Anda di halaman 1dari 5

B30 

adalah program Pemerintah yang mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan


70% bahan bakar minyak jenis Solar, yang menghasilkan produk Biosolar B30. Program ini akan
diberlakukan mulai Januari 2020 sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor
32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Tahapan Kewajiban Minimal Pencampuran
Biodiesel (Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015), yaitu sebagai berikut:

Bioenergi kini menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang tengah dikembangkan
secara masif di Indonesia, tidak saja karena sumber energinya mudah ditemukan di Indonesia
tetapi juga karena variannya yang beraneka ragam. Kepala Subdit Penyiapan Program Bioenergi,
Trois Dilisusendi, mengungkapkan bahwa bioenergi merupakan energi terbarukan yang paling
lengkap. “Bioenergi ini tidak hanya sebagai listrik tetapi juga sebagai bahan bakar. Kami punya
yang namanya biofuel sekarang sudah sampai B30, lalu kita punya biogas untuk menggantikan
gas bumi, lalu yang terbaru biomassa. Kedepannya kita akan melakukan pencampuran biomassa
pada pembangkit tenaga listrik kita”, tuturnya pada saat berbicara mewakili Direktur Bioenergi,
pada Seminar Nasional bertajuk Sustainable Energy for Indonesia yang digelar Rabu kemarin
(4/3).

“Per Januari 2020 semuanya sudah wajib mandatori B30, kualitas B30 adalah
pengembangan dari B20, ada beberapa parameter yang kita tingkatkan. Secara nasional biodiesel
kita sudah mencapai 12 juta KL,” ungkap Trois. Program B40 sendiri akan dimulai di tahun
depan yaitu 2021 dan B50 di tahun 2022 untuk PLTD. Ia pun menegaskan, dalam pelaksanaan
kebijakan energi nasional, tujuan yang pertama adalah memaksimalkan dari energi terbarukan
dan yang kedua adalah meminimalkan dari minyak bumi atau energi fosil. Kondisi bauran energi
Indonesia saat ini,di tahun 2019, posisi EBT sebesar 9,15%, minyak bumi 38,8%, batubara 33%
dan gas bumi 19,7%.

Terkait dengan bioenergi, kapasitas terpasang pembangkit berbasis bioenergi ditargetkan


mencapai 5,5GW pada tahun 2025. “Bagaimana cara kita mencapai 23%, target kita dari
pembangkit itu sendiri mencapai 13-15% khusus dari bioenergi mencapai 2-5%, bicara biodiesel
akan masuk 2%, green fuel 1-3% dan co firing 1-3%. Target kita 2050 kita bisa mencapai 31%,”
tandas Trois. Potensi bioenergi yang dimiliki Indonesia sangat besar yaitu 442 GW, tetapi
pemanfaatannya baru 99,4 GW atau sekitar 2%. Oleh karena nya Pemerintah sangat mendorong
pengembangan bioenergi untuk menjawab tantangan pencapaian target 23% di 2025. (RWS)

Pemanfaatan biodiesel di Indonesia telah memasuki babak baru. Pergantian tahun 2020
menjadi saksi implementasi pencampuran 30 persen biodiesel dalam Bahan Bakar Minyak
(BBM) jenis solar atau yang dikenal sebagai B30. Jauh sebelum diimplementasikan, komitmen
Pemerintah mendukung pemanfaatan biodiesel ini telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri
ESDM No 12 Tahun 2015.

Dilaunching langsung oleh Presiden RI pada 23 Desember 2019, B30 siap


diimplementasikan setelah melalui berbagai tahap perencanaan matang dan sistematis.
Serangkaian uji komprehensif dan konstruktif juga telah dilakukan untuk memastikan
implementasinya tepat sasaran. Tak hanya menepis kekhawatiran akan kerugian dan kerusakan
pada mesin kendaraan, bahan bakar ini juga berperan dalam meningkatkan kualitas lingkungan.

Namun, pasca implementasi, beberapa pihak mengeluhkan terbentuknya gel di tangki


mobil akibat menggunakan B30. Selain itu ada anggapan mobil akan sulit dinyalakan di daerah
dingin, seperti di Dieng. Tim Teknis B30 Kementerian ESDM pun turun langsung, menghubungi
beberapa perwakilan APM (Agen Pemegang Merek) untuk mengkonfirmasi hal ini, diantaranya
PT. Isuzu Astra Motor Indonesia, PT Hino Motor Manufacturing Indonesia dan Gabungan
Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).

Prototype & Test Dept. Head, PT. Isuzu Astra Motor Indonesia, Harmoko Setyawan,
mengatakan sampai saat ini tidak ada keluhan konsumen Isuzu terkait penggunaan B20 maupun
B30. Komponen kendaraan Isuzu yang terkait fuel line, sudah memenuhi standar penggunaan
biosolar sejak tahun 2016. "Kami akan berkoordinasi lebih intensif dengan seluruh bengkel
Isuzu, untuk meminimalkan dampak yang mungkin terjadi", kata Harmoko. Ia mengungkapkan
pihaknya tidak khawatir mengingat hasil uji cold start-ability B30 di daerah bersuhu dingin
seperti Dieng menunjukkan kondisi yang baik, sehingga masyarakat harus lebih yakin tidak ada
masalah yang berarti. Product License & Certification at PT. Hino Motor Manufacturing
Indonesia, Andi Tauji juga menyatakan hal yang sama. "Sampai saat ini belum ada pengaduan
atau keluhan dari konsumen terkait dengan penggunaan B30", kata Andi. Sekretaris Gabungan
Kepala Kompartemen Teknik Lingkungan dan GAIKINDO, Abdul Rochim menambahkan
Gaikindo sudah melakukan konfirmasi dengan dengan beberapa APM. "Belum ada laporan yang
diterima APM mengenai problem filter blocking tersebut", kata pria yang disapa Rochim ini.

Sementara itu Catur Satyawira, UD Product Management menjelaskan penggunaan B30


pada UD Truck tidak merubah jadwal perawatan yang telah dianjurkan. Sampai saat ini juga
tidak ada komplain sehubungan dengan penggunaan B30 dari konsumen UD Trucks, untuk
daerah yang dingin. "Sesuai dengan test yang dilakukan bersama dengan Kementerian ESDM,
terbukti UD Truck tidak ada kendala masalah mengenai mesin", tandas Catur.

Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang menerapkan


penggunaan B20 telah sejak tahun 2016. Peningkatan pemakaian biodiesel dalam campuran solar
dari 20 persen menjadi 30 persen juga diikuti dengan peningkatan kualitas mutu dari biodiesel
yang digunakan. Hasil uji jalan B30 yang dilakukan sepanjang tahun 2019 menunjukkan tidak
terjadi dampak yang signifikan antara penggunaan B20 dengan B30. Selain itu juga uji start-
ability yang dilakukan di dataran tinggi Dieng menunjukkan bahwa kendaraan dapat dihidupkan
dengan normal setelah didiamkan (soaking) sampai 21 hari dengan menggunakan B30.
(FR/ER/KO)

Pada dasarnya B30 merupakan kesinambungan dari B20. Tingkat campuran FAME
(Fatty Acid Methyl Ester) atau kandungan nabati dari kelapa sawit yang semula hanya 20 persen
kini naik menjadi 30 persen. Selain sebagai energi baru yang terbarukan serta menyelesaikan
masalah defisit neraca perdagangan, penerapan B30 di Indonesia juga diklaim sebagai upaya
menekan polusi udara yang dihasilkan dari solar murni. "Implementasi Program Mandatori
Biodiesel, termasuk B30 dijalankan dengan perencanaan yang matang dan sistematis serta
melalui serangkaian uji komprehensif dan konstruktif untuk memastikan implementasinya tepat
sasaran, tidak menimbulkan kerugian dan kerusahan mesin kendaraan dan justru berperan dalam
meningkatkan kualitas lingkungan," kata Direktur Bioenergi Direktorat Energi Baru Terbarukan
dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna, dalam siaran
resminya beberapa waktu lalu. Proses pengujian B30 telah dilakukan dibeberapa wilayah di
Indonesia, termasuk di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Hal tersebut dilakukan untuk melihat
kemampuan bahan bakar dalam melakukan adaptasi pada kondisi udara yang lebih dingin.
Hasilnya, Feby mengatakan start ability mesin berjalan mulus setelah didamkan bahan bakar
pada corong terpisah selam 21 hari. Tak hanya itu saja, uji jalan 640 km di ragam lintasan juga
ikut dilakukan. Pada lintasan lurus, kestabilan mobil dipertahankan pada kecepatan maksimal,
yakni 100 kpj. "B30 pada dasarnya siap digunakan mesin diesel biasa dengan sedikit atau tanpa
penyesuaian. Penyesuaian dibutuhkan jika penyimpanan atau wadah biodiesel terbuat dari bahan
yang sensitif dengan biodiesel seperti seal, gasket, dan perekat terutama mobil lama dan yang
terbuat dari karet alam dan karet nitril," ucap Feby. Pada intinya, keberhasilan B30 tergantung
kepada tiga faktor, yaitu kualitas bahan bakar (biodiesel dan solar), handling atau penanganan
bahan bakar dan juga kompatibilitas material terhadap bahan bakar tersebut. Kerusakan yang
terjadi pada injektor dapat diakibatkan dari ketidaksesuaian salah satu atau lebih dari ketiga
faktor tersebut.

