Anda di halaman 1dari 3

TUGAS MATA KULIAH

KEBIJAKAN PUBLIK

PROSES PERUMUSAN MASALAH


Dosen : Prof. Dr. Haselman, M.Si

Oleh :

AHMAD LUTHFI

P0800216006

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

SUB PROSES PERUMUSAN MASALAH


Perumusan Masalah (Problem Structuring) : rangkaian kegiatan untuk
menghasilkan 4 informasi yang saling berkaitan dengan masalah kebijakan, dengan cara
menggunakan 4 sub metode/Fase perumusan masalah. Mengingat pentingnya fase ini,
maka William Dunn menyebutkan setidaknya ada empat tahap dalam perumusan
masalah, antara lain: problem search (pencarian masalah), problem definition
(pendefinisian masalah), problem specification (menspesifikasi masalah), dan problem
sensing (pengenalan masalah) (Dunn, 1999:226).

Masalah
Subtantif

Konseptualis Spesifikasi
asi Masalah Masalah

Situasi Masalah
Problematis

Pengenalan
Masalah

1. Pengenalan masalah, hal pertama yag dilakukan dalam mengenal suatu masalah
adalah dengan melihat situasi masalah/problematic. Para analis kebijakan harus dapat
membedakan antara masalah publik dengan masalah privat. Jika seseorang kehabisan
bensin dalam sebuah perjalanan memakai kendaraan bermotor, maka hal tersebut
dikatakan sebagai masalah privat. Namun, jika terjadi kelangkaan minyak dan gas
yang melanda masyarakat luas, maka hal itu disebut sebagai masalah publik. Ilustrasi
tersebut menggambarkan perbedaan yang sangat jelas antara masalah publik dengan
masalah privat. Situasi umum yang dapat kita peroleh dari koran-koran/hasil
penelitian/laporan dinas merupakan hasil dari metode pengenalan masalah.
2. Tahap selanjutnya adalah pendefinisian masalah/konseptualisasi masalah. Tahap ini
merupakan penganalisisan dari metamasalah ke masalah subtantif. Di mana terjadi
pengkategorian masalah-masalah yang bersifat dasar dan umum. Setelah itu, para
analis kebijakan dapat merumuskan masalah formal yang lebih rinci dan spesifik.
Misal masalah pelayanan kesehatan terkait dengan masalah : (1) kurang-nya fasilitas
kesehatan, (2) rendahnya kualitas SDM, (3) budaya, atau (4) kurangnya tenaga medis
ahli.
3. Setelah itu tahap spesifikasi masalah. Melalui spesifikasi masalah proses perpindahan
dari masalah subtantif ke masalah formal dapat dilakukan. dapat lebih dispesifikan
lagi (spesifikasi masalah) dengan bantuan statistik. Ketika masalah telah
dispesifikasikan, maka pengenalan masalah menjadi tahap selanjutnya. Dalam tahap
ini, kesulitan akan menghampiri pembuat kebijakan. Kesulitan tersebut terjadi
dikarenakan ketidaksesuaian masalah subtantif dengan representasi formal dari
masalah yang ada. Misal pelayanan kesehatan, ternyata masalah substantifnya adalah
kurangnya fasilitas kesehatan yang menunjang, maka hal tersebut dapat dispesifikan
lagi yaitu : pemerintah menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang lengkap
untuk menunjang pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai