Anda di halaman 1dari 10

THE GREEN GUNUNGKIDUL

Oleh Dr. Febriana Muryanto, S.Pd., M.Sc.


Universitas Gunungkidul
Disampaikan pada Musrembang Kabupaten Gunungkidul pada 25 Maret 2024

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang terletak di


Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 1.485,36 km2(Rahayu and
Santoso 2014) . Kabupaten Gunungkidul memiliki banyak potensi sumber daya alam
yang perlu dikembangkan, serta memiliki banyak potensi ekonomi yang perlu digali
lebih dalam untuk meningkatkan kualitas pembangunan berkelanjutan (Konsep Hijau)
terutama pada sektor penanggulangan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM), pemenuhan kebutuhan dasar, antisipasi perubahan iklim, dan isu-isu
pembangunan berkelanjutan lainnya. Dimana hal itu perlu dilakukan untuk
menyongsong Gunungkidul yang Bermartabat, Berdaya Saing, dan Berkelanjutan
Tahun 2045(Hasanati, Rijanta, and Pitoyo 2023).
Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini memiliki potensi alam yang beragam, seperti
pantai-pantai yang indah dan gua-gua yang menakjubkan. Namun, dalam
menjalankan pemerintahan, masih terdapat isu-isu tatakelola yang perlu diperhatikan
agar tercipta pemerintahan yang baik dan berkelanjutan di Gunungkidul, Peningkatan
bidang sosial yang berkelanjutan dan peningkatan bidang kebudayaan yang
berkelanjutan. Tentu ketiga fundametal tersebut ditujukan dalam konsep green
governance, social and cultural.

1. Green Governance

Green Governance dapat terwujud bila pemerintah dan masyarakat bergerak


bersama. Terdapat keterbukaan, inovasi, tata kelola dan perilaku hijau, yang
menghasilkan kebijakan dan struktur pemerintahan hijau (Li, Xu, and Zheng 2018).
Tata kelola hijau mengacu pada kebijakan, praktik, dan peraturan yang sadar
lingkungan yang diberlakukan oleh badan pemerintah dan organisasi lain untuk
melindungi lingkungan alam dan mempromosikan keberlanjutan. Prinsip-prinsip tata
kelola hijau berfokus pada meminimalkan dampak negatif dari aktivitas manusia
(Chairina and Tjahjadi 2023) terhadap lingkungan sekaligus mempromosikan
konservasi sumber daya dan pembangunan berkelanjutan. Beberapa contoh penerapan
tata kelola hijau antara lain:
a. Penerapan hukum dan peraturan yang membatasi jumlah polusi yang dapat
dihasilkan oleh perusahaan dan individu.
b. Penciptaan program-program yang mendorong penggunaan sumber energi
terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari, untuk mengurangi ketergantungan
pada bahan bakar fosil.
c. Promosi praktik pertanian berkelanjutan untuk mengurangi penggunaan bahan
kimia berbahaya dan melindungi ekosistem.
d. Pembentukan kawasan lindung seperti taman nasional dan suaka margasatwa
untuk melestarikan habitat alami dan keanekaragaman hayati. Mengadopsi
praktik-praktik tata kelola hijau dapat memberikan banyak manfaat bagi
lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengurangi polusi,
melestarikan sumber daya, dan melindungi habitat alami, tata kelola hijau dapat
membantu mengurangi perubahan iklim, mengurangi risiko bencana lingkungan,
dan mendorong pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Selain itu, tata
kelola pemerintahan yang hijau dapat membantu mengedukasi masyarakat
tentang pentingnya perlindungan lingkungan dan menginspirasi mereka untuk
mengambil tindakan dalam kehidupan mereka. Secara keseluruhan, tata kelola
hijau merupakan alat penting untuk mempromosikan kelestarian lingkungan dan
memastikan masa depan yang layak huni bagi generasi yang akan datang.
e. Pengembangan infrastruktur hijau, seperti atap hijau dan trotoar permeabel, untuk
mengurangi limpasan air hujan dan meningkatkan kualitas udara.
f. Pembentukan program daur ulang untuk mengurangi limbah dan mendorong
ekonomi sirkular.
g. Penerapan skema pelabelan ramah lingkungan untuk menginformasikan kepada
konsumen tentang dampak lingkungan dari produk dan mendorong konsumsi
yang berkelanjutan.
h. Promosi sistem transportasi umum untuk mengurangi ketergantungan pada
kendaraan pribadi dan mengurangi emisi karbon.
i. Dimasukkannya pertimbangan lingkungan dalam perencanaan dan pembangunan
kota untuk menciptakan kota yang lebih layak huni.
Tata kelola hijau tidak hanya tentang melindungi lingkungan tetapi juga
tentang menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan untuk semua. Hal ini
membutuhkan kolaborasi antara badan-badan pemerintah, bisnis, organisasi, dan
individu untuk mencapai tujuan bersama. Dengan mengadopsi praktik-praktik tata
kelola hijau, kita dapat memastikan bahwa tindakan kita hari ini tidak membahayakan
kesejahteraan generasi mendatang.
a. Penerapan mekanisme penetapan harga karbon untuk memberikan insentif bagi
pengurangan emisi gas rumah kaca.
b. Pembentukan obligasi hijau dan instrumen keuangan lainnya yang mendukung
investasi berkelanjutan.
c. Promosi pekerjaan ramah lingkungan dan program pelatihan untuk mendukung
transisi menuju ekonomi rendah karbon.
d. Pengembangan sistem pengelolaan limbah yang berkelanjutan, termasuk
pengomposan dan produksi biogas.
e. Perlindungan dan restorasi ekosistem alami, seperti lahan basah dan hutan, untuk
meningkatkan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem.

