Anda di halaman 1dari 460

K erangka Landasan Untuk

PEMBELAJARAN
PENGAJARAN,
dan ASESMEN
Kerangka Landasan Untuk
PEMBELAJARAN,
PENGAJARAN,
dan ASESMEN

Editor:
Lorin W. Anderson
David R. Krathwohl

Kontributor:
Peter W. Airasian, Kathleen A. Cruikshank
Richard E. Mayer, Paul R. Pintrich,
James Raths, Merlin C. Wittrock PUSTAKAPELAJAR
K era n g ka L a n d a sa n U n tu k

PEMBELAJARAN, PENGAJARAN, DAN ASESMEN


R evisi Taksonom i Pendidikan Bloom

Diterjemahkan dari:

A TAXONOMY FOR LEARNING, TEACHING, AND ASSESSING: A REVISION


OF BLOO M 'S TAXONOM Y OF EDUCATIONAL OBJECTIVES, ABRIDGED
EDITION, 1 st Edition, ISBN: 080131903X by Lorin W. Anderson, David R.
Krathwohl, Peter W. Airasian, Kathleen A. Cruikshank, Richard E. Mayer, Paul R.
Pintrich, James Raths, Merlin C. Wittrock; published by Pearson Education, Inc,
Copyright ©2001 by Addison Wesley Longman, Inc.

All right reserved. No part of this book may be reproduced or transmitted in any
form or by any means, electronic or mechanical, including photocopying, recording,
or by any information storage retrieval system, without permission from Pearson
Education, Inc.

BAHASA INDONESIA language edition published by PUSTAKA PF.LAJAR,


Copyright ©2014

Penerjemah:
Agung Prihantoro
Pemeriksa Aksara:
Rh. Widada, Ratih
Desain Cover:
Elaitamy el-Jaid
Penata Aksara:
Bima Bayu Atijah

Cetakan I, 2015

Penerbit
PUSTAKA PEL AJAR
Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
Telp. (0274) 381542, Fax. (0274) 383083
E-mail: pustakapelajar@yahoo.com
Website: pustakapelajar.co.id

ISBN: 978-602-8764-97-1
Buku in i kam i persem bahkan kepada para guru
yang senantiasa berupaya m eningkatkan
kuaiitas p ro ses pem betajaran dan m enum buhkem bangkan
sisw a-sisw a m ereka.
Sem oga buku in i berm anfaat bagi m ereka.
Prakata

PADA 1956, terbitlah buku yang membahas kerangka kategorisasi


tujuan-tujuan pendidikan, The Taxonomy o f Educational Objectives,
The Classification o f Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain,’
buah karya Benjamin Samuel Bloom (editor), M.D. Engelhart, E.J.
Fu rst, W .H . H ill, dan D .R . K ra th w o h l. Bu ku te rse b u t telah
diterjemahkan ke dalam lebih dari dua puluh bahasa (Krathwohl,
1994) dan menjadi dasar untuk menyusun tes dan kurikulum, bukan
hanya di Amerika Serikat, melainkan juga di seluruh dunia (Chung,
1994; Lewy dan Bathory, 1994; Postlethwaite, 1994).
Shane (1981) pernah melakukan survei perihal buku-buku yang
paling m em engaru hi kurikulum p end id ikan selam a 75 tahun
pertama abad ke-20, dan hasilnya menunjukkan bahwa Handbook
merupakan salah satu dari empat buku yang menempati urutan ke-
8 sampai 11. Belakangan, Museum Pendidikan Universitas South
Carolina mem bentuk tim pakar tingkat nasional untuk "m eneliti
buku-buku pendidikan yang paling berpengaruh atau bergaung di
jagat pendidikan Am erika selama abad ke-20" (Kridel, 2000: 5).
Mereka menemukan bahwa Handbook dan buku taksonomi ranah
afektif (Krathwohl, Bloom, dan Masia, 1964) term asuk di antara
buku-buku tersebut (Kridel, 2000: 72-73).
Handbook, beserta contoh-contoh yang diketengahkan di dalam-
nya, kerap kali dikutip dalam banyak sekali buku teks tentang

’Dalam buku Bloom ini, kata "taksonomi" berarti "sistem klasifikasi


tujuan pendidikan", dan Handbook dipakai untuk menyebut buku Bloom itu,
yang menjelaskan sistem klasifikasi tujuan pendidikan.

Prakata Vll
pengukuran (measurement), kurikulum, dan pendidikan guru. Penga-
ruh Handbook yang luas pada tataran nasional dan internasional
pernah diteliti oleh National Society for the Study of Education Year­
book (Anderson dan Sosniak, 1994). Dan, buku yang sedang Anda
pegang ini merupakan revisi atas Handbook itu.

MENGAPA HANDBOOK PERLU DIREVISI?


Oleh karena Handbook penting dan m enebar pengaruh yang
luas dalam w aktu yang lam a, orang-orang m ungkin bertanya:
Mengapa buku hebat itu harus diutik-utik? Mengapa perlu direvisi?
Kami mem punyai dua alasan mengapa perlu merevisi Handbook.
Pertama, terdapat kebutuhan untuk m engarahkan kem bali fokus
para pendidik pada Handbook, bukan sekadar sebagai dokumen
sejarah, melainkan juga sebagai karya yang dalam banyak hal telah
"m endahului" zamannya (Rohwer dan Sloane, 1994). Kami yakin
bahwa banyak gagasan dalam Handbook masih penting bagi para
pendidik masa kini karena mereka bergulat dengan masalah-masalah
desain pendidikan dan penerapan program yang tepat, kurikulum
standar, dan asesmen autentik (authentic assessment).
Alasan kedua adalah adanya kebutuhan untuk memadukan pe-
ngetahuan-pengetahuan dan pem ikiran-pem ikiran baru dalam se-
buah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan. Masyarakat Amerika
[dan dunia] telah banyak berubah sejak 1956, dan perubahan-per-
ubahan ini memengaruhi cara pikir dan praktik pendidikan. Seka-
rang, misalnya, kita jadi lebih tahu bagaimana anak-anak berkem-
bang dan belajar dan bagaimana guru-guru membuat rencana peng-
ajaran, m engajar, dan m engases/m enilai (to assess) sisw a-sisw a
mereka. Kemajuan dalam khazanah ilmu ini mendukung keharusan
untuk merevisi Handbook.
Setelah merenungkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan kita ini, kiranya Anda bisa memahami alasan-alasan kami
di atas. Kami berharap Anda tidak terburu-buru menghakimi ke-
putusan kami sebelum Anda selesai membaca buku ini dan men-
coba menggunakan taksonomi ini dalam praktik pendidikan.

vui Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


SASARAN PEMBACA
Buku ini ditujukan kepada beberapa segmen pembaca, dan salah
satunya yang paling pokok adalah guru. Banyak bukti menunjukkan
bahwa guru menjadi penentu apa yang terjadi di ruang kelas dengan
mata pelajaran (kurikulum) yang mereka ajarkan kepada siswa dan
dengan metode pengajaran mereka. Karenanya, bila dimaksudkan
untuk turut meningkatkan kualitas pendidikan, taksonomi revisi
ini seharusnya dapat mengubah cara pikir dan cara tindak guru.
Demi tujuan ini, kami telah berusaha untuk membuat revisi ini jadi
jauh lebih praktis dan berm anfaat bagi para guru.
Saat ini, timbul tuntutan untuk menstandarkan kurikulum (stan-
dards-based curriculum) (Glatthorn, 1998), dan m ayoritas negara
bagian di Am erika telah m enerbitkan peraturan tentang hal ini
(Frymier, 1996; Gandal, 1996; Rebarber, 1991). Pihak-pihak yang men-
dukung tuntutan ini berupaya dengan sungguh-sungguh untuk me­
ningkatkan kualitas pengajaran guru dan pem belajaran sisw a.
Tuntutan ini akan menjadi kenyataan hanya jika kurikulum standar
tersebut diterima, dipahami, dan dipraktikkan di kelas oleh guru-
guru.
Apa yang guru-guru butuhkan untuk turut meningkatkan mutu
pengajaran dan pem belajaran? M enurut kam i, para guru m em -
butuhkan sebuah kerangka (framework) yang akan mem udahkan
m ereka m em aham i, m enata, dan m engim plem entasikan tujuan-
tujuan pendidikan. Kerangka ini, sekali lagi, diharapkan dapat mem-
bantu mereka merencanakan pengajaran dan mengajar dengan tepat,
merancang asesmen dan strateginya yang valid, dan menyelaraskan
pengajaran dan asesmen tersebut dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Para penulis Handbook meyakini taksonomi buatan mereka merupa-
kan sebuah kerangka yang dibutuhkan oleh para guru itu. Maka,
dalam menulis buku revisi ini, kami telah berusaha untuk: (1) me-
revisi dan memperluas pendekatan yang dipakai oleh para penulis
Handbook, (2) menggunakan bahasa sehari-hari yang lebih mudah
dipahami, (3) mengikuti perkembangan pemikiran psikologi dan
pendidikan terbaru, dan (4) memberikan contoh-contoh yang realistis
tentang pemakaian kerangka ini.

Prakata IX
Misalnya, pada Bab 1 dan 2, kami membahas hubungan antara
standar dan tujuan pendidikan. Seluruh Bagian III memaparkan
penerapan kerangka ini dalam proses pengajaran di kelas. Bab 8-13
berisikan sketsa-sketsa pem belajaran bikinan guru-guru yang men-
deskripsikan unit-unit pelajaran yang telah mereka buat dan ajarkan,
dan kami melengkapinya dengan penjelasan mengenai bagaimana
kerangka ini dapat memudahkan para guru memahami dan kemudian
m em perbaiki unit-unit pelajaran tersebut. Bab 14 m engupas ke-
lebihan dan kekurangan sketsa-sketsa itu untuk kepentingan praktik
pengajaran. Selanjutnya, kami berharap banyak guru membaca buku
ini dan memperoleh manfaat darinya.
Para guru m em ang sangat sibuk m engajar sehingga mereka
kerap mendapatkan informasi tentang Handbook dari tangan kedua.
M engenai hal ini, Bloom m engatakan bahwa Handbook termasuk
"salah satu buku pendidikan di Amerika yang amat sering dikutip
tetapi jarang dibaca" (Anderson dan Sosniak, 1994: 9). Oleh karena
itu, kami menyasar beberapa kelompok — di antara pembaca buku
ini— yang berinteraksi dengan, dan berpengaruh pada, guru-guru
dan calon-calon guru. Agar dapat memenuhi kebutuhan kelompok-
kelompok ini secara lebih efisien, kami menerbitkan buku ini dalam
dua edisi: ringkas dan lengkap. Edisi ringkqsnya [yang sedang Anda
baca ini] berisikan 14 bab yang, menurut pendapat kami, paling me-
narik m inat guru, paling penting, paling bermanfaat, dan paling
praktis bagi guru.
Edisi lengkapnya mencakup 14 bab tersebut ditambah dengan
3 bab lagi dan satu Lampiran imbuhan. Salah satu di antara 3 bab
itu mendedahkan kerangka-kerangka alternatif untuk mengategori-
sasikan tujuan-tujuan pendidikan; bab lainnya merupakan ikhtisar
dari studi-studi empiris perihal struktur taksonomi Bloom (yang
asli); dan bab lainnya lagi membahas masalah-masalah pembelajaran
yang belum terselesaikan (rangkumannya menjadi bagian terakhir
dari Bab 14 edisi ringkas). Kami berpandangan bahwa edisi lengkap­
nya lebih m enarik bagi orang-orang yang sudah sangat familier
dengan Handbook, juga bagi para guru besar, peneliti pendidikan,

x Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dan sarjana yang berminat lebih mendalami kerangka pikir kami
dan kerangka-kerangka pikir lainnya.
Pembaca yang juga kami sasar adalah orang-orang yang berpe-
ngaruh di kalangan guru, baik secara langsung maupun tidak lang-
sung. Pihak-pihak yangberinteraksi dengan dan berpengaruh lang­
sung di kalangan guru kelas antara lain adalah pendidik yang me-
rencanakan program-program pendidikan calon guru dan mengajar
mereka. Bagi para pendidik itu, edisi ringkas ini seharusnya menjadi
bacaan tambahan atau pelengkap utama setelah buku-buku teks
wajib mereka. Kami juga sudah mengantisipasi seandainya pendidik-
pendidik tersebut m engajarkan buku revisi ini berdasarkan pe-
mahaman mereka tentang Handbook. Selain mereka, ada pula para
penulis buku-buku teks yang digunakan dalam program-program '
pendidikan guru, ketika mereka mengutip taksonomi pendidikan
ini dan berpijak padanya. Para penulis ini m enyampaikan kerangka
kami kepada guru-guru lewat buku-buku mereka.
Para koordinator kurikulum dan konsultan pendidikan yang
ikut m engam pu kegiatan-kegiatan pengem bangan profesi guru
secara terus-menerus dan membantu guru-guru mengajar di kelas
juga berpotensi m emberikan pengaruh langsung kepada para guru.
Untuk m erancang kegiatan-kegiatan tersebut, mereka dapat me-
manfaatkan sketsa-sketsa pem belajaran dalam buku ini sebagai
contoh tentang bagaimana cara menerapkan kerangka pikir kami.
Beberapa pihak yang secara tak langsung berpengaruh pada
guru juga dapat beroleh m anfaat dari pustaka ini. Para perancang
dan penerbit pelbagai tes telah banyak menggunakan Handbook se­
bagai dasar untuk m enentukan tujuan-tujuan tes hasil belajar
(achievement test) yang bakal diukur. Hatta, buku revisi ini sedikit-
banyak memberi manfaat.
Handbook tidak menyasar para pembuat kebijakan (misalnya,
dewan sekolah dan legislator) dan kalangan media, padahal peran
mereka sekarang makin penting. Buku revisi ini menawarkan kepada
mereka perspektif-perspektif tentang bagaimana menerjemahkan
standar-standar yang harus dicapai oleh sekolah dan lulusannya ke
dalam tujuan-tujuan yang tepat dan apakah tujuan-tujuan mereka

Prakata xi
tercapai. Bagi para wartawan, buku ini membekali mereka untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang apa makna yang se-
benarnya dari skor-skor tes.
Sasaran pembaca terakhir kami adalah para penulis dan penerbit
buku-buku teks yang dipakai untuk mengajar oleh guru-guru SD,
SMP, dan SMA. Para penulis dan penerbit ini mempunyai potensi
paling besar untuk mem engaruhi guru dan siswa jika para pegiat
buku tersebut — sebagaimana banyak penulis dan penerbit telah me-
lakukannya pada masa silam— mereka menggunakan kerangka kami
irii dalam buku-buku teks anggitan mereka dan m enunjukkanbagai-
mana buku ini dapat membantu guru m enganalisis tujuan, peng-
ajaran, dan asesmennya dan mengintegrasikan ketiganya.

SUSUNAN BUKU INI


Setelah Prakata ini, terdapat Pengantar yang menjelaskan pem-
buatan Handbook dan revisi kami ini. Selanjutnya, buku ini dibagi
jadi empat bagian. Bagian I berisikan dua bab. Bab 1 memerikan
kebutuhan akan taksonomi-taksonomi pendidikan dan menjelaskan
cara-cara untuk menggunakan taksonomi kami. Bab 2 membahas
hal ihwal tujuan-tujuan pendidikan, hubungan antara tujuan dan
standar pendidikan, dan pentingnya stancjar dalam pendidikan.
Tiga bab pada Bagian II memaparkan struktur revisi taksonomi.
Tabel dua dimensi yang dikenal sebagai Tabel Taksonomi dicantum-
kan di Bab 3. Dua bab berikutnya m endedahkan struktur revisi
kerangka kami dan secara lebih detail mengupas dua dimensi dalam
tabel taksonomi: dimensi pengetahuan (Bab 4) dan dimensi proses
kognitif (Bab 5). Masing-masing dimensi memiliki seperangkat kate-
gori yang nanti akan dijelaskan.
Sembilan bab pada Bagian III membabarkan penggunaan dan
kegunaan Tabel Taksonomi. Bab 6 menerangkan bagaimana Tabel
Taksonom i dapat digunakan untuk m erum uskan tujuan-tujuan
b elajar, m eren can akan p en g ajaran , m eran can g asesm en, dan
menggabungkan ketiga aktivitas tersebut. Bab 7 mengulas sketsa-
sketsa pem belajaran, term asuk m enganalisis dan m em anfaatkan

X ll Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


sketsa-sketsa itu untuk kepentingan guru. Bab 8-13 menampilkan
sketsa-sketsa tersebut, yang berupa deskripsi unit-unit pelajaran yang
ditulis dan pernah diajarkan oleh guru-guru. Setiap sketsa beserta
segenap komponennya (tujuan, aktivitas pem belajaran, asesmen,
dan kesesuaian di antara ketiganya) dianalisis dengan memakai Tabel
Taksonomi. Bab 14 membicarakan kesimpulan-kesimpulan berdasar-
kan analisis-analisis kami atas sketsa-sketsa tersebut.
Bagian IV, yang hanya disertakan dalam edisi lengkapnya,
mengkaji taksonomi pendidikan ini secara kritis. Dalam Bab 15, kami
membandingkan 19 kerangka pikir alternatif yang telah mengemuka
sem enjak penerbitan Handbook; kami m en gkritisinya m enurut
kerangka dan hasil revisi kami. Dalam Bab 16, kami merangkum
dan mengulas data-data empiris yang melandasi hierarki kumulatif
taksonomi Bloom, dan kami membahas implikasi dari data-data ter­
sebut untuk melakukan revisi. Terakhir, dalam Bab 17, kami mem-
babarkan sejumlah masalah yang belum terselesaikan dan mudah-
\

mudahan kelak akan dirampungkan oleh para ahli yang bakal me-
revisi buku kami ini. Baik edisi ringkas maupun edisi lengkap buku
ini menyertakan dua lampiran: lampiran pertama merupakan ring-
kasan dari perubahan-perubahan yang kami lakukan terhadap
taksonomi aslinya, dan lampiran kedua berupa isi taksonomi Bloom.
Lampiran ketiga, yang hanya terdapat pada edisi lengkapnya, mem-
beberkan data-data yang mendasari m eta-analisis pada Bab 16.

PARA PENULIS BUKU INI


Sebuah karya besar yang tetap dipakai dalam jangka waktu lama
perlu direvisi secara cermat pada saban babnya. Revisi terhadap
sebagian besar bab Handbook dilakukan oleh para penulis andal; se-
mentara revisi beberapa bab lainnya melibatkan para penulis "pe-
nyum bang". Daftar penulis selengkapnya adalah sebagai berikut:

Peter W. Airasian, Boston College — penulis utama, Bab 2; penulis


penyumbang, Bab 1; pengulas sketsa, Bab 10 dan 11.

Prakata xm
Lorin W. Anderson, Universitas South Carolina — penulis utama,
Bab 1, 6, dan 14; penulis penyumbang, Bab 3 dan 7; pengulas
sketsa, Bab 8, 9 ,1 0 ,1 1 , dan 12.

Kathleen A. Cruikshank, Universitas Indiana — penulis penyum ­


bang, Bab 1; pengulas sketsa, Bab 9 dan 12.

David R. Krathwohl, Universitas Syracuse — penulis utama, Bab 3,


15, 16, dan 17; penulis penyumbang, Bab 6.

Richard E. Mayer, Universitas California, Santa Barbara — penulis


utama, Bab 5; penulis penyumbang, Bab 3 dan 4.

Paul R. Pintrich, U niversitas M ichigan— penulis utam a, Bab 4;


penulis penyumbang, Bab 3 dan 5.

Jam es Raths, Universitas Delaware — penulis penyumbang, Bab 1


dan 7; pengulas sketsa, Bab 13.

Merlin Wittrock, Universitas California, Berkeley — penulis utama,


Bab 3, 4, dan 5.

UCAPAN TERIMA KASIH


Kami mengucapkan banyak terima^kasih kepada guru-guru
berikut, yang telah m enuliskan kegiatan pengajaran mereka yang
menjadi inti sari sketsa-sketsa pada Bab 8-13:

Bab 8: Nancy C. Nagengast, SD Maple Lane, Wilmington, Delaware.

Bab 9: Margaret Jackson, A.C. Flora High School, Columbia, South


Carolina.

Bab 10: /eanna Hoffman, SD Satchel Ford, Columbia, South Caro­


lina.

Bab 11: Gwendolyn K. Airasian, Wilson Middle School, Natick, Mas­


sachusetts.

x iv Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Bab 12: Michael J. Smith, American Geographical Institute, Alexan­
dria, Virginia.2

Bab 13: Christine Evans, Brandywine (Delaware) School District,


dan Deanne M cCredie, Cape H enlopen (Delaware) School
District.

Para pem buat sketsa-sketsa tersebut diminta untuk memeriksa


draf terakhir dan m emberi kom entar umum dan juga kom entar
khusus tentang pencatum an dan analisis terhadap sketsa-sketsa
mereka. Para penulis Bab 13 — bab ini diimbuhkan belakangan—
juga diminta mengulas sketsa pembelajaran mereka sendiri yang
dicantumkan dan dianalisis di sini. Komentar dan saran mereka di-
pakai untuk m enyusun draf akhir.
D raf-d raf buku ini, selam a dalam tahap-tahap penyiapan
penerbitan, beberapa kali dikirimkan kepada banyak pakar, guru,
dan pendidik. Banyak di antara mereka kemudian menyampaikan
komentar-komentar yang sangat berharga bagi para penulis untuk
membuat draf terakhir seperti yang Anda lihat sekarang ini. Kami
menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mem-
baca draf-draf awal dan memberi masukan, yakni Gwen Airasian,
Wilson M iddle School, Natick, MA; Patricia Alexander dari Univer-
sitas Maryland; Jam es Applefield dari Universitas North Carolina,
Wilmington; Richard Arends dari Central Connecticut State; Hilda
Broko dari U niversitas C olorado; Jere Brophy dari U niversitas
Negeri Michigan; Robert Calfee dari Universitas Stanford; Nathaniel
Gage dari Universitas Stanford; Robert Glaser dari Universitas Pitts­
burgh; Thomas L. Good dari Universitas Arizona; Jeanna Hoffman
dari SD Satchel Ford, Columbia, SC; Margaret Jackson dari A.C.
Flora High School, Columbia, SC; James Johnson dari Departments
of Education and Labor, Washington, D.C.; Greta Morine-Dershimer
dari Universitas Virginia; Nancy Nagengast dari SD Maple Lane,

2Dr. Smith meneliti pengajaran satuan pelajaran ini sebagai bagian dari
proyek National Science Foundation. Dia adalah seorang guru yang ber-
pengalaman dan mengajarkan satuan pelajaran ini.

Prakata xv
Wilmington, DE; Melody Shank dari Indiana Essential Schools Net­
work; Wayne H. Slater dari Universitas Maryland; Michael Smith
dari American Geographic Institute, Alexandria, VA; Susan Stodolsky
dari U niversitas C hicago; dan Anitia W oolfolk dari Universitas
Negeri Ohio.
Kami pun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Virginia (Ginny) Blanford, m antan acquisitions editor
bidang pendidikan di Addison Wesley Longman, atas dorongannya
yang kuat bagi proyek ini sedari awal hingga akhir. Beliaulah yang
m elantari kami untuk m endapatkan dana dari Longm an guna
m engadakan pertemuan pertama para editor dan penulis buku ini.
Pertemuan-pertemuan berikutnya dan semua pengeluaran selama
itu dibiayai dengan uang royalti edisi pertama pustaka ini.
Revisi niscaya diperlukan terhadap semua buku, tak terkecuali
Handbook dan juga karya kami ini. Kami tetap m em pertahankan
gagasan-gagasan dalam edisi pertamanya tanpa berhenti mengkritisi
mereka — sebuah pekerjaan yang "m enjengkelkan"— dan bahkan
mem pertahankan sejumlah ungkapan awalnya. Sebagai satu tim,
kami selalu menyadari utang budi kami kepada para penulis yang
karyanya (Handbook ) mendasari upaya revisi ini, dan kami meng-
ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya karena mereka telah
menulis buku babon itu.
Akhirnya, sebagai editor, kami sangat berterima kasih kepada
pihak-pihak yang telah bekerja sama dalam mengusung proyek ini.
Sungguh menggembirakan bekerja bareng mereka. Kami telah me-
lakukan banyak diskusi yang bersem angat dan berkali-kali meng-
ubah naskah buku ini tanpa bisa mengontrol arahnya. Akan tetapi,
selama itu kami selalu menanti-nantikan pertemuan setengah tahun- •
an dan m enyambut baik masukan-masukan timbal balik dan keber-
samaan kami. Salah seorang editornya (David R. Krathwohl) secara
khusus m enyam paikan terim a kasih kepada semua pihak yang
m enyelenggarakan seluruh pertemuan di Syracuse ketika kondisi
keluarga Krathwohl sedang repot dan membuatnya tak bisa bepergi-
an.

xvi Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Sungguh kami merasa prihatin karena Benjamin Bloom, yang
mencetuskan ide taksonom i, m enyunting Handbook, dan menjadi
mentor bagi beberapa orang di antara kami, menderita penyakit
Alzheimer sehingga tak dapat ikut serta dalam proyek revisi ini.
Ben meninggal dunia tak lama sebelum buku ini terbit. Sebagian
besar penyusun Handbook telah meninggal sebelum buku revisi ini
terbit; sebagian lagi sudah pensiun.
Nam un, salah seorang penulis Handbook, Dr. Edward Furst,
menyumbangkdn sejumlah bahan dan saran yang berm anfaat bagi
kam i. Dr. C hristine M cG uire, anggota tim penyusun Handbook
lainnya, juga m em berikan kom entar. Perlu dicatat pula bahw a
anggota tim penyusun Handbook lainnya lagi, yakni Dr. Nathaniel
Gage, turut menjadi salah seorang pengulas naskah kami yang amat
membantu. Kami berharap mereka semua memandang revisi ini
sebagai sebuah perbaikan, yang memang menjadi tujuan kami. ■

Lorin W. Anderson
David R. Krathwohl

Prakata XVII
Pengantar

M eskipun taksonomi ini, maksudnya ide tentang sebuah taksonomi


pendidikan, m ungkin m erupakan pem ikiran baru bagi banyak
pembaca, sebenarnya ini adalah revisi atas kerangka pikir Bloom
dan kawan-kawan yang senantiasa dipakai selama lebih dari se-
tengah abad. Bagi Anda yang belum pernah membaca Handbook,
Pengantar ini akan menjelaskan latar belakang penyusunan Hand­
book dan proses revisinya.
Pada 1948, sebuah pertemuan informal diadakan di Boston dan
dihadiri oleh sejumlah dosen penguji (examiner) di college dan uni-
versitas. Para penguji itu merasa m embutuhkan sebuah kerangka
pikir untuk m engklasifikasikan hasil-hasil belajar sisw a, sebab
kerangka pikir semacam ini dapat menjembatani pertukaran butir
tes, prosedur tes, dan ide-ide tentang tes di antara mereka. Sebagai
dosen penguji, mereka bertanggung jawab untuk menyiapkan, me-
nyelenggarakan, menskor, dan melaporkan hasil ujian komprehensif
mata kuliah-mata kuliah tingkat sarjana (undergraduate) yang diajar-
kan di kampus mereka masing-masing.
O leh karena m em buat soal-soal p ilih an ganda yang baik
sungguh menguras tenaga dan waktu, para penguji itu ingin meng-
hemat tenaga sehemat-hematnya dengan cara tukar-menukar butir
soak Mereka menggagas pembuatan istilah-istilah standar sebagai
indikator dari apa yang akan diukur oleh setiap butir soal. Indikator-
indikator baku semacam ini harus diturunkan dari kategori dan sub-
kategori yang dirumuskan secara saksama dan dapat mengklasifi­
kasikan tujuan-tujuan pendidikan dan, karenanya, juga butir-butir
tes. Pada mulanya, kerangka pikir ini hanya dipakai dalam pengajar-
an kognitif.

x v iii Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


M ereka yang m enjadi penggagas aw al selalu m em andang
kerangka pikir ini sebagai sesuatu yang selalu berkem bang, tak
pernah selesai dan tak pernah menjadi baku. Mula-mula, hanya
kerangka ranah kognitif yang disusun. Kerangka ranah afektif di-
susun terkem udian (Krathw ohl, Bloom dan M asia, 1964). Akan
halnya ranah psikomotorik, Simpson (1966) dan Harrow (1972) telah
menyusun kerangkanya, tetapi para penggagas awal itu tak kunjung
membuatnya.
Para penggagas awal itu sangat khawatir kalau taksonomi pen-
didikan buatan m ereka ini akan "m en u tu p pintu ijtih ad " dan
menghambat pembuatan kerangka-kerangka pikir pendidikan yang
baru. Namun, kekhawatiran mereka itu tak terbukti, karena sejak
Handbook terbit, telah berm unculan 19 kerangka pikir lain. Sembilan
belas kerangka pikir itu dicantumkan dalam Bab 15 pada buku edisi
lengkapnya.
Dalam sebuah tulisan tangan Bloom yang dibuat sekitar tahun
1971, dia menyatakan, "Idealnya, setiap mata pelajaran pokok mem-
punyai taksonomi tujuan sendiri dengan bahasa tersendiri — yang
lebih detail, lebih mendekati bahasa dan pemikiran ahli-ahlinya.
Taksonomi setiap mata pelajaran ini m encerm inkan sub-sub mata
pelajaran dan jenjang pendidikan, dengan kategori-kategori baru,
kombinasi-kombinasi kategori, dan, bila perlu, penghilangan kate­
gori-kategori tertentu." [Pernyataan Bloom ini merujuk pada karya
Bloom, H astings dan M adaus (1971), yang m enunjukkan bahwa
taksonomi Bloom dapat diadaptasi atau dimodifikasi secara sangat
fleksibel.] Sesungguhnya, telah dan selalu timbul harapan sampai
sekararig agar taksonomi pendidikan ini dimodifikasi ketika para
pendidik dalam beragam mata pelajaran menggunakannya, ketika
jagat pendidikan berubah, dan ketika ilmu baru berkembang sebagai
dasar untuk melakukan perubahan. Maka, revisi kami ini dimaksud-
kan untuk memenuhi harapan tersebut.

REVISI HANDBOOK
Ide untuk merevisi taksonomi pendidikan Bloom dan seluruh
Handbook muncul kali pertama dalam serangkaian diskusi dengan

Pengantar x ix
David Krathwohl, salah seorang penulis Handbook, dan dengan Dr.
Virginia Blanford, editor senior bidang pendidikan di penerbit
Addison Wesley Longman, Inc. Setelah penerbit Longman meme-
gang hak cipta Handbook, Dr. Blanford menyadari perlunya untuk
merevisi Handbook, menerbitkan dan memasarkan edisi revisinya.
Lantas, beberapa orang mengadakan pertemuan untuk membicara-
kan revisi tersebut dan membuat beberapa rencana. Namun, rencana-
rencana itu tak kunjung menuai hasil yang berarti sampai buku
Bloom's Taxonomy: A Forty-Year Retrospective (Anderson dan Sosniak)
terbit pada 1994. Baru setelah buku tersebut terbit, David Krathwohl
dan L o rin A n d e rso n m e re n ca n a k a n p e rte m u a n aw al yan g
m elibatkan orang-orang baru untuk m em bahas keinginan dan
kem ungkinan mereka guna m erevisi taksonom i pendidikan dan
Handbook.
Rencana itu terus bergulir, dan mereka mulai memikirkan siapa
saja yang akan dilibatkan dalam proyek ini. Akhimya, mereka sepakat
untuk mengundang wakil-wakil dari tiga kalangan: ahli psikologi
kognitif, ahli teori kurikulum dan peneliti pembelajaran, dan ahli
tes dan asesmen. Pertemuan perdana dilaksanakan pada Novem ­
ber 1995 di Syracuse, New York, dan dihadiri oleh tim yang berisikan
delapan orang, yaitu:
1. Ahli psikologi kognitif: Richard Mayer, Paul Pintrich, dan Will­
iam Rohwer. Merlin Wittrock diundang, tetapi tidak bisa datang.
2. Ahli teori kurikulum dan peneliti pembelajaran: Lorin Ander­
son dan K ath leen C ru ik sh an k . Jean C lan d in in , M ich ael
Connelly, dan James Raths diundang, tetapi tidak dapat hadir.
Clandinin dan Connelly kemudian m engundurkan diri dari
proyek ini.
3. Ahli tes dan asesmen: Peter Airasian, Linda Crocker, dan David
Krathw ohl.

Pertemuan tersebut m enghasilkan sebuah draf daftar isi buku


revisi Handbook dan pembagian tugas untuk menulis bagian-bagian
revisinya. Revisi ini, sebagaimana Handbook, merupakan karya tim
ini. Draf-draf berbagai dokumen dibuat selama sisa waktu sampai

xx Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


akhir 1996 dan kemudian dibagikan kepada semua anggota tim pada
akhir 1996 dan awal 1997. Selanjutnya, tim ini bertemu dua kali se-
tahun pada musim semi dan musim gugur untuk mengupas draf-
drafnya; m endiskusikan kekuatan, kelemahan, kekurangan dan ke-
lebihannya; dan m enentukan langkah-langkah berikutnya yang
tepat. Lalu, pada April 1998, sebuah draf taksonomi pendidikan di-
presentasikan dalam simposium American Educational Research
Association. Para peserta simposium umumnya menerima draf ter-
sebut dan mengusulkan supaya draf itu dibahas secara lebih detail.
Pada Juni 1998, diadakan pertemuan di Syracuse untuk me-
nyiapkan draf yang akan dikupas oleh ahli-ahli di luar tim tersebut.
Penerbit Addison Wesley Longman berbaik hati untuk mengompilasi
banyak sekali kupasan dari ahli-ahli itu, dan lantas naskah drafnya
dibagikan kepada anggota tim pada November 1998. Berdasarkan
kupasan-kupasan tersebut, naskah draf tadi direvisi pada musim
panas 1999. Naskah draf yang telah direvisi ini dibahas lagi oleh tim
dalam pertemuan terakhir pada Oktober 1999 di Syracuse.
Revisi yang dilakukan pada musim panas 1999 itu membuang
banyak catatan kaki yang merujuk pada Handbook. Catatan-catatan
kaki itu sengaja kami sertakan dalam edisi revisi ini untuk menghar-
gai pemikiran-pemikiran para penyusun Handbook dan untuk me-
nunjukkan bahwa edisi revisi ini dibuat berdasarkan karya aslinya.
Namun, para pengupas mengingatkan kami bahwa banyak pembaca
tidak lagi mengenal Handbook, sehingga catatan kaki itu hanya akan
membawa sedikit manfaat, menghalangi tujuan revisi, dan justru meng-
ganggu teks revisinya. Kami memerhatikan masukan mereka dan,
karenanya, sebagian besar isi edisi revisi ini merupakan tulisan barn.
Sebagian pem baca, khususnya yang pernah m em baca dan
menggunakan Handbook, barangkali juga ingin mengetahui perbeda-
an antara edisi revisi dan edisi aslinya itu. Kepada mereka, kami
meringkaskan perubahan-perubahan pokok yang telah kami lakukan
dalam Lampiran A. Selain itu, kami menyertakan taksonomi Bloom
aslinya dalam versi ringkas dalam Lampiran B. Kesudahannya, kami
berharap edisi revisi ini dapat melunasi banyak utang kami kepada
para penyusun taksonomi Bloom. ■

Pengantar xxi
Daftar Isi

Persembahan — v
Prakata — vii
Pengantar — xviii
Daftar Isi — xxii

Bagian I. Taksonomi Pendidikan: Tujuan Pendidikan dan


Proses Pembelajaran — 1

Bab. Pendahuluan — 3
Kebutuhan akan Taksonomi Pendidikan — 4
M eningkatkan dan M emanfaatkan Pemahaman Kita — 7
♦ Tabel Taksonomi, Tujuan, dan Alokasi Waktu
Pembelajaran — 8 v
♦ Tabel Taksonomi dan Pembelajaran — 10
♦ Tabel Taksonomi dan Asesmen — 12
♦ Kesesuaian antara Tujuan, Pembelajaran, dan Asesmen — 14
Guru: Pembuat Kurikulum vs. Pelaksana Kurikulum — 15

Bab 2 . Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan — 18


Struktur Tujuan — 18
♦ Isi versus Pengetahuan — 19
♦ Perilaku versus Proses Kognitif — 20
Spesifikasi Tujuan — 22
♦ Tujuan Global — 23
♦ Tujuan Pendidikan — 24
♦ Tujuan Instruksional — 24

XXII Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


♦ Ringkasan Tingkat-tingkat Tujuan — 25
Apa yang Bukan Tujuan — 25
Perubahan Kosakata dalam Rumusan Tujuan Pendidikan — 27
Problematika Tujuan — 30
♦ Spesifikasi dan Inklusivitas — 31
♦ Tujuan yang Kaku — 32
♦ Tujuan Merepresentasikan Proses Belajar atau Prestasi
Siswa? — 34
♦ Keterbatasan Rumusan Tujuan — 35
♦ Kesimpulan — 36

Bagian II. Struktur Taksonomi Pendidikan Baru — 37

Bab 3 . Tabel Taksonomi Pendidikan — 39


Kategori Dimensi Pengetahuan — 39
Kategori-kategori dalam Dimensi Proses Kognitif — 43
Tabel Taksonomi dan Tujuan Pendidikan — 46
Mengapa Tujuan Pendidikan Perlu Dikategorikan? — 50
Banyak Definisi — 53
♦ Deskripsi Verbal — 54
♦ Contoh Tujuan Pendidikan — 54
♦ Contoh Pertanyaan Asesmen — 54
♦ Contoh Aktivitas Pembelajaran — 55
Ikhtisar — 55

Bab 4 - Dimensi Pengetahuan — 56


Perbedaan antara Pengetahuan dan Materi Pelajaran — 58
Jenis-jenis Pengetahuan — 60
♦ Perbedaan antara Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan
Konseptual — 62
♦ Alasan Pencantuman Pengetahuan Metakognitif — 64
Kategori-kategori dalam Dimensi Pengetahuan — 67
A. Pengetahuan Faktual — 67
1. Pengetahuan tentang Terminologi — 68

Pengantar x x iii
2. Pengetahuan Tentang Detail-detail dan Elemen-elemen
yang Spesifik — 69
B. Pengetahuan Konseptual — 71
1. Pengetahuan tentang Klasifikasi dan Kategori — 72
2. Pengetahuan tentang Prinsip dan Generalisasi — 74
3. Pengetahuan Tentang Teori, Model, dan Struktur — 76
C . Pengetahuan Prosedural — 77
1. Pengetahuan Tentang Keterampilan dalam Bidang
Tertentu dan Algoritme — 78
2. Pengetahuan Tentang Teknik dan Metode dalam Bidang
Tertentu — 79
3. Pengetahuan Tentang Kriteria untuk Menentukan Kapan
Harus Menggunakan Prosedur yang Tepat — 80
D. Pengetahuan M etakognitif — 82
1. Pengetahuan Strategis — 83
2. Pengetahuan Tentang Tugas-tugas Kognitif, yang Meliputi
Pengetahuan Kontekstual dan Kondisional — 85
3. Pengetahuan-diri — 88
Mengases Tujuan Pendidikan yang Mencakup Pengetahuan
M etakognitif — 90
Kesimpulan — 92

Bab 5 . Dimensi Proses Kognitif — 94


Tiga Macam Hasil Belajar — 95
♦ Tiada Aktivitas Belajar — 96
♦ Belajar Menghafal — 96
♦ Belajar yang Bermakna — 97
Belajar yang Bermakna adalah Mengkonstruksi Kerangka
Pengetahuan — 98
Proses Kognitif dalam Meretensi dan Mentransfer — 98
Kategori-kategori dalam Dimensi Proses Kognitif — 99
1. Mengingat — 99
1.1. Mengenali — 103
1.2. Mengingat kembali — 104
2. Memahami — 105

XXIV Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


2.1. Menafsirkan — 106
2.2. M encontohkan — 108
2.3. Mengklasifikasikan — 109
2.4. Merangkum — 110
2.5. M enyimpulkan — 111
2.6. M em bandingkan — 113
2.7. M enjelaskan — 114
3. Mengaplikasikan — 116
3.1. Mengeksekusi — 116
3.2. M engimplementasikan — 118
4. Menganalisis — 120
4.1. M embedakan — 121
4.2. Mengorganisasi — 122
4.3. M engatribusikan — 124
5. Mengevaluasi — 125
5.1. M emeriksa — 126
5.2. M engkritik — 127
6. Mencipta — 128
6.1. Merumuskan — 130
6.2. M erencanakan — 131
6.3. M em produksi — 132
Proses Kognitif yang Kontekstual dan Tidak Kontekstual — 134
Contoh Tujuan Pendidikan yang Kontekstual — 135
♦ M engingat Apa yang Telah Dipelajari — 136
♦ M emahami dan M enggunakan Apa yang Dipelajari — 137
Kesimpulan — 139

Bagian III. Penggunaan Taksonomi Pendidikan — 141

Bab 6. Penggunaan Tabel Taksonomi Pendidikan — 143


Tabel Taksonomi untuk M enganalisis Tujuan Pembelajaran
Anda — 144
Tabel Taksonomi untuk M enganalisis Tujuan Pembelajaran
Guru Lain — 146
Melihat Kem bali Tabel Taksonomi — 147

Pengantar xxv
♦ Pertanyaan tentang Pembelajaran — 147
♦ Pertanyaan tentang Instruksi — 148
♦ Pertanyaan tentang Asesmen — 152
♦ Pertanyaan tentang Kesesuaian antara Rumusan Tujuan,
Aktivitas Pembelajaran, dan Asesmennya — 156
Masalah-masalah dalam Pengklasifikasian Tujuan
Pembelajaran — 158
♦ M asalah Tingkat Spesifikasi — 158
♦ Masalah Pembelajaran Sebelumnya — 159
♦ M em bedakan Tujuan dari Aktivitas — 160
♦ Tips untuk M engklasifikasikan Tujuan Pembelajaran — 161
♦ M enelaah Kata Kerja dan Kata Bendanya — 162
♦ Menghubungkan Jenis Pengetahuan dengan Proses
Kognitif — 162
♦ M emastikan bahwa Kata Benda atau Frasa Benda Anda
Tepat — 163
♦ M emanfaatkan Banyak Sumber Informasi — 165

Bab 7. Pengantar Pembahasan Sketsa Pembelajaran — 166


Karakteristik Sketsa Pembelajaran — 166
Unit Kurikulum — 168
Komponen-komponen Pokok Deskripsi Sketsa Pembelajaran — 170
Menggunakan Tabel Taksonomi untuk M enganalisis Sketsa
Pembelajaran — 172
Langkah-langkah dalam M enganalisis Sketsa Pembelajaran — 177
Sistematika Pembahasan Sketsa Pembelajaran — 178

Bab 8. Sketsa Pembelajaran Nutrisi — 181


Bagian 1: Tujuan — 182
Bagian 2: Aktivitas-aktivitas Pembelajaran — 185
Bagian 3: Asesmen — 194
Bagian 4: Komentar Penutup — 196
♦ Pertanyaan tentang Pembelajaran — 196
♦ Pertanyaan tentang Instruksi — 199
♦ Pertanyaan tentang Asesmen — 199

XXVI Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


♦ Pertanyaan tentang Kesesuaiannya — 200
Bagian 5: Pertanyaan-pertanyaan Penutup — 201

Bab 9 . Sketsa Pembelajaran Macbeth — 208


Bagian 1: Tujuan — 209
Bagian 2: Aktivitas-aktivitas Pembelajaran — 2-10
♦ Aktivitas Pendahuluan — 210
♦ Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak I — 212
♦ Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak II — 214
♦ Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak III — 216
♦ Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak IV — 217
♦ Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak V — 218
Bagian 3: Asesmen — 219
Bagian 4: Komentar Penutup — 223
♦ Pertanyaan tentang Pembelajaran — 223
♦ Pertanyaan tentang Instruksi — 223
♦ Pertanyaan tentang Asesmen — 226
♦ Pertanyaan tentang Kesesuaiannya — 227
Bagian 5: Pertanyaan-pertanyaan Penutup — 228

Bab 10. Sketsa Pembelajaran Penjumlahan — 237


Bagian 1: Tujuan — 238
Bagian 2: Aktivitas-aktivitas Pembelajaran — 239
Bagian 3: Asesmen — 248
Bagian 4: Komentar Penutup — 251
♦ Pertanyaan tentang Pembelajaran — 251
♦ Pertanyaan tentang Instruksi — 253
♦ Pertanyaan tentang Asesmen — 253
♦ Pertanyaan tentang Kesesuaiannya — 254
Bagian 5: Pertanyaan-pertanyaan Penutup — 254

. Bab 11. Sketsa Pembelajaran Undang-undang — 257


Bagian 1: Tujuan — 258
Bagian 2: Aktivitas-aktivitas Pembelajaran — 260
Bagian 3: Asesmen — 272

Pengantar xxvu
Bagian 4: Komentar Penutup — 274
♦ Pertanyaan tentang Pembelajaran — 274
♦ Pertanyaan tentang Instruksi — 277
♦ Pertanyaan tentang Asesmen — 277
♦ Pertanyaan tentang Kesesuaiannya — 278
Bagian 5: Pertanyaan-pertanyaan Penutup — 278

Bab 12 . Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi — 284


Bagian 1: Tujuan Pembelajaran — 284
Bagian 2: Aktivitas-aktivitas Pembelajaran — 286
Bagian 3: Asesmen — 301
Bagian 4: Komentar Penutup — 304
♦ Pertanyaan tentang Pembelajaran — 304
♦ Pertanyaan tentang Instruksi — 307
♦ Pertanyaan tentang Asesmen — 307
♦ Pertanyaan tentang Kesesuaiannya — 308
Bagian 5: Pertanyaan-pertanyaan Penutup — 308

Bab 13. Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan — 315


Bagian 1: Tujuan Pembelajaran — 316
Bagian 2: Aktivitas-aktivitas Pembelajaran — 318
Bagian 3: Asesmen — 333
Bagian 4: Komentar Penutup — 335
♦ Pertanyaan tentang Pembelajaran — 335
♦ Pertanyaan tentang Instruksi — 338
♦ Pertanyaan tentang Asesmen — 339
♦ Pertanyaan tentang Kesesuaiannya — 339
Bagian 5: Pertanyaan-pertanyaan Penutup — 340

Bab 14. Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam


Pembelajaran di Kelas — 350
Kesimpulan perihal Pembelajaran — 353
♦ M enggunakan Proses-proses Kognitif yang Kompleks untuk
Mencapai Tujuan-tujuan yang Sederhana — 353
♦ Memilih Jenis Pengetahuan — 357

X X V lll Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Kesimpulan perihal Pembelajaran — 360
♦ Memahami Hubungan antara Jenis Pengetahuan dan Proses
Kognitif — 360
♦ Membedakan Aktivitas dan Tujuan Pembelajaran — 364
Kesimpulan perihal Asesmen — 370
♦ Menggunakan Asesmen Sum atif dan Asesmen
Formatif — 370
♦ Menghadapi Asesmen Eksternal — 374
Kesimpulan perihal KeSesuaian antara Tujuan, Aktivitas
Pembelajaran, dan Asesmen — 377
♦ Menyesuaikan Asesmen dengan Tujuan — 377
♦ Penyesuaian Aktivitas-aktivitas Pembelajaran
dan Asesmen — 381
♦ Penyesuaian Aktivitas-aktivitas Pembelajaran
dengan Tujuan — 385
Komentar Akhir — 387
Masalah-masalah yang Belum Terselesaikan — 388
♦ Perencanaan dan Analisis yang lebih Matang — 388
♦ Hubungan antara Tujuan dan Pembelajaran — 388
♦ Format Tes Pilihan Ganda yang Tak Kunjung Maju — 389
♦ Teori Belajar dan Kognisi — 390
♦ Hubungan antara Ranah Kognitif, Afektif dan
Psikomotor — 390
Penutup — 391

Lampiran — 393

Lampiran A. Ringkasan Perubahan Kerangka Taksonomi 395


♦ Perubahan Penekanan — 396
♦ Perubahan Terminologi — 398
♦ Perubahan Struktur — 400
Pencantuman Memahami dan Penghilangan Menyelesaikan
Masalah dan Berpikir Kritis — 403

Pengantar x x ix
Lampiran B. Ringkasan Taksonomi Bloom: Ranah
Kognitif — 406
Pengetahuan — 406
Kemampuan dan Keterampilan Intelektual — 411

Daftar Pustaka — 416


Tentang Penerjemah — 429
Indeks — 430 '

XXX Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


BAGIANI

Taksonomi Pendidikan:
Tujuan Pendidikan
dan Proses Pembelajaran
BAB 1

Pendahuluan

K ita manusia mempunyai tujuan-tujuan hidup, dan tujuan-tujuan


hidup ini membantu kita memfokuskan perhatian dan tindakan kita.
Tujuan-tujuan tersebut mengindikasikan apa yang ingin kita capai.
Dalam bidang pendidikan, tujuan-tujuan yang dirumuskan m eng­
indikasikan apa yang kita ingin para siswa mempelajarinya. Tujuan-
tujuan pendidikan adalah "rumusan eksplisit tentang tata cara untuk
mengubah siswa melalui proses pendidikan" (Handbook, 1956: 26).
Tujuan sangat penting dalam pengajaran (teaching), sebab pengajaran
merupakan tindakan yang sengaja dan beralasan. Pengajaran disengaja
karena pengajaran selalu dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan,
yakni utamanya untuk memfasilitasi siswa dalam belajar. Pengajaran
itu beralasan karena apa yang diajarkan guru kepada siswa dianggap
penting oleh si guru.
Aspek beralasan dari pengajaran ini bertalian dengan apa tujuan-
tujuan yang ditetapkan guru untuk siswanya. Sementara itu, aspek
kesengajaannya berkaitan dengan bagaimana guru membantu siswa
meraih tujuan-tujuan tersebut, yakni lingkungan belajar yang guru
ciptakan dan aktivitas-aktivitas dan pengalaman-pengalam an yang
guru berikan. Lingkungan, aktivitas, dan pengalaman belajar se-
harusnya sejalan dan sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetap­
kan.
Tujuan-tujuan (objective) yang ditetapkan guru ini bisa bersifat
eksplisit atau implisit, mudah dipahami atau tersamar, mudah atau

Bab I : Pendahuluan 3
sulit diukur. Tujuan-tujuan ini bisa disebut dengan istilah-istilah lain.
Dahulu, tujuan-tujuan ini disebut aim, purpose, goal, dan guiding out­
come (Bobbitt, 1918; Rugg, 1926a dan b). Sekarang, tujuan-tujuan
tersebut dianggap sebagai standar isi atau standar kurikulum
(Kendall dan M arzano, 1996; G latthorn, 1998) [atau kom petensi
peserta d id ikj. Apa pun yang diniaksud dengan tujuan dan apa pun
namanya, tujuan-tujuan ini hadir dalam semua aktivitas pengajaran.
Singkatnya, ketika mengajar, kita ingin siswa-siswi kita belajar. Apa
saja yang kita ingin mereka pelajari sebagai hasil pengajaran kita
. itulah yang dimaksud dengan tujuan.1

KEBUTUHAN AKAN TAKSONOMI PENDIDIKAN


Sim aklah kisah sedih seorang guru SD di Amerika Serikat
berikut ini: "Saya m erasa senang saat kali pertam a m endengar
rencana penetapan standar-standar nasional pendidikan. Saya kira
bagusbila terdapat kejelasan apa yang harus dipelajari dan dilakukan
siswa pada setiap mata pelajaran di setiap kelas. Tetapi ketika mem-
baca draf standar-standar itu, saya merasa sedih. Terlalu banyak.
Ada 85 standar dalam mata pelajaran bahasa Inggris kelas 6 (mata
pelajaran yang saya am pu). Ada lebih dari 100 standar dalam
matematika kelas enam. Dan, standar-standar itu sangat kabur. Saya
ingat salah satunya. 'Deskripsikan hubungan-hubungan antara pe-
ngaruh historis dan kultural dan pilihan sastra seseorang.' Hubung-
an apa? Apa yang dimaksud dengan pengaruh historis dan kultural?
Apa yang dimaksud dengan pilihan sastra? Dan apa yang dimaksud
dengan 'deskripsikan'? Saya bergumam pada diri sendiri, 'Standar-
standar ini tak akan m eningkatkan mutu pengajaran saya dan
aktivitas belajar siswa saya.'"
Lantas, apa yang dapat guru-guru lakukan ketika mereka men-
jumpai — m enurut pendapat mereka— banyak sekali tujuan yang

’Dalam buku ini, kita menggunakan istilah tujuan (objective) untuk me-
nyebut hasil belajar siswa yang telah direncanakan dengan sengaja. Maka,
tujuan, standar kurikulum, dan target belajar —semua ini mengacu pada
proses belajar siswa yang telah direncanakan dengan sengaja.

4 Pembeiajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kabur? Perihal banyaksekali tujuan, mereka harusmengelompokkan
tujuan-tujuan itu dengan cara mereka sendiri. Ihwal tujuan-tujuan
yang kabur, mereka harus memperjelasnya. Pendeknya, gurmguru
membutuhkan sebuah kerangka pikir yang lengkap dan — ini yang
paling penting— meningkatkan pemahaman mereka.
Bagaimana caranya agar kerangka pikir ini dapat membantu
guru-gu ru lebih m em aham i rum usan tu ju an -tu ju an tersebut?
Kerangka pikir ini harus berisikan kategori-kategori m engenai
sebuah fenomena tunggal (misalnya, mineral, karya fiksi). Kategori-
kategori ini m erupakan kumpulan "kontain er" yang m ew adahi
objek-objek, pengalam an-pengalam an, dan ide-ide. Objek, peng-
alam an, dan ide yang ciri-cirinya sama ditem patkan di dalam
"kontainer" yang sama pula. Kriteria yang tepat untuk menyeleksi
objek, pengalaman dan ide yang sama dibuat berdasarkan prinsip-
prinsip klasifikasi tertentu — prinsip-prinsip yang digunakan untuk
m em bedakan kategori-kategori tersebut. Ciri-ciri setiap kategori
yang telah diklasifikasikan dalam kerangka pikir itu akan membantu
guru lebih memahami apa yang ditempatkan dalam kategori-kate­
gori tersebut.
Coba perhatikan kerangka filogenesis (dengan kategori-kategori
mamalia, unggas, antropoda, dan seterusnya). Prinsip-prinsip klasi-
fikasinya (atau kriteria seleksi) mencakup ciri-ciri fisik (misalnya
tempat tinggal dan/atau lokasi temuan tulang kerangka, berdarah
panas vs. berdarah dingin) dan cara perkembangbiakan serta ke-
hidupan masa kecil (m isalnya, bertelur vs. beranak, tanpa atau
dengan pengasuhan induk). Supaya kerangka ini dapat meningkat­
kan pemahaman kita, kita harus mengetahui ciri-ciri pokok setiap
kategori. Sebagai contoh, apa yang m enjadikan seekor mamalia
disebut mamalia? Kita harus tahu bahwa mamalia menghirup udara,
berdarah panas, mengasuh anaknya, lebih banyak melindungi dan
melatih anak-anaknya dibandingkan dengan jenis hewan lain, dan
mempunyai otak yang lebih besar dan maju ketimbang jenis hewan
lainnya.. Maka, ketika mendengar bahwa hyrax adalah mamalia, kita
dapat membayangkan bagaimana rupa hyrax berdasarkan letaknya
cialam kerangka pikir di atas. Juga, ketika membaca bahwa jerapah

Bab I : Pendahuluan 5
termasuk mamalia, kita tahu bahwa hyrax dan jerapah memiliki se-
jum lah ciri yang sama karena keduanya berada dalam kategori yang
sama pada kerangka pikir itu.
Taksonomi adalah sebuah kerangka pikir khusus. Dalam sebuah
taksonomi, kategori-kategorinya merupakan satu kontinum. Konti-
num ini (misalnya, frekuensi gelombang warna, struktur atom yang
mendasari pembuatan tabel unsur) merupakan salah satu prinsip
klasifikasi pokok dalam taksonomi tersebut. Dalam taksonomi pen-
didikan, kami m engklasifikasikan tujuan-tujuan. Sebuah rumusan
tujuan berisikan satu kata kerja dan satu kata benda. Kata kerjanya
umumnva mendeskripsikan proses kognitif yang diharapkan. Kata
bendanva jam ak mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan
dikuasai atau dikonstruk oleh sisw a. Perhatikan contoh tujuan
berikut ini: "Sisw a belajar membedakan (proses kognitif) sistem-
sistem pem erintahan konfederasi, federasi, dan kesatuan (penge­
tahuan)."
Taksonomi Bloom hanya mempunyai satu dimensi, sedangkan
taksonomi revisi ini memiliki dua dimensi. Sebagaimana telah di-
sebutkan dalam paragraf sebelumnya, dua dimensi itu adalah proses
kognitif dan pengetahuan. Interelasi antara keduanya kami sebut
. Tabel Taksonomi. Dimensi proses kognitif (yakni, kolom-kolom pada
tabel itu) berisikan enam kategori: Mengingat, Memnhami, Mengapli-
kasikan, Mengatmlisis, Mcngevaluasi, dan Mencipta. Kontinum yang
. mendasari dimensi proses kognitif dianggap sebagai tingkat-tingkat
kognisi yang kompleks. Memalmmi dianggap m erupakan tingkat
kognisi yang lebih kompleks ketimbang Mcngingat; Mengaplikasikan
diyakini lebih kompleks secara kognitif daripada Mcmnhmui, dan
seterusnya.
Dimensi pengetahuan (yakni, baris-baris pada tabel itu) berisi­
kan empat kategori: Faktual, Konseptual, Proscdural, dan Metakognitif.
Kategori-kategori ini dianggap m erupakan kontinum dari yang
konkret (Faktual ) sam pai yang abstrak (M etakognitif ). Kategori-
kategori Konseptual dan Proscdural mempunyai tingkat keabstrakan
yang berurutan, misalnya pengetahuan prosedural lebih konkret
ketimbang pengetahuan konseptual yang paling abstrak.

6 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Untuk mengetahui manfaat Tabel Taksonomi dalam membantu
kita memahami tujuan-tujuan, cobalah perhatikan tujuan [peng-
ajaran] mengenai sistem pemerintahan di atas. Kata kerjanya, "mem-
bedakan", memberikan ciri-ciri proses kognitif yang diharapkan.
Nanti akan kita lihat di Bab 5, “m em bedakan" dimasukkan ke dalam
kategori proses kognitif Menganalisis. Frasa bendanva — "sistem -
sistem p em erin tah an k o n fed erasi, fed erasi, dan k e s a tu a n "—
menunjukkan jenis pengetahuan yang diharapkan dikuasai oleh
siswa. Sebagaimana nanti akan kita simak di Bab 4, kata “sistem "
merupakan Pengetahuan Konseptual. Maka, dalam Tabel Taksonomi,
tujuannva adalah Menganalisis dan Pengetahuan Konseptual.
Dalam Tabel Taksonomi, kedua tujuan tersebut ditempatkan di
kotak pada baris Pengetahuan Konseptual dan kolom Menganalisis.
Meskipun mata pelajarannva berbeda, tujuan-tujuan pembelajaran
ilmu pengetahuan sosial dan matematika, misalnva, ditempatkan
di kotak yang sama dalam Tabel Taksonomi. Kedua tujuan itu ter-
masuk dalam Pengetahuan Konseptual; keduanya m enuntut siswa
m elakukan proses Menganalisis. M engetahui makna Pengetahuan
Konseptual dan Menganalisis berarti mengetahui banyak hal perihal .
dua tujuan itu. Sebagaimana menempatkan seekor binatang dalam
kerangka filogenesis menjadikan kita lebih mengerti binatang ter­
sebut, menempatkan sebuah tujuan pembelajaran dalam kerangka
pikir kita meningkatkan pemahaman kita tentang tujuan itu.

MENINGKATKAN DAN MEMANFAATKAN PEMAHAMAN


KITA
Setelah kita lebih m em aham i suatu tujuan dengan Tabel
Taksonomi, bagaimana sebenarnya pemahaman kita yang lebih baik
ini bermanfaat bagi kita? Para guru bergulat dengan masalah-masa-
lah pendidikan, pengajaran, dan proses belajar. Empat pertanyaan
terpenting menyangkut masalah-masalah tersebut adalah:
1. Apa yang perlu dipelajari oleh siswa dari belajar di sekolah dan
ruang kelas dalam waktu yang terbatas? (pertanyaan tentang
pembelajaran [learning]).

Bab I : Pendahuluan 7
2. Bagaim anakah rencana dan pelaksanaan pem belajaran yang
dapat menghasilkan level-level belajar yang tinggi bagi banyak
siswa? (pertanyaan tentang pembelajaran [instruction]).
3. Bagaimanakah guru memilih atau merancang instrumen-instru-
men dan prosedur-prosedur asesmen yang menghasilkan infor-
m asi akurat tentang seberapa bagus hasil belajar siswa? (per­
tanyaan tentang asesmen).
4. Bagaimanakah guru yakin bahwa tujuan, aktivitas pem belajar­
an, dan asesmennya saling bersesuaian? (pertanyaan tentang
kesesuaian semua kom ponennya).

Em pat pertanyaan ini selalu muncul di sepanjang buku ini dan


menjadi dasar untuk m enunjukkan cara m enggunakan kerangka
taksonomi pendidikan ini. Kami menjelaskannya secara lebih men-
detail dalam em pat bagian berikutnya di bab ini.

Tabel Taksonomi, Tujuan, dan Alokasi Waktu Pembelajaran


Salah satu pertanyaan yang paling lazim dan abadi tentang kuri-
kulum adalah apa manfaat belajar (learning)? Ini merupakan per­
tanyaan pertama dari rangkaian pertanyaan pokok mengenai kuri-
kulum. Pada dataran filosofis, jawaban atas pertanyaan pertama itu
menjelaskan apa yang dimaksud dengan manusia berpendidikan.
Pada dataran yang lebih praktis, jawabannva menerangkan makna
mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik. Apakah mate-
matika, misalnya, m erupakan pengetahuan khusus yang harus di-
hafal, atau suatu sistem konsep yang tertata dan koheren yang harus
dipaham i? Apakah mata pelajaran m embaca sekadar m enghafal.
hubungan-hubungan antara suara dan sim bol, ataukah mencari
makna dari kata-kata yang tertulis? Pertanyaan-pertanyaan serupa
dapat diajukan untuk mata pelajaran sains, sejarah, musik, dan lain-
lainnya.
Perumusan standar-standar nasional pendidikan sekarang ini
dimaksudkan setidaknya untuk memberikan sebagian jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun, seperti komentar guru SD
di atas, rumusan standar-standar nasional pendidikan bukanlah

8 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


jaw aban yang kuat dan m em uaskan. Daftar standar pendidikan
mungkin malah membingungkan dan membuat frustrasi guru ke-
timbang m encerahkan dan m em beri m anfaat. Guru-guru masih
harus menjawab pertanyaan apa manfaat belajar? Mereka menjawab-
nya terutama dengan mengajar siswa di kelas dan dengan menekan-
kan apa yang benar-bemr penting bagi siswa.
Selama abad ke-20, makin banyak jaw aban yang dikemukakan
atas pertanyaan yang m endasar perihal kurikulum itu, seiring
dengan pertam bahan pengetahuan dan inform asi yang tersedia.
Akan tetapi, kita terus menyelenggarakan pendidikan dengan jenjang
dan masa persekolahan persis seperti seratus tahun yang lalu. Apa-
bila pertanyaan tersebut tidak dijawab dengan cukup tuntas, pem-
belajaran (instruction) di kelas barangkali hanyalah membuang-buang
waktu. Ketika guru mengajar sesuai dengan kurikulum vang tertera
dalam buku teks, misalnya, mereka sekadar m engajarkan bab demi
bab dalam buku itu dengan alokasi waktu yang terbatas.
Jikalau guru menggunakan Tabel Taksonomi, mereka akan dapat
secara lebih jelas melihat tujuan-tujuan pembelajaran dan hubungan-
hubungan di antara tujuan-tujuan itu. Maka, ketika menganalisis
seluruh atau sebagian kurikulum berdasarkan Tabel Taksonomi ini,
mereka bisa memahami kurikulum tersebut secara lebih utuh. Baris,
kolom dan kotak yang telah diisi dengan tujuan menjadi jelas, sejelas
yang belum diisi. Satu baris atau kolom yang belum diisi mengingat-
kan kita untuk m encantumkan tujuan-tujuan pem belajaran yang
selama ini tak terpikirkan.
Ringkasnya, kerangka taksonomi pendidikan ini memang tak
langsung menjelaskan manfaat belajar kepada guru. Namun, dengan
membantu mereka menerjemahkan standar-standar pendidikan ke
dalam kalimat-kalimat sehari-hari selaras apa yang ingin mereka
capai secara pribadi, dan dengan memaparkan berbagai kemungkin-
an yang perlu dipikirkan, Tabel Taksonomi ini menyuguhkan sebuah
cara pandang untuk mengambil keputusan perihal kurikulum.

Bab 1 : Pendahuluan 9
Tabel Taksonomi dan Pembelajaran
Setelah tujuan pem belajaran ditulis di kotak dalam Tabel
Taksonomi, guru dapat secara sistematis membantu siswa mencapai
tujuan tersebut. Selanjutnya, guru berurusan dengan pertanyaan
kedua perihal kurikulum. Guru, misalnya, mempunyai dua tujuan
pem belajaran; yaitu:
1. Sisw a belajar m em bedakan sistem pem erintah konfederasi,
federasi, dan kesatuan.
2. Sisw a belajar m em bedakan bilangan rasional dan bilangan
■ irasional.

Guru menempatkan dua tujuan ini dalam sebuah kotak yang


merupakan persilangan antara kolom Menganalisis dan baris Penge-
, tahuan. Konseptual, atau kotak Menganalisis Pengetalnmn Konseptual.
Bagaimanakah penempatan dua tujuan ini dapat membantu guru
membuat rencana pembelajaran?
D asar dari Pengetahuan Konseptual adalah kategori dan klasifi-
kasi. Maka, pem belajaran yang memiliki dua tujuan tersebut harus
membantu siswa memasukkan suatu sistem pemerintahan ke dalam
kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi vang inheren pada tujuan
. itu: sistem pemerintahan konfederasi, federasi dan kesatuan, di satu
sisi, dan bilangan rasional dan bilangan irasional, di sisi lain. Hasil-
hasil riset m enunjukkan bahwa pem berian contoh-contoh sistem
pem erintahan oleh guru dapat m em bantu siswa m em asukkan
sesuatu ke dalam kategori dan klasifikasi (Tennyson, 1995). Karena-
nya, contoh-contoh semacam itu harus dimasukkan dalam rencana
pembelajaran yang bertujuan mengajarkan Pengetahuan Konseptual.
Kata "m em bedakan" dalam dua tujuan tersebut m erupakan
proses kognitif yang bertalian dengan Menganalisis. Membedakan
- berarti melihat perbedaan yang dianggap penting atau relevan pada
bagian-bagian dari sebuah struktur. Pada tujuan pertama, struktur-
nva adalah "sistem pem erintahan". Bagian-bagiannya adalah konfe­
derasi, federasi, dan kesatuan, dan ketiga bagian ini berbeda dalam
banyak hal. Pertanyaannya adalah perbedaan-perbedaan apa yang
paling relevan atau penting di antara ketiganya? Demikian pula pada

10 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tujuan kedua, strukturnya adalah "sistem bilangan nyata". Bagian-
bagiannya ialah bilangan rasional dan bilangan irasional. Lagi-lagi,
pertanvaannya adalah perbedaan-perbedaan apa yang paling relevan
atau penting di antara "bagian-bagian" dari "keseluruhan" itu?
Lepas dari rumusan tujuan tersebut, ketika pembelajaran diarah-
kan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diklasifikaskan sebagai
Mengnnalisis Pengetalnian Konseptual, guru akan melakukan aktivitas-
aktivitas untuk:
• memtokuskan perhatian siswa p'ada kategori-kategori dan klasi-
fikasi-klasifikasi;
• memberikan contoh-contoh dan bukan contoh vang membantu
siswa memasukkan sesuatu ke dalam kategori vang tepat;
• membantu siswa menemukan kategori-kategori \’ang tepat dalam
sistem klasifikasi yang lebih besar;
• menekankan perbedaan-perbedaan yang relevan dan penting di
antara kategori-kategori tersebut dalam sistem klasifikasi vang
lebih besar (Tennyson, 1995).

Sekarang, coba Anda perhatikan tujuan ketiga berikut ini: "Siswa


m em pelajari judul-judul karva besar dari para novelis Amerika
Serikatdan Inggris." Dalam kerangka pikir kita, "m empelajari judul-
judul novel" berarti Mengingat, dan "nam a-nam a karya besar dari
para novelis Amerika Serikat dan Inggris" merupakan Pengetalnian
Faktual. Maka, tujuan pembelajaran ini adalah mengingat pengetalnian
faktual. Pembelajaran yang dirancang untuk meraih tujuan ini ber-
beda dengan pembelajaran yang didesain untuk menggapai dua tuju­
an sebelumnya. Rencana pembelajaran dengan tujuan-tujuan vang
diklasifikasikan sebagai Mengingat Pengetalnian Faktual akan men-
dorong guru:
• selalu mengingatkan siswa akan detail-detail tertentu vang harus
diingat (misalnya, judul novel, bukan alur cerita atau tokohnya);
• mengajarkan strategi-strategi (misalnya, m enyebut secara ber-
ulang-ulang) dan teknik-teknik (misalnya, cara-cara menghafal)
tertentu untuk membantu siswa mengingat pengetahuan yang
relevan;

Bab I : Pendahuluan 11
• m emberi kesem patan siswa untuk m em praktikkan strategi-stra-
tegi dan teknik-teknik tersebut (Pressley dan Van Meter, 1995).

Ada dua poin yang perlu dicatat di sini. Pertmna, jenis-jenis tuju-
an pembelajaran yang berbeda membutuhkan pendekatan-pendekat-
an pembelajaran yang berbeda pula, vakni aktixitas belajar yang ber­
beda, materi pelajaran yang berbeda, dan peran-peran guru dan siswa
yang berbeda juga. Kedua, jenis-jenis tujuan yang sama — terlepas
dari perbedaan pokok bahasan atau mata pelajarannya— memerlu-
kan pendekatan pembelajaran vang sama (Joyce dan Weil, 1996).
Berdasarkan jenis-jenis tujuan pembelajarannya, Romizowski (1981),
misalnva, menginxentarisasi beragam ciri pembelajaran yang meng-
arah pada pencapaian tujuan-tujuannx a . Klasifikasi tujuan pem ­
belajaran dalam kerangka taksonomi pendidikan ini membantu guru
merencanakan secara sistematis cara x ang efektif untuk memtasili-
tasi sis\xTa mempelajari tujuan pembelajarannya.

Tabel Taksonomi dan Asesmen


Dua poin di atas juga berlaku pada asesmen, yang mengantar-
kan kita pada pertanyaan ketiga. Jenis-jenis tujuan yang berbeda
(tujuan-tujuan dalam kotak-kotak x'ang berbeda pada Tabel Takso-
. nomi) m em butuhkan pendekatan-pendekatan asesmen yang ber­
beda. Jenis-jenis tujuan yang sama (tujuan-tujuan pada kotak-kotak
yang sama) m em erlukan pendekatan-pendekatan asesm en yang
sama pula. Ilustrasinya dapat ditunjukkan dengan membahas lebih
lanjut tiga contoh tujuan di muka.
U ntuk m elakukan asesm en terhadap aktivitas siswa dalam
mempelajari sistem-sistem pemerintahan dengan tujuan pembelajar­
an tersebut di atas, guru dapat menggambarkan sebuah sistem peme­
rintahan suatu negara imajiner kepada setiap siswa dan memintanya
m enjawab pertanvaan-pertanyaan tentang sistem pem erintahan.
Penggunaan negara imajiner dimaksudkan supaya siswa tidak men-
iumpai negara vang sama sehingga jawabannya tidak berdasarkan
ingatan semata. Tiga contoh pertanyaannya adalah sebagai berikut:

12 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


• Apa sistem pem erintah negara ini (federasi, konfederasi, atau
kesatuan)? ' ' •
• Bagaimana kamu tahu bahwa sistem pemerintahannya demikian?
• Perubahan-perubahan apa yang harus dilakukari untuk meng-
ganti sistem pemerintahan negara tersebut ke dua sistem lainnya?
Jika sistemnva federasi, perubahan-perubahan apa yang mesti di-
buat untuk m enggantinya jadi sistem konfederasi atau sistem ke­
satuan?

Untuk m elakukan asesm en.terhadap kegiatan sisw a dalam


mempelajari sistem-sistem bilangan dengan tujuan pembelajaran ter­
sebut di awal, guru dapat memberi setiap siswa, katakanlah, enam
bilangan rasional dan irasional dan kemudian memintanva men-
jaw ab sejum lah pertanvaan. Bilangan-bilangan yang diberikan
kepada siswa harus sangat berbeda dengan bilangan-bilangan vang
terdapat dalam buku teks atau yang sebelumnva telah didiskusikan
\

di kelas. Tiga contoh pertanvaannva adalah sebagai berikut:


• Manakah yang termasuk bilangan rasional dan irasional di antara
bilangan-bilangan ini?
• Bagaimana kamu tahu bahwa bilangan ini term asuk bilangan
rasional dan bilangan itu termasuk bilangan irasional?
• Bagaimana caramu mengubah setiap bilangan jadi bilangan lain?
Misalnya, bila itu bilangan irasional, ubahlah jadi bilangan rasio­
nal, dan bila itu bilangan rasional, ubahlah jadi bilangan irasional.

Coba cermati persamaan dari dua kelompok pertanvaan itu.


Keduanya dimulai dengan satu atau beberapa contoh dalam salah
satu kategori. Contoh-contoh tersebut berbeda dengan contoh-contoh
yang terdapat dalam buku teks atau yang sebelum nya telah di­
diskusikan di kelas. Syarat yang disebut terakhir ini dimaksudkan
untuk memastikan bahwa yang sedang diases adalah pemahaman,
bukan ingatan. Tiga pertanyaan tadi pada dasarnya sama: Termasuk
dalam kategori apa contoh ini? Bagaimana kamu mengetahuinya?
Bagaimana caramu mengubah contoh itu supaya ia termasuk dalam
kategori lain? Inilah sebuah cetak biru yang dapat digunakan untuk

Bab 1: Pendahuluan 13
merancang asesmen bagi banyak tujuan pembelajaran yang dikate-
gorikan: menganalisis pengetahuan konseptual.
Contoh tujuan ketiga adalah m em pelajari judul-judul karya
besar dari para novelis Amerika Serikat dan Inggris. Di sini, semua
karya dan novelis yang disebut atau ditanyakan dalam instrumen
asesmen terdapat dalam buku teks atau telah didiskusikan di kelas.
Penekannva pada mengingat, bukan memahami. Format asesmen
yang sering dipakai untuk tujuan semacam ini umumnya sama.
Judul-judul novel ditulis di, katakanlah, kolom A, dan nama-nama
novelis Amerika Serikat dan Inggris ditulis di kolom B. Siswa diminta
mencocokkan nama novelis di kolom B dengan novel karangannya
di kolom A- Perhatikan bahvva format ini dapat dipakai untuk meng-
ases banyak tujuan yang dikelompokkan dalam kategori mengingat
pengetahuan faktual.

Kesesuaian antara Tujuan, Pembelajaran, dan Asesmen


Kesesuaian ini merupakan tingkat korespondensi antara tujuan,
pembelajaran, dan asesmen; inilah topik pembicaraan dalam per-
tanvaan keempat. Dalam contoh sistem pemerintahan, tujuannya
adalah menganalisis pengetahuan konseptual. Aktivitas pembelajaran
yang memfokuskan perhatian siswa pada-tiga kategori sistem pem e­
rintahan; yang memberikan contoh-contoh untuk membantu siswa
mengategorikan suatu sistem pemerintahan secara tepat; yang mem ­
bantu siswa melihat tiga kategori dalam sistem klasifikasi yang lebih
besar; dan yang menekankan perbedaan-perbedaan yang relev an dan
penting di antara kategori-kategori tersebut merupakan pembelajar­
an yang sesuai dengan tujuannya. Sama halnya, pertanyaan-per-
tanyaan asesmen yang memberi siswa informasi tentang suatu sistem
pemerintahan yang tak familier dan meminta mereka untuk meng-
klasifikasikan sistem pem erintahan tersebut ke dalam salah satu
kategori; yang meminta siswa menjelaskan alasan dari jawabannya;
dan meminta mereka mendeskripsikan perubahan-perubahan yang
diperlukan untuk memodifikasi satu sistem pemerintahan kedua
sistem lainnya adalah asesmen yang sesuai dengan tujuannya.

14 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


K etidaksesuaian antara tujuan, pem belajaran dan asesmen
dapat m enim bulkan m asalah. M isalnya, jika pem belajaran tidak
sesuai dengan asesmennya, pem belajaran yang sangat berkualitas
tidak akan berm anfaat bagi siswa dalam m engerjakan asesmennya.
D em ik ian ju g a , jik a a se sm e n tid a k se su a i d e n g an tu ju an
pembelajaran, hasil asesmennya tidak m encerm inkan pencapaian
tujuan pembelajaran.
Lazim nya, tingkat kesesuaian ini diketahui dengan mem-
bandingkan antara tujuan pembelajaran dan asesmen, antara tujuan
pem belajaran dan pem belajaran, dan antara pem belajaran dan
asesmen. Namun, perbandingan ini kerap kali membuahkan analisis
vang dangkal. Tabel Taksonomi m emberikan alternatif lain untuk
melakukan perbandingan yang lebih tepat. Tabel Taksonomi merupa-
kan sejenis ukuran; istilah-istilah dan susunannva vang dibuat
dengan teliti menjadi kerangka untuk melakukan tiga perbandingan
itu secara akurat. Tabel Taksonomi ini m enggunakan penulisan-
penulisan yang berbeda^untuk tujuan, pem belajaran, dan asesmen
ketika masing-masing diklasifikasikan dalam kotak-kotak pada tabel
itu. D engan m enentukan apakah notasi-notasi untuk ketiganva
— tujuan pembelajaran, aktivitas pem belajaran, dan asesmen— ter-
dapat dalam setiap kotaknya (sangat sesuai), atau sebagian kotaknya
berisi dua notasi (kurang sesuai), atau banyak kotaknva hanva berisi
salah satu notasi (tidak sesuai), guru dapat menguji kesesuaiannva
secara lebih akurat. Uji kesesuaian ini m enekankan konsistensi
pembelajaran siswa. Sketsa-sketsa pada Bab 8-13 mengilustrasikan-
nya secara lebih jelas.

