Anda di halaman 1dari 4

MATA KULIAH MANAJEMEN STRATEGI

REVIEW PEMBICARA DALAM SEMINAR NASIONAL “SINERGITAS PENTAHELIX


DALAM MEMBANGKITKAN SEKTOR PERTANIAN
DI ERA TATANAN KEBIASAAN BARU”

NARISWARI FIRJATULLAH DAMAYANTI 135180053

JURUSAN AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2020
“PROSPEK DAN TANTANGAN AGRIBISNIS KOPI DAN KAKAO”
Oleh Dr. Ir. SRI MULATO, M.Sc.

Produksi kopi dan kakao di Indonesia 90% berasal dari rakyat sehingga masyarakat
terutama petani kopi dan kakao perlu diberikan pengetahuan serta skill untuk dapat memproduksi
kopi dan kakao dengan kualitas tinggi. Saat ini perhatian harus diberikan kepada perkebunan
kopi rakyat dan mengesampingkan perkebunan atau perusahaan kopi besar karena mereka
memiliki modal, input dan hal lain yang cukup mendukung produksi kopi.
Rantai pasok agribisnis kopi domestik dan global yaitu dari petani kemudian ke prosesor
dan sekitar 720 ribu ton kopi di ekspor maupun untuk kebutuhan dalam negeri. Di tangan petani
berbagai jenis kopi diproduksi, di Indonesia yaitu kopi robusta dan Arabica. Petani perlu
memerhatikan hal lain seperti tempat tumbuh, iklim, kondisi tanah, pola tanam, perawatan, cara
panen, sampai sortasi buah. Kemudian pada prosesor kopi dibagi menjadi natural, wine, honey,
semi-wash dan full-wash. Kemudian kopi yang telah bersetifikat (SNI, Premium, spesialti, fine,
BPOM ataupun HALAL) di ekspor dan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Sekitar 60%
kopi yang dihasilkan di ekspor.
Kopi yang dihasilkan di Indonesia 60% di ekspor dan 40% lagi untuk industry dalam
negeri. Terdapat 2 jenis kopi yang di ekspor yaitu Robusta dan Arabika. Masing-masing jenis
kopi tersebut memiliki peringkat mutunya sendiri dan yang perlu disoroti adalahpetani baru bias
menghasilkan kopi pada mutu SNI grade 1-2, dimana mutu kopi ini hanya menyumbang 10%
dari kopi robusta yang di ekspor. Sedangkan kopi Arabika sudah memiliki prospek yang bagus.
Kopi untuk industry dalam negeri terbagi emnjadi produksi kopi bubuk, produksi kopi instan,
produksi essen dan sisanya kepada HORECA (Hotel, Restoran Café).
Menurut data neraca ekspor dan impor kopi yang bersumber dari BPS, Indonesia
mengekspor banyak kopi ke berbagai Negara, namun bukan eksporlah yang disoroti namun
Fakta bahwa Indonesia juga melakukan Impor dari berbagai Negara yang salah satunya yaitu
dari Vietnam. Indonesia mengimpor 20.000 ton kopi dari Vietnam. Ini menjadi tantangan bagi
Indonesia untuk menekan impor kopi dan memanfaatkan peluang untuk mengeliminasi Negara-
negara sumber impor. Tidak hanya dari Vietnam, Indonesia pun mengimpor kopi dari Amerika
Serikat, padahal Amerika serikat tidak bias memproduksi kopi. Pada kenyataannya Amerika
serikat yang mengimpor kopi mentah dari Indonesia, kemudian mereka meroasting dan
melakukan grading kopi, kopi itupun di ekspor kembali ke Indonesia. Maka dari itu kopi di
Indonesia perlu ditingkatkan mutu kualitasnya sehingga menjadi kualitas yang terbaik di pasar
internasional. Ekspor kopi tidak bias hanya mengandalkan tolak ukur standar SNI (uji fisik), kopi
yang di produksi perlu di upgrade ke tingkat premium (SNI+ uji citarasa) bahkan sampai ke
tingkat mutu spesialti (Premium+ketelusuran).
Indonesia memiliki peluang besar lainnya dalam komoditas kopi yaitu konsumsi dalam
negeri akan kopi diperkirakan sebesar 1,3 kg perorang pertahun. Hal ini menyebabkna
permintaan tidak sebanding dengan kopi yang dihasilkan. Persoalan lainnya muncul disaat
pandemic covid-19 dalam hal ini terhadap subsistem agribisnis hilir kopi, kapasitas produksi
industry kopi skala besar menurun ke 30-35% dan yang terdampak adalah UMKM yang hanya
10-20%. Dalam kondisi seperti ini UMKM yang perlu mendapat perhatian khusus agar usaha
mereka tidak hancur.
Pada agribisnis kakao konsisinya lebih buruk disbanding pada komoditas kopi. Hal ini
disebabkan salah satunya karena rantai pasok pada kakao. Petani kakao hanya bisa mengolah
kopi sampai biji kering. Setelah itu kakao harus ditrader ke perusahaan atau pabrik pengolah
kakao yang bisa mengubah biji kakao menjadi produk cokelat, baru akan bisa diterima oleh
konsumen. Hal ini menjadi barrier bagi petani karena mereka tidak memiliki mesin/teknologi
yang dapat mengolah kopi lebih lanjut, lain hal dengan kopi yang menggunakan teknologi yang
mudah didapat. Masalah lainnya yang dihadapi yaitu perubahan iklim yang berpengaruh secara
langsung dan tidak langsung terhadap produksi. Masalah-masalah tersebut menyebabkan
produksi kakao rendah di Indonesia tidak bisa menyeimbangi permintaan olahan kakao,
sedangkan terdapat banyak pabrik cokelat di Indonesia. Impor kakao yang dilakukan Indonesia
yaiu sebesar 210.00 ton. Maka dari itu petani Indonesia perlu dibantu agar dapat memproduksi
lebih banyak kakao dan dapat menekan impor.
Jika dilihat dari jenis tanaman kakao, Indonesia memproduksi kakao forastero yang biasa
digunakan dalam produk cokelat regular dan criollo yang merupakan cokelat kualitas tinggi dan
menghasilan cokelat ultra-premium serta spesialti. Namun cokelat jenis criollo hanya diproduksi
oleh perkebunan besar, bukan perkebunan rakyat.
Petani kakao menjadi peran yang sangat penting bagi produksi komoditas kakao di
Indonesia. Maka dari itu petani perlu diberikan knowledge serta teknologi untuk memproduksi
kakao dengan jumlah yang banyak serat kualitas yang tinggi. Perusahaan besar telah melakukan
partnership dengan petani rakyat, namun itu saja belum cukup. Masalah yang timbul dari sisi
petani adalah kaderisasi petani. Petani kakao kebanyakan adalah petani yang sudah tua.
Dengan dipaparkannya tantangan di komoditi kopi dan kakao, sebagai mahasiswa
pertanian perlu melihat peluang yang ada untuk meningkatkan produksi kopi dan kakao.
Bagaimana kita meningkatkan mutu kualitas kopi, meningkatkan produksi kakao di tanah yang
sudah tua dan input yang sedikit, serta meregenerasi petani-petani Indonesia yang sudah tua agar
masyarakat petani terbentuk.

Anda mungkin juga menyukai