Karena kita terus menghadapi tantangan lingkungan yang belum pernah terjadi
sebelumnya, sangat penting bagi kita untuk memprioritaskan praktik tata kelola hijau
di semua aspek masyarakat. Hal ini tidak hanya mencakup kebijakan dan peraturan
pemerintah, tetapi juga tindakan individu dan tanggung jawab perusahaan. Dengan
bekerja sama menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, kita dapat memastikan
bahwa planet kita tetap sehat untuk generasi yang akan datang.
a. Integrasi pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum sekolah untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang isu-isu lingkungan.
b. Penerapan kebijakan pengadaan barang dan jasa ramah lingkungan di
pemerintahan dan perusahaan untuk mendorong penggunaan produk dan jasa
yang berkelanjutan.
c. Pembangunan ruang hijau di daerah perkotaan untuk meningkatkan kualitas
udara dan memberikan kesempatan rekreasi.
d. Promosi praktik pariwisata berkelanjutan untuk meminimalkan dampak negatif
terhadap sumber daya alam dan masyarakat lokal.
e. Pengembangan teknologi ramah lingkungan, seperti bangunan hemat energi dan
kendaraan listrik, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Tata kelola hijau adalah pendekatan multifaset yang membutuhkan kerja sama
dari semua sektor masyarakat. Hal ini tidak hanya melibatkan penerapan kebijakan
yang sadar lingkungan, tetapi juga mengubah perilaku individu dan mempromosikan
praktik-praktik berkelanjutan dalam skala yang lebih besar. Dengan memprioritaskan
tata kelola hijau, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih layak huni untuk diri
kita sendiri dan generasi mendatang sambil melindungi sumber daya alam di planet
ini. Tergantung pada kita semua untuk mengambil tindakan menuju masa depan yang
lebih berkelanjutan(Hidayah and Wahyunengseh 2021).
Terdapat 6 (Enam) Langkah Menuju Green Governance dimana melihat
kondisi ekonomi kita saat ini, transisi menuju ekonomi hijau mungkin tampak
menakutkan. Namun, transformasi ini bergantung pada enam langkah praktis untuk
perubahan. Untuk mengurangi dampak pemanasan global dan menjaga kenaikan suhu
bumi di bawah 2 derajat Celcius di abad ini, badan-badan pemerintah pusat dan
daerah perlu secara proaktif mengkoordinasikan upaya-upaya dan memfasilitasi jalur-
jalur pembangunan yang sesuai dengan pertumbuhan tanpa menambah tekanan
terhadap lingkungan. Transisi yang lancar menuju ekonomi hijau bergantung pada
tujuh kondisi terkait yang diperlukan dan cukup untuk menghasilkan perubahan
substansial, dan yang akan memungkinkan pemerintah untuk mengambil peran yang
lebih proaktif dalam membalikkan arah kegiatan berbasis karbon. Kondisi-kondisi
tersebut antara lain: komitmen politik, Kerangka hukum dan peraturan,
penerapan instrumen keuangan, kelayakan teknologi, pembentukan sumber
daya manusia, pengaturan kelembagaan yang tepat.
a. Komitmen Politik
Komitmen politik terhadap jalur pertumbuhan ekonomi hijau
mengandaikan bahwa alat fiskal dan moneter digunakan untuk mengarahkan
ekonomi menjauh dari bisnis seperti biasa. Hal ini mencakup investasi dalam