GURU: PEMBUAT KURIKULUM VS. PELAKSANA


KURIKULUM
Selama seratus tahun, pihak yang menentukan apa yang diajar-
kan guru telah jauh bergeser dari pihak sekolah ke pem erintah
(negara bagian dalam konteks Amerika Serikat) — meskipun per-
geserannya berlangsung secara lam bat. Para pejabat pem erintah
memegang tampuk kekuasaan negara dan masih berusaha meme-
nuhi harapan dan janji untuk menyelenggarakan pendidikan seperti

Bab I : Pendahuluan 15
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pendahulu mereka seabad silam
(Manzo, 1999: 21).
Sampai di sini, jelaslah bahwa kami berharap karya kami ini
digunakan oleh "guru sebagai pelaksana kurikulum "; yakni, guru
diberi seperangkat tujuan pembelajaran (misalnya, dalam buku-buku
teks atau standar nasional pendidikan) dan diharapkan untuk me-
lakukan pembelajaran yang memungkinkan banyak siswa mencapai
standar-standar tersebut. Tabel Taksonomi akan membantu guru
melakukannva dengan alasan yang kuat.
Akan tetapi, pada saat vang sama, kami sadar, sebagian ahli
kurikulum, dosen lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK),
dan guru itu sendiri percava bahwa guru harus m enjadi "pem buat
kurikulum " (lihat, misalnya, Clandinin dan Connelly, 1992). Apakah
taksonomi kami ini juga berm anfaat bagi guru sebagai pembuat
kurikulum? Kami yakin taksonomi ini pun akan berm anfaat bagi
guru-guru tersebut. Namun, bagi mereka, taksonomi ini lebih ber-
fungsi sebagai m otivator untuk mencari solusi daripada sebagai
panduan. Sebagai contoh, taksonom i ini m enaw arkan jenis-jenis
tujuan pem belajaran kognitif untuk dikaji oleh para guru. Agar
taksonomi ini lebih bermanfaat, kami menvarankan kepada mereka
untuk menganalisis sketsa pembelajaran-vinyetnya dalam rangka
menvusun kurikulum. Sketsa-sketsa ini disttsun oleh guru-guru yang
berperan sebagai pembuat kurikulum. Sebagian guru mempunyai
kebebasan yang luas untuk m erancang satuan-satuan pelajaran.
Sebagian lain dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, standar
nasional pendidikan, petunjuk teknis, buku teks, dan sebagainya.
Apa pun tingkat kebebasan mereka, taksonomi kami ini membantu
m ereka lebih m em aham i p rak tik p em b elajaran m ereka, dan
membantu mereka mengetahui apa saja yang perlu ditingkatkan.
Kami berharap, baik kurikulumnya diberikan kepada guru atau
dirancang oleh mereka, revisi taksonomi ini akan membantu guru
memahami kurikulum, membuat rencana pembelajaran, dan me­
rancang asesmen yang sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran
dalam kurikulum, serta pada akhirnya meningkatkan kualitas pem ­
belajaran mereka. Lebih jauh lagi, taksonomi ini menawarkan cara

16 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pikir dan terminologi-terminologi untuk membahas pembelajaran
sehingga memudahkan mereka untuk berkomunikasi dengan sesama
guru, dengan dosen LPTK, koordinator kurikulum, ahli asesmen,
dan karyawan sekolah. ■

Bab I : Pendahuluan 17
BAB 2

Struktur, Spesifikasi,
dan Problematika Tujuan
<

O leh karena tujuan dalam bidang pendidikan sangat penting, pada


bab ini kita akan m em bahas struktur, spesifikasi dan kritik terhadap
tujuan. Seperti kita ketahui, tujuan-tujuan di bidang pendidikan di-
buat dalam banvak rumusan, dari yang sangat spesifik sampai sangat
umum dan dari vang eksplisit hingga implisit. Kita pun tahu bahwa
para ahli berdebat tentang kelebihan dan kekurangan — dalam
beragam bentuk— dari tujuan-tujuan tersebut. Di sini kita hanya
akan membicarakan tujuan-tujuan yang kami anggap sangat ber-
manfaat untuk mengidentifikasi hasil-hasil pendidikan sekolah pada
ranah kognitif yang diharapkan, untuk membantu merencanakan
aktivitas-akti vitas pembelajaran yang efektif, dan untuk memilih atau
merancang asesmen yang tepat. Kami menvadari bahwa jenis dan
bentuk tujuan dalam bidang pendidikan vang dikemukakan oleh
ahli-ahli lain juga mempunyai manfaat.

STRUKTUR TUJUAN
Model tujuan dalam bidang pendidikan yang paling banyak
dipakai didasarkan pada model Ralph Tyler (1949). Tyler berpen-
dapat bahw a "ru m u san tujuan yang paling berm anfaat adalah
rumusan yang m enunjukkan jenis perilaku yang akan diajarkan
kepada siswa dan isi pembelajaran ... yang membuat siswa menunjuk-

18 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kan perilaku itu" (him. 30) (cetak miring dari kami). Pada Bab 1 telah
disebutkan bahwa rumusan tujuan berupa kata kerja dan kata benda.
Kata kerjanya m endeskripsikan proses kognitif yang diharapkan, dan
kata bendanya m endeskripsikan pengetahuan yang diharapkan di-
kuasai atau dikonstruksi oleh siswa. Kami menggunakan istilah "pro­
ses kognitif" untuk menggantikan "perilaku", dan "pengetahuan"
untuk "isi pem belajaran". Lantaran penggantian istilah-istilah di-
sengaja, kami perlu menjelaskannya secara mendetail.

Isi versus Pengetahuan


Dalam literatur pendidikan, isi pembelajaran kerap kali dibahas,
tetapi jarang didefinisikan. Doyle (1992) memakai istilah content do­
main dan disciplinary content, sedangkan Shulman (1987) m engguna­
kan istilah content knowledge, dan, pedagogical content knowledge.
Merrimn-Webster Dictionary (www.m-w.com/home) menjelaskan kata
isi (content) dalam beberapa pengertian atau definisi. Definisi isi yang
paling dekat dengan topik pembicaraan kita adalah "m ateri yang
dibicarakan dalam sebuah bidang kajian". Definisi ini menyamakan
isi dengan apa yangbiasanya disebut subject matter (contort domain,
materi kajian). Kamus tersebut menyebut substance sebagai padanan
katanya. Isi adalah substansi dari suatu materi kajian.
Siapa yang m enetapkan substansi dari suatu m ateri kajian?
Adatnya, tugas ini diemban oleh ilmuwan-ilmuwan yang telah men-
curahkan kehidupan mereka untuk mempelajari dan bekerja dalam
suatu bidang kajian: m atem atikaw an, fisikaw an, sejaraw an, dan
seterusnva. Mereka membuat konsensus tentang apa yang disebut
"pengetahuan yang dimiliki bersama oleh para ilmuwan di satu
bidang kajian dari waktu ke w aktu" yang menjadi materi kajian dari
disiplin ilmu mereka. Pengetahuan ini tidak bersifat statis, tetapi
berubah ketika ide-ide dan bukti-bukti baru diterima oleh komunitas
ilmuwan dalam disiplin akademis mereka. Dalam konteks ini, isi
pembelajaran adalah pengetahuan semacam itu. Oleh karenanya,
kami memakai istilah pengetahuan (bukan isi) untuk menunjukkan
bahwa semua disiplin ilmu selalu berubah dan berkem bang selaras

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 19


dengan konsensus-konsensus anyar yang diterima dalam disiplin-
disiplin ilmu tersebut.
Subject matter di sini bisa berarti pengetahuan dalam sebuah
disiplin ilmu dan bisa pula berarti materi pelajaran, yakni penge­
tahuan yang diajarkan kepada siswa. Dalam kaitannya dengan tujuan
dalam bidang pendidikan, materi pelajaran harus dibuat dalam
bentuk "paket-paket". Paket-paket ini berupa buku teks, tingkatan
kelas [I, II, III dan seterusnya], mata pelajaran, dan "paket-paket"
m ultim edia. M em buat paket-paket ini berarti m em ilih dan me-
nyusun isi pembelajaran dalam "unit-unit yang boleh dikata baku
secara pedagogis tetapi adaptif terhadap beragam kemampuan dan
latar belakang sisw a" (Shulman, 1987: 15). Maka, subject matter se-
bagai isi dari disiplin ilmu adalah pengetahuan, sedangkan sebagai
"materi pelajaran yang dibuat paket-paket" adalah materi kurikulum,
materi pengajaran, atau cukup dinamakan materi pelajaran.
Ringkasnya, kami mempunyai dua alasan untuk menggunakan
istilah "pengetahuan" sebagai pengganti "is i”. Pertama, istilah "p e­
ngetahuan" m enekankan isi materi kajian sebagai "pengetahuan
yang dimiliki bersama oleh para ilmuwan di satu bidang kajian dari
waktu ke w aktu" yang menjadi konsensus bersama dalam sebuah
disiplin ilmu dan senantiasa berubah. Alasan kedua adalah untuk
m em bedakan antara isi materi kajian suatu disiplin ilmu dan materi
pelajaran yang berupa isi materi kajian disiplin ilmu tersebut.

Perilaku versus Proses Kognitif


Kata perilaku (behavior) yang digunakan oleh Tyler tidak me-
ngena, m inim al karena dua alasan. Pertama, karena behaviorisme
merupakan teori psikologi yang dominan pada waktu itu, banyak
orang secara keliru menyamakan kata behavior yang dipakai Tyler
dengan behaviorism e. Menurut Tyler, hasil pembelajaran yang di-
harapkan adalah perubahan perilaku. Menspesifikasikan perilaku
siswa dim aksudkan untuk m em buat tujuan-tujuan belajar yang
umum dan abstrak jadi lebih spesifik dan konkret, sehingga me-
mudahkan guru dalam mengajar dan membelajarkan siswa. Guru

20 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dapat mendeskripsikan perilaku yang harus dimiliki siswa, dan peri-
laku ini hanya dapat diketahui ketika terjadi proses belajar.
Sementara itu, psikologi behaviorisme menjadi alat untuk men-
capai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Pembelajaran,
dalam konteks psikologi behaviorism e, adalah pengondisian dan
pembentukan pola-pola stimulus-respons. Tak mengherankan bila
para kritikus yang m enyam akan behavior dengan behaviorism e
mengatakan bahwa konsep Tyler tentang tujuan dalam bidang pen-
didikan m engim plikasikan m etode pengajaran m anipulasi dan
kontrol..
Kedun, berkat popularitas manajemen berbasis tujuan (manage­
ment-by-objectives), analisis tugas, dan pembelajaran yang terprogram
pada 1950-an dan 1960-an, perilaku menjadi kata sifat yang memodifi-
kasi tujuan-tujuan dalam bidang pendidikan. Tingkat spesifikasi dan
kedetailan "tujuan-tujuan behavioral" baru ini telah m elampaui
konsep awal Tyler tentang tujuan, sehingga tujuan baru yang lebih
spesifik dan detail ini mencakup kondisi-kondisi yang mengharus-
kan siswa menunjukkan aktivitas belajar mereka dan juga mencakup
standar-standar performa yang mengindikasikan keberhasilan belajar
mereka. Coba perhatikan tujuan behavioral tahun 1950-an dan 1960-
an berikut: "Dengan peta atau grafik, siswa dapat menjelaskan
makna enam dari delapan simbol pada peta atau grafik itu dengan
benar." Kata-kata yang dicetak tebal merupakan kondisinya, dan kata-
kata yang dicetak m iring merupakan standar performanya. Maka,
bisa dipahami bila kritikus-kritikus yang menyamakan tujuan pen­
didikan Tyler yang rumusannya lebih umum dan tujuan behavioral
menganggap keduanya itu sempit dan tidak memadai.
Untuk turut menjelaskan perbedaan tersebut, kami mengguna-
kan istilah "proses kognitif" sebagai pengganti "perilaku". Peng-
gantian ini mencerminkan dominasi psikologi kognitif dan teori
kognisi dalam psikologi dan pendidikan. Riset-riset tentang kognisi
menjadikan kita lebih memahami makna kata-kata kerja yang ter-
cantum dalam tujuan-tujuan pendidikan. Agar lebih jelas, coba per­
hatikan kata-kata kerja ini: mendata, menulis, menyatakan, mengklasi-
fikasikan, menjelaskan, dan menghubungkan.

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 21


Tiga kata pertama — mendata, menulis, menyatakan— merupakan
tujuan behavioral tradisional dasar (misalnya, "Siswa dapat mendata
tiga alasan kemunculan komunisme di Eropa Timur"). Namun, tak
jelas bagaimana proses kognitif di balik ketiga kata kerja ini. Bagai-
mana, m isalnya, siswa sampai bisa m enyebutkan tiga alasan ke­
munculan komunisme itu? Apakah mereka ingat alasan-alasan yang
sebelumnya telah disebutkan oleh guru mereka atau yang mereka
baca di buku teks? Ataukah mereka menganalisis isi beberapa buku
dan kemudian menyimpulkan tiga alasan tersebut? Kata mendata di
sini dapat dim asukkan dalam dua kategori yang sangat berbeda
dalam taksonomi pendidikan — Mengingat dan Menganalisis.
Lain halnya, tiga kata kerja yang disebut belakangan — meng-
klasifikasikan, menjelaskan, menghubungkan— mempunyai makna yang
spesifik dalam kerangka pikir kami ini. Mengklasifikasikan berarti
menentukan apakah sesuatu termasuk dalam kategori tertentu atau
tidak. Menjelaskan berarti membuat model sebab-akibat dalam sebuah
sistem. Menghubungkan berarti menentukan sudut pandang, kecende-
rungan, nilai-nilai, atau maksud di balik materi pelajaran yang diajar-
kan. Spesifikasi tujuan yang makin mengerucut ini membuat kita
terfokus pada apa yang harus dipelajari siswa (misalnya, "mengklasi­
fikasikan"), bukan pada bagaimana siswa menunjukkan aktivitas
belajar mereka (misalnya, "m endata"). Alhasil, penggantian istilah
"perilaku" dengan "proses kognitif" bukan sekadar untuk menjelas­
kan perbedaan antara behavior ala Tyler dan behaviorisme, melainkan
juga untuk menunjukkan pemanfaatan temuan-temuan ilmiah ter-
baru dalam merevisi kerangka pikir ini.
Oleh karena itu, Tabel Taksonomi berisikan dua dimensi, yaitu
empat macam pengetahuan dan enam kategori proses kognitif dasar.

SPESIFIKASI TUJUAN
Pancaragam tujuan dalam bidang pendidikan dapat digambar-
kan sebagai sebuah kontinum yang merentang dari tujuan yang
sangat umum ke tujuan yang sangat spesifik. Krathwohl dan Payne
(1971) menvebut tiga tingkat spesifikasi, yakni tujuan global, tujuan

22 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pendidikan, dan tujuan instruksional; tingkat spesifikasi yang disebut
terakhir keinudian dikenal dengan tujuan instruksional. Tiga tingkat
spesifikasi ini m enunjukkan tiga posisi dalam kontinum spesifikasi,
sehingga mengklasifikasikan tujuan pendidikan berarti menentukan
tingkat spesifikasinya.

Tujuan Global
Tujuan global merupakan hasil belajar yang kompleks dan multi-
faset dan, untuk mencapainya, dibutuhkan pem belajaran yang lebih
"seriu s" dan alokasi waktu )^ang lebih panjang. Rum usan tujuan
global ini luas dan m eliputi banyak tujuan yang lebih spesifik.
Contohnya adalah sebagai berikut:
• Semua siswa bersekolah jika mereka sudah siap untuk belajar.
• Semua siswa naik dari kelas IV, VIII, dan XII jika mereka telah
menunjukkan kompetensi untuk menguasai m ateri pelajaran.
• Semua siswa belajar ufftuk menggunakan pikiran mereka dengan
baik, sehingga mereka siap menjadi warga negara yang bertang-
gung jawab, terus belajar dan produktif bekerja untuk meningkat-
kan perekonomian negara.

Tiga tujuan global tersebut diambil dari Goals 2000, yang ber-
isikan tujuan-tujuan pendidikan di Amerika Serikat yang harus di-
capai pada 2000 (Departemen Pendidikan Amerika Serikat, 1994).
Tujuan global berfungsi sebagai visi masa depan dan seruan
yang tegas kepada para pembuat kebijakan, pembuat kurikulum,
guru, dan m asyarakat luas. Tujuan global ini secara sangat luas
m engindikasikan apa yang dianggap penting dalam pendidikan
yang baik. Maka, tujuan global adalah "sesuatu yang sekarangbelum
tercapai; sesuatu yang hendak dicapai, dituju, atau diwujudkan.
Tujuan (objective, goal, aim, purpose) yang dirumuskan dengan jelas
akan menggugah imaiinasi dan memberi manusia sesuatu vang ingin
mereka raih" (Kappel, 1960: 38).

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 23


Tujuan Pendidikan
Bagi guru, tujuan global harus diperinci jadi tujuan-tujuan yang
lebih spesifik dan mengerucut dalam rencana dan praktik mengajar.
Tujuan global dibutuhkan untuk "m enggugah im ajinasi", tetapi
menyulitkan guru untuk merencanakan aktivitas-aktivitas di kelas,
untuk m enyusun langkah-langkah asesmen yang tepat, dan untuk
mengevaluasi performa siswa secara tepat pula. Untuk melakukan
tugas-tugas ini, guru memerlukan tujuan yang lebih spesifik.
Salah satu tujuan pokok dari penulisan Handbook adalah me-
rumuskan tujuan-tujuan yang lebih spesifik, bukan global. Tujuan-
tujuan yang spesifik ini disebut tujuan pendidikan. Contoh-contoh
tujuan berikut yang dipetik dari Handbook m emperjelas tingkat spe-
sifikasi tujuan pendidikan:
• Kemampuan untuk membaca partitur musik (him. 92).
• Kemampuan untuk menafsirkan bermacam-macam data sosial
(him. 94).
• Keterampilan untuk membedakan fakta dari hipotesis (him . 146).

Rum usan tujuan-tujuan ini selaras dengan konsep tujuan pen­


didikan Tyler dan mendeskripsikan perilaku siswa (membaca, me­
nafsirkan, membedakan) dan topik pelajarannya (partitur musik, ber-
macam-macam data sosial, fakta dan hipotesis) yang ditunjukkan
dalam perilaku siswa.
Tujuan pendidikan berada di bagian tengah dalam kontinum
tujuan. Tujuan pendidikan lebih spesifik daripada tujuan global dan
lebih umum daripada tujuan instruksional (yang dibutuhkan guru
untuk mengarahkan pembelajaran di kelas).

Tujuan Instruksional
Setelah Handbook terbit, jagat pendidikan memperlihatkan ke-
cenderungan-kecenderungan baru yang menuntut perumusan tujuan
pendidikan secara lebih spesifik (Airasian, 1994; Sosniak, 1994).
Tujuan instruksional berfungsi untuk memfokuskan pembelajaran
dan ujian pada materi pelajaran yang sangat spesifik dan sempit

24 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


yang dipelajari siswa pada waktu tertentu. Contohnya adalah
sebagai berikut:
• Siswa dapat membedakan empat tanda baca yang sering diguna-
kan.
• Siswa belajar penambahan angka satu digit.
• Siswa dapat menyebutkan tiga penyebab Perang Kemerdekaan.
• Siswa dapat mengklasifikasikan tujuan-tujuan global, pendidikan,
dan instruksional.

Tujuan instruksional jauh lebih spesifik dibandingkan dengan


tujuan pendidikan.

Ringkasan Tingkat-tingkat Tujuan


Tabel 2.1 menunjukkan perbedaan-perbedaan cakupan, waktu,
fungsi dan manfaat dari ketiga tingkat tujuan itu. Cakupan tujuan
global "lu as", sedangkan cakupan tujuan instruksional "sem pit".
Artinya, tujuan global tidaklah spesifik, sementara tujuan instruk­
sional bersifat spesifik. Tujuan global menjadi visi dan, sering sekali,
dasar untuk mendukung program-program pendidikan. Di ujung
lain dari kontinum ini, tujuan instruksional berm anfaat untuk me-
rencanakan pelajaran-pelajaran harian.
Di tengah kontinum terdapat tujuan pendidikan. Cakupannya
sedang dan menjadi dasar untuk merencanakan unit-unit pelajaran
yang dipelajari siswa dalam tempo m ingguan atau bulanan. Ke-
rangka pikir ini dirancang untuk membantu merumuskan dan meng-
evaluasi tujuan-tujuan pendidikan.

APA YANG BUKAN TUJUAN


Setelah membicarakan apa yang dimaksud dengan tujuan pen­
didikan, sekarang kita akan membahas apa yang bukan tujuan pen­
didikan. Sebagian pendidik cenderung m encampuradukkan antara
alat dan tujuan. Tujuan menentukan hasil — akibat-akibat dan per-
ubahan-perubahan yang diharapkan. Aktivitas-aktivitas pembelajar-
an, seperti membaca buku, mendengarkan guru, melakukan eksperi-

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Probiematika Tujuan 25


Tabel 2.1. Perbedaan Tujuan Global, Pendidikan dan Instruksional

T in g k a t T u ju a n

G lo b a l P e n d id ik a n In s tr u k s io n a l

C akupan Luas S ed a ng S e m p it

W a k tu u n tu k S atu ta h u n a ta u leb ih D ala m h itu n g a n m in g- D ala m h itu n g a n ja m


m e n c a p a in y a ( s e r in g b e r ta h u n - gu a ta u bulan a ta u hari
ta h u n )

Fungsi M e n ja d i visi M e ra n ca n g k u riku lu m M e nyiap kan rencana


p e la ja ra n

C o n to h M a n fa a t M e re n c a n a k a n k u ri- M e re n c a n a k a n u n it- M e re n c a n a k a n a k ­
k u lu m ta h u n a n (m isa l­ unit p e la jara n tiv ita s , p e n g a la m a n
nya, m e m b a ca tin g ka t d an latih an harian
d a s a r)

men, dan berkaryawisata — semua ini m erupakan cara untuk men-


capai tujuan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa aktivitas-aktivi-
tas pembelajaran, jika direncanakan dengan tepat dan dilaksanakan
dengan baik, berbuah pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah di-
rumuskan. Untuk membedakan secara tegas antara alat dan tujuan
— antara aktivitas pem belajaran dan tujuan pendidikan— kami
menggunakan kata-kata "sisw a dapat" atau "siswa belajar” dalam
rumusan-rumuan tujuan pendidikan. Sebagai contoh, "Siswa belajar
mengaplikasikan kriteria-kriteria ini dalam menulis paragraf-para-
graf yang koheren" merupakan pernyataan tujuan. Sementara itu,
m engerjakan persam aan-p ersam aan ganda m atem atika adalah
aktivitas pem belajaran. Dengan m engerjakan persam aan ganda,
siswa belum tentu belajar untuk menyelesaikan persamaan tersebut.
Manakala tujuan pembelajaran tak disebutkan secara eksplisit,
sebenarnya tujuan tersebut tersirat implisit dalam aktivitas pem­
belajaran. Misalnya, aktivitas pembelajaran siswa adalah "membaca
drama lima babak Macbeth". Untuk merumuskan tujuan pembelajar­
an yang berkaitan dengan aktivitas ini, kita bisa mengajukan per-

26 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tanyaan kepada guru, "A pa yang Anda inginkan dari siswa ketika
mereka m embaca dram a M acbeth ? Jaw aban dari pertanyaan ini
adalah tujuan pembelajaran (misalnya, "Saya ingin siswa-siswa saya
memahami kepiawaian Shakespeare sebagai penulis"). Jika guru
m em berikan banyak jaw aban, sebanyak itu pulalah tujuan pem-
belajarannya.
A ktivitas pem belajaran bukan tujuan, begitu pula tes atau
bentuk asesmen lainnya bukanlah tujuan. Sebagai contoh, "Siswa
harus lulus Ujian Nasional SM A " bukanlah tujuan pendidikan.
Untuk m erumuskan tujuan pendidikan, kita harus mencari tahu
pengetahuan dan proses kognitif yang mesti dipelajari atau dimiliki
siswa supaya mereka lulus Ujian Nasional.
Pendeknya, penting bagi kita untuk membedakan antara tujuan
pendidikan dan aktivitas pembelajaran atau asesmen. Meskipun tuju­
an, pembelajaran, atau asesmen dapat membantu kita mengidentifi-
kasi dan memperjelas hasil-hasilbelajar siswa (learning outcome) yang
diharapkan, tujuan pendidikan menjadi gamblang setelah aktivitas
pembelajaran atau asesmen dinyatakan dalam kalimat yang mene-
rangkan aktivitas belajar siswa yang diinginkan.

PERUBAHAN KOSAKATA DALAM RUMUSAN TUJUAN


PENDIDIKAN
Sebagaimana telah disebutkan pada Bab 1, objective bukan satu-
satunya kata yang digunakan untuk m endeskripsikan hasil belajar
siswa yang diharapkan. Kosakata yang mendeskripsikan hasil belajar
siswa sudah dan senantiasa berubah. Penggunaan kosakata yang
sekarang tertera dalam rumusan tujuan pendidikan dilatari oleh
penekanan peningkatan kualitas sekolah dengan standar-standar
pendidikan. Inti dari standardisasi pendidikan adalah spesifikasi
hasil belajar siswa nasional pada mata pelajaran-mata pelajaran ter-
tentu di setiap tingkatan kelas. Pada umumnya, asesmen-asesmen
berskala nasional yang berkaitan dengan standar-standar pendidik­
an dimaksudkan untuk memantau tingkat keberhasilan siswa-siswa
secara individual dan semua sekolah dalam m encapai standard-
standar pendidikan tersebut.

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 27


W alaupun terjadi perubahan kosakata, istilah-istilah yang
dipakai dalam standar nasional pendidikan masih sesuai dengan
tiga level tujuan: global, pendidikan, dan instruksional. Dua standar
pendidikan di bawah ini dinukil dari kurikulum matematika sekolah
dasar di negara bagian South Carolina. Dalam pelajaran matematika
dasar, siswa dapat:
• M enguasai pengertian bilangan dengan mengeksplorasi konsep-
konsep m enghitung, m engelom pokkan, nilai tempat, dan me*
naksir;
• M engem bangkan konsep-konsep bilangan pecahan, bilangan
campuran, bilangan desimal, dan m enggunakan m odel-model
tertentu untuk menghubungkan bilangan pecahan dengan bilang­
an desimal dan mencari pecahan-pecahan yang senilai.

Meskipun tak seluas contoh-contoh tujuan global terdahulu, dua


rumusan standar pendidikan tersebut merupakan contoh rumusan
global yang baik karena mencakup topik yang luas (yakni pengertian
bilangan) atau banyak topik (yaitu bilangan pecahan, bilangan
campuran, bilangan desimal) dan proses-proses yang tidak spesifik
(yakni menguasai, m engeksplorasi, dan mengembangkan).
Untuk mengases pencapaian standar-standar ini, pemerintah
m elengkapi dengan tujuan-tujuan yang lhbih spesifik yang disebut
"indikator" untuk setiap standar bagi para guru. Untuk standar
pertam a, indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:
• Siswa dapat menulis semua bilangan dalam bentuk standard,
bentuk luas, dan dengan kata-kata;
• Siswa belajar menaksir jumlah objek dalam berbagai kelompok
objek.

Untuk standar kedua, indikator-indikatornya ialah:


• Siswa memahami makna bilangan pecahan, bilangan campuran,
dan bilangan desimal;
• Siswa menafsirkan m odel-model nyata atau imajiner yang me-
representasikan bilangan pecahan, bilangan campuran, bilangan
desimal, dan hubungan-hubungan antarbilangan itu.

28 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Empat indikator tersebut sangat menyerupai tujuan pendidikan,
sebab keempatnya menspesifikasikan standar-standar global sampai
level unit pengajaran, bukan level pokok bahasan.
Tujuan dirumuskan bukan hanya dalam kurikulum berbasis
standar, melainkan juga dalam program-program pendidikan pada
tingkat provinsi dan kabupaten untuk m enentukan, antara lain,
apakah siswa akan ditempatkan di kelas remidial, disarankan masuk
program diploma, atau direkomendasikan masuk program S - l . Apa-
bila hasil tes berdampak penting bagi siswa atau guru, keterlibatan
hukum dimungkinkan. Program yang memiliki tujuan dan standar
yang jelas dan dipublikasikan bisa memperoleh payung hukum.
Banyak organisasi dan asosiasi profesi di Amerika Serikat telah
merum uskan tujuan-tujuan dalam bentuk standar-standar mata
pelajaran. Organisasi dan asosiasi tersebut di antaranya adalah
A m erican A ssociation for the A dvancem ent of Science (1993),
N ational Council for the Social Studies (1994), National Council of
Teachers of English and International Reading Association (1996),
\

dan National Research Council (1996). National Council of Teachers


of Mathematics (NCTM) (1989) menjadi asosiasi pertama yang me-
rekomendasikan apa yang dinamakan standar isi. Salah satu stan­
dard yang dibuat NCTM berbunyi: "U ntuk kelas V-VIII, kurikulum
matematika harus mencakup eksplorasi konsep-konsep dan proses-
proses aljabar." Perhatikan bahwa "standard" ini mendeskripsikan
apa yang harus tercakup dalam kurikulum (yakni sisinya), bukan
apa yang harus siswa pelajari dari kurikulum (yaitu tujuan). Oleh
karena itu, standar isi tidak dapat disebut sebagai tujuan, menurut
kriteria tujuan yang telah kita definisikan. Nam un, standar isi dapat
dengan m udah diterjem ahkan jadi tujuan pendidikan. Standar
buatan NCTM di atas, misalnya, dapat diterjemahkan jadi tujuan-
tujuan seperti ini: "Siswa memahami konsep-konsep variabel, per-
nyataan, dan persam aan", "Sisw a belajar m enganalisis tabel-tabel
dan grafik-grafik untuk mengidentifikasi ciri-ciri variabel, pernyata-
an, dan persamaan dan hubungan-hubungan di antara ketiganya",
dan "Siswa dapat menerapkan metode-metode aljabar untuk menye-
lesaikan berbagai masalah kehidupan nyata dan soal m atem atika".

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 29


Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, kebanyakan kuri-
kulum berbasis standar m encakup tujuan global (yakni standar)
sebagai gambaran harapan umum dan tujuan pendidikan (yakni indi-
kator) sebagai panduan untuk m endesain unit-unit kurikulum .
Lantaran sulit untuk m em buat rum usan-rum usan yang spesifik
tentang pengajaran di kelas dalam skala nasional, pihak-pihak yang
memakai pendekatan-pendekatan berbasis standar tidak lagi meng-
gariskan tujuan-tujuan instruksional untuk para guru. Guru dapat
membuat tujuan-tujuan instruksional berdasarkan indikator-indi-
katornya dengan menspesifikasikan proses kognitif dan pengetahu-
annya. Coba perhatikan contoh tujuan pendidikan/indikator berikut:
"Sisw a m emahami makna bilangan pecahan, bilangan campuran,
dan bilangan desim al". Tujuan pendidikan atau indikator ini dapat
diturunkan jadi tujuan-tujuan instruksional: "Sisw a belajar menulis
bilangan desimal dengan bilangan pecahan dan menulis bilangan
pecahan dengan bilangan desim al", "Sisw a dapat menulis bilangan-
bilangan pecahan yang senilai", "Sisw a belajar m enulis bilangan
campuran dengan bilangan pecahan dan bilangan desim al yang
senilai".
Apabila tidak m erum uskan tujuan instruksional yang spesifik,
guru sering kali m em buat instrum en-instrum en asesm en untuk
memperjelas makna dan fokus pem belajaran dari tujuan-tujuan glo­
bal dan tujuan pendidikan. Dalam keadaan semacam ini, pertanyaan-
pertanyaan asesmen untuk siswa secara de facto menjadi tujuan-tujuan
pendidikan atau instruksional. Meskipun boleh dikata sudah menjadi
kebiasaan yang berlangsung lama, praktik ini kerap mengalihkan
perhatian guru dari pengajaran ke tes.

PROBLEMATIKA TUJUAN
Kendati telah digunakan banyak pihak di mana-mana, tujuan
dalam bidang pendidikan m emiliki keterbatasan dan konsekuensi
tertentu (Furst, 1981; DeLandsheere, 1977; Dunne, 1988). Pada bagian
ini, kita akan m em bicarakan sebagian m asalah yang berkaitan
dengan spesifikasi tujuan, hubungan tujuan dengan pengajaran, dan

30 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tujuan yang diklaim bebas nilai versus filsafat dan kurikulum
pendidikan.

Spesifikasi dan Inklusivitas


Sebetulnya, sebelum Handbook terbit pada 1956, telah timbul
perdebatan tentang seberapa spesifik seharusnya tujuan-tujuan
dalam bidang pendidikan dirumuskan. Lantaran tujuan global ber-
sifat terlalu umum untuk dijadikan sebagai panduan praktis peng-
ajaran dan asesmen, perdebatannya terfokus pada tujuan pendidikan
dan tujuan instruksional.
Seperti tujuan global, tujuan pendidikan dikritik karena di-
pandang masih bersifat terlalu umum sebagai panduan perencanaan
pengajaran dan asesmen. Tujuan-tujuan pendidikan tidak memberi
arahan yang spesifik yang dibutuhkan guru untuk merencanakan,
m em udahkan dan m engases pem belajaran siswa (Mager, 1962;
Popham, 1969). Kritik ini ada benarnya. Akan tetapi, sebagaimana
telah diutarakan terdahulu, benar pula bahwa tujuan-tujuan pen­
didikan seharusnya memuat ide-ide yang lebih luas dan kaya tentang
pembelajaran siswa yang diharapkan daripada ide-ide yang terdapat
dalam tujuan-tujuan instruksional. Para penulis Handbook menyadari
kritik ini dan secara sengaja m enolak tujuan-tujuan yang kelewat
sempit, serta merumuskan tujuan-tujuan yang "tingkat keumuman-
nya tak terlalu m enyulitkan jika diturunkan jadi tujuan-tujuan yang
lebih sempit" (him. 6). Tujuan-tujuan pendidikan memberi jalan bagi
perumusan tujuan-tujuan instruksional yang lebih spesifik, tetapi
kami merasa perlu untuk menjelajahi "hutannya sebelum menentu-
kan pohon-pohon yang akan ditebang".
Selain itu, tujuan-tujuan pendidikan m em beri ruang kepada
guru-guru untuk m enafsirkan dan m em ilih aspek-aspek dalam
tujuan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan
siswa mereka. Manfaat tujuan pendidikan ini selaras dengan ke-
cenderungan untuk memberdayakan guru dan m emberi kebebasan
guru guna mengam bil keputusan. Orang-orang yang mengkritik
bahwa tujuan pendidikan terlalu spesifik, mengekang, dan bersifat

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 31


"behavioral" kiranya mereka tidak membedakan antara tujuan pen-
didikan dan tujuan instruksional.
Meskipun spesifikasi tujuan instruksional m engarahkan fokus
pembelajaran dan asesmen, spesifikasi ini masih dapat diperinci lagi
jad i banyak tujuan yang lebih sem pit dan detail. M asalahnya
kemudian adalah apakah tujuan-tujuan yang detail ini merupakan
satu kesatuan yang lebih dari sekadar kumpulan tujuan individual
(Broudy, 1970; Dunne, 1988; Hirst, 1974).
Selanjutnya, orang-orang yang mengkritik berargumen bahwa
tak semua tujuan belajar yang penting dapat dirumuskan secara
eksplisit atau operasional (Dunne, 1988: Armstrong, 1989; Marsh,
1992) dan bahwa peran tujuan yang bersifat implisit dan kemungkin-
an-kemungkinan yang berkembang tidak dijelaskan secara memadai
dalam Handbook. Pengalaman belajar yang diarahkan untuk men-
capai hasil belajar yang umum, misalnya, berbeda dengan peng­
alaman belajar yang diarahkan untuk mencapai hasil belajar yang
bersifat idiosinkratik (unik dan khusus). Tujuan pendidikan di-
maksudkan untuk m endeskripsikan pengalaman belajar yang di-
sebut pertam a. Walaupun hasil belajar individual diperoleh dari
pengalaman belajar yang disebut belakangan, mustahil untuk mem-
buat spesifikasi hasil-hasil belajar yang bersifat idiosinkratik dalam
rencana pembelajaran.
Pelajaran yang bisa dipetik dari perdebatan tentang hasil belajar
yang diharapkan dan hasil belajar yang tak diharapkan adalah bahwa
tak semua hasil belajar yang penting dapat, akan, atau harus dinyata-
kan dalam rumusan tujuan secara a priori [berdasarkan pemikiran
rasional semata, bukan empiris]. Namun, pelajaran ini tak meng-
halangi usaha untuk merumuskan hasil-hasil belajar yang penting
dan diharapkan, kendati hasil-hasil belajar ini bukan satu-satunya
yang didapatkan dari pembelajaran di kelas.

Tujuan yang Kaku


Kritik-kritik yang dipaparkan di atas sebenarnya merupakan
kritik terhadap tujuan yang kaku yang m enggariskan hasil-hasil

32 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


belajar yang sama bagi semua siswa. Eisner (1979) m engatakan
bah wa tak semua tujuan pendidikan harus membuahkan hasil belajar
yang sama. Lantas, Eisner menunjukkan "hasil-hasil belajar ekspre-
sif" (expressive outcome), yang dia definisikan sebagai "akibat-akibat
sampingan dari aktivitas-aktivitas yang termaktub dalam kurikulum
yang sengaja direncanakan sebagai wadah yang kondusif untuk
m em peroleh tujuan dan pengalam an pribadi" (him. 103). Hasil
belajar ekspresif dapat diperoleh dari pengalaman atau aktivitas
seperti berkunjung ke museum, melihat suatu permainan, atau men-
dengarkan musik klasik. Hasil belajar ekspresif berasal dari aktivitas-
aktivitas yang tidak mempunyai tujuan belajar a prion yang sama,
karena setiap siswa akan berubah dengan caranya masing-masing
setelah mengalami atau m elakukan aktivitas tersebut. Hasil belajar
ekspresif bersifat evokatif (menggugah), bukan preskriptif (mem-
belenggu), dalam pengertian tujuan tidak mendahului aktivitasnya,
tetapi justru berkembarig dari aktivitasnya.
Aktivitas-aktivitas yang membuahkan hasil belajar ekspresif
merupakan proses belajar, tetapi apa yang ingin siswa pelajari dengan
melakukan aktivitas-aktivitas tersebut tidak dapat dirum uskan se-
belumnya. Selain itu, apa yang dipelajari seorang siswa akan berbeda
dengan apa yang dipelajari siswa lain. Tujuan-tujuan ekspresif boleh
jadi lebih tepat untuk sebagian materi pelajaran dan merupakan
proses-proses kognitif yang lebih kompleks. Tujuan-tujuan ekspresif
menjadi arah, bukan sasaran belajar.
Sampai batas-batas tertentu, semua tujuan pendidikan merupa­
kan tujuan ekspresif, dalam arti tak semua siswa belajar sesuatu yang
sama dari pembelajaran yang sama dengan tujuan instruksional yang
sama pula. Aktivitas belajar "sam pingan" berlangsung terus. Tren
terkini untuk menggunakan asesmen performa atau asesmen autentik
memungkinkan siswa memperlihatkan beragam respons terhadap
satu atau banyak pertanyaan asesmen yang sama. Walaupun tidak
serupa dengan ciri-ciri tujuan belajar ekspresif, bentuk-bentuk
asesmen yang baru ini jelas dimaksudkan untuk mencapai tujuan-
tujuan ekspresif. Kami hanya dapat m engatakan bahwa bentuk-

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 33


bentuk asesmen ini lebih sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan
ketimbang tujuan-tujuan global dan instruksional.

Tujuan Merepresentasikan Proses Belajar atau Prestasi Siswa?


Inti dari banyak kritik terhadap tujuan dalam bidang pendidikan
adalah tujuan itu sebenarnya merepresentasikan apa? (Hirst, 1974;
Ginther, 1972). Misalnya, m akin spesifik suatu tujuan, makin mudah
diases, tetapi juga makin mudah menjerumuskan kita untuk me-
nyamakan antara makna tujuan dan asesmennya. Singkatnya, pres­
tasi yang diases dipakai untuk menarik kesimpulan tentang aktivitas
belajar yang diinginkan seperti yang dinyatakan dalam rumusan
tujuan. Padahal, prestasi siswa bukanlah tujuan itu sendiri.
Lagi pula, dengan sedikit perkecualian, tugas-tugas (misalnya,
pertanyaan, butir tes, soal) yang dipakai untuk m engases tujuan
hanyalah sampel dari banyak tugas. Coba perhatikan tujuan instruk­
sional ini: "Sisw a belajar penjumlahan tiga angka dua digit dengan
mengelompokkan kem bali". Tujuan ini dapat diases dengan banyak
butir tes, sebab terdapat banyak angka dua digit yang bisa dijumlah-
kan (misalnya, 25 + 12 +65; 15 + 23 + 42; 89 + 96 + 65). Guru mau tak
mau harus memilih sebagian dari banyak kombinasi penjumlahan
angka dua digit dan menggunakan prestasi siswa dalam asesmen -
ini untuk menarik kesimpulan tentang bagaimana siswa mengerja-
kan tugas-tugas serupa yang tidak diases.
Coba sekarang bandingkan antara kemungkinan butir tes yang
jum lahnya relatif lebih sedikit untuk mengases tujuan belajar pen­
jumlahan angka dua digit dan kemungkinan butir tes yang jumlahnya
jauh lebih banyak untuk mengases proses belajar tujuan pendidikan
berikut: "Sisw a belajar menerapkan berbagai teori ekonom i". Spesi-
fikasi tujuan belajar penjumlahan angka m emungkinkan guru me­
narik kesimpulan perihal proses belajar siswa dengan sedikit per­
tanyaan asesmen. Sebaliknya, tujuan belajar teori ekonomi jauh lebih
luas sehingga m emungkinkan guru membuat banyak sekali per­
tanyaan asesmen. Oleh karena sebuah asesm en hanya berisikan
sedikit sampel pertanyaan asesmen, makin umum sebuah tujuan,

34 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


m akinbanyak kemungkinan pertanyaan asesmen, dan prestasi siswa
dalam menjawab pertanyaan asesmen makin tidak merepresentasi-
kan proses belajarnya yang luas. Masalah ini mengemuka ketika
tujuan m enekankan pengetahuan yang lebih umum atau proses
kognitif yang lebih kompleks.

Keterbatasan Rumusan Tujuan


Para pengkritik juga mengatakan bahwa tingkat kemudahan
dalam merumuskan tujuan jauh berbeda antara satu mata pelajaran
dan mata pelajaran lain (Stenhouse, 1970-1971; Seddon, 1978; Kelly,
1989). M erumuskan tujuan dalam pelajaran menulis kreatif, puisi,
dan tafsir seni, misalnya, tergolong sulit. Manakala diminta untuk
merumuskan tujuan, guru-guru pengampu mata pelajaran ini boleh
jadi sekadar m enuliskan tujuan-tujuan tingkat rendah yang mudah
dirum uskan tetapi tak benar-benar m erepresentasikan apa yang
pen ting untuk dipelajari siswa. Lantaran tujuan-tujuan yang me-
nuntut proses belajar yang kompleks tak terumuskan, tujuan-tujuan
tersebut pun tak diajarkan dan/atau tak diases. Untuk dapat meng-
klasifikasikan tujuan dengan tepat, kita harus mengetahui bagaimana
tujuan diajarkan oleh guru dan dipelajari oleh siswa.
Pada sebagian mata pelajaran, kita dapat dengan m udah me­
rumuskan tujuan, tetapi sulit untuk m endapatkan dukungan dari
m asyarakat luas. Sementara itu, khususnya pada pelajaran ilmu
sosial dan pendidikan seks, perbedaan-perbedaan nilai dan pandang-
an politik antarindividu m enyulitkan mereka dalam m em buat ke-
sepakatan tentang rumusan tujuan-tujuan yang pas. Mereka biasanya
lebih m udah untuk m enyepakati rum usan tujuan-tujuan global
(misalnya, untuk menjadi warga negara yang baik) daripada tujuan-
tujuan pendidikan dan instruksional yang lebih spesifik.
Kesulitan memang bagian inheren dari perumusan tujuan dalam
sebagian mata pelajaran dan dari upaya untuk membuat kesepakatan
tujuan dalam mata pelajaran lain. Dua alasan inilah yang menye-
babkan rumusan tujuan dalam sebagian mata pelajaran memiliki
keterbatasan. Akan tetapi, m engingat tujuan itu penting, problema-
tika tujuan ini harus diatasi, bukan dihindari.

Bab 2: Struktur, Spesifikasi, dan Problematika Tujuan 35


Kesimpulan
Kerangka pikir kami merupakan alat untuk membantu para pen-
didik m em perjelas dan m enjelaskan apa yang, m enurut mereka,
harus dipelajari siswa sekaligus apa yang merupakan hasil pem-
belajaran. Kita menyebutnya "tu juan ". Untuk membantu mereka
menjelaskan tujuan ini, kami menyajikan format standar dalam me-
rumuskan tujuan, yakni "Sisw a dapat atau belajar + kata kerja + kata
benda" . Kata kerja ini menunjukkan proses kognitifnya sedangkan
kata benda tersebut pada umumnya menunjukkan pengetahuannya.
Walaupun tujuan-tujuan merentang dari yang sangat umum sampai
yang sangat spesifik, kami menganjurkan penggunaan tujuan yang
moderat, yakni tujuan pendidikan.
Pem bicaraan kita tentang tujuan tak mencakup semua hasil
belajar siswa yang penting, sebagian lantaran kami hanya membahas
hasil-hasil belajar kognitif dalam buku ini. Namun, kami tak me-
nampik bahwa proses belajar yang bersifat insidental senantiasa ber-
langsung di setiap sekolah dan kelas. Proses-proses belajar yang tak
terprediksi semacam ini berada di luar cakupan buku ini. Demikian
pula, pengalaman-pengalaman belajar ekspresif berada di luar ruang
lingkup buku ini karena m enghasilkan banyak sekali reaksi dan
respons yang tak terprediksi dan sangat bergantung pada siswa itu
sendiri. Meskipun proses belajar insidental dan pengalaman belajar
ekspresif tak dikupas dalam karya ini, bukan berarti keduanya tidak
penting atau tidak berm anfaat dalam banyak situasi.
Pendeknya, kami menekankan pada rumusan-rumusan tujuan
belajar kognitif yang berorientasi pada siswa, berbasis proses belajar,
eksplisit dan dapat diases. Dengan titik tekan ini, kami mengikuti
para p en u lis Handbook. Sebagaim an a m ereka, kam i beru saha
m em buat sebuah kerangka pikir yang, m enurut perkiraan kami,
dapat digunakan dengan banyak (meski tak semua) cara dan oleh
banyak (meski tak semua) pendidik. ■

36 Penibelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


BAGIAN II

Struktur
Taksonomi Pendidikan Baru
BAB 3

Tabel Taksonomi
Pendidikan

Seperti telah disebutkan pada Bab 1, kerangka pikir ini digambarkan


dalam tabel dua dimensi yang kita sebut Tabel Taksonomi (lihat Tabel
3.1). Baris dan kolom pada tabel ini berisi secara berurutan kategori-
kategori pengetahuan dan proses kognitif yang didefinisikan dan
dijelaskan secara saksama. Kotak-kotak pada tabel ini merupakan
perpotongan antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kog­
nitif. Tujuan, baik secara eksplisit atau implisit, mencakup pengetahu­
an dan proses kognitif yang dapat diklasifikasikan dalam kerangka
taksonomi pendidikan ini. Oleh karena itu, tujuan-tujuan dapat di-
masukkan dalam kotak-kotak pada tabel ini. Sebuah tujuan pendidik­
an yang menekankan ranah kognitif dapat dimasukkan ke dalam
satu kotak atau lebih pada tabel ini.

KATEGORI DIMENSI PENGETAHUAN


Setelah mempelajari berbagai pengkategorian jenis-jenis penge­
tahuan, terutama dalam psikologi kognitif yang juga dikaji oleh para
penulis Handbook, kami menetapkan empat jenis pengetahuan, yakni
Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif. Tabel 3.2 merupakan
ringkasan dari empat jenis pengetahuan pokok dan sub-subjenisnya.
Pengetahuan Faktual adalah pengetahuan tentang elemen-elemen
yang terpisah dan m em punyai ciri-ciri tersendiri — "potongan-

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 39


Tabel 3.1. Taksonomi Pendidikan

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
Penge- 4. 5. 6.
1. 2. 3.
ta h u a n M engeva- M e n c ip ta
M e n g in g a t M em aham i M engapli- M engana-
k a s ik a n lis is lu a s i

A.
Penge-
ta h u a n
F aktual

B.
Penge-
ta h u a n
Konsep-
tual

C.
Penge-
ta h u a n
Prose-
dural

D.
P e n g e ta -
huan M e-
ta k o g n itif

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


40
Tabel 3.2. Jenis dan Subjenis Dimensi Pengetahuan

Jenis dan Subjenis Contoh

A. P E N G E T A H U A N F A K T U A L — E lem en -e lem e n d a s a ry a n g harus d ike tah ui sisw a untuk


m e m p e la ja ri satu d isip lin ilm u atau u n tu k m e n y e le s a ik a n m a s a la h -m a s a la h dala m
d isip lin ilm u te rse b u t.

1. P en g etah ua n te n ta n g te rm in o lo g i K o sa ka ta te k n is, sim b o l-s im b o l m u sik


2. P e n g e ta h u a n te n ta n g d e ta il- d e ta il S u m b e r-s u m b e rd a y a alam pokok, sum b er-
e le m e n -e le m e n yan g spe sifik. s u m b e r in fo rm a si y a n g re liab el

B. P E N G E T A H U A N K O N S E P T U A L — H u b u n g a n -h u b u n g a n a n ta re le m e n d a la m se b u a h
s tru k tu r b e s a r yan g m e m u n g k in ka n e le m e n -e le m e n n y a b e rfu n g si s e ca ra b e rs a m a -
sam a.

1. P e n g e ta h u a n te n ta n g k la s ifik a s i d an P e rio d e w a k tu g e o lo g is , b e n tu k k e -
kate go ri p e m ilika n u sa h a b isn is
2. P e n g e ta h u a n te n ta n g p rin sip d an g e- R u m u s P yth a g o ra s, h u ku m p e n a w a ra n
n era lisasi d an p e rm in ta a n
3. P en g e ta h u a n te n ta n g teori, m odel dan Teori e vo lu si, s tru k tu r M a jelis
s tru k tu r P e rm u sy a w a ra ta n R a kya t (M P R )

C. P E N G E T A H U A N P R O S E D U R A L — B a g a im a n a m e la ku ka n s e su a tu , m e m p ra ktikka n
m e to d e -m e to d e p e n e litia n , d an k rite ria -krite ria u n tu k m e n g g u n a k a n ke te ra m p ila n ,
a lg o ritm e, te k n ik d an m e tode.

1. P e n g e ta h u a n te n ta n g k e te ra m p ila n K e te ra m p ila n -ke te ra m p ila n d a la m m e lukis


dala m b id a n g te rte n tu d an a lg o ritm e d e n g a n c a t a ir, a lg o ritm e p e m b a g ia n
se lu ru h bila n ga n
2. P en g etah ua n te n ta n g te k n ik dan m e­ T eknik w a w a n c a ra , m e to d e ilm iah
tode d ala m b id a n g terte n tu

3. P engetahua n ten tan g kriteria untuk m e- Kriteria yang d ig u na ka n untuk m e nentukan


n en tu kan kap a n h a ru s m e n g g u n a ka n kapan harus m e n e ra p ka n p ro se d u r hukum
p ro s e d u r ya n g te p a t N e w to n , k rite ria y a n g d ig u n a k a n u n tu k
m e nila i fis ib ilita s su a tu m e to d e

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 41


J e n is d a n S u b je n is C o n to h

D. P E N G E T A H U A N M E T A K O G N IT IF — P e n g e ta h u a n te n ta n g kog nisi s e ca ra u m u m dan


ke sa d a ra n d an p e n g e ta h u a n te n ta n g ko g n isi d iri sen diri.

1. P e n g e ta h u a n s tra te g is P e n g e ta h u a n te n ta n g ske m a seb a g a i alat


2. P e n g e ta h u a n te n ta n g tu g a s -tu g a s u n tu k m e n g e ta h u i s tru k tu r su a tu p okok
k o g n itif b a h a s a n d a la m buku teks, p e n g e ta h u a n
3. P e n g e ta h u a n -d iri te n ta n g p e n g g u n a a n m e to d e p e n e m u a n
a ta u p e m e ca h a n m a sa lah

P e n g e ta h u a n te n ta n g m a ca m -m a c a m tes
ya n g d ib u a t g uru , p e n g e ta h u a n te n ta n g
tu n tu ta n b e ra g a m tu g a s k o g n itif

P e n g e ta h u a n b a h w a d iri (s e n d iri) k u a t
dalam ‘m engkritisi esai, tetapi lem ah dalam
hal m enulis esai; kesadaran tentang tingkat
pengetahuan yang dim iliki oleh diri (sendiri).

potongan inform asi". Pengetaliuan Faktual m eliputi pengetahuan


tentang terminologi dan tentang detail-detail dan elemen-elemen
yang spesifik. Sebaliknya, Pengetahuan Konseptual adalah pengetahu­
an tentang "bentuk-bentuk pengetahuan yang lebih kompleks dan
terorganisasi". Jenis pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori, prinsip dan generalisasi, juga tentang teori,
model dan struktur.
Pengetahuan Prosedural adalah "pengetahuan tentang bagaimana
m elakukan sesu atu ". Ini m elingkupi pengetahuan perihal kete-
rampilan dan algoritme, teknik dan metode, juga perihal kriteria-
kriteria yang digunakan untuk menentukan dan/atau menjustifikasi
"kapan harus m elakukan sesuatu" dalam ranah-ranah dan disiplin-
disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan Metakognitif adalah "pengetahuan
mengenai kognisi secara umum, kesadaran akan dan pengetahuan
mengenai kognisi diri sendiri". Pengetahuan jenis ini melingkupi
pengetahuan strategis; pengetahuan tentang proses-proses kognitif,

42 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional serta penge-
tahuan-diri. Aspek-aspek tertentu dari pengetahuan metakognitif
tidak sama dengan pengetahuan yang disepakati dan didefinisikan
oleh para pakar. Masalah ini bakal dibahas secara lebih mendetail
pada Bab 4.

KATEGORI-KATEGORI DALAM DIMENSI PROSES KOGNITIF


K ategori-kategori pada dim ensi proses kognitif m erupakan
pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komprehensif
yang terdapat dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan. Sebagai-
mana terlihat pada Tabel 3.1, kategori-kategori ini merentang dari
proses kognitif yang paling banyak dijumpai dalam tujuan-tujuan
di bidang pendidikan, yaitu Mengingat, kemudian Memaliami dan
Mengaplikasikan, ke proses-proses kognitif yang jarang dijumpai,
yakni Menganalisis, Mengevaluasi dan Mencipta. Mengingat berarti
mengambil pengetahuan ^tertentu dari memori jangka panjang. Me-
mahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, ter­
masuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Meng­
aplikasikan berarti menerapkan atau m enggunakan suatu prosedur
dalam keadaan tertentu. Menganalisis berarti memecah-mecah materi
jadi bagian-bagian penyusunnya dan m enentu kan hubungan-
hubungan antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian ter-
sebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. Mengevaluasi ialah
mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar. Men­
cipta adalah memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu
yang baru dan koheren atau untuk m em buat suatu produk yang
orisinal.
Setiap kategori ini terdiri dari dua atau lebih proses kognitif
yang lebih spesifik, yang kesemuanya berjumlah 19 dan dideskripsi-
kan dalam kata kerja (lihat Tabel 3.3). Dalam bahasa Inggris, untuk
membedakan 19 proses kognitif yang lebih spesifik dengan enam
kategori di atas, kami menggunakan bentuk gerund yang berakhiran
-ing. Mengingat berisikan dua proses kognitif yang lebih spesifik,
yakni mengenali (recognizing) dan mengingat kembali (recalling); menafsir-

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 43


Tabel 3.3. Enam Kategori pada Dimensi Proses Kognitif dan Proses-proses Kognitif
Terkait

Kategori Proses Proses Kognitif dan Contohnya

1. M E N G IN G A T — M e n g a m b il p en g e ta h u a n d ari m e m ori ja n g k a p an jan g

1.1. M e ng en ali (M e n g e n a li ta n g g a l te rja d in y a p e ris tiw a -p e ris tiw a


p e n tin g d a la m se ja ra h Ind o n e sia )

1.2. M e n g in g a t kem b a li (M e n g in g a t k e m b a li ta n g g a l p e ris tiw a -p e r is tiw a '


p e n tin g d a la m se ja ra h In d o n e sia )

2. M E M A H A M I — M e n g ko n stru k m a kn a d ari m a te ri p e m b e la ja ra n , te rm a s u k a p a yan g


d iu c a p k a n , d itu lis, d an d ig a m b a ro le h guru.

2.1. M e na fsirka n (M e m p a ra fra s e k a n u ca p a n d an d o ku m e n p e n tin g )

2.2. M e n c o n to h k a n (M e m b e ri c o n to h te n ta n g a lira n -a lira n sen i lukis)

2 .3 . M e n g kla s ifik a sik a n (M e n g k la s ifika s ika n k e la in a n -ke la in a n m e ntal yan g


tela h dite liti a ta u d ije la s k a n )

2.4. M e ra n g ku m (M e n u lis r in g k a s a n p e n d e k te n ta n g p e r is tiw a -


p e ristiw a ya n g d ita y a n g k a n di te le visi)

2.5. M e n yim p u lka n (D a la m b e la ja r b a h a s a a sin g , m e n y im p u lk a n tata


b a h a sa b e rd a sa rk a m co n to h -co n to h n ya )

2.6. M e m b a n d in g k a n (M e m b a n d in g ka n p e ris tiw a -p e ris tiw a seja ra h d en ga n


kea d a a n s e ka ra n g )

2.7. M e n je la s k a n (M e n je la s k a n s e b a b -s e b a b te rja d in y a p e ris tiw a -


p eristiw a p e n tin g p ad a a ba d ke -1 8 di Ind o n e sia )
*7

3. M E N G A P L IK A S IK A N — M e n e ra p ka n atau m e n g g u n a k a n sua tu p ro s e d u r d a la m ke-


a da a n terte n tu .

3.1. M e n g e k s e k u s i . (M e m b a g i satu b ila n g a n d e n g a n b ila n g a n lain, ked ua


b ila n ga n ini te rd iri d ari b e b e ra p a digit)

3.2. M e n g im p ie m e n ta s ik a n (M e n g g u n a k a n h u ku m N ew ton ked u a p ad a k o n te ks


yan g te p a t.)

44 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


K a te g o ri P ro s e s P ro s e s K o g n itif d a n C o n to h n y a

4. M E N G A N A L IS IS — M e m e c a h -m e c a h m a te ri ja d i b a g ia n -b a g ia n p e n yu s u n n y a dan
m enentuka n h ub u n g a n -h u b u n g a n a ntarbagian itu dan h ub un ga n antara bagian-bagian
te rse b u t d an k e s e lu ru h a n s tru k tu r atau tuju an

4.1. M e m be da ka n (M e m b e d a k a n a n ta ra b ila n g a n y a n g re le v a n d an
b ila n ga n yan g tid a k re le va n d ala m soa l m a te m a tika
cerita)

4.2. M e n g o rg a n is a s i (M e n yu su n b u kti-b u kti d a la m ce rita se ja ra h ja d i bukti-


b ukti ya n g m e n d u k u n g d an m e n e n ta n g su a tu p en-
je la s a n h isto ris)

4.3. M e n g a trib u sika n (M e n u n ju k k a n su d u t p a n d a n g p en u lis sua tu e sa i se-


sua i d e n g a n p a n d a n g a n p o iitik si p en u lis)

5. M E N G E V A L U A S I — M e n g a m b il ke p u tu sa n b e rd a sa rk a n kriteria d a n /a ta u standar.

5.1. M e m eriksa (M e m e rik s a a p a ka h k e s im p u la n -ke s im p u la n se o ra n g


ilm u w a n se su a i d e n g a n d a ta -d a ta a m a ta n atau tida k)

5.2. M engkritik (M e n e n tu k a n satu m e to d e te rb a ik d ari d ua m e to d e


u n tu k m e n y e le s a ik a n su a tu m a sa la h )

6. M E N C IP T A — M e m a d u ka n b a g ia n -b a g ia n u n tu k m e m b e n tu k s e su a tu yan g b aru dan


koh eren a ta u u n tu k m e m b u a t sua tu p ro d u k ya n g o risin a l.

6.1. M e ru m uska n (M e ru m u s k a n h ip o te s is te n ta n g s e b a b -s e b a b te r-
ja d in y a sua tu fe n o m e n a )

6.2. M e re ncan a ka n (M e re n c a n a k a n p ro p o s a l p e n e litia n te n ta n g to p ik


se ja ra h te rte n tu )

6.3. M e m p ro d u ksi (M e m b u a t h a b ita t u n tu k sp e s ie s te rte n tu d em i sua tu


tu ju a n )

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 45


kan (interpreting ), memberi contoh (exemplifying), mengklasifikasikan
(classifying), meringkas (summarizing), menyimpnlkan (inferring), mem-
bandingkan (comparing ) dan menjelaskan (explaining ) m erupakan
proses-proses kognitif dalam Memahami; mengeksekusi (executing ) dan
mengimplementasikan (implementing) merupakan bagian dari Mengapli-
kasikan; dan seterusnya.

TABEL TAKSONOMI DAN TUJUAN PENDIDIKAN


Gambar 3.1 m enggam barkan langkah-langkah analitis dari pe-
rumusan tujuan pendidikan sampai penempatannya dalam Tabel
Taksonom i. Langkah-langkah ini dim ulai dengan m erum uskan
tujuan dengan kata kerja dan kata benda. Kata kerjanya dikaji dengan
kerangka enam kategori pada dimensi proses kognitif: Mengingat,
Memahami, Mengaplikasikan, Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.
Agar lebih mudah, penempatan kata kerja ini pada kategori yang
tepat biasanya diawali dengan mencermati 19 proses kognitif yang
lebih spesifik, bukan dengan mencermati enam kategori besar. Demi-
kian juga, kata bendanya dikaji dengan kerangka empat jenis penge-
tahuan pada dimensi pengetahuan: Faktual, Konseptual, Prosedural,
dan Metakognisi. Lagi-lagi, agar lebih mudah dalam menempatkan
kata benda ini secara tepat, kami terlebifndahulu mencermati sub-
subjenis pengetahuan. Anda dapat m engklasifikasikan tujuan yang
Anda rumuskan, ajarkan, dan ases sendiri, dan kemudian memeriksa
apakah klasifikasinya sesuai dan tepat. Langkah yang disebut bela-
kangan ini akan dijelaskan dengan sketsa-sketsa pada Bab 8-13.
Coba perhatikan contoh pada Gambar 3.1: "Siswa belajar m eng­
aplikasikan pendekatan rednce-reuse-recycle untuk memelihara ling-
kungan." Kata kerjanya adalah "m engaplikasikan". Mengaplikasikan
m erupakan salah satu dari enam kategori proses kognitif, maka
dalam contoh kasus ini, kita hanya perlu melihat enam kategori.
Hal kedua yang menyulitkan pengklasifikasian tujuan adalah
kata kerjanya ambigu, tidak menunjukkan proses kognitif yang jelas,
atau kata bendanya ambigu, tidak secara jelas menunjukkan penge­
tahuan yang diinginkan. Coba perhatikan tujuan ini: "Sisw a belajar

46 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesnien


Bagan 3.1. Langkah Pengklasifikasian Tujuan (Siswa belajar mengaplikasikan
pendekatan reduce-reuse-recycle untuk memelihara lingkungan) dalam
Tabel Taksonomi

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 47


m endeskripsikan perubahan-perubahan materi dan sebab-sebab
perubahan tersebut". "M endeskripsikan" bisa berarti banyak hal.
Siswa bisa mendeskripsikan apa yang telah mereka ingat, tafsirkan,
jelaskan, atau buat. Mengingat, menafsirkan, mcnjelaskan, dan merumus-
kan merupakan proses-proses yang sangat berbeda. Untuk meng-
klasifikasikan tujuan, orang harus dengan pasti m enyim pulkan
proses yang diinginkan oleh guru.
Demikian pula, dalam beberapa rumusan tujuan, kata bendanya
tidak atau hanya memberikan sedikit informasi tentang pengetahuan
yang relevan. Masalah ini muncul terutama dalam proses-proses
kognitif yang kompleks. Coba perhatikan tujuan ini: "Sisw a belajar
m engevaluasi tajuk rencana koran dan m ajalah". Kata kerjanya
adalah "m en g ev alu asi", sem entara kata bendanya ialah "taju k
rencana koran dan m ajalah". Sebagaimana telah kita bicarakan pada
Bab 2, tajuk rencana termasuk materi kurikulum atau materi pem-
belajaran, bukan pengetahuan. Dalam tujuan tersebut, pengetahuan
disebutkan secara im plisit— yakni kriteria-kriteria yang akan diguna-
kan siswa untuk m engevaluasi tajuk rencana (misalnya, ada atau
tidaknya bias, kejelasan sudut pandangnya, logika argumennya).
Maka dari itu, tujuan tadi diklasifikasikan dalam kotak yang merupa­
kan perpotongan antara kolom Mengevaluasi dan baris Pengetahuan
Konseptual.
Mesti dipastikan bahwa orang yang mengklasifikasikan tujuan
harus m em buat kesim pulan. Silakan cermati dua tujuan berikut;
tujuan pertama lebih gamblang, sedangkan tujuan kedua harus di-
simpulkan.
Tujuan pertama adalah "Siswa dapat merencanakan satu unit
pelajaran untuk pengajaran tertentu" (Handbook, him. 171). Tujuan
ini memadukan rencana unit pelajaran (kata benda) dan tindakan
merencanakan (kata kerja). Di manakah letak yang tepat dari tujuan
ini dalam Tabel Taksonomi? Rencana adalah model yang mengarah-
kan tindakan yang akan dilakukan. Mengacu pada Tabel 3.2, kita
tahu bahwa "m odel" merupakan subjenis ketiga dari Pengetahuan
Konseptual, baris kedua dalam Tabel Taksonom i (yakni baris B).
Merujuk pada Tabel 3.3, kita tahu bahwa "m erencanakan" adalah

48 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


proses kognitif kedua dalam Mencipta, kolom keenam dalam Tabel
Taksonomi (kolom 6). Analisis ini m emperlihatkan bahwa tujuan
tersebut berada dalam kotak yang merupakan perpotongan antara
baris B, Pengetahuan Konseptual, dan kolom 6, Mencipta. Jadi, tujuan
ini mengharuskan siswa menciptakan pengetahuan konseptual.
Tujuan kedua adalah "Sisw a dapat mengenali sudut pandang
atau bias penulis artikel sejarah" (Handbook , him. 148). Dalam tujuan
ini, kata bendanya adalah "artikel sejarah". Seperti buku teks dan
esai, artikel sejarah merupakan materi kurikulum atau materi pem-
belajaran. Pertanyaannya adalah artikel sejarah termasuk jenis penge­
tahuan apa. Ada dua kemungkinan: Pengetahuan Faktual atau Penge­
tahuan Konseptual. Pengklasifikasian jenis pengetahuan bergantung
pada (1) struktur artikelnya, (2) cara "pem aparan" artikelnya, atau
(3) perpaduan antara keduanya. Frasa verbalnya adalah "mengenali
sudut pandang atau bias", tetapi kata kerjanya bukan "m engenali".
Apabila kata kerjanya "m engenali", kita masukkan tujuan itu dalam
kategori Mengingat. Akan tetapi, tindakan m engenali (yakni menen-
tukan) sudut pandang atau bias m enggam barkan proses kognitif
mengatribusikan (lihat Tabel 3.3). Mengatribusikan merupakan bagian
dari Menganalisis, kategori yang sangat kom pleks. Lantaran artikel
sejarah dapat digolongkan sebagai Pengetahuan Faktual atau Penge­
tahuan Konseptual, kita dapat m enempatkan tujuan tersebut dalam
dua kotak, satu yang merupakan perpotongan antara kolom Meng­
analisis dan baris Pengetahuan Faktual (kotak A4), dan satunya yang
merupakan perpotongan antara kolom Menganalisis dan baris Penge­
tahuan Konseptual (kotak B4).
M asalahnya bisa m enjadi lebih pelik bila guru mengajarkan
kepada siswanya bagaimana cara mengenali sudut pandang atau
bias, dan materi pembelajaran ini merupakan Pengetahuan Prosedural.
Jika siswa didorong untuk m enggunakan Pengetahuan Prosedural
(seperti yang diajarkan kepada mereka) dalam bidang sejarah, proses
kognitifnya bukan Menganalisis, m elainkan Mengaplikasikan. Tujuan
ini masuk dalam kotak C3.
Ringkasnya, Tabel Taksonomi dapat dipakai untuk mengategori-
kan tujuan-tujuan, disediakan bagi orang-orang yang melakukan

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 49


kategorisasi ini supaya mereka m enarik kesim pulan yang tepat
tentang tujuan-tujuan pendidikan. Lantaran langkah kategorisasi ini
menyertakan proses penarikan kesimpulan dan lantaran orang-orang
boleh jadi mengakses informasi yangberbeda, mereka dapat berbeda
pendapat perihal ketepatan klasifikasi tujuan. Seperti dipaparkan
pada bab ini, sumber informasi yang paling jelas tentang tujuan pen­
didikan adalah rumusan tujuannya, tetapi perlu diingat bahwa tujuan
yang ditulis dan tujuan yang diajarkan dan diases mungkin berbeda.
Sumber-sumber informasi lain yang perlu dipelajari adalah hasil
observasi di kelas, hasil pemeriksaan terhadap soal-soal tes dan per-
tanyaan-pertanyaan asesmen lain, dan diskusi dengan atau sesama
guru. Berdasarkan pengalaman kami, pemanfaatan banyak sumber
informasi ini m enghasilkan klasifikasi tujuan yang sangat valid dan
argumentatif.

MENGAPA TUJUAN PENDIDIKAN PERLU DIKATEGORIKAN?


Mengapa orang in gin mengategorikan tujuan-tujuan pendidik­
an? Apa m anfaat kerangka pikir kita ini dalam m engklasifikasikan
tujuan-tujuan pendidikan? Kami mempunyai enam jawaban atas
kedua pertanyaan tersebut. Jawaban pertama adalah kategorisasi dalam
kerangka pikir ini memungkinkan para pendidiji mengkaji tujuan-tujuan
pendidikan dari kacamata siswa. Apa yang harus diketahui dan dapat
dilakukan siswa untuk mencapai suatu tujuan? Apakah cukup se-
gepok fakta yang berlainan (Pengetalntan Faktual), ataukah siswa perlu
mempelajari struktur kohesif yang merangkai fakta-fakta ini (Penge-
tahuan Konseptual)? Apakah siswa harus mampu mengklasifikasikan
(Meniahami), membedakan (Menganalisis), atau melakukan keduanya?
Kam i m engajukan dan membahas pertanyaan-pertanyaan ini ketika
mengkaji tujuan-tujuan pendidikan dalam kerangka pikir ini untuk
menjawab "pertanyaan tentang pem belajaran" (lihat Bab 1).
Jawaban kedua ialah kategorisasi dengan kerangka pikir ini membantu
para pendidik memikirkan pelbagai kemungkinan dalam bidangpendidikan.
Inilah salah satu nilai penting dan pokok dari Handbook, yang mem-
buka kemungkinan-kemungkinanbaru untuk mengajarkan dan men-

50 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


capai tujuan pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Buku revisi kami
ini m enambah kem ungkinan-kem ungkinan tujuan lain yang me-
nekankan Pengetahuan Metakognitif dan mendorong para pendidikan
untuk m encapainya. Pengetahuan m etakognitif memberdayakan
siswa dan menjadi landasan pokok untuk "belajar bagaimana cara
belajar" (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999). Klasifikasi tujuan
untuk kepentingan ini, sekali lagi, membantu kita menjawab "per-
tanyaan tentang pem belajaran".
Jawaban ketiga adalah kategorisasi dengan kerangka pikir ini mem-
bantu para pendidik melihat hubungan integral antara pengetahuan dan
proses kognitifyang inheren dalam tujuan pendidikan. Realistiskah bila
siswa diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan faktual, atau
lebih mudah bagi mereka jika mereka diban tu untuk memahami penge­
tahuan prosedural sebelum m engaplikasikannya? Dapatkah siswa
belajar memahami pengetahuan konseptual dengan terlebih dahulu
menganalisis pengetahuan faktual? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang
muncul manakala kami berkutat dengan "pertanyaan tentang pem ­
belajaran".
Jawaban keempat atas pertanyaan mengapa orang ingin menga-
tegorikan tujuan-tujuan pendidikan selaras dengan penjelasan Hand­
book: kategori ini membuat hidup jadi lebih mudah! Dengan taksonomi
pendidikan, kita tak perlu mendekati dan m engkaji setiap tujuan
sebagai sebuah entitas tersendiri. Taksonomi pendidikan memandu
kita untuk langsung mengetahui, "O, ini tujuan analisis. Saya tahu
bagaimana harus menulis butir-butir tes untuk tujuan pendidikan
yang bersifat analitis." Kita dapat mengambil contoh butir-butir tes
dalam Handbook dan, dengan memodifikasi mereka sesuai dengan
mata pelajarannya, kita bisa menulis beberapa butir tes dalam waktu
yang relatif singkat. Syahdan, dengan m engklasifikasikan tujuan-
tujuan, kita lebih mampu menjawab "pertanyaan tentang asesm en".
K am i b e rh a ra p o ra n g -o ra n g y an g m e n g g u n a k a n T abel
Taksonomi memiliki kesadaran bersama, misalnya, bahwa "O, tujuan
ini menekankan pemahaman pengetahuan konseptual. Saya tahu bagai­
mana cara mengajarkan tujuan-tujuan Pengetahuan Konseptual. Peng-
ajaran saya akan berpusat pada ciri-ciri penting sebuah konsep.

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 51


Lantaran terdapat bermacam-macam Pengetahuan Konseptual, saya
akan memberikan contoh-contoh yang termasuk dan tidak termasuk
jenis pengetahuan ini. Saya akan m em bicarakan sebuah konsep
dalam kerangka konseptual yang lebih besar dan juga membahas
persamaan dan perbedaannya dalam kerangka konseptual itu." Akan
halnya menyangkut asesmen, "Saya dapat merancang tugas asesmen
yang meminta siswa mencontohkan dan mengklasifikasikan . Saya harus
membuat tugas-tugas asesmen yang berbeda dengan yang terdapat
dalam buku teks atau dengan yang saya sampaikan dalam pengajar-
an sehari-hari." Sekali lagi, klasifikasi tujuan-tujuan membantu kita
m enuntaskan "pertanyaan-pertanvaan tentang pembelajaran dan
asesm en".
Jawaban kelima kami adalah kategorisasi memperlihatkan secara
lebih jelas konsistensi atau inkonsistensi antara earn merumuskan tujuan
satu unit pelajaran, cara mengajarkannya, dan cam mengases pembelajaran
siswa. Perbandingan antara kategorisasi yang didasarkan pada
rumusan tujuan, aktivitas pembelajaran, dan pertanyaan asesmen
menunjukkan apakah tahap-tahap pengalaman pendidikan ini saling
bersesuaian dalam hal sifat dan titik tekannya. Namun, seorang guru,
Melody Shank, yang turut mengulas draf awal revisi kami ini (me-
lalui komunikasi pribadi pada 1998) mempunyai pendapat yang ber­
beda:
Saya dapat m em bayangkan bagaim ana guru-guru akan lebih sibuk
bertanya apakah mereka telah m enem patkan tujuan-tujuan, aktivitas-
aktivitas, dan asesmen-asesmen m ereka pada kotak yan g te p a t... dari-
pada m emeriksa secara cermat tujuan-tujuan m ereka yan g implisit
dan eksplisit, aktivitas-aktivitas yan g telah direncanakan, dan ases­
men-asesmen mereka. Lebih penting untuk m enanyakan apakah
aktivitas-aktivitas yan g telah mereka rencanakan sesuai dengan tuju­
an-tujuan yang mereka inginkan (baik yan g telah ditulis atau belum)
dan bagaim anakah mereka m emperbaiki rencana aktivitas-aktivitas
tersebut ketim bang m enanyakan apakah setiap kom ponen pem ­
belajaran mereka telah ditem patkan pada kotak Tabel Taksonomi yang
tepat ... Saya berharap guru-guru m endiskusikan secara mendalam
dan produktif analisis mereka tentang tujuan, rencana pembelajaran
dan asesmen, bukan berdebat tentang ketepatan penem patan setiap
kom ponen pembelajaran mereka pada Tabel Taksonomi.

52 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Pendapat Shank ini menandaskan pemanfaatan Tabel Takso-
nomi, dan kita akan memberikan contoh-contohnya nanti dengan
menganalisis sketsa-sketsa di bagian belakang. Di sini, klasifikasi
tujuan-tujuan membantu para pendidik menyelesaikan "pertanyaan
tentang kesesuaian semua kom ponennya".
Jawaban keenam adalah kategorisasi dengan kerangka kami ini mem­
bantu para pendidik makin memahami banyak sekali istilah yang dipakai
dalam bidang pendidikan. Sembilan belas proses kognitif yang telah
kami paparkan pada Tabel 3.3 m em punyai makna yang sangat spe-
sifik. Proses kognitif menyimpulkan menuntut siswa untuk mengenali
pola informasi yang mereka terima, sedangkan menjelaskan menuntut
mereka mencari hubungan kausalitas dalam pola informasi tersebut.
Proses kognitif mengimplementasikan mengharuskan siswa mengubah
sebuah proses sesuai dengan situasi baru, sementara mengeksekusi
tidak mengharuskan demikian. Proses kognitif merumuskan mem-
butuhkan proses berpikir divergen, sedangkan mengorganisasi me-
merlukan proses berpikir konvergen. Memeriksa berkaitan dengan
konsistensi internal; mengkritik bertalian dengan konsistensi dengan
kriteria eksternal. Jikalau kita dapat m engasosiasikan kata-kata dan
istilah-istilah lain dengan kerangka pikir kita ini, berarti kita telah
memahami kata-kata dan istilah-istilah tersebut. Dengan memahami
m ereka, kita bisa lebih baik dalam m engom unikasikan m ereka
kepada orang lain.

BANYAK DEFINISI
Agar bermanfaat, definisi jenis-jenis dan sub-subjenis penge-
tahuan, kategori-kategori proses, dan proses-proses kognitif mesti
benar-benar dipaham i dengan jelas. Oleh karena banyak definisi
cenderung membuat orang makin paham, kami menyajikan empat
bentuk definisi pada bab-bab berikutnya: deskripsi verbal, contoh
tujuan pendidikan, contoh pertanyaan asesmen, dan contoh aktivitas
pembelajaran.

Bab 3 : Tabel Taksononii Pendidikan 53


Deskripsi Verbal
Deskripsi verbal serupa dengan definisi dalam kamus yang
bagus. “Kam i telah banyak m endiskusikan bagaim ana definisi-
definisi [jenis dan subjenis pengetahuan, kategori proses, dan proses
kognitif] yang tepat. Definisi-definisi yang dipaparkan dalam buku
ini memang masih jauh dari ideal, tetapi kami telah berusaha secara
m aksimal untuk m endeskripsikan aspek-aspek pokok dalam setiap
kategori secerm at-cerm atnya" (Handbook, him. 44). Pernyataan-per-
nyataan dalam buku itu tetap berlaku untuk buku ini. Deskripsi
verbal akan dibahas di Bab 4 dan 5.

Contoh Tujuan Pendidikan


Contoh-contoh tujuan pendidikan merupakan alat kedua untuk
menjelaskan kategori-kategori dimensi pengetahuan dan dimensi
proses kognitif. Contoh-contoh tujuan pendidikan ini dinukil sebagai-
mana adanya; sebagian diambil dari sumber-sumber publik semisal
Goals 2000 dan National Council of Teachers of Mathematics, karena
contoh-contoh tersebu t cocok u ntuk b anyak guru pada m asa
sekarang. Sebagian contoh lainnya dikutip dari buku-buku pelajaran,
buku-buku panduan tes, dan sketsa-sketsa yang dibuat oleh para
guru (lihat Bagian III).

Contoh Pertanyaan Asesmen


Contoh-contoh pertanyaan asesmen di Bab 5 dan asesmen pada
sketsa-sketsa m erupakan alat berikutnya untuk menerangkan kate­
gori-kategori dalam kerangka pikir ini. Contoh-contoh ini mengilus-
trasikan cara-cara untuk m engases pengetahuan sekaligus proses
k o g n itif. S eju m lah oran g m en gan g gap alat u ntu k m en gases
pembelajaran ini sebagai tujuan-tujuan pembelajaran yang "sebenar-
nya" sebab sebagian contoh tes dan asesmen ini sering kali menunjuk-
kan apa yang siswa pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya.

54 Struktur Taksonomi Pendidikan Baru


Contoh Aktivitas Pembelajaran
A ktivitas-aktivitas pem belajaran yang diilustrasikan dalam
sketsa-sketsa di belakang menjadi alat keempat untuk memperjelas
pemahaman ten tang kategori-kategori dalam kerangka pikir kita.
Sketsa-sketsa ini merupakan contoh pengetahuan dan proses kognitif
serta, yang lebih penting lagi, perpotongan antara pengetahuan dan
proses kognitif. Sketsa-sketsa ini sengaja dirancang untuk memudah-
kan penggunaan Tabel Taksonomi bagi para guru, dosen LPTK, pem-
buat kurikulum, ahli asesmen, dan administrator pendidikan.

