 0,1 %
Gum arab 1%
Panili 0,4% Pengisian ke dalam botol
Pasteurusasi suhu 1000C, 30 menit
Selai dalam botol

Gambar 5. Diagram alir pembuatan selai ampas sari buah jambu mete
JAMBU METE
(Anacardium occidentale)

Oleh Hendra Baskara (P056061431.37)

Profil Jambu Mete


Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L.) berasal dari daerah utara
benua Amerika Selatan (Brasil) dan sekarang tanaman ini ditemukan di berbagai negara
tropis (Ohler, 1979 dan Muljohardjo, 1990). Penyebaran jambu mete ke negara-negara
tropis meliputi India, Indonesia, Afrika, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya
(Tyman, 1980).
Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan nama berbeda-beda. Sebagai
contoh, di Sumatera Barat dikenal dengan nama jambu erang atau jambu monye, di
Lampung dijuluki gayu, di Jawa Barat disebut jambu mede, di Jawa Tengah dan Jawa
Timur diberi nama jambu monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa, dan di
Sulawesi Utara disebut buah yaki (Saragih dan Haryadi, 2003).
Tanaman jambu mete berdasarkan klasifikasi botaninya termasuk dalam divisi
Spermatophyta, klas Angiospermae, subklas Dikotiledon, ordo Sapindales, famili
Anacardiaceae, genus Anacardium, dan spesies Anacardium occidentale. Kira-kira ada
60 genus dan 400 spesies tanaman jambu mete di daerah tropis (Muljohardjo, 1990).
Tanaman jambu mete tumbuh baik pada daerah-daerah antara 15°LU sampai
15°LS dengan kisaran suhu harian sekitar 15 - 35°C dengan curah hujan 1.000 sampai
2.000 mm per tahun (Ohler, 1979). Jambu mete memiliki sistem perakaran tunggang dan
memerlukan curah hujan kurang dari 60 mm/bulan untuk pematangan buahnya. Minimal
dalam satu tahun terdapat 3-4 bulan kering dan terbaik yaitu minimal 4-6 bulan kering
dalam satu tahun. Bila bulan kering kurang dari 3-4 bulan, buah semu dan bijinya akan
rusak. Biji mete yang dihasilkan terdapat bintik-bintik yang kurang berisi, pada keadaan
tersebut baik kernelnya maupun kulit biji yang mengandung CNSL menjadi rusak dan
tidak berharga (Anonim, 1999).
Buah jambu mete terdiri atas dua bagian, yaitu buah semu (cashew apple) dan
buah sejati (cashew nut), buah semu merupakan tangkai bunga (pedunculus) yang
membesar, dan seolah-olah menjadi daging buah yang sebenarnya (Ohler, 1979).
Sedangkan buah sejati adalah buah mete gelondong yang berbentuk ginjal menempel
pada buah semu, berkulit keras dan mengandung minyak, serta di bagian paling dalam
terdapat biji mete berbelah dua atau cashew kernel, disebut juga sebagai kacang mete
(Aggarwal, 1972).
Kacang mete mempunyai kandungan protein dan lemak yang tinggi. Secara
lengkap, komposisi kimia kacang mete dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Mete
Persentase (%)*
Komponen
Air 5,0
Protein 20,0
Lemak 45,0
Karbohidrat 26,0
Serat kasar 1,5
Mineral 1,5
*(Sumber : Saragih dan Haryadi, 2003)