penelitian dan pengembangan (R&D), demonstrasi, penerapan, dan komersialisasi
berbagai teknologi terbarukan dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Sebagai
contoh, setelah krisis keuangan tahun 1990-an, Finlandia dan Korea membuat
langkah strategis untuk meningkatkan pendanaan litbang untuk energi terbarukan
sembari mengurangi pengeluaran publik lainnya dan menghapus subsidi bahan
bakar secara bertahap. Saat ini, Finlandia dan Korea memiliki keunggulan
kompetitif dalam teknologi inovatif dalam energi terbarukan. New Green Deal
Korea membentuk 17 usaha pertumbuhan baru dan mendukung dana untuk
meneliti energi alternatif yang potensial.
b. Kerangka hukum dan peraturan
Jika keputusan dan kebijakan tidak ditopang oleh kerangka kerja yang
mengikat dan dapat ditegakkan, maka keputusan dan kebijakan tersebut hanya
akan menjadi hiasan belaka. Meskipun kita tidak perlu menghijaukan semua
sistem peraturan secara bersamaan untuk menjawab tantangan perubahan iklim,
standar hukum harus dinilai dengan pendekatan yang sistematis. Reformasi
hukum memerlukan peninjauan kembali undang-undang yang ada dan
menyesuaikan yurisdiksi mereka melalui amandemen dan arahan. Di beberapa
daerah, hal ini mungkin memerlukan penguatan posisi hukum dengan melakukan
analisis kesenjangan, yang memerlukan perbandingan antara hukum dan prosedur
lingkungan saat ini dengan praktik terbaik internasional untuk menilai sistem
insentif saat ini. Model Kalundborg di Denmark menunjukkan bahwa
perencanaan yang bijaksana dapat menghasilkan pendapatan dan pertumbuhan
ekonomi tanpa menambah tekanan terhadap lingkungan. Contoh yang berbeda
dari penggunaan limbah dari operasi manufaktur tertentu sebagai bahan baku
untuk industri adalah hasil dari upaya terkoordinasi dan pola pikir keberlanjutan
dalam tindakan.
c. Penerapan Instrumen Keuangan
Para pembuat kebijakan yang didukung oleh badan pengatur memiliki
kekuatan untuk memulai pergeseran paradigma dengan menggunakan tiga
langkah simultan. Pertama, menerapkan mekanisme yang tepat untuk mencegah
penggunaan dan penyalahgunaan sumber daya alam. Hal ini memerlukan evaluasi
ulang terhadap dua jenis penggunaan sumber daya, yaitu intensitas penggunaan
sumber daya dan penipisan stok sumber daya alam. Kedua, badan-badan
pemerintah perlu mengevaluasi kembali ketentuan-ketentuan subsidi dan
mengalihkan dana ke usaha-usaha yang memberikan solusi permanen terhadap
masalah ketahanan energi. Terakhir, untuk mengurangi risiko keuangan yang
terkait dengan investasi hijau swasta, pemerintah harus meningkatkan dukungan
penelitian dan pengembangan mereka, menyediakan paket stimulus yang
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi sistem yang ada dan mendukung tahap
pengembangan dan demonstrasi agenda energi terbarukan.
d. Kelayakan Teknologi
Bahkan dengan adanya instrumen keuangan, pilihan teknologi terbarukan
dapat menjadi tantangan yang signifikan. Ada tiga langkah yang dapat digunakan
untuk menguji pilihan teknologi, yang pertama adalah menggunakan dana