IKHTISAR
Setelah membahas klasifikasi tujuan dalam Tabel Taksonomi,
sekarang kita akan mengupas dimensi pengetahuan dan dimensi
proses kognitif secara lebih terperinci. Empat jenis pengetahuan dan
sub-subjenisnya dipaparkan di Bab 4. Enam kategori proses kognitif
utama dan 19 proses kogijitif yang memperjelas enam kategori itu
diuraikan pada Bab 5. ■

Bab 3 : Tabel Taksonomi Pendidikan 55


BAB 4

Dimensi Pengetahuan

KoNSEP-konsep pembelajaran yangbelakanganberkembang terfokus


pada proses-proses aktif, kognitif dan konstruktif dalam pembelajar­
an yang bermakna. Pembelajar (learner) diasumsikan sebagai pelaku
yang aktif dalam aktivitas belajar; mereka memilih informasi yang
akan mereka pelajari, dan mengkonstruksi makna berdasarkan infor­
masi ini. Mereka bukan orang yang hanya menerima secara pasif,
bukan pula sekadar merekam informasi yang disuguhkan kepada
mereka oleh orang tua, guru, buku pelajaran, atau media massa. Ini
merupakan perubahan dari pandangan pasif tentang pembelajaran
ke pandangan kognitif dan konstruktif yang menekankan apa yang
siswa ketahui (pengetahuan) danbagaimana mereka berpikir (proses
kognitif) tentang apa yang mereka ketahui ketika terlibat aktif dalam
pembelajaran yang bermakna.
Dalam seting pembelajaran, siswa dianggap dapat m engkon­
struksi makna mereka sendiri berdasarkan pengetahuan mereka se-
belumnya, aktivitas kognitif dan metakognitif mereka, dan kesempat-
an serta ham batan yang mereka temui dalam seting pembelajaran
tersebut, termasuk informasi yang tersedia bagi mereka. Siswa meng-
ikuti proses pembelajaran dengan membawa pengetahuan yang luas,
tujuan, dan pengalaman mereka sendiri, dan mereka menggunakan
semua ini untuk "m em aham i" inform asi-inform asi yang mereka
jumpai. Proses konstruktif "m emahami" ini mengaktivasi pengetahu-

56 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


an sebelum nya dan m enyertakan berbagai proses kognitif yang
bekerja pada pengetahuan tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa siswa dapat dan sering menggunakan
informasi yang tersedia bagi mereka untuk m engkonstruksi makna
yang tidak sesuai dengan realitas atau konsep-konsep normatif yang
telah diterima secara luas. Banyak literatur ten tang perubahan konsep
dan a k tiv ita s b ela ja r sisw a m em b icarak an b ag aim an a sisw a
mengkonstruksi konsep-konsep tentang fenomena kehidupan sehari-
hari (seperti panas, suhu, dan gaya gravitasi) yang tidak sesuai
dengan pengetahuan dan model ilmiah tentang fenomena itu yang
diterima banyak orang. Tentu saja, ada konsep-konsep lain yang
mudah dipahami sem isal "p rib ad i", "n a if", atau "m iskonsepsi".
Kami berpendapat bahwa para pendidik bertugas m em bim bing
siswa untuk sampai pada konsep-konsep yang autentik dan normatif
sesuai dengan pengetahuan dan cara pikir terbaik dan terkini yang
paling diterima dalam pelbagai disiplin ilmu dan materi pelajaran.
Kami sadar sepenuhnya bahwa siswa dan guru mengkonstruksi
makna mereka sendiri dari aktivitas-aktivitas pem belajaran dan
peristiw a-peristiw a di kelas, dan bahw a konstruksi-konstruksi
mereka tentang materi pelajaran bisa berbeda dengan konsep-konsep
normatif dan autentik. Namun, menerima pandangan kognitif dan
konstruktif (konstruktivisme) ini takberarti bahwa tiada pengetahuan
yang perlu dipelajari atau bahwa semua pengetahuan perlu dipelajari
di kelas. Guru dapat, harus, dan membuat keputusan tentang apa
yang perlu diajarkan di kelas mereka. Seperti telah disinggung di
Bab 1 dan 2, pertanyaan kuncinya adalah apa yang harus siswa
pelajari di sekolah. Tujuan-tujuan pendidikan memandu guru untuk
menetapkan apa yang harus siswa pelajari.
Empat jenis pengetahuan yang dipaparkan dalam bab ini akan
membantu para pendidik m em utuskan apa yang perlu diajarkan.
Klasifikasi jenis-jenis pengetahuan ini dirancang untuk spesifikasi
yang menengah, yakni tujuan-tujuan pendidikan [bukan tujuan gobal
atau instruksional], Tingkat spesifikasi atau generalitas ini memung-
kinkan empat jenis pengetahuan tersebut diterapkan untuk semua
tingkat kelas dan mata pelajaran. Sebagian tingkat kelas atau mata

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 57


pelajaran mungkin m emiliki lebih banyak tujuan yang diklasifikasi-
kan, misalnya, ke dalam Pengetahuan Konseptual. M emang, ini juga
dipengaruhi oleh salah satu atau beberapa faktor berikut: materi
pelajaran, p an d angan tentang sisw a dan cara b elajar m ereka,
pandangan guru tentang materi pelajaran. Meski demikian, kami
berpendapat bahwa empat jenis pengetahuan dalam kerangka pikir
kami berm anfaat untuk memikirkan dan merencanakan pengajaran
beragam mata pelajaran pada berbagai tingkat kelas.

PERBEDAAN ANTARA PENGETAHUAN DAN MATERI


PELAJARAN
Kam i mulai dengan ilustrasi tentang perbedaan antara penge­
tahuan dan isi yang telah dibicarakan pada Bab 1. Ilustrasi ini dibuat
oleh empat guru — Mrs. Patterson, Ms. Chang, Mr. Jefferson, dan
Mrs. Weinberg— dan tujuan-tujuan pendidikannya dirumuskan untuk
satu unit pelajaran tentang Macbeth, sebuah drama karya William
Shakespeare. Setiap tujuan pembelajaran ini mengandung pandang­
an yang berbeda tentang apa yang harus siswa pelajari dalam unit
pelajaran itu. Pada kenyataannya, keempat guru tersebut merumus-
kan banyak tujuan, tetapi contoh-contoh tujuan yang disajikan di
sini m enunjukkan bagaim ana guru-gurh itu terfokus pada tujuan-
tujuan yang m erefleksikan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda.
M rs. Patterson berpandangan bahwa sisw a-sisw anya harus
mengetahui nama-nama tokoh dalam drama tersebut dan hubungan
antartokohnya (misalnya, Macbeth dan MacDuff saling bermusuh-
an). Siswa harus mengetahui detail-detail alur (plot)-nya, dan mereka
pun mesti m engetahui siapa tokoh yang mengatakan apa, sampai
mereka hafal ucapan-ucapan pentingnya. Lantaran Mrs. Patterson
terfokus pada detail-detail dan unsur-unsur tertentu dari Macbeth,
dalam bahasa Tabel Taksonomi ia tampaknya hendak mengajarkan
Pengetahuan Faktual kepada siswa-siswanya.
Ms. Chang berpendapat bahwa membaca Macbeth mendorong
sisw a-sisw anya belajar konsep-konsep penting tentang am bisi,
pahlawan tragis, dan ironi. Ia juga tertarik untuk memotivasi siswa-
siswanya m engetahui kesalinghubungan di antara konsep-konsep

58 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


itu. Sebagai contoh, apa peran ambisi dalam m embentuk pahlawan
tragis? Ms. Chang m eyakini bahw a fokus pada konsep-konsep
tersebut dan hubungan antarkonsep itu m enjadikan Macbeth drama
yang hidup di mata siswa-siswanya; Ms. Chang meminta mereka
menghubungkan kehidupan nyata dengan konsep-konsep itu untuk
memahami perilaku manusia. Dalam konteks Tabel Taksonomi, ia
hendak m engajarkan Pengetahuan Konseptual.
Sem en tara itu, Mr. Jefferson m en gatakan bahw a M acbeth
hanyalah salah satu dari banyak drama yang dapat dimasukkan
dalam kurikulum sastra Inggris. Dia ingin m enggunakan Macbeth
sebagai alat untuk mengajarkan kepada siswa-siswanya bagaimana
cara mengkaji drama secara umum. Untuk itu, dia m engajarkan se-
buah pendekatan umum supaya siswa-siswanya memakainya ketika
membaca drama. Mula-mula, dia meminta mereka mendiskusikan
alurnya, kemudian membahas hubungan-hubungan antartokohnya,
lalu menangkap pesan-pesan yang disam paikan penulisnya, dan
akhirnya membahas bagaim ana cara penulisan drama tersebut dan
konteks kulturalnya. Dengan empat langkah sebagai sebuah prose-
dur yang dapat diterapkan untuk membaca semua drama, bukan
hanya Macbeth, Mr. Jefferson tampaknya hendak menerapkan Penge­
tahuan Prosedural, dalam bahasa Tabel Taksonomi.
Sebagaim ana Mr. Jefferson, M rs. Weinberg m elihat Macbeth
sebagai salah satu dari banyak drama yang akan siswa-siswa jum pai
di sekolah dan di luar sekolah. Ia ingin siswa-siswanya mempelajari
serangkaian prosedur umum atau "alat" yang dapat mereka gunakan
untuk m engkaji, m em aham i, m enganalisis, dan m engapresiasi
drama-drama lain. Akan tetapi, Mrs. Weinberg juga menginginkan
siswa-siswanya tak sekadar menerapkan atau menggunakan alat ter­
sebut secara mekanis atau otomatis. Ia berharap mereka "memikirkan
apa yang sedang mereka lakukan ketika menggunakan alat tadi",
menjadi swa-reflektif dan metakognitif perihal bagaimana mereka
memakai alat itu. M isalnya, ia ingin mereka m encatat m asalah-
masalah yang mereka alami sewaktu m enggunakan alat tersebut
(mereka tak dapat membedakan antara alur dan penciptaan tokoh)
dan belajar dari masalah-masalah ini. Ia berharap mereka belajar

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 59


sesuatu tentang diri mereka sendiri, barangkali ambisi atau kekuatan
dan kelemahan mereka sendiri, dengan m em osisikan diri sebagai
tokoh-tokoh d alam dram a ini. D alam Tabel Taksonom i, M rs.
Weinberg hendak mengajarkan Pengetahuan Metakognitif.
Dalam empat contoh di atas, isi dramanya sama. Namun, empat
gurunya m enggunakan isi ini dengan cara-cara yang berbeda, me-
rumuskan tujuan-tujuan yang berbeda, dan m enekankan jenis-jenis
pengetahuan yang berbeda pula. Semua materi pelajarannya me-
miliki isi yang spesifik, dan bagaim an cara guru-guru menstruktur-
kan isinya dalam tujuan-tujuan pendidikan dan aktivitas-aktivitas
pembelajaran membuahkan penekanan jenis-jenis pengetahuan yang
berbeda pada unit pelajarannya. Bagaimana cara guru merumuskan
tujuan-tujuan pendidikan, m engatur pembelajaran mereka untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan mangases pembelajaran siswa
— semuanya akan m em buahkan hasil-hasil yang berbeda, sekalipun
isi materi pelajarannya sama persis.

JENIS-JENIS PENGETAHUAN
Bagaimana cara mengelompokkan pengetahuan dan bagaimana
cara individu-individu memperoleh dan menguasai pengetahuan
m erupakan persoalan klasik dan abadi dalam filsafat dan psikologi.
Pembahasan perihal semua aliran filsafat dan semua teori dan model
psikologi pengetahuan berada di luar cakupan bab ini. Kami hanya
akan m em bicarakan pandangan-pandangan terkini dalam sains
kognitif dan psikologi kognitif tentang pemerolehan pengetahuan.
Kam i tidak m engikuti pandangan behavioris yang m enyatakan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan mengakumulasikan asosiasi-
asosiasi antara stim ulus dan respons (meskipun benar demikian
untuk sebagian pengetahuan) atau dengan menambah jumlah infor-
masi (ciri khas empirisme — lihat Case, 1998; Keil, 1998). Kami ber-
pandangan bahwa pengetahuan diorganisasi dan distrukturkan oleh
siswa secara rasional-konstruktif. Kami m engikuti hasil riset-riset
terbaru tentang psikologi kognitif dan psikologi perkem bangan
(misalnya, Case, 1998) dan, karenanya, menolak pendapat yang me-

60 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


ngatakan bahwa pengetahuan diorganisasi dalam "tahap-tahap" atau
struktur-struktur logika yang sistemik seperti dalam model-model
fase perkembangan pikir tradisional (misalnya, model Piagetian).
Berdasarkan hasil riset-riset sains kognitif tentang perkembang­
an keahlian, cara pikir ahli, dan pemecahan masalah, kami berpen-
dapat bahwa pengetahuan adalah sebuah domain yang spesifik dan
kontekstual. Pandangan kami tentang pengetahuan merefleksikan
spesifikasi domain ini dan peran pengalaman dan konteks sosial
dalam mengkonstruksi dan mengembangkan pengetahuan (Bereiter
dan Scardamalia, 1998; Bransford, Brown, dan Cocking, 1999; Case,
1998; Keil, 1998; Mandler, 1998; Wellman dan Gelman, 1998).
Terdapat banyak jenis pengetahuan dan lebih banyak lagi istilah
yang digunakan untuk mendeskripsikan pengetahuan-pengetahuan
tersebut. Istilah-istilah ini antara lain adalah pengetahuan konseptual,
pengetahuan kondisional, pengetahuan isi, pengetahuan deklaratif,
pengetahuan disipliner, pengetahuan wacana, pengetahuan domain,
pengetahuan episodik, pengetahuan eksplisit, pengetahuan faktual,
pengetahuan m etakognitif, pengetahuan awal, pengetahuan pro-
sedural, pengetahuan semantik, pengetahuan situasional, pengetahu­
an sosiokultural, pengetahuan strategis, dan pengetahuan implisit
(lihat, misalnya, Alexander, Schallert, dan Hare, 1991; dejong dan
Ferguson-Hessler, 1996; Dochy dan Alexander, 1995; Ryle, 1949).
Sebagian istilah tersebut menggambarkan pengetahuan-penge­
tahuan yang sangat berbeda, sedangkan sebagian istilah lainnya
sekadar label-label yang berbeda untuk kategori pengetahuan yang
sama. Perbedaan antara "pengetahuan-pengetahuan yang berbeda"
dan "label-label yang berbeda" sangat penting dalam kategorisasi
jenis-jenis dan sub-subjenis pengetahuan dalam revisi taksonomi
pendidikan ini. Oleh karena terdapat banyak istilah yang berbeda
dan ketidaksepakatan pendapat perihal banyak aspek dalam dimensi
pengetahuan, sulit untuk membuat taksonomi pengetahuan yang
mencakup seluruh kompleksitas dasar pengetahuan sekaligus yang
sederhana, praktis dan mudah digunakan, dengan jum lah kategori
yang ringkas. Dengan m enim bang kesulitan-kesulitan ini, kami
akhirnya mengategorikan pengetahuan jadi empat jenis, yaitu (1)

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 61


Pengetahuan Faktual, (2) Pengetahuan Konseptual, (3) Pengetahuan
Prosedural, dan (4) Pengetahuan Metakognitif.
Pada bagian berikutnya di bab ini, kami akan m enguraikan
em pat jen is pengetahuan ini beserta sub-su bjenisnya. N am un,
terlebih dahulu kami akan menjelaskan alasan-alasan pencantuman
pengetahuan faktual dan konseptual serta m etakogn itif dalam
kategori ini.

Perbedaan antara Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan


Konseptual
Dalam psikologi kognitif, pengetahuan deklaratif biasanya di-
istilahkan dengan "m engetahui bahw a": mengetahui bahiva Bogota
adalah ibu kota Kolombia, atau mengetahui bahwa persegi adalah
bangunan dua dimensi yang keempat sisinya sama panjang. Penge­
tahuan ini boleh jadi m erupakan (1) elem en-elem en isi tertentu,
seperti istilah dan fakta, atau (2) konsep, asas, model atau teori yang
lebih umum (Alexander, Schallert, dan Hare, 1991; Anderson, 1983;
dejong dan Ferguson-Hessler, 1996; Dochy dan Alexander, 1995).
Dalam revisi taksonomi pendidikan ini, kami m em bedakan antara
pengetahuan tentang elemen-elem en isi yang m emiliki ciri-ciri ter-
sendiri (yakni istilah dan fakta) dan pengetahuan tentang batang
pengetahuan yang lebih besar dan lebih tertata (yakni konsep, asas,
model, atau teori).
Pembedaan ini sejalan dengan pembedaan secara umum dalam
psikologi kognitif antara pengetahuan tentang "berbit-bit inform asi"
dan "m odel m ental", "skem a", atau "teori" (implisit atau eksplisit)
yang lebih umum dan digunakan oleh individu-individu untuk
m em bantu m engorganisasi sekum pulan inform asi secara inter-
konektif, non-acak dan sistematis. Oleh karena itu, kami memakai
istilah Pengetahuan Faktual untuk menunjuk pengetahuan tentang
"berbit-bit inform asi" yang m emiliki ciri-ciri tersendiri, dan istilah
Pengetahuan Konseptual untuk pengetahuan yang lebih kompleks dan
tertata. M enurut kami, guru dan pendidik lainnya perlu m em beda­
kan antara keduanya.

62 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


H asil riset juga m em buktikan bahw a banyak sisw a tidak
menghubungkan antara fakta-fakta yang mereka pelajari di kelas
dan sistem ide yang lebih luas yang tecermin dalam pengetahuan
seorang pakar disiplin ilmu tertentu. Walaupun mengembangkan
keahlian dalam suatu disiplin ilmu dan mengembangkan berbagai
cara pikir merupakan tujuan penting dalam pendidikan, siswa sering
kali tidak belajar untuk menerjemahkan atau menerapkan fakta-fakta
dan ide-ide yang mereka pelajari di kelas dalam rangka memahami
pengalaman mereka pada kehidupan sehari-hari. Ini dinamakan
masalah pengetahuan yang "lem bam " (inert knowledge), yakni siswa
tampak menguasai banyak pengetahuan faktual tetapi sebenarnya
mereka tidak m emahaminya secara mendalam atau tidak menyatu-
kan atau tidak mengorganisasikannya secara sistematis dan ketat
(Bereiter dan Scardamalia, 1998; Bransford, Brown dan Cocking,
1999).
Salah satu ciri seorang ahli atau pakar adalah bahwa dia tak
hanya mengetahui banyak hal tentang disiplin ilmunya, tetapi juga
pengetahuannya tertata secara sistem atis yang m encerm inkan
pemahaman yang mendalam tentang materi kajiannya. Perpaduan
antara Pengetahuan Konseptual dan pem aham an yang mendalam
dapat membantu siswa untuk menerjemahkan apa yang telah mereka
pelajari ke dalam kehidupan nyata, sehingga mereka dapat mengatasi
sebagian masalah pengetahuan lembam (Bransford, Brown, dan
Cocking, 1999).
Karenanya, pada level empiris dan praktis, kami membedakan
antara Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual. Perbedaan
ini mungkin tidak sesuai dengan model-model pemerolehan penge­
tahuan yang bersifat psikologis formal (misalnya, model jaringan
proposisi atau model koneksionis), tetapi kami memandang perbeda­
an ini bermakna dan berguna dalam pembelajaran dan asesmen di
kelas. Tujuan-tujuan pendidikan dapat terfokus pada guru dan siswa
dalam memperoleh beberapa bit dan potong pengetahuan tanpa
m engindahkan bagaim ana "kesesuaian " inform asi-inform asi ini
dengan cara pandang yang lebih luas atau sistematis. Dengan mem­
bedakan Pengetahuan Konseptual dan Pengetahuan Faktual, kami

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 63


menunjukkan pentingnya bagi para pendidik untuk mengajarkan
pemahaman yang mendalam tentang Pengetahuan Konseptual, bukan
sekadar hafalan beberapa bit Pengetahuan Faktual yang berdiri sendiri.

Alasan Pencantuman Pengetahuan Metakognitif


Pencantuman Pengetahuan Metakognitif dalam kategori dimensi
pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru
tentang peran penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka
sendiri dan kontrol mereka atas kognisi itu dalam aktivitas belajar
(Bransford, Brown, dan Cocking, 1999; Sternberg, 1985; Zimmerman
dan Schunk, 1998). Model-model psikologi behavioris galibnya tidak
m engakui kesadaran (consciousness ), kesiagaan (awareness ), swa-
refleksi, swaregulasi, dan pikiran tentang dan kontrol atas proses
berpikir dan belajar sendiri, tetapi m odel-model belajar kognitif dan
konstruktif sosial teranyar m enekankan signifikansi semua itu.
Lantaran kesadaran, kesiagaan, swarefleksi, swaregulasi, dan pikiran
dan kontrol tersebut terfokus pada kognisi, prefiks meta diimbuhkan
dengan pengertian m etakognisi adalah tentang atau "d i atas" atau
"m entransendensikan" kognisi. Model-model konstruktif sosial juga
m enekankan aktivitas swarefleksi sebagai bagian penting dalam
proses belajar. Di sini, model-model kognitif dan konstruktif sosial
sama-sama mengakui pentingnya membantu siswa untuk memikir-
kan proses berpikir m ereka sendiri. M aka, kami m enam bahkan
kategori baru ini dalam taksonomi pendidikan untuk mengadopsi
hasil riset dan teori terbaru tentang signifikansi pengetahuan meta­
kognitif dalam proses belajar.
Istilah metakognisi telah digunakan secara luas dan berlainan,
dan perbedaan penggunaannya bertum pu pada dua pengertian
metakognisi, yakni sebagai (1) pengetahuan tentang kognisi dan (2)
pengontrolan, pemonitoran dan pengaturan proses-proses kognitif.
Pengertian yang kedua ini juga disebut pengontrolan dan pengaturan
metakognitif, serta swaregulasi (self-regulation ) (Boekaerts, Pintrich,
dan Zeidner, 2000; Bransford, Brown, dan Cocking, 1999; Brown,
Bransford, Ferrara, dan Campione, 1983; Pintrich, Wolters, dan Baxter,

64 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


2001; Zim m erm an dan Schunk, 1998). Perbedaan pokok antara
pengetahuan metakognitif dan pengontrolan metakognitif atau swa-
regulasi selaras dengan dua dimensi dalam Tabel Taksonomi kami.
Maka, kami membatasi pengertian Pengetahuan Metakognitif hanya
sebagai pengetahuan tentang kognisi. Pengontrolan metakognitif dan
swaregulasi mengindikasikan jenis-jenis proses kognitif dan, karena-
nya, sesuai dengan dimensi proses kognitif, yang akan dibicarakan
pada Bab 5.
Pengetahuan Metakognitif meliputi pengetahuan tentang strategi
umum yang dapat dipakai untuk beragam tugas, kondisi-kondisi
yang memungkinkan pemakaian strategi, tingkat efektivitas strategi,
dan pengetahuan-diri (self-knowledge ) (Bransford, Brown, dan Cock­
ing, 1999; Flavell, 1979; Pintrich, Wolters, dan Baxter, 2001; Schneider
dan Pressley, 1997). M isalnya, siswa yang mem iliki pengetahuan
metakognitif berarti m engetahui berm acam-m acam strategi untuk
membaca satu bab buku teks dan juga strategi-strategi untuk me-
monitor dan m engecek'pem aham an mereka kala membaca. Siswa
juga mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka dalam membaca,
serta mengetahui motivasi mereka untuk menyelesaikan tugas mem­
baca tersebut. Siswa pun menyadari bahwa mereka cukup menge­
tahui topik bab tersebut dan bahwa mereka tertarik dengan topik
itu. Pengetahuan Metakognitif ini dapat m endorong mereka untuk
mengubah pendekatan mereka dalam merampungkan tugas tadi,
misalnya, dengan mengubah kecepatan membacanya atau meng-
gunakan pendekatan yang sama sekali berbeda.
Siswa juga mengetahui situasi, kondisi, dan budaya yang di-
butuhkan untuk m enyelesaikan masalah dalam konteks tertentu
(misalnya, di kelas, jenis tes, situasi, dan subkultur tertentu). Sebagai
contoh, mereka tahu bahwa guru m em berikan hanya tes pilihan
ganda. Mereka pun tahu bahwa untuk m engerjakan tes pilihan
ganda, mereka hanya perlu m engenali jawaban yang tepat dan tidak
perlu mengingat kembali informasi yang dibutuhkan dalam tes esai.
Pengetahuan Metakognitif ini dapat memengaruhi cara mereka mem-
persiapkan diri dalam menghadapi tes.

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 65


Dalam diskusi-diskusi tentang revisi taksonomi pendidikan ini,
kami sering kali membicarakan secara sangat mendetail pencantum-
an dan penempatan Pengetahuan Metakognitif yang tepat dalam Tabel
Taksonomi. Pencantuman Pengetahuan Metakognitif ini dilandasi oleh
keyakinan kami bahwa memahami dan m emfasilitasi proses belajar
adalah teramat sangat penting; keyakinan ini sejalan dengan konsep-
konsep dasar psikologi kognitif dan didukung dengan bukti-bukti
empiris (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999). Jika taksonomi Bloom
membuka kemungkinan untuk mengajarkan tujuan-tujuan "tingkat
tinggi", revisi ini membuka kemungkinan untuk mengajarkan Penge­
tahuan Metakognitif dan swaregulasi.
Perihal penem patan yang tepat dalam Tabel Taksonomi, kami
mendiskusikanbeberapa persoalan. Apakah Pengetahuan Metakognitif
akan menjadi sebuah dimensi tersendiri, sehingga tabelnya berupa
tabel tiga dimensi? Apakah Pengetahuan Metakognitif dibatasi pada
proses m etakognitif dan swaregulasi, bukan pada pengetahuan, dan
karenanya bukankah lebih baik ditempatkan pada dimensi Proses
Kognitif dalam Tabel Taksonomi? Tidakkah Pengetahuan Metakognitif
tumpang tindih dengan Pengetahuan Faktual, Konseptual, dan Prose-
dural sehingga menjadi berlebihan? Pertanyaan-pertanyaan pokok
inilah yang lama kami perdebatkan.
Akhirnya, kami memutuskan untuk menempatkan Pengetahuan
Metakognitif sebagai kategori pengetahuan keem pat karena dua
alasan. Pertama, pengontrolan m etakognitif dan swaregulasi men-
syaratkan proses kognitif yang merupakan dimensi lain dalam Tabel
Taksonomi. Pengontrolan metakognitif dan swaregulasi melibatkan
p ro ses-p ro ses sep erti M engingat, M emahami, M engaplikasikan,
Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta. Maka dari itu, memasukkan
proses pengontrolan metakognitif dan swaregulasi ke dalam dimensi
proses kognitif tentu saja berlebihan. Kedua, Pengetahuan Faktual,
Konseptual, dan Prosedural yang dimaksud dalam taksonomi Bloom
merupakan isi mata pelajaran. Sebaliknya, Pengetahuan Metakognitif
merupakan pengetahuan tentang kognisi dan diri sendiri dalam
kaitannya dengan berbagai materi kajian, secara individual atau
kolektif (yakni, semua disiplin ilmu dan bidang akademis umum).

66 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Pengetahuan Metakognitif tentu memiliki status yang berbeda
dengan tiga jenis pengetahuan lainnya. Kita sebelum nya telah
membicarakan bahwa jenis-jenis pengetahuan ini dibedakan ber-
dasarkan konsensus komunitas ilmiah atau disiplin ilmu, tetapi tidak
dem ikian dengan pengetahuan-diri (Dc), yang didasarkan pada
kesadaran-diri dan pengetahuan individu. Pengetahuan strategis (Da)
dan pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif (Db) sudah dikaji oleh
berbagai komunitas ilmiah. Misalnya, psikologi kognitif telah meng-
hasilkan banyak temuan tentang m anfaat aneka strategi kognitif
untuk menghafal, belajar, berpikir, dan menyelesaikan masalah. Saat
siswa akhirnya m engetahui dan m em aham i pengetahuan m eta­
kognitif — hasil riset ilmiah— tentang strategi belajar, mereka akan
lebih siap untuk belajar ketimbang bila hanya mengandalkan strategi
idiosinkratik mereka sendiri.

KATEGORI-KATEGORI DALAM DIMENSI PENGETAHUAN


Em pat jenis atau kategori pengetahuan dipaparkan secara
ringkas dalam Tabel 3.2. Tiga jenis pertama dalam taksonomi revisi
ini mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat taksonomi
Bloom (lihat Lampiran B). Namun, kami mengganti sebagian nama
jenisnya dan mengubah sebagian subjenisnya ke dalam kategori-
kategori yang lebih umum. Meski demikian, di sini kami mengambil
banyak teks dan contoh yang relevan dari Handbook. Sementara itu,
kategori keem pat, yakni Pengetahuan M etakognitif dan sub-sub-
jenisnya semuanya baru.

A. PENGETAHUAN FAKTUAL
Pengetahuan Faktual meliputi elemen-elemen dasar yang diguna-
kan oleh para pakar dalam m enjelaskan, m em aham i, dan secara
sistematis menata disiplin ilmu mereka. Elemen-elemen ini biasanya
digunakan oleh orang-orang yang bergulat dalam suatu disiplin ilmu,
dan tidak atau hanya sedikit berubah ketika digunakan dalam bidang
lain. Pengetahuan. Faktual berisikan elemen-elemen dasar yang harus
diketahui siswa jika mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 67


atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Elemen-
elem en ini lazim nya berupa sim bol-sim bol yang diasosiasikan
dengan makna-makna konkret, atau "senarai sim bol" yang mengan-
dung informasi penting. Pengetahuan Faktual kebanyakan berada
pada tingkat abstraksi yang relatif rendah.
Oleh karena terdapatbanyak sekali elemen dasar, siswa hampir
mustahil mampu mempelajari semua elemen yang relevan dengan
sebuah mata pelajaran. Pengetahuan dalam ilmu-ilmu sosial, alam
dan humaniora terus berkem bang, sehingga para ahli di bidang-
bidang itu pun menemui kesulitan untuk menguasai semua elemen
baru. Maka dari itu„ memilih elemen-elemen yang perlu dipelajari
siswa menjadi sebuah keniscayaan. Dalam klasifikasi, Pengetahuan
Faktual dibedakan dari Pengetahuan Konseptual berdasarkan spesi-
fikasinya; Pengetahuan Faktual dapat disendirikan sebagai elemen
atau bit inform asi yang dipercaya tetap berm akna. Dua subjenis
Pengetahuan Faktual adalah pengetahuan tentang terminologi (Aa) dan
pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik (Ab).

I. Pengetahuan tentang Terminologi


Pengetahuan tentang terminologi melingkupi pengetahuan tentang
label dan simbol verbal dan nonverbal (misalnya, kata, angka, tanda,
gambar). Setiap materi kajian mempunyai banyak label dan simbol,
baik verbal ataupun nonverbal, yang merujuk pada makna-makna
tertentu. Label dan simbol ini merupakan bahasa dasar dalam suatu
disiplin ilmu — semacam stenografi yang digunakan oleh para pakar
untuk mengungkapkan apa yang mereka ketahui. Sewaktu berusaha
menjelaskan fenomena dalam disiplin ilmu mereka kepada orang
lain, para pakar perlu m enggunakan label dan simbol khusus yang
telah mereka rancang. Acap kali, mereka tidak mungkin membicara-
kan masalah-masalah dalam disiplin ilmu mereka tanpa mengguna­
kan istilah-istilah pokok. Bahkan, mereka tak mungkin memikirkan
banyak fenomena bila tak memakai label-label dan simbol-simbol
tersebut.
Siswa baru mesti m engetahui label-label dan simbol-simbol ini
dan mempelajari makna-makna yang melekat pada label dan simbol

68 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tersebut dan diterima oleh banyak orang. Lantaran para pakar harus
mengomunikasikan label dan simbol itu, orang-orang yang mem-
pelajari suatu disiplin ilmu mesti mengetahui label dan simbol serta
maknanya jika mereka hendak memahami atau memikirkan feno-
mena dalam ilmu tersebut.
Label dan simbol ini sangat spesifik dan berguna, sehingga para
ahli berharap siswa mengetahui lebih daripada apa yang siswa ingin
atau dapat ketahui. Penggunaan label dan simbol pun harus sangat
cermat. Hanya dengan label dan simbol ini, para ahli dapat dengan
mudah mengungkapkan ide-ide mereka, dan mereka mengalami
kesulitan bila menggunakan istilah-istilah "populer" atau "bahasa
awarn" yang lebih familier bagi m asyarakat kebanyakan.
Contoh-contoh pengetahuan tentang terminologi adalah sebagai
berikut:
• Pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang istilah-istilah
tertentu (misalnya, label untuk bagian-bagian sel, nama-nama
partikel sub-atom)
• Pengetahuan tentang kosakata dalam seni rupa
• Pengetahuan tentang istilah-istilah pokok akuntansi
• Pengetahuan tentang simbol-simbol pokok pada peta dan kartu
• Pengetahuan tentang simbol-simbol yang digunakan untuk meng-
gambarkan pengucapan kata yang tepat.2

2. Pengetahuan Tentang Detail-detail dan Elemen-elemen


yang Spesifik
Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spe­
sifik m erupakan pengetahuan tentang peristiw a, lokasi, orang,
tanggal, sumber informasi, dan semacamnya. Pengetahuan ini me-
liputi semua informasi yang m endetail dan spesifik, seperti tanggal
terjadinya sebuah peristiwa atau ukuran suatu fenomena. Fakta-fakta
yang spesifik adalah fakta-fakta yang dapat disendirikan sebagai
elemen-elemen yang terpisah dan berdiri sendiri; ini berkebalikan
dengan fakta-fakta yang hanya dapat dikenali dalam konteks yang
lebih luas.

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 69


Setiap bidang kajian m engandung peristiw a, lokasi, orang,
tanggal, dan detail-detail lain yang para ahli ketahui dan percayai
merepresentasikan pengetahuan pen ting tentang bidang itu. Fakta-
fakta yang spesifik ini merupakan informasi dasar yang para ahli
gunakan untuk mendeskripsikan bidang mereka dan mengkaji masa-
lah-masalah atau topik-topik tertentu dalam bidang mereka. Fakta-
fakta ini dapat dibedakan dari terminologi. Terminologi jamaknya
merepresentasikan konvensi atau kesepakatan dalam suatu bidang
(vakni bahasa bersama), sedangkan fakta merepresentasikan temuan-
temuan yang diperoleh bukan berdasarkan kesepakatan dan tidak
dimaksudkan sebagai alat untuk berkomunikasi. Subjenis Ab ini juga
mencakup pengetahuan perihal buku, tulisan, dan sumber-sumber
informasi lain tentang topik dan masalah tertentu. Alhasil, penge­
tahuan tentang fakta yang spesifik dan pengetahuan tentang sumber-
sumber faktanya diklasifikasikan dalam subjenis ini.
Fakta-fakta yang berlim pah ruah memaksa para pendidik (yakni
ahli kurikulum, penulis buku teks, guru) memilih mana fakta primer
dan mana fakta sekunder atau mana fakta yang penting di mata para
ahli. Pendidik juga harus m em pertim bangkan tingkat presisi dalam
membedakan fakta-fakta. Mereka kerap kali mengharapkan siswa-
siswa mereka sekadar mengetahui ukuran kasar suatu fenomena,
bukan ukuran persisnya, atau hanya mengetahui kisaran waktunya,
bukan tanggal atau hari terjadinya suatu peristiwa. Pendidik merasa
cukup sulit untuk m enentukan apakah banyak fakta yang harus di-
pelajari siswa ini merupakan bagian dari satu unit atau mata peng-
ajaran, atau malah fakta-fakta tersebut akan dipelajari jika siswa benar-
benar memerlukannya.
Contoh pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen
yang spesifik adalah sebagai berikut:
© Pengetahuan tentang fakta-fakta pokok perihal kebudayaan dan
m asyarakat tertentu.
• Pengetahuan tentang fakta-fakta praktis yang penting menyang-
kut kesehatan, kewarganegaraan, dan urusan-urusan manusia
lain.

70 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


• Pengetahuan tentang nama orang, tempat, dan peristiwa yang
signifikan di koran.
» Pengetahuan tentang produk utama dan produk ekspor negara-
negara ter ten tu.
• Pengetahuan tentang sumber-sumber informasi yang tepercaya
tentang pembelian yang tepat.

B. PENGETAHUAN KONSEPTUAL
Pengetahuan Konseptual mencakup pengetahuan tentang kate-
gori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau
klasifikasi — pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Penge­
tahuan Konseptual m eliputi skema, m odel mental, atau teori yang
im plisit atau eksplisit dalam beragam model psikologi kognitif.
Skema, model dan teori ini merepresentasikan pengetahuan manusia
tentang bagaim ana suatu m ateri kajian ditata dan distrukturkan,
bagaimana bagian-bagian atau bit-bit informasi saling berkaitan secara
sistematis, dan bagaim ana bagian-bagian ini berfungsi bersama.
Misalnya, m odel mental untuk m enjelaskan m engapa mesti ada
musim boleh jadi mencakup ide-ide tentang bumi, matahari, rotasi
bumi, dan kemiringan bumi terhadap matahari pada bulan-bulan
tertentu dalam setahun. Sem ua ini bukanlah fakta-fakta yang
sederhana dan terpisah tentang bumi dan matahari, melainkan ide-
ide tentang hubungan-hubungan antara bum i dan m atahari dan
keterkaitan antara hubungan-hubungan tersebut dan perubahan
musim. Pengetahuan konseptual ini merupakan salah satu aspek
dari apa yang disebut disciplinary knowledge, yakni cara ilmuwan
memikirkan suatu fenomena dalam disiplin ilmunya — dalam contoh
ini, penjelasan ilmiah tentang perubahan musim.
Pengetahuan Konseptual terdiri dari tiga subjenis, yaitu penge­
tahuan tentang klasifikasi dan kategori (Ba), pengetahuan tentang prinsip
dan generalisasi (Bb), dan pengetahuan tentang teori, model, dan
struktur (Be). Klasifikasi dan kategori m erupakan landasan bagi
prinsip dan generalisasi. Prinsip dan generalisasi, pada gilirannya,
menjadi dasar bagi teori, model, dan struktur. Tiga subjenis ini me-

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 71


lingkupi banyak sekali pengetahuan yang mengemuka dalam semua
disiplin ilmu.

1. Pengetahuan tentang Klasifikasi dan Kategori


Subjenis Ba ini meliputi kategori, kelas, divisi, dan susunan yang
spesifik dalam d isiplin-disiplin ilm u. D isiplin-disiplin ilmu ini
berkembang, sehingga orang-orang yang menggeluti mereka merasa
perlu menciptakan klasifikasi dan kategori yang dapat mereka guna-
kan untuk m enstrukturkan dan m ensistem atisasikan fenom ena.
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori lebih umum dan sering
lebih abstrak daripada pengetahuan tentang terminologi dan fakta-
fakta yang spesifik. Setiap disiplin ilmu memiliki serangkaian kate­
gori yang digunakan untuk m enemukan dan m engkaji elemen-
elemen baru. Klasifikasi dan kategori berbeda dengan terminologi
dan fakta; klasifikasi dan kategori menciptakan hubungan-hubungan
antara elemen-elemen.
Ketika seseorang m enulis atau m enganalisis sebuah cerita,
misalnya, kategori-kategori pokoknya berupa alur, tokoh, dan seting.
Ingat bahwa alur sebagai sebuah kategori berbeda dengan alur pada
cerita itu. Dalam hal alur sebagai kategori, pertanyaan kuncinya
adalah "A pa yang menjadikan alur disebut alur?". "A lu r" sebagai
. kategori berarti ciri-ciri yang dimiliki oleh semua alur. Sebaliknya,
dalam hal alur pada sebuah cerita, pertanyaan kuncinya ialah "Bagai-
mana alur cerita ini?" — pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-
elemen yang spesifik (Ab).
Ada kalanya, sulit untuk m em bedakan antara pengetahuan
tentang klasifikasi dan kategori (Ba) dan Pengetahuan Faktual (A). Pelik-
nya lagi, klasifikasi dan kategori dapat diletakkan dalam klasifikasi
dan kategori yang lebih besar dan komprehensif. Dalam matematika,
misalnya, bilangan bulat dan bilangan pecahan dapat dimasukkan
dalam kategori bilangan rasional. Setiap kategori yang lebih besar
menggeser perhatian kita dari hal-hal yang spesifik dan konkret ke
hal-hal yang abstrak.
Dalam taksonomi pendidikan ini, beberapa ciri sub-subjenis
pengetahuan berm anfaat untuk membedakan mereka. Klasifikasi

72 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dan kategori sebenarnya merupakan hasil kesepakatan dan konvensi,
sedangkan pengetahuan tentang detail-detail yang spesifik merupa­
kan hasil langsung dari pengamatan, eksperimen, dan penemuan.
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori jam aknya mencerminkan
cara para pakar memikirkan dan menyelesaikan masalah, sementara
pengetahuan tentang detail-detail yang penting merupakan buah
dari proses berpikir dan penyelesaian masalah.
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori menjadi aspek penting
dalam mengembangkan keahlian dalam suatu disiplin ilmu. Peng-
klasifikasian informasi dan pengalaman ke dalam kategori-kategori
yang tepat merupakan sebuah tanda klasik tentang keberhasilan
belajar dan pengembangan keahlian. Hasil-hasil riset kognitif perihal
peru bah an dan pem aham an kon sep tu al m en un jukkan bahw a
aktivitas belajar siswa bisa terhambat karena salah klasifikasi infor­
masi jadi kategori-kategori yang tidak tepat. M isalnya, Chi dan
teman-temannya (lihat Chi, 1992; Chi, Slotta dan deLeeuw, 1994;
Slotta, Chi, dan Joram,' 1995) mengatakan bahwa siswa bisa meng-
alami kesulitan untuk memahami konsep-konsep dasar sains, seperti
panas, cahaya, tenaga, dan listrik ketika mereka mengklasifikasikan
konsep-konsep ini sebagai zat, bukan sebagai proses. Jika konsep-
konsep ini diklasifikasikan sebagai materi atau benda, siswa meng-
hadirkan semua ciri dan sifat "m ateri". Akibatnya, mereka berusaha
mengaplikasikan ciri-ciri yang mirip materi pada semuanya, ter-
masuk pada apa yang secara ilmiah sebaiknya disebut proses. Klasi­
fikasi naif atas konsep-konsep ini sebagai materi tidak sesuai dengan
kategorisasi yang secara ilmiah lebih tepat atas konsep-konsep ter-
sebut sebagai proses.
Kategorisasi panas, cahaya, tenaga, dan listik sebagai materi
menjadi dasar bagi teori yang im plisit tentang bagaimana proses-
proses ini bekerja, dan menggiring pada miskonsepsi yang sistematis
perihal sifat-sifat proses. Teori yang masih implisit ini, pada giliran-
nya, menyulitkan siswa untuk memiliki pem aham an ilmiah yang
benar. Karenanya, mempelajari sistem klasifikasi dan kategori yang
tepat — bukan sekadar mempelajari definisi-definisi (dalam kategori
Pengetahuan Faktual)— mencerminkan "perubahan konseptual" dan

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 73


membuahkan pemahaman yang lebih tepat tentang konsep-konsep
tersebut.
Sepertinya, siswa akan lebih sulit belajar pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori ketimbang Pengetahuan Faktual karena beberapa
alasan. Pertama, banyak klasifikasi dan kategori yang siswa jumpai
merupakan bentuk pengetahuan yang relatif arbitrer dan semu serta
hanya dapat dipahami oleh pakar-pakar yang mengetahui manfaat-
nya sebagai alat dan teknik dalam pekerjaan mereka. Kedua, siswa
dapat menggunakan pengetahuan ini dalam kehidupan sehari-hari
tanpa harus mengetahuinya secara mendalam seperti pengetahuan
para pakar dalam bidang mereka masing-masing. Ketiga, pengetahuan
tentang klasifikasi dan kategori mengharuskan siswa m enghubungkan
elemen-elemen yang spesifik (misalnya, terminologi dan fakta). Ke-
empat, jika klasifikasi dan kategorinya m erupakan bagian dari klasi­
fikasi dan kategori yang lebih besar, aktivitas belajar menjadi suatu
proses yang m akin abstrak. M eski dem ikian, siswa diharapkan
mengetahui klasifikasi dan kategori ini dan dapat memanfaatkannya
ketika mendaras suatu materi pelajaran. Manakala siswa mendaras
materi pelajaran suatu disiplin ilmu dan belajar menggunakan klasi­
fikasi dan kategori itu sebagai alat, nilai penting klasifikasi dan kate­
gori tersebut menjadi tampak.
Contoh pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori adalah se­
bagai berikut:
• Pengetahuan tentang berbagai jenis literatur
• Pengetahuan tentang berm acam-m acam bentuk usaha
• Pengetahuan tentang bagian-bagian kalim at (m isalnya, kata
benda, kata kerja, dan kata sifat)
• Pengetahuan tentang pelbagai jenis masalah psikologis
• Pengetahuan tentang beraneka kalender.2

2. Pengetahuan tentang Prinsip dan Generalisasi


Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, prinsip dan generali­
sasi dibentuk oleh klasifikasi dan kategori. Prinsip dan generalisasi
galibnya merupakan bagian yang dominan dalam sebuah disiplin

74 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


ilmu dan digunakan untuk m engkaji fenomena atau menyelesaikan
masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Salah satu tanda ke-
pakaran seseorang adalah kemampuannya untuk mengenali pola-
pola yang bermakna (yakni generalisasi) dan mengaktifkan penge-
tahuan yang relevan m engenai pola-pola ini dengan sedikit upaya
kognitif (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999).
Subjenis Bb ini m encakup pengetahuan tentang abstraksi-
abstraksi tertentu yang meringkas hasil-hasil pengamatan terhadap
suatu fenomena. Abstraksi-abstraksi ini sangat berm anfaat untuk
m endeskripsikan, m em prediksi, m enjelaskan, atau m enentukan
tindakan atau arah yang m esti diambil. Prinsip dan generalisasi me-
rangkum banyak fakta dan peristiwa yang spesifik, mendeskripsikan
proses dan interelasi di antara detail-detail ini (sehingga membentuk
klasifikasi dan kategori), dan m enggam barkan proses dan interelasi
di antara klasifikasi dan kategori. Dengan cara ini, prinsip dan gene­
ralisasi mem ungkinkan seorang ahli menata semuanya secara ko-
heren dan ketat.
Prinsip dan generalisasi cenderung menjadi ide-ide yang luas
dan sulit dimengerti oleh siswa pasalnya siswa tidak betul-betul
mengetahui fenomena yang hendak mereka rangkum dan tata. Akan
tetapi, apabila siswa mengetahui prinsip dan generalisasi, berarti
mereka m em punyai alat untuk m em pelajari dan m enata m ateri
pelajaran yang luas. Sehingga, mereka m emiliki pengetahuan yang
lebih banyak tentang m ateri pelajaran tersebut dan m akin mudah
mengingatnya.
Contoh pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi adalah
sebagai berikut:
• Pengetahuan tentang generalisasi-generalisasi pokok dalam ke-
budayaan-kebudayaan tertentu.
• Pengetahuan tentang hukum-hukum fisika dasar.
• Pengetahuan tentang prinsip-prinsip kimia yang relevan dengan
proses kehidupan dan kesehatan.
• Pengetahuan tentang implikasi-implikasi kebijakan perdagangan
Amerika pada perekonomian dunia dan sikap m asyarakat inter-
nasional.

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 75


• Pengetahuan tentang prinsip-prinsip utama belajar
• Pengetahuan tentang prinsip-prinsip sistem pem erintahan fe­
deral
• Pengetahuan ten tang prinsip-prinsip operasi aritmatika sederhana
(misalnya, prinsip kom utatif [pertukaran] dan prinsip asosiatif
[pengelompokan]).

3. Pengetahuan Tentang Teori, Model, dan Struktur


Subjenis Be ini meliputi pengetahuan tentang prinsip dan gene-
ralisasi serta in terelasi antara ked u an ya yan g m en gh ad irkan
pandangan yang jelas, utuh dan sistemik tentang sebuah fenomena,
masalah, atau materi kajian yang kompleks. Pengetahuan ini merupa-
kan rumusan-rum usan abstrak dan dapat menunjukkan interelasi
dan susunan dari banyak detail, klasifikasi dan kategori, dan prinsip
dan generalisasi yang spesifik. Yang membedakan subjenis Be dengan
Bb adalah titik tekan Be pada serangkaian prinsip dan generalisasi
yang disusun sedemikian rupa sehingga m embentuk sebuah teori,
model, atau struktur. Prinsip dan generalisasi pada subjenis Bb tidak
disusun untuk mem bentuk makna.
Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur mencakup penge­
tahuan tentang berbagai paradigma, epistdmologi, teori, dan model
yang digunakan dalam disiplin-disiplin ilmu untuk mendeskripsi-
kan, memahami, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Disiplin-
disiplin ilmu mempunyai paradigma dan epistemologi yang ber-
beda-beda untuk menstrukturkan pertanyaan-pertanyaan, dan siswa
harus mengetahui cara-cara untuk mengkonseptualisasikan dan me-
nata materi kajian dan wilayah-wilayah riset dalam materi kajian
tersebut. Dalam biologi, misalnya, pengetahuan tentang teori evolusi
dan bagaimana berpikir dalam kerangka evolusi untuk menjelaskan
pancaragam fenom ena biologis m erupakan aspek penting dalam
subjenis Pengetahuan Konseptual ini. Demikian pula, teori-teori beha­
vioral, kognitif, dan konstruktif sosial dalam psikologi mempunyai
asum si-asumsi epistem ologis yang berlainan dan mencerminkan
beragam pandangan tentang perilaku manusia. Seorang ahli dalam

76 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


suatu disiplin ilmu m engetahui bukan hanya beraneka teori, model,
dan struktur disiplin ilm unya, melainkan juga kekuatan dan kele-
mahan mereka, dan dapat berpikir "di dalam " dan "di luar" teori,
model, atau struktur tersebut.
Contoh pengetahuan tentang teori, m odel, dan struktur adalah
sebagai berikut:
• Pengetahuan perihal interelasi antara prinsip-prinsip kimia se­
bagai dasar bagi teori-teori kimia
• Pengetahuan mengenai semua struktur MPR (yakni organisasi)
• Pengetahuan tentang struktur inti pem erintah kota setempat
• Pengetahuan perihal rumusan lengkap teori evolusi
• Pengetahuan tentang teori gerakan lem peng bumi
• Pengetahuan tentang m odel-model genetika (misalnya DNA).

C. PENGETAHUAN PROSEDURAL
Pengetahuan Prosedural adalah "pengetahuan tentang cara" me-
lakukan sesuatu. "M elakukan sesuatu" ini boleh jadi mengerjakan
latihan rutin sampai menyelesaikan masalah-masalah baru. Penge­
tahuan Prosedural kerap kali berupa rangkaian langkah yang harus
diikuti. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang keterampil-
an, algoritme, teknik, dan metode, yang semuanya disebut sebagai
prosedur (Alexander, Schallert, dan Hare, 1991; Anderson, 1983;
dejong dan Ferguson-Hessler, 1996; Dochy dan Alexander, 1995).
Pengetahuan Prosedural juga m eliputi pengetahuan tentang kriteria
yang digunakan untuk menentukan kapan harus menggunakan ber-
bagai prosedur. Maka, seturut pendapat Bransford, Brown, dan Cock­
ing (1999), seorang ahli tidak hanya m engetahui disiplin ilmunya
secara mendalam, tetapijuga "berlatih" menggunakan pengetahuan-
nya sehingga dia tahu kapan dan di mana harus menggunakannya.
Jikalau Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual mewakili
pertanyaan "ap a", Pengetahuan Prosedural bergulat dengan pertanya-
an "bagaim ana". Dengan perkataan lain, Pengetahuan Prosedural me-
rupakan pengetahuan tentang beragam "p roses", sedangkan Penge­
tahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual berurusan dengan apa

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 77


yang dapat dinamakan "produk". Perlu dicatat bahwa Pengetahuan
Prosedural sebatas pengetahuan tentang prosedur-prosedur; peng-
gunaan prosedur-prosedur ini dibahas di Bab 5.
Berkebalikan dengan Pengetahuan Metakognitif (yang mencakup
pengetahuan tentang strategi-strategi yang lebih umum lintas mata
pelajaran atau disiplin ilmu), Pengetahuan Prosedural khustis menge-
nai mata pelajaran atau disiplin ilmu tertentu. Oleh karena itu, kami
m endefinisikannya sebagai pengetahuan tentang keteram pilan,
algoritme, teknik dan metode yang khusus pada mata pelajaran atau
disiplin ilm u tertentu. D alam m atem atika, m isalnya, terdapat
algoritme-algoritme untuk melakukan pembagian bertingkat, me-
nyelesaikan persamaan kuadrat, dan m enentukan segitiga-segitiga
yang sama. Dalam sains, terdapat metode-metode umum untuk men-
desain dan melakukan eksperimen. Dalam ilmu sosial, terdapat pro­
sedur-prosedur untuk membaca peta, memperkirakan umur benda-
benda artefak , dan m en gu m p u lkan d ata-d ata sejarah . D alam
linguistik, terdapat prosedur-prosedur untuk mengeja kata-kata dan
menyusun kalimat-kalimat yang tata bahasanya benar. Lantaran sifat
spesifik prosedur-prosedur ini, pengetahuan tentang prosedur-
prosedur tersebut m engindikasikan pengetahuan tentang disiplin
ilmu tertentu atau cara-cara pikir dalam disiplin ilmu tertentu, dan
p engetahu an ini b erk eb alikan dengan strateg i-strateg i um um
penyelesaian masalah yang dapat diterapkan pada banyak disiplin
ilmu.1

1. Pengetahuan Tentang Keterampilan dalam Bidang


Tertentu dan Algoritme
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, Pengetahuan Prosedural
dapat digam barkan sebagai rangkaian langkah, yang semuanya
disebut sebagai prosedur. Kadang, langkah-langkah ini tertata dalam
urutan yang tetap, tetapi kadang belum jelas dan masih harus dipikir-
kan dan diputuskan apa langkah berikutnya. Sama halnya, terkadang
hasil akhirnya tetap (yakni hanya ada satu jawaban), tetapi terkadang
tidak demikian. Meskipun langkah-langkah atau prosesnya bisa tetap

78 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dan bisa pula berubah, pada umumnya hasil akhirnya dianggap tetap
dalam subjenis pengetahuan ini. Contohnya adalah pengetahuan
tentang algoritme yang dipakai untuk menyelesaikan soal-soal mate-
m atika. Prosedur untuk m engalikan bilangan-bilangan pecahan
dalam aritm atika, ketika dipraktikkan, umumnya m enghasilkan
jawaban yang tetap (kecuali terjadi kesalahan penghitungan).
Langkah-langkah atau proses di atas bertalian dengan Pengetahu­
an Prosedural, tetapi hasil dari penggunaan Pengetahuan Prosedural
serin g kali m eru p akan Pengetahuan Faktual atau Pengetahuan
Konseptual. Sebagai contoh, algoritme untuk m enjum lahkan 2 dan 2
adalah Pengetahuan Prosedural, jawabannya 4 merupakan Pengetahuan
Faktual. Sekali lagi, di sini titik tekannya terletak pada pengetahuan
siswa tentang prosedur, bukan pada kem am puan mereka untuk
menggunakannya.
Contoh pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang ter-
tentu dan algoritme adalah sebagai berikut:
• Pengetahuan perihal keteram pilan-keteram pilan yang dipakai
dalam melukis dengan cat air.
• Pengetahuan tentang keterampilan-keterampilan yang digunakan
untuk menentukan makna kata dengan menganalisis strukturnya
• Pengetahuan tentang berbagai algoritme untuk menyelesaikan
persamaan-persamaan kuadrat
• Pengetahuan tentang keterampilan-keterampilan untuk melaku-
kan lompat tinggi.2

2. Pengetahuan Tentang Teknik dan Metode dalam Bidang


Tertentu
Berkebalikan dengan keterampilan dan algoritme tertentu yang
biasanya membuahkan hasil akhir yang tetap, beberapa prosedur
tidak menghasilkan satu jaw aban atau solusi yang telah diketahui
sebelumnya. Kita dapat mengikuti metode ilmiah secara run tut untuk
mendesain eksperimen, misalnya, tetapi hasil desain eksperimen ini
dapat berbeda-beda sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.
Dalam subjenis pengetahuan ini, hasilnya lebih terbuka dan tidak

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 79


tetap, berkebalikan dengan subjenis pengetahuan tentang kete-
rampilan dan algoritme.
Pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu ini
mencakup pengetahuan yang galibnya m erupakan hasil konsensus,
kesepakatan, atau ketentuan dalam disiplin ilmu, bukan hasil peng-
amatan, eksperimen, atau penem uan langsung. Subjenis ini jamak-
nya m enunjukkan bagaimana para ilm uwan dalam bidang mereka
berpikir dan menyelesaikan masalah-masalah, bukan hasil pemikiran
atau penyelesaian m asalahnya. M isalnya, pengetahuan tentang
m etode ilm iah dan bagaim ana m enerapkannya dalam beragam
konteks (konteks sosial dan masalah kebijakan) mencerminkan cara
pikir "ilm iah ". Contoh lain adalah cara memilih antrean kasir di
toserba yang dapat dilakukan seperti menyelesaikan soal matematika
dengan pengetahuan dan prosedur m atematis (yakni mengetahui
jumlah orang pada setiap antrean dan jum lah barang yang dibeli
setiap orang).
Contoh-contoh pengetahuan tentang teknik dan metode dalam
bidang tertentu adalah sebagai berikut:
• Pengetahuan perihal m etode-m etode penelitian yang relevan
dalam ilmu sosial
• Pengetahuan tentang teknik-teknik yan g dipakai oleh para
ilmuwan dalam m encari solusi atas suatu masalah
• P engetah u an tentang m etod e-m etod e u ntuk m en gevalu asi
konsep-konsep kesehatan
• Pengetahuan tentang berbagai m etode dalam kritik sastra.3

3. Pengetahuan Tentang Kriteria untuk Menentukan Kapan


Harus Menggunakan Prosedur yang Tepat
Selain mengetahui prosedur dalam bidang tertentu, siswa di-
harapkan mengetahui kapan mesti m enggunakan prosedur tersebut,
yang acap kali mengharuskan mereka mengetahui cara-cara peng-
gunaan prosedur yang pernah dilakukan. Pengetahuan ini hampir
selaluberupa pengetahuan sejarah atau ensiklopedis. Walaupun lebih
sederhana dan mungkin kurang berm anfaat dibandingkan dengan

80 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kemampuan untuk m enggunakan prosedur, pengetahuan tentang
kapan harus m enggunakan prosedur yang tepat m enjadi syarat
penting untuk m emakainya secara tepat. Maka, sebelum melakukan
penelitian, sisw a diharapkan m engetahu i m etode-m etode dan
teknik-teknik yang pernah dipakai dalam penelitian-penelitian
serupa. Pada tahap lanjut dalam proses penelitian, siswa diharapkan
dapat menunjukkan hubungan antara metode dan teknik yang telah
mereka gunakan dan m etode-m etode yang dipakai oleh orang lain.
Lagi-lagi, ini merupakan sistematisasi yang digunakan oleh para
ilm uwan ketika mereka m enyelesaikan m asalah-m asalah dalam
bidang mereka. Mereka tahu kapan dan di mana harus mengapli-
kasikan pengetahuan mereka. Mereka m em iliki kriteria yang mem-
bantu mereka membuat keputusan tentang kapan dan di mana harus
m enggu nakan beragam p engetahu an p rosed u ral dalam suatu
bidang; yakni, mereka "berlatih" menggunakan pengetahuan mereka
sehingga tahu kondisi-kondisi yang m enuntut penerapan prosedur-
prosedur tertentu (m isalnya, m asalah yang m esti diselesaikan
dengan rumus Newton kedua, F = ma) . Karenanya, siswa diharap­
kan m enggunakan kriteria dan mempunyai pengetahuan tentang
kriteria ini.
Cara untuk m enggunakan kriteria dalam m enyelesaikan suatu
masalah dibahas di Bab 5. Pada Bab 4 ini, kita hanya membicarakan
pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan harus menggunakan
prosedur yang tepat. Kriteria-kriteria pada satu disiplin ilmu jauh
berbeda dengan pada disiplin ilmu lain. Kriteria-kriteria ini barang-
kali awalnya tampak kompleks dan abstrak di mata siswa; siswa
akan menangkap m aknanya bila kriteria-kriteria tersebut dikaitkan
dengan kondisi dan masalah yang nyata.
Contoh-contoh pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan
kapan harus m enggunakan prosedur yang tepat adalah sebagai
berikut:
• Pengetahuan tentang kriteria untuk m enentukan jenis esai apa
yang mesti ditulis (misalnya, eksposisi, persuasi).
• Pengetahuan perihal kriteria untuk m enentukan m etode apa
dalam menyelesaikan persamaan-persam aan aljabar.

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 81


• Pengetahuan mengenai kriteria untuk menentukan rumus statistik
mana dalam m enganalisis data riset eksperimen.
• Pengetahuan perihal kriteria untuk m enentukan teknik apa guna
m enim bulkan efek tertentu dalam m elukis dengan cat air.

D. PENGETAHUAN METAKOGNITIF
Pengetahuan Metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi
secara umum dan kesadaran akan, serta pengetahuan tentang, kog­
nisi diri sendiri. Salah satu ciri teori belajar dan penelitian tentang
pembelajaran sejak penerbitan Handbook adalah menekankan pada
metode untuk m em buat siswa makin menyadari dan bertanggung
jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Perubahan
ini merambah ke berbagai pendekatan teoretis terhadap pembelajar­
an dan perkem bangan, dari m odel-m odel neo-Piagetian, m odel-
m odel kognitif dan pem rosesan inform asi, sam pai m odel-m odel
belajar Vygotskian dan kultural atau situasional. Lepas dari perspek-
tif teoretis mereka, para peneliti umumnya sepakat bahwa dengan
perubahan ini, siswa m enjadi makin m enyadari cara pikir mereka
dan makin mengetahui kognisi pada umumnya, dan ketika bertindak
berdasarkan kesadaran ini, mereka cenderung m akin baik dalam
belajar (Bransford, Brown, dan Cocking, 1959). Beragam teori mem-
beri beragam nama untuk tren baru ini: pengetahuan metakognitif,
kesadaran metakognitif, kesadaran diri, swarefleksi, dan swaregulasi.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, perbedaan pokok
dalam tren ini adalah pengetahuan tentang kognisi di satu sisi dan
pengontrolan, pemonitoran dan pengaturan proses-proses kognitif di
sisi lain (Scheider dan Pressley, 1997; Bransford, Brown, dan Cocking,
1999; Brown, Bransford, Ferrara, dan Campione, 1983; Flavell, 1979,
Paris dan W inegrad, 1990; Pintrich, W olters, dan Baxter, 2001;
Zimmerman dan Schunk, 1998). Dengan menyadari perbedaan ini,
kami dalam bab ini hanya akan menjelaskan pengetahuan siswa
tentang berbagai aspek kognisi, bukan pengontrolan, pemonitoran
dan pengaturan proses-proses kognitif. Pengetahuan Metakognitif akan
dijelaskan seperti penjelasan perihal jenis-jenis dan sub-subjenis pe-

82 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


ngetahuan lain pada bab ini dan proses-proses kognitif pada Bab 5.
Dalam artikel klasiknya tentang m etakognisi, Flavell (1979)
menyatakan bahwa metakognisi mencakup pengetahuan tentang
strategi, tugas, dan variabel-variabel person. Dalam kategori-kategori
pada kerangka pikir ini, kami m em asukkan pengetahuan siswa
tentang strategi-strategi belajar dan berpikir (pengetahuan strategi,.-)
dan pengetahuan siswa tentang tugas-tugas kognitif, kapan dan
mengapa harus m enggunakan beragam strategi ini (pengetahuan
tentang tugas-tugas kognitif). Kami juga rnencantumkan pengetahuan
tentang diri (variabel person) dalam kaitannya dengan kornponen-
komponen kognitif dan m otivasional dari performa (pengetahuan-
diri).

I. Pengetahuan Strategis
Pengetahuan Strategis adalah pengetahuan perihal strategi-stra­
tegi belajar dan berpikipserta pemecahan masalah. Strategi-strategi
dalam subjenis pengetahuan ini dapat digunakan dalam banyak
tugas dan mata pelajaran, bukan hanya danp.aling cocok. untuk tugas
tertentu dalam mata pelajaran tertentu (misalnya, menyelesaikan
persamaan kuadrat atau menerapkan hukum Ohm).
Subjenis pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang ber-
bagai strategi yang dapat siswa gunakan untuk menghafal materi
pelajaran, mencari makna teks, atau memahami apa yang mereka
dengar dari pelajaran di kelas atau apa yang mereka baca dalam
buku dan bahan ajar lain. Strategi-strategi belajar yang jumlahnya
banyak sekali dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori: meng-
ulang-ulang, mengelaborasi, dan rnengorganisasi (Weinstein dan
Mayer, 1986). Strategi pengulangan berupa m engulang-ulang kata-
kata atau istilah-istilah untuk m engingat-ingat mereka; strategi ini
jamaknya bukan yang paling efektif untuk belajar dan memahami
pada level-level yang tinggi. Sebaliknya, strategi elaborasi berupa
penggunaan beragam m nem onik untuk tugas-tugas hafalan dan
berbagai teknik seperti merangkum, memparafrasa, dan memilih
gagasan pokok dalam teks. Strategi elaborasi mendukung guru dalam
m engolah secara lebih m endalam m ateri pelajaran yang akan

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 83


dipelajari siswa, dan m em udahkan siswa dalam m emahami dan
belajar ketimbang strategi pengulangan. Strategi pengorganisasian
adalah m em buat garis besar atau sketsa materi pelajaran, meng-
gambar "peta-peta kognitif" atau pemetaan konsep, dan membuat
catatan; siswa mengubah materi pelajaran dari satu bentuk ke bentuk
lain. Strategi pengorganisasian biasanya menjadikan siswa lebih ber-
hasil dalam memahami dan belajar ketimbang strategi pengulangan.
Siswa yang mempunyai pengetahuan strategis berarti memiliki
strategi-strategi belajar di atas dan m engetahui berbagai strategi
metakognitif yang bermanfaat untuk merencanakan, memonitor dan
m engatur kognisi m ereka. Sisw a dapat m enggunakan strategi-
strategi ini untuk merencanakan kognisi mereka (misalnya, menentu-
kan sub-sub-tujuan), memonitornya (misalnya, siswa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada diri mereka sendiri ketika membaca
teks, memeriksa jawaban mereka atas soal matematika), dan meng-
aturnya (m isalnya, m em baca ulang sesuatu yang belum mereka
pahami, mengulang kembali dan "m em perbaiki" salah hitung dalam
mengerjakan soal m atematika). Namun, sekali lagi, pengetahuan
yang dimaksud dalam kategori ini adalah pengetahuan siswa tentang
berbagai strategi, bukan penggunaan strategi-strategi itu.
Pengetahuan strategis mencakup strategi-strategi umum untuk
menyelesaikan masalah (problem solving) dan berpikir (Baron, 1994;
Nickerson, Perkins, dan Smith, 1985; Sternberg, 1985). Strategi-stra­
tegi ini merupakan berbagai metode heuristik ( trial and error) untuk
m eram pungkan masalah, terutama masalah pelik yang belum ada
solusi definitifnya. Contoh metode heuristik adalah analisis alat-
tujuan dan melacak tujuan yang diinginkan. Selain strategi-strategi
p enyelesaian m asalah, terdapat pula strategi-strategi berp ikir
deduktif dan induktif, termasuk mengevaluasi validitas pernyataan-
pernyataan yang logis, m enghindari argumen-argumen yang ber-
putar-putar, membuat kesimpulan yang tepat dari berbagai sumber
data, dan m enunjukkan contoh-contoh yang tepat untuk menarik
kesim pulan (misalnya, m enghindari availability heuristic — meng-
ambil keputusan berdasarkan tanda-tanda yang nyata, bukan tanda-
tanda palsu).

84 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesnien


Contoh-contoh pengetahuan strategis adalah sebagai berikut:
• Pengetahuan bahwa m engulang-ulang inform asi m erupakan
salah satu cara untuk menanamkan informasi.
• Pengetahuan perihal beraneka strategi mnemonik untuk meng-
hafal (misalnya, memakai akronim seperti mejikuhibiniu (merah
jingga kuning hijau biru nila ungu) untuk warna-warna pelangi)
• Pengetahuan tentang berbagai strategi elaborasi seperti mempara-
frase dan merangkum.
• Pengetahuan tentang beragam strategi pengorganisasian seperti
menuliskan garis besar dan menggambar diagram.
• Pengetahuan untuk merencanakan strategi seperti merumuskan
tujuan membaca, pengetahuan tentang strategi-strategi pemaham-
an-pemonitoran seperti mengetes diri sendiri dan mengajukan
pertanyaan kepada diri sendiri.
• Pengetahuan tentang analisis alat-tujuan seperti metode heuristik
untuk menyelesaikan masalah pelik.
• Pengetahuan tentang masalah-masalah availability heuristic dan
pengambilan sampel yang bias.2

2. Pengetahuan Tentang Tugas-tugas Kognitif, yang Meliputi


Pengetahuan Kontekstual dan Kondisional
Selain mempunyai pengetahuan tentang beragam strategi, indi-
vidu-individu m engakum ulasi pengetahuan tentang tugas-tugas
kognitif. Menurut Flavell (1979), Pengetahuan Metakognitif mencakup
pengetahuan bahwa pelbagai tugas kognitif itu sulit dan memerlukan
sistem kognitif dan strategi-strategi kognitif. Misalnya, tugas untuk
mengingat kembali lebih sulit ketimbang mengenali. Untuk meng-
ingat kembali, orang harus membongkar-bongkar memori secara
aktif dan mengeluarkan informasi yang relevan; sedangkan untuk
mengenali, orang hanya perlu membedakan pilihan-pilihannya dan
menentukan pilihan yang benar atau paling tepat.
Pengetahuan tentang strategi-strategi belajar dan berpikir
merupakan pengetahuan tentang apa m anfaat strategi-strategi ter-
sebut dan bagaim ana cara m enggunakan m ereka. Akan halnya

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 85


Pengetahuan Prosedural, pengetahuan ini tidak cukup untuk belajar
dengan baik. Untuk belajar dengan baik, siswa, selain mengetahui
strategi-strategi belajar dan berpikir, juga memerlukan pengetahuan
kondisional; dengan perkataan lain, mereka mesti mengetahui kapan
dan mengapa menggunakan strategi-strategi tersebut dengan tepat
(Paris, Lipson, dan Wixson, 1983). Strategi-strategi ini barangkali
tidak cocok untuk diterapkan pada segala kondisi, sehingga siswa
harus mengetahui kondisi-kondisi dan tugas-tugasnya supaya dapat
memilih strategi yang pas. Pengetahuan kondisional adalah penge­
tahuan tentang situasi yang di dalamnya siswa dapat menggunakan
Pengetahuan M etakognitif. Lain halnya, Pengetahuan Prosedural
merupakan pengetahuan tentang situasi yang di dalamnya siswa
dapat m enggunakan keterampilan dalam suatu bidang, algoritme,
teknik dan metode tertentu.
Strategi ialah "a la t" kognitif yang m em bantu siswa m eng-
konstruksi pem aham an, dan tugas-tugas kognitif yang berbeda
m em butuhkan alat-alat yang berbeda pula, persis seperti tukang
kayu yan g m en g g u n ak an b e rb a g a i a lat p e rtu k an g an u ntu k
membangun rumah. Sebuah alat, seperti palu, tentu dapat dipakai
dengan banyak cara untuk melakukan banyak tugas, tetapi ini bukan
cara terbaik untuk memakai palu bila ter^apat alat-alat lain yang
lebih tepat untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut. Sama halnya,
strategi-strategi belajar dan berpikir tertentu lebih tepat untuk tugas-
tugas tertentu. Sebagai contoh, jika siswa menghadapi masalah baru
yang pelik, metode heuristik penyelesaian masalah mungkin tepat
untuk merampungkan masalah tersebut. Sementara itu, soal fisika
tentang hukum termodinamika kedua akan lebih pas bila diselesaikan
dengan Pengetahuan Prosedural yang spesifik. Satu hal penting yang
mesti diperhatikan dalam mempelajari strategi adalah pengetahuan
kondisional tentang kapan dan mengapa harus menggunakan stra­
tegi tertentu.
Dalam pengetahuan kondisional, juga terdapat aspek penting
yang perlu diindahkan untuk menerapkan strategi yang tepat, yakni
norma-norma lokal situasional, sosial secara umum, konvensional,
dan kultural. M isalnya, guru m endorong siswa untuk m em akai

86 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


strategi tertentu dalam memahami bacaan. Siswa yang mengetahui
strategi ini tentu lebih mampu mencapai target-target belajar yang
dituntut oleh guru. Demikian pula, berbagai kebudayaan dan sub-
budayanya memiliki norma-norma tersendiri untuk menggunakan
strategi dan cara pikir tertentu dalam m enyelesaikan m asalah.
Dengan m engetahui norm a-norm a ini, siswa dapat beradaptasi
dengan tuntutan-tuntutan kultural dalam merampungkan masalah.
Misalnya, strategi yang dipakai dalam aktivitas belajar di kelas
mungkin tidak tepat bila digunakan di tempat kerja. Pengetahuan
perihal berbagai situasi dan norma kultural yang menyangkut peng-
gunaan strategi yang tepat dalam situasi dan budaya tersebut
merupakan aspek penting dari Pengetahuan Metakognitif.
Con toll pengetahuan ten tang tugas-tugas kognitif, yang meliputi
pengetahuan kontekstual dan kondisional adalah sebagai berikut:
• Pengetahuan bahwa tugas mengingat kembali (misalnya, soal
jawaban singkat) — berbeda dengan tugas mengenali (misalnya,
soal pilihan ganda)— pada umumnya lebih banyak menuntut
kerja sistem memori
• Pengetahuan bahwa buku babon lebih sukar dipahami ketimbang
buku teks atau buku populer.
• Pengetahuan bahwa tugas sederhana untuk menghafal sederhana
(misalnya, mengingat sebuah nomor telepon) hanya membutuh-
kan strategi pengulangan.
• Pengetahuan bahwa strategi elaborasi seperti merangkum dan
memparafrasakan dapat membuahkan pemahaman yang men-
dalam.
• Pengetahuan bahwa m etode heuristik penyelesaian masalah
sangat bermanfaat ketika siswa tidak mempunyai pengetahuan
dalam bidang tertentu atau Pengetahuan Prosedural yang spesifik.
• Pengetahuan tentang norma-norma sosial lokal dan umum, kon-
vensional, dan kultural untuk bagaimana, kapan, dan mengapa
menerapkan strategi tertentu.

Bab 4 : Diniensi Pengetahuan 87


3. Pengetahuan-diri
Flavell (1979) m engem ukakan, selain pengetahuan tentang
beragam strategi dan tugas kognitif, juga pengetahuan-diri sebagai
komponen penting dari metakognisi. Menurutnya, pengetahuan-diri
mencakup pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri
dalam kaitannya dengan kognisi dan belajar. Misalnya, siswa yang
tahu bahwa diri mereka lebih mampu mengerjakan tes pilihan ganda
ketimbang tes esai berarti mempunyai pengetahuan-diri tentang kete-
rampilan mereka dalam m engerjakan tes. Pengetahuan ini akan
bermanfaat bagi siswa yang mempersiapkan diri untuk menghadapi
dua jenis tes tersebut. Pengetahuan-diri ini juga mencirikan seorang
ahli, bahw a dia tahu ketika dia tidak m engetahui sesuatu dan
kemudian dia m em punyai strategi-strategi tertentu untuk mencari
informasi yang dia butuhkan. Kesadaran-diri akan keluasan dan ke-
dalam an pengetahuan-diri sendiri m enjadi aspek penting dalam
pengetahuan-diri. Siswa pun perlu mengetahui berbagai jenis strategi
yang akan mereka pakai dalam situasi-situasi yang berbeda. Kesadar-
an bahwa orang cenderung terlalu m engandalkan satu strategi saja,
padahal terdapat strategi-strategi lain yang lebih tepat, dapat men-
dorongnya untuk memakai strategi-strategi lain.
Selain mengetahui kognisi diri mereka, individu-individu juga
mempunyai keyakinan tentang motivasi mereka. Motivasi merupa-
kan bidang kajian yang rumit dan membingungkan, dan terdapat
banyak m odel dan teori tentang motivasi. M eskipun keyakinan-
keyakinan motivasional (motivational belief) lazimnya tidak disertakan
dalam model-model kognitif, sekarang terbit cukup banyak literatur
yang memperlihatkan hubungan-hubungan penting antara keyakin­
an motivasional siswa di satu sisi dan kognisi dan pembelajaran
mereka di sisi lain (Snow, Corno, dan Jackson, 1996; Pintrich dan
Schruben,1992; Pintrich dan Schunk, 1996).
Akan tetapi, m odel-m odel m otivasi dari perspektif kognitif
sosial secara umum menunjukkan tiga macam keyakinan motivasio­
nal (Pintrich dan Schunk, 1996). Lantaran bersifat kognitif sosial,
keyakinan-keyakinan motivasional dapat dimasukkan dalam takso-
nomi pengetahuan. Macam pertama adalah keyakinan keandalan-

88 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


diri (self-efficacy), yakni keyakinan siswa bahwa dirinya mampu me-
nyelesaikan tugas tertentu. Macam kedua adalah keyakinan tentang
tujuan atau alasan yang siswa miliki untuk melakukan tugas tertentu
(misalnya, belajar versus memperoleh nilai yang baik). Macam ketiga
ialah keyakinan nilai dan minat (value and interest belief), yaitu persepsi
siswa perihal minat pribadinya (kesukaannya) pada suatu tugas dan
keputusan siswa tentang seberapa penting dan berm anfaat tugas
tersebut baginya. Siswa perlu mengembangkan pengetahuan-diri
dan'kesadaran tentang pengetahuan dan kognisinya sendiri, dan juga
mengembangkan pengetahuan-diri dan kesadaran tentang motivasi-
nya sendiri. Sebab, kesadaran akan beragam keyakinan motivasional
ini m em ungkinkan siswa m em onitor dan m engatur perilakunya
dalam aktivitas belajar secara lebih adaptif.
Pengetahuan-diri merupakan aspek penting dalam Pengetahuan
Metakognitif tetapi yang terpenting dalam aktivitas belajar adalah
akurasi pengetahuan-diri. Kami tidak menganjurkan agar guru ber-
usaha membangkitkan "harga-diri" (self-esteem, sebuah konsep yang
sama sekali berbeda dari pengetahuan-diri) siswa dengan memberinya
umpan balik yang positif tetapi palsu, tidak akurat dan menyesatkan
tentang kelebihan dan kelemahan akademis siswa. Jauh lebih penting
bagi siswa untuk memiliki persepsi dan keputusan tentang penge­
tahuan dan keahliannya ketimbang m emiliki pengetahuan-diri yang
palsu dan tidak akurat (Pintrich dan Schunk, 1996). Apabila siswa
tidak sadar bahwa dia tidak mengetahui aspek tertentu dalam Penge­
tahuan Faktual atau Pengetahuan Konseptual atau bahwa dia tidak me­
ngetahui cara melakukan sesuatu (Pengetahuan Prosedural), dia tidak
mungkinberusaha mempelajari sesuatu yang baru. Ciri seorang ahli
adalah dia mengetahui apa yang dia ketahui dan apa yang tidak dia
ketahui, dan pengetahuannya tentang pengetahuan faktual dan ke-
mampuannya tidak lancung. Oleh karena itu, kami mendorong para
guru untuk membantu siswa membuat asesmen yang akurat tentang
pengetahuan-diri-nya dan tidak untuk melebih-lebihkan harga-diri
siswa.
Contoh-contoh pengetahuan-diri adalah sebagai berikut:

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 89


• Pengetahuan bahw a dirinya m em punyai pengetahuan yang
mendalam pada sebagian bidang, tetapi tidak pada sebagian
bidang lainnya.
• Pengetahuan bahwa dirinya cenderung m engandalkan satu "alat
kognitif" (strategi) dalam situasi tertentu.
• Pengetahuan yang akurat dan tidak palsu (misalnya, kepercayaan
diri yang berlebihan) tentang kemampuan sendiri untuk melaku-
kan tugas tertentu.
• Pengetahuan tentang tujuan-tujuan pribadi dalam m elakukan
suatu tugas.
• Pengetahuan tentang minat pribadi pada tugas tertentu.
• Pengetahuan tentang keputusan pribadi tentang manfaat suatu
tugas.