Komoditas jambu mete menjadi salah satu komoditas yang layak diperhitungkan
dan lebih dikembangkan di negara Indonesia. Adapun berbagai alasan-alasan kuat yang
mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
 Kacang mete merupakan produk pangan yang cukup disukai oleh masyarakat
Indonesia, karena rasanya gurih dan lezat, serta memiliki kandungan gizi yang baik.
 Tanaman jambu mete termasuk jenis tanaman yang cukup mudah untuk dibudidayakan
dan tidak terlalu “rewel”, serta lahan di Indonesia banyak yang telah memenuhi
persyaratan untuk ditanami jambu mete.
 Banyaknya fakta yang menyatakan bahwa jambu mete dapat tumbuh di berbagai
ketinggian mengisyaratkan bahwa jambu mete dapat beradaptasi pada kondisi tanah
dan iklim yang beragam sifatnya (Saragih dan Haryadi, 2003). Sedangkan menurut
Rosmeilisa dan Abdullah (1990), jambu mete adalah tanaman yang mempunyai
kesesuaian iklim dan tanah yang luas termasuk lahan-lahan terlantar, daerah-daerah
berbatu, dan berkapur. Tanaman ini dapat tumbuh baik di tanah berpasir dan lempung
berpasir.
Tanaman jambu mete cukup mudah untuk dibudidayakan. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam budidaya jambu
mete adalah dari aspek pembibitan, pengolahan media tanam, dan teknik penanaman. Penjabaran dari ketiga aspek tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Pembibitan
Budidaya jambu mete dapat diperbanyak secara generatif melalui biji dan secara
vegetatif dengan cara pencangkokan, okulasi, dan penyambungan. Biji yang akan
ditanam harus berasal dari pohon induk pilihan. Cara penanganan biji mete untuk
benih adalah :
a. Buah mete/calon bibit dipanen pada pertengahan musim panen.
b. Buah mete tersebut harus sudah matang dan tidak cacat.
c. Biji mete segera dikeluarkan dari buah semu lalu dicuci bersih, kemudian disortir.
d. Biji mete dijemur sampai kadar air 8-10%.
e. Bila dikemas dalam kantong plastik, aliran udara di ruang penyimpanan harus
lancar dengan suhu antara 25-30 derajat C dan kelembaban: 70 -80%.
f. Lama penyimpanan bibit ± 6 bulan, paling lama 8 bulan.
g. Sebelum ditanam, benih (biji mete) harus disemai dahulu.
2. Pengolahan Media Tanam
Persiapan
Sebelum ditanami lahan harus dibersihkan dahulu, pH harus 4-6, tanah
tanaman jambu mete sangat toleran terhadap lingkungan yang kering ataupun
lembab, juga terhadap tanah yang kurang subur. Daerah dengan tanah liat pun
jambu mete dapat tetap bisa hidup dan berproduksi dengan baik. saat tanam jambu
mete adalah awal musim hujan, pengolahan tanah sudah dimulai di musim
kemarau.