publik untuk mendukung kelompok kerja dalam memperdebatkan jenis
teknologi terbarukan yang paling sesuai dengan kondisi geopolitik dan iklim
saat ini. Kriteria perdebatan teknologi harus sesuai dengan kesesuaian teknologi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan untuk menghindari duplikasi
upaya. Kedua, pendanaan pemerintah untuk analisis sensitivitas yang sering
dilakukan akan memungkinkan visi yang jelas tentang semua opsi terkait
teknologi terbarukan. Ketiga, pemerintah harus mendukung penilaian
kesenjangan sumber daya. Dialog semacam itu mendorong para pemangku
kepentingan untuk berpartisipasi dalam mencari solusi dengan mengakui adanya
kesenjangan sumber daya. Analisis kesenjangan ini harus disponsori oleh
berbagai badan pemerintah yang berbeda dalam koordinasi dengan para praktisi,
kelompok penelitian dan pemodal ventura di tingkat nasional dan lokal.
e. Pembentukan Sumber Daya Manusia
Investasi pada sumber daya manusia merupakan pengeluaran penting yang
tidak boleh dikompromikan dan sebagai bagian dari pendanaan publik, investasi
ini harus meningkatkan pengetahuan tentang apa, bagaimana, dan mengapa.
Pendidikan, pelatihan kejuruan, dan penelitian merupakan bidang yang sangat
rentan selama kemerosotan ekonomi. Selama resesi, badan-badan pemerintah
(baik di tingkat lokal maupun nasional) melakukan kebijaksanaan anggaran yang
lebih besar dan sering kali mengurangi kegiatan yang didanai oleh pemerintah
seperti pendidikan dan pelatihan. Pemangkasan anggaran pendidikan mengurangi
nilai sumber daya manusia yang seharusnya dapat membantu menstimulasi
ekonomi keluar dari resesi.
Pada masa kemerosotan ekonomi inilah pendidikan dan sarana
pembangunan sumber daya manusia lainnya membutuhkan dukungan ekstra
untuk mendanai pelatihan dan memfasilitasi pembentukan kader yang sesuai
dengan cita-cita hijau yang baru. Pelajaran dapat dipetik dari Finlandia di mana
selama krisis ekonomi di awal tahun 1990-an, pemerintah membuat komitmen
untuk menghindari pemotongan layanan penting yang mendukung penelitian dan
pengembangan dan lembaga pendidikan. Finlandia mengalami pemulihan yang
cepat dari resesi dengan sistem pendidikan kelas dunia dan tenaga kerja yang
sangat terampil.
f. Pengaturan Kelembagaan yang Tepat
Penyesuaian kelembagaan diperlukan untuk mengadopsi dan beradaptasi
dengan solusi inovatif, jika tidak, lembaga-lembaga tersebut akan menghadapi
"kehancuran kreatif" karena tidak bertindak. Dewan Desa Wildpoldsried di
Bavaria, Jerman, mengesahkan inisiatif hijau lokal pada tahun 1997 dengan
tujuan sederhana untuk menarik industri baru dan mendatangkan pendapatan baru.
Dewan desa melengkapi instalasi baru dengan panel surya, membangun digester
biogas, dan memasang tujuh kincir angin. Saat ini, desa tersebut menjual listrik
kembali ke jaringan listrik nasional yang menghasilkan 321 persen lebih banyak
energi daripada yang dibutuhkan. Sejauh ini, keuntungan dari investasi ini telah
mencapai US$5,7 juta untuk 2.600 penduduk desa (meskipun proporsi investasi
publik awal sulit untuk diketahui.