MENGASES TUJUAN PENDIDIKAN YANG MENCAKUP


PENGETAHUAN METAKOGNITIF
Asesmen terhadap tujuan-tujuan Pengetahuan Faktual, Pengetahu­
an Konseptual, dan Pengetahuan Prosedural dibahas pada bab berikut-
nya, sebab semua tujuan pendidikan m erupakan kombinasi antara
dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Karenanya, tak
mungkin membahas asesmen terhadap kategori-kategori pengetahu­
an tanpa juga menyertakan bagaimana pengetahuan tersebut diguna-
kan dengan beragam proses kognitif. Namun, lantaran Pengetahuan
Metakognitif tidak dibahas secara mendetail dalam Bab 5, kami akan
menyinggungnya sekilas di sini.
Mengases tujuan pendidikan yang mencantumkan Pengetahuan
Metakognitif ini unik karena tujuan tersebut mesti disertai dengan
cara pandang yang berbeda perihal apa yang dinamakan jawaban
yang "benar". Jikalau kata kerjanya dalam tujuan itu tidak termasuk
dalam proses kognitif Mencipta, kebanyakan pertanyaan asesmen
untuk tujuan yang m elibatkan Pengetahuan Faktual, Pengetahuan
Konseptual, dan Pengetahuan Prosedural mempunyai jawaban yang
"benar". Jawaban ini pun sama bagi semua siswa. Misalnya, untuk
tujuan mengingat pengetahuan faktual, tanggal penyelenggaraan
Sumpah Pemuda adalah sama bagi semua siswa, yakni 28 Oktober

90 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


1928. Lain halnya, untuk tujuan yang m elibatkan Pengetahuan
Metakognitif, boleh jadi terdapat perbedaan individual dan cara
pandang tentang jawaban yang "benar". Dan, setiap subjenis dalam
Pengetahuan M etakognitif bisa jad i m em ang m enghendaki cara
pandang yang berbeda tentang jaw aban yang "benar".
Untuk subjenis pertama, pengetahuan strategis, suatu pengetahu­
an tentang strategi-strategi umum mungkin "benar". Misalnya, jika
siswa diminta mengingat kembali suatu informasi tentang strategi-
strategi umum untuk menghafal (misalnya, menggunakan akronim),
akan terdapat satu jawaban yang benar. Sementara itu, jika siswa
dim inta m engaplikasikan pengetahuan ini dalam situasi baru,-
mereka mungkin akan membuat banyak akronim untuk mengingat-
ingat suatu informasi pen ting.
Dua subjenis lainnya dari Pengetahuan Metakognitif dapat me-
nimbulkan jauh lebih banyak perbedaan individual dalam mengerja-
kan tugas asemen. Subjenis pengetahuan yang bertalian dengan
tugas-tugas kognitif merica kup pengetahuan tentang jaw aban yang
benar. Misalnya, benarlah bah wa tugas mengenali lebih mudah dari-
pada tugas m engingat kem bali, m aka pertanyaan "lebih mudah
manakah antara tugas m engenali dan tugas m engingat kem bali"
mempunyai satu jawaban yang benar. Sementara itu, terdapat ber-
bagai kondisi, situasi, konteks, dan budaya yang m enuntut per-
ubahan penerapan strategi kognitif. Di sini, sulit untuk m enentukan
satu jaw aban yang benar dari suatu pertanyaan asesm en tanpa
mengetahui kondisi-kondisi dan konteks-konteks tersebut.
Mengases pengetahuan-diri bahkan menimbulkan lebih banyak
perbedaan individual. Dalam subjenis ini, siswa-siswa diasumsikan
mempunyai pengetahuan dan motivasi yang berbeda-beda. Lantas,
bagaimana siswa menentukan jawaban yang "benar" perihal penge-
tahuan-diri? Pengetahuan-diri siswa barangkali malah salah (misal­
nya, siswa meyakini bahwa dia akan dapat mengerjakan tes dengan
baik bila m akan pisang goreng pada malam sebelumnya), tetapi
tersedia kesempatan untuk mengoreksi keyakinan takhayul yang
salah ini. Barangkali cara terbaik untuk mengases pengetahuan-diri
adalah membantu siswa makin menyadari keyakinan-keyakinannya

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 91


sendiri, m em bantunya m enentukan keyakinan mana yang dapat
diwujudkan berkaitan dengan pengetahuannya perihal aktivitas
belajar, dan membantunya belajar bagaimana memonitor dan meng-
evaluasi keyakinan-keyakinannya.
Adalah sukar untuk mengases Pengetahuan Metakognitif dengan
instrumen tes tertulis sederhana (simple paper-and-pencil test) (Pintrich,
Wolter, dan Baxter, 2001). Oleh karena itu, tujuan-tujuan pendidikan
yang berkenaan dengan Pengetahuan M etakognitif diases dalam
aktivitas-aktivitas dan diskusi-diskusi kelas dengan berbagai strategi.
Pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan strategi-strategi
belajar dan berpikir (misalnya, pembelajaran strategi belajar, kete-
rampilan berpikir, keterampilan meneliti) menjadikan siswa belajar
tiga aspek Pengetahuan Metakognitif. Siswa dapat belajar strategi-
strategi secara umum dan cara menggunakannya. Kemudian, mereka
dapat membandingkan strategi-strategi mereka sendiri dengan stra­
tegi-strategi yang digunakan oleh teman-teman mereka. Pembelajar­
an diskusi di kelas, bukan sekadar pem belajaran strategi, yang ter-
fokus pada masalah-masalah belajar dan berpikir dapat membantu
siswa menyadari Pengetahuan Metakognitif m ereka sendiri. Manakala
guru mendengarkan diskusi siswa tentang strategi belajar dan ber­
pikir, berbincang-bincang secara individual dengan sisw a, atau
mengulas tulisan-tulisan siswa tentang pembelajaran mereka, guru
akan bisa m em aham i Pengetahuan M etakognitif sisw a. Lantaran
Pengetahuan Metakognitif penting dalam pem belajaran, kita harus
terus mempelajari cara-cara terbaik untuk mengases jenis pengetahu­
an ini.

KESIMPULAN
Pada bab ini, kami telah menjelaskan dan membahas empat tipe
pengetahuan: Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif. Penge­
tahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual sangat mirip dalam arti
keduanya berkutat dengan pengetahuan tentang "ap a", tetapi Penge­
tahuan Konseptual lebih mendalam, tertata, integral, dan sistemik dari-
pada pengetahuan perihal terminologi dan fakta-fakta yang terpisah.

92 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Pengetahuan Proseduml adalah pengetahuan tentang "cara" melaku-
kan sesuatu. Tiga kategori pengetahuan ini juga termaktub dalam
taksonomi pendidikan awal dalam Handbook. Setelah menyimak per-
kembangan sains kognitif terbaru dan hasil-hasil riset psikologi kog-
nitif perihal signifikansi metakognisi, kami menambahkan kategori
keempat, yakni Pengetahuan Metakognitif, dalam revisi taksonomi
pendidikan ini. Secara sederhana, Pengetahuan Metakognitif adalah
pengetahuan tentang kognisi.
Anda dapat menangkap perbedaan antara keempat jenis penge­
tahuan tersebut sesudah membaca bab ini, dan bab berikutnya akan
memperjelas perbedaan itu. Pada Bab 5, kami menunjukkan bagai-
mana jenis-jenis pengetahuan di atas dikaitkan dengan jenis-jenis
proses kognitif. Perbedaan antara empat jenis pengetahuan akan
diperjelas lagi dalam sketsa-sketsa dan analisisnya pada Bab 8-13. ■

Bab 4 : Dimensi Pengetahuan 93


BAB 5

Dimensi Proses Kognitif

P ada Bab 4, kami menjelaskan empat jenis pengetahuan secara ter-


perinci. Banyak pembelajaran terfokus pada Pengetahuan Faktual, dan
kami m enyarankan fokus yang sempit ini diperlebar ke jenis-jenis
pengetahuan lain: Pengetahuan Faktual, Pengetahuan Prosedural, dan
Pengetahuan Metakognitif. Demikian pula, pembelajaran dan asesmen
umumnya m enekankan satu jenis proses kognitif, yakni Mengingat,
dan kami sarankan pembelajaran dan asesmen mencakup proses-
proses kognitif lainnya. Handbook paling sering digunakan untuk
menganalisis kurikulum dan ujian dan kemudian diketahui bahwa
v
kurikulum dan ujian itu terlalu menekankan pada proses kognitif
Mengingat dan kurang memerhatikan proses-proses kognitif yang
lebih kom pleks (Anderson dan Sosniak, 1994). Bab ini hendak me-
maparkan semua proses kognitif secara mendetail.
Dua dari banyak tujuan pendidikan yang paling penting adalah
meretensi dan m entransfer (yang mengindikasikan pembelajaran
yang berm akna). M eretensi adalah kemampuan untuk mengingat
materi pelajaran sampai jangka yang tertentu sama seperti materi
yang diajarkan. Mentransfer ialah kemampuan untuk menggunakan
apa yang telah dipelajari guna menyelesaikan masalah-masalah baru,
m enjawab pertanyaan-pertanyaan baru, atau mem udahkan pem ­
belajaran materi pelajaran baru (Mayer dan Wittrock, 1996). Pendek-
nya, tujuan meretensi menuntut siswa untuk mengingat apa yang
sudah mereka pelajari, sedangkan m entransfer m enuntut siswa

94 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


bukan hanya untuk mengingat, melainkan juga untuk memahami
dan m enggunakan apa yang sudah m ereka pelajari (Bransford,
Brow n, dan C o ck in g , 1999; D etterm an dan S te rn b e rg , 1993;
M cKeough, Lupart, dan M arini, 1995; Mayer, 1995; Phye, 1997).
Dengan perkataan lain, meretensi terfokus pada masa lalu, sementara
mentransfer mengacu pada masa depan. M isalnya, setelah siswa
membaca buku pelajaran tentang hukum Ohm, tes meretensi bisa
berupa perintah kepada siswa untuk m enuliskan rumus hukum
Ohm. Lain halnya, tes mentransfer bisa berupa perintah kepada siswa
untuk m enyusun ulang rangkaian listrik guna m em aksim alkan
jumlah lompatan elektron atau untuk menggunakan hukum Ohm
guna menjelaskan rangkaian listrik yang rumit.
Tujuan-tujuan pendidikan yang m enum buhkan kemampuan
untuk mengingat cukup mudah dirumuskan, tetapi tujuan-tujuan
yang mengembangkan kemampuan untuk mentransfer lebih sulit
dirumuskan, diajarkan, dan diases (Baxter, Elder, dan Glaser, 1996;
Phye, 1997). Kerangka pifcir kami ini dimaksudkan untuk membantu
memperluas tujuan-tujuan pendidikan supaya mencakup pengem-
bangan kemampuan untuk mentransfer. Setelah sedikit membahas
kemampuan untuk meretensi dan mentransfer, kami selanjutnya
akan menjelaskan enam kategori proses kognitif (kategori pertama
menekankan retensi, sedangkan kategori kelima, meski mendukung
kemampuan retensi, menekankan transfer). Kami akan menyudahi
bab ini dengan memberikan contoh tentang bagaimana pembahasan
ini dapat diterapkan untuk mengajar, mempelajari, dan mengases
pelajaran perihal hukum Ohm.

TIGA MACAM HASIL BELAJAR


Kita terlebih dahulu akan secara ringkas membicarakan tiga
skenario belajar. Skenario pertama adalah tidak ada aktivitas belajar
(yakni tiada aktivitas belajar yang diinginkan), skenario kedua ialah
belajar menghafal (rote learning), dan skenario ketiga adalah belajar
yang bermakna (meaningful learning).

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 95


Tiada Aktivitas Belajar
Amy membaca buku teks sains pada bab tentang rangkaian
listrik untuk menghadapi tes. la membacanya secara sepintas lalu
lantaran merasa yakin bahwa tesnya gampang. Saat diminta untuk
mengingat kembali materi pelajarannya di kelas (sebagai tes retensi),
ia hanya dapat menyebutkan sedikit sekali istilah dan fakta kuncinya.
Misalnya, ia tidak dapat menyebutkan komponen-komponen pokok
pada rangkaian listrik kendati semua itu dipaparkan dalam bab yang
dibacanya. Sewaktu diminta menggunakan informasi tersebut untuk
menyelesaikan masalah pada rangkaian listrik (sebagai bagian dari
tes transfer), ia tidak bisa. Misalnya, ia tidak dapat menjawab per-
tanyaan esai untuk m endiagnosis suatu masalah pada rangkaian
listrik. Dalam skenario yang paling buruk ini, Amy tidak mempunyai
atau tidak dapat menggunakan pengetahuan yang relevan. Amy
tidak terlalu memerhatikan atau memahami materi yang diajarkan
gurunya di kelas. Pada dasarnya, ia tidak belajar; tidak ada aktivitas
belajar di sini.

Belajar Menghafal
Becky membaca buku dan bab yang sama seperti yang dibaca
Amy. Ia membaca setiap kata dengan cermat. Ia membaca seluruh
bab itu dan mengingat fakta-fakta kuncinya. Ia masih ingat hampir
semua istilah dan fakta penting yang diajarkan gurunya di kelas.
Berbeda dengan Amy, Becky dapat menyebutkan komponen-kompo­
nen pokok pada rangkaian listrik. Akan tetapi, sewaktu diminta
m enggunakan inform asi tersebut untuk m enyelesaikan masalah,
Becky tidak bisa. Ia pun tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana
tentang diagnosis masalah pada rangkaian listrik. Dalam skenario
ini, Becky mempunyai pengetahuan yang relevan, tetapi ia tidak
dapat menggunakan pengetahuan itu untuk menyelesaikan masalah.
Ia tidak dapat men transfer pengetahuannya pada situasi yangbaru.
Becky m enyimak informasi yang relevan, tetapi ia tidak memahami-
nya dan, karenanya, tidak dapat menggunakannya. Hasil belajar
semacam ini disebut belajar menghafal.

96 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Belajar yang Bermakna
Carla membaca bab tentang rangkaian listrik yang sama. Ia
membaca secara teliti dan berusaha memahaminya. Sebagaimana
Becky, ia dapat menyebutkan hampir semua istilah dan fakta penting
yang diajarkan di kelas. Sewaktu diminta m enggunakan informasi
tersebut untuk menyelesaikan masalah, ia dapat mengemukakan
banyak alternatif solusi. Dalam skenario ini, Carla bukan hanya me*
ngetahui pengetahuan yang relevan, tetapi juga dapat mengguna-
kannya untuk m enyelesaikan m asalah dan m em aham i konsep-
konsep baru. Ia dapat mentransfer pengetahuannya pada masalah-
m asalah baru dan situ asi-situasi belajar yang baru pula. Carla
mem erhatikan informasi yang relevan dan mem aham inya. Hasil
belajar seperti ini dinamakan belajar yang bermakna.
Belajar yang bermakna menghadirkan pengetahuan dan proses-
proses kognitif yang siswa butuhkan untuk menyelesaikan masalah.
Penyelesaian masalah terjadi ketika siswa menggagas cara untuk
mencapai tujuan yang belum pernah dia capai, yakni mengerti bagai-
m ana cara m engu bah keadaan jad i keadaan yang diinginkan
(Duncker, 1945; Mayer, 1992). Dalam penyelesaian masalah ini ter-
dapat dua kom ponen pokok, yakni gam baran m asalah — siswa
menggambarkan masalahnya dalam mentalnya— dan solusi — siswa
m em buat rencana penyelesaian m asalah dan m elaksanakannya
(Mayer, 1992). Selaras dengan hasil-hasil penelitian terbaru (Gick dan
Holyoak, 1980,1983; Vosniadou dan Ortony, 1989), para penulis Hand­
book mengatakan bahwa siswa sering menyelesaikan masalah dengan
analogi. Siswa merumuskan kembali masalahnya dalam bahasa yang
lebih familier, mengenali bahwa masalahnya serupa dengan masalah
yang sudah familier bagi mereka, m engabstraksikan solusi untuk
masalah yang familier itu, dan mengaplikasikan solusi tersebut pada
masalah yang hendak diselesaikannya.

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 97


BELAJAR YANG BERMAKNA ADALAH MENGKONSTRUKSI
KERANGKA PENGETAHUAN
Fokus pembelajaran yang berm akna sesuai dengan pandangan
bahwa belajar adalah mengkonstruksi pengetahuan, yang di dalam-
nya siswa berusaha memahami pengalaman-pengalam an mereka.
Dalam pembelajaran konstruktif ini, seperti telah disebutkan pada
awal Bab 4, siswa m elakukan proses kognitif secara aktif, yakni
memerhatikan informasi relevan yang datang, menata informasi ini
di otak jadi gambaran yang koheren, dan memadukan informasi ter-
sebut dengan pengetahuan yang telah tersimpan di otak (Mayer,
1999). Lain halnya, fokus pembelajaran menghafal sejalan dengan
pandangan bahwa belajar adalah menerima pengetahuan, yang di
dalamnya siswa berusaha m enyim pan inform asi-inform asi baru
pada memorinya (Mayer, 1999).
Pem belajaran konstruktif (yakni belajar yang berm akna) di-
pandang sebagai tujuan pendidikan yang penting. Pembelajaran kon­
struktif mensyaratkan pembelajaran yang tidak sekadar menyampai-
kan pengetahuan faktual dan juga mensyaratkan pertanyaan-pertanya-
an asesmen yang m enuntut siswa bukan sekadar m engingat atau
mengenali pengetahuan faktual (Bransford, Brown, dan Cocking,
1999; Lam bert dan M cC om bs, 1998; M arshall, 1996; Steffe dan
G ale,1995). Proses-proses kognitif yang dilaahas di bab ini menjadi
alat untuk mendeskripsikan aktivitas-aktivitas kognitif siswa dalam
pem belajaran konstruktif; proses-proses kognitif adalah cara-cara
yang dipakai siswa secara aktif dalam proses mengkonstruksi makna.

PROSES KOGNITIF DALAM MERETENSI DAN


MENTRANSFER
Apabila kita m engajar dan m engases siswa supaya mereka
mempelajari suatu materi pelajaran dan mengingatnya selama sekian
lama, berarti fokus kita mengarah pada satu kategori proses kognitif,
yaitu Mengingat. Apabila kita m emperluas fokus, yakni mengem-
bangkan pembelajaran untuk menumbuhkan dan mengases pem ­
belajaran yang bermakna, kita harus mengembangkan proses-proses
kognitif yang melampaui Mengingat.

98 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Apa proses-proses kognitif yang digunakan untuk meretensi
dan mentransfer? Kategori proses kognitif yang paling dekat dengan
m eretensi adalah M engingat, sedangkan lim a kategori lainnya
merupakan proses-proses kognitif yang dipakai untuk mentransfer.
Berdasarkan pembahasan terhadap tujuan-tujuan pendidikan yang
terdapat dalam Handbook dan studi terhadap sistem-sistem klasifikasi
lainnya (m isalnya, D eLandsheere, 1977; M etfessel, M ichael, dan
Kirsner, 1969; M osenthal, 1998; Royer, C iscero, dan Carlo, 1993;
Sternberg, 1998), kami memilih 19 proses kognitif yang sesuai dengan
enam kategori ini. Tabel 5.1 berisikan definisi ringkas dari 19 proses
kognitif tersebut dan contoh-contohnya, serta nama-nama lain dari
proses-proses kognitif itu. Sembilan belas proses kognitif ini saling
terpisah satu sama lain, dan menggambarkan keluasan dan batas-
batas enam kategori proses kognitif.

KATEGORI-KATEGORJ DALAM DIMENSI PROSES KOGNITIF


Kami akan mendedahkan proses-proses kognitif dalam setiap
kategori secara m endetail, m em bandingkannya dengan proses-
proses kognitif lain secara proporsional. Kami juga menunjukkan
contoh-contoh tujuan pendidikan dan asesm en dalam berbagai
materi pelajaran, serta contoh-contoh tugas asesmen. Setiap contoh
tujuan pendidikan harus dibaca seolah-olah diawali dengan kata-
kata "Sisw a dapat..." atau "Siswa belajar...". 1

1. MENGINGAT
Jika tujuan pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampu-
an untuk meretensi materi pelajaran sama seperti materi yang diajar-
kan, kategori proses kognitif yang tepat adalah Mengingat. Proses
mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari
memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan ini boleh jadi
Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, atau Metakognitif, atau
kombinasi dari beberapa pengetahuan ini.
Untuk m engases pem belajaran siswa dalam kategori proses
kognitif yang paling sederhana ini, guru memberikan pertanyaan

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 99


Tabel 5.1. Dimensi Proses Kognitif

K a te g o ri d a n N a m a -n a m a L a in D e fin is i d a n C o n to h
P ro s e s
K o g n itif

1. M E N G IN G A T — M e n g a m b il p e n g e ta h u a n d ari m e m o ri ja n g k a p an ja n g .

1.1. M e ng en ali M e n g id e n tifika s i M e n e m p a tk a n p e n g e ta h u a n d a la m m e m o ri


ja n g k a p a n ja n g y a n g s e s u a i d e n g a n p e n g e ­
ta h u a n te rse b u t (M is a ln y a , m e n g e n a li ta n g g a l
te rja d in y a p e ris tiw a -p e ris tiw a p e n tin g d a la m
se ja ra h Ind on esia )

1.2. M e n g in g a t M e n g a m b il M e n g a m b il p e n g e ta h u a n y a n g re le v a n d a ri
kem b ali m e m ori ja n g k a p a n ja n g (M isa ln ya , m e n g in g a t
k e m b a li ta n g g a l p e ris tiw a -p e ris tiw a p e n tin g
dala m se ja ra h In d o n e sia )

2. M E M A H A M I — M e n g K o n stru k s i m a kn a d ari m a te ri p e m b e la ja ra n , te rm a s u k a p a yan g


d iu c a p k a n , ditu lis, dan d ig a m b a r oleh guru.

2.1. M ena fsirka n M e n g kla rifik a s i, M e n g u b a h sa tu b e n tu k g a m b a ra n (m is a ln y a ,


M em parafrasakan, a n g k a ) ja d i b e n tu k la in (m is a ln y a , k a ta -k a ta )
M e re p re s e n ta s i, (M is a ln y a , m e m p a r a fr a s a k a n u c a p a n d a n
M e n e rje m a h k a n d o ku m e n p e n tin g )

2.2. M e n c o n to h - M e n g ilu s tra sik a n , M ene m uka n contoh atau ilustrasi tentang konsep
kan M e m b e ri con toh atau p rin sip (M isa ln ya , m e m b e ri c o n to h te n ta n g
a lira n -a lira n seni lukis)

2 .3 . M e n g k la s i- M e n g a te g o rik a n , M e ne ntu ka n sesu atu dala m satu kate go ri (M isa l­


fika sika n M e n g e lo m p o k ka n nya, m e n g kla s ifik a sik a n k e la in a n -ke la in a n m e n ­
tal yan g tela h dite liti atau d ije la ska n )

2 .4. M e ra ng ku m M e n g a b s tra k s i, M e n g a b s tra k s ika n te m a u m u m atau poin (-poin)


M e n g g e n e ra lisa s i p o k o k . (M is a ln y a , m e n u lis rin g k a s a n p e n d e k
te n ta n g p e ris tiw a -p e ris tiw a ya n g d ita ya n g ka n di
tele visi)

2.5. M e n y im p u l- M e n ya rika n , M e m b u a t ke sim p u la n ya n g log is d ari info rm a si


kan M e ng e kstra p o la si, yan g d ite rim a (M isa ln ya , d a la m b e la ja r b ahasa
M e n g in te rp o la si, a sing, m e n yim p u lka n tata b a h a sa b erd a sa rka n
M e m p re d iksi co n to h -c o n to h n y a )

100 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesnien


K a te g o ri d a n N a m a -n a m a L a in D e fin is i d a n C o n to h
P ro s e s
K o g n itif

2 .6 . M e m b a n - M e n g o n tra s k a n , M e n e n tu k a n h u b u n g a n a n ta ra d u a ide, dua


d in g ka n M e m e ta ka n , o b je k , d a n s e m a c a m n y a (M is a ln y a , m e m -
M e n c o c o kk a n b a n d in g k a n p e ris tiw a -p e ris tiw a seja ra h dengan
k e a d a a n se k a ra n g )

2 .7 . M e n je la s - M e m b u a t m o de l M e m b u a t m o d e l s e b a b -a k ib a t d a la m sebuah
kan s is te m (M is a ln y a , m e n je la s k a n s e b a b -s e b a b
terjad inya peristiw a -p eristiw a p enting pada abad
ke -1 8 di In d o n e sia )

3. M E N G A P L IK A S IK A N — M e n e ra p k a n a ta u m e n g g u n a k a n su a tu p ro s e d u r d a la m ke-
a da a n terte n tu .

3.1. M e n g e k s e - M e la k s a n a k a n M e n e ra p k a n sua tu p ro s e d u r p ad a tu g a s yang


kusi fa m ilie r (M is a ln y a , m e m b a g i s a tu b ila n g a n
d e n g a n b ila n g a n lain, ked u a b ila n g a n ini terdiri
d a ri b e b e ra p a d ig it)
3.2. M e n g im p le - M e n g g u n a ka n M e n e ra p k a n sua tu p ro s e d u r p ad a tu g a s yang
m e ntasika n tid a k fa m ilie r (M is a ln y a , m e n g g u n a k a n hukum
N e w to n ked u a p ad a ko n te ks yan g te p a t.)

4. M E N G A N A L IS IS -M e m e c a h - m e c a h m a te ri ja d i b a g ia n -b a g ia n p e n yu s u n n y a dan
m enentuka n h u b u n g a n -h u b u n g a n a n ta rb a g ia n itu d an h ub u n g a n antara b a g ian -b ag ian
te rs e b u t d an k e s e lu ru h a n s tru k tu r a ta u tuju a n

4.1. M e m be da - M e n ye n d irika n , M e m b e d a k a n b a g ia n m a te ri p e la ja ra n y a n g
kan M e m ilah , re le v a n d ari y a n g tid a k re le va n , b a g ia n yan g
M e m fo k u s k a n , p e n tin g d ari ya n g tid a k p e n tin g (M e m b e d a ka n
M em ilih a n ta ra b ila n g a n ya n g re leva n d an b ila n ga n yang
tid a k re le va n d a la m soa l cerita m a te m a tika .)

4.2. M e ng orga - M e n e m u ka n M ene ntu ka n b ag aim a na e le m e n -e le m e n bekerja


nisasi ko h eren si, a tau b erfu ng si d a la m se b u a h s tru k tu r (M isalnya,
M e m a d u ka n , m e n yu su n b u kti-b u kti d a la m c e rita se ja ra h ja d i
M em buat b u k ti-b u k ti y a n g m e n d u k u n g d a n m e n e n ta n g
g a ris besar, su a tu p e n je la sa n h isto ris.)
M e n d e skrip sika n
p era n ,
M e n s tru ktu rk a n

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 101


K a te g o ri d a n N a m a -n a m a L a in D e fin is i d a n C o n to h
P ro s e s
K o g n itif

4 .3 . M e n g a tri- M e n d e k o n s tru k s i M e n e n tu ka n s u d u t p a n d a n g , bias, n ila i, atau


busikan m a ks u d di b a lik m a te d p e la ja ra n (M is a ln y a ,
m e n u n ju kka n su d u t p an da ng p en ulis sua tu esai
se su a i d e n g a n p a n d a n g a n p o litik si p en ulis)

5. M E N G E V A L U A S I — M e n g a m b il ke p u tu sa n b e rd a sa rk a n kriteria d a n /a ta u standar.

5.1. M e m eriksa M e n g o o rd in a si M e ne m uka n inko nsiste n si atau kesa la h an dalam


M e nd ete ksi, sua tu p ro s e s atau p rod u k; m e n e n tu ka n a p a ka h
M e m on itor, sua tu p ro se s atau p ro d u k m e m iliki kon sisten si
M e ng uji inte rn a l; m e n e m u ka n e fe k tiv ita s sua tu p ro s e d u r
yan g sed an g d ip ra ktikka n (M isa lnya, m e m eriksa
a p a ka h k e s im p u la n -k e s im p u la n s e o ra n g ilm u-
w an s e su a i d e n g a n d ata-da ta a m atan atau tidak)

5.2. M e n g kritik M enilai M e n e m u ka n in k o n s is te n si a n ta ra su a tu p rod u k


dan kriteria e ksterna l; m e n e n tu ka n a p a ka h suatu
p rod u k m e m iliki k o n siste n si e kste rn a l; m e n e m u ­
kan k e te p a ta n su a tu p ro s e d u r u n tu k m e n ye le -
s a ik a n m a s a la h (M is a ln y a , m e n e n tu k a n satu
m e to d e te rb a ik d ari d ua m e to d e u n tu k m e nye-
lesa ika n sua tu qnasalah)

6. M E N C IP T A — M e m a d u ka n b a g ia n -b a g ia n u n tu k m e m b e n tu k s e su a tu yan g baru dan


koh eren a tau untu k m e m b u a t su a tu p ro d u k ya n g o risina l.

6 .1 . M e ru m u s - M e m bu at h ipotesis M e m b u a t h ip o te s is-h ip o te sis b e rd a sa rka n kri­


kan te ria (M is a ln y a , m e m b u a t h ip o te s is te n ta n g
se b a b -s e b a b te rja d in y a su a tu fe n o m e n o n )

6 .2 . M e re n c a - M e n d e sa in M e re n ca n a ka n p ro s e d u r u n tu k m e n ye le sa ika n
nakan sua tu tu g a s (M isa lnya, m e re n ca n a ka n proposal
p en e litia n te n ta n g to p ik se ja ra h te rte n tu )

6 .3 . M e m p r o - M e n g ko n stru k si M e ncipta ka n suatu p ro d u k (M isa ln ya , m e m bu at


d uksi h ab ita t u ntuk spe sie s terte n tu dem i suatu tujuan)

102 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


mengenali atau mengingat kembali dalam kondisi yang sama persis
dengan kondisi ketika siswa belajar materi yang diujikan. Guru dapat
sedikit mengubah kondisinya. Jika, misalnya, siswa belajar kata-kata
bahasa Inggris yang sepadan dengan 20 kata bahasa Indonesia, tes
mengingatnya dapat berupa perintah kepada siswa untuk mencocok-
kan kata-kata bahasa Indonesia pada kolom pertama dengan padan-
an katanya dalam bahasa Inggris pada kolom kedua (yakni mengenali)
atau m enuliskan kata bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa Indo­
nesia yang tertera pada sebuah kolom (yaitu mengingat kembali).
Pengetahuan Mengingat penting sebagai bekal untuk belajar
yang bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan ter-
sebut dipakai dalam tugas-tugas yang lebih kompleks. Misalnya,
pengetahuan tentang ejaan beberapa kata bahasa Inggris yang tepat
dibutuhkan oleh siswa untuk menulis esai. Apabila guru hanya ter-
fokus pada belajar menghafal, pengajaran dan asesmennya hanya
akan terpacak pada m engingat elemen-elemen atau bagian-bagian
dari pengetahuan, yang sering kali terlepas dari konteksnya. Akan
tetapi, manakala guru terfokus pada belajar yang berm akna, meng­
ingat pengetahuan terintegrasi dalam tugas yang lebih besar, yaitu
mengkonstruksi pengetahuan baru atau m enyelesaikan masalah
baru.

1.1. Mengenali
Proses Mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuh­
kan dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan
informasi yang baru saja diterima. Dalam mengenali, siswa mencari
di memori jangka panjang suatu informasi yang identik atau mirip
sekali dengan informasi yang baru diterima (seperti terjadi dalam
memori kerja). Jika menerima informasi baru, siswa menentukan
apakah informasi tersebut sesuai dengan pengetahuan yang telah
dipelajari sebelumnya atau tidak; siswa mencari kesesuaian di antara
keduanya. Istilah lain dari mengenali adalah mengidentifikasi.
Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam pelajaran
ilmu-ilmu sosial, tujuannya bisa berupa mengenali tanggal terjadinya

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 103


peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Tesnya adalah
"Benar atau salah: Sumpah Pemuda berlangsung pada 28 Oktober
1928". Dalam pelajaran sastra, tujuannya bisa berupa m engenali
sastrawan-sastrawan Indonesia. Tugas asesmennya berupa tes men-
jodohkan -yang berisi sepuluh nama pengarang dan lebih dari se-
puluh judul novel. Dalam pelajaran m atem atika, tujuannya bisa
berupa mengenali jumlah sisi bangun-bangun datar sederhana. Tugas
asesmennya berupa tes pilihan ganda; misalnya: "Berapa jum lah sisi
persegi? (a) tiga, (b) empat, (c) lima, (d) enarn."
Format asesmen. Seperti telah dijelaskan pada paragraf se-
belum nya, tiga macam tugas asesmen pokoknya adalah verifikasi,
menjodohkan, dan pilihan paksaan. Dalam tugas verifikasi, siswa
diberi suatu informasi dan harus memilih apakah pernyataannya
benar atau salah. Format benar-salah paling lazim dipakai. Dalam
tugas menjodohkan, disajikan dua daftar nama pengarang dan judul
novel, dan siswa harus memilih setiap nama pengarang yang sesuai
dengan judul novel. Dalam tugas pilihan paksaan, siswa diberi soal
dengan beberapa pilihan jawaban dan diharuskan memilih jawaban
yang tepat atau "paling tepat". Pilihan ganda merupakan format
yang paling jamak.

1.2. Mengingat kembali


Proses mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang
dibutuhkan dari memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki
dem ikian. Soalnya sering berupa pertanyaan. Dalam mengingat
kembali, siswa m encari inform asi di m em ori jangka panjang dan
membawa informasi tersebut ke memori kerja untuk diproses. Istilah
lain untuk mengingat kembali adalah mengambil.
Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam proses
mengingat kembali, siswa mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya ketika diberi soal. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosjal,
tujuannya bisa berupa m engingat kembali barang-barang ekspor
utama dari negara-negara Asia. Tesnya adalah "A pa barang ekspor
utama dari Indonesia?". Dalam pelajaran sastra, tujuannya bisa

104 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


berupa m engingat kembali penyair-penyair yang menulis beragam
puisi. Pertanyaan tesnya adalah "Siapakah pengarang puisi yang
berjudul Aku?". Dalam peJajaran matematika, tujuannya bisa berupa
m engingat kem bali operasi perkalian bilangan. Tesnya adalah
"Berapakah jumlah dari 7 x 8 (atau 8 x 7)?".
Form at asesm ennya. Tugas-tugas asesm en untuk mengingat
kembali dapat berbeda-beda dalam hal kuantitas dan kualitas pe-
tunjuk yang diberikan kepada siswa. Jika siswa tidak diberi petunjuk
atau informasi yang terkait, artinya petunjuknya lemah (misalnya
"A pakah m eter itu?"). Jika siswa diberi beberapa petunjuk, berarti
petunjuknya kuat (misalnya "D alam sistem pengukuran, meter
adalah u k u ran ______________
Tugas-tugas asesmen untuk mengingat kembali juga berbeda-beda
dalam hal jum lah informasi yang harus diingat, atau sejauh mana
butir-butir tes ditempatkan dalam konteks yang bermakna dan lebih
luas. Jika jumlah informasi yang harus diingat sedikit, tugas asesmen­
nya berupa sebuah peristiwa tunggal yang terpisah, sebagaimana
dalam contoh-contoh di atas. Jika jumlah informasi yang mesti diingat
banyak, tugasnya berupa pernyataan atau pertanyaan yang me-
nyertakan konteks masalah yang lebih besar; misalnya soal cerita
yang meminta siswa untuk mengingat kembali rumus luas lingkaran.2

2. Memahami
Seperti telah disinggung sebelumnya, jika tujuan utama pem-
belajarannya adalah m enum buhkan kemampuan retensi, fokusnya
ialah Mengingat. Akan tetapi, bila tujuan pembelajarannya adalah
menumbuhkan kem ampuan transfer, fokusnya ialah lima proses
kognitif lainnya, Memahami sampai Mencipta. Dari kelimanya, proses
kognitif yang berpijak pada kemampuan transfer dan ditekankan di
sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi ialah Memahami.
Sisw a dikatakan Memahami bila m ereka dapat m engkonstruksi
makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yangbersifat lisan, tulis-
an ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau
layar komputer. Contoh-contoh pesan pem belajaran adalah demon-

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 105


strasi fisika di kelas, bentuk-bentuk permukaan tanah yang dilihat
selam akaryaw isata, simulasi pembuatan karya seni dengan kompu-
ter di museum seni, dan komposisi musik yang dim ainkan oleh
orkestra, juga tulisan, gambar, simbol di kertas.
Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan
"baru" dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan
yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-
kerangka kognitif yang telah ada. Lantarah konsep-konsep di otak
seum pam a blok-blok bangunan yang di dalamnya berisi skema-
skema dan kerangka-kerangka kognitif, Pengetahuan Konseptual men-
jadi dasar untuk memahami. Proses-proses kognitif dalam kategori
Memahami m eliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasi-
kan, m erangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelas-
kan.

2.1. Menafsirkan
Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari
satu bentuk ke bentuk lain. Menafsirkan berupa pengubahan kata-
kata jadi kata-kata lain (misalnya, memparafrasakan), gambar dari
kata-kata, kata-kata jadi gambar, angka jadi kata-kata, kata-kata jadi
angka, not balok jadi suara musik, dan semacamnya. Nama-nama
lainnya adalah m enerjemahkan, memparafrasakan, menggambar-
kan, dan mengklarifikasi.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam Menafsir­
kan, ketika diberi informasi dalam bentuk tertentu, siswa dapat meng-
ubahnya jadi bentuk lain. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial, misal­
nya, tujuannya adalah belajar memparafrasakan pidato-pidato dan
dokum en-dokum en penting dalam sejarah Perang Kemerdekaan
Indonesia. Tugas asesm ennya m em inta siswa m em parafrasakan
sebuah pidato terkenal, m isalnya pidato Soekarno dalam rapat
BPUPKI. Dalam pelajaran sains, tujuannya adalah belajar meng-
gambar berbagai fenomena alam di kertas. Asesmennya ialah me­
m inta siswa m enggam bar diagram -diagram yang m enjelaskan
fotosintesis. Dalam pelajaran matematika, contoh tujuannya adalah

106 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


belajar mengubah nama-nama bilangan dalam kata-kata jadi per-
samaan-persamaan matematika dalam lambang-lambang bilangan.
Asesmennya ialah meminta siswa menuliskan sebuah persamaan
matematika (dengan menggunakan L untuk jumlah siswa lelaki dan
P untuk jumlah siswa perempuan) dari kalimat berikut: "D i kelas,
jumlah siswa lelaki dua kali lipat daripada jumlah siswa perempuan".
Format asesmennya. Form at tes yang tepat adalah jawaban
singkat (siswa mencari jawaban) dan pilihan ganda (siswa memilih
jawaban). Informasinya disampaikan dalam satu bentuk, dan siswa
diminta untuk menyusun atau memilih informasi yang sama dalam
bentuk yang berbeda. Contoh asesmen jawaban singkat: "Tulislah
persamaan matematika dari pernyataan berikut dengan m engguna­
kan T untuk total biaya dan K untuk jum lah kilogram. Total biaya
pengiriman paket adalah Rp 20.000,00 untuk satu kilogram pertama
dan Rp 15.000,00 untuk setiap satu kilogram berikutnya." Contoh
asesmen pilihan ganda: "M anakah persamaan yang sesuai dengan
pernyataan berikut, dengan T untuk total biaya dan K untuk jumlah
kilogram? Total biaya pengiriman paket adalah Rp 20.000,00 untuk
satu kilogram pertama dan Rp 15.000,00 untuk setiap satu kilogram
berikutnya. (a) T = Rp 35.000 + P, (b) T= Rp 20.000 + Rp 15.000 (P), (c)
T= Rp 20.000 + Rp 15.000 (P-1)."
Guna memastikan bahwa yang diases adalah kemampuan untuk'
menafsirkan, bukan untuk mengingat, informasi dalam tugas asesmen­
nya harus baru. "B aru " di sini berarti bahwa siswa belum pernah
menjumpainya dalam aktivitas pembelajaran. Jika informasinya tidak
baru, kita tidak dapat memastikan apakah yang diases kemampuan
untuk menafsirkan atau mengingat. Jika tugas asesm ennya serupa
dengan tugas atau contoh yang diberikan selama pem belajaran, kita
mungkin m alah m engases kem am puan untuk mengingat, bukan
untuk menafsirkan.
Syarat bahwa informasi dalam tugas asesmennya mesti baru
juga berlaku untuk menguji kem ampuan-kem ampuan dalam kate-
gori-kategori proses dan proses-proses kognitif di luar Mengingat.
Untuk mengases proses-proses kognitif yang tinggi, tugas asesmen-

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 107


nya harus dapat menjamin bahwa siswa tidak akan bisa menjawab
secara tepat hanya dengan mengandalkan ingatan.

2.2. Mencontohkan
Proses kognitif mencontohkan terjadi manakala siswa memberi-
kan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Mencontohkan me-
libatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip
umum (misalnya, segitiga sarria kaki harus mempunyai dua sisi yang
sama panjang) dan m enggunakan ciri-ciri ini untuk memilih atau
membuat contoh (misalnya, siswa dapat memilih segitiga sama kaki
dari tiga segitiga yang ditunjukkan). Nama-nama lain untuk men­
contohkan adalah m engilustrasikan dan m emberi contoh.
C ontoh tu ju an pend idikan dan asesm ennya. Dalam proses
kognitif mencontohkan, siswa diberi sebuah konsep atau prinsip dan
mereka harus memilih atau membuat contohnya yang belum pernah
mereka jum pai dalam pembelajaran. Dalam pelajaran sejarah seni,
tujuannya adalah belajar memberikan contoh tentang berbagai gaya
lukisan. Tugas asesm ennya ialah m em inta siswa untuk m em ilih
sebuah lukisan yang bergaya impresionis dari empat lukisan yang
disajikan. Dalam pelajaran sains, contoh tujuannya adalah dapat
m emberikan contoh tentang berbagai jehis senyawa kimia. Tugas
asesm ennya ialah m em inta siswa m enunjukkan sebuah senyawa
anorganik di tempat karyawisata dan menjelaskan mengapa senyawa
itu termasuk anorganik (misalnya, menyebutkan ciri-ciri pokoknya).
Dalam pelajaran sastra, tujuannya adalah belajar memberikan contoh
pelbagai genre dram a. Tugas asesm ennya ialah m em beri siswa
potongan-potongan dari empat drama (hanya satu yang merupakan
drama komedi romantis) dan meminta siswa menyebutkan nama
genre yang m erupakan drama komedi romantis.
Format asesm ennya. Tugas mencontohkan dapat berupa jawaban
singkat — siswa harus membuat contoh— atau pilihan ganda — siswa
harus memilih jawaban dari pilihan-pilihan yang disodorkan. Contoh
format asesmen jaw aban singkat untuk pelajaran sains: "Tunjukkan
sebuah senyawa anorganik dan jelaskan mengapa senyawa itu ter-

108 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


masuk anorganik". Contoh pilihan gandanya: "Manakah senyawa
anorganik dari senyawa-senyawa berikut ini? (a) besi, (b) protein,
(c) darah, (d) pupuk kom pos".

2.3. Mengklasifikasikan
Proses kognitif mengklasifikasikan terjadi ketika siswa mengetahui
bahwa sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori
tertentu (misalnya, konsep atau prinsip). Mengklasifikasikan melibat-
kan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang "sesuai" dengan
contoh dan konsep atau prinsip tersebut. Mengklasifikasikan adalah
proses kognitif yang melengkapi proses mencontolikan. Jika mencontoh-
kan dimulai dengan konsep atau prinsip umum dan mengharuskan
siswa menemukan contoh tertentu, mengklasifikasikan dimulai dengan
contoh tertentu dan mengharuskan siswa m enemukan konsep atau
prinsip umum. Nama-nama lain dari mengklasifikasikan adalah me-
ngategorikan dan mengelompokkan.
Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam pelajaran
ilmu-ilmu sosial, contoh tujuannya adalah belajar mengklasifikasikan
kasus-kasus kelainan mental yang diamati atau digambarkan. Tugas
asesmennya meminta siswa m elihat video yang menayangkan peri-
laku seseorang yang sakit jiwa dan kemudian menyebutkan kelainan
mentalnya. Dalam pelajaran sains, tujuannya adalah belajar mengate-
gorikan spesies-spesies berbagai hew an prasejarah. Tugas asesmen­
nya adalah memberi siswa beberapa gambar binatang prasejarah dan
meminta m ereka m engelom pokkan binatang-binatang tersebut
dengan binatang-binatang lain dari spesies yang sama. Dalam pel­
ajaran matematika, tujuannya ialah belajar menentukan kategori-
kategori bilangan dari angka-angka. Tugas asesmennya adalah mem­
beri siswa angka-angka dan kemudian meminta siswa melingkari
seluruh angka yang memiliki kategori sama.
Format asesmen. Dalam tes jawaban singkat, siswa diberi suatu
contoh dan diharuskan membuat konsep atau prinsip yang sesuai
dengan contoh itu. Dalam tes pilihan ganda, siswa diberi suatu
contoh dan kemudian diharuskan memilih konsep atau prinsipnya

Bab S : Dimensi Proses Kognitif 109


dari pilihan-pilihan konsep atau prinsip. Dalam tes pilihan, siswa
diberi sejumlah contoh dan diharuskan menentukan manakah yang
termasuk dalam suatu kategori dan manakah yang tidak, atau di­
haruskan menempatkan satu contoh ke dalam salah satu daribanyak
kategori.

2.4- Merangkum
Proses kognitif merangkum terjadi ketika siswa mengemukakan
satu kalimat yang merepresentasikan informasi yang diterima atau
mengabstraksikan sebuah tema. Merangkum melibatkan proses mem-
buat ringkasan informasi, misalnya makna suatu adegan drama, dan
proses mengabstraksikan ringkasannya, misalnya menentukan tema
atau poin-poin pokoknya. Nama-nama lain untuk merangkum adalah
menggeneralisasi dan mengabstraksi.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam merang­
kum, ketika siswa diberi informasi, mereka membuat rangkuman atau
m engabstraksikan sebuah tema. Contoh tujuan dalam pelajaran
sejarah adalah belajar menulis rangkuman pendek dari peristiwa-
peristiwa yang ditunjukkan dengan gambar-gambar. Tugas asesmen­
nya meminta siswa melihat film ten tang penjajahan Belanda dan
kemudian menulis rangkuman pendek. Corttoh tujuan dalam pelajar­
an sains ialah belajar merangkum sumbangan-sumbangan penting
dari para ilm uw an ternam a setelah m em baca beberapa tulisan
mereka. Tugas asesmennya meminta siswa untuk membaca tulisan-
tulisan tentang Albert Einstein dan kemudian merangkum poin-
poinnya. Dalam pelajaran komputer, tujuannya adalah belajar me­
rangkum tujuan-tujuan dari berbagai petunjuk pemakaian program
kom puter. Tugas asesm ennya berupa paparan suatu program
komputer dan kemudian meminta siswa menulis sebuah kalimat
yang m endeskripsikan subtujuan yang dicapai oleh setiap bagian
program.
Format asesm ennya. Tugas asesmennya bisa berupa tes jawaban
singkat atau pilihan ganda, yang berkenaan dengan penentuan tema
atau pembuatan rangkuman. Secara umum, tema lebih abstrak ke-

110 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


timbang rangkuman. Misalnya, dalam tes jawaban singkat, siswa
diminta membaca sebuah paragraf tanpa judul tentang Kota Yogya-
karta dan kemudian menulis judul yang tepat. Dalam tes pilihan
ganda, sisw a dim inta m em baca sebuah p aragraf tentang Kota
Yogyakarta dan kemudian memilih judul yang paling tepat dari
empat pilihan judul atau mengurutkan judul-judulnya dari yang
"paling tepat" sampai yang "tidak tepat".

2.5. Menyimpulkan
Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan
pola dalam sejumlah contoh. Menyimpulkan terjadi ketika siswa dapat
mengabstraksikan sebuah konsep atau prinsip yang m enerangkan
contoh-contoh tersebut dengan mencermati ciri-ciri setiap contohnya
dan, yang terpenting, dengan menarik hubungan di antara ciri-ciri
tersebut. Misalnya, ketika siswa diberi angka-angka 1, 2, 3, 5, 8, 13,
21, mereka mem erhatikan nilai num erik setiap digit, bukan ciri-
cirinya yang tak relevan seperti bentuk setiap digit atau apakah setiap
digitnya ganjil atau genap. Mereka dapat membedakan pola dalam
susunan angka tersebut (yakni setelah dua angka pertama, setiap
angkanya merupakan jumlah dari dua angka sebelumnya).
Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif membanding-
kan seluruh contohnya. Misalnya, untuk m enentukan angka berapa
pada urutan selanjutnya, siswa harus m engidentifikasi polanya.
Proses kognitif lain yang terkait adalah menggunakan pola itu untuk
menciptakan contoh baru (yakni angka pada urutan selanjutnya
adalah 34, jumlah dari 13 dan 21). Inilah contoh mengeksekusi, yang
merupakan proses kognitif dalam kategori Mengaplikasikan. Me­
nyimpulkan dan mengeksekusi sering dipakai secara bersamaan dalam
tugas-tugas kognitif.
Menyimpulkan berbeda dengan mengatribusikan (proses kognitif
yang terdapat dalam kategori Menganalisis). Sebagaimana nanti akan
kita bicarakan di bagian berikutnya pada bab ini, mengatribusikan
hanya berpusat pada sisi pragmatisnya, yaitu m enentukan sudut
pandang atau tujuan pengarang, sedangkan menyimpulkan berpusat

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif H I


pada penarikan pola informasi yang disuguhkan. Cara lain untuk
membedakan antara kedua proses ini adalahbahw a mengatribusikan
dapat diterapkan secara luas dalam situasi yang di dalamnya siswa
harus "m em baca antarbaris", terutama ketika mereka berusaha me-
nentukan sudut pandang pengarang. Sementara itu, menyimpulkan
terjadi dalam konteks yang memberikan harapan akan apa yang di-
simpulkan. Nama-nama lain dari menyimpulkan adalah mengekstra-
polasi, menginterpolasi, memprediksi, dan menyimpulkan.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam m enyim ­
pulkan, ketika siswa diberi sejumlah contoh, mereka menemukan
konsep atau prinsip yang m enerangkan contoh-contoh tersebut.
M isalnya, dalam belajar bahasa Spanyol, tujuannya adalah me­
nyimpulkan prinsip-prinsip gramatikal dari contoh-contoh itu. Tugas
asesmennya adalah siswa diberi dua artikel kata benda "la casa, el
muchacho, la senorita, el pero" dan kemudian diminta mengemuka-
kan prinsip kapan harus menggunakan "la " dan kapan harus meng-
gunakan "e l". Dalam pelajaran matematika, tujuannya ialah belajar
m enyim pulkan hubungan antarangka dalam bentuk persamaan
matematika. Tugas asesmennya meminta siswa untuk menentukan
persamaan .v dan y jika x = 1 dan y = 0; jika x = 2 dan y = 3; x = 3 dan
y = 8.
Format asesm ennya. Tiga tes asesmen menyimpulkan (kerap kali
berbarengan dengan mengimplementasikan) yang banyak dipakai
adalah tes melengkapi, tes analogi, dan tes pengecualian. Dalam tes
m elengkapi, siswa diharuskan m enentukan urutan berikutnya,
seperti pada contoh tes susunan angka di atas. Dalam tes analogi,
siswa diberi analogi A dengan B seperti C dengan D, seperti "negara"
dengan "presiden" seperti "provinsi" d engan...................Siswa harus
mencari atau memilih istilah yang tepat untuk m engisi titik-titik
tersebut dan melengkapi analoginya (misalnya, "gubernur"). Dalam
tes pengecualian, siswa diberi tiga atau lebih butir pernyataan dan
diharuskan menentukan pernyataan yang berbeda. Misalnya, siswa
diberi tiga soal fisika, dua di antaranya berkenaan dengan satu
prinsip dan satunya berkenaan dengan prinsip yang berbeda. Untuk
memfokuskan asesmen hanya pada proses kognitif menyimpulkan,

112 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


soalnya menyatakan konsepatau prinsip dasar yang siswa gunakan
untuk mencari atau memilih jaw aban yang benar.

2.6. Membandingkan
Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi
persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa,
ide, masalah, atau situasi, seperti m enentukan bagaimana suatu
peristiwa terkenal (misalnya, skandal politik terbaru) menyerupai
peristiwa yang kurang terkenal (misalnya, skandal politik terdahulu).
Membandingkan meliputi pencarian korespondensi satu-satu antara
elemen-elemen dan pola-pola pada satu objek, peristiwa, atau ide
dan elemen-elemen dan pola-pola pada satu objek, peristiwa, atau
ide lain. Jika digunakan bersam a menyimpulkan (misalnya, pertama,
mengabstraksikan suatu kaidah dari situasi yang familier) dan meng-
implementasikan (misalnya, kedua, menerapkan kaidah tersebut pada
situasi yang kurang famHier), membandingkan dapat mendukung
penalaran dengan analogi. Nama-nama lainnya adalah mengontras-
kan, memetakan, mencocokkan.
C ontoh tu ju an p en d id ikan dan asesm enn ya. Dalam mem­
bandingkan, ketika siswa diberi informasi baru, mereka mendeteksi
keterkaitannya dengan pengetahuan yang sudah familier. Misalnya,
dalam pelajaran ilm u-ilm u sosial, tujuannya adalah m em aham i
perishwa-peristiwa sejarah dengan membandingkan antara peris-
tiwa-peristiwa tersebut dan kondisi sekarang. Pertanyaan asesmen­
nya adalah "Bagaim anakah Perang Kem erdekaan Indonesia di-
bandingkan dengan pertengkaran keluarga atau perseteruan antar-
teman?" Dalam pelajaran sains, contoh tujuannya ialah belajar mem­
bandingkan aliran listrik dengan sistem yang lebih familier. Contoh
pertanyaan asesmennya adalah "Bagaimana aliran listrik dibanding-
kan dengan aliran air dalam pipa?"
Membandingkan juga melibatkan proses menentukan keterkaitan
antara dua atau lebih objek, peristiwa, atau ide yang disuguhkan.
Dalam pelajaran matematika, contoh tujuannya adalah belajar mem­
bandingkan soal-soal kalim at m atem atika yang serupa. Tugas

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 113


asesm ennya ialah m em inta siswa m em bandingkan soal kalim at a
matematika dengan masalah pekerjaan. 1
Form at asesm ennya. Teknik utama untuk m engases proses i
kognitif membandingkan adalah pemetaan. Dalam memetakan, siswa <
harus menunjukkan bagaimana setiap bagian dari sebuah objek, ide,
masalah, atau situasi berkaitan dengan setiap bagian dari sebuah
objek, ide, masalah, atau situasi lain. Siswa memetakan dua objek,
ide, atau masalah. Misalnya, siswa diminta untuk menjelaskan secara
m endetail perbandingan antara batu baterai, kabel, dan resistor
dalam rangkaian listrik di satu sisi dan pompa air, pipa, dan susunan
pipanya dalam rangkaian aliran air di sisi lain.

2.7. Menjelaskan
Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat
m em buat dan m enggunakan m odel sebab-akibat dalam sebuah
sistem. Model ini dapat diturunkan dari teori (sebagaimana sering
kali terjadi dalam sains) atau didasarkan pada hasil penelitian atau
pengalaman (sebagaimana kerap kali terjadi dalam ilmu sosial dan
humaniora). Penjelasan yang lengkap melibatkan proses membuat j
model sebab-akibat, yang mencakup setiap bagian pokok dari suatu j.
sistem atau setiap peristiwa pen ting dalarh rangkaian peristiwa, dan
proses menggunakan model ini untuk menentukan bagaimana per- t
ubahan pada satu bagian dalam sistem tadi atau sebuah "peristiw a" r
dalam rangkaian peristiwa tersebut m emengaruhi perubahan pada ^
bagian lain. Nama lain dari menjelaskan adalah membuat model. j.

Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam menjelas- j


kan, ketika siswa diberi gambaran tentang sebuah sistem, mereka
menciptakan dan menggunakan model sebab-akibatnya. Misalnya, s
dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial, contoh tujuannya adalah menjelas- t
kan penyebab-penyebab dari peristiwa-peristiwa sejarah abad ke-19. c
Tugas asesmennya meminta siswa membaca dan mendiskusikan se- s
penggal sejarah Perang Kem erdekaan Indonesia, serta m em buat r
rangkaian peristiwa sebab-akibat yang menjelaskan mengapa terjadi c
Perang Kem erdekaan. Dalam pelajaran sains, contoh tujuannya

114 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


adalah menjelaskan bagaimana cara kerja hukum-hukum fisika dasar.
Tugas asesmennya meminta siswa yang telah belajar hukum Ohm
untuk menjelaskan apa yang terjadi pada jumlah arus listrik ketika
ditambahkan sebuah baterai pada rangkaian listrik, atau meminta
siswa yang telah melihat video tentang halilintar untuk menjelaskan
bagaimana perbedaan suhu dapat m enim bulkan halilintar.
Form at asesm en n ya. Tugas-tugas penalaran, penyelesaian
masalah, desain ulang, dan prediksi bisa digunakan untuk mengases
kemampuan siswa dalam menjelaskan. Dalam tugas penalaran, siswa
diminta menjelaskan alasan terjadinya suatu peristiwa. Misalnya,
"Mengapa udara dari ban sepeda masuk ke dalam pom pa ketika
Anda berhenti m em om panya?" Jawabannya: "Udaranya tertekan
karena tekan udara di dalam pompa lebih kecil daripada di dalam
ban" melibatkan proses menemukan prinsip kerja yang menerangkan
peristiwa tersebut.
Dalam tugas penyelesaian masalah, siswa diminta mendiag-
nosis apa yang salah dalam sistem multifungsi. Misalnya, "Anda
memompa ban sepeda, tetapi tiada udara yang masuk ke dalam ban.
Apa yang salah?" Di sini, siswa harus mencari penjelasan atas m asa­
lah itu, misalnya "Pom panya tidak terpasang sempurna pada pentil
ban" atau "Selang udaranya bocor".
Dalam tugas desain ulang, siswa diminta m engubah sistem
untuk mencapai suatu tujuan. Misalnya, "Bagaimana cara Anda me-
ningkatkan efisiensi kerja pompa sepeda?" Untuk menjawab per-
tanyaan ini, siswa harus m em bayangkan perubahan satu atau lebih
komponen dalam sistemnya, misalnya "M em beri minyak pelumas
pada pom panya".
Dalam tugas prediksi, siswa ditanya bagaimana perubahan pada
satu bagian sistem akan m em engaruhi bagian lain pada sistem
tersebut. Misalnya, "Apa yang akan terjadi jika Anda memperbesar
diameter si Under pompa sepeda?" Pertanyaan ini mengharuskan
siswa "m engoperasikan" model pompa dalam benaknya untuk me-
ngetahui bahwa jumlah udara yang masuk ke dalam pompa dapat
ditambah dengan memperbesar diameter silindernya.

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 115


3. MENGAPLIKASIKAN
Proses kognitif Mengaplikasikan melibatkan penggunaan prose-
dur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menye-
lesaikan m asalah. Mengaplikasikan berkaitan erat dengan Pengetahuan
Prosedural. Soal latihan adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya
telah diketahui siswa, sehingga siswa menggunakannya secara rutin.
Masalah adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya belum di­
ketahui siswa, sehingga siswa harus mencari prosedur untuk menye-
lesaikan masalah tersebut. Kategori Mengaplikasikan terdiri dari dua
proses kognitif, yakni mengeksekusi — ketika tugasnya hanya soal
latihan (yang familier)— dan mengimplementasikan — ketika tugasnya
merupakan masalah (yang tidak familier).
M anakala tugasnya adalah soal latihan yang familier, siswa
umumnya sudah m engetahui Pengetahuan Prosedural yang harus di-
gunakan. Ketika siswa diberi sebuah atau sejumlah soal latihan,
mereka biasanya menggunakan prosedurnya hanya dengan sedikit
berpikir. M isalnya, siswa yang diberi soal persamaan kuadrat ke-50
cukup "m engalikan angka-angkanya dan mendapatkan hasil akhir-
nya".
A kan tetapi, apabila tugasnya adalah m asalah yang tidak
fam ilier, siswa harus m enentukan pengetahuan apa yang akan
mereka gunakan. Jika tugasnya m emerlukan Pengetahuan Prosedural
dan tidak tersedia prosedur yang tepat untuk menyelesaikan masa-
lahnya, siswa m ungkin mesti memodifikasi Pengetahuan Prosedural
itu. Berkebalikan dengan mengeksekusi, mengimplementasikan meng-
haruskan siswa m em aham i m asalahnya dan prosedur solusinya
sam pai tingkat tertentu. Dalam mengimplementasikan, memahami
pengetahuan konseptual merupakan prasyarat untuk dapat mengapli­
kasikan pengetahuan prosedural.

3.1. Mengeksekusi
Dalam mengeksekusi, siswa secara rutin menerapkan prosedur
ketika menghadapi tugas yang sudah familier (misalnya, soal latih­
an). Familiaritas tugas acap kali memberikan petunjuk yang cukup

116 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


untuk memilih prosedur yang tepat dan menggunakannya. Meng-
eksekusi lebih sering diasosiasikan dengan penggunaan keterampilan
dan algoritm e ketim bang dengan teknik dan metode (lihat pem-
bahasan tentang Pengetahuan Prosedural). Keterampilan dan algoritme
memiliki dua sifat yang sesuai dengan proses mengeksekusi. Pertama,
keterampilan dan algoritme berisikan rangkaian langkah yang jamak-
nya harus dilalui dengan urutan yang tetap. Kedua, ketika langkah-
langkah tersebut dilakukan dengan benar, hasilnya adalah jawaban
yang sudah diketahui sebelumnya. Nama lain untuk mengeksekusi
adalah melaksanakan.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam mengekse­
kusi, siswa mendapat tugas yang familier dan sudah mengetahui apa
yang harus mereka lakukan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Siswa sekadar m elaksanakan prosedur yang telah diketahui untuk
merampungkan tugasnya. Misalnya, contoh tujuan dalam pelajaran
m atem atika dasar adalah siswa belajar m em bagi sebuah angka
dengan angka lain, dan kbdua angka itu terdiri dari beberapa digit.
Perintah untuk "m em bagi" bersangkut-paut dengan algoritme pem-
bagian, yang membutuhkan Pengetahuan Prosedural. Untuk mengases
tujuan ini, siswa diberi 15 soal latihan pembagian (misalnya, 784/
15) dalam selembar kertas dan diminta untuk mencari hasil-hasilnya.
Dalam pelajaran sains, contoh tujuannya adalah belajar menghitung
nilai variabel-variabel dengan rumus-rumus ilmiah. Untuk mengases
tujuan ini, siswa diberi rumus Berat Jenis = Massa/Volume dan di-
haruskan m enjawab pertanyaan "Berapa berat jenis benda yang
massanya 18 kilogram dan volumenya 9 sentimeter kubik?"
Form at asesm ennya. Dalam mengeksekusi, siswa diberi tugas
yang familier dan dapat dikerjakan dengan prosedur yang telah di­
ketahui. Misalnya, "Carilah x dalam x2 + 2x - 3 = 0." Siswa diminta
untuk mencari sendiri jawabannya atau memilih dari pilihan jawaban
yang disediakan. Lantaran tugas ini menekankan prosedur penye-
lesaian dan jawabannya, siswa diharuskan bukan sekadar mencari
jawabannya, melainkan juga menunjukkan langkah-langkah penger-
jaannya.

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 117


3.2. Mengimplementasikan
Mengimplementasikan berlangsung saat siswa memilih dan meng-
gunakan sebuah prosedur untuk m enyelesaikan tugas yang tidak
familier. Lantaran dituntut untuk memilih, siswa harus memahami
jenis masalahnya dan alternatif-alternatif prosedur yang tersedia.
Maka, mengimplementasikan terjadi bersama kategori-kategori proses
kognitif lain, seperti Memahami dan Mencipta.
Oleh karena siswa menghadapi masalah yang tidak familier,
mereka tidak segera m engetahui m ana prosedur (dari alternatif-
alternatif yang ada) yang mesti dipakai. Perlu diingat bahwa tidak
ada prosedur tunggal yang "sem purna" untuk menyelesaikan masa­
lah; barangkali prosedurnya perlu dimodifikasi. Mengimplementasikan
lebih sering diasosiasikan dengan penggunaan teknik dan metode
ketimbang keterampilan dan algoritme (lihat pembahasan perihal
Pengetahuan Prosedural di bab terdahulu). Teknik dan metode me-
miliki dua sifat yang sesuai sangat dengan proses mengimplemen­
tasikan. Pertama, prosedur lebih menyerupai "kartu catatan kegiatan"
daripada urutan yang tetap; prosedur mengandung "poin-poin ke-
putusan" (misalnya, setelah melewati Langkah 3, apakah saya harus
melakukan Langkah 4A atau 4B?). Kcdna, acap kali tiada jawaban
tunggal yang tetap ketika prosedurnya diterapkan dengan tepat.
Prinsip tiada jawaban tunggal berlaku terutama pada tujuan-
tujuan pendidikan yang mengharuskan siswa mengaplikasikan penge­
tahuan konseptual, seperti teori, model, dan struktur (subjenis Cc),
tanpa contoh prosedur yang pernah dipakai. Coba perhatikan tujuan
berikut: "Sisw a dapat m engaplikasikan sebuah teori psikologi sosial
tentang p erilak u m assa u ntuk m en gen d alikan m a ssa ". Teori
psikologi sosial adalah Pengetahuan Konseptual, bukan Pengetahuan
Prosedural. Ini jelas merupakan tujuan Mengaplikasikan, pasalnya tiada
prosedur yang pernah diterapkan. Lantaran teori tersebut akan secara
gamblang menstrukturkan dan mengarahkan siswa dalam mengapli­
kasikan, tujuan tersebut bukan sisi Mengaplikasikan dari Mencipta,
melainkan benar-benar Mengaplikasikan. Maka dari itu, tujuan ini
diklasifikasikan ke dalam proses kognitif mengimplementasikan.

118 Petnbelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Untuk memastikan kebenarartnya, anggaplah kategori Mengapli-
kasikan terstruktur dalam sebuah kontinum . Mengaplikasikan dimulai
dengan proses kognitif yang sempit dan sangat terstruktur, yakni
mengeksekusi, yang di dalamnya Pengetahuan Prosedural diaplikasikan
hampir secara rutin. Proses kognitif berikutnya lebih luas dan makin
tak terstruktur, yaitu mengimplementasikan, yang di dalamnya pro-
sedurnya mula-mula dipilih sesuai dengan situasi baru. Di tengah-
tengah proses Mengaplikasikan, prosedurnya dapat dim odifikasi
sebelum diimplementAsikan. Pada akhir proses mengimplementasikan,
yang di sana tiada Pengetahuan Prosedural yang perlu dimodifikasi,
prosedurnya harus dibuat dari Pengetahuan Konseptual dengan bantu-
an teori, m odel atau struktur. Syahdan, m eskipun Mengaplikasikan
sangat terkait dengan Pengetahuan Prosedural, dan keterkaitan ini
terjadi melalui sebagian besar proses kognitif dalam kategori Meng­
aplikasikan, terdapat beberapa proses mengimplementasikan yang me-
nerapkan Pengetahuan Konseptual. Nama lain dari mengimplementasi­
kan adalah menggunakan.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam pelajaran
matematika, contoh tujuannya adalah siswa belajar menyelesaikan
berbagai masalah keuangan pribadi. Tugas asesmennya ialah mem-
beri siswa sebuah masalah yang mengharuskan siswa memilih paket
pembelian mobil baru yang paling ekonomis. Dalam pelajaran sains,
contoh tujuannya adalah siswa belajar menggunakan metode pene-
litian yang paling efektif, efisien, dan kuat untuk menjawab sebuah
pertanyaan penelitian. Tugas asesmennya adalah m em beri siswa
pertanyaan penelitian dan meminta mereka m erancang penelitian
yang memenuhi kriteria-kriteria efektif, efisien, dan kuat. Perhatikan
bahwa dua tugas asesmen matematika dan sains tersebut mengharus­
kan siswa bukan hanya mengaplikasikan prosedur (yakni mengimple-
mentasikannya), m elainkan juga secara kon sep tu al m em aham i
masalah, prosedur dan keduanya.
Form at asesm ennya. Dalam mengimplementasikan, siswa diberi
masalah yang tidak familier yang harus diselesaikan. Maka, sebagian
besar format asesmennya dimulai dengan spesifikasi masalah. Siswa
diminta mencari prosedur yang dibutuhkan untuk merampungkan

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 119


masalahnya, atau diminta memilih prosedurnya (dengan memodi-
fikasinya), atau biasanya mencari sekaligus memilih prosedurnya.

4. MENGANALISIS
Menganalisis m elibatkan proses m em ecah-m ecah m ateri jadi
bagian-bagian kecil dan m enentukan bagaim ana hubungan antar-
bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kate-
gori proses Menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membeda-
kan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-tujuan pendidikan
yang diklasifikasikan dalam Menganalisis mencakup belajar untuk
m enentukan poton gan -p oton gan inform asi yang relevan atau
penting (membedakan), menentukan cara-cara untuk menata potong­
an-potongan informasi tersebut (mengorganisasikan), dan menentukan
tujuan di balik inform asi itu (mengatribusikan). Walaupun belajar
Menganalisis dapat dianggap sebagai tujuan itu sendiri, sangat ber-
alasan untuk secara edukatif memandang analisis sebagai perluasan
dari Memahami atau sebagai pem buka untuk Mengevaluasi atau
Mencipta.
M eningkatkan keterampilan siswa dalam menganalisis materi
pelajaran merupakan tujuan dalam banyak bidang studi. Guru-guru
sains, ilmu sosial, hum aniora, dan kesenian kerap kali menjadikan
"belajar m enganalisis" sebagai salah satu tujuan pokok mereka.
Mereka, misalnya, in gin mengembangkan kemampuan siswa untuk:
• membedakan fakta dari opini (atau realitas dari khayalan);
• m enghubungkan kesim pulan dengan pernyataan-pernyataan
pendukungnya;
• membedakan materi yang relevan dari yang tidak relevan;
• menghubungkan ide-ide;
• menangkap asumsi-asumsi yang tak dikatakan dalam perkataan;
• m em bed akan id e-id e pokok dari id e-id e tu run ann ya atau
menentukan tema-tema puisi atau musik;
• menentukan bukti pendukung tujuan-tujuan pengarang.

Kategori-kategori proses Memahami, Menganalisis, dan Mengeva­


luasi sating terkait dan kerap kali digunakan untuk melakukan tugas-

120 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tugas kognitif. Akan tetapi, pada saat yang sama, kita perlu mem-
bedakan dan memisahkan kategori-kategori tersebut. Orang yang
memahami m ateri pelajaran belum tentu dapat menganalisisnya
dengan baik. Demikian pula, orang yang terampil menganalisisnya
belum tentu bisa mengevaluasinya.

4.1. Membedakan
Membedakan m elibatkan proses memilah-milah bagian-bagian
yang relevan atau penting dari sebuah struktur. Membedakan terjadi
sewaktu siswa mendiskriminasikan informasi yang relevan dan tidak
relevan, yang penting dan tidak penting, dan kemudian memerhati-
kan inform asi yang relevan atau penting. Membedakan berbeda
dengan proses-proses kognitif dalam kategori Memahami, karena
membedakan melibatkan proses mengorganisasi secara struktural dan,
terutama, m enentukan bagaim ana bagian-bagian sesuai dengan
struktur keseluruhannya.-Secara lebih khusus, membedakan berbeda
dengan membandingkan dalam hal penggunaan konteks yang lebih
luas untuk m enentukan mana informasi yang relavan atau penting
dan mana yang tidak. Misalnya, dalam m em bedakan apel dan jeruk
dalam konteks buah-buahan, bijinya relevan, tetapi w arna dan
bentuknya tidak relevan. Dalam membandingkan, biji, warna dan
bentuknya m erupakan inform asi yang relevan. Nam a-nama lain
untuk membedakan adalah menyendirikan, memilah, memfokuskan,
dan memilih.
Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam pelajaran
ilmu-ilmu sosial, contoh tujuannya adalah belajar menentukan poin-
poin pokok dalam laporan penelitian. Tugas asesmennya meminta
siswa m enggarisbaw ahi poin-poin pokok dalam sebuah laporan
penelitian arkeologi Kota Mojokuto kuno (misalnya, kapan kota ini
berdiri dan kapan berakhir, penduduknya selam a kota ini ada,
wilayah geografisnya, bangunan-bangunan fisik di kota ini, kondisi
ekonomi dan budayanya, organisasi sosialnya, mengapa kota ini di-
bangun dan mengapa kemudian hancur).

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 121


Pada pelajaran sains, tujuannya ialah m enentukan tahap-tahap
pokok dalam sebuah tulisan ten tang cara kerja sesuatu. Tugas
asesmennya meminta siswa membaca satu bab buku yang meng-
gambarkan proses terjadinya petir dan kemudian meminta mereka
memerinci proses tersebut jadi tahap-tahap pokok (termasuk uap
air yang naik dan mem bentuk awan, pembentukan udara yang ber-
gerak ke atas dan ke bawah di dalam awan, pemisahan muatan listrik
di dalam awan, gerakan "tangga berundak" turun dari awan ke
tanah, dan terciptanya sambaran balik dari tanah ke awan).
Dalam pelajaran matematika, tujuannya adalah membedakan
antara angka-angka yang relevan dan yang tidak relevan dalam kali-
m at m atem atika. Tugas asesm ennya m em inta siswa m elingkari
angka-angka yang relevan dan menyilang angka-angka yang tidak
relevan dalam kalimat matematika.
Format asesm ennya. Kemampuan untuk Membedakan dapat di-
ases dengan soal-soal jaw aban singkat atau pilihan. Dalam soal
jaw aban singkat, sisw a diberi sebuah kalim at m atem atika dan
dim inta untuk m enunjukkan bagian-bagian m ana yang paling
penting atau relevan. Misalnya, "Tulislah angka-angka yang dibutuh-
kan untuk menyelesaikan masalah ini: Ada beberapa kotak pensil
yang setiap kotaknya berisi 12 batang pensil dan harga setiap kotak
Rp 12.000. John mempunyai uang Rp 30.000 dan ingin membeli 24
pensil. Berapa kotak yang harus dia beli?" Dalam soal pilihan, siswa
diberi sebuah kalimat matematika dan kemudian diminta untuk me-
milih bagian-bagian yang paling penting atau relevan. Misalnya,
"A da beberapa kotak pensil yang setiap kotaknya berisi 12 pensil
dan harga setiap kotak Rp 12.000. John memiliki uang Rp 30.000 dan
ingin membeli 24 pensil. Berapa kotak yang harus dia beli?" (a) 2,
(b) 3, (c) 4, (d) 5."

4.2. Mengorganisasi
Mengorganisasi m elibatkan proses m engidentifikasi elem en-
elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana
elemen-elemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren. Dalam

122 Pembeiajaran, Pengajaran, dan Asesmen


mengorganisasi, siswa membangun hubungan-hubungan yang sis-
tematis dan koheren antarpotongan informasi. Mengorganisasi biasa-
nya terjadi bersamaan dengan proses membedakan. Siswa mula-mula
m engidentifikasi elem en-elem en yang relevan atau penting dan
kemudian menentukan sebuah struktur yang terbentuk dari elemen-
elemen itu. Mengorganisasi juga bisa terjadi bersamaan dengan proses
mengatribusikan, yang fokusnya adalah m enentukan tujuan atau
sudut pandang pengarang. Nama-nama lain untuk mengorganisasi
adalah menstrukturkan, memadukan, menemukan koherensi, mem-
buat garis besar, dan mendeskripsikan peran.
C ontoh tu juan p end id ikan dan asesm ennya. Dalam meng­
organisasi, ketika siswa diberi suatu deskripsi tentang sebuah situasi
atau masalah, mereka dapat m engidentifikasi hubungan-hubungan
yang sistematis dan koheren di antara elemen-elem en yang relevan.
Contoh tujuan dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial adalah siswa belajar
menstrukturkan suatu deskripsi sejarah untuk mendukung atau me-
nentang penjelasan terten'tu. Tugas asesmennya meminta siswa me-
nulis garis besar yang menunjukkan fakta-fakta dalam sebuah tulisan
tentang sejarah Indonesia yang mendukung dan fakta-fakta yang
tidak m endukung kesim pulan bahw a kem erdekaan Indonesia
merupakan hadiah dari Jepang. Contoh tujuan dalam pelajaran sains
adalah belajar menganalisis laporan-laporan penelitian berdasarkan
empat poin, yaitu hipotesis, metode, data, dan kesimpulan. Tugas
asesmennya meminta siswa membuat garis besar tentang laporan
penelitian yang diberikan guru. Dalam pelajaran matematika, contoh
tujuannya adalah belajar menunjukkan garis besar buku teks. Tugas
asesmennya meminta siswa membaca sebuah buku teks tentang
statistika dasar dan kemudian membuat matriks yang berisikan nama
setiap statistika, rumusnya, dan ciri-ciri penelitian yang mengguna-
kan statistika tersebut.
Form at asesm ennya. Mengorganisasi m elibatkan proses me-
nyusun sebuah struktur (misalnya, garis besar, tabel, matriks, atau
struktur organisasi). Maka, tugas asesmennya dapat berupa jawaban
singkat atau soal pilihan. Dalam soal jawaban singkat, siswa diminta
menulis garis besar sebuah tulisan. Dalam soal pilihan, siswa diminta

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 123


r

memilih salah satu dari empat struktur organisasi yang paling sesuai t
dengan organisasi yang dipaparkan dalam tulisan. t
i

43. Mengatribusikan 1
Mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut
pandang, pendapat, nilai, atau tujuan di balik komunikasi. Mengatri­
busikan melibatkan proses dekonstruksi, yang di dalamnya siswa me- ^
nentukan tujuan pengarang suatu tulisan yang diberikan oleh guru.
Berkebalikan dengan menafsirkan, yang di dalamnya siswa berusaha
Memahmni makna tulisan tersebut, mengatribusikan melampaui pe-
maham an dasar untuk m enarik kesim pulan tentang tujuan atau
sudut pandang di balik tulisan itu. Sebagai contoh, dalam membaca
tulisan tentang Perang Diponegoro, siswa harus menentukan apakah
penulisnya menggunakan sudut pandang Indonesia atau Belanda.
Nama lain untuk mengatribusikan adalah mendekonstruksi.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam mengatri- 1
busikan, ketika siswa diberi informasi, mereka dapat m enentukan «
sudut pandang atau tujuan pengarang. Misalnya, dalam pelajaran
sastra, tujuannya adalah belajar menentukan m otif-m otif dari peri- 1
laku-perilaku para tokoh dalam sebuah cerita. Tugas asesmennya 1
meminta siswa membaca Macbeth karya Shakespeare dan m enentu­
kan m otif-m otif yang Shakespeare buat pada Macbeth ketika dia
m em bunuh Raja Duncan. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial, tujuan- j
nya adalah belajar menentukan sudut pandang pengarang suatu esai 1
m engenai topik yang kontroversial. Tugas asesmennya meminta
siswa m enentukan apakah sebuah laporan perihal hutan di Kali­
mantan m embela pelestarian lingkungan atau kepentingan bisnis.
Tujuan ini juga dapat diterapkan dalam pelajaran sains. Tugas ases- 1
mennya meminta siswa menentukan apakah esai tentang aktivitas
belajar manusia ditulis oleh psikolog behavioris atau kognitif.
Format asesm ennya. Mengatribusikan dapat diases dengan mem- 1
berikan materi tulisan atau lisan dan kemudian meminta siswa mem-
buat atau memilih deskripsi tentang sudut pandang, pendapat, dan
tujuan penulis ataupem bicara.Contoh soal jawabansingkatnya "Apa

124 Pembeiajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tujuan penulis dalam menulis esai tentang hutan di Kalimantan yang
telah Anda baca?" Contoh soal pilihan adalah "Tujuan penulis dalam
menulis esai yang telah Anda baca itu adalah: (a) memberikan infor-
masi faktual tentang hutan di Kalimantan, (b) mengingatkan pem-
baca akan pentingnya melindungi hutan di Kalimantan, (c) menun-
jukkan keuntungan ekonomi dari pelestarian hutan di Kalimantan,
(d) m endeskripsikan m anfaat-m anfaat dari pelestarian hutan di
Kalimantan bagi m anusia." Atau, siswa dapat diminta untuk me-
nunjukkan apakah penulis esai tersebut: (a) sangat setuju, (b) setuju,
(c) ragu-ragu, (d) tidak setuju, (e) sangat tidak setuju dengan beberapa
pernyataan semisal "Hutan di Kalimantan merupakan sebuah sistem
ekologis yang khas."

5. MENGEVALUASI
Mengevaluasi didefinisikan sebagai m em buat keputusan ber-
dasarkan kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi.
Kriteria-kriteria ini ditentukan oleh siswa. Standar-standarnya bisa
bersifat kuantitatif (misalnya, Apakah jumlahnya cukup?) atau kuali-
tatif (misalnya, Apakah ini cukup baik?). Standar-standar ini ber-
laku pada kriteria (misalnya, Apakah proses ini cukup efektif? Apa­
kah produk ini cukup berkualitas). Kategori Mengevaluasi mencakup
proses-proses kognitif memeriksa (keputusan-keputusan yang diambil
berdasarkan kriteria internal) dan mengkritik (keputusan-keputusan
yang diambil berdasarkan kriteria eksternal).
Perlu diingat bahwa tidak semua keputusan bersifat evaluatif.
Misalnya, siswa membuat keputusan apakah suatu contoh sesuai
dengan suatu kategori. Siswa membuat keputusan tentang kesesuai-
an suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah tertentu. Siswa
membuat keputusan apakah dua objek itu sama atau berbeda. Se-
bagian besar proses kognitif sebenarnya m engharuskan pembuatan
keputusan. Perbedaan yang paling m encolok antara Mengevaluasi
dan keputusan-keputusan lain yang dibuat siswa adalah penggunaan
standar-standar performa dengan kriteria-kriteria yang jelas. Apakah

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 125


m esin ini bekerja secara efektif sebagaim ana yang seharusnya?
Apakah metode ini merupakan yang paling baik untuk mencapai
tujuan? Apakah pendekatan ini paling efektif dibandingkan dengan
pendekatan-pendekatan lain? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini
diajukan oleh siswa yang sedang Mengevaluasi.

5.1. Memeriksa
Memeriksa m elibatkan proses m enguji inkonsistensi atau ke~
salahan internal dalam suatu operasi atau produk. Misalnya, meme­
riksa terjadi ketika siswa menguji apakah suatu kesim pulan sesuai
dengan premis-premisnya atau tidak, apakah data-datanya men-
dukung atau menolak hipotesis, atau apakah suatu bahan pelajaran
berisikan bagian-bagian yang saling bertentangan. Jika dipadukan
dengan merencanakan (proses kognitif dalam kategori Mencipta) dan
mengimplementasikan (proses kognitif dalam kategori Mengaplikasi-
kan ), memeriksa melibatkan proses menentukan seberapa baik rencana
itu berjalan. Nama-nama lain untuk memeriksa adalah menguji, men-
deteksi, memonitor, dan mengoordinasi.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam memeriksa,
siswa mencari inkonsistensi internal. Contoh tujuan pada pelajaran
ilmu-ilmu sosial adalah siswa belajar mendeteksi inkonsistensi dalam
karangan persuasi. Tugas asesmennya meminta siswa menonton
iklan-iklan politik di televisi dan m enunjukkan ketidaklogisan-ke-
tidaklogisannya. Contoh tujuan dalam pelajaran sains adalah siswa
belajar m enentukan apakah kesim pulan seorang ilmuwan sesuai
dengan data-data observasinya atau tidak. Tugas asesmennya meminta
siswa membaca sebuah laporan tentang eksperimen kimia dan me­
nentukan apakah kesimpulannya sesuai dengan hasil-hasil eksperi­
men atau tidak.
Format asesm ennya. Tugas-tugas memeriksa dapat memanfaat-
kan proses atau produk yang diberikan kepada siswa atau yang di-
ciptakan oleh siswa sendiri. Memeriksa juga dapat terjadi dalam pe-
nerapan solusi pada suatu masalah atau dalam pelaksanaan tugas,
yakni solusi atau tugas yang menguji konsistensi implementasinya

126 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


(misalnya, Apakah ini sudah sesuai dengan apa yang telah saya laku-
kan sejauh ini?).

5.2. Mengkritik
Mengkritik melibatkan proses penilaian suatu produk atau proses
berdasarkan kriteria dan standar eksternal. Dalam mengkritik, siswa
mencatat ciri-ciri positif dan negatif dari suatu produk dan membuat
keputusan setidaknya sebagian berdasarkan ciri-ciri tersebut. Meng­
kritik merupakan inti dari apa yang disebut berpikir kritis. Contoh
mengkritik adalah menilai kelebihan (efektivitas dan efisiensi) suatu
solusi untuk menyelesaikan masalah hujan asam (misalnya, meng-
haruskan semua pem bangkit tenaga listrik di suatu daerah untuk
membatasi emisi asapnya sampai batas tertentu). Nama lain dari
mengkritik adalah menilai.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam mengkritik,
siswa menilai kelebihafi-kelebihan suatu produk atau proses ber­
dasarkan kriteria-kriteria atau standar-standar baku atau buatan
siswa sendiri. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial, contoh tujuannya
adalah belajar mengevaluasi efektivitas solusi (misalnya, "m eniada-
kan perankingan") terhadap masalah sosial (misalnya, "bagaimana
cara m emperbaiki pendidikan anak usia dini dan SD "). Dalam pel­
ajaran sains, tujuannya adalah belajar m engevaluasi keberalasan
suatu hipotesis (misalnya, hipotesis yang menyatakan bahwa buah
stroberi dapat tumbuh sampai berukuran sangatbesar karena sesuai
dengan rasi bintang tertentu). Dalam pelajaran matematika, tujuan­
nya adalah belajar menilai manakah dari dua metode yang lebih
efektif dan efisien untuk m enyelesaikan masalah (misalnya, menilai
apakah lebih baik mencari semua faktor dari 60 atau m em buat per-
samaan aljabar untuk menyelesaikan soal ini "Cara-cara apa sajakah
yang dapat kamu pakai untuk mengalikan dua bilangan guna men-
dapatkan bilangan 60?").
Format asesm ennya. Siswa diminta untuk mengkritik hipotesis
atau pendapatnya sendiri atau pendapat orang lain. Kritiknya dapat
didasarkan pada kriteria-kriteria positif, negatif, atau keduanya dan

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 127


menghasilkan konsekuensi-konsekuensi positif dan negatif. Misal-
nya, dalam mengkritik kebijakan sekolah tentang penghapusan libur-
an semester, siswa m enunjukkan konsekuensi-konsekuensi positif-
nya, seperti meniadakan kerugian belajar, dan konsekuensi-konse­
kuensi negatifnya, seperti merusak acara liburan keluarga.

6. MENCIPTA
Mencipta m elibatkan proses m enyusun elem en-elem en jadi
sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan
yang diklasifikasikan dalam Mencipta m em inta siswa m em buat
produk baru dengan mereorganisasi sejum lah elemen atau bagian
jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya.
Proses-proses kognitif yang terlibat dalam Mencipta umumnya sejalan
dengan pengalam an-pengalam an belajar sebelum nya. M eskipun
mengharuskan cara pikir kreatif, Mencipta bukanlah ekspresi kreatif
yang bebas sama sekali dan tak dihambat oleh tuntutan-tuntutan
tugas atau situasi belajar.
Bagi sebagian orang, kreativitas adalah m enciptakan produk-
produk yang tak biasa, sering kali sebagai hasil dari keahlian khusus.
Akan tetapi, Mencipta dalam pengertian ini, w alaupun mencakup
tujuan-tujuan pendidikan untuk m enciptakan produk-produk yang
khas, juga merujuk pada tujuan-tujuan pendidikan untuk m encipta­
kan produk-produk yang semua siswa dapat dan akan melakukan-
nya. Untuk m encapai tujuan-tujuan ini, banyak siswa m encipta
dalam pengertian menyintesiskan informasi atau materi untuk mem ­
buat sebuah keseluruhan yang baru, seperti dalam menulis, melukis,
memahat, membagun, dan seterusnya.
Kendati banyak tujuan pendidikan dalam kategori Mencipta me-
nekankan orisinalitas (atau kekhasan), para pendidik harus mendefi-
nisikan apa yang dimaksud dengan orisinal atau khas. Apakah kata
khas mendeskripsikan kerja individu siswa (misalnya, "Ini khas Yogo
Pujianto") atau m endeskripsikan kelompok siswa (misalnya, "Ini
khas siswa kelas lim a")? Perlu dicatat bahwa banyak tujuan dalam
kategori Mencipta m engutamakan bukan orisinalitas atau kekhasan,

128 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


melainkan kemampuan siswa untuk menyintesiskan sesuatu jadi se-
buah keseluruhan. Sintesis ini sering kali disyaratkan dalam menulis
makalah untuk m enyusun materi-materi yang telah diajarkan jadi
sebuah karya yang tertata.
Sekalipun kategori-kategori proses Memahami, Mengaplikasikan,
dan Menganalisis melibatkan proses mendeteksi hubungan-hubungan
di antara elemen-elemen yang diajarkan, Mencipta berbeda sebab juga
melibatkan proses pembuatan produk yang orisinal. Berbeda dengan
Mencipta, kategori-kategori proses lainnya berurusan dengan elemen-
elemen yang m erupakan bagian dari sebuah keseluruhan, yakni
bagian dari sebuah struktur besar yang coba siswa pahami. Dalam
Mencipta, siswa harus mengumpulkan elemen-elem en dari banyak
sumber dan menggabungkan mereka jadi sebuah struktur atau pola
baru yang bertalian dengan pengetahuan siswa sebelumnya. Mencipta
menghasilkan produk baru, yaitu sesuatu yang dapat diamati dan
lebih dari materi atau pengetahuan awal siswa. Tugas asesmen yang
meminta siswa Mencipta membutuhkan aspek-aspek dari setiap kate-
gori proses kognitif sebelumnya sampai batas-batas tertentu, tetapi
tidak dengan urutan seperti dalam Tabel Taksonomi.
Kita tahu bahwa menulis karangan kerap kali, tetapi tidak selalu,
melibatkan proses-proses kognitif yang termasuk dalam kategori
Mencipta. Misalnya, Mencipta tidak terlibat dalam menulis karangan
yang hanya perlu m engingat ide atau menafsirkan m ateri pelajaran.
Kita pun tahu bahwa pemahaman yang mendalam dan melampaui
pemahaman dasar bisa jadi melibatkan proses-proses kognitif yang
termasuk dalam kategori Mencipta. Sejauh pemahaman yang m en­
dalam m erupakan proses m embuat, di sini terlibat proses-proses
kognitif yang termasuk dalam kategori Mencipta.
Proses mencipta (kreatif) dapat dibagi jadi tiga tahap: peng-
gambaran masalah, yang di dalamnya siswa berusaha memahami
tugas asesmen dan mencari solusinya; perencanaan solusi, yang di
dalamnya siswa mengkaji kem ungkinan-kemungkinan dan m em ­
buat rencana yang dapat dilakukan; dan eksekusi solusi, yang di
dalamnya siswa berhasil m elaksanakan rencananya dengan baik.
Maka, dapatlah dikatakan bahwa proses mencipta dimulai dengan

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 129


tahap divergen yang di dalamnya siswa memikirkan berbagai solusi
ketika berusaha memahami tugas {merumuskan). Tahap selanjutnya
adalah berpikir konvergen, yang di dalamnya siswa merencanakan
metode solusi dan m engubahnya jadi rencana aksi (merencanakan ).
Tahap terakhir ialah melaksanakan rencana dengan mengkonstruksi
solusi (memproduksi). Alhasil, tidaklah mengejutkan bahwa Mencipta
berisikan tiga proses kognitif: merumuskan, merencanakan, dan mem­
produksi.

6.1. Merumuskan
Merumuskan melibatkan proses m enggambarkan masalah dan
membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria-kriteria ter-
tentu. Acap kali, cara menggambarkan masalah menunjukkan bagai-
mana solusi-solusinya, dan merumuskan ulang atau m enggam bar­
kan kembali masalahnya menunjukkan solusi-solusi yang berbeda.
Ketika merumuskan melampaui batas-batas pengetahuan lama dan
teori-teori yang ada, proses kognitif ini m elibatkan proses berpikir
divergen dan menjadi inti dari apa yang disebut berpikir kreatif.
Merumuskan di sini dibatasi dalam pengertian yang sempit. Me­
mahami juga melibatkan proses-proses merumuskan, yang di dalam ­
nya termasuk menerjemahkan, mencontohkan, merangkum, menyimpul-
kan, mengklasifikasikan, membandingkan, dan menjelaskan. Akan tetapi,
tujuan Memahami paling sering bersifat konvergen (yakni menangkap
sebuah m akna). Sebaliknya, tujuan merumuskan dalam Mencipta
bersifat divergen (yaitu mereka-reka berbagai kemungkinan). Nama
lain dari merumuskan adalah membuat hipotesis.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam merumus­
kan, siswa diberi deskripsi tentang suatu masalah dan diharuskan
mencari beragam solusi. Misalnya, dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial,
tujuannya adalah belajar merumuskan bermacam-macam solusi yang
berm anfaat untuk m enyelesaikan m asalah-m asalah sosial. Tugas
asesmennya ialah "Carilah sebanyak-banyaknya cara untuk memasti-
kan bahwa setiap orang memiliki asuransi kesehatan yang cukup".
U ntuk m engases jaw aban sisw a, guru harus m em buat kriteria-

130 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kriteria yang diketahui oleh para siswa. Kriteria-kriteria ini bisa
mencakup jumlah cara, kemasukakalan cara-cara tersebut, kepraktis-
annya, dan sebagainya. Dalam pelajaran sains, tujuannya adalah
belajar membuat hipotesis untuk menjelaskan fenomena yang di-
amati. Tugas asesmennya meminta siswa menulis sebanyak-banyak-
nya hipotesis untuk menjelaskan stroberi-stroberi yang ukurannya
luar biasa besar. Lagi-lagi, guru harus m enentukan kriteria-kriteria
yang jelas untuk menilai kualitas jawaban siswa dan memberitahu-
kan kriteria-kriteria tersebut kepada siswa. Dalam pelajaran mate-
matika, tujuannya adalah dapat merumuskan pelbagai metode untuk
mencapai hasil tertentu. Tugas asesm ennya ialah "A pa metode-
metode yang dapat Anda gunakan untuk mencari semua faktor dari
60?" Semua tugas asesmen di atas membutuhkan kriteria-kriteria
penskoran yang diketahui bersama oleh guru dan siswa.
Format asesm ennya. Untuk mengases proses kognitif merumus­
kan, dibutuhkan format^asesmen jaw aban singkat yang meminta
siswa m em buat alternatif atau hipotesis. Format jaw aban singkat
dibedakan jadi tugas konsekuensi (consequenses task) dan tugas
manfaat (uses task). Dalam tugas konsekuensi, siswa harus menulis
semua konsekuensi dari suatu peristiwa, misalnya "A pa yang akan
terjadi jika diberlakukan sistem pajak regresif, bukan sistem pajak
progresif?" Dalam tugas manfaat, siswa harus menulis semua m an­
faat dari suatu objek, misalnya "Sebutkan manfaat jaringan internet".
Guru hampir tidak dapat menggunakan format pilihan ganda untuk
mengases proses merumuskan.

6.2. Merencanakan
Merencanakan melibatkan proses merencanakan m etode penye-
lesaian m asalah yang sesuai dengan kriteria-kriteria m asalahnya,
yakni membuat rencana untuk menyelesaikan masalah. Merencanakan
adalah mempraktikkan langkah-langkah untuk menciptakan solusi
yang nyata bagi suatu masalah. Dalam merencanakan, siswa bisa jadi
menentukan sub-subtujuan, atau memerinci tugas jadi sub-sub-tugas
yang harus dilakukan ketika menyelesaikan masalahnya. Guru acap

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 131


kali m elew ati perum usan tujuan merencanakan, tetapi langsung
merumuskan tujuan memproduksi, tahap terakhir dalam proses kreatif.
Jika demikian yang terjadi, merencanakan menjadi tujuan yang implisit
dalam tujuan memproduksi. Dalam kasus ini, merencanakan mungkin
dilakukan oleh siswa secara tersamar selama membuat suatu produk
(yakni memproduksi). Nama lain dari merencanakan adalah mendesain.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam merencana­
kan, ketika siswa diberi soal, mereka membuat metode penyelesaian
m asalah. Dalam pelajaran sejarah, tujuannya adalah belajar m e­
rencanakan proposal penelitian tentang suatu topik sejarah. Tugas
asesmennya meminta siswa, sebelum menulis proposal penelitian
tentang sebab-sebab Perang Kemerdekaan Indonesia, untuk mem ­
buat garis besar m akalahnya, termasuk langkah-langkah yang akan
siswa lakukan untuk melakukan penelitian. Dalam pelajaran sains,
contoh tujuannya adalah belajar mendesain penelitian untuk menguji
berbagai hipotesis. Tugas asesmennya meminta siswa merencanakan
cara untuk m engetahui manakah dari tiga faktor yang menentukan
jum lah ayunan pendulum . Dalam pelajaran m atem atika, contoh
tujuannya adalah dapat memaparkan langkah-langkah yang diperlu-
kan untuk m enyelesaikan soal-soal geom etri. Tugas asesmennya
m em inta sisw a m em buat rencana u ntuk m enentu kan volum e
\

potongan sebuah piramida (yakni, tugas yang sebelumnya tidak di-


ajarkan di kelas). Pembuatan rencana ini bisa m elibatkan proses
menghitung volume piramida besar, kemudian menghitung volume
piramida kecilnya, dan terakhir mengurangi volume piramida besar
dengan volume piramida kecil.
Form at asesm ennya. Merencanakan dapat diases dengan m e­
minta siswa mencari solusi yang realistis, mendeskripsikan rencana-
rencana penyelesaian masalah, atau memilih rencana-rencana penye­
lesaian masalah yang tepat.

6.3. Memproduksi
Memproduksi melibatkan proses melaksanakan rencana untuk
m enyelesaikan m asalah yang m em enuhi spesifikasi-spesifikasi

132 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesnien


tertentu. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, tujuan-tujuan
yang termasuk dalam kategori Mencipta bisa atau bisa pula tidak
memasukkan orisinalitas atau kekhasan sebagai salah satu spesifi-
kasinya. Tujuan yang memasukkan orisinalitas atau kekhasan me-
rupakan tujuan memproduksi. Memproduksi bisa mensyaratkan peng-
gunaan empat jenis pengetahuan yang dipaparkan di Bab 4. Nama
lain dari memproduksi adalah mengkonstruksi.
Contoh tujuan pendidikan dan asesm ennya. Dalam mempro­
duksi, siswa diberi gambaran tentang suatu produk dan harus men-
ciptakan sebuah produk yang sesuai dengan gambaran itu. Proses
memproduksi melibatkan pelaksanaan rencana penyelesaian masalah.
C on toh-contoh tu ju an p en d id ik an b erik u t m en gim p lik asikan
aktivitas memproduksi produk-produk yang baru dan bermanfaat
yang m em enuhi syarat-syarat tertentu. Dalam pelajaran sejarah,
tujuannya adalah belajar menulis makalah tentang periode sejarah
tertentu yang m em enuhi stand ar-stan d ar karya ilm iah. Tugas
asesmennya meminta siswa menulis sebuah cerita singkat yang ber-
latar belakang Perang Kem erdekaan Indonesia. Dalam pelajaran
sains, contoh tujuannya ialah belajar merancang habitat untuk spe-
sies-spesies dan tujuan-tujuan tertentu. Tugas asesmennya meminta
siswa m erancang tempat tinggal manusia di dalam satelit luar ang-
kasa. Dalam pelajaran bahasa Indonesia, contoh tujuannya adalah
belajar m erancang pementasan drama. Tugas asesmennya meminta
siswa m erancang pementasan drama Rumput-Rumput Danau Bento
karya Kuntowijoyo. Dalam semua contoh tujuan pendidikan ini, spe-
sifikasi-spesifikasinya menjadi kriteria untuk mengevaluasi performa
siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Spesifikasi-spesifikasi ini
dimasukkan dalam rubrik penskoran yang diberikan kepada siswa
sebelum pelaksanaan asesmen.
Format asesm ennya. Tugas yang jam ak digunakan untuk meng-
ases kemampuan memproduksi adalah tugas untuk merancang. Di
sini siswa diminta untuk m enciptakan produk sesuai dengan spesi­
fikasi-spesifikasi tertentu. Misalnya, siswa diminta membuat skema
rencana untuk sekolah baru, yang di dalamnya termasuk cara-cara
baru bagi siswa untuk menyimpan barang-barang pribadi mereka.

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 133


PROSES KOGNITIF YANG KONTEKSTUAL DAN TIDAK
KONTEKSTUAL
Kita telah membahas setiap proses kognitif secara sendiri-sendiri
(yakni proses-proses kognitif yang tidak kontekstual). Dalam bagian
berikutnya ini, kita akan membicarakan proses-proses kognitif dalam
konteks tujuan pendidikan tertentu (yakni proses-proses kognitif
yang kontekstual). M em bicarakan proses kognitif yang kontekstual
berarti m enyatukan kembali proses kognitif dengan dimensi penge-
tahuan. Berbeda dengan proses-proses kognitif yang tidak konteks­
tual (misalnya, merencanakan), proses-proses kognitif yang konteks­
tual berlangsung dalam suatu konteks akadem is (misalnya, m e­
rencanakan penulisan cerita pendek, merencanakan penyelesaian
soal kalimat m atematika, atau merencanakan eksperimen ilmiah).
M eskipun m ungkin lebih mudah untuk m engajarkan proses-
proses kognitif yang tidak kontekstual, dua temuan dalam penelitian-
penelitian perihal kognisi m enunjukkan peran penting dari suatu
konteks dalam proses belajar dan berpikir (Bransford, Brown dan
Cocking,1999; Mayer, 1992; Smith, 1991). Pertama, hasil penelitian
itu mengatakan bahwa proses kognitif bergantung pada mata pelajar-
annya (Bruer, 1993; Mayer, 1999; Pressley dan Woloshyn, 1995). Misal­
nya, belajar m erencanakan p enyelesaian soal-soal m atem atika
berbeda dengan belajar m erencanakan penulisan cerita pendek.
Akibatnya, pengalam an dalam m erencanakan penyelesaian soal
m atematika tidak m em bantu siswa dalam belajar merencanakan
penulisan cerita pendek. Kedua, hasil-hasil penelitian tentang asesmen
autentik m enyatakan bahw a proses kog n itif bergantung pada
autentisitas tugas yang dikerjakan siswa (Baker, O'Neil, dan Linn, 1993;
Hambleton, 1996). Misalnya, belajar membuat rencana tulisan (tanpa
diikuti dengan membuat tulisannya) berbeda dengan belajar m em ­
buat rencana tulisan dalam rangka untuk benar-benar menulis esai.
Kam i m em ang m em aparkan proses-proses kognitif secara
sendiri-sendiri, tetapi proses-proses kognitif ini sebaiknya dipraktik-
kan secara berbarengan untuk m enciptakan aktivitas belajar yang
bermakna. Sebagian besar tugas asesmen autentik menuntut peng-
gunaan beberapa proses kognitif secara berbarengan dan beberapa

134 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


jenis pengetahuan. M isalnya, untuk m enyelesaikan soal kalimat
matematika, siswa dapat:
• menafsirkan (memahami setiap kalimat dalam soal tersebut);
• mengingat kembali (mengingat kembali Pengetahuan Faktual yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah);
• mengorganisasi (menyebutkan informasi-informasi pokok secara
koheren dalam suatu soal; ini merupakan Pengetahuan Konseptual);
• merencanakan (membuat rencana penyelesaian masalah);
• memproduksi (melaksanakan rencana penyelesaian masalah; ini
merupakan Pengetahuan Prosedural).

Sama halnya, dalam menulis esai, siswa akan melakukan:


• mengingat kembali (mengingat kembali informasi yang relevan dan
akan dimasukkan dalam esai);
• merencanakan (memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam
esai, menentukan apa yang akan ditulis, dan bagaimana cara me-
nulisnya); x
• memproduksi (menulis esai);
• mengkritik (memastikan bahwa isi esainya "m asuk akal") (Levy
dan Ransdell, 1996).

CONTOH TUJUAN PENDIDIKAN YANG KONTEKSTUAL


Dalam bahasa yang sangat sederhana, kerangka pikir revisi ini
dim aksudkan untuk m em bantu guru-guru mengajar, membantu
siswa-siswa belajar, dan membantu asesor-asesor mengases. Misal-
nya, guru terbantu untuk merumuskan tujuan pengajaran yang ter-
lalu umum: Guru ini ingin siswa-siswanya belajar hukum Ohm. la
kemudian merancang unitpengajarannya. Lantaran tujuan pengajar-
annya terlalu umum, unit pengajarannya dapat mencakup empat
jenis pengetahuan: Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan
Metakognitif. Contoh Pengetahuan Faktual adalah bahwa satuan arus
listrik ialah ampere, satuan voltase ialah volt, dan satuan tahanan
adalah ohm. Contoh Pengetahuan Prosedural adalah langkah-langkah
dalam menggunakan rumus hukum Ohm (voltase = arus x tahanan)
untuk menentukan nilai numeriknya.

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 135


Kendati dua jenis pengetahuan ini jelas termasuk dalam unit
pengajaran tersebut, untuk memahami hukum Ohm secara lebih
mendalam diperlukan dua jenis pengetahuan lain, yakni K o n s e p tu a l
dan M e ta k o g n itif Contoh P e n g e ta h u a n K o n se p tu a l adalah struktur dan
cara kerja rangkaian listrik yang terdiri dari beberapa baterai, kabel,
dan lampu bohlam. Rangkaian listrik merupakan sistem konsep yang
di dalamnya terdapat hubungan-hubungan kausal antarelemennya
(misalnya, bila jum lah baterainya ditambah dalam susunan seri,
voltasenya naik, yang kemudian menyebabkan peningkatan aliran
elektron di kabel sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan arus-
nya). Seperti dalam contoh P e n g e t a h u a n M e t a k o g n it if, guru ingin
siswa-siswanya tahu kapan harus menggunakan strategi mnemonik
untuk menghafal nama hukumnya, rumusnya, dan bagian-bagian
lain yang relevan. Ia juga ingin siswa-siswanya m erumuskan tujuan
mereka sendiri dalam belajar hukum Ohm dan penerapan-penerap-
annya.

Mengingat Apa yang Telah Dipelajari


Tujuan-tujuan pem belajaran hukum Ohm bisa hanya terfokus
pada retensi. Tujuan-tujuan pembelajaran yang menekankan retensi
didasarkan terutama pada kategori proses kognitif M e n g i n g a t , yang
mencakup m e n g in g a t k em b a li dan m e n g e n a li p e n g e ta h u a n p ro s e d u ra l,
k o n sep tu a l, dan m eta k o g n itif. Sebagai contoh, tujuan untuk m e n g in g a t
k em b a li p e n g e t a h u a n fa k t u a l adalah bahwa siswa dapat m e n g in g a t
kem bali langkah-langkah dalam menerapkan hukum Ohm.
Tujuan-tujuan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
retensi dalam unit pengajaran ini sangat jelas, tetapi masih dimung-
kinkan untuk merumuskan tujuan-tujuan peningkatan kemampuan
retensi yang m elibatkan P e n g e ta h u a n K o n s e p tu a l dan M e ta k o g n itif.
Untuk P e n g e ta h u a n K o n s e p tu a l, tujuannya adalah siswa dapat meng-
ambil, dari memorinya, gambar rangkaian listrik. Oleh karena tujuan
ini terfokus pada m e n g in g a t k em bali, setiap pengambilan gambar dari
memorinya dievaluasi berdasarkan kemiripan gambar itu dengan
gambar di buku teks atau di papan tulis yang dibuat oleh guru. Siswa

136 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang P e n g e ta h u a n K onsep-
tual dan M e t a k o g n it ifd i luar kepala hanya berdasarkan materi pelajar-
an yang telah diajarkan gurunya. Apabila tujuan pengajaran unit
pelajaran itu hanya transfer belajar, tujuan M en g in g a t harus dileng-
kapi dengan tujuan-tujuan yang melibatkan proses-proses kognitif
yang lebih kompleks.
Contoh tujuan untuk m e n g in g a t k em b a li p e n g e t a h u a n m e ta k o g n itif
adalah siswa mengingat pepatah "ketika terperosok ke dalam lubang,
berhentilah m enggali". Dengan perkataan lain, jika pendekatan
pertama mereka untuk m enyelesaikan masalah atau menemukan
jawaban gagal, mereka ingat untuk berhenti dan kemudian mencari
pendekatan-pendekatan lain. Sekali lagi, bila titik tekannya adalah
siswa sekadar ditanya apakah, ketika pendekatan pertama
M e n g in g a t ,
mereka untuk m enyelesaikan masalah gagal, mereka ingat pepatah
tadi. Apabila jawaban siswa dinilai, siswa akan memberikan jawaban
yang, fnereka tahu, diinginkan gurunya (misalnya, "Tentu saja, saya
ingat"), sehingga tugas ^sesmen ini hanya akan bekerja bila siswa
menyadari bahwa tujuannya adalah m em bantunya meningkatkan
pembelaj arannya.

Memahami dan Menggunakan Apa yang Dipelajari


Guru yang hendak m engajarkan transfer belajar perlu me-
nimbang-nimbang semua kategori proses kognitif. Coba perhatikan
contoh-contoh berikut ini:
• Tujuan pembelajaran untuk m en a fsirk a n p en g e ta h u a n fa k tu a l: "Siswa
dapat mendefinisikan istilah-istilah kunci (misalnya, p erla w a n a n )
dengan kata-kata mereka sendiri".
• Tujuan pembelajaran untuk m en jela sk a n p e n g e ta h u a n k o n sep tu a l:
"Sisw a dapat menjelaskan apa yang terjadi pada jum lah arus
listrik dalam sebuah rangkaian listrik ketika dilakukan perubahan-
perubahan pada rangkaian tersebut (misalnya, dua baterai di-
rangkai dalam hubungan seri diubah jadi hubungan paralel)".
• Tujuan pembelajaran untuk m e n g e k s e k u s i p e n g e ta h u a n p ro s e d u ra l:
"Sisw a dapat m enggunakan rum us Ohm untuk m enghitung

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 137


voltase jika diketahui jum lah arusnya (dalam ampere) dan tahan-
annya (dalam ohm )".
• Tujuan pembelajaran untuk m em b ed a k a n p e n g e ta h u a n k o n sep tn a l:
"Siswa dapat m enentukan mana informasi (misalnya, besaran
watt bohlam lampu, ketebalan kabel, voltase baterai) yang di-
perlukan untuk m enghitung tahanan dengan rumus O hm ".
• Tujuan pem belajaran untuk m e m e rik s a p e n g e t a h u a n p r o s e d u r a l:
"Sisw a dapat m enentukan apakah solusi yang telah dilakukan
untuk mengatasi masalah yang m enyangkut rumus Ohm sudah
efektif".
• Tujuan pembelajaran untuk m e n g k ritik p e n g e ta h u a n m eta k o g n itif:
"Sisw a dapat memilih rencana yang paling sesuai dengan tingkat
pemahamannya untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut
rumus O hm ".
• Tujuan pembelajaran untuk m e ru m u s k a n p e n g e ta h u a n k o n sep tu a l:
"Sisw a dapat m erum uskan cara-cara untuk menambah terang
lampu dalam sebuah rangkaian listrik tanpa mengubah baterai-
nya".

Kita dapat m erangkum sem ua tujuan pada unit pelajaran


hukum Ohm dengan menggunakan Tabel Taksonomi (lihat Tabel 5.2).
Tanda silang (X) m enunjukkan tujuan-tujuan yang termasuk dalam
unit pelajaran ini sesuai dengan contoh di atas. Tak semua kotak
diberi tanda silang, yang berarti tak semua kombinasi proses kognitif
dan pengetahuan masuk dalam unit pelajaran tersebut. Namun, ter-
lihat jelas bahwa unit pelajaran ini mencakup beragam tujuan yang
melampaui m e n g in g a t p en g e ta h u a n fa k tu a l. Contoh-contoh tujuan pada
unit pelajaran tersebut mendedahkan bahwa cara yang paling efektif
untuk mengajarkan dan mengases tujuan-tujuan pendidikan adalah
menempatkan tujuan-tujuan itu pada konteksnya (misalnya, dalam
sebuah unit pelajaran), bukan memfokuskan pada setiap tujuan se-
cara terpisah. Kita akan membicarakan lagi masalah ini nanti di bela-
kang.

138 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


KESIMPULAN
Tujuan pokok dari bab ini adalah m em bahas bagaimana meng-
ajar dan mengases dapat diperkias sehingga melampaui proses kog-
nitif M e n g i n g a t . Kami telah mem aparkan dan menjelaskan 19 proses
kognitif yang dikelom pokkan dalam enam kategori proses. Dua
proses kognitif termasuk dalam kategori M e n g in g a t ; 17 proses kognitif
lainnya termasuk dalam kategori-kategori: M e m a h a m i, M e n g a p lik a s i-
kan, M e n g a n a lis is , M e n g e v a lu a s i, dan M e n c ip ta .
Pengategorikan proses-proses kognitif ini berim plikasi pada
pengajaran dan asesmen. Pada pengajaran, dua proses kognitif yang
term asuk dalam kategori M e n g i n g a t m endukung retensi belajar,
sedangkan 17 proses kognitif lainnya menyokong transfer belajar.
Maka, jika targetnya adalah m engajarkan transfer belajar, tujuannya
harus mencakup proses-proses kognitif yang termasuk dalam kate­
gori-kategori M e m a h a m i, M e n g a p lik a sik a n , M e n g a n a lis is , M e n g e v a lu a s i,
dan M e n c ip ta . Paparan dan penjelasan perihal kategori proses kognitif
dalam bab ini dim aksudkan untuk membantu para pendidik meru-
muskan tujuan-tujuan pendidikan yang lebih luas untuk m engajar­
kan retensi dan transfer.
Pada asesm en, analisis dan pengkategorian proses-proses
kognitif dimaksudkan untuk membantu para pendidik (termasuk
pem buat tes) m eluaskan asesm en pem belajaran mereka. Jikalau
targetnya adalah m engajarkan transfer, tugas asesm ennya harus
m encakup proses-proses kognitif yang tidak sekadar M e n g in g a t.
Meskipun tugas-tugas asesmen yang mencakup m e n g in g a t k em ba li
dan m e n g e n a li m endapat tem pat dalam asesm en, tugas-tugas ini
dapat (dan sering kali harus) dilengkapi dengan tugas-tugas yang
meliputi seluruh proses kognitif yang dibutuhkan untuk transfer
belajar.

Bab 5 : Dimensi Proses Kognitif 139


T a be l 5.2. T a b e l T a k s o n o m i u n tu k U n it P e n g a ja ra n H u k u m O h m

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
P e n g e ta h u a n 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M e n g in g a t M em aham i M e n g a p li- M engana- Mengeva- M e n cip ta
k a s ik a n lis is lu a s i

A. X X
P e n g e ta h u a n
F aktual

B. X X X X
P e n g e ta h u a n
K on sep tua l

C X X X
P e n g e ta h u a n
P ro sed ural

D .P e ng eta hu an X X
M e ta k o g n itif

140 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


BAGIAN III

Penggunaan Taksonomi
Pendidikan
BAB 6

Penggunaan Tabel
Taksonomi Pendidikan

DALAMbagian ini, kami akan menunjukkan bagaimana para pendidik


dapat menggunakan Tabel Taksonomi untuk membantu guru-guru
dan pendidik lainnya setidaknya dengan tiga cara. Pertama, Tabel
Taksonomi dapat membantu guru-guru lebih memahami tujuan-
tujuan pembelajaran mereka (tujuan-tujuan yang mereka buat sendiri
dan tujuan-tujuan yang telah disediakan oleh pihak lain); yakni, Tabel
Taksonomi m em bantu para pendidik m enjaw ab pertanyaan apa
disebut dengan "pertanyaan tentang pem belajaran" (lihat Bab 1).
Kedua, dengan pemahaman yang lebih utuh perihal tujuan-tujuan
p em belajaran m ereka, g u ru -gu ru d ap at m en ggu n akan Tabel
Taksonomi untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih bagus
mengenai bagaimana mengajar dan mengases siswa dalam kerangka
tujuan-tujuan pembelajaran itu; yakni, Tabel Taksonomi membantu
para pendidik menjawab "pertanyaan tentang pem belajaran" dan
"pertanyaan tentang asesm en" (lihat Bab 1). Ketiga, Tabel Taksonomi
dapat membantu mereka menentukan seberapa sesuai antara tujuan,
asesmen, dan pembelajarannya dengan cara yang tepat; yakni, Tabel
Taksonomi membantu para pendidik menjawab "pertanyaan tentang
kesesuaian semua komponennya" (lihat Bab 1). Pada Bab 1, kita telah
membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan contoh peng-

Bab 6: P e n g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 143
ajaran sains untuk m enunjukkan bagaim ana penggunaan Tabel
Taksonomi dalam membantu para pendidik.

TABEL TAKSONOMI UNTUK MENGANALISIS TUJUAN


PEMBELAJARAN ANDA
Sebelum kita melihat kembali Tabel Taksonomi dan membicara-
kan manfaatnya, kami perlu menyampaikan satu hal penting kepada
guru-guru yang hendak menggunakan kerangka pikir ini untuk me-
nyusun unit-unit kurikulum: Mereka akan m enggunakan kerangka
pikir ini dengan cara yang lebih sederhana daripada yang dipaparkan
di bab ini dan bab-bab berikutnya, sebab di sini kami menganalisis
unit-unit kurikulum buatan orang lain. Di sini, kami menjadi peng-
amat yang m emaknai tujuan, aktivitas pem belajaran, dan asesmen.
Analisis kami tampak kompleks karena kami m em buat hipotesis
tentang m akna-makna tujuan, aktivitas pembelajaran, dan asesmen
dan kemudian menguji hipotesis tersebut dengan bukti-bukti lain.
Sebagai contoh, kami memotong narasi pada Bab 8, yaitu sketsa
p e m b e la ja ra n M acbeth, d en g an m e n g a n a lis is dan m em b u at
kesim pulan-kesim pu lan sem entara tentang tin d akan -tind akan
tertentu yang dilakukan Ms. Nagengast, gurunya, berdasarkan Tabel
Taksonomi. Seandainya Ms. Nagengast telah m elakukan analisis
sendiri, vinyetnya pasti berbeda dan jauh lebih sederhana. Kami pun
seharusnya tak perlu terlalu menggurui perihal kerangka pikir Tabel
Taksonomi. Kesimpulan-kesimpulan sementaranya memperlihatkan
perbedaan-perbedaan di antara kategori-kategori dan menunjukkan
bagaimana penggunaan kategori-kategori tersebut.
Andaikata Ms. Nagengast melakukan analisis sendiri, ia dapat
m enunjukkan gagasan yang ingin dia ajarkan kepada siswa. Dan,
kerangka pikir ini menjadi acuan untuk menyusun unit kurikulum.
Dalam proses penyusunan unit kurikulum, Ms. Nagengast mere-
nungkan tindakan-tindakan dan keputusan-keputusannya dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
"D alam m erumuskan tujuan pembelajaran, apakah kata-kata
yang saya gunakan mendeskripsikan maksud saya?" Guru mungkin
menggunakan kata "m enjelaskan" padahal bukan itu maksudnya,

144 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


melainkan "m engkonstruksi sebuah model kausalitas" (menurut
pendapat kami). Maksudnya barangkali "m enafsirkan" atau "me-
rangkum ". M eskipun ketiga proses kognitif ini termasuk dalam
kategori Memahami, ketiga kata kerja tersebut mempunyai implikasi-
implikasi yang berbeda dalam pembelajaran dan asesmen. Peng-
gunaan istilah-istilah dalam Taksonomi Pendidikan ini dapat me-
nyempurnakan rumusan tujuan pembelajaran.
"A pakah tujuan pem belajaran yang terlihat dalam aktivitas-
aktivitas pembelajaran saya sudah sesuai dengan rumusan tujuan
pembelajaran saya?" Manakala diterjemahkan ke dalam kerangka
pikir taksonomi, apakah tujuan-tujuan dan aktivitas-aktivitas pem­
belajaran sesuai dengan jenis-jenis pengetahuan dan proses-proses
kognitif di dalamnya? Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbang-
kan oleh guru dalam memilih aktivitas-aktivitas pembelajarannya.
Apakah siswa tertarik pada aktivitas-aktivitas pem belajaran itu?
Apakah mereka m enikm ati aktivitas-aktivitas pem belajaran itu?
Apakah mereka terlibat'aktif dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran
itu? Apakah saya m em punyai bahan-bahan dan alat-alat belajar
untuk mendukungnya (misalnya, alat-alat yang dibutuhkan untuk
melakukan eksperimen di laboratorium)? Jikalau pemilihan aktivitas-
aktivitas pembelajaran didasarkan pada kriteria-kriteria tersebut,
hubungannya dengan rumusan tujuannya tak terlihat. Maka, me-
narik aktivitas-aktivitas pembelajaran dan menghubungkan mereka
dengan rum usan tujuannya m erupakan cara untuk m em astikan
bahwa aktivitas-aktivitas pembelajarannya "sudah sesuai dengan
rumusan tujuannya".
"Apakah asesmen-asesmen saya valid?" Ketika diklasifikasikan
dalam kerangka pikir taksonom i, apakah asesm en-asesm ennya
sesuai dengan rumusan tujuannya? Validitas di sini setidaknya
berarti bahwa asesmen yang dipakai oleh guru dapat memberinya
informasi tentang seberapa jauh siswa telah (atau sedang mencapai)
tujuan pembelajaran itu. Kesimpulan tentang tujuan pembelajaran
yang ditarik berdasarkan asesmennya bisa berasal dari dua sumber.
Sum ber pertama adalah tugas asesm ennya (yaitu butir tes, arah
proyek). Sumber ini dapat memberikan informasi yang cukup, bila

B ab 6: P e n g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 145
tugas asesmennya memakai format pilihan ganda (misalnya, pilihan
ganda, menjodohkan). Sumber kedua adalah kriteria yang digunakan
untuk menskor atau mengevaluasi hasil asesmen siswa (misalnya,
kunci penskoran, skala kiraan, dan rubrik penskoran). Sumber ini
dapat m emberikan inform asi yang cukup bila tugas asesmennya
m enggunakan form at jaw aban terbuka (m isalnya, esai, laporan
penelitian). Pertanyaannya adalah apakah kesimpulan-kesimpulan
yang diambil dari asesmen ini sesuai dengan rumusan tujuannya
atau tidak.

TABEL TAKSONOMI UNTUK MENGANALISIS TUJUAN


PEMBELAJARAN GURU LAIN
Apabila orang menggunakan kerangka pikir ini untuk meng-
analisis pengajaran orang lain, orang yang disebut pertama itu akan
m enjum pai m asalah-m asalah yang kom pleks seperti yang kami
hadapi dalam m enganalisis sketsa-sketsa di sini. Guru mungkin
tinggal menerima tujuan (misalnya, standar nasional) atau asesmen
yang dibuat oleh orang lain (misalnya, tes baku atau tes nasional).
Guru barangkali diminta untuk m enganalisis unit-unit kurikulum
guru lain atau m engam ati proses pengajaran rekannya di kelas.
Untuk menganalisis tujuan pembelajaran orang lain ini, guru harus
mengetahui maksud mereka, dan ini sulit dilakukan jika rumusan-
rumusan tujuan mereka tidak mengandung kata-kata atau frasa-frasa
kunci atau jika kata-kata atau frasa-frasa itu justru menyesatkan.
Bahkan, kata-kata atau frasa-frasa kunci tidak selalu mempunyai
pengertian yang dimaksudkan. Lagi pula, kata-kata (yakni, rumusan
tujuan pem belajaran) bisa jad i tidak sesuai dengan tindakan-
tindakannya (yaitu aktivitas-aktivitas pembelajaran dan asesmen
yang berkaitan dengan tujuannya). Berdasarkan sem ua alasan
tersebut, m enempatkan sebuah tujuan pembelajaran dalam Tabel
Taksonomi berarti menentukan maksud dari guru perumus tujuan
tersebut dalam kaitannya dengan makna rumusan tujuan pembelajar-
annya, tujuan aktivitas-ak tivitas pem belajarannya, dan tujuan
asesmennya.

146 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Pada Bab 3, kami telah menulis bahwa pemanfaatan banyak
sumber informasi akan menghasilkan klasifikasi tujuan yang sangat
valid dan argumentatif. Pada bagian berikutnya, kita akan mengeks-
plorasi mengapa demikian.

MELIHAT KEMBALI TABEL TAKSONOMI


Tabel Taksonomi dua dimensi, yang telah ditunjukkan dalam
Tabel 3.1. di muka, merangkum dimensi pengetahuan dan dimensi
proses kognitif. Kami sarankan agar Anda melihat kembali Tabel
Taksonomi ketika membaca bab ini.

Pertanyaan tentang Pembelajaran


Kita awali pembahasan ini dengan sebuah tujuan pembelajaran:
"Sisw a belajar m enggunakan rum us-rum us tentang listrik dan
m agnet (seperti rumus Lenz dan rumus Ohm) untuk menyelesaikan
m asalah". Untuk menempatkan tujuan ini dalam Tabel Taksonomi,
kita harus menelaah kata kerja dan frasa bendanya dalam hubungan-
nya dengan kategori-kategori dalam Tabel Taksonomi. Kita mesti
secara khusus menghubungkan kata "m enggunakan" dengan salah
satu dari enam kategori proses kognitif pokok dan frasa benda
"rumus-rum us tentang listrik dan m agnet" dengan salah satu dari
empat jenis pengetahuan. Kata "m enggunakan" merupakan nama
lain dari m en g im p lem e n ta sik a n (lihat Tabel Taksonomi), yang termasuk
dalam kategori M e n g a p lik n s ik a n . Adapun frasa bendanya, "rumus-
rumus tentang listrik dan m agnet" adalah prinsip atari generalisasi,
dan pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi merupakan P e n g e ­
tahuan K o n sep tu a l. Jika analisis ini tepat, tujuan pembelajaran tersebut
berada di kotak Tabel Taksonomi yang m erupakan perpotongan
antara M en g a p lik n sik a n dan P e n g e ta h u a n K o n s e p tu a l (kotak B3; lihat
Tabel 6.1. Perhatikan Tabel 6.1 bahwa empat jenis pengetahuan ter-
letak pada baris A sampai D, sedangkan enam proses kognitif berada
pada kolom 1 sampai 6. Maka, satu kotak dapat diberi nama dengan
huruf dan angka untuk menunjukkan perpotongan antara baris dan
kolom nya.). Sam pai di sini, kita sudah m enjaw ab "pertanyaan

Bab 6: P en g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 1 4 7
tentang pem belajaran". Kita ingin siswa-siswa kita belajar m e n g a p li-
kasikcm p e n g e t a h u a n k o n se p tu a l.
Dalam menganalisis tujuan pembelajaran tersebut, kita langsung
merujuk pada subjenis pengetahuan (yaitu p e n g eta h u a n te n ta n g p rin s ip
dan proses kognitif yang spesifik (yakni m e n g im p le -
d an g e n e ra lis a s i)
m en ta s ik a n ), bukan pada empat jenis pengetahuan pokok dan enam
kategori proses kognitif. Berpijak pada pengalaman kolektif kami,
kami percaya bahwa sub-subjenis pengetahuan dan proses-proses
kognitif yang spesifik menjadi petunjuk terbaik untuk menempatkan
tujuan pembelajaran secara tepat dalam Tabel Taksonomi. Perhatikan
pula bahwa kami mendasarkan keputusan kami itu pada hasil-hasil
analisis kami perihal maksud guru perumus tujuan itu. Misalnya,
hasil analisis kami bahwa proses kognitif m e n g im p le m e n ta s ik a n lebih
tepat ketimbang m e n g e k s e k u s i didukung bukan hanya oleh pemakai-
an kata "m enggunakan", melainkan juga oleh frasa "untuk menye-
lesaikan m asalah" dalam rumusan tujuan di atas. Lantaran menye-
lesaikan masalah m erupakan tugas yang tidak familier (lihat pem-
bahasan tentang kategori proses kognitif M e n g a p lik a sik a n pada Bab
5), m e n g im p le m e n ta s ik a n lebih tepat daripada m e n g e k s e k u s i.

Pertanyaan tentang Instruksi


Meskipun tujuan pembelajaran di atas dimasukkan dalam satu
kotak (lihat Tabel 6.1), jika m enim bang aktivitas-aktivitas pem ­
belajaran yang berbeda yang dilakukan guru, kita akan m elihat
gambar lain yang jauh lebih kompleks. Misalnya, pada umumnya,
manakala siswa-siswa mengimplementasikan rumus-rumus ilmiah,
mereka pertama-tama akan (1) m engidentifikasi jenis masalah yang
mereka hadapi, (2) kemudian memilih rumus yang dapat menyelesai-
kan masalahnya, dan (3) menggunakan prosedur yang menyertakan
rumus tersebut untuk m enyelesaikan m asalahnya. Seperti telah
dijelaskan pada Bab 5, m e n g im p le m e n ta s ik a n melibatkan P e n g e ta h u a n
K o n sep tu a l (yakni, pengetahuan tentang jenis atau kategori masalah­
nya) dan P en g eta h u a n P ro sed u ra l (yaitu, pengetahuan tentang langkah-
langkah yang harus dilakukan untuk m enyelesaikan m asalah).

148 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 6.1. P e n e m p a ta n T u ju a n d a la m T a k s o n o m i P e n d id ik a n

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
P e n g e ta h u a n 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M e n g in g a t M em aham i Mengapli- M engana- Mengeva- M e ncipta
k a s ik a n lis is lu a s i

A.
P e n g e ta h u a n
Faktual

B. Tujuan
P e n g e ta h u a n
K onseptual

C.
P e n g e ta h u a n
P rosedural

D.
P e n g e ta h u a n
M e ta k o g n itif

Tujuan p e m b e la ja ra n n y a a d a la h “S isw a b e la ja r m e n g g u n a k a n ru m u s-ru m u s te n ta n g listrik


dan m a g n e t (seperti ru m u s L en z d an ru m u s O h m ) u n tu k m e n y e le s a ik a n m a s a la h ” .

Bab 6 : P e n g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 149
Aktivitas-aktivitas pembelajarannya akan membantu siswa meng-
konstruksi dan menguasai kedua jenis pengetahuan tersebut.
Oleh karena siswa dapat melakukan kesalahan dalam m en gk la si-
fiknsikan, m em b ed a k a n , dan m en g iin p lem en ta s ik a n , cukup beralasan bagi
guru untuk menekankan P e n g e ta h u a n M e ta k o g n itif dalam proses pem-
belajaran. Misalnya, kepada siswa diajarkan strategi-strategi untuk
memonitor apakah keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan mereka
"m asuk akal". "Bagaimana saya tahu bahwa masalahnya termasuk
dalam jenis ini?" "Jika benar jenis masalahnya ini, bagaimana saya
tahu rumus apa yang harus digunakan?" Selain diajari untuk dapat
m e n g in g a t k em b a li strategi-strategi tersebut, siswa juga diajari untuk
m e n g im p le m e n ta s ik a n n y a .
Sebagian aktivitas pembelajarannya juga sebaiknya terfokus
pada apa yang dinamakan proses-proses kognitif tingkat tinggi.
Lantaran m en g iin p lem en ta s ik a n kerap kali melibatkan proses penentu-
an pilihan, siswa perlu diajari untuk memeriksa dan mengkritik hasil
atau solusi akhirnya. M e m erik s a dan m e n g k r it ik b e r a d a dalam kategori
M e n g e v a lu a s i.
Jawaban atas "pertanyaan tentang pem belajaran" jauh lebih
rumit sehingga paparan di atas malah tampak sebagai jaw aban
sepintas. A ktivitas-aktivitas pem belajaran m emberi kesem patan
kepada siswa untuk mengkonstruksi minimal tiga jenis pengetahuan
(.K o n s e p tu a l, dan M e ta k o g n itif) dan mengalami sekurang-
P ro s e d u rn l,
kurangnya enam proses kognitif (m e n g in g a t kem bali, m engklasifikasikan,
m em b ed a k a n , m e n g iin p le m e n ta s ik a n , m em erik s a , dan m e n g k ritik ) yang
termasuk dalam lima kategori proses (M e n g in g a t , M e m a h a m i, M e n g -
a plikasikan, M e n g a n a lis is , dan M e n g e v a lu a s i). Maka dari itu, analisis
terhadap aktivitas-aktivitas pembelajaran ini dengan kerangka Tabel
Taksonomi menghasilkan pelibatan jauh lebih banyak kotak (lihat
Tabel 6.2).

150 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 6.2. Penempatan Tujuan dan Aktivitas Pembelajaran dalam Taksonomi
Pendidikan

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
P e n g e ta h u a n 1. 2. 3. 4. 5. ■ 6.
M e n g in g a t M em aham i M engapli- M engana- Mengeva- M e ncipta
k a s ik a n lis is lu a s i

A.
P e n g e ta h u a n
F aktual

B. A ktivitas 1 T u jua n A k tiv ita s 2 A k tiv ita s 7


P e n g e ta h u a n
K on sep tua l

C. A k tiv ita s A k tiv ita s 6


P e n g e ta h u a n 3.
P ro sed ural

D. A k tiv ita s 4 A k tiv ita s


P e n g e ta h u a n 5
M e ta k o g n itif

Tujuan pembelajarannya adalah “Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan mag­
net (seperti rumus Lenz dan rumus Ohm) untuk menyelesaikan masalah’'.
Aktivitas 1 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengklasifikasikan jenis-jenis masalah.
Aktivitas 2 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa memilih rumus-rumusyang tepat..
Aktivitas 3 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengimplementasikan prosedur-prosedur
yang tepat.
Aktivitas 4 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengingat kembali strategi-strategi
metakognitif.
Aktivitas 5 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengimplementasikan strategi-strategi
metakognitif.
Aktivitas 6 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa memeriksa implementasi prosedurnya.
Aktivitas 7 = aktivitas-aktivitas untukmembantu siswa mengkritik ketepatan solusinya.

Bab 6: P e n g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 151
Adalah menarik untuk mengamati hubungan antara satu kotak
yang berisikan tujuan pem belajaran (B3) dengan tujuh kotak yang
berisikan aktivitas-aktivitas pembelajaran (B2, B4, B5, C3, C5, D l,
dan D3): ternyata tak satu pun aktivitas pembelajaran yang berkaitan
langsung dengan tujuan pembelajarannya. Alasannya jelas, yakni
sesuai dengan definisi kami ten tang M e n g a p lik a s ik a n . M en g a p lik a sik a n
berarti menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keada-
an tertentu. Dengan perkataan lain, M e n g a p lik a sik a n membutuhkan
Karenanya, jika rumus-rumus tentang listrik
P e n g e ta h u a n P ro s e d u ra l.
dan magnet (P e n g e ta h u a n K o n se p tu a l ) akan diterapkan, rumus-rumus
tersebut harus melekat pada suatu prosedur (P e n g e ta h u a n P ro s ed u ra l).
Prosedurnya akan "m em buka" rumus-rumusnya untuk m emudah-
kan penerapannya (misalnya, p e rta m a , m enghitung daya elektro-
motifnya; k e d u a , m enghitung arusnya; k etiga, membagi daya elektro-
motifnya dengan arusnya untuk mengetahui tahanannya). Analisis
awal terhadap hubungan antara M e n g a p lik a sik a n dan P e n g e ta h u a n
P ro s ed u ra l m enunjukkan bahwa kita mulanya mengklasifikasikan
tujuan pem belajaran di atas sebagai m en g a p lik a s ik a n p e n g e t a h u a n
p ro s ed u ra l (C3), bukan m en g a p lik a sik a n p e n g e ta h u a n k o n sep tu a l (B3).

Pertanyaan tentang Asesmen


G uru, m isalnya, telah m engajarkan selam a beberapa kali
pertemuan untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas, dan dia
ingin m engetahui tingkat keberhasilan belajar siswa. Guru harus
m em buat sejum lah keputusan, termasuk tiga keputusan penting
berikut: Apakah asesmennya terfokus hanya pada kotak yang berisi­
kan tujuan pem belajarannya, ataukah dia juga mengases efektivitas
berbagai aktivitas pem belajarannya? A pakah dia m enyatukan
asesmen dengan pembelajarannya (yakni, asesmen formatif), ataukah
dia melakukan asesm en secara terpisah untuk m enentukan nilai
siswa (yaitu, asesmen sumatif)? Bagaimana dia tahu bahwa tugas
asesm ennya m en gharu skan sisw a m e n g im p l e m e n t a s i k a n , bukan
mengeksekusi (atau proses-proses kognitif lainnya)?

152 P e m b e l a j a r a n , P e n g a ja r a n , d a n A s e s m e n
Asesmen yang Terfokus Vs. Asesmen yang Tersebar. Analisis
awal kam i, berdasarkan rum usan tujuan pem belajarannya, me-
nunjukkan bahwa guru memfokuskan asesmennya pada seberapa
jauh siswa sudah belajar m en g a p lik a sik a n p e n g e t a h u a n k o n se p tu a l (B3).
Sebaliknya, analisis kami yang lebih mendetail, berdasarkan aktivi-
tas-aktivitas pembelajaran yang relevan, m enunjukkan bahwa guru
mengases beragam kotak yang bertalian dengan pencapaian tujuan
utamanya (B2, B4, B5, C3, C5, D l, dan D3). Dua analisis ini seolah
mempertentangkan kedalaman versus keluasan. Di satu sisi, asesmen
yang terfokus memungkinkan guru mengetahui seberapa mendalam
siswa belajar terkait dengan sebuah tujuan pem belajaran. Aneka
pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan ini dapat dimasukkan
dalam satu asesmen tunggal. Di sisi lain, asesmen yang tersebar me­
mungkinkan guru mengetahui secara luas proses-proses yang terjadi
dalam mencapai tujuan. Tes yang luas bukan hanya mengases tujuan
utamanya dalam bentuk pengetahuan dan proses-proses kognitif,
m elainkan juga mendiag'nosis kesulitan-kesulitan belajar siswa,
misalnya dalam mempelajari P e n g e ta h u a n P ro s e d u ra l.
Asesmen Formatif Vs. Asesmen Sumatif. Asesmen formatif
dim aksudkan untuk m engum pulkan inform asi tentang aktivitas
belajar yang sedang berlangsung, sehingga dim ungkinkan untuk
m em odifikasi pem belajarannya dan m eningkatkan kualitas atau
kuantitas pembelajarannya. Sebaliknya, asesmen sumatif dimaksud­
kan untuk mengumpulkan informasi tentang aktivitas belajar yang
sudah selesai, biasanya guna m enentukan nilai siswa. Singkatnya,
asesmen formatif digunakan terutama untuk meningkatkan aktivitas
belajar siswa, sedangkan asesmen sum atif untuk m enentukan nilai
siswa. Tugas kelom pok dan pekerjaan rumah (PR) acap kali dipakai
sebagai asesm en form atif, sementara tes form al m erupakan alat
asesmen sumatif.
Mengases Mengimplementasikan Vs. Mengases Mengekses-
kusi. Oleh karena m e n g im p le m e n ta s ik a n dan m e n g e k s e s k u s i termasuk
dalam kategori M e n g a p lik a s ik a n , keduanya perlu dibedakan untuk
memperoleh hasil asesmen yang valid. Jika asesmennya tidak berisi
tugas-tugas yang tak familier dan/atau tidak mengharuskan siswa

B ab 6: P en g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i Pendidikan 1 5 3
memilih P e n g e ta h u a n P ro s e d u ra l yang relevan dan tepat, tugas-tugas
ini mengases proses kognitif m e n g e k s e k u s i, bukan m e n g im p le m e n ta s i-
kan. Sebagaimana telah kami singgung dalam pembahasan proses
kognitif m en a fsirk a n (Bab 5), pemberian tugas-tugas asesmen yang
baru bagi siswa menjadi cara pokok untuk memastikan bahwa siswa
merespons asesmen ini dengan proses kognitif yang paling kompleks
dalam tujuan pembelajarannya.
Asesmen dan Tabel Taksonomi. M elanjutkan contoh di atas,
misalnya si guru memutuskan untuk mengases penggunaan pro-
sedur yang tepat oleh siswa dan jawaban yang benar. Si guru me-
makai asesmen sebagai asesmen formatif. Dia memberi siswanya
sepuluh soal tentang listrik dan mekanika dan meminta mereka me-
nyelesaikan semua soal ini.
Sebagaim ana m enelaah tujuan dan aktivitas-aktivitas pem-
belajaran di m uka, kami dapat menganalisis asesmen dengan Tabel
Taksonomi. Di sini, kami memfokuskan diri pada skor tes formatif-
nya. Setiap jaw aban diskor berdasarkan "ketepatan siswa dalam
memilih prosedur". Rubrik penskoran yang dipegang guru merinci-
nya jadi ketepatan siswa dalam m engklasifikasikan masalah (m e -
m a h a m i p e n g e ta h u a n k o n se p tu a l, 1 poin), dalam memilih rumus (m e n g ­
1 poin), dan dalam memilih prosedur
a n a lisis p e n g e ta h u a n k o n se p tu a l,
penerapan rumus untuk menyelesaikan soalnya (m en g a n a lis is p e n g e ­
ta h u a n p ro s e d u ra l, 1 poin). Lantaran gurunya memandang prosedur
dan hasil penyelesaiannya sama-sama penting, dengan memberikan
tiga poin untuk ketepatan dalam memilih prosedur yang tepat untuk
m enyelesaikan setiap soal, dia pun m em berikan tiga poin untuk
jaw ab an yang benar (yakni, m e n g im p le m e n ta s ik a n p e n g e ta h u a n
p ro sed u ra l). Hasil analisis kami disajikan dalam Tabel Taksonomi (lihat
Tabel 6.3).

154 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 6.3. Penempatan Tujuan, Aktivitas Pembelajaran, dan Asesmen
dalam Taksonomi Pendidikan

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
P e n g e ta h u a n 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M e n g in g a t Memahami M e n g a p li- M engana- Mengeva- M en-
k a s ik a n lis is lu a s i c ip ta

A.
P e n g e ta h u a n
Faktual

B. A ktivitas 1 Tu jua n A k tiv ita s 2 A k tiv ita s 7


P e n g e ta h u a n Tes 1A Tes 1B
K onseptual

C. A k tiv ita s [Tujuan difo- A k tiv ita s 6


P e n g e ta h u a n 3 kuska n lagi
P rosedural \ Tes 2 — Lihat pem-
b a h a sa n di
bawah]
Tes 1C

D. A k tiv ita s 4 A k tiv ita s


P e n g e ta h u a n 5
M e ta k o g n itif

Tujuan pembelajarannya adalah “Siswa belajar menggunakan rumus-rumus tentang listrik dan mag­
net (seperti rumus Lenz dan rumus Ohm) untuk menyelesaikan masalah”.
Aktivitas 1 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengkiasifikasikan jenis-jenis masalah.
Aktivitas 2 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa memilih rumus-rumus yang tepat.
Aktivitas 3 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengimplementasikan prosedur-prosedur
yang tepat.
Aktivitas 4 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengingat kembali strategi-strategi
metakognitif.
Aktivitas 5 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengimplementasikan strategi-strategi
metakognitif.
Aktivitas 6 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa memeriksa implementasi prosedurnya.
Aktivitas 7 = aktivitas-aktivitas untuk membantu siswa mengkritik ketepatan solusinya.
Tes 1A, Tes 1B, Tes 1C = k o ta k-ko ta k yan g d ia s o s ia s ik a n d e n g a n a sp e k p ro se d u ra l pada
setiap soal, Tes 2 = ko ta k y a n g d ia s o s ia s ik a n d e n g a n “ja w a b a n ’’ ya n g tep at.

Bab 6: Penggunaan T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 1 5 5
Pertanyaan tentang Kesesuaian antara Rumusan Tujuan,
Aktivitas Pembelajaran, dan Asesmennya.
Kita akan m em bahas pertanyaan tentang kesesuaian antara
rumusan tujuan, aktivitas pembelajaran, dan asesmennya dengan
melihat Tabel 6.3. Anda dapat mengamati kotak-kotak yang berisi
tujuan, aktivitas-aktivitas pem belajaran, asesmen, dan kombinasi-
kombinasinya. Kotak-kotak yang berisi tujuan, satu atau beberapa
aktivitas pembelajaran, dan asesmennya menunjukkan tingkat ke­
sesuaian yang tinggi. Kebalikannya, kotak-kotak yang berisi hanya
tujuan atau hanya sebuah aktivitas pembelajaran atau asesmen saja
mengindikasikan tingkat kesesuaian yang rendah. Akan tetapi, pe-
nafsiran ini membutuhkan asumsi dasar tertentu. Tabel Taksonomi
yang terisi lengkap menggam barkan kesimpulan-kesimpulan kami,
maka kami mengasumsikan bahwa kami telah membuat kesimpulan-
kesimpulan yang valid tentang rumusan tujuan, analisis terhadap
aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan pengamatan terhadap asesmen­
nya. Asumsi ini memungkinkan kami membedakan kesalahan klasi-
fikasi dan ketidaksesuaian.
A pabila kami m engasum sikan pengklasifikasiann ya tepat
berdasarkan tiga sum ber tersebut (rum usan tujuan, aktivitas-
aktivitas pembelajaran, dan asesmennya), Tabel 6.3 menjadi bukti
kesesuaian sekaligus ketidaksesuaiannyav. Sebagai contoh, kotak C3
(m en g a p lik a sik a n p e n g e t a h u a n p ro s e d u ra l) m encakup aktivitas pem ­
belajaran dan poin asesm ennya. Jika tujuannya diklasifikasikan
dengan tepat, sejalan dengan pem bicaraan kita sebelum nya, ke-
sesuaiannya pun meningkat. Tingkat kesesuaian yang sama terlihat
pada kotak-kotak B2 dan B4, yang juga berisi aktivitas pembelajaran
dan poin asesmen.
Pada saat yang sama, kalau kita perhatikan Tabel 6.3, kita akan
melihat ketidaksesuaian di antara rumusan tujuan, aktivitas-aktivitas
pembelajaran, dan asesmennya.
• "Ketiadaan hubungan" antara kata kerja dan kata benda dalam
rumusan tujuannya. "M enggunakan", istilah lain dari m e n g im p le -
m en ta sik a n , termasuk dalam kategori M e n g a p lik a sik a n . P cn gcta ln in n
P ro s ed u ra l secara khusus terkait dengan M e n g a p lik a sik a n . Dengan

156 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pikiran inilah kami m enganalisis frasa benda "rum us-rum us
tentang listrik dan m agnet". Perhatian kami terfokus, bukan pada
pengetahuan tentang "rumus-rum us" sebagai P e n g e ta h u a n K o n sep -
tunl (meskipun ini yang benar), m elainkan pada prosedur dalam
menggunakan rumus-rumus itu untuk menyelesaikan masalah
— P e n g e ta h u a n P ro s e d u ra l. Dengan perhatian yang terfokus pada
prosedurnya, bukan pada rumus-rumusnya, tujuan pembelajaran
di atas seharusnya dimasukkan dalam kotak C3 ( m en ga p lik a sik a n
p e n g e ta h u a n p ro s e d u ra l), bukan dalam kotak B3 (m en ga p lik a sik a n
p e n g e t a h u a n k o n s e p tu a l). M aka, pengklasifikasian yang paling
sesuai dan tepat adalah kotak C3: Rumusan tujuan, aktivitas pem­
belajaran, dan asesmennya berada dalam kotak tersebut.
• Meliputi aktivitas-aktivitas pembelajaran yang tidak diases dan,
m akanya, tak m em berikan in fo rm asi u ntu k m en d iagn osis
masalah-masalah belajar. Contoh-contoh pada tabel 6.3 mencakup
ACT4 (mengingat bahwa siswa harus mengecek perkembangan-
nya ketika menyelesaikan setiap soal), ACT6 (menentukan apakah
perkembangan mereka memuaskan atau tidak), ACT5 (membuat
modifikasi berdasarkan "hasil pengecekan" mereka, jika diperlu-
kan), dan ACT7 (mengecek ketepatan solusi mereka). Keempatnya
berkaitan dengan proses m engulas "perkem bangan" pekerjaan.
Dengan menanyakan kepada siswa apakah mereka sudah meng-
ulasnya, guru menekankan pentingnya pengulasan. Juga, dengan
menanyakan secara individual siapa yang sudah mengulas per­
kembangan pekerjaan mereka tetapi hasil pekerjaan mereka masih
salah, guru membantu mereka menemukan kesalahan itu dan cara
untuk menyelesaikan masalah.
• Memberikan poin (kotak C4) berdasarkan proses penyelesaian
masalah yang tidak ditekankan dalam aktivitas pembelajaran
atau, jika ditekankan, tidak berkaitan dengan rumusan tujuannya.
Berpijak pada analisis yang m enggunakan Tabel Taksonomi
tersebut, guru dapat melakukan perubahan-perubahan pada rumus­
an tu ju an , ak tiv itas-ak tiv itas p e m b elajaran , atau tu gas-tugas
asesmennya atau kriteria-kriteria evaluasi untuk meningkatkan ke-
sesuaian di antara komponen-komponen tersebut.

Bab 6: P e n g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 157
MASALAH-MASALAH DALAM PENGKLASIFIKASIAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
Oleh karena pengklasifikasian tujuan pembelajaran, yang di-
rumuskan, implisit dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, atau di-
simpulkan berdasarkan asesmennya, mensyaratkan penarikan ke-
simpulan, banyak contoh pengklasifikasian yang tidak mudah di-
lakukan. Para editor Handbook m encatat m asalah-m asalah yang
inheren dalam pengklasifikasian tujuan pem belajaran. M asalah-
masalah ini adalah sebagai berikut:
• Apakah tingkat spesifikasinya dapat diklasifikasikan dengan tepat
dalam Tabel Taksonomi?
• Tepatkah asu m si-asu m si saya tentang p em belajaran sisw a
sebelumnya?
• Apakah rumusan tujuannya mendeskripsikan hasil belajar yang
diinginkan, bukan aktivitas atau perilaku yang m erupakan "alat
untuk m encapai suatu tujuan"?

Masalah Tingkat Spesifikasi


Seperti telah kita bahas pada Bab 5, tujuan-tujuan pendidikan
dapat dikelompokkan dalam tiga tingkat spesifikasi. Tingkat pertama
adalah tujuan program umum yang dapat dicapai dalam jangka
waktu satu atau beberapa tahun; tingkat kedua ialah tujuan suatu
mata pelajaran atau mata kuliah; tingkat ketiga adalah tujuan bagian
dari suatu mata pelajaran (Krathwohl, 1964; Krathwohl dan Payne,
1971). Taksonomi pendidikan ini dirancang dengan sebaik-baiknya
sebagai kerangka pikir untuk m erencanakan pem belajaran dan
asesmen pada tingkat mata pelajaran. Namun, sebagaimana kami
tu nju kkan dalam an alisis-an alisis sketsa p em b elajaran , Tabel
Taksonomi ini juga m embawa im plikasi pada aktivitas-aktivitas
pembelajaran dan tugas-tugas asesmen dalam pelajaran harian.
Cara untuk menguji spesifikasi suatu tujuan adalah menanyakan
apakah, setelah membaca rumusan tujuannya, Anda dapat mem-
visualisasikan performa siswa yang telah mencapai tujuan tersebut.
"A pa yang akan dilakukan siswa untuk menunjukkan baliwa dia

158 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


telah mempelajari apa yang saya ingin dia pelajari?" Andai Anda
mengharapkan beragam performa, Anda dapat bertanya, “Apa per-
forma yang paling merepresentasikan pencapaian tujuan itu?" Per-
tanyaan ini m engerucutkan tujuan-tujuan yang luas jadi tujuan-
tujuan yang lebih spesifik dengan menggunakan Tabel Taksonomi.
Coba perhatikan, misalnya, tujuan global ini: "Sisw a belajar
menjadi warga negara yang baik di negara yang menerapkan sistem
dem okrasi". Apa yang tergambar dalam pikiran Anda ketika mem-
bayangkan perilaku siswa yang telah mencapai tujuan global ini?
Barangkali beberapa gambaran berikut: Menggunakan hak suaranya
dalam pemilu? Mengakomodasi pendapat minoritas? Mengakui ke-
kuasaan mayoritas? Setiap gambaran ini m engimplikasikan tujuan
yang lebih spesifik yang, bila digabungkan, akan membantu siswa
mencapai tujuan global tadi. Contoh tujuan yang lebih spesifik adalah
“Siswa belajar berbagai strategi untuk menyelesaikan konflik-konflik
antarkelompok (yakni, voting, m ediasi)". Untuk m erumuskan tuju­
an-tujuan yang spesifik, langkah yang paling tepat adalah mengguna­
kan Tabel Taksonomi.

Masalah Pembelajaran Sebelumnya


Untuk mengklasifikasikan tujuan dengan tepat, kita harus mem-
buat asumsi-asumsi tentang pembelajaran siswa sebelumnya. Ke-
harusan ini menjadi nyata ketika ada siswa yang pernah mengalami
aktivitas pembelajaran dan asesmen yang sama. Dalam kasus se-
macam ini, aktivitas pem belajaran atau tugas asesm en yang di-
maksudkan untuk menumbuhkan proses kognitif yang lebih kom-
pleks (misalnya, Menganalisis) tidak akan berhasil, sebab siswa hanya
perlu Mengingat pengalaman sebelumnya. Kalau kita ingin siswa
belajar Menganalisis, kita harus memastikan bahwa aktivitas-aktivitas
pem belajaran dan asesm en-asesm ennya m enum buhkan proses-
proses kognitif yang kompleks.
Sebuah tujuan bisa termasuk ke dalam beberapa proses kognitif
sesuai dengan tingkat-tingkat kelas siswa. Tujuan yang dipandang
kompleks di kelas-kelas bawah bisa m enjadi tujuan yang kurang

Bab 6: P en g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 159
kompleks di kelas-kelas atas. Misalnya, tujuan pelajaran matematika
kelas 3 yang mengharuskan siswanya membedakan dan kemudian
dengan saksama memilih apa saja yang dibutuhkan untuk menye-
lesaikan suatu jenis masalah boleh jadi di kelas 4 m engharuskan
siswanya mengimplementasikan, karena m engidentifikasi jenis m asa­
lah tersebut sudah m enjadi rutinitas mereka. Pada kelas 5, tujuan
itu malah m engharuskan siswanya mengeksekusi, sebab solusinya
sudah hampir bersifat otomatis bagi mereka; dan pada kelas 6, tujuan
tadi mengharuskan siswanya sekadar mengingat kembali, lantaran
segala macam jenis masalah pernah mereka jum pai dalam aktivitas-
aktivitas pembelajaran dan asesmen.
Alhasil, untuk m engklasifikasikan tujuan dengan tepat, guru
m esti mem punyai pengetahuan atau mem buat asumsi perihal pem ­
belajaran siswa sebelumnya. Ini sepertinya merupakan masalah yang
paling lazim dan paling sulit diselesaikan dalam mengklasifikasikan
tujuan tanpa mengacu pada kelompok dan/atau kelas tertentu atau
dalam m enggunakan Tabel Taksonom i tanpa m engetahui pem ­
belajaran siswa sebelumnya.

Membedakan Tujuan dari Aktivitas


Dalam m enggunakan Tabel Taksonomi, kita kadang mudah
terpeleset untuk m engklasifikasikan aktivitas-aktivitas belajar ke-
timbang hasil-hasil belajar yang diharapkan (sebagaimana peng-
alaman sebagian dari kami ketika mengerjakan proyek ini). Untuk
mencoba m engklasifikasikan tujuan, kita dapat memungut sebuah
kata kerja — misalnya "m engestim asi"— dan meletakkannya dalam
Tabel Taksonomi. Awalnya, kita mungkin sulit untuk meletakkannya.
Namun, ketika kita memasangkannya dengan pengetahuan sehingga
kata kerja itu menjadi sebuah tujuan pembelajaran, pengklasifikasian-
nya m enjadi jauh lebih m udah. Coba perhatikan contoh berikut:
"Sisw a belajar mengestimasi hasil operasi matematika dari dua angka
yang besar". Tujuan ini mendorong siswa belajar suatu prosedur yang
terdiri dari tiga langkah: (1) mencari angka paling besar di bawah
angka 10, (2) mengalikan angka-angka satu digit yang bukan 0, dan

160 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


(3) menjumlahkan O-nya. Di sini, mengestimasi berarti m en g ek sek u si
suatu prosedur estimasi, atau m en g a p lik a sik a n p e n g e ta h u a n p ro s ed u m l.
Adakalanya, kita coba memungut sembarang kata kerja, misalnya
"m encorat-coret" dan meletakkannya dalam Tabel Taksonomi. Jelas-
lah bahwa "m encorat-coret" tidak mungkin menjadi tujuan pem-
belajaran, tetapi kalau pun menjadi tujuan, kata kerja ini harus ditaut-
kan dengan dimensi pengetahuan supaya dapat diklasifikasikan.
Misalnya, "Sisw a belajar bahwa mencorat-coret membantunya me-
lepaskan stresnya ketika m enghadapi m asalah-m asalah pelik".
Tujuan ini mungkin merupakan strategi dalam P e n g e ta h u a n M e ta -
kognitif. Frasa "belajar bahw a" menyiratkan proses kognitif m e n g in g a t
k em bali (yakni "m engetahui bahw a"). Maka dari itu, tujuan tersebut
diklasifikasikan sebagai m e n g in g a t p e n g e ta h u a n m eta k o g n itif. Intinya
adalah kita dapat mengklasifikasikan kata kerja "m encorat-coret"
jika kata ini ditempatkan dalam konteks pengetahuan; tanpa konteks
pengetahuan, kata tersebut tak mungkin diklasifikasikan.
Sampai di sini, dapatlah ditarik sebuah kesimpulan: Banyak
"kata kerja", terutama yang berarti tindakan-tindakan siswa yang
tidak diharapkan (m isalnya, m engganggu, m engagitasi), tidak
mungkin dimasukkan dalam rumusan tujuan pendidikan. Konse-
kuensinya, kata-kata kerja tersebut tidak perlu diklasifikasikan dalam
kerangka pikir ini.

Tips untuk Mengklasifikasikan Tujuan Pembelajaran


Melihat masalah-masalah di atas dan berdasarkan pengalaman
kami semua dalam kajian ini, kami menawarkan empat tips untuk
meningkatkan ketepatan dalam m engklasifikasikan tujuan pem ­
belajaran: (1) menelaah kata kerja dan kata bendanya, (2) nreng-
hubungkan jenis pengetahuan dengan proses kognitif, (3) memasti-
kan bahwa kata benda atau frasa benda Anda tepat, dan (4) me-
manfaatkan banyak sumber informasi.

B ab 6: P e rig g u n aa n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 1 6 1
Menelaah Kata Kerja dan Kata Bendanya
Seperti telah disebutkan terdahulu, kata kerja dapat menyesat-
kan. Silakan perhatikan tujuan ini: "Sisw a dapat mengidentifikasi
berm acam-m acam gaya sastra (seperti kiasan, metafor, hiperbol,
personifikasi, aliterasi) yang dipakai dalam novel". Kata kerjanya
adalah "m engidentifikasi". Pada Tabel 5.1, mengidentifikasi merupa-
kan nama lain dari m e n g e n a li, yang term asuk dalam kategori proses
kognitif M e n g i n g a t . Akan tetapi, tidak tepat jika kita mengategorikan
tujuan tersebut dalam proses M e n g in g a t . Apabila kita mencermatinya
secara lebih teliti, tujuan ini m enginginkan siswa belajar m engiden­
tifikasi contoh-contoh gaya sastra dalam novel. M encari contoh-
contoh adalah m en c o n to h k a n , yang termasuk dalam kategori proses
kognitif M e n ia h m n i. Kesimpulan ini sejalan dengan fakta bahwa gaya
sastra adalah konsep (yaitu, kelas-kelas sesuatu yang memiliki ciri-
ciri yang sama). Maka, tujuan tersebut lebih tepat diklasifikasikan
sebagai m e m a h a m i p e n g e t a h u a n k o n se p tu a l.

Menghubungkan Jenis Pengetahuan dengan Proses Kognitif


Dalam tujuan-tujuan yang melibatkan proses-proses kognitif
M e n g i n g a t , M e m a h a m i, dan M e n g a p lik a s ik a n , jam aknya terdapat
hubungan langsung antara kategori proses dan jenis pengetahuan.
Misalnya, kita ingin siswa mengingat kembali fakta-fakta (m e n g in g a t
p en g e ta h u a n fa k tu a l), menafsirkan prinsip-prinsip (m em a h a m i p en ge­
ta h u a n k o n s e p tu a l), dan m engeksekusi rum us-rum us m atematika
( m en ga p lik a sik a n p e n g e ta h u a n p ro s e d u ra l).
Akan tetapi, jika M e n g a n a lis is , M e n g c v a lu a s i, dan M e n c ip ta
terlibat, hubungan antara kategori proses kognitif dan jenis penge­
tahuan tidak mudah diprediksi. Coba perhatikan, misalnya, tujuan
Kita tidak ingin siswa belajar
m en g c v a lu a s i p e n g e t a h u a n k o n se p tu a l.
m en g k ritik (M e n g c v a lu a s i) sejumlah kriteria (P e n g e ta h u a n K o n s e p tu a l),
m e n g k ritik sesuatu berdasarkan atau
tetapi kita ingin mereka belajar
dengan kerangka kriteria-kriteria tersebut. Sesuatu ini bisa berupa
hipotesis yang dikem ukakan oleh seorang ilm uwan atau solusi
masalah yang diajukan oleh seorang anggota parlemen. Kriteria-

162 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kriteria yang menjadi dasar untuk mengevaluasi bisa jadi meliputi
keberalasan dan efektivitas biaya. Maka, m e n g e v a lu a s i p en g e ta h u a n
k o n sep tu a l sebenarnya m en g ev a lu a si [berdasarkan] p e n g e ta h u a n konsep-
tual atau m e n g e v a lu a s i [dengan kerangka] p e n g e ta h u a n k o n sep tu a l.
Sekarang, perhatikan M e n c ip ta . Kita ingin siswa belajar m en cip ta
sesuatu — puisi, solusi baru atas suatu masalah, laporan penelitian.
Siswa diharapkan m emanfaatkan lebih dari satu jenis pengetahuan
dalam proses mencipta ini. Secara lebih detail, misalnya, kita ingin
siswa belajar menulis laporan penelitian tentang tokoh-tokoh nasio-
nal dalam sejarah Indonesia berdasarkan bidang garap dan informasi
pendukung yang diambil dari tulisan-tulisan tentang mereka. Kita
dapat m engklasifikasikannya sebagai M e n c ip t a (menulis laporan
penelitian) P e n g e ta h u a n K o n s e p tu a l (bidang garap) dan P e n g e ta h u a n
F a k tu a l (informasi pendukung). Hasil pengklasifikasian ini bukan
hanya membingungkan, melainkan juga tidak tepat. Kita tidak ingin
siswa m en cip ta p e n g e ta h u a n k o n se p tu a l dan fa k tu a l, tetapi ingin siswa
mencipta [laporan penelitian berdasarkan] p e n g e ta h u a n k o n sep tu a l dan
fa k tu a l. Sebagaimana dalam kasus M e n g e v a lu a s i sebelumnya, siswa
harus M e n c ip t a sesuatu berdasarkan suatu pengetahuan. Dengan
M e n c ip t a , siswa dapat m enggunakan semua pengetahuan mereka
(F a k tu a l, K o n se p tu a l, P ro s e d u ra l, dan M e ta k o g n itif).
Kesimpulan itu sederhana tetapi penting. Jika tujuannya me-
libatkan tiga proses kognitif yang paling kompleks, pengetahuan
menjadi dasar bagi proses-proses kognitif, dan di sini kerap kali
dibutuhkan banyak jenis pengetahuan. Kesimpulan ini dicontohkan
dalam beberapa sketsa pem belajaran di belakang.

Memastikan bahwa Kata Benda atau Frasa Benda Anda Tepat


Selama mengolah beragam draf Tabel Taksonomi> kami men-
jum pai rumusan-rumusan tujuan yang kata benda dan frasa benda-
nya tidak membantu kami m enentukan jenis pengetahuan yang
tepat. Pada umumnya, kata-kata kerja dalam rumusan-rum usan
tujuan tersebut menunjukkan kategori-kategori proses kognitif yang
kompleks (yakni, M e n g a n a lis is , M e n g e v a lu a s i, dan M e n c ip t a ). Silakan
perhatikan contoh-contoh tujuan di bawah ini:

B ab 6: P e n g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 1 6 3
• Siswa belajar membuat garis besar materi pelajaran dalam buku
teks.
• Siswa belajar mengkritik solusi yang diajukan atas masalah sosial.
• Siswa belajar m erancang seting berbagai pentas drama.

Dalam setiap contoh tujuan di atas, kata kerjanya mudah diiden-


tifikasi dan sangat m udah diklasifikasikan. Membuat garis besar
adalah nama lain dari mengorganisasi [Menganalisis], mengkritik ter-
masuk dalam kategori Mengevaluasi, dan mengkonstruksi ialah nama
lain dari memproduksi [Mencipta\. Frasa-frasa bendanya adalah "materi
pelajaran dalam buku teks", "solusi yang diajukan atas masalah
sosial", dan "seting berbagai pentas dram a". Apa yang kurang dari
rumusan-rum usan tujuan ini, dan apa yang harus dieksplisitkan se-
belum tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan, adalah penge-
tahuan yang dibutuhkan siswa untuk mengorganisasi materi pelajar­
an (yakni, prinsip-prinsip pengorganisasian), mengkritik solusi yang
diajukan (yaitu, kriteria evaluasi), atau m erancang seting (yakni,
parameter-parameter desain).
Sekarang coba perhatikan tujuan-tujuan berikut ini:
• Siswa belajar menganalisis hubungan antara bahan-bahan yang
dipakai dan penciptaan warnanya dalam karya seni.
• Siswa belajar mengevaluasi iklan-iklan di televisi atau membaca
koran/m ajalah berdasarkan prinsip-prinsip untuk membuat
"daya tarik".
• Siswa belajar m erancang habitat-habitat untuk spesies-spesies
tertentu supaya spesies-spesies ini dapat hidup.

Sebagaimana contoh-contoh tujuan sebelumnya, tiga tujuan ini


secara berturut-turut mendorong siswa untuk belajar Menganalisis,
Mengevaluasi, dan Mencipta. Akan tetapi, berbeda dengan tiga tujuan
terdahulu, pengetahuan yang dibutuhkan siswa ditulis dalam tiga
tujuan kedua (yang dicetak tebal). Pada tujuan pertama, siswa mem-
butuhkan pengetahuan tentang hubungan antara bahan-bahan yang
dipakai dan penciptaan warna. Pada tujuan kedua, siswa membutuh-
kan pengetahuan tentang prinsip-prinsip untuk m em buat "daya
tarik". Pada tujuan ketiga, siswa membutuhkan pengetahuan yang

164 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


cukup tentang spesies tertentu sehingga mereka dapat merancang
habitat yang cocok untuk spesies tersebut. Intinya adalah tidak semua
kata benda dan frasa benda m em berikan petunjuk-petunjuk yang
bermanfaat untuk mengklasifikasikan tujuan pembelajarannya dalam
dimensi pengetahuan. Untuk tujuan-tujuan yang mengembangkan
proses-proses kognitif yang kompleks, petunjuk-petunjuk mengenai
jenis pengetahuannya terdapat dalam:
• definisi atau deskripsi proses kognitif itu sendiri (lihat, misalnya,
pembahasan kita perihal proses kognitif membedakan pada Bab
5);dan/atau
• kriteria-kriteria evaluasi atau peraturan-peraturan penskoran
dalam asesmen.

Apabila tetap tidak ada petunjuk dalam kedua sumber itu, kita
harus menambahkan jenis pengetahuan dalam rumusan tujuannya.

Memanfaatkan Banyak Sumber Informasi


Manakala mulai m enganalisis sketsa-sketsa, kami tahu bahwa
pemahaman kami tentang tujuan-tujuan pembelajarannya meningkat
dengan m em pelajari banyak sum ber: rum usan tujuan, aktivitas-
aktivitas pembelajaran, tugas-tugas asesmen, dan kriteria-kriteria
evaluasinya. Ini penting terutama dalam rumusan-rum usan tujuan
yang kurang jelas atau terlalu global. M anfaat banyak sumber infor­
masi ini akan tam pak dalam sketsa-sketsa di belakang. Namun,
sebelum m em bahas setiap vinyetnya, kita akan terlebih dahulu
mengeksplorasi pada bab berikutnya bagaim ana sketsa-sketsa itu
dipadukan, seperti apa "rupa sketsa-sketsa tersebut", dan bagaimana
sketsa-sketsa itu dianalisis. pg

Bab 6: P e n g g u n a a n T a b e l T a k s o n o m i P e n d id ik a n 165
Bab 7

Pengantar Pembahasan
Sketsa Pembelajaran

Berdasarkan banyak pengalaman kolektif kami dalam mengkaji


Handbook, kami percaya bahwa kerangka pikir seperti Tabel Takso-
nomi ini membutuhkan ilustrasi-ilustrasi dan pembahasan supaya
lebih mudah dipahami dan digunakan dalam pembelajaran di kelas.
Oleh karena itu, kami menyertakan enam sketsa pembelajaran dalam
buku ini (lihat Tabel 7.1).
Sketsa-sketsa ini dipilih untuk mendukung paparan pada bab-
bab terdahulu dan untuk memperjelas kon^ep-konsep dan elemen-
elemen pokok dalam Tabel Taksonomi. Bab ini akan mengupas karak-
teristik sketsa-sketsa tersebut, m em erinci kom ponen-kom ponen
intinya, dan m enunjukkan cara-cara untuk m enggunakan Tabel
Taksonomi guna membantu Anda memahami pembelajaran yang
kompleks di kelas. Dengan pemahaman yang lebih utuh, dimungkin-
kan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

KARAKTERISTIK SKETSA PEMBELAJARAN


Untuk menerangkan apa sketsa-sketsa ini, sebaiknya kita mulai
dengan apa yang bukan karakteristik sketsa pembelajaran. Pertama,
sketsa-sketsa ini tidak m erepresentasikan "praktik terbaik", peng-
ajaran yang sempurna, atau model-model pem belajaran yang dapat
diadopsi atau ditiru oleh guru lain. Kami mencantumkan sketsa-

166 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


sketsa dalam buku ini bukan dengan pandangan evaluatif seperti
itu. Kami sarankan Anda menunda keinginan untuk menilai sketsa-
sketsa ini, dan sebaiknya Anda m em and ang m ereka sebagai
kumpulan praktik pengajaran dalam unit-unit kurikulum besar yang
ditulis oleh para guru.1 Pertanyaannya bukanlah apakah sketsa-
sketsa ini m erepresentasikan pengajaran yang baik atau buruk,
melainkan bagaimana Tabel Taksonomi dapat membantu memahami
tujuan-tujuan pembelajaran, aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan
asesmen-asesmen yang dideskripsikan oleh guru-guru di sini dalam
rangka meningkatkan pengajaran mereka sendiri dan pembelajaran
siswa.

T a be l 7.1. K u m p u la n S k e ts a P e m b e la ja ra n

Bab Judul K e la s M a ta P e la ja ra n

8 N utrisi 5 K ese h a ta n
9 M a cb eth 12 S a stra Inggris
10 P en ju m la h a n 2 M a te m a tika
11 U n d a n g -U n d a n g 5 S eja ra h
12 G u n u n g B erapi 6-7 S ains
13 M e n u lis L ap oran 4 B ah a sa

Kedna, sketsa-sketsa ini pun tidak merepresentasikan semua pen-


dekatan pembelajaran di semua kelas untuk semua rnata pelajaran
di semua negara. Dengan perkataan lain, kumpulan sketsa pem ­
belajaran ini dimaksudkan sebagai ilustrasi, contoh yang benar dan
salah. Akan tetapi, kami percaya bahwa analisis kami terhadap
sketsa-sketsa ini akan membantu Anda menganalisis tujuan, pem ­
belajaran, dan asesmen Anda sendiri dan orang lain, dan membantu

'Bab 12, sketsa pembelajaran G unung Berapi, diajarkan oleh seorang


guru yang sudah berpengalaman, tetapi sketsa pembelajaran ini dibuat oleh
Dr. M ichael Smith, yan g mengam ati pengajaran tersebut sebagai bagian
dari studi National Science Foundation.

Bab 7 : P e n g a n ta r P em b ah as a n Sketsa P e m b e la ja ra n 1 6 7
Anda menimbang pendekatan-pendekatan lain dalam pembelajaran
dan asesmen yang lebih tepat dan efektif demi keberhasilan belajar
siswa.
Setelah m em bicarakan apa yang bukan karakteristik sketsa-
sketsa ini, sekarang kita babas karakteristik mereka. Pertama, dan
barangkali ini yang terpenting, sketsa-sketsa ini adalah nyata. Mereka
m erepresentasikan unit-unit kurikulum yang diajarkan di sekolah-
sekolah di Amerika Serikat oleh para guru. Panjang draf awal sketsa-
sketsa ini berbeda-beda, dari yang pendek sampai cukup panjang
— ham pir 20 halam an. Oleh karena keterbatasan tempat, sketsa-
sketsa yang panjang kami potong. Meski demikian, semua sketsa
pembelajaran ini berisikan deskripsi-deskripsi penting dari unit-unit
kurikulum yang dituturkan dengan bahasa guru-guru yang meng-
ajarkan mereka.
Kedua, sketsa-sketsa ini menggambarkan sebagian realitas yang
sebenarnya. Sketsa-sketsa ini menunjukkan kompleksitas, ambigui-
tas, dan masalah pem belajaran di kelas. Karakteristik ini mesti di-
ketahui oleh pembaca yang melebih-lebihkan sketsa-sketsa ini, dan
di sini kami tunjukkan manfaat Tabel Taksonomi. Pengajaran yang
sederhana dan linier dalam waktu yang sangat pendek hanya perlu
sedikit analisis.
N.

Ketign, kami meminta para guru pembuat sketsa-sketsa ini untuk


m endeskripsikan unit-unit kurikulum, bukan bahan pelajaran yang
diajarkan selama satu atau dua hari. Alasan-alasan dari permintaan
kami ini akan dibahas pada bagian berikutnya.

UNIT KURIKULUM
Sebuah unit kurikulum berisikan satu atau lebih tujuan pen-
didikan yang dapat dicapai dalam tempo dua atau tiga pekan. Kalau
terdapat lebih dari satu tujuan pendidikan, tujuan-tujuan ini saling
berkaitan, misalnya dalam hal kesamaan topik (misalnya, Bab 8,
Nutrisi; Bab 9, Macbeth; Bab 12, Gunung Berapi). Unit-unit inter-
disipliner (misalnya, unit tentang pesawat terbang yang melibatkan
pelajaran sejarah, sains, matematika, dan sastra) dan integratif (misal­
nya, Bab 11, U ndang-U nd ang; Bab 13, M enulis Laporan) juga

168 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


merupakan contoh unit-unit kurikulum. Dalam sebuah unit kuri-
kulum , bisa jadi terdapat beberapa tujuan pem belajaran, yang
masing-masing merupakan satu pelajaran yang diajarkan selama satu,
dua atau mungkin tiga hari. Dalam unit-unit kurikulum lain, tidak
terdapat rumusan tujuan pembelajaran (mungkin tujuan pembelajar-
annya dinyatakan secara implisit).
Fokus pada unit-unit kurikulum lebih m enguntungkan ke-
timbang fokus pada pelajaran harian. Pertama, unit-unit kurikulum
memberikan cukup waktu yang dibutuhkan untuk m enyelenggara-
kan pembelajaran yang lebih integral dan holistik. Dalam waktu yang
cukup lama ini, siswa dapat diajari untuk m elihat hubungan antara
ide, bahan pelajaran, aktivitas pem belajaran, dan topiknya; struktur
unit ini membantu siswa melihat "hutan dan juga pohon-pohonnya".
Kedim, unit-unit kurikulum m emungkinkan guru lebih fleksibel
dalam menggunakan waktu. Kalau guru kehabisan waktu pada suatu
hari, pem belajarannya dapat dilanjutkan pada hari berikutnya.
"P enggunaan w aktu yang flek sib el" dalam unit kurikulum ini
penting karena, sebagaimana nanti akan kita lihat dalam sketsa-
sketsa, aktivitas-aktivitas pem belajaran tidak selalu berjalan sesuai
dengan rencana. Lagi pula, sebagian siswa mungkin membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk belajar daripada sebagian siswa lain-
nya. Unit-unit kurikulum memungkinkan guru mengakomodasi ke-
kurangan dan kelebihan siswa semacam ini.
Ketiga, unit-unit kurikulum memberi konteks untuk menafsirkan
tujuan-tujuan, aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan asesmen harian.
Misalnya, makna pelajaran menulis kalimat deklaratif sering kali
lebih mudah dipahami dalam konteks unit pelajaran menulis para-
graf. Sama halnya, m emahami konsep rasio dan proporsi akan lebih
gam pang dalam konteks unit pelajaran melukis dan memahat.
Keempat, unit-unit kurikulum yang besar memberi cukup waktu
bagi aktivitas-aktivitas pembelajaran yang memungkinkan guru me-
ngembangkan dan mengases pembelajaran tujuan-tujuan yang lebih
kompleks. Tujuan-tujuan yang m elibatkan proses-proses kognitif
Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta m emerlukan waktu belajar
yang lebih lama.

Bab 7 : P e n g a n ta r P em b ah as a n Sketsa P e m b e la ja ra n 1 6 9
KOMPONEN-KOMPONEN POKOK DESKRIPSI SKETSA
PEMBELAJARAN
Agar semua sketsa pembelajaran m emiliki struktur yang sama
dan m em ungkinkan pem bandingan antarvinyet, setiap sketsa
pembelajaran dimulai dengan deskripsi tentang konteks kelas dan
kemudian dibagi jadi tiga komponen pokok: (1) tujuan, (2) aktivitas
pembelajaran, dan (3) asesmen. Pada setiap komponen, ditulis per-
tanyaan-pertanyaan yang akan membimbing guru dalam menyiap-
kan sketsa pembelajaran.
Pada deskripsi konteks kelas dan komponen tujuan, pertanyaan-
pertanyaannya adalah sebagai berikut:
• Apa tujuan-tujuan unitnya dan bagaimana cara Anda merumus-
kan tujuan-tujuan tersebut?
• Bagaimana kesesuaian setiap unit dengan skema yang lebih besar
(misalnya, standar nasional pendidikan atau Ujian Nasional, kuri-
kulum satuan pendidikan, unit-unit sebelum dan/atau sesudah-
nya, usia atau kelas siswa)?
• Apa bahan-bahan (misalnya, teks, peranti lunak, peta, video) dan
alat-alat (misalnya, komputer, televisi, perlengkapan laborato-
rium) yang tersedia bagi Anda dan siswa?
• Seberapa banyak waktu yang dialokasikan untuk unit ini? Apa
*s
dasar dari keputusan Anda dalam menentukan panjang waktu-
nya?
Pada komponen aktivitas pembelajaran, kami mengajukan per-
tanyaan-pertanyaan berikut kepada guru:
• Bagaimana unit-unit ini disampaikan kepada siswa (misalnya,
apakah gam baran umumnya saja? Apakah tujuan unitnya di-
diskusikan dengan siswa?)?
• Dalam aktivitas-aktivitas apa saja, siswa mempelajari unit ini?
Mengapa hanya dalam aktivitas-aktivitas tersebut?
• Apa tugas-tugas yang diberikan kepada siswa? Mengapa Anda
memilih tugas-tugas ini?
• Bagaimana Anda memonitor keterlibatan dan keberhasilan siswa
dalam aktivitas-aktivitas dan tugas-tugas tersebut?

170 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Pada komponen asesmen, kami meminta para guru untuk men-
jawab pertanyaan-pertanyaan ini:
• Bagaimana Anda mengetahui apakah siswa sedang belajar atau
tidak? Bagaimana Anda mengases apa yang telah siswa pelajari?
• Apakah Anda menggunakan rubrik, pedoman penskoran, kriteria,
dan standar untuk menilai kualitas pekerjaan siswa? Jika ya, apa
saja yang Anda gunakan dan bagaimana cara Anda mengguna-
kannya?
• Bagaim ana Anda m em beritahu sisw a perihal seberapa baik
mereka sedang (atau telah) mempelajari unit ini?
• Bagaimana cara Anda m emberi nilai siswa? Apa standar penilai-
an yang Anda gunakan?

Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi panduan, bukan syarat.


Andai Anda mengamati sekilas sketsa-sketsa ini, berarti pertanyaan-
pertanyaan di atas telah Anda m anfaatkan dengan baik. Tak semua
pertanyaan itu relevan ba'gi semua guru, dan guru-guru di sini hanya
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang relevan. Akan tetapi, terlepas
dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, setiap guru sudah
m enulis deskripsi yang kom prehensif tentang setiap kom ponen
sketsa p em belajaran . K om pon en-kom ponen dari enam sketsa
pembelajaran dipaparkan dan dibahas di bab-bab selanjutnya secara
berurutan: konteks kelas, tujuan, aktivitas-aktivitas pembelajaran,
dan asesmen.
Kam i perlu m enekankan bahw a urutan terseb u t tidak di-
maksudkan untuk m enunjukkan cara pandang atau perencanaan
yang linier. Kami tahu persis bahwa, m enurut hasil penelitian, guru-
guru kerap m engaw ali perencanaan m ereka dengan aktivitas-
aktivitas pembelajaran, bukan dengan tujuan atau asesmen. Kami
berpendapat bahw a perencanaan dapat diaw ali dengan tujuan,
aktivitas pem belajaran, atau asesmen. Perencanaan yang "didorong
oleh tujuan" dimulai dengan menspesifikasikan tujuan-tujuan pem­
belajaran. Perencanaan yang "didorong oleh aktivitas" mulanya me­
nekankan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Dan, guru yang membuat
rencana pembelajaran karena "dorongan tes" memulainya dengan

Bab 7 : P e n g a n ta r P em b ah asan Sketsa P e m b e la ja ra n 1 7 1


asesmen. Namun, lepas dari dorongan awalnya, semua guru tetap
memerhatikan dua kom ponen lainnya dan bahan-bahan yang di-
perlukan untuk mendukung aktivitas-aktivitas pembelajaran dan
alokasi waktu untuk unit kurikulumnya.
Kami sudah memperkirakan bahwa deskripsi tentang aktivitas-
aktivitas pem belajaran dari unit kurikulumnya akan berbeda-beda.
Satu deskripsi mem aparkan kronologi peristiwa-peristiwa dari hari
ke hari yang terjadi di kelas seiring dengan perkembangan pengajar-
an unitnya. Deskripsi lainnya lebih ringkas dengan kronologi yang
minim, hanya memaparkan peristiwa-peristiwa penting yang ber-
talian dengan hal-hal pokok. Sebagian besar guru di sini memilih
perpaduan antara jenis-jenis deskripsi tersebut dengan fokus pada
peristiwa-peristiwa penting dalam kronologi waktu.

MENGGUNAKAN TABEL TAKSONOMI UNTUK


MENGANALISIS SKETSA PEMBELAJARAN
Kami mulai anali-sis ini dengan membaca deskripsi-deskripsi
sketsa pem belajaran yang ditulis guru, untuk mencari petunjuk-
p etu nju k yang m em bantu kam i m em aham i deskripsi-deskrips
tersebut dengan kerangka Tabel Taksonomi. Sejalan dengan struktur
tujuan pendidikan (lihat Bab 2), petunjuk-petunjuk ini terutama
berasal kata benda dan kata kerjanya. Seperti telah kami sebutkan
pada Bab 6, kami menggunakan Tabel 3.2 untuk memahami kata-
kata benda yang kami jum pai dan Tabel 5.1 untuk memahami kata-
kata kerja.
Kami sengaja menggunakan istilah petunjuk (clue) pada paragraf
di atas. Kami tak pernah dapat memastikan di mana tepatnya letak
suatu deskripsi dalam Tabel Taksonom i. K adang, penem patan
deskripsi ini menjadi makin jelas dan makin tepat setelah jauh kami
membaca vinyetnya. Kadang, penempatan akhir bertolak belakang
dengan penempatan awal.
Untuk memahami masalah yang kami hadapi ini, silakan per-
hatikan contoh berikut. Salah satu rumusan tujuan dalam sketsa
pembelajaran Nutrisi (Bab 8) adalah siswa "m engem bangkan penge-
tahuan tentang skema klasifikasi "daya tarik" yang menggambarkan

172 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


segmen pasar yang disasar oleh penulis iklan". Kata "m engem bang-
kan" tidak ditemukan dalam daftar proses kognitif kami. Akan tetapi,
frasa "skema klasifikasi" merupakan Pengetahuan Konseptual. Di sini,
kami berpendapat bahwa "m engem bangkan" berarti Mengingat atau
Memahami, dan mulanya kami m engklasifikasikan tujuan tersebut
dalam Tabel Taksonomi sebagai mengingat atau memahamipengetalman
konseptual.
Dengan klasifikasi awal ini, kami terus m em baca deskripsi
aktivitas-aktivitas pembelajarannya. Pada awal unit, Ms. Nagengast,
gurunya, mengemukakan enam "daya tarik" yang dibuat oleh pe­
nulis iklan (yakni kemudahan, penghematan, kesehatan, kesenang-
an/kebanggaan, kekhawatiran, dan kenyamanan/kenikmatan) dan
siswa diharapkan dapat mengingat nama keenam daya tarik tersebut.
Lantaran penekanannya pada nama, bukan pada kategorinya, kami
mengklasifikasikan aktivitas ini dalam kotak mengingat pengetahuan
faktual. Perhatikan bahwa penekanan pada Pengetahuan Faktual ini
tidak sesuai dengan penempatan awal kami yang didasarkan pada
rumusan tujuannya. Akan tetapi, segera setelah belajar mengingat
nama-nama itu, siswa disodori contoh-contoh setiap daya tarik yang
benar dan salah dan kemudian diminta mencari contoh-contoh untuk
menguji pemahaman mereka. Pengajaran contoh-contoh yang benar
dan salah itu menunjukkan dua hal: pertama, kategori-kategori sedang
dibuat; kedua, siswa sedang melakukan proses kognitif mencontohkan.
Lantaran pengetahuan tentang kategori m erupakan Pengetahuan
Konseptual, dan mencontohkan termasuk dalam kategori Memahami,
kami menyimpulkan bahwa tujuan ini berada dalam kotak memahami
pengetahuan konseptual. Kesimpulan ini selaras dengan penempatan
awal (yang terfokus pada Memahami, bukan Mengingat).
Akhirnya, kami menganalisis asesmennya. Ms. Nagengast meng-
gunakan dua tugas asesmen untuk mengases tujuan ini. Dalam tugas
pertama, ia meminta siswa "m engidentifikasi sebuah iklan, men-
deskripsikannya, dan kemudian menyebutkan daya tariknya [yaitu
jenis atau kategori daya tarik] yang dibuat oleh penulisnya". Dalam
tugas kedua, Ms. Nagengast meminta siswa "m em buat gambaran
s-uatu produk yang memiliki daya tarik seperti [jenis] daya tarik yang

Bab 7 : P e n g a n ta r P em b ah as a n Sketsa P e m b e la ja ra n 1 7 3
telah disam paikan g u ru n y a". U ntuk m engerjakan tugas-tugas
asesmen ini, siswa melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar meng-
ingat nama-nama enam jenis daya tarik tersebut (yakni mengingat
pengetahuan faktunl ) . M ereka harus m em aham i setiap jenis (yaitu
setiap kategori) daya tarik dalam arti sifat-sifat atau ciri-ciri utama-
nya, sehingga m ereka dapat secara tepat m enem patkan contoh-
contoh baru dalam kategori yang pas (tugas 1) atau menempatkan
contoh-contoh baru dalam kategori yang sudah ada (tugas 2). Secara
keseluruhan, petunjuk-petunjuk yang kam i peroleh dari tujuan,
aktivitas-aktivitas pem belajaran, dan asesmennya mengarah pada
kesimpulan bahwa Ms. Nagengast ingin siswa-siswanya belajar me-
mahami pengetahuan konseptual (yaitu kotak B2 pada Tabel Takso- ’
nomi).
Dengan cara yang sama, kami membaca setiap komponen sketsa
pembelajaran. Pada setiap komponen, kami secara khusus memer-

T a b e l 7.2. E le m e n -e le m e n y a n g R e le v a n d e n g a n A n a lis is S k e ts a P e m b e la ja ra n

Kom ponen E le m e n

Tujuan T u jua n u m um
R u m u s a n tuju a n
Topik

A ktivitas-aktivitas p em b ela jaran K o m e n ta r g uru


P e rta n ya a n d ari g u ru u n tu k sisw a
T u g a s u n tu k s is w a
-

A se sm e n T u g a s a se s m e n (ya kn i b u tirte s , tu g a s p o rto fo lio )


P e d o m a n p e n sko ra n , d an ru b rik
K rite ria dan s ta n d a r e va lu a si

174 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


hatikan elemen-elemennya yang memberi kami petunjuk. Elemen-
elemen ini dirangkum dalam Tabel 7.2.
Pada komponen tujuan, kami terfokus pada rumusan tujuan
umum, topik, dan tujuan yang eksplisit. Dalam sketsa pembelajaran
Undang-Undang (Bab 11), misalnya, tujuan umumnya adalah "me-
m adukan tulisan persuasif siswa dengan pengetahuan mereka
tentang tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa sejarah". Kata kerja
"m em adukan" dan frasa benda "tulisan persuasif" dan "pengetahu­
an mereka tentang tokoh-tokoh dan peristiw a-peristiw a sejarah"
memberi kami petunjuk untuk menempatkan tujuan ini dalam Tabel
Taksonomi. Demikian pula, dalam sketsa pem belajaran Gunung
Berapi (Bab 12), gurunya menunjukkan bahwa topik unit pelajarann-
ya adalah "paradigm a yang dom inan dalam geologi, yaitu teori
gerakan lempeng bum i". Dikaitkan dengan judulnya, pernyataan
tersebut m enunjukkan secara jelas titik tekan topiknya — peran
gerakan lempeng bumi dalam m enjelaskan aktivitas gunung berapi.
Titik tekan topiknya memberi kami petunjuk untuk menempatkan
tujuan tersebut dalam baris Tabel Taksonom i yang tepat (jenis
pengetahuan). Nam un, penem patannya pada kolom yang tepat
(proses kognitif) tidak mungkin dilakukan jika hanya mengacu pada
titik tekan topiknya.
Pada komponen aktivitas pembelajaran, petunjuk-petunjuknya
berasal dari perkataan-perkataan guru (khususnya ketika guru
m enjelaskan aktivitas-aktivitas pem belajaran kepada siswa atau
keterangan guru tentang aktivitas-aktivitas pembelajaran mereka),
pertanyaan-pertanyaan yang guru ajukan kepada siswa (dan per-
tanyaan siswa kepada guru), dan tugas-tugas yang diberikan kepada
siswa sebagai bagian atau kelanjutan dari aktivitas pembelajaran.
Dalam sketsa pembelajaran Penjumlahan (Bab 10), misalnya, guru
mengatakan kepada siswa-siswanya bahwa "bila mereka belajar
salah satu bentuk penjumlahan (misalnya, 3 + 5 = 8), mereka akan
mengetahui bentuk penjumlahan lainnya (misalnya, 5 + 3 = 8). Oleh
karena itu, keluarga bilangan m enjadikan sisw a lebih m udah
menghafal sebab mereka hanya perlu mengingat setengah fakta".
Dari pernyataan pertam a, kita tahu bahw a guru m enggunakan

Bab 7 : P e n g a n ta r P em b ah as a n Sketsa P e m b e la ja ra n 1 7 5
kategori-kategori (yakni keluarga bilangan) untuk m engurangi
muatan hafalan yang harus siswa lakukan. Pengetahuan tentang
kategori merupakan Pengetahuan Konseptual. Namun, berbeda dengan
sketsa pem belajaran Nutrisi, kategori ini tidak dimaksudkan untuk
membantu siswa memahami. Maka, tujuan aktivitas pembelajaran
di sini bukan memahami pengetahuan konseptual. Kalimat kedua yang
diucapkan guru di atas secara jelas menunjukkan bahwa kategorinya
dim aksudkan untuk m engurangi "m uatan hafalan" siswa. Kata
kerjanya sangat jelas "m engingat". Tujuan pokoknya adalah meng-
hafal bentuk-bentuk penjum lahan (yakni, mengingat pengetahuan
faktual). Seperti tertera pada uraian tentang sketsa pem belajaran
Penjum lahan di belakang, perhatian kita tertuju pada hubungan
yang dibuat guru antara Pengetahuan Konseptual dan Pengetahuan
Faktual, dan antara Memahami dan Mengingat.
Dalam sketsa pembelajaran Macbeth (Bab 9), petunjuk-petunjuk-
nya berasal dari pertanyaan-pertanyaan yang guru lontarkan kepada
siswa. Sewaktu guru membimbing diskusi tentang Babak II drama
Macbeth, m isalnya, ia bertanya, "M engapa M acbeth tidak m au
kembali ke kamar Duncan untuk menusukkan pisau yang berlumur-
an darah itu ke pengaw al-pengaw alnya?" Untuk m enjawab per-
tanyaan ini, siswa harus m engetahui m otif di balik suatu tindakan
(atau, lebih tepatnya, ketidakmauan). Artinya, mereka harus meng-
konstruk model m ental yang menjelaskan alasan ketidakmauan itu.
Maka dari itu, kita dapat m engklasifikasikan pertanyaan ini sebagai
menjelaskan, yang term asuk dalam kategori proses kognitif Me­
mahami.
Terakhir, pada komponen asesmen, petunjuk-petunjuknya ber­
asal dari tugas-tugas asesm en dan kriteria evaluasi (yakni skala
kiraan, rubrik penskoran) yang digunakan untuk menilai capaian
siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tersebut. Dalam sketsa pem­
belajaran Undang-Undang (Bab 11), guru memberi siswa "Lem bar
Evaluasi" untuk m engevaluasi tajuk rencana buatan mereka, tajuk
rencana yang ditulis dari perspektif seorang tokoh sejarah. Lembar
Evaluasi ini berisikan sejum lah kriteria evaluasi (yakni, siswa
memiliki minimal tiga alasan untuk mendukung pandangan si tokoh,

176 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dan minimal satu alasan yang tidak berasal dari buku teks atau
pelajaran di kelas; alasan-alasan ini sesuai dengan pandangan si
tokoh dan secara historis b en ar). K riteria-kriteria evaluasi ini
bertalian dengan Pengetahuan Faktual (yakni, kebenaran sejarah,
alasan-alasan yang diambil dari buku teks atau diskusi kelas) dan
Pengetahuan Konseptual (yaitu, kesesuaian dengan tokoh sejarahnya,
minimal satu alasan yang tidak diambil dari buku teks atau diskusi
kelas). Jika kriteria-kriteria evaluasi ini ditilik berdasarkan seluruh
k on teks v in y etn y a, kita d ap at m e n y im p u lk a n bahw a sisw a
diharapkan untuk mengingat pengetahuan faktual dan memahami
pengetahuan konseptual.
Dalam sketsa pembelajaran Penjumlahan (Bab 10), asesmennya
berupa tes menghafal dalam waktu yang lama. Aspek waktu dalam
asesmen ini menjadi petunjuk lain bahwa fokus gurunya adalah
m enghafal. Siswa yang berusaha m enerapkan berbagai strategi
menghafal pada pelajaran ini tidak akan dapat m enyelesaikan tugas
asesm ennya dalam w aktu yang tersedia. M aka, tujuan utam a
pem belajaran ini adalah m engingat bentuk-bentuk penjumlahan
(yakni, mengingat pengetahuan faktual), dan semua aktivitas pem-
belajarannya merupakan beragam cara untuk membantu siswa men-
capai tujuan tersebut.

LANGKAH-LANGKAH DALAM MEN GAN ALISIS SKETSA


PEMBELAJARAN
Setelah banyak melakukan diskusi, coba-coba, kesalahan, dan
revisi, kami m enganalisis sketsa-sketsa dengan em pat langkah.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan memaparkan elemen-
elemen sketsa pem belajaran yang akan dianalisis dengan Tabel
Taksonomi. Komponen dan elemen pada Tabel 7.2 bermanfaat untuk
melakukan langkah pertama ini. Langkah kedua adalah mencermati
kata-kata benda dan kata-kata kerja yang relevan. Dengan mengacu
pada Tabel 3.2 (untuk kata benda) dan Tabel 5.1 (untuk kata kerja),
kami mencatat "dugaan-dugaan terbaik" kami tentang jenis penge­
tahuan dan proses kognitif di balik tujuan, aktivitas-aktivitas pem ­
belajaran, dan asesmen yang dijelaskan oleh guru. Jika dimungkinkan

Bab 7 : P e n g a n ta r P e m b ah as a n Sketsa P e m b e la ja ra n
dan bermanfaat, kami menempatkan "dugaan-dugaan terbaik" kami
dalam Tabel Taksonomi. Kami membuat tiga.Tabel Taksonomi yang
terpisah: satu untuk hasil analisis kami atas rumusan-rumusan tuju-
an, satu untuk hasil analisis kami atas aktivitas-aktivitas pembelajar­
an, dan satu untuk hasil analisis kami atas asesmennya. Langkah
ketiga adalah membaca ulang seluruh catatan kami dan bagian dari
deskripsi-deskripsi sketsa pembelajaran yang relevan untuk menge-
tahui apakah kami dapat m em buat dugaan-dugaan yang lebih baik
lagi. Secara keseluruhan, pembacaan dan penelaahan ulang ini sangat
bermanfaat. Kemudian, kami merevisi catatan-catatan kami dan pe-
nempatannya dalam tiga Tabel Taksonomi. Langkah keempat adalah
memeriksa konsistensi analisis dalam tiga Tabel Taksonomi, dengan
m em bandingkan klasifikasi-klasifikasi tujuan, aktivitas pembelajar­
an, dan asesmennya untuk mengetahui tingkat kesesuaian di antara
ketiganya. Setelah mem eriksa semua hasil analisis ini, kami me-
nerjemahkan catatan-catatan kami dalam bentuk narasi yang dapat
Anda baca pada bab-bab sketsa pembelajaran di belakang.
Dalam langkah terakhir ini, kami menangkap sebagian masalah
pokok yang dihadapi guru ketika mereka membuat rencana pem ­
belajaran dan melaksanakannya. Masalah-masalah ini dibahas pada
Bab 14. Tak pelak, m asalah-masalah ini memang merepotkan guru.
Kami percaya bahwa m engkaji m asalah-m asalah tersebut secara
serius dan mencari solusi-solusinya yang berkelanjutan akan sangat
berm anfaat untuk m eningkatkan kualitas pendidikan.

SISTEMATIKA PEMBAHASAN SKETSA PEMBELAJARAN


Seperti telah disinggung sebelumnya, kami menggunakan for­
mat yang sama dalam memaparkan sketsa pembelajaran-vinyetnya
supaya pembaca tidak hanya memahami setiap sketsa pembelajaran,
tetapi juga dapat membandingkan sketsa-sketsa itu. Deskripsi setiap
sketsa pembelajaran, yang dibuat oleh guru-guru sendiri, dicetak
dengan jenis dan ukuran karakter (font) yang sama.
Anda akan menjumpai komentar-komentar berdasarkan analisis
kami. Sub-subjudul dan karakter dari semua komentar ini sama.

178 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Setelah menganalisis setiap komponen utamanya (yaitu tujuan,
aktivitas pem belajaran, dan asesmen), kami merangkum analisis
kami dalam Tabel Taksonomi. Sebagaimana telah disebutkan se-
belumnya, basil akhirnya adalah tiga Tabel Taksonomi yang terisi
lengkap untuk setiap sketsa pembelajaran. Tabel pertama m erang­
kum analisis kami atas tujuan pembelajaran. Tujuan-tujuan pem­
belajaran ini ditulis dengan cetak tebal. Tabel kedua merangkum
analisis kami atas aktivitas-aktivitas pem belajarannya. Aktivitas-
nktivitns ini dicetak miring. Untuk m em udahkan pembaca dalam
melakukan pembandingan, tujuan-tujuan pembelajarannya juga di­
cetak tebal dalam tabel kedua. Tabel ketiga merangkum analisis kami
atas asesmennya. Analisis yang didasarkan pada asesmen ini ditulis
dengan huruf biasa. Sekali lagi, tujuan ditulis dengan cetak tebal
dan aktivitas-aktivitas pembelajaran ditulis miring.
Kami m em buat kesim pulan atas pem bahasan setiap sketsa
pem belajaran dengan em pat pertanyaan sebagai kerangkanya:
tentang pembelajaran, pembelajaran, asesmen, dan kesesuaian di
antara ketiganya. Kami juga m engajukan beberapa "pertanyaan
penutup" perihal unit pelajaran yang dirancang dan diajarkan oleh
guru. Pertanyaan-pertanyaan penutup ini dapat dipakai sebagai
"titik aw al" untuk secara terbuka mendiskusikan unit pelajaran yang
dipaparkan dalam vinyetnya.
Selain itu, kami mendeskripsikan langkah-langkah analisis kami
secara lebih mendetail pada sketsa pembelajaran pertama (Bab 8
Nutrisi). Petunjuk-petunjuk yang kami pakai ditunjukkan dengan
cetak tebal. Kami secara eksplisit menunjukkan hubungan antara
petunjuk-petunjuk ini dan penafsiran kami atasnya dengan kerangka
jenis pengetahuan dan/atau proses kognitif. Kami pun memerikan
hubungan an tara p ro ses-p ro ses k o g n itif terten tu (m isaln y a,
mengklasifikasikan) dan kategori-kategori proses kognitif (misalnya,
Mernahami). Tak lupa, kami mensyarahkan pertimbangan di balik
pengklasifikasian yang kami lakukan bila merasa perlu.
Pada akhir bab ini, perlu kami ingatkan sekali lagi bahwa tujuan
pencantuman sketsa pembelajaran adalah memudahkan pembaca

Bab 7 : P e n g a n ta r P e m b ah as a n Sketsa P e m b e la ja ra n \ 7 9
dalam memahami kerangka pikir dan pendekatan kami, dan juga
menguatkan kerangka pikir dan pendekatan kami. Sketsa-sketsa ini
diharapkan juga dapat membantu pembaca menganalisis dan se-
lanjutnya meningkatkan kualitas pendidikan kita semua. ■

180 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Bab 8

Sketsa Pembelajaran
Nutrisi
Sketsa pem belajaran ini m enggam barkan unit pelajaran tentang
iklan yang dibuat dan diajarkan oleh Ms. Nancy C. Nagengast. Unit
pelajaran ini diajarkan s'elama dua pekan, dan merupakan bagian
dari unit pelajaran tentang nutrisi (gizi) yang diajarkan selama
sembilan pekan.
Saya terakhir mengajarkan unit ini kepada siswa-siswa kelas
dua yang berjumlah 13 anak lelaki dan 13 anak perempuan. Secara
umum, mereka bingung sekali, tetapi setiap kali mereka "m asuk"
ke dalam suatu topik, baik yang berkaitan dengan sekolah atau tidak,
mereka bersemangat dan antusias. Unit pelajaran ini, yang diajarkan
sampai akhir tahun akademik, menguji keterampilan belajar dan ke-
mampuan belajar bersama yang telah mereka miliki.
Dalam rencana saya, unit ini diajarkan selama 30 menit/hari.
Pada hari-hari tertentu, ketika siswa-siswa melakukan suatu aktivitas
dengan asyik, saya menambah alokasi waktunya. Pada hari lain,
ketika siswa mengerjakan tugas asesmen selama 30 atau lebih, saya
alihkan perhatian mereka dari topik iklan dan nutrisi sampai keesok-
an harinya.

Bab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u tr is i 1 8 1
BAGIAN 1: TUJUAN
Unit pelajaran ini mempunyai empat tujuan. Siswa diharapkan
dapat:
1. mengembangkan pengetahuan tentang skema klasifikasi "daya
tarik "1 yang menggambarkan segmen pasar yang disasar oleh
penulis iklan;
2. memeriksa pengaruh iklan pada "akal" mereka dan memahami
bagaimana pengaruh itu bekerja dalam diri mereka;
3. mengevaluasi iklan-iklan di TV dan di koran/majalah berdasar-
kan prinsip-prinsip "daya tarik"; dan
4. menciptakan sebuah iklan produk makanan yang mencermin-
kan pemahaman tentang cara mendesain iklan untuk memenga-
ruhi calon pembeli.

Komentar
Kam i m ulai m enganalisis sketsa pem belajaran ini dengan
m encari p etu nju k-p etun juk dalam rum usan tujuannya. Dalam
rumusan tujuan pertama, petunjuk utamanya terdapat pada frasa
"sk em a k lasifik asi daya ta rik ". D alam dim ensi p engetahu an,
pengetahuan tentang skema klasifikasi m erupakan Pengetahuan
K on septu al. F rasa k erjan y a "m e n g e m b a n g k a n p e n g e ta h u a n "
berkaitan dengan beberapa proses kognitif: Mengingat, Memahami,
atau kategori-kategori lainnya. Di sini, kami belum dapat mengambil
kesimpulan dan masih mencari informasi tambahan.
Dalam rumusan tujuan kedua, petunjuk utamanya tertera dalam
kata kerja "m em eriksa" dan "m em aham i". Pada Tabel 5.1, memeriksa
m erupakan salah satu proses kognitif dalam kategori Mengevaluasi.
Sepintas lalu, "m em aham i" bertalian dengan kategori proses Me­
mahami. Namun, sampai di sini, kami belum yakin apakah gurunya
menggunakan istilah tersebut sama seperti yang digunakan dalam

'Perhatian diarahkan pada petunjuk-petunjuk yang digunakan dalam


m enganalisis klasifikasi taksonomi yan g tepat dengan mencetak tebal pe­
tunjuk-petunjuk tersebut. Penulisan semacam ini hanya dilakukan pada
sketsa pembelajaran pertama ini.

182 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel Taksonomi, meskipun anggapan awal kami mengiyakannya.
Dalam dimensi pengetahuan, fokus tujuannya tampaknya adalah
pengetahuan siswa tentang diri mereka sendiri (yakni cara siswa
dipengaruhi oleh iklan). Penekanan pada diri sendiri ini merupakan
Pengetah uan Metakogr iit if.
Menurut rumusan tujuan ketiga, siswa diharapkan mengeva-
luasi daya tarik iklan "berdasarkan prinsip-prinsip". Dalam bahasa
Tabel Taksonomi, pengetahuan tentang prinsip adalah Pengetahuan
Konseptual (lihat Tabel 3.2). Pada rumusan tujuan tadi, prinsip ini
merupakan kriteria evaluasi. Perlu dicatatbahwa "kata benda" dalam
rumusan tujuan ini adalah prinsip-prinsip, bukan iklan; iklan hanya-
lah bahan yang digunakan untuk mengajarkan tujuan tersebut. (Sila-
kan Anda baca ulang pembahasan kita tentang perbedaan ini pada
Bab 2.)
Dalam rumusan tujuan keempat, penekanannya adalah men-
ciptakan iklan berdasarkan "pem aham an siswa tentang cara men-
desain iklan untuk m em engaruhi calon pem beli". Kata kerjanya
adalah "m enciptakan". Seperti dalam tujuan ketiga, kata bendanya
bukan iklan, melainkan "pemahaman tentang cara mendesain iklan".
Sampai di sini, kami mengklasifikasikan tujuan ini dalam Pengetahuan
Prosedural.
Sekarang, kita dapat m enuliskan kembali empat tujuan di atas
dalam kerangka klasifikasi Tabel Taksonomi. Siswa belajar:
1. mengingat dan memahami pengetahuan konseptual (yakni skema
klasifikasi daya tarik);
2. mengevaluasi dan memahami pengetahuan metakognitif (yaitu bagai-
mana pengaruh iklan bekerja dalam diri siswa);
3. m engevaluasi [berdasarkan] pengetahuan konseptual (yakni,
prinsip-prinsip "daya tarik"); dan
4. menciptakan [berdasarkan] pengetahuan prosedural (yaitu, penge­
tahuan tentang cara mendesain iklan).
Selanjutnya, kami m enem patkan keempat tujuan ini dalam
kotak-kotak Tabel Taksonomi seperti terlihat pada Tabel 8.1.Oleh
karena Tujuan 1 dan 2 masing-masing mempunyai dua kata kerja,
kedua tujuan ini ditempatkan dalam dua kotak Tabel Taksonomi.

Bab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u t r is i 1 8 3
T abel 8.1. A n a lis is S k e ts a P e m b e la ja ra n N u tris i d e n g a n T a b e l T a k s o n o m i
B e rd a s a rk a n R u m u s a n T u ju a n P e m b e la ja ra n n y a

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
P e n g e ta h u a n 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M e n g in g a t M em aham i Mengapli- M engana- Mengeva­ M e ncipta
k a s ik a n lis is lu a s i

A.
P e n g e ta h u a n
F aktual

B. T u ju a n 1 T u jua n 1 T u jua n 3
P e n g e ta h u a n
K on sep tua l

C. T u jua n 4
P e n g e ta h u a n
P ro sed ural
\

D. T u ju a n 2 T u ju a n 2
P e n g e ta h u a n
M e ta k o g n itif

Keterangan:
Tujuan 1 = Mengembangkan pengetahuan tentang skema klasifikasi "daya tarik” yang
menggambarkan segmen pasar yang disasar oleh penulis iklan.
Tujuan 2 = Memeriksa pengaruh iklan pada “akal” mereka dan memahami bagaimana pengaruh itu
bekerja dalam diri mereka.
Tujuan 3 = Mengevaluasi iklan-iklan di TV dan di koran/majaiah berdasarkan prinsip-prinsip “daya
tarik”.
Tujuan 4 = Menciptakan sebuah iklan produk makanan yang mencerminkan pemahaman tentang
cara mendesain iklan untuk memengaruhi calon pembeli.

184 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


BAGIAN 2 : AKTIVITAS-AKTIVITAS PEM BELAJARAN
Setelah m engupas diskusi kami tentang empat kelompok
makanan dan makanan yang bergizi pada unit kurikulum yang
besar (lihat, misalnya, Lampiran A pada bagian akhir bab ini), saya
mengomentari makanan-makanan yang ditayangkan di televisi. Saya
katakan bahwa sebagian iklan mempunyai tujuan ekonomis (yakni,
berusaha meyakinkan orang bahwa membeli produk yang diiklan-
kan berarti menghemat uang), sedangkan sebagian iklan lainnya
menekankan kemudahan (yakni, berusaha meyakinkan orang bahwa
membeli produk yang diiklankan berarti menghem at waktu dan
tenaga). Lalu, saya simpulkan bahwa ini merupakan contoh daya
tarik yang ditunjukkan iklan kepada pemirsa televisi/calon pembeli.

Komentar
Kam i kem bali m encari petunjuk dalam gam baran tentang
aktivitas-aktivitas pembelajaran yang ditulis guru di atas. Guru me-
m aparkanberagam Pengetnhuan Faktual yang berkaitan dengan tuju­
an pertama. Latihan-latihan dalam Lampiran A terfokus pada Penge­
tnhuan Faktual (yakni, cari dan lingkari kandungan lemak, cari dan
lingkari kandungan kalori). Aktivitasnya adalah: (1) persiapan untuk
mencapai tujuan pertama atau (2) menunjukkan bahwa Pengetnhuan
Faktual merupakan komponen penting dalam tujuan pertama. Kami
memilih aktivitas pertama karena gurunya segera mulai mendis-
kusikan setiap makanan berdasarkan satu atau lebih kategori daya
tarik.

Ada enarn daya tarik. Selain kemudahan dan penghematan,


daya tarik lainnya adalah kesehatan, kekhawatiran, kesenang-
an/kebanggaan, dan kenyamanan/kenikmatan. Selama bebe-
rapa hari berikutnya, guru memberikan con toh-con toh yang
merupakan dan bukan daya-daya tarik iklan tersebut, dan siswa
m em buat contoh-contoh untuk m enunjukkan pem aham an
mereka.

B ab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n H u tr is i
Komentar
Di sini, guru beralih sepenuhnya ke Pengetnhuan Konseptual.
Petunjuknya adalah penggunaan contoh-contoh yang merupakan
dan bukan daya-daya tarik iklan (sebuah pendekatan untuk meng-
ajarkan Pengetnhuan Konseptual). Sepertinya, Ms. Nagengast ingin
siswa m em buat sistem klasifikasi untuk enarn jenis daya tarik.
Aktivitas-aktivitas ini, selain penggunaan kata "m em aham i" oleh
Ms. Nagengast, menunjukkan upaya untuk mencapai tujuan per-
tama. Penekanannya adalah memahami pengetnhuan konseptual.

Untuk mengases tingkat penguasaan siswa atas konsep-konsep


itu, saya meminta mereka mendeskripsikan sebuah iklan dan
kemudian menunjukkan daya tarik yang dibuat oleh penulis
iklan untuk audiens. Saya juga menunjukkan sebuah daya tarik
kepada siswa dan meminta mereka mencari produk yang me-
miliki daya tarik tersebut.

Komentar
Tugas-tugas asesmen tersebut juga membuat kami makin m e­
mahami tujuan pertama. Tugas pertama adalah mengklasifikasikan
(menempatkan iklan-iklan ke dalam kategori daya tarik yang tepat).
Tugas kedua ialah mencontohkan (member! contoh iklan yang me-
miliki jenis daya tarik tertentu). Meskipun kedua proses kognitif ini
termasuk dalam kategori Memahami (lihat Tabel 5.1), keduanya tidak-
lah sama.
Akan tetapi, salah satu frasa yang dipakai Ms. Nagengast men-
dorong kami berpikir lain: "m enunjukkan daya tarik yang dibuat
oleh penulis iklan". Frasa ini menyiratkan bahwa siswa diharapkan
tidak m engklasifikasikan iklan-iklan berdasarkan daya tarik iklan
yangberpengaruh pada siswa, tetapi diharapkan mengklasifikasikan
iklan-iklan berdasarkan daya tarik yang dibuat oleh pem buat iklan.
Seperti terlihat alam Tabel 5.1, mengatribusikan (menunjukkan daya
tarik yang dibuat oleh penulis iklan) merupakan proses kognitif
dalam kategori Menganalisis, yang lebih kompleks daripada kategori
Memahami.

186 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Sebagian siswa terampil dan lancar dalam mencocokkan iklan-
iklan dengan daya-daya tariknya. Sebagian siswa lainnya meng-
alami kesulitan, dan kerap kali daya tarik yang mereka iden-
tifikasi sebagai sesuatu yang sengaja ditonjolkan penulis iklan
ternyata tidak tepat, setidaknya menurut pendapat saya.

Komentar
Apakah terdapat penjelasan tentang "m asalah belajar" ini? Ms.
Nagengast sedang membicarakan aktivitas-aktivitas pembelajaran
yang berhubungan dengan tujuan pertama. Namun, siswa-siswanya
mungkin juga mempelajari tujuan kedua, yang membuat mereka
menyadari pengaruh daya tarik iklan pada diri mereka. Sejalan
dengan tujuan pertama, Ms. Nagengast menanyakan daya tarik iklan
yang sengaja dibuat oleh penulisnya. Akan tetapi, siswa-siswa yang
mengetahui bahwa unit pelajaran ini juga mengajarkan tujuan kedua
barangkali malah tidak mengetahui perbedaannya. Oleh karena itu,
m ereka yang m enganalisis daya tarik iklan secara kritis lebih
mungkin mengklasifikasikannya dengan "tepat". Sebaliknya, mereka
yang memandang iklan berdasarkan pemahaman mereka sendiri (pe­
ngaruh iklan pada diri mereka) akan mengklasifikasikannya secara
tidak tepat.

Berdasarkan latihan-latihan ini, saya dapat m enentukan siswa


mana yang sudah dan yang belum menguasai konsep daya tarik
iklan nutrisi. Untuk dapat mengklasifikasikan daya tarik iklan
dengan tepat, siswa harus bukan hanya mengingat kembali
nama-nama enam daya tarik, m elainkan juga memahami
konsep daya tarik iklan.

Komentar
Ms. Nagengast di sini sedang m em buat perbedaan penting.
Siswa boleh jadi dapat mengingat nama kategori daya tarik iklan
(.Pengetahuan Faktual), tetapi mereka bisa jadi juga tidak dapat m eng­
klasifikasikan contoh-contoh daya tarik iklan dengan tepat (Penge­
tahuan Konseptual). M s. N ag en g ast m en g ajark an kedua jen is

Bab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u t r is i 187


pengetahuan ini. Maka, aktivitas-aktivitas pembelajaran yang ber-
kaitan dengan Tujuan 1 terfokus pada Mengingat dan Memahami dan
pada Pengetahuan Faktnal dan Pengetahuan Konseptual (lihat Tabel 8.2).

Tujuan kedua pem belajaran saya adalah siswa belajar meng-


amati pengaruh iklan-iklan pada keputusan-keputusan mereka.
Sisw a dim inta m enjelaskan pengaruh berbagai "kom posisi
nu trisi" itu pada pikiran mereka. Langkah pertam a adalah
meminta siswa mencermati ungkapan-ungkapan yang berkaitan
dengan pelbagai produk (lihat Lam piran B) dan kem udian
mengkaji pengaruh iklan-iklan tersebut pada perasaan mereka.

188 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


T a be l 8.2. A n a lis is S k e ts a P e m b e la ja ra n N u tris i d e n g a n T a be l T a k s o n o m i B e rd a s a rk a n A k tiv ita s - a k tiv ita s P e m b e la ja ra n n y a

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
P e n g e ta h u a n 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M e n g in g a t M em aham i M e n g a p lik a s ik a n M e n g a n a lis is M e n g e v a lu a s i M e n c ip ta

A. Aktivitas-aktivitas
P e n g e ta h u a n dalam m engajar-
Faktual kan Tujuan 1

B. Tujuan 1 Tujuan 1 A k tiv ita s - a k tiv ita s Tujuan 3 A k tiv ita s - a k tiv ita s
P en g e ta h u a n A k tiv ita s -a k tiv ita s dalam mengajarkan A k tiv ita s - a k tiv ita s dalam mengajarkan
Bab 8 : Sketsa Pembelajaran N utrisi

Konseptual dalam mengajarkan Tujuan 1 dalam m engajarkan Tujuan 4


Tujuan 1 Tujuan 3

C. Aktivitas-aktivitas dalam Tujuan 4


P engetahua n mengajarkan Tujuan 4
Prosedural
190

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M e n g in g a t M em aham i M e n g a p lik a s ik a n M e n g a n a lis is M e n g e v a lu a s i M e n c ip ta
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen

D. Tujuan 2 Aktivitas-aktivitas Tujuan 2


Pengetahuan dalam mengajarkan
Metakognitif Aktivitas-aktivitas Tujuan 2
dalam mengajarkan

K eterangan:
T u jua n 1 = M e n g e m b a n g k a n p e n g e ta h u a n te n ta n g ske m a klasifika si “d aya tarik" yang m e n g g a m b a rka n seg m e n p a sa r yang d is a sa r oleh p en ulis
iklan.
T ujuan 2 = M e m e riksa p en ga ru h iklan pada “a k a l” m e re ka dan m e m a h a m i b a g a im a n a p en ga ru h itu b ekerja dala m diri m ereka.
T u jua n 3 = M e n g e va lu a si ikla n -ikla n di T V d an di k o ra n /n ia ja la h b erd a sa rka n p rin sip -p rin sip “d aya ta rik ” .
T ujua n 4 = M e n cip ta ka n se b u a h iklan p rod u k m a ka na n yang m e n ce rm in ka n p em a h a m a n te n ta n g cara m e n d esa in iklan untuk m e m e n g a ru h i calo n
p em beli.
Komentar
Sejalan dengan rumusan Tujuan 2, aktivitas-aktivitas ini terfokus
pada pengaruh iklan pada siswa sendiri. "Latihan menjodohkan"
(Lampiran B) m erupakan upaya untuk m engetahui Pengetahuan
Fnktual siswa tentang iklan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
guru agaknya dim aksu dkan untuk m en stim u lasi Pengetahuan
Metakognitif.
Dalam diskusi kelas, siswa-siswa ditanya, misalnya, "Apa pen-
dapatmu ketika mendengar iklan ini?" dan "Penulis iklan ber-
harap Anda berpikir apa ketika iklannya mengatakan bahwa
Taufik Hidayat memakai produk ini?" Komentar, pertanyaan,
dan hasil pengamatan yang dikem ukakan dalam diskusi ini
menjadi bukti pencapaian tujuan kedua.

Komentar
Pertanyaan pertama menguatkan pendapat kami bahwa Tujuan
2 menekankan pada memahami pengetahuan metakognitif (yakni, me-
mahami pengaruh iklan pada diri siswa). Pertanyaan kedua meng-
hendaki lebih dari sekadar Memahami. Siswa diharapkan mencermati
iklan dari sudut pandang penulis/perancang iklan (yaitu, mengatri-
busikan). Pertanyaan ini menguatkan pendapat kami bahwa gurunya
ingin siswa Menganalisis iklan-iklan dengan mengulik tujuan pe-
nulis/perancang iklan. Ini juga selaras dengan pendapat kami
tentang aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan tujuan pertama.
Ketika siswa sudah m enguasai konsep daya tarik dan men-
diskusikan pengaruh daya tarik itu pada diri mereka, saya me-
nayangkan tiga atau empat iklan dengan pemutar cakram video
(video player), mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa
yang bekerja dalam kelompok, untuk mengevaluasi seberapa
besar pengaruh iklan-iklan itu. Siswa harus menilai seberapa
bagus daya tarik iklannya dan seberapa meyakinkan dan me-
maksa iklan-iklan tersebut. Siswa m em buat kriteria-kriteria
tentang "m eyakinkan" bersama-sama gurunya. Kriteria-kriteria
ini dijadikan draf awal pedoman penskoran. Setelah dilakukan

B ab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u t r is i 1 9 1
beberapa perbaikan, pedom an penskoran ini m enjadi lebih
bagus dan berm anfaat bagi siswa untuk m enunjukkan hasil
evaluasi mereka terhadap iklan-iklan tadi (lihat Lam piran C
pada bagian akhir bab ini). Salah satu perbedaan pokok dalam
draf-draf itu adalah bahwa pedoman penskoran awal terlalu
banyakm enggunakanbahasa saya [guru],bukanbahasa siswa.

Komentar
Di sini fokusnya beralih ke Mengevaluasi. Untuk Mengevaluasi,
siswa harus m em punyai pengetahuan tentang kriteria-kriteria "m e-
yakinkan" (Pengetahuan Konseptual). Kami mesti m enekankan lagi
bahwa iklan-iklan itu sendiri sebenarnya m erupakan bahan-bahan
yang digunakan untuk m engajarkan Pengetahuan Konseptual; iklan-
iklan tersebut bukan pengetahuan yang harus dipelajari saja. Ms.
Nagengast jelas ingin siswa-siswanya m enggunakan pengetahuan
mereka untuk menilai iklan-iklan yang mereka lihat di luar kelas di
masa mendatang.

Aktivitas puncaknya dalam unit pelajaran ini mengharuskan


siswa, dalam kelom pok dua sampai empat orang, menciptakan
iklan-iklan sendiri. Setiap kelom pok harus m em ilih sebuah
produk makanan dan membuat rencafta untuk mengiklankan
produknya. Rencana-rencana ini kemudian ditunjukkan kepada
kelom pok lain, dan kelompok lain ini mengevaluasinya
dengan rubrik penskoran sebagai masukan, berdasarkan
konsep-konsep nutrisi yang telah mereka pelajari sebelumnya.

Komentar
Dalam Tabel 5.1, merencanakan adalah proses kognitif dalam
kategori Mencipta. Oleh karena siswa harus m erencanakan iklan
mereka berdasarkan pengetahuan mereka tentang cara mendesain
iklan untuk m emengaruhi calon pembeli, komponen pengetahuan
pada tujuan ini term asuk dalam kategori Pengetahuan Prosedural.
Lantaran rencana mereka dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria
yang eksplisit, di sini Pengetahuan Konseptual juga terlibat. Namun,

192 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kami mengklasifikasikan tujuan ini dalam kotak Mencipta [berdasar-
kan] Pengetahuan Prosedural.

Setelah mendapat masukan tentang rancangan-rancangan iklan


mereka dari sesama teman dan dari saya, mereka memperbaiki
iklan mereka dan kemudian mempresentasikannya di depan
kelas. Selanjutnya, mereka m em presentasikan iklan mereka
kepada audiens yang lebih besar, yakni wali siswa, guru-guru,
dan siswa-siswa kelas dua lainnya. Setiap aktivitas mereka di-
rekam sehingga saya dapat menganalisisnya secara saksama
pada saat senggang, bukan secara tergesa-gesa sewaktu mereka
mempresentasikannya.

Setelah semua iklan dipresentasikan, saya m em inta mereka


kembali ke kelompok mereka m asing-masing dan merangkum apa
saja yang sudah mereka lakukan secara berkelompok yang sangat
bermanfaat untuk memproduksi iklan dan apa saja yang dapat di-
lakukan oleh kelompok-kelompok mereka untuk menghasilkan
produk yang lebih baik. Siswa diingatkan untuk tidak menyalah-
kan anggota-anggota kelompok mereka, tetapi untuk menganalisis
bagian-bagian proses kelom pok yang perlu diingat ketika kelak
mereka bekerja dalam kelompok lagi. Setiap kelompok mem presen­
tasikan pemikiran-pemikiran mereka kepada semua anggota kelas,
dan saya mencatat pemikiran-pemikiran mereka dalam kertas.

Komentar
Kami beranggapan bahwa pedoman penskoran pada Lampiran
C merupakan kriteria-kriteria yang digunakan untuk Mengevaluasi
iklan-iklan siswa yang sudah diperbaiki. Harap dicatat bahwa Ms.
Nagengast tidak memakai kata Mengevaluasi, melainkan Menganalisis.
jelaslah bahwa pedoman penskoran ini mengharuskan analisis; tetapi
analisisnya menjadi dasar untuk m engevaluasi kualitas iklan-iklan
tersebut. Selain berdasarkan kriteria-kriteria evaluasi pada Lampiran
C, siswa diminta untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dengan
berpatokan tiga kriteria lain: (1) kekuatannya, (2) cara meningkatkan

Bab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u tr is i 193


prosesnya, dan (3) ketiadaan sikap saling menyalahkan. Lantaran
kriteria-kriteria ini bersifat "non-kognitif", kami tidak mengklasifi-
kasikannya dalam Tabel Taksonomi.

Pada bagian terakh ir u nit p elajaran n u trisi, tujuan setiap


aktivitasnya menjadi makin jelas bagi siswa. Siswa jadi senang
menyanyikan dan/atau menirukan perkataan-perkataan dalam
iklan dan, konsekuensinya, menyelesaikan lembar kerja mereka.

Komentar
Sisw a d en g an se n d irin y a m en g etah u i p erb ed aan antara
aktivitas-aktivitas dan tujuan pem belajaran (yakni, tujuan aktivitas
dalam pengertian hasil belajar). Analisis kami atas seluruh aktivitas
pembelajaran selama sepuluh hari terangkum dalam Tabel 8.2 di atas.
Untuk m em bantu Anda m em bandingkan antara aktivitas-aktivitas
pem belajaran dan rumusan-rum usan tujuannya, tujuan-tujuan dari
Tabel 8.1 ditulis kembali dengan cetak tebal pada Tabel 8.2. Aktivitas-
aktivitas pem belajarannya ditulis miring.

BAGIAN 3: ASESMEN
Saya mengases siswa dengan beragarja cara. Diskusi kelas mem-
beri informasi yang bermanfaat untuk mengetahui apakah siswa me-
ngerti tujuan-tujuan pem belajarannya atau tidak. Sewaktu siswa
bekerja kelom pok, saya berjalan keliling ruangan kelas untuk me-
mantau perkembangan kerja mereka dan mengecek serta memasti-
kan bahwa setiap anggota kelompok berpartisipasi dalam pekerjaan
mereka. Pengamatan ini memberi informasi yang sebenarnya tentang
perkembangan kerja mereka.
Selain memantau diskusi siswa, saya membaca lembar-lembar
kerja yang mereka buat sebagai bagian dari studi mereka (yaitu
rancangan iklan mereka). Lalu, saya secara teliti mengevaluasi iklan-
iklan yang siswa buat, untuk m engetahui pem aham an mereka
tentang gagasan-gagasan pokok perihal nutrisi.
Saya m enilai m ereka b erd asark an p ekerjaan sekolah dan
pekerjaan rumah mereka. Dalam unit pelajaran ini, saya menilai

194 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pekerjaan mereka dengan kategori tinggi, sedang dan rendah dalam
buku nilai.
Siswa diuji secara lisan mengenai iklan-iklan yang sudah diper-
baiki dan kerja kelompok mereka. Setelah selesai mempelajari unit
ini, mereka sesekali m engom entari iklan-iklan yang mereka lihat di
televisi dan sering kali menulis tema ini sebagai salah satu aktivitas
favorit mereka pada tahun ini.

Komentar
Sebagian besar pembicaraan Ms. Nagengast tentang asesmen
sebatas asesmen inform al dan pem berian nilai secara informal pula.
Ia m em buat tugas-tugas asesmen yang berbeda dan terpisah-pisah
hanya untuk tujuan pertama. Untuk tujuan-tujuan lainnya, ia meng-
gunakan aktivitas-aktivitas pem belajaran tertentu sebagai tugas
asesmen; aktivitas-aktivitas ini dimaksudkan untuk membantu siswa
belajar dan untuk m engases pem belajaran sisw a. Fungsi ganda
aktivitas-aktivitas pem belajaran ini (untuk belajar dan asesmen)
cukup lazim bagi guru-guru yang m em buat sketsa-sketsa ini. Pada
kebanyakan kasus, meskipun dapat digunakan untuk memberi nilai
siswa, asesmen tersebut sebenarnya m erupakan asesmen formatif
sebab tujuan utamanya adalah m engarahkan siswa "ke rel yang
tepat".
Satu-satunya bagian asesm en yang dapat dianalisis dengan
Tabel Taksonomi adalah "secara teliti m engevaluasi iklan-iklan yang
siswa buat". Pedoman penskoran yang digunakan untuk mengeva­
luasi iklan-iklan itu berisi enam kriteria ("komponen-komponen pen­
skoran") (lihat Lam piran C). Kom ponen penskoran pertama (A)
merupakan uji kesesuaian iklan dengan unit pelajarannya (tentang
nutrisi) dan makanya tidak diklasifikasikan. Kom ponen penskoran
kedua (B) agak berkaitan dengan Tujuan 1. Komponen B ini menekan-
kan bukan pada identifikasi jenis daya tariknya (yakni Pengetahuan
Konseptnal), m elainkan pada apakah iklannya m em bangkitkan
"keinginan dan kebutuhan orang" atau tidak (cenderung m asuk ke
ranah afektif ketimbang kognitif). Kom ponen penskoran ketiga (C)

Bab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u tr is i J 95
paling berkaitan langsung dengan pengetahuan dalam Tujuan 4
(yakni Pengetahuan Prosedural). Komponen penskoran keempat (D)
menyangkut teknik yang realistis (maka, kurang berkaitan dengan
rumusan-rumusan tujuannya). Namun, kami menempatkan asesmen
4 ini dalam kotak B6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan konseptual).
Komponen penskoran keempat (E) dan kelima (F) berkenaan dengan
audiens iklan. Apakah iklannya mendorong audiens untuk membeli
makanannya? Apakah iklannya sudah tertuju pada audiens yang
sengaja ingin disasar? Kedua kriteria evaluasi ini bertalian dengan
Tujuan 2, jika asumsinya adalah siswa mem andang diri mereka se-
bagai audiens yang sengaja disasar.
Analisis kami atas asesmen-asesmen ini dalam kerangka Tabel
Taksonomi disajikan pada Tabel 8.3. Sekali lagi, agar Anda lebih
mudah membandingkan antara aktivitas-aktivitas pembelajaran dan
rum usan-rum usan tujuannya, tujuan-tujuan yang dicantum kan
dalam Tabel 8.1 dan aktivitas-aktivitas pembelajaran dalam Tabel
8.2 tetap dicantumkan dalam Tabel 8.3.

BAGIAN 4: KOMENTAR PENUTUP


Pada bagian ini, kami akan m enilik dan mengomentari sketsa
pem belajaran ini dengan em pat pertanyaan pokok: pertanyaan
tentang pem belajaran, pertanyaan tentang instruksi, pertanyaan
tentang asesmen, dan pertanyaan tentang kesesuaian di antara ketiga
komponen itu.

Pertanyaan tentang Pembelajaran


Tujuan unit pelajaran ini adalah siswa belajar menciptakan iklan-
iklan tentang produk-produk makanan, dan iklan-iklan ini men-
cerminkan pemahaman mereka tentang bagaimana mendesain iklan-
iklan untuk memengaruhi calon pembeli (Tujuan 4). Sebagaimana
telah disebutkan dalam ringkasan kami tentang aktivitas-aktivitas
pem belajaran, unit pelajaran ini diajarkan dari tujuan ke tujuan
berikutnya, yang memuncak pada Tujuan 4. Lima dari sepuluh hari
pengajaran unit ini ditekankan untuk mencapai tujuan keempat. Dan,

196 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


T a b e l 8.3. A n a lis is S k e ts a P e m b e la ja ra n N u tris i d a la m T a be l T a k s o n o m i B e rd a s a rk a n A s e s m e n n y a

D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
P e n g e ta h u a n 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M e n g in g a t M em aham i M e n g a p lik a s ik a n M e n g a n a lis is M e n g e v a lu a s i M e n c ip ta

A. Aktivitas-aktivitas
Pengetahuan dalam mengajar-
Faktual kanTujuan 1

B. Tujuan 1 Tujuan 1 Aktivitas-aktivitas Tujuan 3 Aktivitas- Aktivitas-aktivitas


Pengetahuan Aktivitas-aktivitas dalam mengajarkan aktivitas dalam meng- dalam mengajarkan
Bab 8 : Sketsa Pembelajaran N utrisi

Konseptual dalam mengajarkan Tujuan 1 ajarkan Tujuan 3; Tujuan 4 Asesmen 4;


Tujuan 1; Asesmen Asesmen 3 Komponen C, D
1

C. A ktivitas-ak tivitas Tujuan 4


Pengetahuan dalam mengajarkan
Prosedural Tujuan 4
198
D im e n s i P ro s e s K o g n itif
D im e n s i
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengetahuan
M e n g in g a t M em aham i M e n g a p lik a s ik a n M e n g a n a lis is M e n g e v a lu a s i M e n c ip ta
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen

D. Tujuan 2 Aktivitas-aktivitas Tujuan 2 Asesmen 4; Kom­


Pengetahuan Aktivitas-aktivitas dalam mengajarkan ponen E, F
Metakognitif dalam mengajarkan Tujuan 2 Asesmen 2
Tujuan 2

K eterangan:
T ujuan 1 = M e n g e m b a n g ka n p e n g e ta h u a n te n ta n g skem a klasifika si “d aya ta rik ” y a n g m e n g g a m b a rka n seg m e n p asar yang d is a sa r oleh
p en ulis iklan.
T ujua n 2 = M e m eriksa p e n ga ru h iklan pada “a ka l” m e re ka dan m e m a h a m i b ag aim a na p en ga ru h itu b ekerja d a la m diri m ereka.
T ujua n 3 = M e n g e va lu a si ikla n -ikla n di T V d an di koran /m a ja la h b e rd a sa rka n p rin sip -p rin sip “daya ta rik ”.
T u jua n 4 = M e ncipta ka n se b u a h iklan p ro d u k m a ka n a n yan g m e n ce rm in ka n p e m a ha m an te n ta n g cara m e n d e sa in iklan u ntuk m e m en ga ru hi
calon pem beli.
A se sm e n 1 = L atihan di kela s— m e n g kla sifika sika n dan m e n con toh kan .
A sesm en 2 = P e rta n ya a n -p e rta n ya a n “tin g k a t tin g g i” di kelas.
A se sm e n 3 = Ikla n -iklan yang d ita ya n g ka n di p e m u ta r cakra m vide o.
A se sm e n 4 = P ed o m an p en sko ra n.

K o ta k-kotak yang b erw a rn a h ita m m e n u n ju kka n ke se su a ia n yan g p aling tin g g i di antara ketiga k o m p o n e n — tuju an , a ktivita s p em b ela jaran , dan
a se sm en te rd a p a t di dala m kota k yan g sam a . K o ta k-ko ta k yan g b erw a rn a leb ih te ra n g m e n u n ju kka n d ua ko m p o n e n n ya te rd a p a t dala m k ota k yang
sam a.
tujuan keempat ini merupakan satu-satunya tujuan yang dievaluasi
dengan asesmen dan evaluasi formal.

Pertanyaan tentang Instruksi


Adalah menarik bahwa urutan aktivitas-aktivitas pembelajaran-
nya selaras dengan urutan rumusan-rum usan tujuannya. Aktivitas-
aktivitas pembelajaran ini digunakan untuk menggerakkan siswa
dari mengingat dan memahami pengetahuan konseptual (Tujuan 1) ke
memahami dan menganalisis pengetahuan metakognitif (Tujuan 2) ke
mengevaluasi iklan-iklan berdasarkan pengetahuan konseptual (Tujuan
3) ke menciptakan iklan-iklan berdasarkan pengetahuan prosedural
(Tujuan 4).
Secara umum, aktivitas-aktivitas pem belajaran Ms. Nagengast
bersama-sama dengan siswa-siswanya sejalan dengan tujuan-tujuan
belajarnya. Ia menunjukkan contoh-contoh positif dan negatif untuk
mengajarkan setiap jepis (kategori) daya tarik iklan (Pengetahuan
Konseptual). Ms. Nagengast meminta siswa mengklasifikasikan dan
m encontohkan (Memahami). Ia m engajukan apa yang dinamakan
pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi untuk mengajarkan Pengetahu­
an Metakognitif (misalnya, "A pa pendapatm u?"). Ia m em inta siswa
m em buat kriteria-kriteria (Pengetahuan Konseptual) untuk m eng­
evaluasi iklan-iklan, dan siswa pun benar-benar menggunakan kri­
teria-kriteria ini untuk Mengevaluasi. Terakhir, perihal Menciptakan
iklan, Ms. Nagengast menyuruh siswa-siswanya membuat rencana,
memberi dan mencari m asukan tentang rancangan iklan mereka,
mempraktikkan rancangan-rancangan iklan mereka, dan kesudah-
annya mempresentasikan iklan-iklan karya mereka kepada sejumlah
orang.

Pertanyaan tentang Asesmen


Ms. Nagengast memakai asesmen-asesmen informal dan formal.
Seperti ditunjukkan pada Tabel 8.3, ia memakai asesmen informal
untuk mengetahui perkembangan belajar siswa dalam mencapai tiga
tujuan pertam a. Maka dari itu, asesm en-asesm en ini m erupakan

Bab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u tr is i 199


asesm en form atif. Pedom an penskoran yang digunakan dalam
asesmen informal untuk mengevaluasi Tujuan 3 dibuat sebagian oleh
siswa. Setelah dibuat, pedoman penskoran ini menjadi dasar untuk
melakukan asesmen yang lebih formal terhadap Tujuan 4.
Ms. Nagengast melakukan asesmen formatif dan sum atif ter­
hadap Tujuan 4. Kedua asesmen ini menggunakan pedoman pen­
skoran tadi. Asesmen formatif dilakukan oleh sesama siswa terhadap
rancangan-rancangan iklan rekan-rekan mereka, sedangkan asesmen
sumatif dilakukan oleh guru terhadap iklan mereka yang telah diper-
baiki.