Pembukaan lahan
Lahan yang akan ditanami jambu mete harus terbuka atau terkena sinar matahari
dan disiapkan sebaik-baiknya. Tanah dibajak / dicangkul sebelum musim hujan.
Batang-batang pohon disingkirkan dan dibakar, untuk tanah yang pembuangan
airnya kurang baik dibuatkan parit-parit drainase.
Pemupukan
Pemberian pupuk kandang dimulai sejak sebelum penanaman. Sebaiknya disaat
tanaman masih kecil, pemupukan dengan pupuk kandang itu diulangi barang dua
kali setahun. Caranya dengan menggali lubang sekitar batang, sedikit diluar
lingkaran daun. pupuk atau kompos dimasukkan kedalam lubang galian itu.
Pemupukan berikutnya dilakukan dengan menggali lubang, diluar lubang
sebelumnya. Pemberian pupuk kandang dan kompos, kecuali dimaksudkan untuk
memperbaiki keadaan fisik tanah.
3. Teknik Penanaman
Penentuan Pola dan Jarak Tanam
Pada budi daya monokultur jarak tanam dianjurkan 12 x 12 m. Maka dalam setiap
satu ha lahan jumlah total tanaman yang dibutuhkan sebanyak 69 batang. Jarak
tanam dapat dibuat dengan ukuran 6 x 6 m sehingga jumlah total tanaman yang
dibutuhkan adalah 276 batang/ha. Kerapatan tanaman kemudian dijarangkan pada
umur 6-10 tahun. Untuk efisiensi lahan, dapat diterapkan budidaya polikultur.
Beberapa jenis tanaman bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
sela. Sebagai contoh adalah tanaman palawija, rumput setaria, dan jambu mete.
Bibit jambu mete yang berasal dari pencangkokan dapat ditanam dengan jarak 5 x
5 m, bila jarak tanam jambu mete 10 x 10 m. Kedua bentuk ini hanya dapat
diterapkan di lahan datar. Di lahan miring harus disesuaikan dengan garis kontur.
Pembuatan Lubang Tanam
Cara membuat lubang tanam:
a. Tanah digali dengan ukuran : 30 x 30 x 30 cm. Bila jenis tanahnya sangat liat,
ukuran lubang tanam dibuat: 50 x 50 x 50 cm. Bila di lubang tanam terdapat
lapisan cadas, harus ditembus, agar akar dapat tumbuh sempurna dan
terhindar dari genangan air.
b. Pada waktu penggalian lubang, lapisan tanah bagian atas dipisahkan ke arah
Utara dan Selatan serta lapisan bawah ke arah Timur dan Barat.
c. Lubang tanam dibiarkan terbuka ± 4 minggu. Pada waktu penutupan lubang,
tanah lapisan bawah dikembalikan ke tempat semula, disusul lapisan atas
yang telah bercampur dengan pupuk kandang ± 1 pikul.
d. Di lubang tanam yang telah ditimbun dibuat ajir agar lubang tanam mudah
ditemukan kembali.
Cara Penanaman
Penanaman dapat dilakukan 4 – 6 minggu setelah lubang tanam disiapkan. Untuk
mengurangi keasaman tanah, pembuatan lubang tanam sebaiknya dilakukan pada
musim kemarau.Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Bibit yang akan ditanam dilepas dari polybag. Tanah yang melekat pada akar
dijaga jangan sampai berantakan agar perakaran bibit tidak rusak.
b. Penanaman dilakukan sampai sebatas leher akar atau sama dalamnya seperti
sewaktu masih dalam persemaian. Bila menggunakan bibit dari okulasi dan
sambung, diusahakan akar tunggangnya tetap lurus. Letak akar cabang
diusahakan tersebar kesegala arah. Ujung-ujungnya yang patah/rusak
sebaiknya dipotong.
c. Tanah disekitar batang dipadatkan dan diratakan agar tidak dapat terdapat
rongga-rongga udara diantara akar dan tidak terjadi genangan air. Tanaman
perlu diberi penyangga dari bambu agar dapat tumbuh tegak.
Pohon Industri Jambu Mete

Rendemen Jambu Mete

Bagian terpenting dari pohon jambu mete adalah bagian daging buah (cashew
apple) dan biji mete (cashew nut) yang berbentuk mete gelondongan. Komoditas jambu
mete yang dijadikan mete gelondongan memiliki rendemen yang tergantung dari kualitas
jambu mete tersebut. Kulitas gelondongan jambu mete yang amat baik memiliki
rendeman 90% (bobot / bobot) dimana jumlah 1 kg sama atau kurang dari 175 butir biji
mete. Sedangkan kualitas baik dari gelondongan mete memiliki rendemen sebesar 75%
dan jumlah per 1 kg antara 176 - 225 butir biji mete.
Selanjutnya, bagian biji mete tersebut terdiri dari kulit biji mete yang keras dan
kaku, serta isi mete berupa kacang yang biasa dikonsumsi manusia sebagai biji mete
kupas. Menurut Ketaren (1986), kulit biji mete (shell) dan kacang mete (kernel)
mengandung minyak. Biji mete terdiri dari 70% kulit biji dan 30% daging biji (kernel).
Kulit (shell) mengandung minyak sekitar 32-36% yang dikenal dengan cashew nut shell
liquid (CNSL), sedangkan biji jambu mete (kernel) mengandung minyak sekitar 47%.
Faktor Kritis Jambu Mete
Hal yang paling penting (faktor kritis) untuk pemilihan buah mete gelondongan adalah mutu dari jambu mete tersebut dan
teknologi proses pengolahannya. Untuk menghasilkan gelondongan mete yang berkualitas yang baik, perlu diperhatikan hal-hal di
bawah ini:

1. Standar Mutu :
 Mete gelondongan harus bebas dari hama / penyakit yang dapat mengganggu
kesehatan konsumen maupun yang dapat merusak bahan olah mete gelondongan
selama dalam pengangkutan dan penyimpanan.
 Bebas dari bau busuk, bau asam, bau kepang dan bau asing lainnya akibat
pengeringan yang kurang sempurna dan atau penyimpanan yang kurang baik.
 Tidak tercemar CNSL dan tercemar bahan kimia lain seperti sisa-sisa pupuk,
insektisida atau fungisida.
 Kadar air maks 8 % (bobot/bobot).
 Jumlah gelondongan yang mempunyai kemasakan cukup (berat jenis sama atau
lebih besar dari satu) minimum 75 % (bobot / bobot).
2. Kelas Mutu :
 Amat baik (M1) : Kadar gelondongan yang berat jenisnya sama atau lebih dari
minimum 90 % (bobot / bobot). Jumlah 1 kg sama atau kurang dari 175 butir mete.
 Baik (M2) : Kadar gelondong yang berat jenisnya sama atau lebih besar dari satu,
minimum 75%. Jumlah per 1 kg antara 176-225 butir.
Sedangkan kacang mete yang telah dikupas dari kulit kerasnya memiliki berbagai
faktor kritis yang berbeda. Faktor kritis ini dijadikan sebagai indikator kerusakan mete
kupas saat dalam proses penyimpanan atau penggudangan. Berbagai standar batas kritis
kerusakan kacang mete untuk berbagai parameter mutu mete ditampilkan di dalam Tabel
2.

Tabel 2. Standar Batas Kritis Kerusakan Kacang Mete


Parameter Mutu Batas Kritis Kerusakan*
Kadar Air Maksimal 7%
Kadar Abu Maksimal 3,25%
Kadar Protein Maksimal 23,71%
Kadar Lemak Minimal 45,79%
Penampakan Visual Warna putih gelap atau kecoklatan dan tekstur rusak
*(Sumber : Rao and Khan, 1984)

Proses Pengolahan Mete

Keterangan:
Ketahanan buah semu : 24 jam dan setelah itu akan membusuk, sehingga tidak bisa
dimanfaatkan.
Gelondongan sebaiknya terbebas dari kotoran, benda-benda asing (pasir, tanah,
serpihan kulit / tangkal buah). Oleh karena itu pencucian sebaiknya dilakukan pada
air yang mengalir.
Penyortiran guna untuk memisahkan gelondongan mete yang baik dari yang rusak
(terserang hama / penyakit & gangguan mekanis/fisik). Setelah itu pengelasan guna
menggolongkan produk sesuai estandar.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air gelondongan mete. Batas
toleransi kadar air gelondongan : 8 %. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan enzim
& mikroba yang dapat merusak, agar dapat disimpan kurang lebih 8 bulan.
Gelondongan kering dimasukan ke dalam karung goni dengan berat maks 80 kg. Selanjutnya disimpan di gudang-gudang, namun
penyimpanan karung tersebut tidak boleh langsung bersentuhan dengan lantai, harus berjarak kurang lebih 7 cm dari lantai.
Gambar Jambu Mete
DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal, J.S. 1972. Chemistry and Uses of Cashew Nut Shell Liquid. Paint
Manufacture, India.
Anonim. 1999. Jambu Mete Primadona Daerah Kering. PT. Duta Karya, Jakarta.
Ketaren, Semangat. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press,
Jakarta.
Muljohardjo, M. 1990. Jambu Mete dan Teknologi Pengolahannya. Liberty, Yogyakarta.
Ohler, J.G. 1979. Cashew. Koninklijk Institut Voor de Tropen, Department of
Agricultural Research, Amsterdam.
Rao, E.V.V. Bhaskara and H. Hameed Khan. 1984. Cashew Research and Development.
Indian Society for Plantation Crops, India.
Rosmeilisa, P. dan A. Abdullah. 1990. Analisis Usaha Tani Jambu Mete. Littro vol. VI
no. 2. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
Saragih, Yan Pieter dan Yadi Haryadi. 2003. Seri Agribisnis : Mete (Budi Daya Jambu
Mete dan Pengupasan Gelondong). Penebar Swadaya, Depok.
Tyman, J.H.P. 1980. Cultivation, Processing and Utilisation of the Cashew Chemistry
and Industry, 19 January.

Anda mungkin juga menyukai