2. Green Social
Konsep "green social" atau "sosial hijau" mengacu pada pendekatan
pembangunan berkelanjutan yang memadukan aspek-aspek sosial dan lingkungan. Ide
dasarnya adalah untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan sosial, dan pelestarian lingkungan alam(Lesić et al. 2023). Berikut
adalah beberapa poin kunci yang mencirikan konsep green social:

a. Keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial:


Pendekatan green social mengakui bahwa keberlanjutan lingkungan dan
kesejahteraan sosial merupakan dua aspek yang saling terkait dan harus
diperhatikan secara bersamaan dalam setiap kebijakan pembangunan.
b. Partisipasi dan inklusi sosial: Konsep ini menekankan pentingnya melibatkan
semua pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan, termasuk
masyarakat lokal, kelompok masyarakat marginal, dan organisasi non-pemerintah.
Partisipasi ini memastikan bahwa kebijakan pembangunan mencerminkan
kebutuhan dan aspirasi seluruh komunitas.
c. Pemberdayaan masyarakat: Green social mempromosikan pemberdayaan
masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam pembangunan dan pengelolaan
lingkungan mereka sendiri. Ini dapat dilakukan melalui penyediaan pendidikan,
pelatihan, akses terhadap sumber daya, dan dukungan untuk inisiatif lokal.
d. Keadilan sosial: Konsep ini menekankan perlunya menciptakan kesetaraan akses
terhadap sumber daya dan peluang bagi semua anggota masyarakat, termasuk
kelompok-kelompok yang rentan atau terpinggirkan.
e. Penggunaan teknologi hijau: Green social mendorong penggunaan teknologi
dan praktik ramah lingkungan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya dan
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
f. Kerjasama lintas-sektoral dan lintas-batas: Untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan, konsep green social mendorong kerjasama antara
sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil serta lintas batas wilayah dan
administratif. Hal ini sesuai dengan konsep implementasi kebijakan George
Edward III yang dimodifikasi yakni penambahan indikator komunikasi lintas
budaya dalam penerapannya(Muryanto, Sukristyanto, and Rudy Handoko 2023).
g. Pendidikan dan kesadaran lingkungan: Konsep ini menekankan pentingnya
pendidikan dan kesadaran lingkungan untuk mengubah perilaku masyarakat dan
mempromosikan gaya hidup yang lebih berkelanjutan.
h. Pengembangan ekonomi yang inklusif: Green social mendukung
pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, yang memperhatikan
kesejahteraan sosial sekaligus menjaga keseimbangan ekologis.

Konsep green social memiliki tujuan yang serupa dengan konsep pembangunan
berkelanjutan secara umum, namun menekankan pada integrasi aspek sosial dan
lingkungan dalam setiap tahapan perencanaan dan implementasi kebijakan
pembangunan.