Pertanyaan tentang Kesesuaiannya


Secara keseluruhan, tingkat kesesuaian antara tujuan, aktivitas
pem belajaran, dan asesmen sangat tinggi. Tingkat kesesuaian ini
tampak sangat jelas pada Tujuan 1 dan Tujuan 3 (lihat Tabel 8.3).
Dalam tabel tersebut, kesesuaian pada tujuan-tujuan lainnya tidak
terlihat. Akan tetapi, jika mengamati baris-barisnya saja, kita dapat
melihat kesesuaian yang cukup tinggi pada Tujuan 2. Penekanan
pada Pengetahuan Metakognitif tampak jelas pada Tujuan 2 dan pada
aktivitas-aktivitas pembelajaran dan asesmen-asesmen yang berkait-
an. Ketidaksesuaiannya terlihat karena sedikit perbedaan pada kate-
gori-kategori proses Menganalisis dan Mengevaluasi. Kesimpulan ini
juga berlaku untuk Tujuan 4. Namun, ketidaksesuaiannya terlihat
pada kolom-kolomnya dalam Tabel 8.3. Rumusan tujuan, aktivitas-
aktivitas pem belajaran, dan asesm en-asesm ennya — sem uanya
terfokus pada Mencipta. Perbedaannya terletak pada jenis-jenis pe-
ngetahuannya yang diketahui dari asesmen formalnya. Pedoman
penskorannya memuat kriteria-kriteria yang berkaitan, selain dengan
Pengetahuan Prosedural, juga dengan Pengetahuan Konseptual dan Pe­
ngetahuan Metakognitif.
Sebagian besar anomali pada Tabel 8.3 dapat dijelaskan dengan
cukup mudah. Misalnya, Tujuan 1 ditempatkan dalam dua kotak:
mengingat pengetahuan konseptual dan m'emahami pengetahuan konsep­
tual. Setelah m enganalisis seluruh unit pelajaran ini, kami ber-

2 0 0 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kesimpulan bahwa pengklasifikasian awal rumusan tujuan ini se-
bagai mengingat pengetahuan konseptual tem yata tidak tepat. Demikian
pula, m eskipun sebagian aktivitas pem belajaran yang berkaitan
dengan Tujuan 1 ditem patkan dalam kotak mengingat pengetahuan
faktual, aktivitas-aktivitas pem belajaran ini m engharuskan siswa
menghubungkan nama-nama daya tarik iklan (Pengetahuan Faktual)
dengan kategori-kategori daya tariknya (Pengetahuan Konseptual).
Aktivitas menghubungkan ini penting, tetapi tidak membenarkan
suatu tujuan pembelajaran (atau asesmen formal). Terakhir, sebagian
aktivitas yang bertalian dengan Tujuan 1 ditempatkan di kotak meng-
analisis pengetahuan konseptual, bukan memahami pengetahuan konsep­
tual. Perbedaan antara mengatribusikan dan mengklasifikasikan penting
untuk dibicarakan (lihat bawah). Sebenarnya, kami akan menghapus
entri-entri pada kotak A1 (mengingat pengetahuan faktual) dan B1
(;mengingat pengetahuan konseptual), tetapi tetap mempertahankan entri
pada kotak B4 (menganalisis pengetahuan konseptual).

BAGIAN 5: PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP


Dalam m enganalisis seluruh sketsa pem belajaran dalam buku
ini, kami masih menyisakan beberapa pertanyaan yang tak terjawab.
Tiga pertanyaan terpenting di antaranya kami paparkan di sini.
1. Cukupkah untuk menentukan tingkat kesesuaian antara tujuan,
aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan asesmennya hanya dengan
melihat baris atau kolom dalam Tabel Taksonomi? Pertanyaan
ini m uncul setelah kami m encerm ati Tabel 8.3 (lihat di atas) dan
m enganalisis aktivitas-aktivitas pem belajaran yang berkaitan
dengan tujuan pertama. Bagi kami, jelaslah bahw a tujuan dan >
aktivitas-aktivitas pembelajaran ini terfokus pada Pengetahuan
Konseptual. Namun, terdapat perbedaan antara Memahami (men-
contohkan dan mengklasifikasikan) dan Menganalisis (mengatribusi­
kan), yang tersirat dalam rumusan tujuannya dan kemudian ter-
surat dalam tanggapan guru terhadap hasil-hasil pekerjaan
asesm en siswa. Seperti telah disebutkan dalam kom entar kami
atas aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berhubungan dengan

B ab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u t r is i 201
Tujuan 1, siswa yang m engklasifikasikan iklan berdasarkan
reaksi m ereka sendiri terhadap iklan (Memahami) akan me-
nempatkan daya tarik iklan dalam kategori yang berbeda dengan
yang dilakukan siswa yang mengklasifikasikannya berdasarkan
tujuan penulis/perancang iklan (Menganalisis). Pertanyaan ini
penting karena, dalam praktiknya, penentuan kesesuaian antara
tujuan, aktivitas-aktivitas pembelajaran dan asesmen kerap kali
didasarkan pada dimensi pengetahuan saja atau dimensi proses
kognitif saja. Dasar penentuan semacam ini menyesatkan sebab
tidak melibatkan interaksi dua dimensi yang, kami percaya,
m enunjukkan proses belajar yang diinginkan.
2. A pakah keterlibatan sisw a dalam m em buat ru brik-ru brik
penskoran menjadikan validitasnya rendah? Di satu sisi, sulit
untuk mengkritik guru-guru yang melibatkan siswa dalam me-
nyusun kriteria-kriteria untuk mengevaluasi pekerjaan siswa
sendiri. Di sisi lain, akan timbul masalah bila guru terlalu banyak
m elibatkan siswa dalam menyusun kriteria-kriteria evaluasi.
Dari enam kriteria evaluasi yang dibuat siswa, hanya dua (A
dan E) atau tiga (C) yang berkaitan erat dengan pengetahuan
yang hendak diajarkan dalam unit pelajaran ini. Kriteria-kriteria
lainnya agak kabur (B), atau kurang berkaitan dengan (D dan
F) nutrisi, isi unit pelajaran ini. Konsekuensinya, siswa-siswa
yang m enguasai Pengetahuan Konseptual (yaitu, klasifikasi daya
tarik iklan) dan Pengetahuan Prosedural (yakni, aspek-aspek
"teknis" dalam mendesain iklan yang "m enarik") memperlihat-
kan hasil evaluasi yang rendah atas iklan-iklan karya mereka,
karena kriteria-kriteria evaluasinya kurang valid. Salah satu cara
untuk mengatasi masalah ini adalah menentukan meta-kriteria,
yakni kriteria-kriteria yang digunakan bersama siswa untuk
m enentukan kriteria-kriteria evaluasi yang ada dalam rubrik
penskoran. Cara lainnya ialah guru mengkritisi kriteria-kriteria
evaluasi buatan siswa sehingga menggiring mereka mengenali
masalah-masalah pada knteria-kriteria tersebut (yakni, ketidak-
relevanan).

2 0 2 P e m b e l a j a r a n , P e n g a ja r a n , d a n A s e s m e n
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari aktivitas-aktivitas pem-
belajaran yang berfungsi ganda, yakni sebagai cara untukmeng-
ajar dan cara untuk mengases? Fungsi ganda seperti ini, meski
lazim terjadi, menimbulkan setidaknya dua masalah. Masalah
pertama adalah m engaburkan perbedaan antara tujuan dan
aktivitas pem belajaran; akibatnya, sisw a yang melakukan
sebuah aktivitas dengan baik (misalnya, membuat satu iklan)
dianggap telah menguasai tujuannya (yakni kemampuan untuk
m em produksi iklan yang sesuai dengan kriteria-kriteria ter-
tentu), padahal aktivitas tersebut hanyalah satu sampel dari
banyak aktivitas yang bertalian dengan tujuan tersebut.

Masalah kedua ialah kesulitan untuk m enentukan kapan peng-


ajaran berakhir dan asesmen berm ula. Jam aknya, guru membantu
siswa dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan siswa tidak di-
bantu dalam mengerjakan tugas-tugas asesmen. Sehingga, tugas-
tugas asesmen menjadi "penilaian independen" yang terlepas dari
aktivitas belajar (yaitu, terlepas dari bantuan dan keterlibatan guru).
Kalau aktivitas-aktivitas pem belajaran berfungsi ganda sebagai
aktivitas belajar sekaligus asesmen, independensi ini lenyap. Jadi,
asesmen dibuat berdasarkan aktivitas-aktivitas nrengajar dan belajar,
bukan aktivitas belajar saja. Maka, akan sulit, bahkan mustahil, bagi
pikiran guru untuk memisahkan dua fungsi ini.
Kelebihan dari fungsi ganda aktivitas pembelajaran ini ialah
meningkatkan keautentikan asesmen dan, karenanya, validitas pem-
belajarannya. Masalah selanjutnya yang perlu dikaji adalah apakah
kelebihan ini dapat menutupi kekurangannya. Guru-guru barangkali
kurang mem erhatikan pemisahan aktivitas pembelajaran dari ases­
men dibandingkan dengan, misalnya kepala sekolah yang berke-
pentingan dengan pengaruh negatifnya pada nilai siswa (sekolah).
Jika fungsi ganda aktivitas pembelajaran benar mengakibatkan nilai
siswa jadi rendah, pemisahan itu menrang harus dilakukan. ■

B ab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u t r is i 203
Lampiran A: Bacalah Labelnya!

Bacalah
Label ini!
NUTRITION INFORMATION
SERVING SIZE . . ..........1 CUP
B acalah label-lab e l m a ka na n ini dan
CALORIES............ ............120
tu n ju k k a n la h k a n d u n g a n g iz i d a ri PROTEIN .............. . . 8 GRAMS
m a ka n a n -m a ka n a n ini. CARBOHYDRATE .11 GRAMS
FAT.......................... . . 5 GRAMS
S O D IU M .............. ...1 2 S mg

| NUTRITION INFORMATION - PER 1/2 CUP SERVING


SERVINGS PER C O NTAINER......................... APPROX. 4
CALORIES .............. . . 60 FAT.................. ............O g
PROTEIN................ . .O g SO D IU M .........
CARBOHYDRATE. . 16 g CHOLESTEROL ............0 g

G unakan krayon m e re ka untuk m e-


lin g k a ri k a n d u n g a n le m a k p a d a
s e tia p m a ka na n ini, d an g u n a ka n
krayon biru u n tu k m e lin g ka ri k a n ­
NUTRITION INFORMATION
d u n g a n kalo ri pad a s e tia p m a ka n ­
SERVING SIZE . . . . . . 3 . 3 CZ.
an ini. ................80
CALORIES............
. . 3 GRAMS
PROTEIN................
CARBOHYDRATE . .2 0 GRAMS
. . . .1 GRAM
FAT............................
S O D IU M ................

B a c a la h la b e l-la b e l m a k a n a n y a n g
NUTRITION INFORMATION A n d a m a ka n di rum ah. A p a k a h A nda
CALORIES . . 2 5 0 PR O TEIN .. 5 g CARBOHYDRATE. . 20
m e n e m u k a n in fo rm a s i te n ta n g k a n ­
FAT . . 2 g SODIUM . . 25 m g _____________
d u n g a n g izin ya ?

204 P e m b e l a j a r a n , P e n g a ja r a n , d a n A s e s m e n
Lampiran B: Mengidentifikasi Produk dari Jargon Iklannya.

Sebutkanlah nama produk-produk makanan berikut ini berdasarkan


jargon iklannya.
1. Sudahkah Anda makan siang hari ini? __________________
2. Ketika anak dapat menjadi anak ---------------------------
3. Lakukan saja __________________
4. Pizza Pizza ---------------------------
5. Aku suka apa yang kau lakukan untukku __________________
6. Mencair dalam mulutmu, bukan dalam
genggamanmu ---------------------------

Bab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u tr is i 205


Lampiran C: Pedoman Penskoran

Tugas Praktik: Bentuklah kelompok kerja seolah-olah sebagai


agen iklan untuk m em pelajari kandungan gizi sebuah produk
makanan yang Anda makan setiap hari. Buatlah rancangan iklan
dan kemudian tunjukkanlah kepada teman-teman kelasmu untuk
memengaruhi mereka supaya mereka lebih sering mengonsumsi
produk A nda. Prom osikan produk Anda dengan m em bidik ke-
butuhan dan keinginan individual m ereka. Gunakan berbagai teknik
untuk m eyakinkan mereka bahwa produk Anda patut dibeli, tetapi
pastikan bahwa kata-kata promosi Anda tidak menipu dan teknik
Anda realistis.

K o m p o n e n P e n s k o ra n S kor

A. A p a k a h iklan te rfo k u s p ad a 4 — Fo ku s u ta m a n y a pada m a ka n a n d an nutrisi.


nutrisi dan k a n d u n g a n n utrisi 3— N utrisi h a n ya sa la h satu d a ri b a n ya k ide d a la m
d a la m m a ka n a n ? ikla n n ya — id e -id e la in n ya s e k a d a r selin g a n .
2— N utrisi d is in g g u n g tapi d itu tu p i o le h to p ik-to p ik lain.
1— N utrisi d ia b a ik a n d a la m iklan ini.

B. A p a k a h ik la n n y a m e m b id ik 4 — P e sa n n ya b e rh a sil m e n g g a e t a n a k-a n a k di kela s.


ke in g in a n dan keb u tu h a n in ­ 3— P e sa n n ya m e m b u a fk e b a n y a k a n a n a k b e rd iri dan
divid ua l? m e m e rh a tika n .
2— P e sa n n ya m e n a rik p e rh a tia n se b a g ia n anak.
1— P e s a n n y a h a m p ir tid a k m e n a rik p e rh a tia n .

C. A p a k a h ik la n n y a m e n g - 4 — T e kn ik-te kn ikn ya b a g u s d an b erb e d a .


g u n a k a n te k n ik -te k n ik u n tu k 3— T e kn ik-te kn ikn ya m e niru te k n ik ikla n -ikla n di TV.
m e ya k in k a n a ud ie n s? 2— T e kn ik-te kn ikn ya h a n ya la h ta m b a h a n ta p i bukan
b ag ian dari d esa in n ya .
1— T id a k a da tekn ik.

D. A p a k a h ik la n n y a m eng- 4 — S a n g a t re a listis, sep erti “b e n a r-b e n a r n y a ta i” .


g u n a k a n te k n ik -te k n ik yan g 3— S atu (atau d u a ) ko m p o n e n n ya tid a k re alistis, tapi
realistis? s e ca ra k e s e lu ru h a n c u ku p nyata,
2— B an yak ko m p o n e n ikla n n ya tid a k re alistis.
1— S u lit u n tu k m e n e m u k a n a p a y a n g re alistis.

206 P e m b e l a j a r a n , P e n g a ja r a n , d a n A s e s m e n
K o m p o n e n P e n s k o ra n Skor

E. A p a k a h ik la n n y a m e m b u a t 4 — A u d ie n s b e rg e g a s m e m b e li p rod u kn ya.
a u d ie n s ingin m e m b e li m a - 3— A u d ie n s a ka n m e m be li p ro d u kn ya pada w aktu lain.
ka n a n n y a ? 2— A u d ie n s b e rp ik ir-p ik ir u n tu k m e m b e lin ya .
1— A u d ie n s m u n g kin tid a k m e m b e lin ya .

F. A p a k a h iklan nya te rtu ju pada 4 — Ikla n nya m e n y a s a r a u d ie n s yan g tepat.


a u d ie n s yan g m e m a n g ingin 3— S e b a g ia n ko m p o n e n ikla n n ya m e n y a s a r aud ien s
d is a sa r? yan g salah, tapi s e c a ra k e s e lu ru h a n bagus.
2— S e b a g ia n b e s a r a u d ie n sn y a tid a k d isasar.
1— H a m p ir tid a k a d a o ra n g y a n g m e n a n g k a p
p e sa n n ya .

B ab 8 : Sketsa P e m b e la ja ra n N u tr is i 207
Bab 9

Sketsa Pembelajaran
Macbeth

U nit pelajaran yang disusun dan diajarkan oleh Ms. Margaret


Jackson ini diperuntukkan bagi siswa-siswa SMA yang "berperingkat
rendah".
Ini merupakan pengalaman pertama saya dalam mengajarkan
karya Shakespeare, ketika saya memutuskan untuk mengakhiri ke-
gelisahan saya dengan mengajarkan apa yang disebut sebagai karya
sastra kepada siswa-siswa sekolah. Pengajaran sastra ini dilandasi
asumsi bahwa siswa, terutama mereka yang "bermasalah", tidak
dapat memahami dan mengapresiasi karya sastra yang tidak "rele-
van" dengan kehidupan mereka.
Sebaliknya, saya malah percaya bahwa setiap orang berhak
membaca karya sastra besar, yang tidak membutuhkan "relevansi"
yang dipaksakan dari luar. Remaja yang bandel —siswa-siswa ter-
sebut— dapat membaca karya-karya Shakespeare seenak dan se-
nyaman seorang profesor membacanya.
Pada mulanya, saya ragu apakah mereka dapat mengerti bahasa
yang dipakai Shakespeare —sebab banyak siswa yang kemampuan
bacanya lebih rendah daripada kemampuan baca siswa kelas lima
SD, dan banyak pula yang tidak dapat menulis kalimat-kalimat
secara koheren. Namun, ternyata mereka tidak menemui banyak
masalah dan tidak terlalu sering mengeluh dibandingkan dengan

208 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


mahasiswa-mahasiswa saya. Saya tahu bahwa siswa-siswa SMA ini
menganggap bahasa Inggris dalam segala medianya di luar penge-
tahuan mereka sama sekali; bagi mereka, sebuah novel modern sama
sulitnya dengan naskah drama abad ke-16! Tetapi, mereka bisa segera
mengerti siapa Macbeth dan motivasi-motivasinya; dunia tempat
mereka tinggal memiliki sejumlah kesamaan yang mencolok dengan
keadaan Skotlandia pada abad ke-11. Di kedua tempat itu, orang
yang ambisius akan terbunuh.
Saya merasa harus mengurangi alokasi waktu untuk mengajar-
kan unit pelajaran ini. Sebab, bila pembelajaran tentang Macbeth ini
tidak selesai sebelum Hari Natal, saya tidak dapat mengajarkan unit
tentang Romantisisme yang semula dijad walkan sebelum ujian bulan
Mei. Namun, siswa-siswanya menolak pengurangan waktu ini; saya
tak dapat memendekkan waktunya jadi kurang dari lima minggu.
Dalam rentang waktu ini, saya hanya mengajarkan satu babak per
minggu secara serba sedikit, dan setiap pertemuan diakhiri dengan
ulasan dan tes.

BAGIAN 1: TUJUAN
Tujuan utama unit pelajaran ini adalah siswa belajar menangkap
relevansi karya sastra seperti Macbeth dengan kehidupan mereka
sendiri. Tujuan sekundernya adalah siswa mengingatbagian-bagian
penting dari drama ini (yakni, peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh
tertentu, serta hubungan antara peristiwa-peristiwa dan tokoh-tokoh
tersebut).

Komentar
Pada tujuan utamanya, frasa kerjanya adalah "menangkap
relevansi" dan frasa bendanya adalah "karya sastra dengan kehidup­
an mereka sendiri". Untuk "menangkap relevansi", siswa sepertinya
harus membandingkan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa dalam
drama itu dengan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa dalam
kehidupan mereka sendiri. Pada Tabel 5.1, membandingkan adalah
sebuah proses kognitif dalam kategori Memahami. Melihat frasa

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 209


bendanya, tujuan ini menekankan karya sastra, dengan Macbeth
sebagai sebuah contohnya ("seperti"). Karena "karya sastra" merupa-
kan salah satu jenis tulisan, pengetahuan perihal karya sastra me-
rupakan Pengetahuan Konseptual. Dan, lantaran karya sastra berisikan
konsep-konsep seperti "tokoh", "alur cerita", dan "seting", penge­
tahuan perihal konsep-konsep ini pun diklasifikasikan sebagai Penge­
tahuan Konseptual. Macbeth adalah sebuah karya sastra. Dalam
Macbeth, terdapat tokoh-tokoh tertentu, alur cerita tertentu (sub-sub-
alur cerita), dan seting tertentu. Pengetahuan tentang tokoh, alur
cerita, dan seting tertentu ini adalah Pengetahuan Faktual.
Oleh karena tujuan keduanya secara jelas menekankan detail-
detail dari sebuah karya sastra, kami mengklasifikasikannya sebagai
mengingat pengetahuan faktual. Sementara itu, tujuan pertamanya
bersifat lebih umum, maka kami mengklasifikasikannya sebagai nie-
maharni pengetahuan konseptual. Penempatan kedua tujuan ini dalam
kotak-kotak Tabel Taksonomi ditunjukkan pada Tabel 9.1.

BAGIAN 2: AKTIVITAS-AKTIVITAS PEMBELAJARAN

Aktivitas Pendahuluan
Pada hari pertama, saya terfokus pad^ sebagian dari konsep-
konsep pokok dalam drama Macbeth ini. Saya menulis kata-kata
"ambisi", "godaan", dan "takut" di papan tulis dan membagi kelas
jadi tiga kelompok. Anggota-anggota setiap kelompok diminta untuk
menulis salah satu dari tiga kata itu selama lima menit. Mereka
dengan sangat cepat mengerti bagaimana ambisi dapat membantu
atau menghambat seseorang, bagaimana godaan dapat ditolak, dan
bagaimana ketakutan dapat diatasi atau ditaklukkan. Hal ini meng-
giring mereka untuk mendiskusikan bahwa ketiga istilah tersebut
sangat pen ting untuk memahami Macbeth.
Selan ju tn y a, saya m engatakan kepada m ereka bahw a
Shakespeare menghadapi sangat beragam audiens dan tentu saja sulit
untuk menangkap perhatian mereka; karenanya, dia merasa perlu
memperkuat alur ceritanya dan pada adegan pembukaan mem-
bangun suasana yang merembes ke seluruh babak. Lalu, saya me-

210 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 9.1. A n a lis is Sketsa P em belajaran M acbeth dengan Tabel Taksonom i
Berdasarkan Rumusan Tujuan Pembelajarannya

Dimensi Proses K ognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan
P engetahuan 2
Faktual

B. Tujuan
P engetahuan 1
Konseptual
N

C.
P engetahuan
Prosedural

D.
P engetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 = Siswa belajar menangkap relevansi karya sastra seperti Macbeth dengan
kehidupan mereka sendiri.
Tujuan 2 = Siswa mengingat bagian-bagian penting dari drama ini.

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 211


minta siswa menyimak buku Macbeth mereka ketika saya membaca-
kan Babak I, adegan i, dengan menekankan kata-kata kuncinya untuk
menciptakan suasana yang kuat. (Adegan ini hanya berisikan 11
baris, tetapi hampir setiap katanya mengandung makna yang dalam.)
Saya mengarahkan perhatian siswa ke baris " jujur itu ajur, dan
ajur itu jujur" dan meminta mereka untuk membahasakannya dengan
kata-kata mereka sendiri. Mereka menangkap konsep yang para-
doksal: "Baik itu buruk, dan buruk itu baik", yang memancing dis-
kusi tentang bagaimana sesuatu yang baik dapat menjadi buruk dan
sebaliknya. Contoh-contohnya adalah alkohol, obat-obatan, dan seks.
Saya menekankan, ketika melanjutkan pengajaran unit ini, bagai­
mana pernyataan yang sepertinya kontradiktif itu mulai terlihat jadi
apa yang saya lihat sebagai tema pokok drama ini: Segala sesuatu
tidak seperti apa yang tampak.

Komentar
Aktivitas pendahuluan ini menekankan pada memahami penge-
tahuan konseptual. Konsep-konsep kunci seperti ambisi, godaan, takut
(pada paragraf pertama bagian Aktivitas Pendahuluan), suasana jiwa
(pada paragraf kedua), dan paradoks (pada paragraf ketiga). Setelah
mendapat pengetahuan, siswa diminta untuk "membahasakannya
dengan kata-kata mereka sendiri" (paragraf ketiga) dan menyebutkan
contoh-contohnya pada zaman sekarang (paragraf ketiga). Dalam
Tabel 5.1, "memparafrasakan" merupakan nama lain dari menafsirkan
dan "memberi contoh" adalah nama lain dari mencontohkan. Menafsir­
kan dan mencontohkan merupakan proses-proses kognitif dalam kate-
gori Memahami.

Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak I


Saya meminta siswa untuk menulis sinopsis setiap adegan.
Kemudian, saya membuka diskusi tentang "pahlawan tragis" —
tokoh besar yang mati tragis karena sifat buruknya. Semua siswa
melihat sendiri "kecerdikan dan ketakutan" seseorang yang me-
nebarkan benih kehancurannya sendiri saat mengejar mimpinya.

212 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Siswa dibantu untuk menangkap relevansi Macbeth dengan kehidup-
an mereka sendiri yang di dalamnya hal yang sama dapat terjadi
pada banyak siswa.
Siswa-siswa membacakan drama ini dengan suara keras dan
berhenti pada setiap adegan, kalau-kalau mereka perlu penjelasan.
Saya melontarkan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui pe-
mahaman mereka (misalnya, "Apa kelebihan tokoh Macbeth?" "Apa
yang akan terjadi jika Macbeth tak pernah bertemu dengan tukang-
tukang sihir itu?").
Meskipun pada awalnya siswa enggan dan malu, saya men-
desak mereka untuk "melakukan" adegan-adegan kunci, dan seluruh
siswa lainnya menjadi sutradaranya. Awalnya, saya hampir selalu
mengarahkan akting mereka, tetapi setelah mereka menangkap
konsep akting di balik kata-kata, peran saya sebagai sutradara ber-
kurang.
Setelah siswa-siswa membaca dan mendiskusikan Babak I, saya
memperlihatkan tiga cakram video pentas Macbeth yang berbeda:
pentas tahun 1940-an yang disutradarai oleh Orson Welles; pentas
pada 1972 Roman Polanski; dan seri "Drama Shakespeare" dari
Bransford, Brown, dan Cocking, 1999. Sebelum saya tunjukkan Babak
I dari ketiga versi drama ini, siswa-siswa saya minta menulis selama
lima menit bagaimana pentas drama Macbeth yang balk dari perspek-
tif sinematografi dan pemeranannya. Lalu, saya membagikan lembar
penilaian (lihat Lampiran A pada akhir bab ini) untuk ketiga pentas
drama itu. Sesudah siswa-siswa menonton tiga versi Babak I, saya
membagikan kertas pembanding tiga versi drama tersebut (lihat
Lampiran B pada akhir bab ini), dan mereka harus menulis bagian
pendahuluannya besok di laboratorium menulis dan draf-esai kasar
pekan depan.
Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan Babak I memakan
waktu satu minggu.

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 213


Komentar
Seperti pada aktivitas pendahuluan, fokus aktivitas-aktivitas
yang bertalian dengan Babak I ini adalah Pengetahuan Konseptnal.
Konsep-konsep kuncinya meliputi pahlawan tragis, sifat-sifatburuk,
sinematrografi, dan pemeranan. Pertanyaan-pertanyaan yang diaju-
kan Ms. Jackson selaras dengan kategori Memahami (yakni men-
contohkan dan meriafsirkan). Lembar penilaian (Lampiran A) berisi-
kan tujuh konsep kunci yang dipakai sebagai dasar untuk mem-
bandingkan dan mengontraskan tiga versi drama Macbeth. Empat
konsep pertama (seting, suara, pencahayaan, dan efek khusus)
merupakan komponen-komponen pentas drama; tiga konsep ter-
akhirnya berkenaan dengan pemeranan tukang-tukang sihirnya,
Macbeth, dan Lady Macbeth. Lantaran membandingkan merupakan
proses kognitif dalam kategori Memahami, fokus aktivitas-aktivitas
ini, sekali lagi, adalah memahami pengetahuan konseptual.

Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak II


Saya membiarkan siswa-siswa memilih versi drama yang akan
mereka tonton sampai selesai sisa pertemuan berikutnya. Setelah
berdiskusi, mereka akhirnya sepakat memilih pentas versi Polanski
(walaupun mereka kurang tertarik dengan penggambaran tukang-
tukang sihirnya). Mereka diharapkan menulis catatan harian ten tang
drama ini (lihat Lampiran C pada akhir bab ini), dan untuk melaku-
kannya, mereka perlu bimbingan dari saya.
Saya mengajarkan Babak II dengan mengenalkan konsep topik.
Saya meminta siswa memerhatikan tiga topik ketika mereka mem-
baca Babak II: darah, tidur, dan kegelapan. Saya menyuruh mereka
menulis selama lima menit tiga istilah ini dan perasaan-perasaan
yang timbul dalam diri mereka sebagai respons atas satu dan seluruh
topik.
Pertemuan ini diisi dengan pembacaan drama dan diskusi. Saya
lagi-lagi menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan
diskusinya (misalnya, "Mengapa Macbeth tidak mau kembali ke
kamar Duncan untuk menusukkan pisau yang berlumuran darah

214 Pembelajaran, Peiigajaran, dan Asesmen


itu ke pengawal-pengawalnya?" "Apa yang akan terjadi seandainya
Lady Macbeth dapat membunuh Duncan?").
Kemudian, saya membagi kelas jadi tiga kelompok; setiap
kelompok menggarap satu topik. Setiap kelompok harus mencari
hal-hal yang bertalian dengan topiknya dalam adegan i dan ii pada
Babak II dan menunjukkan signifikansi topik tersebut dalam konteks
drama ini.
Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan Babak II berlangsung
selama satu minggu.

Komentar
Penekanannya masih pada memahami pengetahuan konseptual.
Untuk menulis catatan harian tentang drama ini, mereka harus mem-
bandingkan dan mengontraskan (Memahami). Dua konsep super-
ordinat — sinem atografi dan pemeranan— digunakan sebagai
kerangka untuk menulis catatan harian. Dalam mempelajari Babak
II, konsep utamanya adalah topik. Siswa mencermati tiga topik ketika
mereka membaca Babak II: darah, tidur, dan kegelapan. Aspek afektif
dalam konsep-konsep ini muncul ketika Ms. Jackson menyuruh siswa
menulis tentang "perasaan-perasaan yang timbul dalam diri mereka
[sebagai respons atas setiap konsep]"
Aktivitas terakhirnya juga menekankan proses kognitif me­
mahami pengetahuan konseptual. Siswa diminta mencari contoh-contoh
topiknya dalam drama itu dan mendeskripsikan signifikansi setiap
topik dalam konteks drama tersebut. Mencari contoh-contoh adalah
mencontohkan (Memahami). Perihal signifikansi topik dan pertanyaan-
pertanyaan yang dilontarkan Ms. Jackson selama mendiskusikan
Babak II menuntut kategori-kategori proses di luar Memahami. Me-
nentukan "signifikansi dalam konteks drama ini" adalah mengatri-
busikan. Demikian pula, pertanyaan tentang penolakan Macbeth
untuk kembali ke kamar Duncan menuntut proses kognitif mengatri-
busikan.
Pertanyaan terakhir yang mendorong siswa-siswa berspekulasi
tentang apa yang akan terjadi andaikata Lady Macbeth membunuh

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 215


Duncan menuntut proses kognitif merumuskan. Pada Tabel 5.1,
mengatribusikan berada dalam kategori Menganalisis, sedangkan
merumuskan dalam kategori Mencipta. Maka, meskipun penekanan-
nya tetap pada memahamipengetahuan konseptual sepanjang aktivitas-
aktivitas ini, dua kategori proses kognitif lain terlibat, yakni Meng­
analisis dan Mencipta. Beberapa jenis pengetahuan (Pengetahuan
Faktual dan Pengetahuan Konseptual) juga bisa terlibat dalam Meng­
analisis dan Mencipta pada contoh ini.

Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak III


Saya mengawali diskusi tentang Babak III dengan meminta
siswa memprediksi apa yang akan dilakukan Macbeth ketika dia
sudah lihai dalam membunuh orang. Sebagian besar siswa setuju
bahwa Macbeth sangat mungkin akan melakukan pembunuhan lagi
sebab membunuh kini menjadi lebih mudah dilakukan olehnya. Se­
bagian siswa lainnya memprediksi bahwa Banquo akan dibunuh
karena mereka dapat merasakan bahwa Macbeth merasa terganggu
lantaran temannya itu mengetahui banyak hal.
Babak III sudah selesai dibaca dan didiskusikan. Saya pun meng-
ajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan diskusi mereka
(misalnya, "Bagaimana kalian mengarahkan seorang aktor untuk me-
nunjukkan seorang lelaki yang selalu merasa takut seperti yang jelas
dirasakan oleh Macbeth?" "Apakah pembunuhan Banquo lebih
mudah atau lebih sulit dimengerti daripada pembunuhan Duncan?
Mengapa atau mengapa tidak?").
Di sini, saya memberi siswa proyek kelompok. (Lihat Bagian 3:
Asesmen, misalnya, dan Lampiran D pada akhir bab ini untuk kri-
teria-kriteria penskoran.)
Aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan Babak III berlangsung
selama tiga hari, sedangkan penyelesaian proyek kelompoknya
membutuhkan waktu lima hari lagi.

216 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Komentar
Diskusi tentang Babak III dimulai dengan meminta siswa mem-
prediksi apa yang akan terjadi kemudian. Dalam bahasa dimensi
proses kognitif, "memprediksi" merupakan nama lain dari menafsir-
kaii, dan menafsirkan termasuk proses kognitif dalam kategori Me-
mahami (lihat Tabel 5.1). Manakala siswa mulai membaca dan men-
diskusikan Babak III, Ms. Jackson kembali menggunakan pertanyaan-
pertanyaan untuk mengarahkan diskusinya. Pertanyaan pertamanya
("Bagaimana kalian akan mengarahkan?") sangat kompleks, me-
nuntut pengetahuan tentang konsep-konsep dalam sinematografi
dan dalam drama itu sendiri. Dalam bahasa dimensi proses kognitif,
fokusnya adalah pada kategori Mencipta. Pertanyaan keduanya me-
nuntut proses Mengevaluasi, dengan imbuhan pertanyaan "Mengapa
atau mengapa tidak?" yang memaksa siswa menyebutkan kriteria-
kriteria yang mereka pakai untuk melakukan penilaian. Lima hari
tambahan digunakan rfntuk menyelesaikan proyek kelompok di
kelas, yang juga merupakan asesmen untuk unit pelajaran. Ms. Jack-
son meminjam waktu pembelajaran untuk melakukan asesmen,
karena ia meyakini bahwa siswanya membutuhkan waktu yang ter-
tata di kelas, yakni supervisi, untuk menyelesaikan proyek kelompok
mereka. Mencipta dan Mengevaluasi dalam konteks ini sangat mung-
kin menuntut perpaduan antara Pengetahuan Konseptual dan Penge­
tahuan Faktual.

Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak IV


Oleh karena jarak waktu antara pengajaran Babak III dan Babak
IV agak lama, saya merasa perlu untuk mengulas kembali tiga babak
sebelumnya secara cukup panjang sebelum memulai Babak IV. Se-
bagai langkah pembuka, saya meminta siswa melihat Babak IV dalam
perspektif langkah mundur Macbeth, yang di sini diliputi ketakutan
karena dia membunuh makin banyak orang.
Setelah pembacaan Babak IV, saya mengajak siswa-siswa ber-
diskusi. Saya kembali mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengarahkan diskusinya (misalnya, "Jelaskan alasan Macbeth untuk

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 217


membunuh keluarga MacDuff. Bagaimana perbedaan cara dan mo­
tif pembunuhan ini dengan pembunuhan-pembunuhan lainnya?"
"Apakah adegan antara Malcolm dan MacDuff kurang bagus?
Mengapa atau mengapa tidak?").
Diskusi ini berlangsung sehari, dan pengajaran Babak IV mem-
butuhkan empat hari tambahan.

Komentar
Lagi-lagi, petunjuk untuk mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas
pembelajaran ini dalam Tabel Taksonomi berasal dari pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan Ms. Jackson. Ia meminta siswa "men-
jelaskan" (Memahami), "membandingkan" (Memahami), dan "meng-
kritik" (Mengevaluasi). Akan tetapi, tidak seperti dalam pertanyaan
evaluatif sebelumnya, kriteria yang digunakan siswa dalam menilai
(yakni, bagus dan tidak bagus) diberikan oleh Ms. Jackson.

Aktivitas-aktivitas yang Berkaitan dengan Babak V


Meskipun faktanya menunjukkan bahwa Babak V berisikan
banyak adegan pendek, yang masirig-masing berupa akting yang
rumit dan melibatkan banyak sekali tokoh figuran, siswa menikmati
adegan-adegan yang berlangsung cepat sampai tamat. Hampir setiap
adegan mengungkap makin banyak pengawal khianat yang Macbeth
rekrut untuk melindungi dirinya.
Siswa-siswa senang melihat ironi-ironi seperti yang diramalkan
tukang-tukang sihirnya, dan siswa-siswa itu hanya butuh waktu
singkat untuk mengerti bahwa Macbeth, yang membuat bingung
tokoh-tokoh lain karena penampilannya berbeda dengan kepribadi-
annya yang nyata, sekarang justru menjadi korban dari penampilan
vs. kenyataan. (Saya menggunakan kata "ironi", dan sebaiknya siswa
memahaminya, tak sekadar menghafalnya. Macbeth akhirnya mati
dibunuh dan ini merupakan ending yang "tepat". Semua siswa bisa
memahami dan mengapresiasinya.)
Setelah pembacaan Babak V dengan suara keras usai, saya
m engem ukakan pertanyaan-pertanyaan untuk m engarahkan

218 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


diskusi akhir. "Apa yang ingin dikatakan Macbeth dalam percakap-
annya seorang diri yang terkenal tentang 'masa depan'?" "Apa yang
akan terjadi andaikata Macbeth tidak membunuh MacDuff setelah
dia mengetahui orang tua MacDuff?" "Apa pengaruh perkataan
Malcom pada bagian akhir drama?"

Komentar
Dengan tetap menekankan Pengetahuan Konseptnal, Ms. Jack-
son mengenalkan konsep "ironi". Perlu diperhatikan bahwa ia ingin
siswa-siswanya memahami konsep ini, bukan sekadar mengingat-
nya. Dalam kata-kata Ms. Jackson, siswa harus "memahaminya, tak
sekadar menghafalnya". Agar siswa-siswa menguasai Pengetahuan
Konseptual dengan cepat, pertanyaan-pertanyaan Ms. Jackson meng-
haruskan mereka Memahami (menafsirkan dan menjelaskan) dan Meng-
analisis (mengatribusikan).
Analisis kami atas aktivitas-aktivitas pembelajaran dalam Tabel
Taksonomi disajikan pada Tabel 9.2.

BAGIAN 3: ASESMEN
Tugas asesmen pokoknya adalah proyek kelompok yang nanti
dipresentasikan di depan kelas. Setiap kelompok terdiri dari dua
sampai empat siswa. Misalnya, "Pilihlah sebuah adegan dalam
drama ini dan tulislah kembali adegan itu dalam seting dan bahasa
modern, tetapi pertahankan isinya. Presentasikan hasil kerja ini di
depan kelas." "Buatlah koran Indonesia Pos yang memberitakan
peristiwa-peristiwa penting dalam drama itu. Isilah koran ini dengan
berita, feature, artikel, tajuk rencana, feature khusus seperti kartun
politik, kolom pepatah, dan iklan." Kriteria-kriteria penilaian tugas
ini ditunjukkan pada Lampiran D pada akhir bab ini.

Komentar
Petunjuk-petunjuk untuk menempatkan tugas asesmen ini
secara tepat pada Tabel Taksonomi terdapat dalam dua sumber: (1)
perintah-perintah kepada siswa dan (2) lima kriteria yang dipakai

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 219


Tabel 9.2. A n a lis is Sketsa Pembelajaran Macbeth dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Aktivitas-aktivitas Pembelajarannya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan Aktivitas- Aktivitas- Aktivitas-


P eng e tah u an 2 aktivitas aktivitas aktivitas
Faktual untuk untuk untuk
Babak II Babak III Babak II
dan III

B. Tujuan 1 Aktivitas- Aktivitas- Aktivitas-


P eng e tah u an aktivitas aktivitas aktivitas
Konseptual A ktivitas untuk untuk untuk
Pendahu- Babak II, Babak III Babak II
iuan dan IV, dan V dan IV dan III
aktivitas-
a k tivita s
untuk Ba-
bak l-V;
Catata n
ha rian ;
Perban-
dingan
pentas
drama

C.
P e ng et ah uan
Prosedural

D.
P e ng et ah uan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 = Siswa belajar menangkap relevansi karya sastra seperti Macbeth dengan kehidupan
mereka sendiri.
Tujuan 2 = Siswa mengingat bagian-bagian penting dari drama ini.

220 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


untuk menilai hasil kerja siswa. Perintah pertama mengharuskan
siswa menafsirkan (Memahami) dan memproduksi (Mencipta), sedangkan
perintah kedua mengharuskan siswa membedakan (Menganalisis) dan
memproduksi (Mencipta). Meskipun kedua perintah ini mengharuskan
siswa Mencipta, tugas kelompok yang berbeda-beda menuntut kate-
gori-kategori proses kognitif tambahan yang berbeda pula sebelum
atau selama siswa Mencipta. Maka, dengan berbagai pilihan adegan
yang ada, sebagian siswa akan mengerjakan tugas-tugas yang me-
merlukan proses-proses kognitif yang lebih kompleks dan, karena-
nya, boleh jadi lebih sulit. Perintah-perintah tersebut, sejalan dengan
tujuan pertama, mengharuskan siswa membawa Macbeth dalam
konteks modern (yakni, seting modern, format koran).
Jika kita memerhatikan lima kriteria penilaiannya, akurasi (dan
mungkin juga ketelitian) mengharuskan siswa mengingat pengetahuan
faktual. Kreativitas tampaknya menuntut siswa untuk mencipta [ber-
dasarkan] pengetahuan faktual dan konseptual. Tiga kriteria lainnya
—ketelitian, kemenarikan, dan bentuk yang tepat— semuanya meng­
haruskan siswa memahami pengetahuan konseptual. Siswa harus tahu
apa yang menjadikan hasil kerjanya teliti, menarik, dan dalam bentuk
yang tepat. Maka dari itu, kriteria-kriteria selain akurasi tidak ber-
kaitan dengan isi dramanya, tetapi hanya berkaitan dengan tingkat
kualitas pekerjaan siswa yang diinginkan.

Saya juga mengadakan ujian akhir untuk unit pelajaran Macbeth.


Ujian ini berisi tiga bagian: (1) menjodohkan deskripsi dengan
tokoh tertentu; (2) jawaban singkat tentang "apa", "di mana",
"kapan", "siapa", "mengapa", dan "berapa"; dan (3) kutipan
(siswa menulis siapa yang mengucapkannya, kepada siapa
kutipan itu diucapkan, dan dalam kondisi apa kutipan tersebut
diucapkan). (Lihat Lampiran E pad a akhir bab ini.) Ujian ini
mengetes "pengetahuan faktual" —saya kira penting bagi siswa
untuk menghafal peristiwa-peristiwa tertentu dalam drama ini
dan juga tokoh-tokohnya yang terkait dengan peristiwa-peris­
tiwa itu.

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 221


Komentar
Tulisan Ms. Jackson tentang ujian tersebut dan pengamatan
sekilas kami terhadap ujian itu menunjukkan bahwa ujian akhir ini
jelas masuk dalam kotak A1 pada Tabel Taksonomi: mengingat
pengetahuan faktual.
Akan tetapi, pada saat yang sama, saya lebih senang dengan
proyek kelompok dan dramatisasi oleh siswa-siswa, yang saya
kira akan menjadi pengalaman belajar yang tak mudah dilupa-
kan. Selama mengajarkan Macbeth, saya melihat mereka makin
terampil dalam membuat suatu produk, juga menyelesaikan
pekerjaan jangka panjang atau mementaskan drama di kelas
hanya dengan persiapan 15 menit.
Saya selalu menilai keberhasilan atau kegagalan usaha
siswa berdasarkan respons siswa, dengan kriteria-kriteria in­
formal seperti antusiasme siswa dalam berdiskusi danberparti-
sipasi. Dalam pembelajaran Macbeth, siswa lama-kelamaan
makin bersemangat dalam mengemukakan pendapat, membaca
dan menampilkan adegan-adegannya (yang saya pandang
sebagai tanda yang terang bahwa mereka tidak hanya belajar,
tetapi juga menikmati tantangan ini).
Agaknya, tugas yang menantang tidak terlalu sering di-
berikan di sekolah mereka. Seorang siswa mengatakan, "Se-
andainya saja sebelumnya kami pernah membaca karya sastra
yang sulit dipahami!" Saya menganggap perkataan tersebut
sebagai ukuran keberhasilan unit pelajaran ini.

Komentar
Ms. Jackson "lebih percaya" pada proyek kelompok ketimbang
pada tes. Maka, tujuan pertamanya merupakan tujuan "nyata" dari
unit pelajaran ini, sedangkan tujuan kedua merupakan tujuan utama
karena tujuan ini "diharapkan" oleh siswa dan/atau sekolah. Ms.
Jackson juga mengases efektivitas pembelajaran ini dalam pengertian
sikap (respons) siswa terhadapnya (yakni, makin senang, makin

222 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


antusias, menikmati tugas yang menantang). Analisis kami atas
asesmennya dalam Tabel Taksonomi disajikan pada Tabel 9.3.

BAGIAN 4: KOMENTAR PENUTUP


Pada bagian ini, kami akan menilik dan mengomentari sketsa
pembelajaran Macbeth dengan empat pertanyaan pokok: pertanyaan
tentang pembelajaran, pertanyaan tentang instruksi, pertanyaan
tentang asesmen, dan pertanyaan tentang kesesuaian di antara ketiga
komponen itu.

Pertanyaan tentang Pembelajaran


Fokus unit pelajaran ini jelas membantu siswa memahamt penge-
tahuan konseptual. Melalui konsep-konsep seperti pahlawan tragis,
sifat buruk, dan ironi, Ms. Jackson percaya bahwa siswa-siswanya
dapat "menangkap relevansi karya sastra ... dengan kehidupan
mereka sendiri". Namun, pada saat yang sama, Ms. Jackson agak
pragmatis. Ia percaya bahwa siswa-siswa perlu mengingat detail-
detail tertentu dalam Macbeth. Mereka perlu mengingat detail-detail
ini pada saat tes nanti; selain itu, dapat "berbicara" tentang Macbeth
mempunyai "makna sosial" tertentu.

Pertanyaan tentang Instruksi


Sebagian besar waktu dalam pengajaran unit ini digunakan
untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berkaitan secara langsung
atau tidak langsung dengan tujuan pertama. Dalam pengajaran se­
bagian besar babak drama ini, siswa terlibat dalam aktivitas-aktivitas
yang berkaitan dengan kategori-kategori proses kognitif yang lebih
kompleks: Menganalisis (Babak II, IV, dan V); Mengevaluasi (Babak III
dan IV); dan Mencipta (Babak II dan III). Stimulus untuk melibatkan
siswa dalam aktivitas-aktivitas tersebut adalah pertanyaan-pertanya-
an yang dikemukakan gurunya. Walaupun rumusan tujuan atau
asesmennya tidak memakai nama-nama kategori proses kognitif ini,
kami berpendapat bahwa Ms. Jackson tetap menggunakan proses-

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 223


224
Tabel 9.3. Analisis Sketsa Pembelajaran Macbeth dalam Tabel Taksonomi Berdasarkan Asesmennya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen

Pengetahuan
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

A. Tujuan 2 Proyek baris 1 Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas


Pengetahuan Ujian akhir, untuk Babak II Proyek untuk Babak III untuk Babak II dan
Faktual Proyek C1 baris 2 III Proyek baris 1;
Proyek baris 2

B. Tujuan 1 Aktivitas Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas


Pengetahuan pendahuluan dan untuk Babak II, IV untuk Babak III dan untuk Babak II dan
Konseptual aktivitas-aktivitas dan V Proyek ba­ IV III Proyek baris 1;
untuk Babak l-V, Ca- ris 2 Proyek baris 2;
tatan harian, Pem- Proyek C3
bandingan pentas,/
Proyek baris 1, Pro­
yek baris 1, Proyek
C2,4, dan b.

C.
Pengetahuan
Prosedural
Dimensi Proses Kognitif
Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

D.
Pengetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 = Siswa belajar menangkap relevansi karya sastra seperti Macbeth dengan kehidupan mereka sendiri.
Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth

Tujuan2 = Siswa mengingat bagian-bagian penting dari drama ini.


Proyek baris 1 = Perintah: Pilihlah sebuah adegan dalam drama ini dan tulislah kembali adegan itu dalam seting dan bahasa modern.
Proyekbaris2 = Perintah: Buatlah koran Indonesia Pos yang memberitakan peristiwa-peristiwa penting dalam drama itu.
Proyek C1 = Kritera: akurasi
Proyek C2, 3,4,
dan 5 = Kriteria: ketelitian, kemenarikan, dan bentuk yang tepat.
Kotak-kotak yang berwarna hitam menunjukkan kesesuaian yang paling tinggi di antara ketiga komponen—tujuan, aktivitas pembelajaran, dan
asesmen terdapat di dalam kotak yang sama. Kotak-kotak yang berwarna lebih terang menunjukkan dua komponennya terdapat dalam kotak yang
sama.
J

proses kognitif tersebut untuk meningkatkan pemahaman siswa


tentang drama Macbeth. Ini merupakan contoh yang bagus perihal
penggunaan proses-proses kognitif yang kompleks untuk membantu
siswa mencapai tujuan-tujuan yang kurang kompleks. Penggunaan
proses-proses kognitif yang kompleks ini dimaksudkan tidak untuk
menguasai proses-proses kognitif tersebut, yang memang tidak di-
cantumkan dalam tujuan-tujuan pembelajarannya, tetapi praktik pro­
ses-proses kognitif ini dimaksudkan untuk memperdalam proses-
proses pemahaman siswa.
Perlu dicatat bahwa tak satu aktivitas pembelajaran pun yang
berkaitan dengan tujuan kedua (yakni Siswa mengingat detail-de­
tail pen ting dari drama ini). Siswa tampaknya diharapkan untuk me­
nguasai pengetahuan ini ketika melihat pementasannya, membaca
dan menampilkan drama Macbeth, dan mengikuti berbagai aktivitas.

Pertanyaan tentang Asesmen


Dua asesmen formalnya adalah proyek kelompok dan ujian
akhir. Dua asesmen ini mempunyai tujuan-tujuan yang bertentangan
dengan kontinum proses kognitif; proyek kelompoknya menuntut
proses kognitif Mencipta dan ujiannya menutut proses kognitif Meng­
ingat. Hanya satu dari dua kriteria penildian siswa yang terfokus
pada isi drama: akurasi dan ketelitian. Dua kriteria lainnya menekan-
kan bentuk produk akhir: kemenarikan dan bentuk yang tepat.
Tabel 9.3 menunjukkan inkonsistensi antara perintah-perintah
yang diberikan kepada siswa untuk menyelesaikan proyek kelompok
(baris 1 dan baris 2) di satu sisi, yang berada dalam kotak-kotak A2,
B2, A4, B4, A6, dan B6, dan kriteria-kriteria yang digunakan untuk
menilai hasil proyek kelompok (C1-C5) di sisi lain, yang berada
dalam kotak-kotak A l, B2, dan B6. Anda mungkin mengklasifikasi-
kan perintah dan kriteria ini dalam kotak yang sama. Alih-alih,
keduanya sebenarnya berada dalam dua kotak yang berbeda: B2
(:memahmni pengetahuan konseptual) dan B6 (menciptakan [berdasarkan]
pengetahuan konseptual). Akan tetapi, perintah-perintah proyek ter­
sebut ditempatkan dalam empat kotak yang tidak mempunyai

226 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


kriteria: A2 (memahami pengetahuan faktual), A4 (menganalisis [ber-
dasarkan] pengetahuan faktual), B4 (menganalisis [berdasarkan] pe­
ngetahuan konseptual), dan A6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan
faktual). Satu kriteria lagi ditempatkan dalam satu kotak yang tidak
mempunyai perintah proyek: A1 (mengingat pengetahuan faktual).
Siswa akan menjadi salah langkah bila keinginan mereka untuk men-
dapatkan nilai yang bagus mendorong mereka berusaha membuang
aspek-aspek penting lainnya, seperti tidak mempelajari aspek-aspek
drama yang merupakan pengetahuan faktual.

Pertanyaan tentang Kesesuaiannya


Kita dapat secara jelas melihat kesesuaian antara tujuan,
aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan asesmennya dalam Tabel 9.3.
Ujian akhirnya bersesuaian dengan tujuan kedua, yakni mengingat
fakta-fakta penting tentang drama itu. Namun, seperti telah di-
sebutkan sebelumnya, tak ada aktivitas pembelajaran yang berkaitan
secara langsung dengan tujuan atau ujian akhir tersebut.
Kesesuaian yang tinggi tampak antara aktivitas-aktivitas pem­
belajaran dan proyek kelompok. Seperti telah disebutkan terdahulu,
Ms. Jackson menjadwalkan lima hari pertemuan bagi siswa untuk
mengerjakan proyeknya. Selain itu, sebagian besar aktivitas pem-
belajarannya terfokus untuk membantu siswa mengembangkan
Pengetahuan Konseptual (baris B dalam Tabel Taksonomi).
Ketidaksesuaiannya terlihat lebih jelas ketika kita mencermati
kotak-kotak pada Tabel 9.3 ketimbang pada kolom dan barisnya.
Misalnya, meskipun kebanyakan aktivitas pembelajaran menekan-
kan Pengetahuan Konseptual, aktivitas-aktivitas pembelajaran tersebut
menuntut proses-proses kognitif siswa yang berbeda. Dalam banyak
kasus, proses-proses kognitif yang dituntut ini di luar Memahami,
yang merupakan sasaran tujuan kedua dalam unit pelajaran Macbeth.
Akan tetapi, sebagaimana telah diterakan sebelumnya, Ms. Jackson
sepertinya berusaha menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam
dan tahan lama dengan mendorong siswa mengolah apa yang di-
sebut tingkat-tingkat kognitif yang lebih tinggi. Sama halnya, walau-

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 227


pun kolom Mencipta berisikan aktivitas-aktivitas pembelajaran dan
asesmen, kolom itu tidak berisi tujuan pembelajaran. Syahdan, cukup
beralasan bila Memahami (proses kognitif dalam tujuan pembelajaran
ini) menjadi salah satu kriteria yang dipakai untuk mengases proyek
kelompok.

BAGIAN 5: PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP


Dalam menganalisis semua sketsa pembelajaran, kami masih
memiliki beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Dua pertanyaan
paling penting yang belum terjawab dalam menganalisis sketsa
pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. Apa peran kategori-kategori proses kognitif yang lebih kom-
pleks dalam menumbuhkan Pengetahuan Konseptual? Ms. Jackson
ingin membantu siswa-siswanya melihat hubungan antara
drama Macbeth dan kehidupan mereka sendiri. la melakukannya
dengan menggunakan Pengetahuan Konseptual. Sebagian besar
siswanya mengetahui "pahlawan-pahlawan tragis"; mereka
mengalami "ironi". Konsep-konsep tersebut menggiring mereka
menghubungkan antara drama Macbeth dan kehidupan mereka
sendiri. Kendati Ms. Jackson terfokus pada memahami pengetahu­
an konseptual, ia mengajak siswa-siswanya berdiskusi pada
tingkat-tingkat proses kognitif yang tinggi (yakni, Menganalisis,
Mengevaluasi, dan Mencipta). Asumsinya, dan ini cukup bisa di-
terima, Pengetahuan Konseptual dapat dikembangkan melalui
aktivitas-aktivitas tersebut.
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari kebebasan siswa untuk me-
milih aktivitas pembelajaran dan tugas asesmen? Ms. Jackson
beberapa kali memberi siswa-siswanya pilihan-pilihan dalam
unit pelajaran ini. Misalnya, ia menyilakan mereka untuk me-
milih video yang akan mereka tonton sampai selesai. Ini
merupakan pilihan yang diberitahukan (informed choice); pilihan
tersebut berdasarkan pembandingan adegan yang sama pada
tiga rekaman pentas Macbeth yang berbeda (lihat Lampiran A).
Siswa juga berkesempatan memilih proyek kelompok. Namun,

228 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dalam pemilihan proyek kelompok ini, siswa tidak mengetahui
perbedaan-perbedaan proses kognitif yang dituntut pada pro-
yek-proyek tersebut, sebagaimana kami tunjukkan dalam
analisis kami (lihat Tabel 9.3). Kelompok-kelompok itu bisa
mendapat tugas yang kurang kompleks atau lebih kompleks
secara kebetulan. Lantaran pedoman penskoran yang digunakan
untuk menilai semua tugas sama saja, pilihan proyek kelompok
ini dapat mengakibatkan perbedaan nilai yang diperoleh siswa
hanya karena jenis tugasnya, bukan karena perbedaan kualitas
hasil kerjanya. Guru-guru kerap kali mencoba mengatasi masa-
lah ini, tetapi sulit melaksanakannya.
Dua contoh pemilihan yang dilakukan siswa di atas sangat ber-
beda. Pada contoh pertama, siswa memilih video berdasarkan infor-
masi dan kesepakatan kelompok. Pemilihan semacam ini sangat
dapat meningkatkan minat dan rasa-memiliki siswa. Pada contoh
kedua, pemilihan proyek kelompok bisa menjadi faktor pengganggu
dalam menentukan nilai siswa. Praktik pemilihan yang proporsional
dan kelengkapan informasi yang dibutuhkan siswa untuk membuat
pilihan yang "baik", serta implikasi dari beragam pilihan siswa pada
pencapaian pelbagai tujuan pembelajaran dan pada penentuan nilai,
merupakan masalah-masalah yang dipikirkan oleh para guru dan
peneliti. ■

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 229


Lampiran A: Lembar Penilaian Terhadap Tiga Video Macbeth

Roman Polanski Orson Welles BBC

Seting

Suara

Pencahayaan

Efek Khusus

Tukang-tukangSihir
\

Macbeth

Lady Macbeth

______ — ---------------------------------------------

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


230
Lampiran B: Esai Tentang Perbandingan Antara Tiga Video Macbeth Karya William
Shakespeare

1. Bagian pendahuluan membicarakan pertanyaan-pertanyaan


tentang apa saja yang seharusnya ada dalam pementasan drama
Macbeth yang bagus.
2. Tesis merupakan bagian terpenting dari pendahuluan. Tesis
harus terfokus pada efek-efek sinematik (seting, suara, pencaha-
yaan, efek khusus) dan pemeranan (Macbeth, Lady Macbeth,
tukang-tukang sihir) dalam adegan-adegannya pada setiap
video. Kalimat-kalimatnya berisikan kelebihan-kelebihan setiap
video.
3. Batang tubuh esai ini berisikan gagasan-gagasan yang dikem-
bangkan dari tesisnya. Setiap video dapat dibahas secara ter-
pisah, atau setiap topik dari ketiga video dapat dikupas secara
terpisah (efek sinematik dari ketiga video dibicarakan terlebih
dahulu, baru kemudian pemeranannya).
4. Kesimpulannya mengemukakan kembali gagasan utamanya
dan menunjukkan video mana yang paling mengesankan dan
paling bagus dalam mementaskan naskah dramanya.

Tulislah bagian pendahuluannya di bawah ini:

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 231


Lampiran C: Catatan Harian Video Macbeth

Dalam lima kali pertemuan, siswa-siswa menonton salah satu


video Macbeth yang mereka pilih sendiri, setelah mereka selesai mem-
baca dan mendiskusikan setiap babaknya. Setiap siswa diminta me-
nulis catatan ten tang kesan, pendapat, dan pertanyaan-pertanyaan
menyangkut video tersebut. Setiap siswa harus menulis satu catatan
ulasan sebanyak 1-2 paragraf setiap hari.
Siswa bebas menulis isi catatan harian ini, tetapi sebaiknya
mengacupada kriteria-kriteria penilaiannya. Seperti dalam penulisan
esai tentang perbandingan ketiga video di atas, siswa harus mengo-
mentari sinematografinya (seting, pencahayaan, suara, dan efek
khusus) dan pemeranannya (teristimewa Macbeth, Lady Macbeth,
Banquo, MacDuff, dan tukang-tukang sihir). Hal lain yang perlu di-
tulis adalah bagaimana pementasan episode-episode tertentu —misal-
nya adegan penusukan dengan pisau belati, adegan pesta, adegan
berjalan saat tidur, dan pembunuhan Macbeth. Juga, jika ada adegan-
adegan dalam naskahnya yang tak dipentaskan atau banyak diubah,
ini perlu ditulis dalam catatan harian.
Hal terakhir yang mesti ditulis dalam catatan harian adalah
adegan apa yang paling mengesankan dan adegan apa yang paling
menyebalkan. Ingat: tak ada pendapat yang salah atau benar, tetapi
pendapatmu harus dilandasi dengan bukti.

232 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lampiran D: Asesmen Proyek Kelompok

Riset

Akurasi (30%)

Ketelitian (30%)

Presentasi

Kreativitas (15%)

Kemenarikan (15%)

Bentuk yang tepat (10%)

Total

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbecb


Lampiran E: Ujian Akhir

I. Menjodohkan: Jodohkanlah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan nama-


nama d: sebelah kanannya. Sebagian nama dapat digunakan lebih dari sekali.
(setiap nomor bernilai 2)

1. Dieksekusi dan memberikan gelar- A. Hecate


nya pada Macbeth.
2. Mencurigai Macbeth dan tidak B. Duncan
menghadiri Penobatannya.
3. Terlihat mendekati istana Macbeth, C. Malcolm
karena takut dan tidak percaya.
4. Menyebabkan Macbeth "senang" D. Banquo
pada pesta itu.
5. Dianggap lebih jahat daripada E. Lady
Macbeth. Macbeth
6. Adalah the Thane of Fife.
7. Menjuluki Malcolm, Pangeran F. Lady Mac
Cumberland. Duff
8. Sering mengabarkan berita buruk G. Dunsinane
kepada tokoh-tokoh lain.
9. Istana Macbeth. H. Macbeth
10. Dibunuh oleh Macbeth dalam per-
tarungan terakhir Macbeth. I. MacDuff
11. Akan "mendapatkan" raja-raja. J- Ross
12. Melumurkan darah ke tubuh peng-
awal-pengawal Raja Duncan. v K. Young
13. Memberi perintah untuk menjebak Si ward
Macbeth Dengan pengawal-peng- L. Fleance
awal palsu.
14. Lari ke Irlandia untuk menghindari M. Thane of
tuduhan pembunuhan yang tidak Cawdor
benar.
15. Marah karena ditinggal sendirian N. Arwah
tanpa perlindungan. Banquo
16. Membunuh pengawal-pengawal
Duncan. O. Birnam
17. Dikatakan telah bunuh diri pada Wood
akhir drama.
18. "Lahir prematur" dari rahim ibunya. P. Donalbain
19. Nyaris dibunuh bersamaan dengan
pembunuhan ayahnya.
20. Bersama Macbeth ketika dia kali per-
tama bertemu tukang-tukang sihir.

234 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


II. Jawaban Singkat: Isilah titik-titik di bawah mi dengan kata atau frasa yang tepat.
(setiap nomor bernilai 3)

1. Di negara manakah seting utama Macbeth?

2. Apa sifat buruk Macbeth?

3. Apa yang dikatakan orang bertopi baja kepada Macbeth agar dia
waspada?

4. Mengapa Lady Macbeth tidak membunuh Duncan sendiri?

5. Berapa hantu yang ditunjukkan tukang-tukang sihir kepada Macbeth?

6. Apa satu-satunya adegan yang lucu dalam Macbeth?

7. Apa yang Macbeth kira dia lihat sesaat sebelum Duncan dibunuh?

8. Kapan lelaki tua itu mengatakan bahwa alam semesta terguncang


hebat.

9. Ke mana Malcolm pergi setelah ayahnya dibunuh?

10. Siapa yang melihat Lady Macbeth berjalan saat tidur?

Bab 9 : Sketsa Pembelajaran Macbeth 235


III. Kutipan. Tulislah dalam kalim at yang lengkap, (1) siapa yang mengatakannya, (2)
kepada siapa dikatakan, dan (3) bagaimana situasinya. (setiap nomor bernilai 5)

1. "Lakukanlah, MacDuff, dan biarkan dia berteriak, Tahan, cukup'!"

2. "Jujur itu ajur, dan ajur itu jujur."

3. "Jangan sampai pesta kita gagal."

4. "Apakah yang kulihat ini pisau, gagangnya di dekat tanganku?"

5. "Tampak bagai bunga yang indah, tapi ular di bawahnya."

6. "Pergi, bangsat! Pergi, kataku!"

236 Penibelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Bab 10

Sketsa Pembelajaran
Penjumlahan

U nit pelajaran tentang cara-cara untuk menghafal hasil-hasil pen­


jumlahan bilangan sampai jumlah 18 ini dibuat dan diajarkan oleh
Ms. Jeanna Hoffman.
Unit pelajaran ini merupakan bagian dari kurikulum inti kelas
dua SD di daerah ini, dan penjumlahan bilangan termasuk mated
yang diujikan dalam tes baku terbaru. Unit pelajaran ini diajarkan
pada awal tahun ajaran ini. Ada sangat banyak materi dalam kuri­
kulum inti yang harus diajarkan, sehingga kami mengajarkanbagai-
mana menghafal hasil-hasil penjumlahan ini pada awal tahun ajaran.
Lebih mudah bagi siswa untuk menghafal hasil-hasil penjumlahan
sederhana sebelum mereka mempelajari penjumlahan (dan pengu-
rangan) semua bilangan. Siswa sudah dikenalkan dengan konsep
penjumlahan (di kelas satu SD dan juga di awal kelas dua) melalui
manipulasi. Banyak siswa sulit menghafal hasil-hasil penjumlahan.
Biasanya, hanya sedikit siswa kelas dua yang sudah bisa men-
jumlahkan bilangan-bilangan sampai jumlah 18. Sebagian besar siswa
memahami dengan baik hasil-hasil penjumlahan sampai jumlah 10.
Namun, ketika saya mulai mengajarkan penjumlahan sampai jumlah
18, lebih dari lima puluh persen siswa menggunakan jari-jari mereka.
Sebagian siswa masih melakukannya sampai mereka naik kelas tiga.

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 237


Jamaknya, siswa kelas dua bei'jumlah 20-24 anak per kelas. Satu
kelas berisikan anak-anak dengan beragam kemampuan akademis,
dan sebagian besar dari mereka termotivasi untuk berprestasi. Unit
pelajaran ini diajarkan selama sekitar tiga minggu sesuai dengan
pengalaman siswa sebelumnya dalam belajar penjumlahan. Tujuan
pembelajaran ini dapat dicapai secara lebih optimal bila alokasi
waktunya ditambah. Namun, hal ini tidak dimungkinkan karena
kurikulumnya memuatbanyak sekali tujuan lain. Dalam pertemuan-
pertemuan, saya mengulas banyak strategi menghafal untuk menye-
garkan ingatan siswa dan mengetahui apakah strategi-strategi itu
masih mereka ingat dan gunakan.

BAGIAN 1: TUJUAN
Tujuan. utama dari unit pelajaran yang diajarkan selama tiga
pekan ini adalah siswa mengingat kembali penjumlahan bilangan-
bilangan (sampai jumlah 18) tanpa manipulasi. Tujuan-tujuanjangka
panjangnya adalah membantu siswa (1) mengerti bahwa menghafal
dapat dilakukan secara lebih efisien (dalam keadaan-keadaan
tertentu) dan (2) memperoleh pengetahuan praktis tentangberbagai
strategi menghafal. Dalam bahasa yang lebih konkret, siswa dapat
menghitung penjumlahan horizontal dan v^rtikal. Penjumlahannya
melibatkan satu dan dua bilangan satu digit (dengan jumlah tidak
lebih dari 18). Contohnya:

6+7= 5+7+3= 7 4
9 5
—+ 5
— +

Komentar
Dalam kerangka Tabel Taksonomi, tujuan utama dari unit
pelajaran ini terlihat jelas: mengingat pengetahuan faktual. Dua tujuan
"jangka panjangnya" adalah memahami pengetahuan nietakognitif
(khususnya pengetahuan tentang strategi-strategi umum dan penge-

238 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tahuan tentang tugas-tugas kognitif) dan mengaplikasilam pengetahuan
prosedural (dengan asumsi bahwa "pengetahuan praktis" adalah pe­
ngetahuan yang dapat digunakan atau diterapkan). "Berbagai strategi
menghafal" merupakan Pengetahuan Prosedural. Kami mengklasi-
fikasikan tujuan ketiga ini sebagai Pengetahuan Prosedural, bukan
Pengetahuan Metakognitif, sebab "strategi" ini khusus untuk meng­
hafal "fakta-fakta matematika" (penjumlahan, pengurangan, per-
kalian, dan pembagian). Generalitas "strategi" ini terbatas. Kompo-
nen Pengetahuan Metakognitifberasa] dari siswa sendiri yang mengerti
strategi-strategi mana yang paling efektif dan mana yang paling tidak
efektif bagi mereka.
Penempatan tiga tujuan ini dalam Tabel Taksonomi ditunjukkan
pada Tabel 10.1.

BAGIAN 2: AKTIVITAS-AKTIVITAS PEMBELAJARAN


Aktivitas yang mehgawali pengajaran unit ini dan berlangsung
terus adalah "menghafal fakta dalam kantong". Setiap hari, ketika
siswa-siswa masuk ruang kelas, mereka mengambil "secarik fakta"
dari sebuah kantong. Setiap siswa diharapkan menghafal fakta ini.
Pada jam-jam tertentu, siswa diminta mengatakan fakta-fakta yang
mereka dapat tanpa membacanya. Orang tua, kepala sekolah, tukang
kebun, pelayan kafetaria, dan karyawan lainnya mengetahui fakta-
fakta ini dan dapat meminta siswa untuk mengatakannya tanpa
membacanya. Pada keesokan harinya, setiap siswa menuliskan fakta-
fakta mereka pada buku "fakta dalam kantong" dan kemudian meng­
ambil secarik fakta baru.

Komentar
"Menghafal fakta dalam kantong" menekankan pada mengingat
pengetahuan faktual. Aktivitas ini berlangsung setiap hari.

Aktivitas yang mengawali pekan kedua persekolahan dan


berlangsung terus saban hari selama setahun adalah "Menit
Matematika Majenun". Siswa diberi waktu satu menit untuk
mengerjakan 30 soal latihan penjumlahan. Pada pertengahan

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 239


Tabel 10.1. A nalisis Sketsa Pembelajaran Penjum lahan dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Rumusan Tujuan Pembelajarannya

Dimensi Proses K ognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan 1
P e ngetahuan
Faktual

B.
P e ngetahuan
Konseptual

C. Tujuan 3
P e ng etahuan
Prosedural

D. Tujuan 2
P e ngetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 = Mengingat hasil-hasil penjumlahan (sampai jumlah 18).
Tujuan 2 = Mengerti bahwa menghafal dapatdilakukan secara lebih efisien (dalam keadaan-
keadaan tertentu).
Tujuan 3 = Memperoleh pengetahuan praktis tentang berbagai strategi menghafal.

240 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tahun kedua, jumlah soalnya ditambah jadi 35. Lembaran-
lembaran soal Menit Matematika Majenun disusun sedemikian
rupa sehingga dalam satu periode (delapan hari) siswa me-
ngerjakan soal latihan yang salah satu bilangannya adalah 2,
kemudian 3, lalu 4, dan seterusnya. Jika salah satu bilangannya
sudah sampai 9, soalnya dimulai lagi dengan bilangan 1. Jumlah
soal yang dikerjakan dengan benar oleh setiap siswa ditulis
setiap hari di kelas.

Komentar
Aktivitas yang berlangsung selama setahun ini juga terfokus
pada mengingat pengetahuanfaktual. Batas waktunya yang ketat untuk
mengerjakan soal (30-35 soal per menit) niscaya menuntut penghafal-
an.

Hari 1-4
Setelah aktivitas-aktivitas harian ini dilakukan, empat hari per-
tama pelajaran unit ini digunakan untuk m enyelesaikan
Lembaran Tembok Besar Penjumlahan. Sebelumnya, saya
siapkan kertas berukuran 3 x 7 meter dan membuat kolom-
kolom dan baris-barisnya. Bilangan 0-9 ditulis di bagian kiri
atas kertas. Siswa-siswa menggunakan dua warna cat untuk
menulis operasi penjumlahan dengan turus-turus dan belajar
mengatakan hasil-hasil penjumlahan yang mereka buat. Lalu,
mereka menuliskan hasil-hasil penjumlahan dalam kotak-kotak
Lembaran Tembok Besar Penjumlahan itu. Pada hari kedua,
lembaran ini sudah penuh dengan tulisan. Saya katakan kepada
siswa-siswa bahwa ada 100 hasil penjumlahan yang akan
mereka pelajari pada akhir tahun kelas dua, dan selama bebe-
rapa hari mendatang, mereka akan belajar strategi-strategi untuk
membantu mereka menghafal hasil-hasil penjumlahan tersebut.

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 241


Komentar
Meskipun tujuan utamanya menyatakan "tanpa manipulasi",
. Ms. Hoffman awalnya menggunakan manipulasi dalam pengajaran
unit ini. Manipulasi memungkinkan siswa "melihat" contoh-contoh
hasil penjumlahan yang konkret. Penekanannya pada makna
bilangan 5, 3, 8, dan seterusnya. Alhasil, aktivitas pembelajaran ini
mengajarkan memahami pengetahuan konseptual.

Pada hari ketiga dan keempat, saya meminta anak-anak


mencari pola dan hubungan antara hasil-hasil penjumlahan
yang terdapat pada Lembaran Tembok Besar Penjumlahan.
Misalnya, saya menunjuk baris dan kolom 0, dan kemudian
siswa . Saya juga minta mereka menjelaskanbagaimana mereka
dapat mengetahui hasil-hasil penjumlahan ini tanpa meng-
hitung terlebih dahulu. Selanjutnya, saya menunjuk baris dan
kolom 1.
Saya pun mengajarkan sifat komutatif (misalnya, 5 + 8 = 13
dan 8 + 5 = 13). Saya mengatakan kepada siswa bahwa bila
mereka mengetahui salah satu dari dua bilangannya, mereka
dapat mengetahui bilangan lainnya. Saya mengakhiri pelajaran
dengan menunjukkan bagaimana banyak hasil penjumlahan
yang mereka ketahui dari baris dan kolom 0, baris dan kolom 1,
dan sifat komutatif. Mereka harus mengingat hasil-hasil pen­
jumlahan lainnya.

Komentar
Sebagian aktivitas ini bertujuan untuk memotivasi siswa. Ms.
Hoffman ingin menunjukkan kepada siswa betapa banyak yang telah
mereka ketahui dan, makanya, tinggal "sedikit" lagi yang perlu
mereka pelajari. Dalam kerangka Tabel Taksonomi, mencari pola
melibatkan proses kognitif membandingkan, dan sifat komutatif adalah
sebuah prinsip. Maka, penekanannya di sini ialah memahami penge­
tahuan konseptual. Perhatikan bahwa Ms. Hoffman tidak mengguna­
kan frasa "sifat komutatif" dalam berbicara kepada siswa-siswanya.
Ia lebih tertarik untuk mengajarkan bahwa "susunan bilangan tidak

242 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


penting ketika kamu melakukan operasi penjumlahan" ketimbang
untuk mengajarkan istilah "sifat komutatif".

Hari 5-6
Aktivitas pembelajaran yang berlangsung pada hari kelima
dan keenam adalah "Teman Bilangan". Dalam aktivitas ini,
siswa m enggunakan "penjum lahan bilangan yang sama"
(mereka mengetahuinya) untuk menghafal hasil-hasil pen­
jumlahan bilangan-bilangan lainnya. Saya meminta siswa men-
cari pola pada Lembaran Tembok Besar Penjumlahan, di baris
dan kolomnya. Saya meminta seorang siswa untuk menunjuk-
kan penjumlahan bilangan-bilangan yang sama (misalnya, 3 +
3,4 + 4) dan melingkari bilangan-bilangan tersebut. Saya katakan
kepada mereka bahwa pada Lembaran itu terdapat "teman
bilangan". Saya menyebut penjumlahan bilangan yang sama 4
+ 4 = 8 sebagai cantohnya dan menuliskannya di papan tubs.
Di sisi papan tulis lainnya, saya menulis 3 + 4 = 7 dan 5 + 4 = 9.
Saya bertanya kepada siswa-siswa mengapa saya menyebut
penjum lahan-penjum lahan itu sebagai "tem an bilangan".
(Jawabannya adalah bahwa penjumlahan-penjumlahan tersebut
menggunakan bilangan yang sama, yaitu 4). Saya menunjuk
penjumlahan bilangan-bilangan yang sama lainnya. Saya ber­
tanya kepada mereka bagaimana penempatan teman-teman
bilangan ini di Lembaran Tembok Besar Penjumlahan. (Jawab­
annya adalah bahwa teman-teman bilangan ini berada di dua
sisi Lembaran, yakni sisi atas dan sisi bawan.)
Selanjutnya, saya bertanya apakah setelah mengetahui satu
"teman bilangan", mereka dapat mengetahui teman-teman
bilangan lainnya. Sewaktu siswa-siswa berdiskusi, sebagian
teman lainnya mulai mengerti. Saya ajak mereka memerhatikan
lagi Lembaran Tembok Besar Penjumlahan dan meminta siswa-
siswa lain untuk menunjuk teman-teman bilangan di sekitar
semua penjumlahan bilangan yang sama. Saya menandai semua
teman bilangan yang mereka tunjuk. Saya yakin aktivitas ini

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 243


mengenalkan ide bahwa matematika adalah suatu jaring-jaring
hubungan. Aktivitas ini memudahkan siswa menghafal dan
memahami hasil-hasil penjumlahan dan operasi-operasi mate­
matika.

Komentar
Sebagaimana aktivitas pembelajaran sebelumnya, aktivitas-
aktivitas ini mengajak siswa untuk mencari pola dan hubungan.
Dalam kerangka Tabel Taksonomi, penekanannya adalah memahami
pengetahuan konseptual (lebih tepatnya, membandingkanpengetahuan
ten tang struktur).

Hari 7-8
Pada hari ketujuh dan kedelapan, saya mengenalkan
aktivitas "keluarga bilangan". Dalam aktivitas ini, saya meminta
siswa memerhatikan secara saksama tiga bilangan dalam sebuah
persamaan dan memindah-mindah letak ketiga bilangan untuk
mengetahui hubungan-hubungan di antara ketiganya. Saya
menulis sebuah persamaan di papan tulis (yakni 2 + 3 = 5). Saya
bertanya apakah siswa dapat mengubah susunan persamaan
ini (jadi 3 + 2 = 5). Saya bertanya Ihgi apakah mereka dapat
membuat operasi pengurangan dengan bilangan-bilangan
tersebut (misalnya, 5 - 2 = 3). (Mereka umumnya membutuhkan
bantuan guru untuk melakukannya. Petunjuk-petunjuk seperti
"mulailah dengan bilangan terbesar" membantu mereka.)
Lalu, saya membuat gambar rumah yang mewadahi dua
operasi penjumlahan dan dua operasi pengurangan dan menulis
bilangan-bilangan 2, 3, dan 5 di "lotengnya". Saya sampaikan
kepada siswa bahwa empat persamaan ini termasuk dalam
sebuah keluarga bilangan yang sama dan keempatnya boleh
tinggal di rumah itu. Kemudian, saya menggambar rumah lain
dan menempatkan bilangan-bilangan 4, 5, dan 9 di lotengnya.
Saya meminta siswa membentuk kelompok dua-dua untuk
mencari keluarga bilangan yang boleh tinggal di rumah itu. Saya

244 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


menyuruh sisvva, masih dalam kelompok tersebut, menggambar
rumah-rumah lain. ("Bilangan-bilangan yang sama" tinggal di
apartemen karena hanya ada dua bilangan, yaitu 8,16).
Saya mengingatkan mereka bahwa bila mengetahui salah
satu anggota keluarga bilangan, mereka dapat mengetahui
anggota-anggota lainnya. Oleh karena itu, keluarga bilangan
memudahkan mereka menghafal karena mereka hanya perlu
menghafal setengah anggotanya. Pada hari kedua pelaksanaan
aktivitas pembelajaran ini, saya mengadakan diskusi penutup
untuk membantu siswa mengetahui bahwa pengurangan
merupakan lawan dari penjumlahan.

Komentar
Sebagaimana pada awal pertemuan, siswa diminta mengeks-
plorasi hubungan-hubungan yang ada dalam persamaan (misalnya,
mengubah letak bilangan> mencari hubungan). Tanpa menggunakan
kata "komutasi", Ms. Hoffman mengenalkan konsep penting dalam
persamaan ini kepada siswa. Aktivitas ini diklasifikasikan dalam
memahami pengetahuan konseptual. Petunjuk yang diberikan Ms.
Hoffman —"mulailah dengan bilangan terbesar"— dapat dianggap
sebagai langkah pertama dalam prosedur pengubahan operasi pen-
jumlahan jadi operasi pengurangan, dan kemudian siswa dapat me-
lakukannya. Jika ia mengajarkan prosedur ini sampai tuntas, aktivitas
ini diklasifikasikan dalam mengaplikctsikan pengetahuan prosedural.
Diskusi penutupnya mengembalikan siswa ke tujuan utama
yang dirumuskan oleh Ms. Hoffman, yaitu mengingat kembali pen-
jumlahan bilangan-bilangan (sampai jumlah 18). Namun, aktivitas-
aktivitas pembelajaran pada delapan hari pertama menekankan pada
memahami pengetaliitan konseptual. Diskusi penutupnya pada Hari 8
menguatkan konsep "komutasi".

