Anda di halaman 1dari 3

Landasan Teori

Pengertian Carbon Accounting Menurut Ascui dan Lovell (2011) definisi carbon accounting sangatlah luas, definisi carbon accounting dapat dimengerti dalam banyang sekali kombinasi dari satu atau lebih istilah dari setiap cell di dalam tabel berikut ini

Jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa carbon accounting adalah sebuah perhitungan dari carbon atau carbon dioksida ataupun greenhouse gas emisi yang berdampak pada perubahan lingkungan di suatu wilayah baik dalam skala global hingga skala project di dalam organisasi di level atau secara sukarela ataupun mandatory dengan tujuan yang bermacammacam pula mulai dari penelitian hingga pelaporan. Latar Belakang munculnya Carbon Trading Persoalan mengenai global warming atau pemanasan global menjadi perhatian dunia yang akhirnya mencapai kesepeakatan 180 negara dalam protokol Kyoto pada bulan Desember 1997. Isi dari Protokol Kyoto ialah lahirnya 3 mekanisme yang bertujuan memperbaiki dan memelihara kelangsungan ekosistem global yang terdiri dari International Emission Trading (IET) , Clean Development Mechanism (CDM), dan Joint

Implementation (JI). Kesepakatan yang ada di dalam Protokol Kyoto adalah negara-negara industri akan mengurangi tingkat emisi rata-rata 5,2% dibawah level 1990 pada tahun 2008 hingga 2012. Berdasarkan kesepakatan ini, negara-negara industri harus melakukan berbagai cara untuk mereduksi GHG (Green House Gas) agar memenuhi ketentuan tersebut. Persoalan muncul ketika banyak negara tidak mampu mendapatkan teknologi yang efektif untuk mereduksi GHG, atau banyak negara tidak mampu mendapatkan teknologi efisien untuk mereduksi GHG. Hal ini ditambah lagi dengan negara-negara yang bersangkutan tidak memiliki lahan yang memadai untuk konservasi sumberdaya alam dalam rangka mereduksi GHG. Akibatnya, negara industri tersebut akan cenderung mengalami carbon debit, atau GHG lebih

besar dari reduksi GHG. Bila hal ini terjadi maka Protokol Kyoto telah dilanggar dan mereka akan terkena penalti atau sanksi. Pada sisi lain beberapa negara mengalami carbon credit, atau negara mampu mereduksi GHG lebih besar dari GHG yang dihasilkan. Mekanisme dalam Protokol Kyoto mengakomodasi kesulitan negara-negara industri yang

mengalami carbon debit dan kelebihan negara-negara lainnya yang menghasilkan carbon credit melalui perdagangan karbon internasional atau International Emission Trading (IET). Perkembangan di atas membuka peluang bagi negara-negara sedang berkembang yang memiliki potensi dalam mereduksi greenhouse gas (GHG) atau carbon surplus. Negara atau perusahaan yang memiliki surplus karbon dapat menjual kelebihannya kepada negara atau perusahaan yang memililik defisit karbon. Hal inilah yang mendasri adanya carbon trading yang dapat terjadi terutama antara negara maju dengan negara berkembang. Pengertian Carbon Trading Carbon trading juga dikenal dengan istilah emissions trading. Carbon

trading merupakan salah satu rekomendasi Kyoto Protocol 1997 yang bertujuan mengurangi enam gas rumah kaca utama penyebab perubahan iklim. Carbon trading menggunakan skema khusus yang disebut sistem 'cap and trade'. Berdasarkan komitmen Kyoto, sebuah negara dapat mengalokasikan ijin emisi gas rumah kaca ('cap') kepada perusahaan-perusahaan. Jika sebuah perusahaaan terbukti melakukan emisi kurang dari batasan yang diberikan, kelebihan ijin yang dimilikinya dapat diperdagangkan ('trade') kepada perusahaan yang mengeluarkan lebih banyak polusi. Sebaliknya, jika perusahaan gagal memenuhi target emisi, atau dengan kata lain mengeluarkan CO2 lebih banyak dari batas yang diijinkan ('cap'), mereka dapat membeli 'carbon credit' dari perusahaan dengan emisi di bawah target. Carbon credit ini biasanya diperdagangkan di 'over the counter (OTC) market'. Singkatnya, Ratnatunga dalam jurnalnya yang berjudul An Inconvenient Truth about Accounting menegaskan bahwa apa yang diperdagangkan di 'carbon trading' bukanlah karbon sesungguhnya, tetapi hak untuk emisi CO2.

Pembahasan

Analisa Cost-Benefit Carbon Accounting

Anda mungkin juga menyukai