3. Green Cultural

Konsep "Green Cultural" mengacu pada pendekatan dalam pembangunan


berkelanjutan yang menggabungkan aspek-aspek budaya, lingkungan, dan sosial. Ide
dasarnya adalah untuk menghormati, memelihara, dan mempromosikan nilai-nilai
budaya dan warisan lokal sambil menjaga keseimbangan dengan lingkungan alam dan
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat(Wang, Sun, and Li 2023). Berikut
adalah beberapa poin kunci yang mencirikan konsep Green Cultural:
a. Penghormatan terhadap Budaya dan Warisan Lokal: Konsep Green Cultural
mengakui pentingnya menjaga dan memelihara keanekaragaman budaya, tradisi,
dan warisan lokal dalam setiap kegiatan pembangunan. Ini melibatkan
penghargaan terhadap pengetahuan tradisional, seni, bahasa, dan praktik budaya
yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
b. Integrasi Nilai Budaya dalam Pembangunan Berkelanjutan: Green Cultural
mempromosikan integrasi nilai-nilai budaya dalam perencanaan pembangunan,
termasuk dalam kebijakan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ini memungkinkan
pembangunan yang menghormati dan mendukung kebutuhan serta aspirasi
masyarakat lokal.
c. Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Budaya: Konsep ini mendorong
partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pelestarian budaya mereka sendiri. Ini
dapat melibatkan pendidikan budaya, pelatihan, promosi kesadaran, dan
dukungan terhadap praktik-praktik budaya tradisional.
d. Penggunaan Teknologi Hijau yang Sesuai dengan Budaya: Green Cultural
mendorong penggunaan teknologi yang sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal
dan ramah lingkungan. Hal ini memungkinkan adopsi teknologi modern yang
memperhatikan kearifan lokal dan kebutuhan ekologis.
e. Pemberdayaan Komunitas Budaya: Konsep Green Cultural bertujuan untuk
memberdayakan komunitas budaya untuk mengambil peran aktif dalam
pembangunan berkelanjutan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian lingkungan.
f. Kreativitas dan Inovasi Budaya untuk Pembangunan Berkelanjutan: Konsep
ini mengakui peran kreativitas dan inovasi budaya dalam menciptakan solusi
yang berkelanjutan untuk tantangan lingkungan dan sosial.
g. Promosi Pariwisata Berkelanjutan: Green Cultural mendorong pengembangan
pariwisata yang berkelanjutan yang menghargai dan melindungi warisan budaya
dan alam, sambil memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal.
h. Kerjasama Antarbudaya: Konsep Green Cultural mendorong kerjasama
antarbudaya dalam pembangunan berkelanjutan, memungkinkan pertukaran
pengetahuan, pengalaman, dan praktik terbaik antara berbagai kelompok
masyarakat.
Konsep Green Cultural menekankan pentingnya memadukan budaya, lingkungan, dan
sosial dalam setiap aspek pembangunan untuk menciptakan masyarakat yang
berkelanjutan, berdaya, dan berbudaya. Ini menghargai keunikan dan keberagaman
budaya lokal sambil memperhatikan tantangan lingkungan global yang dihadapi oleh
masyarakat saat ini.

Daftar Pustaka
Chairina, Chairina, and Bambang Tjahjadi. 2023. “Green Governance and
Sustainability Report Quality: The Moderating Role of Sustainability
Commitment in ASEAN Countries.” Economies.
Hasanati, S., R. Rijanta, and A. J. Pitoyo. 2023. “Rural Planning Study Based on
RPJMDes in Jepitu Village, Gunung Kidul Regency, Indonesia.” In IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science,.
Hidayah, Salma Arum, and Rutiana Dwi Wahyunengseh. 2021. “Collaborative
Governance Untuk Pengembangan Sustainable Green Tourism Sebagai Upaya
Pengentasan Kemiskinan (Discourse Network Analysis Pada
Geopark.Kebumenkab.Go.Id).” Wacana Publik.
Lesić, Veronika, Ivona Tomurad, Ana Opačić, and Marina Milić Babić. 2023.
“GREEN SOCIAL WORK AND ENVIRONMENTAL AWARENESS FROM
THE PERSPECTIVE OF SOCIAL WORK STUDENTS.” Ljetopis Socijalnog
Rada.
Li, Weian, Jian Xu, and Minna Zheng. 2018. “Green Governance: New Perspective
from Open Innovation.” Sustainability (Switzerland).
Muryanto, Febriana, Agus Sukristyanto, and V. Rudy Handoko. 2023.
“Implementation of Volcano Eruption Disaster Management Policy in Magelan
Indonesia.” KnE Social Sciences 2023: 359–69.
Rahayu, Eta, and Eko Budi Santoso. 2014. “Penentuan Pusat-Pusat Pertumbuhan
Dalam Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Gunungkidul.” Jurnal Teknik
Pomits.
Wang, Zehao, Xiaowei Sun, and Wentao Li. 2023. “Cultural Diversity and Green
Innovation: Evidence from China.” Finance Research Letters.

Anda mungkin juga menyukai