Anda di halaman 1dari 2

Nama : Olga Dwinanda

NIM : 2111512028

C. Kebijakan Tentang Permasalahan

Laporan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cilegon pada 2019 menyebutkan pertumbuhan
industri dan kendaraan bermotor mengakibatkan menurunnya kualitas udara dari tahun ke tahun.
"Polusi udara yang berasal dari emisi gas buang kendaraan serta industri menjadi penyebab
utama menurunnya kualitas udara Kota Cilegon," tulis laporan DLH dalam Dokumen Informasi
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kota Cilegon Tahun 2019 seperti dikutip detikcom,
Jumat (28/2/2020).
Polusi udara menjadi penyumbang terbesar dalam pemanasan global. Polusi ini lebih sering
disebabkan oleh penggunaan emisi bahan bakar fosil untuk keperluan sehari – hari. Penggunaan
energi batubara untuk pembangkit tenaga listrik, penggunaan bensin atau solar pada kendaraan
bermotor, dapat menghasilkan gas karbon monoksida (CO). Jenis zat ini dapat mengganggu
pernapasan manusia hingga menyebabkan terjadinya kanker paru – paru.
Untuk mengurangi dampak dari pencemaran adalah program reboisasi. Reboisasi adalah
penanaman hutan gundul kembali. Selain reboisasi, pemerintah pun mencanangkan program
gerakan menanam satu juta pohon. Aksi ini didukung penuh oleh masyarakat guna terwujudnya
lingkungan yang hijau dan asri. Peraturan tentang reboisasi ini dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2002 Tentang Dana Reboisasi.
Penggunaan bahan bakar fosil dalam hal ini sebenarnya sangatlah berperan penting. Namun
karena penggunaan yang terlalu berlebihan maka dapat mengakibatkan dampak negatif yang
berlebih. Penggunaan yang terus menerus, eksploitasi yang terus dilakukan dapat mengakibatkan
jumlah persediaan energi fosil semakin menipis, begitu pula pada tingkat pencemaran yang
semakin tinggi, akibatnya dampak dari global warming pun tak terhindarkan.
Metode penangkapan dan penyimpanan karbon bisa menjadi solusi bagi bumi yang tercemar dan
masih didominasi oleh bahan bakar fosil. Hal ini terungkap dari berita International Energy
Agency yang dirilis Selasa (1/1).
Upaya untuk menangkap dan menyimpan karbon (carbon capture and storage/CCS) harus
dilakukan guna mengurangi dampak pembakaran bahan bakar fossil terhadap perubahan iklim
dan pemanasan global.Namun upaya penangkapan dan penyimpanan karbon ini masih
menghadapi kendala yaitu tingginya biaya dan kurangnya insentif atau dukungan kebijakan dari
pemerintah sehingga menghambat perkembangan CCS.
Teknologi penangkapan karbon saat ini sudah tersedia dan sudah digunakan di sejumlah pabrik
dan lokasi yang menghasilkan emisi CO2. Namun metode ini memerlukan investasi yang tidak
sedikit guna membangun lokasi penyimpanan dan infrastruktur yaitu pipa yang menyalurkan
emisi CO2 ke sana. Metode ini juga memerlukan peralatan dan energi guna menangkap dan
memadatkan CO2 dari berbagai sumber pembuangan gas.
CCS diharapkan dapat berperan penting untuk mencapai target pengurangan emisi 26% pada
tahun 2020. Karena itu, perlu disusun regulasinya,ungkap Dirjen Migas Kementerian ESDM
Evita H. Legowo dalam pertemuan mengenai perumusan regulasi CCS di Hotel Nikko, Jakarta,
Kamis (28/7).Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Bambang Soemarsono dalam kesempatan
itu menambahkan, Indonesia telah menyusun konsep regulasi CCS. Peraturan yang akan
ditetapkan tersebut, antara lain mengenai penangkapan dan transportasi CO2, injeksi dan
penyimpanan CO2 pada lapisan geologi, potensi tumpang tindih dengan substansi aturan lain dan
pemberian insensif untuk pengembangan proyek.Selain itu, penentuan penggunaan CCS sebagai
teknologi mitigasi CO2 harus mempertimbangkan segi keselamatan dan ekonomi serta
penentuan ruang lingkup CO2 untuk proyek CCS dengan CO2 untuk proyek EOR.

Sumber :
1. https://kabarkampus.com/2014/04/pengurangan-bahan-bakar-fosil-dan-upaya-pencegahan-
polusi-udara-untuk-mengurangi-dampak-pemanasan-global/
2. https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2002/35TAHUN2002PP.htm
3. https://migas.esdm.go.id/post/read/Regulasi-CCS-Mulai-Dibahas

Anda mungkin juga menyukai