Disusun oleh:
2021
A. Latar Belakang
B. Inti Narasi
Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus melakukan
berbagai upaya agar produksi dan nilai tambah hulu migas dapat ditingkatkan. Salah
satunya adalah upaya meningkatkan keekonomian suatu lapangan migas melalui
penerapan teknologi maupun hilirasi menjadi produk pada lapangan marginal yang
jauh dari fasilitas pengolahan, sehingga lapangan tersebut belum bisa dimonetisasi.
Oleh karena itu, sudah seharusnya industi hulu migas mendukung upaya
peningkatan produksi migas nasional dan berkontribusi dalam upaya peningkatan
kapabilitas SDM hulu migas nasional. Karena tantangan industri hulu migas terus
meningkat termasuk didalamnya adalah pergeseran pengguanaan energi yang akan
mengarah pada energy baru dan terbarukan (EBT). Saat ini kebutuhan minyak di
Indonesia sebesar 1,6 juta barrel per hari, maka kebutuhan minyak di tahun-tahun
berikutnya tentu akan makin meningkat. Dapat dibayangkan jika produksi migas
nasional tidak ditingkatkan, maka aka nada GAP yang sangat besar, yang jika
solusinya adalah impor, maka tentu sangat membebani keuangan nasional dan
menjadi penghambar bagi pertumbuhan ekonomi.
Saat ini SKK Migas telah mencanangkan peningkatan produksi minyak 1 juta
barrel dan gas 12 BSCFD di tahun 2030 dari rata-rata produksi saat ini sekitar 700
ribuan barel minyal. Untuk merealisasikan target 2030 ini adalah pekerjaan yang
sangat berat karena jika target tidak tercapai maka beban negara akan menjadi berat di
masa yang akan datang. Lebih lanjut tantangan maupun perubahan potensi migas di
Indonesia yang saat ini dan kedepannya akan lebih dominan gas dibanding minyak,
dikarenakan Natuna memiliki blok migas yang mengandung gas sangat besar yaitu
kandungan CO2 yang sangat tinggi sekitar 70%. Penanganan CO2, selain kebutuhan
korporasi, juga tuntutan dari negara asal yang sudah menandatangani penurunan
emisi. Selain itu BP juga berkeinginan untuk mengembangkan dan menerapkan
CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage) di Tangguh, yaitu teknologi yang
dapat menangkan CO2 yang telah dilepaskan ke atmosfer yangmana akan mengurangi
emisi karbon sekitar 45%. Kajian penerapan CCUS pada lapangan-lapangan migas di
Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 2011 yaitu dilapangan Gundih, Jawa
Tengah, bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung, J-Power dan Janus. Proyek
lainnya adalah CO2 Source-Sink Match oleh ITB dan Janus, serta proyek
CCUS/CO2-EGR di tangguh oleh BP Berau Ltd. dan ITB. Bagi Indonesia, dengan
demikian penerapan CCUS di lapangan Tangguh ini juga akan mendukung
kesuksesan komitmen Indonesia dalam melaksanakan kesepakatan Paris Agreement
pada 2015, di mana Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29%
hingga 41% pada 2030. Penerapan CCUS diperkirakan akan mengurangi emisi
karbon sekitar 45%. Disamping itu, manajemen BP juga menyampaikan akan
meningkatkan investasi di Indonesia dengan melakukan pengembangan Lapangan
Ubadari yang bertujuan untuk meningkatkan cadangan terbukti, yang nantinya gas
yang dihasilkan akan digunakan untuk mendukung operasional kilang LNG Tangguh
baik train 1, 2 dan 3. Apabila terealisasi, maka cadangan gas dari lapangan ini dapat
digunakan untuk melakukan perluasan pasar. Lapangan Ubadari ditemukan pada
1997, dan mulai dilakukan pemboran eksplorasi pada 2017.
Vice President Subsurface Asia Pasific & India BP Dan Sparkes menuturkan,
faktor teknologi tidak lagi menjadi tantangan penerapan CCUS di industri hulu migas.
Hal ini mengingat industri hulu migas sudah berpengalaman dalam menginjeksikan
CO2 ke perut bumi. Tantangan utama implementasi CCUS ini adalah
keekonomiannya. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan agar proyek
berjalan adalah mencari keuntungan dari proyek CCUS dengan cara EOR/pengurasan
minyak tahap lanjut berbasis CO2. Hal lain yang bisa dilakukan agar investor tertarik
menggarap CCUS ini adalah menetapkan harga emisi karbon. Karena keekonomian
memang menjadi kunci jalan atau tidaknya proyek CCUS.
Melihat potensi hulu migas dengan mengingat banyak reservoir migas yang
sudah mulai habis cadangannya, yangmana reservoir ini dapat dimanfaatkan untuk
menyimpan emosi karbon yang ditangkap menggunakan teknologi CCUS. Maka hal-
hal yang perlu dilakukan pertama adalah BP harus segera berdiskusi dengan SKK
Migas terkait penerapan CCUS atas masalah keteknikan dan keekonomian proyek.
Diharapkan diskusi dapat melahirkan rencana pengembangan (Plan of Development).
SKK Migas harus lebih banyak berjuang untuk meningkatkan produksi migas
nasional dan meningkatkan daya saing dengan implementasi teknologi yang dapat
meningkatkan efisiensi biaya. Melalui penerapan revolusi industry 4.0, maka upaya
untuk menjadikan hulu migas yang ramah lingkungan menjadi lebih mudah
diwujudkan.
C. Kesimpulan
1. Industri hulu migas merupakan salah satu penghasil emisi karbon CO2 yang cukup
tinggi oleh karena itu SKK Migas mendorong penerapan teknologi CCUS dalam
industru hulu migas untuk peningkatan nilai tambah.
3. Penerapan CCUS sudah dilakukan uji coba di beberapa lapangan gas perusahaan.
Salah satunya lapangan Gundih yang sudah bekerja sama dengan pemerintah Jepang.