Pemerintah telah menyiapkan rencana strategis untuk mengembangan biofuel atau bahan
bakar nabati (BBN). Hal ini mengingat BBN memegang peran penting bagi ketahanan energi
nasional. Rencana pertama, memastikan bahwa program B30 tetap berjalan seperti yang
ditargetkan. "Pemerintah akan melanjutkan program B30 dengan melaksanakan monitoring dan
evaluasi," ujar Dadan dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang
diselenggarakan secara virtual, Rabu (2/12). Dia juga mengatakan, pemerintah akan berusaha
mengurangi permasalahan yang mungkin terjadi selama implementasi program B30, juga
meningkatkan infrastruktur pendukung dan memastikan keberlanjutan insentif.

Strategi kedua, merencanakan pengembangan program B40 dan B50. Menurut Dadan,


saat ini tengah dilakukan kajian ekonomi, kesiapan, bahan baku, infrastruktur pendukung. Akan
dilakukan pula roadtest untuk B40 atau B50, dan melakukan uji coba penggunaan B40 dan B50
pada mesin pembangkit listrik tenaga diesel yang ada.

Strategi ketiga, peningkatan program green fuel. Dia pun mengatakan akan dilakukan


kajian tentang dukungan regulasi, teknologi yang efisien dan terjangkau, bahan baku, insentif,
dukungan infrastruktur hingga pengembangan industri yang mendukung. "Pemerintah bersama
Pertamina mengembangkan standalone green fuel untuk memproduksi green diesel, green
gasoline dan green avtur," kata Dadan.

Strategi keempat, pengembangan hidrogenasi minyak sawit (HPO). Dia pun mengatakan


hal ini dilakukan dengan bekerjasama dengan Pertamina, Pupuk Indonesia, ITB, BPDP-KS dan
pemangku kepentingan lain akan mengembangkan kilang baru untuk green diesel. "Diharapkan,
pilot dan uji coba akan dilakukan tahun depan, di Desember 2021.

Strategi kelima, memanfaatkan lahan reklamasi atau bekas pertambangan bekerjasama


dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dan Pemerintah Daerah dalam
mengidentifikasi lahan bekas tambang, serta bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk
menentukan komoditas yang paling cocok. Lebih lanjut, Dadan menjelaskan diperlukan
komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan program bakar bakar nabati
sesuai dengan roadmap yang telah dibuat.

Adapun sesuai dengan peta jalan biofuel, ditargetkan produksi biofuel akan mencapai
sekitar 17,8 juta kiloliter di 2035. Ini merupakan kontribusi dari biodiesel, co-processing green
diesel, standalone green diesel, co-processing green gasoline hingga standalone green gasoline.
Referensi :

https://nasional.kontan.co.id/news/ini-5-rencana-strategis-pemerintah-kembangkan-bahan-bakar-
nabati

https://www.pertamina.com/Media/File/Energia-51---23-Des-2019.pdf

https://otomotif.kompas.com/read/2020/02/13/065100115/begini-klaim-keunggulan-biosolar-b30

https://ebtke.esdm.go.id/post/2020/03/06/2497/bioenergi.energi.terbarukan.paling.komplit

http://repository.unair.ac.id/101565/4/4.%20BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf
http://iesr.or.id/wp-content/uploads/2020/04/Bahan-Vidcon-DJEBTKE-dengan-IESR-21-April-
2020dek.pdf

Anda mungkin juga menyukai