Hari 9-10
Pada hari kesembilan dan kesepuluh, saya mengajak siswa
melakukan apa yang saya sebut "membuat jumlah sepuluh".

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 245


Saya mulai dengan menuliskan beberapa soal penjumlahan
dengan 9 sebagai salah satu bilangan penjumlahnya. Setiap
siswa diberi "kerangka sepuluh" (selembar kertas dengan dua
baris dan lima kotak). Saya meminta mereka menggunakan dua
lembar kerangka sepuluh untuk menuliskan jawaban dari soal-
soal tadi (misalnya, 9 + 7 = ). [Jawabannya adalah 9 + 1 pada
satu lembar kerangka sepuluh, dan 10 + 6]. Saya melanjutkan
ke semua soal lainnya yang bilangan penjumlahnya adalah 9
dan 8.
Saya minta mereka mencatat soal-soal latihan ini dan jawab­
annya pada kertas lain. Kemudian, kami mendiskusikan bagai-
mana cara kerja "membuat jumlah sepuluh". Lantas, saya me-
nunjuk ke Lembaran Tembok Besar Penjumlahan dan bertanya
bagaimana prosedur "membuat jumlah sepuluh" membantu
mereka menghafal hasil-hasil penjumlahan mereka.

Komentar
Ini merupakan aktivitas yang "kaya kognitif". Siswa diminta
mengaplikasikan pengetahuan prosedural (yakni, mempraktikkan
prosedur "m em buat jum lah sepuluh"), memahami pengetahuan
prosedural (yaitu, mendiskusikan cara kerja "membuat jumlah se­
puluh"), dan memahami pengetahuan metakognitif (yakni, mendes-
kripsikan bagaimana prosedur-prosedur semacam "membuat jumlah
sepuluh" membantu mereka menghafal pengetahuan seperti hasil-
hasil penjumlahan).

Hari 11-13
Pada hari 11 sampai ke-13, saya bersama siswa-siswa meng-
eksplorasi penggunaan berbagai cara untuk menghafal hasil-
hasil penjumlahan yang lebih dari 10. Saya mulai dengan me-
nulis soal latihan 5 + 8 di papan tulis dan kemudian bertanya
kepada siswa bagaimana cara mereka mencari jawabannya.
Jawaban-jawaban mereka adalah menghitung dengan meng-
urutkan bilangan; menggunakan jari, benda, kalkulator, atau

246 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


baris bilangan; menggunakan prosedur "membuat jumlah se-
puluh"; memakai keluarga bilangan; dan "menghafal fakta
dalam kantong'' atau Menit Matematika Majenun. Setiap siswa
diminta untuk memilih salah satu cara yang telah dipraktikkan
sebelumnya.
Setiap siswa kemudian menggunakan cara yang dipilihnya
untuk menyelesaikan soal itu (5 + 8) dan menceritakannya
kepada semua anggota kelas. Sewaktu siswa-siswa mengeks-
plorasi dan menggunakan berbagai cara, saya yakin mereka
akan mengingat cara tercepat untuk mendapatkan jawaban atas
soal tadi.

Komentar
Fokus pada tiga hari ini adalah cara-cara yang dapat dipakai
siswa.untuk belajar penjumlahan sampai 18. Pengetahuan Konseptual
(yakni, keluarga bilangan) dan Pengetahuan Prosedural (yaitu, mem-
. buat jumlah sepuluh) sudah tersedia dan dapat digunakan oleh
siswa. Apa pun jenis pengetahuannya, kami agak meragukan bahwa
proses kognitifnya adalah Mengaplikasikan: siswa mengaplikasikan
pengetahuan konseptual dan/atau prosedural. Pada Bab 5, Mengapli­
kasikan, didefinisikan dalam Pengetahuan Prosedural; Pengetahuan
Konseptual umumnya "dilucuti" seperti dalam serangkaian langkah
(yakni Pengetahuan Prosedural) sebelum diaplikasikan. Maka, kami
mengklasifikasikan aktivitas (atau aktivitas-aktivitas) ini sebagai
mengaplikasikan pengetahuan prosedural.
Akan tetapi, Ms. Hoffman pada akhirnya ingin siswa-siswanya
secara individual mengetahui cara yang paling baik bagi mereka dan
menyadari bahwa cara yang paling efisien untuk menyelesaikan soal-
soal latihan dalam waktu yang terbatas adalah menghafalnya.
Dengan keinginan ini, tujuannya menjadi memahamipengetahuan meta-
kognitif.

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 247


Hari 14-15
Aktivitas terakhir berlangsung selama dua hari terakhir.
Aktivitas ini mengajak siswa mempraktikkan hafalan mereka
dalam lomba lari estafet. Sebelumnya, saya siapkan potongan-
potongan kertas yang berisikan semua hasil penjumlahan dan
memasukkannya secara acak ke dalam empat wadah. Saya
membagi kelas jadi empat tim, dan setiap tim berbaris di depan
wadah mereka. Setiap siswa mengambil sepotong kertas dari
wadahnya, mempelajarinya, dan menyimpannya. Anak yang
berdiri paling depan di barisannya berjalan ke papan tubs, me-
nuliskan hasil penjumlahan di potongan kertas yang dia simpan,
kem bali ke barisannya, dan m enepuk pundak teman di
belakangnya. Temannya ini mengambil satu potongan kertas
dari wadah itu dan menghafalkan isinya. Setelah beberapa saat,
"waktuhya" habis dan permainan berakhir. Semua tim yang
menuliskan semua hasil penjumlahan dengan benar berarti
menang! Permainan ini diulang-ulang.

Komentar
Sebagian karena siswa telah diberitahu bahwa faktor kecepatan
menentukan kemenangan tim, aktivitas ini diklasifikasikan dalam
mengingat pengetahuanfaktual. Analisis kami atas semua aktivitas ini
disajikan pada Tabel 10.2. Rumusan-rumusan tujuan pada Tabel 10.1
kami cantumkan lagi pada Tabel 10.2 dengan cetak tebal. Aktivitas-
aktivitas pembelajarannya ditulis dengan cetak miring.

BAGIAN 3: ASESMEN
Untuk mengases perkembangan siswa, saya mengamati mereka,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencatat perubahan-perubah-
an hasil permainan harian Menit Matematika Majenun, dan menskor
hasil kuis mingguan. Saya mengamati siswa untuk mengetahui cara-
cara yang mereka gunakan untuk mengerjakan soal-soal. Saya men­
catat bahwa siswa-siswa yang menyelesaikan soal-soal dengan cepat
menghafal hasil-hasil penjumlahannya. Mereka yang lambat kerap

248 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 10.2. Analisis Sketsa Pembelajaran Penjumlahan dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Aktivitas-aktivitas Pembelajarannya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan 1
P engetahuan A ktivitas-
Faktual a k tiv ita s
Hari 1-15

B. A ktivitas-
P engetahuan a k tiv ita s
Konseptual Hari 1-10 -

C. Aktivitas- Tujuan 3
P engetahuan a k tiv ita s Aktivitas-
Prosedural Hari 9-10 aktivitas
Hari 9-13

D. Tujuan 2
P engetahuan A ktivitas-
Metakognitif a k tiv ita s
Hari 9-13

Keterangan:
Tujuan 1 = Mengingat hasil-hasil penjumlahan (sampai jumlah 18).
Tujuan 2 = Mengertibahwamenghafaldapatdilakukansecaralebihefisien(dalamkeadaan-
keadaan tertentu).
Tujuan 3 = Memperoleh pengetahuan praktis tentang berbagai strategi menghafal.

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 249


kali menggunakan jari-jari mereka untuk menghitung dan kemudian
"mengurutkan bilangan-bilangannya". Saya mendorong mereka
yang lambat ini untuk menggunakan teman bilangan dan keluarga
bilangan.
Selama pembelajaran berlangsung, saya sering bertanya bagai-
mana mereka memperoleh jawaban atas soal-soal yang saya berikan.
Lama-kelamaan, mereka makin sering melaporkan apa yang mereka
ketahui dengan cara keluarga bilangan atau teman bilangan dan apa
yang telah mereka hafalkan.
Skor-skor sebagian besar siswa dalam permainan Menit Mate-
matika Majenun perlahan-lahan meningkat. Ini menunjukkan bahwa
mereka sedang menghafal hasil-hasil penjumlahan. Skor-skor per­
mainan Menit Matematika Majenun dicatat setiap hari sehingga
siswa dapat melihat berapa banyak jawaban mereka yang benar pada
hari kemarin dan mengetahui perkembangan mereka. Seperti sudah
disebutkan sebelumnya, permainan Menit Matematika Majenun di-
laksanakan selama satu tahun ajaran.
Kuis mingguan memberikan informasi paling sedikit mengenai
cara-cara yang digunakan siswa untuk memperoleh jawaban.
Namun, kuis ini merupakan asesmen langsung untuk mengetahui
pencapaian tujuan pembelajaran unit ini dan dapat memberikan
informasi kepada orang tua siswa. Awalnya, saya menggunakan
rubrik sederhana ("mulai menghafal hasil-hasil penjumlahan" atau
"perlu menghafal hasil-hasil penjumlahan") untuk memberitahu
siswa dan orang tua mereka ten tang perkembangan siswa.

Komentar
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Ms. Hoffman terfokus
pada mengaplikasikan pengetnhuan prosedural. Dengan asesmen-
asesmen ini, ia dapat mengetahui cara-cara yang digunakan siswa.
Perubahan-perubahan skor dalam permainan Menit Matematika
Majenun membuktikan peningkatan siswa dalam mengingat penge­
tnhuan faktual. Berbeda dengan Menit Matematika Majenun, yang
berpusat pada satu bilangan penjumlah, kuis-kuis mingguan diambil

250 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


secara acak dari banyak sekali basil penjumlahan. Juga, berbeda
dengan Menit Matematika Majenun, kuis ini memiliki alokasi waktu
yang lebih panjang dan, konsekuensinya, siswa mempunyai cukup
waktu untuk mencoba berbagai cara. Namun, penekanannya tetap
pada mengingat pengetahuanfaktual.
Hasil analisis kami dipaparkan pada Tabel 10.3. Sekali lagi,
analisis awal atas rumusan-rumusan tujuan ditulis dengan cetak tebal
sedangkan analisis atas aktivitas-aktivitas pembelajaran ditulis
dengan cetak miring.

BAGIAN 4 : KOMENTAR PENUTUP


Pada bagian ini, kami akan menilik dan mengomentari sketsa
pembelajaran Penjumlahan dengan empat pertanyaan pokok: per-
tanyaan tentang pembelajaran, pertanyaan tentang instruksi, per­
tanyaan tentang asesmen, dan pertanyaan tentang kesesuaian di
antara ketiga komponen ltu.

Pertanyaan tentang Pembelajaran


Di sini, kami membedakan antara apa yang kami sebut sebagai
"fokus" dan "penekanan". Fokusnya jelas mengingat pengetahuan
faktual, dan merupakan hasil akhir dari pembelajaran tiga pekan ini.
Fokus ini tampak dalam rumusan-rumusan tujuan dan asesmen-
asesm ennya. Sebaliknya, penekanannya adalah m em aham i
pengetahuan konseptual. Dengan sedikit perkecualian dalam Menit
Matematika Majenun, semua aktivitas pembelajarannya selama dua
minggu pertama (hampir dua per tiga) menekankan pada memahami
pengetahuan konseptual. Perbedaan antara fokus dan penekanannya
ini seumpama perbedaan antara tujuan dan cara. Bagi Ms. Hoffman,
tujuannya (fokusnya) jelas: siswa dapat mengingat pengetahuanfaktual.
Pada dimensi pengetahuan, Pengetahuan Konseptual, Pengetahuan
Prosedural, dan sampai batas-batas tertentu Pengetahuan Metakognitif
merupakan cara untuk mencapai tujuan ini. Sama halnya pada
dimensi proses kognitif, Memahami dan Mengaplikasikan merupakan

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan


Tabel 10.3. A n alisis Sketsa Pembelajaran Penjumlahan dalam Tabel Taksonomi
Berdasarkan Asesmennya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan 1
P e ng e tah u an A k tiv ita s -
Faktual a k tiv ita s
Hari 1-15
Asesmen 3
Asesmen 4

B. A ktivitas-
P e ng e tah u an a k tiv ita s
Konseptual Hari 1-10

C. A ktivitas- Tujuan 3
P eng e tah u an a k tiv ita s Aktivitas-
Prosedural Hari 9-10 a k tiv ita s
Hari 9-13
Asesmen 1
Asesmen'S
D. Tujuan 2
P e ngetahuan A ktivitas-
Metakognitif a k tiv ita s
Hari 9-13

Keterangan:
Tujuan 1 = Mengingat hasil-hasil penjumlahan (sampai jumlah 18).
Tujuan2 = Mengerti bahwa menghafal dapat dilakukan secara lebih efisien (dalam keadaan-
keadaan tertentu).
Tujuan 3 = Memperoleh pengetahuan praktis tentang berbagai strategi menghafal.
Asesmen 1 = Pengamatan terhadap siswa.
Asesmen 2 = Pertanyaan-pertanyaan untuk siswa di kelas.
Asesmen 3 = Menit Matematika Majenun.
Asesmen 4 = Kuls mingguan.
Kotak-kotak yang berwarna hitam menunjukkan kesesuaian yang paling tinggi di antara ketiga
komponen —tujuan, aktivitas pembelajaran, dan asesmen terdapat di dalam kotak yang sama. Kotak-
kotak yang berwarna lebih terang menunjukkan dua komponennya terdapat dalam kotak yang sama.

252 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


cara. Maka, penekanan unit pelajaran ini merupakan cara untuk
mencapai tujuannya.

Pertanyaan tentang Instruksi


Utamanya karena aktivitas Menit Matematika Majenun, se-
bagian aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan tujuan utama­
nya (;mengingat pengetahuan faktual) berlangsung setiap hari. Aktivitas-
aktivitas yang bertalian dengan dua tujuan jangka panjangnya di-
laksanakan pada pertemuan-pertemuan akhir (Hari 9-13). Seperti
ditunjukkan pada Tabel 10.2, berbagai aktivitas ditempatkan di kotak-
kotak Tabel Taksonomi yang tidak berisi rumusan tujuan. Dalam
deskripsi aktivitas-aktivitas ini, Ms. Hoffman mengatakan bahwa
aktivitas-aktivitas tersebut dimaksudkan untuk membantu siswa
mengembangkan pendekatan menghafal secara efisien. Aktivitas-
aktivitas pada dua minggu pertama, misalnya, sangat terfokus pada
memahami pengetahuan konseptual. Susunan Lembaran Tembok Besar
Penjumlahan, misalnya, berupa pola-pola dan hubungan-hubungan
yang memudahkan siswa menghafal.
Ms. Hoffman juga mengenalkan beragam cara untuk menghafal
kepada siswa-siswanya. Tujuannya adalah agar siswa: (1) memilih
satu atau lebih cara yang paling cocok untuk mereka, dan (2) menge-
tahui bahwa menghafal lebih efisien ketimbang cara-cara lain untuk
mendapatkan jawaban. Aktivitas-aktivitas ini mempunyai fokus
ganda, yakni mengaplikasikan pengetahuan prosedural dan memahami
pengetahuan metakognitif.
Yang menarik dalam sketsa pembelajaran ini adalah apa yang
tidak dilakukan oleh Ms. Hoffman. Ia tidak memberi siswa "dril dan
praktik" yang sama. Ia malah memanfaatkan lima kotak Tabel
Taksonomi (lihat Tabel 10.2) walaupun hasil belajar yang ia inginkan
sebenarnya berada dalam satu kotak saja.

Pertanyaan tentang Asesmen


Ms. Hoffman menggunakan asesmen informal dan formal. la
mengamati siswa-siswanya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 253


di kelas untuk mengumpulkan informasi tentang cara-cara yang
mereka pakai guna mengingat hasil-hasil penjumlahan. Ia memakai
permainan Menit Matematika Majenun dan kuis untuk mengetahui
tujuan pokoknya —apakah siswa sudah menghafal hasil-hasil pen­
jumlahan? Asesmen informalnya dipakai untuk mengumpulkan
informasi tentang prosesnya, dan asesmen formalnya untuk mem-
peroleh informasi perihal hasilnya.

Pertanyaan tentang Kesesuaiannya


Seperti kami tunjukkan pada Tabel 10.3, kesesuaian antara
asesmen dan aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan rumusan-
rumusan tujuannya cukup kuat. Kotak A1 dan C3 memuat satu
tujuan, beberapa aktivitas pembelajaran, dan asesmen. Sebagaimana
telah kami paparkan sebelumnya, asesmen-asesmen dalam kotak
A1 (mengingat pengetahnan faktual) lebih formal, sementara asesmen-
asesmen dalam kotak C3 (mengaplikasikan pengetahuan prosed ural)
lebih informal.
Hanya ada sedikit ketidaksesuaian. Ms. Hoffman tidak meng-
gunakan asesmen formal untuk mengetahui bagaimana siswa me­
mahami pengetahuan metakognitif, tetapi ia secara informal mengases
bagaimana siswa mendapatkan jawaban dan menarik kesimpulan.
Tidak jelas, ia mengevaluasi atau mengajar apakah siswa-siswanya
mengetahui penggunaan analogi-analogi selain dalam operasi pen­
jumlahan. Beberapa aktivitas di kotak B2 (memahami pengetahuan
konseptual) dan C2 (memahami pengetahuan prosedural) tidak bersesuai-
an dengan tujuan atau asesmennya. Ketidaksesuaian ini menunjuk-
kan perbedaan antara penekanan dan fokus yang telah kita bicarakan
pada bagian Komentar tentang Pembelajaran.

BAGIAN 5: PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP


Masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab dalam
analisis sketsa pembelajaran ini. Tiga di antaranya adalah sebagai
berikut:

254 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


1. Apa hubungan antara memahami pengetahuan konseptual dan
mengingat pengetahuan fa k h ia l? Asumsi bahwa memahmni
pengetahuan konseptual yang fundamental membantu siswa
mengingat pengetahuan faktual mendasari pendekatan Ms.
Hoffman dalam merencanakan dan mengajarkan unit pelajaran
ini. Apakah penekanan yang terus-menerus pada cara-cara
menghafal (misalnya, cara menarik kembali) sama atau lebih
efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan? Jawaban atas
pertanyaan ini akan membantu kita memahami hubungan
antara Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual, dan
peran Memahami dalam Mengingat.
Sejalan dengan penekanan kami pada pentingnya proses-
proses kognitif yang lebih kompleks, Ms. Hoffman mengenalkan
proses-proses kognitif ini kepada siswa sejak kelas awal. Selain
itu, ia membantu mereka sedari dini mempelajari bahwa bila
materi yang kompleks telah dikuasai secara konseptual, apli-
kasinya acap kali menjadi otomatis. (Dalam melakukannya,
secara kebetulan, ia menggunakan aktivitas-aktivitas yang me­
narik dan memotivasi sebagai pengganti dril dan praktik —akan
berguna untuk mata pelajaran hafalan yang berat semisal bahasa
asing.)
Ms. Hoffman mengenalkan konsep-konsep matematika
yang akan siswa jumpai pada kelas-kelas berikutnya, sebuah
aspek yang luput ketika kami memfokuskan Tabel Taksonomi
pada level unit. Akan tetapi, Tabel Taksonomi sebenarnya dapat
dipakai guna membuat rencana pembelajaran untuk satu atau
banyak tahap pembelajaran. Ihwal tujuan-tujuan yang pencapai-
annya membutuhkan waktu lama, Tabel Taksonomi menjadi alat
yang sangat membantu untuk menentukan kapan, di mana, dan
bagaimana upaya untuk merumuskan tujuan-tujuan tersebut.

2. Apakah asesmen langsung terhadap memahami pengetahuan


konseptual berguna untuk membedakan apa yang siswa pahami
dari apa yang siswa dapat lakukan? Sulit sekali untuk menentu­
kan apakah siswa benar-benar sedang mengembangkan penge-

Bab 10 : Sketsa Pembelajaran Penjumlahan 255


tahuan konseptual tentang hubungan-hubungan antarbilangan
dan prosedur-prosedur matematika. Mereka jelas sedang mem-
pelajari hasil-hasil penjumlahan, tetapi apakah mereka tengah
mempelajari konsep-konsep bilangan? Dengan perkataan lain,
dapatkah siswa yang tidak memahami "keluarga bilangan"
menggunakan "keluarga bilangan" untuk menghafal hasil-hasil
penjumlahan? Latihan-latihan yang hanya terfokus pada "ke­
luarga bilangan" memungkinkan gurunya membedakan antara
siswa yang memahami tetapi tidak menggunakan suatu cara
dan siswa yang tidak memahami dan, makanya, tidak dapat
menggunakannya. Informasi ini membantu kita mengerti peran
memahami pengetahuan konseptual dalam mengaplikasikan penge-
tahuan prosedural.
3. Informasi apa yang diperoleh dari asesmen langsung terhadap
memahami pengetahuan metakognitif? Informasi yang Ms. Hoffman
peroleh dari pengamatannya dan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukannya kepada siswa adalah kontinum perkembangan
belajar siswa yang awalnya "menghitung dengan jari", kemudian
"menghitung bilangan secara berurutan", lalu (dengan bantuan
Ms. Hoffman) mencermati struktur hasil-hasil penjumlahan, dan
akhirnya menghafal. Wawancara dengan siswa pada semua
tahap akan memberikan informasi yang berharga tentang per­
kembangan hafalan anak dan peran Pengetahuan Metakognitif
dalam perkembangan ini. ■

256 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Bab 11

Sketsa Pembelajaran
Undang-undang

S ketsa P embelajaran yang dibuat dan diajarkan oleh Ms. Gwendolyn


dan K. Airasian ini merupakan unit pelajaran yang memadukan
sejarah kolonial sebelum Perang Revolusi dan tugas menulis tajuk
rencana persuasif.
Saya sudah mengajar selama 17 tahun, dan 10 tahun terakhir
saya mengajar kelas 5 SD di daerah pinggiran kota. Siswa-siswanya
terbagi dalam kelas-kelas, dan kelas yang saya pegang berisikan 26
siswa, 16 lelaki dan 10 perempuan. Lima di antaranya merupakan
anak berkebutuhan khusus, dan ketika mengikuti pelajaran saya,
mereka dibantu oleh para pendam ping. Siswa-siswa lainnya
memiliki beragam kemampuan, minat, dan motivasi.
Tajuk rencana persuasi dan sejarah kolonial merupakan topik-
topik yang terdapat dalam kurikulum kelas 5 di daerah kami. Saya
mengajarkan penulisan tajuk rencana persuasif pada sembarang
waktu sejak pertengahan sampai akhir tahun ajaran. Saya meminta
siswa menilai tajuk rencana mereka sendiri dan tajuk rencana teman
mereka; ini merupakan bagian dari pengajaran saya. Sejarah kolonial
pada 1760-an dan 1770-an diajarkan dalam pelajaran ilmu penge-
tahuan sosial (IPS) pada April, setelah mereka mempelajari awal pen-
jelajahan "dunia bam ". Pengalaman saya sebelumnya dalam meng­
ajarkan unit ini, juga karakteristik khusus kelas saya (sudah punya

Bab 11 : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang


pengalaman menulis, keterampilan untuk mencari literatur di per-
pustakaan, masa konsentrasi, dan kemampuan untuk bekerja
kelompok), membantu saya merumuskan tujuan-tujuan pembelajar-
an. Saya perkirakan unit pelajaran ini membutuhkan waktu 10-12
hari dengan jam pelajaran 45 menit sebanyak tiga kali dalam se-
minggu dan 90 menit sebanyak dua kali dalam seminggu. Jika siswa
dapat dengan cepat menangkap aspek yang paling konseptual dalam
unit ini, saya mungkin butuh waktu 10 hari. Namun, jika mereka
tidak dan/atau jika mereka mengalami kesulitan dalam menuliskan
pendapat mereka, pembelajaran ini akan berlangsung selama 12-14
hari.

BAGIAN I: TUJUAN
Tujuan umum unit pelajaran ini adalah siswa mengetahui sejarah
Penjajahan Amerika pada 1760-an dan 1770-an, khususnya perihal
pajak-pajak yang dipungut oleh Raja George dan reaksi-reaksi pen-
duduk Amerika yang terjajah terhadapnya. Tujuan-tujuan yang lebih
spesifik diperlukan untuk menjelaskan tujuan umum ini. Saya ingin
siswa-siswa saya:
1. Mengingat detail-detail dari Undang-Undang tertentu (misal-
nya, Undang-Undang (UU) Gula, y U Perangko, dan UU
Townshend);
2. Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari UU tersebut bagi
berbagai kelompok masyarakat Amerika;
3. Memilih tokoh atau kelompok masyarakat Amerika dan menu! is
tajuk rencana persuasif yang menunjukkan pendapatnya
tentang UU itu (tajuk rencana harus berisikan minimal satu
alasan pendukung yang belum diajarkan atau disebut-sebut di
kelas); dan
4. Mengedit tajuk rencana sendiri dan tajuk rencana orang lain.

Komentar
Alih-alih memulai dengan empat tujuan yang spesifik, Ms.
Airasian mengawalinya dengan tujuan umum: mengetahui periode

258 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tertentu dalam sejarah Amerika. Untuk memberikan fokus yang
memang diperlukan guna merencanakan pembelajaran dan asesmen-
nya, ia merumuskan empat tujuan yang lebih terfokus.
Dalam tujuan pertama, kata kerjanya "mengingat" dan frasa
bendanya "detail-detail dari UU tertentu". Maka, kami mengklasifi-
kasikan tujuan pertama ini sebagai memahami pengetahuan faktual.
Esensi dari tujuan keduanya adalah menjelaskan pengaruh UU
itu pada berbagai kelompok masyarakat Amerika. Pada Tabel 5.1,
menjelaskan berarti mengkonstruk model sebab-akibat dan merupakan
proses kognitif dalam kategori Memahami. Dalam dimensi penge­
tahuan, "konsekuensi-konsekuensi bagi berbagai kelompok masya­
rakat Amerika" sangat mirip dengan "teori, modal, dan struktur".
Maka, kami mengklasifikasikan tujuan kedua ini sebagai memahami
pengetahuan konseptual.
Tujuan ketiganya lebih menyerupai aktivitas pembelajaran atau
tugas asesmen ketimbang tujuan pembelajaran. Kata kerjanya "me-
nulis tajuk rencana persuasif"; kata bendanya "tokoh atau kelompok
masyarakat Amerika". Akan tetapi, jika asumsinya adalah bahwa
Ms. Airasian ingin siswanya belajar menulis tajuk rencana persuasif
tentangbermacam-macam topik selama setahun, kami dapat meng­
klasifikasikan tujuan ini. "Menulis tajuk rencana persuasif" adalah
Mencipta. "Bermacam-macam topik" merupakan kombinasi dari
Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual. Maka dari itu, kami
menempatkan tujuan ini dalam kotak A6 (mencipta [berdasarkan]
pengetahuan faktual) dan B6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan
konseptual) dalam Tabel Taksonomi.
Argumen serupa berlaku untuk tujuan keempatnya. Kata kerja­
nya adalah "mengedit tajuk rencana sendiri" dan "mengedit tajuk
rencana orang lain"; kata bendanya ialah "tajuk rencana". Kami dapat
menganalisisnya dengan dua cara (dengan asumsi Ms. Airasian ingin
siswanya belajar mengedit, bukan sekadar terlibat dalam kegiatan
mengedit). Kami memandang mengedit, khususnya mengedit tajuk
rencana sendiri dan mengedit tajuk rencana orang lain, merupakan
bentuk evaluasi. Dan, Mengevaluasi adalah kategori proses kognitif.
Evaluasinya berdasarkan sejumlah kriteria; maka, kami mengklasifi-

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Uiidang 259


kasikannya dalam mengevaluasi [berdasarkan] pengetahuan konseptual.
Atau, kami juga bisa memandang mengedit sebagai Mengaplikasikan,
yakni mengaplikasikan ketentuan-ketentuan tanda baca dan tata
bahasa. Ini masalah klasifikasi yang kerap muncul, ketika proses
kognitif yang kurang kompleks (Mengaplikasikan) terjadi dalam
proses kognitif yang lebih kompleks (Mengevaluasi). Kami mengatasi
masalah ini dengan mengklasifikasikan tujuan ini secara agak subjek-
tif dalam tingkat yang lebih kompleks —Mengevaluasi.
Mengedit dapat dipandang pula sebagai satu langkah dalam
proses menulis tajuk rencana. Kemudian, kami merujuk kembali ke
tujuan sebelumnya: mencipta [berdasarkan] pengetahuan faktual dan
pengetahuan konseptual. Untuk sementara waktu, kami mengikuti
insting pertama kami dan menempatkan tujuan ini dalam kotak B5
(mengevaluasi [berdasarkan] pengetahuan konseptual).
Penempatan tujuan-tujuan ini dalam Tabel Taksonomi ditunjuk-
kan pada Tabel 11.

BAGIAN 2: AKTIVITAS-AKTIVITAS PEMBELAJARAN

Hari 1
Saya menimbang sejumlah cara untuk mengajarkan tujuan
umum pembelajaran ini, termasuk meminta siswa menulis surat
kepada saudaranya di Inggris yang menggambarkan pengaruh
UU itu pada keluarganya, atau meminta siswa menuliskan ke-
beratan mereka terhadap pajak-pajak itu. Akhirnya, saya putus-
kan untuk meminta siswa menulis tajuk rencana koran dari
perspektif negara yang terjajah atau negara penjajah. Saya secara
acak membagi siswa jadi dua kelompok berdasarkan nama per­
tama dan nama terakhir mereka. Kelompok pertama bernomor
ganjil dan menulis tajuk rencana dari perspektif terjajah (ber-
gembira) sementara kelompok kedua bernomor genap dan me­
nulis tajuk rencana dari perspektif penjajah (menggerutu). Pem-
bagian kelompok secara acak memberi keseimbangan dan
dukungan bagi siswa-siswa yang membutuhkan. Selanjutnya,
saya menjelaskan isi unit pelajaran ini: kombinasi antara IPS

260 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 11.1. Analisis Sketsa Pembelajaran Undang-Undang dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Rumusan Tujuan Pembelajarannya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan 1 Tujuan 3
P engetahuan
Faktual

B. Tujuan 2 Tujuan 4 Tujuan 3


P e ngetahuan
Konseptual

C.
P engetahuan
Prosedural

D.
P engetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 Mengingat detail-detail dari UU tertentu.
Tujuan 2 Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari UU bagi berbagai kelompok
masyarakat Amerika.
Tujuan 3 Memilih tokoh atau kelompok masyarakat Amerika dan menulis tajuk rencana
persuasif yang menunjukkan pendapatnya tentang UU itu.
Tujuan 4 Mengedit tajuk rencana sendiri dan tajuk rencana orang lain.

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 261


dan karangan persuasif yang memerlukan sejumlah langkah
untuk membuatnya. Saya tambahkan bahwa unit ini akan ber-
langsung sekitar 10 hari. Setiap siswa saya beri lembar ceklis
yang akan saya gunakan ketika mengases tajuk-tajuk rencana
mereka (lihat Lampiran A pada akhir bab ini). Saya membaca
setiap kriteria evaluasi dengan keras dan meminta siswa-siwa
menjelaskan secara individual dengan kata-kata mereka sendiri
apa maksud setiap kriteria itu.

Komentar
Ms. Airasian tahu bahwa banyak aktivitas pembelajaran yang
bisa menjadi dasar untuk mengajarkan unit pelajaran ini; dan ia me-
milih satu aktivitas. Ia pun mengetahui perbedaan antara tujuan dan
aktivitas pembelajaran. Dengan perkataan lain, guru membutuhkan
fleksibilitas dan kreativitas dalam membuat rencana pembelajaran,
mengajar dan mengasesnya setelah merumuskan tujuan-tujuan yang
spesifik.
Frasa "kombinasi antara IPS dan karangan persuasif yang me­
merlukan sejumlah langkah untuk membuatnya" merupakan Penge-
tahuan Prosedural. Kami berpendapat bahwa siswa akan mengapli-
kasikan pengetahuan prosedural ketika menyelesaikan tugas pokok
mereka, yakni menulis tajuk rencana. Namun, sampai di sini, belum
ada aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan tujuan tersebut.
Secara keseluruhan, pada hari pertama, Ms. Airasian menjelaskan
garis besar unit pelajaran ini, termasuk hasil tugas akhir yang di-
harapkan dan kriteria-kriteria yang akan digunakan untuk meng-
evaluasinya. Lantaran kriteria-kriteria ini merupakan Pengetahuan
Konseptual, kami mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas pembelajaran
pada hari pertama sebagai memahami pengetahuan konseptual (pasalnya
siswa harus "menjelaskan secara individual dengan kata-kata mereka
sendiri apa maksud setiap kriteria itu").

262 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Hari 2
Saya mengawali hari kedua ini dengan unit IPS. Saya putarkan
cakram video tentang periode penjajahan yang menggambarkan
UU pajak dan sikap penduduk Amerika terhadap penjajah
Inggris. Setelah pemutaran video itu, saya adakan diskusi kelas
tentang bermacam-macam pajak (ditulis di papan tubs) dan
sikap berbagai kelompok masyarakat Amerika terhadap pajak-
pajak tersebut. ("Menurut pendapat kalian, bagaimana sikap
penduduk Amerika yang dijajah terhadap pajak-pajak itu?
Apakah mereka mempunyai sikap yang sama? Mengapa?")
Saya beri mereka pekerjaan rumah untuk membaca bab tentang
UU pajak pada buku pelajaran.

Komentar
Dua tujuan pertama mulai diajarkan. Video itu memberikan
informasi tentang UU pajakJTujuan 1) dan sikap masyarakat Amerika
yang terjajah terhadap Inggris (Tujuan 2). Buku pelajararmya memberi
informasi tambahan tentang dua tujuan pertama tadi. Dalam dimensi
pengetahuan, penekanan pembelajaran ini terutama pada Pengetahu­
an Faktual. Ms. Airasian mengenalkan berbagai kelompok masyarakat
Amerika, dan kata kuncinya adalah mengenalkan. Syahdan, kami ber-
kesimpulan bahwa aktivitas-aktivitas ini berkaitan terutama dengan
tujuan pertama, mengingat pengetahuan faktual.

Hari 3
Kami menghabiskan hari ketiga untuk membicarakan pekerjaan
rumah mereka. Kami mendiskusikan bermacam-macam UU
pajak, tujuan-tujuan UU pajak, dan pengaruh UU tersebut pada
penduduk Amerika. Siswa diminta untuk bersiap diri mengikuti
kuis tentang berbagai UU pajak pada keesokan harinya. Mereka
harus membaca kembali buku pelajararmya dan catatan mereka.
Saya katakan kepada mereka bahwa kuisnya adalah menjodoh-
kan bagian dari UU pajak dengan nama pajaknya.

Bab 11 : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 263


Kom entar
Penekanannya jelas tetap pada Pengetahuan Faktual. Ms. Airasian
berpendapatbahwa Pengetahuan Faktual menjadi "perancah" untuk
mencapai tujuan-tujuan lairmya. Ia percaya bahwa tanpa Pengetahuan
Faktual tentang UU pajak, siswa akan menemui kesulitan untuk men-
jelaskan konsekuensi-konsekuensi dari UU tersebut dan untuk me-
nulis tajuk rencana dari perspektif masyarakat terjajah. Kuis "men-
jodohkan" sesuai dengan pengklasifikasian aktivitas-aktivitas pem-
belajaran ini dalam mengingat pengetahuan faktual.

Hari 4
Saya memulai hari keempat dengan kuis yang merupakan
seperlima bagian dari penilaian akhir. Setelah kuis, saya mem-
bahas karangan persuasif. Saya mengingatkan siswa bahwa
karangan persuasif bertujuan untuk membuat pembacanya
setuju dengan pendapat penulis, sehingga si penulis harus
menyertakan fakta-fakta dan contoh-contoh yang mendukung
pendapatnya. Penulis harus memengaruhi atau meyakinkan
pembaca. Saya mengajak siswa untuk melihat kembali portofolio
tulisan mereka dan mencari tulisan-tulisan persuasif mereka.
Saya menekankan perbedaan antara pendapat (yang diyakini
benar) dan fakta (yang dapat dijadikan bukti pendukung). Saya
katakan bahwa tajuk rencana termasuk jenis tulisan persuasif,
dan saya tunjukkan pula contoh-contoh tajuk rencana dari Scho­
lastic Magazine. Saya jelaskan ciri-ciri pokok tajuk rencana:
kalimat pembukanya yang kuat dan jelas serta menyatakan
suatu pendapat; mengandung minimal tiga alasan pendukung
pendapat tersebut yang berdasarkan fakta, bukan opini; dan
bagian penutup yang meyakinkan (Lampiran A). Saya mem-
punyai School District's Grade 5 Focus Correction Areas (FCAs)
(Lampiran B), tetapi ini tidak cukup jika tidak saya tambahkan
kriteria-kritera asesmen yang saya buat sendiri. Saya mengingat­
kan siswa bahwa salah satu alasan dalam tajuk rencana mereka
harus orisinal, alasan yang berasal dari ide mereka sendiri,
bukan hasil diskusi di kelas atau kutipan dari buku pelajaran.

264 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


K om entar
Kini, perhatian siswa diarahkan untuk mengupas tulisan per-
suasif. Jelasnya, menulis tajuk rencana membutuhkan Pengetahuan
Prosedural (yakni, bagaimana menulis esai persuasif) dan Pengetahuan
Konseptual (yaitu, kriteria-kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi
tulisan persuasif). Pada Bab 4, kami telah menjelaskan bahwa kriteria
termasuk dalam Pengetahuan Prosedural, tetapi, kriteria-kriteria ter-
sebut bersifat khusus, yakni digunakan untuk menentukan ketika
Pengetahuan Prosedural telah digunakan. Kriteria-kriteria yang di­
gunakan dalam sketsa pembelajaran ini berbeda, dan cenderung
merupakan klasifikasi dan kategori (di sini misalnya, "alasan-alasan
pendukung" atau "alasan-alasan yang sesuai dengan tokohnya").
Oleh karena kriteria-kriterianya adalah klasifikasi dan kategori, kami
menganggapnya sebagai Pengetahuan Konseptual. Lantaran tulisan
persuasif sudah dikenalkan dan dipraktikkan di sekolah, Ms.
Airasian mengupas tulisan persuasif secara konseptual (yakni, apa
yang membuat tulisan persuasif jadi tulisan persuasif, contoh-contoh
tajuk rencana yang persuasif) dan secara prosedural (yakni tiga tahap
penulisan). Ia juga mengulas kriteria-kriteria untuk mengevaluasi
tulisan pada umumnya (juga Pengetahuan Konseptual). Aktivitas-
aktivitas pembelajaran pada hari keempat ini berkaitan terutama
dengan memahami pengetahuan konseptual dan sedikit dengan
mengaplikasikan pengetahuan prosedural.

Hari 5
Pada hari kelima, seluruh siswa di kelas mengidentifikasi pajak-
pajak tertentu dan mengemukakan pikiran-pikiran mereka
tentang reaksi masyarakat terjajah terhadap pajak-pajak tersebut.
Saya menuliskan pikiran-pikiran mereka di papan tulis, dan
mereka menulisnyS di buku catatan mereka. Sebelum siswa
menentukan tokoh yang pandangannya ditulis dalam tajuk
rencana, dua kelompok siswa yang menulis tajuk rencana dari
perspektif terjajah dan dari perspektif penjajah dibagi jadi sub-
sub-kelompok yang terdiri dari tiga sampai lima siswa untuk

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 265


membahas bagaimana pajak-pajak itu dan reaksi-reaksi ter-
hadapnya memengaruhi berbagai kelompok di negara jajahan
(misalnya, pedagang, petani, bankir, ibu rumah tangga, dan se-
bagainya). Setelah diskusi selama 15 menit, mereka mempre-
sentasikan hasil diskusinya.

Komentar
Fokus pembelajarannya kembali ke UU pajak dan reaksi masya-
rakat terjajah terhadap UU tersebut. Selama membahas berbagai jenis
pajak dan reaksi masyarakat Amerika terhadap pajak-pajak tersebut
dan diskusi kelompok-kelompok kecil, siswa diminta untuk mem-
buat kesimpulan. Sesuai dengan Tabel 5.1, menyimpulkan adalah me-
narik kesimpulan logis dari data-data yang ada. Kesimpulan harus
dibuat berdasarkan Pengetahuan Konseptual siswa dari dua kelompok
besar (yakni keyakinan dan sikap dari masyarakat terjajah dan pen-
jajah) dan Pengetahuan Faktual mereka tentang UU pajak. Maka,
aktivitas-aktivitas pembelajaran ini berkaitan dengan memahami
pengetahuan konseptual dan mengingat pengetahuan faktual.

Hari 6 dan 7 x
Hari keenam dan ketujuh terfokus pada pemilihan tokoh pada
zaman kolonial yang akan "menulis" tajuk rencana mereka dan
pada identifikasi alasan-alasan yang mendukung pendapat
tokoh tersebut dalam tajuk rencana. Saya sediakan tulisan-
tulisan tentang IPS, buku-buku umum, ensiklopedia-ensiklo-
pedia kelas, dan buku-buku tentang biografi ringkas orang-orang
pada zaman penjajahan dan gambaran kehidupan pada masa
itu. Tulisan-tulisan dan buku-buku ini memiliki beragam tingkat
kedalaman dan isi yang bertalian dengan pengaruh-pengaruh
UU pajak pada berbagai tokoh pada zaman penjajahan. Saya
membuatkan garis-garis pedoman untuk membantu siswa ber-
pikir dan mengidentifikasi tokoh yang akan mereka tubs
(Lampiran C). Sebelum mereka mengidentifikasi tokoh, saya

266 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


meminta mereka membaca minimal dua biografi ringkas yang
sesuai dengan perspektif mereka.

Komentar
Di sini, siswa-siswa memilih tokoh atau kelompok untuk "me-
nulis" tajuk rencana mereka. Aktivitas ini tentu berkaitan Tujuan 3.
Mereka diberi semacam panduan untuk memilih tokoh atau kelom­
pok, tetapi mereka harus mencari sendiri informasi lain tentang tokoh
atau kelompokpilihan mereka. Lampiran C berisikan kriteria-kriteria
untuk membantu siswa menentukan pilihan — maka merupakan
Pengetahuan Konseptual. Namun, pemilihan ini secara implisit berarti
menganalisis informasi-informasi sebelumnya dalam unit pelajaran
ini dan bacaan-bacaan mereka pada Hari 6 dan 7. Untuk menentukan
pilihan dan merespons Lampiran C, mereka harus membedakan
(antara informasi yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan
tidak penting — lihat Tabel 5.1). Membedakan adalah proses kognitif
dalam kategori Menganalisis. Maka, aktivitas-aktivitas pembelajaran
ini termasuk memahami pengetahuan konseptual dan menganalisis [ber-
dasarkan] pengetahuan konseptual, secara berurutan.

Pada akhir hari ketujuh, siswa-siswa diminta mengumpulkan


tulisan deskriptif tentang tokoh pilihan mereka, mengapa
mereka memilih tokoh itu, apa pendapatnya yang akan ditulis
dalam tajuk rencana, dan satu alasan pendukung pendapat itu.
Saya membaca setiap tulisan mereka dan memberikan saran,
biasanya tentang ketepatan pilihan mereka atau bobot alasan
baru mereka. Saya menuliskan saran untuk beberapa siswa yang
mengalami kesulitan dalam memilih tokoh.

Komentar
Ms. Airasian sedang melakukan asesmen formatif atas proses
belajar siswa, barangkali untuk mengetahui perkembangan dan ke-
lengkapan informasi yang siswa peroleh sebelum Ms. Airasian meng-
izinkan mereka menulis tajuk rencana. Sebagian siswa sulit mencari

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 267


alasan baru yang mendukung pendapat tokoh atau kelompok pilihan
mereka. Menemukan contoh baru tentang suatu elemen dalam suatu
kategori adalah mencontohkan, sebuah proses kognitif dalam kategori
Memahami (lihat Tabel 5.1). Maka dari itu, tugas siswa ini diklasi-
fikasikan dalam memahami pengetahuan konseptual (dua kelompok
besar siswa merupakan dua kategori).
1

Hari 8-10
Selama tiga hari berikutnya, siswa-siswa bekerja secara indi­
vidual untuk membuat kerangka tajuk rencana dan mengguna-
kan lembaran evaluasi (Lampiran A) sebagai panduannya.
Selama mereka menulis tajuk rencana, saya berkeliling ruangan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa, membantu
mereka mengidentifikasi isu-isu yang akan ditulis di tajuk
rencana mereka, membantu beberapa siswa mulai menulis,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan siswa
pada informasi sejarah yang dibutuhkan, dan mendengarkan
pendapat-pendapat dan masalah-masalah siswa. Saya sering
mendorong siswa untuk mendekatkan diri mereka dengan
tokoh pilihan mereka. Misalnya, bila tokohnya pemilik percetak-
an, saya bertanya, "Pajak-pajak apa^yang paling penting bagi
tokoh ini dan bagaim ana pengaruh pajak-pajak tersebut
padanya?" Saya juga menyarankan supaya mereka membaca
kembali garis pedomannya untuk mengidentifikasi tokoh
(Lampiran C). Sebagian siswa bisa mulai menulis tajuk rencana
secara cepat, sedangkan sebagian lainnya perlu berdiskusi lagi.

Komentar
Selama tiga hari ini, siswa-siswa diharapkan dapat mempro-
duksi tajuk rencana. Lantaran memproduksi merupakan proses
kognitif dalam kategori Mencipta, kami mengklasifikasikan aktivitas
ini sebagai mencipta [berdasarkan] pengetahuan faktuat (yakni, penge­
tahuan tentang perspektif terjajah vs. perspektif penjajah; penge­
tahuan tentang kriteria-kriteria evaluasi).

268 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Kali ini, tujuan-tujuan, aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan
asesmen-asesm ennya jalin-m enjalin secara sim ultan di kelas.
Meskipun penekanan pokok Tujuan 3 pada Tujuan 3, yaitu menulis
tajuk rencana persuasif, Ms. Airasian menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk membantu siswa mencapai Tujuan 1 dan 2. Pengua-
saan dua tujuan ini menjadi "bahan mentah" untuk menulis tajuk
rencana. Namun, Ms. Airasian mendapati sebagian siswanya masih
bertanya tentang tokoh atau kelompok yang akan dipilih, atau
mereka bahkan belum memilih tokoh atau kelompok.

Seperti sudah diduga, waktu yang diperlukan untuk membuat


draf tajuk rencana pertama berbeda-beda antarsiswa. Sebagian
siswa menyelesaikannya hanya dalam sekali pertemuan kelas,
sementara sebagian siswa lainnya membutuhkan waktu tiga
pertemuan. Ketika beberapa siswa sudah merampungkan draf
mereka, saya ajak semua siswa untuk mengulas draf-draf
mereka dengan cekiis evaluasi (Lampiran A); ceklis ini me-
mandu mereka mengulas draf-drafnya secara individual dan
kolektif. Pertama-tama, setiap siswa mengulas drafnya sendiri
dengan ceklis itu. Setelah selesai, mereka mengulas draf teman
mereka juga dengan ceklis tersebut. (Di dalam kelas, mereka
mengulas draf teman mereka berdasarkan kriteria yang sama.)
Setelah penulis dan pengulas mendiskusikan hasil ulasannya
(koreksi, pengurangan dan/atau penambahan), si penulis meng-
ubah drafnya jadi draf kedua. Selanjutnya, si penulis menen-
tukan jadwal konsultasi pribadi dengan saya untuk mengulas
draf keduanya. Setiap siswa membawa draf tajuk rencana kedua
dan ceklis yang telah diisi oleh pengulasnya. Setiap siswa mem-
bacakan draf keduanya kepada saya, dan saya memberikan
catatan-catatan tentang isi draf, gaya tulisan, dan tata tulisnya.
Saya berikan pula saran-saran yangberkaitan dengan gaya tulis­
an, kesesuaian informasi pendukung, dan ketepatan data se-
jarahnya. Catatan-catatan dan komentar lisan dari saya, serta
ulasan mereka sendiri dan teman mereka menjadi masukan
untuk menulis draf terakhir. Secara umum, menulis draf terakhir

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 269


membutuhkan waktu satu pertemuan kelas. Pada tahap ini, saya
terus memberikan konsultasi kepada mereka, teristimewa
membantu mereka yang masih menulis draf awal. Setelah draf-
draf awal siswa-siswa ini selesai, saya meminta teman-teman
mereka untuk mengulas dan/atau merevisinya, dan kemudian
saya menilai semuanya.

Komentar
Manakala sebagian siswa merampungkan draf tajuk rencana
final mereka, Ms. Airasian menyiapkan mereka untuk mencapai tuju-
an keempat, yakni mengedit draf tajuk rencana sendiri dan mengedit
draf tajuk rencana temannya. Lantaran mereka menggunakan ceklis
evaluasi (Lampiran A) ketika mengeditnya, titik tekan pada pengedit-
an ini adalah Mengevaluasi tajuk rencana berdasarkan Pengetahuan
Konseptual yang ada dalam Lampiran A. Sebagaimana telah kami
sebutkan sebelumnya, mengedit juga dapat dipandang sebagai
Pengetahuan Prosedural. Perbedaan pokok antara keduanya adalah
apakah siswa menggunakan kriteria "mereka sendiri" (Pengetahuan
Konseptual) atau mengikuti langkah-langkah pengulasan yang se-
bagiannya berisikan kriteria-kriteria tersebut (Pengetahuan Prose-
dural). Meskipun Lampiran A adalah ceklis, tiada bukti bahwa siswa
harus menggunakan ceklis itu (mereka pun tidak diajari untuk meng-
grmakannya). Syahdan, cukup beralasan bagi kami untuk mengklasi-
fikasikan aktivitas ini dalam mengevaluasi [berdasarkan] pengetahuan
konseptual.
Asesmen formatif ketiga atas tajuk rencana (asesmen formatif
pertama dan kedua adalah mengedit draf tajuk rencana sendiri dan
mengedit draf tajuk rencana temannya) dilakukan oleh Ms. Airasian.
Penggunaan kriteria-kriteria evaluasi yang sama akan meningkatkan
kesesuaian antara tujuan, aktivitas pembelajaran, dan asesmennya.
Analisis kami atas aktivitas-aktivitas pembelajaran dalam kerangka
Tabel Taksonomi ditampilkan pada Tabel 11.2.

270 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 11.2. Analisis Sketsa Pembelajaran Undang-Undang dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Aktivitas-aktivitas Pembelajarannya

Dimensi Proses K ognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan 1 Tujuan 3
P e ngetahuan Aktivitas- Aktivitas-
Faktual a k tiv ita s aktivitas
hari 2, 3,5 hari 8-10

B. Tujuan 2 Aktivitas- Tujuan 4 Tujuan 3


P e ngetahuan A ktivitas- aktivitas Aktivitas- Aktivitas-
Konseptual a k tiv ita s hari 6, 7 a k tiv ita s aktivitas
hari 1,4,7 hari 8-10 hari 8-10
\

C. Aktivitas-
P e ngetahuan aktivitas
Prosedural hari 4

D.
P e ngetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 Mengingat detail-detail dari UU tertentu.
Tujuan 2 Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari UU bagi berbagai kelompok
masyarakat Amerika.
Tujuan 3 Memilih tokoh atau kelompok penjajah dan menulis tajuk rencana persuasif
yang menunjukkan pendapatnya tentang UU itu.
Tujuan 4 Mengedit tajuk rencana sendiri dan tajuk rencana orang lain.

Bab 1! : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 271


BAGIAN 3: ASESMEN
Saya mengases siswa-siswa saya selama dan di akhir pengajaran
unit ini. Banyak asesmen yang saya lakukan bersifat informal dan
individual, yakni mencatat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
siswa, bantuan-bantuan yang diperlukan siswa, dan jawaban-jawab-
an mereka atas pertanyaan-pertanyaan saya. Saya menggunakan
asesmen-asesmen ini terutama untuk membantu individu siswa dan
kelompok dan memastikan bahwa setiap siswa mengetahui secara
jelas apa yang harus mereka tubs. Saya juga melakukan asesmen
yang bersifat individual dan lebih formal, misalnya konsultasi
dengan siswa secara individual untuk mendiskusikan draf tajuk
rencana kedua mereka. Tanggapan dan saran yang siswa peroleh
dari dua asesmen individual ini membantu mereka makin me-
mahami dan memperbaiki tajuk rencana mereka. Saya tidak menilai
siswa berdasarkan asesmen-asesm en "bantuan" ini meskipun
konsultasi ini memperlihatkan secara jelas keragaman pemahaman
siswa.

Komentar
Semua asesmen ini merupakan asesmen formatif. Dari kalimat
penutupnya, Ms. Airasian tampaknya tnenekankan pada proses
Memahami. Akan tetapi, kami tidak dapat memastikan jenis penge-
tahuan apa yang diajarkan. Kemungkinan besar, komentar-komentar
Ms. Airasian terfokus pada Pengetahuan Konseptual (yakni, kriteria-
kriteria evaluasi) dan Pengetahuan Faktual (yaitu, detail-detail sejarah
yang ditulis dalam tajuk rencana).
Kuis tentang UU pajak dan penilaian terhadap draf tajuk
rencana terakhir merupakan asesmen-asesmen yang lebih for­
mal dan berdasarkan kelompok. Untuk memberikan nilai, saya
membaca draf pertama, ulasan pribadi dan ulasan teman, draf
kedua, dan draf terakhir. Saya tertarik untuk mengases proses
penulisan tajuk rencana dan kualitas tajuk rencana akhir. Saya
kira penting bagi siswa untuk mengikuti langkah-langkah dalam
ceklisnya supaya mereka tahu bahwa sejumlah aktivitas dan

272 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


produk diperlukan untuk menghasilkan tajuk rencana. Dua per
lima nilai akhirnya ditentukan berdasarkan apakah siswa me-
nyelesaikan draf tajuk rencananya, ulasan sendiri dan ulasan
teman, draf kedua, dan tajuk rencana akhirnya, yakni apakah
mereka melakukan seluruhprosesnya atari tidak. Sebagianbesar
siswa melakukan seluruh proses ini. Dua per lima nilai akhir
berikutnya ditentukan berdasarkan kualitas produk akhir unit
pelajaran ini, yakni tajuk rencana akhir (lihat Lampiran A). Saya
menilai apa yang siswa presentasikan, membandingkannya
dengan ceklis, memberi skor, dan menulis catatan tentang setiap
siswa (Lampiran D). Skor kuis merupakan seperlima nilai akhir­
nya.

Komentar
Kuisnya terfokus pada detail-detail dari berbagai UU pajak dan,
karenanya, berkaitan dengan mengingat pengetahuan faktual. Dalam
menilai tajuk rencana, Ms. Airasian memerhatikan proses (yakni,
mengaplikasikan pengetahuan prosedural) dan produknya (yaitu,
menciptakan [berdasarkan] pengetahuan faktual dan pengetahuan
konseptual). Ia berharap semua siswanya mengikuti sembilan langkah:
(1) memilih tokoh, (2) membaca tulisan dan buku tentang tokoh itu,
(3) membuat kerangka tulisan, (4) menulis draf, (5) mengulas draf
sendiri dan draf teman, (6) merevisi draf, (7) mengumpulkan tajuk
rencana kepada Ms. Airasian, (8) menerima umpan balik, dan (9)
merevisi lagi. Ms. Airasian ingin siswa-siswanya mengikuti prosedur
ini bukan hanya dalam mengerjakan tugas ini, tetapi juga tugas-tugas
lainnya di masa mendatang. Proses mengedit melibatkan proses
Mengevaluasi tajuk rencana berdasarkan kriteria-kriteria (Pengetahuan
Konseptual) pada Lampiran A.

Secara umum, saya merasa senang dengan tajuk-tajuk


rencana karya siswa-siswa saya. Mereka menyelesaikannya
dalam waktu yang tepat, kecuali dua siswa yang membutuhkan
waktu lebih lama. Saya menilai, mereka telah mengidentifikasi
dan menggunakan fakta-fakta sejarah dengan sangat bagus.

Bab I! : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 273


Mereka juga mengidentifikasi dan memilih alasan-alasan pen-
dukung dengan bagus untuk menjustifikasi pendapat yang
mereka tubs di tajuk rencana. Alasan-alasan pendukung yang
ditulis oleh sebagian besar siswa sudah akurat dan sesuai
dengan tokoh pilihan mereka. Mereka mengikuti prosedur yang
ditentukan. Namun, jelas pula bahwa banyak siswa menemui
kesulitan besar untuk mencari alasan pendukung yang tidak
diajarkan di kelas atau tidak terdapat dalam buku pelajaran.
Kesulitan ini tampak nyata dalam draf dan tajuk rencana akhir.
Jika kelak mengajarkan unit ini lagi, saya akan lebih menekankan
pembelajarannya pada proses-proses kognitif yang lebih tinggi
seperti menafsirkan dan menyimpulkan.

Komentar
Analisis kami atas asesmen-asesmen ini dalam Tabel Taksonomi
tersaji pada Tabel 11.3.

BAGIAN 4 : KOMENTAR PENUTUP


Pada bagian ini, kami akan menilik dan mengomentari sketsa
pembelajaran Undang-Undang dengan empat pertanyaan pokok:
pertanyaan tentang pembelajaran, pertanyaan tentang instruksi,
pertanyaan tentang asesmen, dan pertanyaan tentang kesesuaian di
antara ketiga komponen itu.

Pertanyaan tentang Pembelajaran


Unit pelajaran ini mempunyai fokus ganda. Fokus pertama
mengarah pada UU yang dilihat dari kacamata berbagai kelompok
masyarakat Amerika yang terjajah. Fokus kedua adalah tulisan per-
suasif. Dua tujuan pertama berkenaan dengan fokus pertama, dan
dua tujuan terakhir menyangkut dua fokus itu sekaligus. Kita dapat
melihat dua fokus dari dua tujuan terakhir secara sangat jelas dengan
mengamati kriteria-kriteria yang dipakai untuk mengevaluasi tajuk
rencana (Lampiran A). Dua kriteria "isi" pertama bertalian dengan
tulisan persuasif (yakni, menyatakan pendapat dan mendukung pen-

274 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 11.3. Analisis Sketsa Pembelajaran Undang-Undang dengan Tabel Taksonomi Berdasarkan Asesmennya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

A. Tujuan 1 Asesmen A Tujuan 3


Pengetahuan Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas
Faktual hari 2,3, 5 hari 8-10 Asesmen
Asesmen B / C
Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang

B. Tujuan 2 Aktivitas- Aktivitas-aktivitas Tujuan 4 Tujuan 3 Aktivitas-


Pengetahuan aktivitas hari 1, 4, hari 6, 7 Aktivitas-aktivitas aktivitas hari 8-10
Konseptual 7 Asesmen A hari 8-10 Asesmen C

C. Aktivitas-aktivitas hari
Pengetahuan 4 Asesmen C
Prosedural
Dimensi Proses Kognitif
Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen

D.
Pengetahuan
Metakognitif
-

Keterangan:
Tujuan 1 = Mengingat detail-detail dari UU tertentu.
Tujuan 2 = Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari UU bagi kelompok-kelompok penjajah yang berbeda.
Tujuan 3 = Memilih tokoh atau kelompok penjajah dan menulis tajuk rencana persuasif yang rhenunjukkan pendapatnya tentang UU itu.
Tujuan 4 = Mengedit tajuk rencana sendiri dan tajuk rencana orang lain.
Asesmen A = Pertanyaan-pertanyaan dan observasi kelas; asesmen-asesmen informal
Asesmen B = Kuis
Asesmen C = Tajuk rencana (dengan sepuluh kriteria evaluasi —Lampiran A).
Kotak-kotak yang berwarna hitam menunjukkan kesesuaian yang paling tinggi di antara ketiga komponen —tujuan, aktivitas pembelajaran, dan
asesmen terdapat di dalam kotak yang sama. Kotak-kotak yang berwarna lebih terang menunjukkan dua komponennya terdapat dalam kotak yang
sama.

2? 2 a c “ ns o a . * rl
dapat tersebut). Tiga kriteria "isi" terakhir menyangkut UU (yaitu,
alasan yang tepat, alasan historis yang akurat, dan menunjukkan
apakah tokohnya berpihak pada penjajah atau masyarakat terjajah).
Kriteria isi “terakhir" merupakan syarat bahwa Memahami dan Meng-
ingat harus ada dalam tajuk rencana.

Pertanyaan tentang Instruksi


Fokus ganda dari unit pelajaran ini menghasilkan pola aktivitas-
aktivitas pembelajaran yang menarik. Setelah orientasi umum pada
hari pertama, dua hari berikutnya membahas UU pajak dan masya­
rakat terjajah; kemudian fokusnya beralih ke tulisan persuasif selama
sehari. Dalam dua hari berikutnya, fokusnya kembali ke UU pajak
dan masyarakat terjajah. Selama tiga hari terakhir, fokusnya berbalik
pada tulisan persuasif. Aktivitas-aktivitas pembelajarannya melibat-
kan enam kategori proses kognitif (lihat Tabel 11.2). Pada pekan
pertama, aktivitas-aktivita^ pembelajarannya menekankan Meng-
ingat, Memahami, dan Mengaplikasikan. Pada pekan kedua, aktivitas-
aktivitas pembelajarannya beralih dari Menganalisis ke Mengevaluasi
dan Mencipta.

Pertanyaan tentang Asesmen


Ms. Airasian menggunakan tiga asesmen yang berbeda untuk
tiga tujuan yang berbeda pula. Pertanyaan-pertanyaan dan observasi-
observasi di kelas digunakan untuk mengetahui tingkat memahami
pengetahuan konseptual siswa. Apakah siswa memahami perbedaan-
perbedaan antara perspektif penjajah dan perspektif masyarakat ter­
jajah? Apakah mereka memahami kriteria-kriteria yang akan dipakai
untuk mengevaluasi tajuk rencana mereka? Kuisnya terfokus hanya
pada mengingat pengetahuan faktual. Apakah siswa mengetahui detail-
detail dari berbagai UU? Pertanyaan dan observasi ini diklasifi-
kasikan dalam asesmen formatif. Asesmen sumatifnya adalah tajuk
rencana. Seperti telah disinggung di muka, tajuk rencana mengases
sebagian proses kognitif mencipta berdasarkan pengetahuan faktual dan
pengetahuan konseptual.

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 277


Pertanyaan tentang Kesesuaiannya
Kotak A1 (Mengingat Pengetahunn Faktual), B2 (Memahami Penge-
tahuan Konseptual), dan gabungan kotak A6/B6 (Mencipta [berdasar-
kan] Pengetahuan Faktual dan Pengetahunn Konseptual) menunjukkan
kesesuaian yang tinggi. Setiap kotak ini berisikan tujuan, aktivitas-
aktivitas pembelajaran selama beberapa hari, dan asesmen. Kami
menemukan indikator-indikator ketidaksesuaian yang kurang tegas:
kotak A2 (Memahami Pengetahuan Faktual), B4 (Menganalisis [berdasar-
kan] Pengetahuan Konseptual), B5 (Mengevaluasi [berdasarkan] Penge­
tahuan Konseptual), dan C3 (Mengaplikasikan Pengetahuan Prosedural).
Salah satu kotak ini perlu dibahas. Pengetahuan Prosedural pada kotak
C3 (Mengaplikasikan Pengetahuan Prosedural) adalah "meta" prosedur
yang dapat diterapkan untuk semua jenis tulisan: mencari informasi,
membuat kerangka tulisan, menulis draf, mengulas draf dan me-
minta teman mengulas draf, merevisi draf, mengumpulkan draf ke
guru, dan membuat draf terakhir. Lantaran prosedur ini telah di-
tekankan di sekolah selama setahun, meta prosedur ini hanya dibahas
sekilas dalam unit pelajaran ini tanpa rumusan tujuan dan asesmen.

BAGIAN S: PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP


Dalam menganalisis semua sketsa pembelajaran, kami masih
memiliki beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Dua pertanyaan
paling penting yang belum terjawab dalam menganalisis sketsa
pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

1. Apa kelebihan dan kekurangan dari unit-unit pelajaran yang


terpadu (dari beberapa disiplin)? Unit pelajaran UU ini merupa-
kan contoh yang sangat bagus yang memadukan pelajaran
sejarah dan pelajaran menulis. Perpaduan ini mempunyai bebe­
rapa kelebihan. Misalnya, tulisan persuasif dapat membuat
pelajaran sejarah jadi "hidup"; siswa harus menempatkan diri
pada posisi tokoh-tokoh sejarah untuk menulis tajuk rencana.
Unit pelajaran terpadu juga membantu siswa melihat bahwa
masalah-masalah kehidupan nyata kerap kali membutuhkan

278 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pengetahuan dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu atau
mata pelajaran.
Akan tetapi, unit pelajaran UU ini menunjukkan potensi
masalah dalam merancang dan mengajarkan unit-unit pelajaran
semacamnya. Bagaimana guru mensistematisasikan aktivitas-
aktivitas yang bertalian dengan dua fokus? Bagaimana guru
menskor dan memberi nilai berdasarkan asesmen-asesmen yang
menguji perpaduan dari dua disiplin ilmu? Bagaimana guru
menyikapi perbedaan-perbedaan individual di antara siswa-
siswanya dalam penguasaan fakta dan konsep sejarah di satu
sisi dan penguasaan konsep dan tata cara penulisan persuasif
di sisi lain? Untuk lebih memahami pertanyaan yang disebut
terakhir, coba perhatikan unit-unit pelajaran terpadu yang berisi-
kan dua paket Pengetahuan Faktual, dua paket Pengetahuan Kon-
septual, dan dua paket Pengetahuan Prosedural. Apa peran kate-
gori-kategori proses kognitif dalam memadukan unit-unit
pelajaran lintas disiplin? Jawaban-jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tersebut akan bermanfaat untuk merancang unit-
unit pelajaran interdisiplin atau lintas disiplin yang "dapat di-
terapkan".
2. Apa bahaya dari penggunaan skala kiraan atau rubrik pen-
skoran generik dalam asesmen? Ms. Airasian menggunakan
FCAs yang diadaptasi untuk mengevaluasi tajuk rencana per­
suasif siswa. Ia pun membuat empat paket kriteria tulisan gene­
rik dalam lembar evaluasinya, yaitu: (1) kriteria-kriteria menge-
nai tulisan persuasif; (2) kriteria-kriteria ten tang proses kognitif
memahami, bukan mengingat; (3) kriteria-kriteria mengenai isi
tajuk rencana; dan (4) kriteria-kriteria mengenai tulisan pada
umumnya. Bagaimana empat paket kriteria ini dipakai untuk
menentukan kualitas tajuk rencana? Seberapa penting kriteria-
kriteria tulisan generik untuk mengevaluasi tajuk rencana?
Pertanyaan-pertanyaan ini (dan lainnya) perlu dibahas ketika
banyak kriteria evaluasi digunakan untuk mengevaluasi tugas-
tugas menulis. h

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 279


Lampiran A: Lembar Evaluasi Tajuk Rencana

Isi Penulis Teman Guru


No.

1 Penulis mengemukakan pendapat yang


jelas pada awal tajuk rencana.

2 Penulis mengemukakan minimal tiga


alasan yang m endukung pendapat
tokohnya.

3 Salah satu alasannya tidak dikutip dari buku


pelajaran atau hasil diskusi di kelas.

4 Alasan-alasan yang dikemukakan sesuai


dengan tokohnya.

5 Alasan-alasan yang dikemukakan akurat


dan sesuai dengan sum ber-sum ber
sejarah.

6 Pembaca dapat menilai apakah tokohnya


dari pihak penjajah atau terjajah.

Tata Tulis
V.

7 Kalimat-kalimatnya ditulis secara lengkap.

8 Tanda-tanda bacanya ditulis dengan benar.

9 Ejaannya benar.

10 Tulisan tangannya terbaca.

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


280
Lampiran B: Grade 5 Focus Correction Areas (Fcas)

1. Gunakan kalimat-kalimat yang lengkap (subjek, predikat, objek).


2. Tulislah paragraf dengan benar:
a. Baris pertama menjorok ke dalam.
b. Tulislah kalimat topiknya.
c. Tulislah detail-detail pendukungnya.
d. Semua kalimatnya membicarakan topik yang sama.
e. Tulislah kalimat penutupnya.
3. Gunakan ejaan yang benar. •
4. Tulisan harus dapat dibaca.

Bab 11 : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 281


Lampiran C: Mengidentifikasi Tokoh

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat membantu Anda mengiden­


tifikasi tokoh yang akan ditulis dalam tajuk rencana Anda:
1. Apakah tokohnya lelaki atau perempuan, masih muda atau
sudah tua?
2. Dia hidup pada masa penjajahan siapa? Apakah dia tinggal di
kota besar, kota kecil, atau di desa?
3. Berapa anggota keluarganya?
4. Sudah berapa lama keluarganya hidup pada masa penjajahan?
5. Apakah keluarganya berdagang atau mempunyai pekerjaan
lain?
6. Apakah dia memiliki saudara (saudara sepupu, kakek/nenek,
kakak/adik, paman/bibi) di Inggris?
7. Seberapa penting pajak-pajak gula, prangko, teh, kaca, dan kertas
bagi dia atau keluarganya?

282 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lampiran D: Contoh Komentar Terhadap Tajuk Rencana

John, tajuk rencanamu sangatbagus. Tulisannya mudah dibaca.


Saya menangkap dengan jelas alasan mengapa Thomas Goodson,
seorang bankir di Boston, mendukung Raja George dan kebijakan-
kebijakan parlemen. Kamu menjelaskan secara saksama pendapat
Mr. Goodson dan ikatannya dengan keluarganya di London. Tajuk
rencana ini menunjukkan peningkatanmu yang signifikan dalam me-
nulis. Teruslah membuahkan karya-karya yang bagus.
Saya sudah membaca tajuk rencanamu, Karen, dan saya bisa
dengan jelas sekali menangkap alasan mengapa Abigail Jones men­
dukung kaum terjajah. Janda Cambridge ini tentu mempunyai
alasan-alasan untuk bersikap bahwa tindakan-tindakan Raja George
tidak adil. Kamu menerangkan mengapa suami Jones menjadi sangat
jengkel dengan penetapan UU Prangko itu, yang memang sangat
merugikan bisnis percetakannya. Bacalah lagi tulisanmu agar tidak
ada salah tulis. Tingkatkan kecermatanmu dalam menulis.
Ben, saya masih tidak mengerti jalan pikiranmu dalam tajuk
rencana ini. Andrew Dennis, sebagai pemilik tanah Charleston dan
saudara sepupu dari Duke of Lancaster, mempunyai banyak alasan
untuk mendukung kebijakan pemerintah Inggris. Dia menjual beras
hasil sawahnya di daerahnya yang miskin ke Eropa. Dia menjalin
hubungan erat dengan keluarganya di Inggris dan meminjam banyak
uang dari bank keluarganya. Kamu sudah menulis semua ini, tetapi
kamu memosisikannya sebagai pembela masyarakat terjajah dan
tidak menunjukkan alasan-alasan yang mendukung sikapnya. Kita
telah mendiskusikannya dalam sesi konsultasi. Namun, saya lihat
tajuk rencanamu ini pada dasarnya sama dengan draf kasar yang
telah kita diskusikan dulu. Kamu perlu memperbaikinya. Juga, Ben,
tata tulisnya belum bagus. Masih banyak salah tulis dan kalimat yang
tidak utuh. Temui saya lagi untuk membicarakan perbaikan tajuk
rencanamu ini.

Bab II : Sketsa Pembelajaran Undang-Undang 283


Bab 12

Sketsa Pembelajaran
Gunung Berapi

S ketsa P embelajaran ini mendeskripsikan unit pelajaran sains tentang


gunung berapi yang diajarkan kepada siswa-siswa kelas tujuh di
sebuah distrik di Pennsylvania oleh Mr. Duane Parker. (Sketsa
Pembelajaran ini disusun oleh Dr. Michael Smith.)
Kelas ini berisikan 15 siswa lelaki dan 12 siswa perempuan.
Pelajaran sains dijadwalkan lima kali pertemuan per minggu, dan
setiap pertemuan berlangsung selama 45 rnenit. Saya akan menilai
prestasi mereka sebagai berikut: 4 siswa dengan "nilai tinggi", 11
siswa dengan "nilai rendah", dan 12 siswa lainnya dengan "nilai
rata-rata".
Saya merencanakan pembelajaran ini berlangsung selama
delapan hari. Namun, ternyata pembelajarannya mulur jadi 16 kali
pertemuan —hampir satu bulan.

BAGIAN I: TUJUAN PEMBELAJARAN


Unit pelajaran ini dirancang untuk mengajarkan restrukturisasi
konsep dan pembelajaran yang bermakna dalam bidang geologi. Isi-
nya mengacu pada paradigma yang dominan dalam geologi, yakni
teori gerakan lempeng bumi. Unit ini menekankan, bukan pada
menghafal informasi tentang gunung berapi, melainkan pada "belajar

284 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


mengemukakan argumen yang beralasan" yang memadukan bukti
dan teori. Tujuan utamanya adalah siswa "menjadi lebih cerdas dalam
mempelajari gunung berapi".

Komentar
Dalam kosakata Tabel Taksonomi, "restrukturisasi konseptual"
barangkali berarti memahami pengetahunn konseptual. Secara lebih
spesifik, Pengetahunn Konseptual yang siswa pelajari dalam unit ini
dimaksudkan untuk "membentuk" atau "memodifikasi" kerangka
konseptual siswa sebelum mengikuti pembelajaran unit ini. Sebagai-
mana disebutkan dalam Bab 5 di muka, frasa "pembelajaran yang
bermakna" meliputi seluruh kategori proses kognitif di luar Meng-
ingat. Berbeda dengan rumusan-rumusan tujuannya di bawah ini,
rumusan sasarannya ("menjadi lebih cerdas dalam mempelajari
gunung berapi") sangat tidak jelas (seperti hampir semua sasaran
yang dibuat guru —lihaiBab 2).

Siswa diharapkan mencapai empat tujuan berikut:


1. memahami teori gerakan lempeng bumi untuk menjelaskan
fenomena gunung berapi;.
2. mencermati dan menafsirkan data-data geologis daerah se-
tempat (peta geologis, catatan pengeboran sumur minyak,
dan contoh bebatuan);
3. membandingkan geologi daerah setempat dengan tempat-
tempat yang memiliki gunung berapi, seperti negara bagian
Hawaii dan Washington di Amerika Serikat; dan
4. setelah mempelajari Tujuan 1-3, menulis surat kepada
Kepala Kantor Wilayah Geologi yang mengurusi masalah
gunung berapi (lihat Lampiran A pada akhir bab ini).

Komentar
Rumusan-rumusan tujuan ini menarik. Kata-kata kerja yang
digunakan pada tiga tujuan pertama ("memahami", "menafsirkan",
dan "membandingkan") termasuk dalam kategori proses kognitif

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 285


Memahami (lihatTabel 5.1). Sementara itu, frasa-frasa bendanya ("teori
gerakan lempeng bumi", "geologi daerah setempat", "tempat-tempat
yang memiliki gunung berapi") sangat sulit untuk diklasifikasikan.
"Teori" jelas berkaitan dengan Pengetalnian Konseptual (lihat Tabel
3.2). Fokus pada Pengetalnian Konseptual dalam tujuan pertama juga
didukungoleh frasa "untuk menjelaskan fenomena gunung berapi".
Menjelaskan berarti mengkonstruksi model kausal (lihat Tabel 5.1).
Maka, kami mengklasifikasikan tiga tujuan pertama tersebut sebagai
memahami pengetalnian konseptual.
Tujuan keempat sebenarnya .merupakan aktivitas puncak, bukan
tujuan, sehingga tidak diklasifikasikan. Namun, dalam Bagian 3 yang
membahas asesmen, kami mengklasifikasikan komponen-komponen
dalam rubrik penskoran.
Ringkasnya, kamimenempatkan tiga tujuan pertama dalam satu
kotak Tabel Taksonomi, yakni B2 (memahami pengetalnian konseptual).
Tabel 12.1 menunjukkan penempatan ini.

BAGIAN 2: AKTIVITAS-AKTIVITAS PEMBELAJARAN

Hari I
Saya mulai mengajarkan unit ini dengan membagikan kepada
siswa-siswa salinan surat dari Kepala Kantor Wilayah Geologi,
Fred Luckino, yang berisikan sebuah masalah, dan mereka harus
memikirkannya. Surat ini (Lampiran A) menanyakan apakah
dimungkinkan untuk, dengan biaya yang mahal, membuat
rencana evakuasi penduduk bila gunung berapi di daerah ini
meletus. Kepala,Kanwil Geologi itu meminta bantuan siswa-
siswa dalam mengambil keputusan ini. Saya memberi mereka
tugas untuk membuat rekomendasi tertulis berdasarkan pe-
mikiran dan bukti ilrniah dan kemudian mengumpulkannya
pada akhir pembelajaran unit ini. Saya sampaikan kepada
mereka bahwa tugas ini dinilai dengan tiga kriteria umum, yang
selalu ditekankan dalam pembelajaran unit ini. Tiga kriteria itu
adalah kejelasan, hubungan antarbagian, dan kesesuaian dengan

286 Pembelajaran, Pengajaran, clan Asesmen


Tabel 12.1. Analisis Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Rumusan Tujuan Pembelajarannya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A.
P engetahuan
Faktual

B. Tujuan 1;
P engetahuan Tujuan 2;
Konseptual Tujuan 3

C.
P engetahuan
Prosedural

D.
P engetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 = Memahamiteorigerakanlempengbumiuntukmenjelaskanfenomena gunung
berapi.
Tujuan 2 = Mencermati dan menafsirkan data-data geologis daerah setempat.
Tujuan 3 = Membandingkan geologi daerah setempat dengan tempat-tempat yang
memiliki gunung berapi.

Bab i2 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi


buktinya. Saya minta mereka membuat portofolio yang berisi-
kan fakta-fakta, analisis-analisis, temuan-temuan, dan pernyata-
an-pernyataan yang otoritatif untuk mendukung rekomendasi
mereka. Dalam membuat l'ekomendasi ini, mereka harus me-
mikirkan kemungkinan bahwa daerah ini akan mengalami
bencana gunung meletus pada beberapa dekade mendatang.
Ini merupakan aktivitas pendahuluan pada hari pertama.

Komentar
Tiga kriteria tersebut secara keseluruhan menjadi kerangka pikir
yang dipakai siswa selama pembelajaran ini berlangsung. Kerangka
pikir ini juga merupakan penghubung antara surat Kepala Kanwil
dan data-data yang dikaji dalam pembelajaran ini. Lantaran aktivitas
itu sekadar pengantar umum dalam pembelajaran ini, kami tidak
mengklasifkasikannya dalam Tabel Taksonomi.

Hari 2
Pada hari kedua, siswa-siswa harus menjawab dua pertanyaan
berikut: (1) Saya ditugasi untuk melakukan apa? dan (2) Apa
yang harus saya ketahui? Saya menyuruh mereka membaca
surat itu dalam hati dan menggarisbawahi kata-kata dan frasa-
frasa yang tidak mereka mengerti. Seorang siswa bertanya,
"Mengapa kita membicarakan gunung berapi padahal di daerah
kita ini tidak ada gunung berapi?" Saya menanggapinya dengan
membagikan sebuah tulisan di koran pada 1 Februari 1986 yang
memberitakan aktivitas gunung berapi di wilayah metropolitan
tak jauh dari sini.

Komentar
Dua pertanyaan tersebut mengharuskan siswa menganalisis
informasi dalam surat itu. Dalam kategori proses kognitif Mengana­
lisis, penekanannya adalah pada membedakan —membedakan antara
informasi yang relevan dan informasi yang tidak relevan, antara yang
penting dan yang tidak penting (lihat Tabel 5.1). Kami memandang

288 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pengetahuan tentang detail-detail yang tertulis dalam surat itu se-
bagai Pengetahuan Faktual. Maka, kami menempatkan aktivitas pem-
belajaran ini dalam kotak A4, Menganalisis Pengetahuan Faktual.

Hari 3, 4
Pada Hari 3 dan 4, siswa-siswa mengemukakan konsepsi-kon-
sepsi mereka tentang "cara kerja" gunung berapi. Saya minta
mereka menggambar bagian atas dan bagian bawah gunung
berapi dan menjelaskan mengapa gunung berapi meletus.
Setelah mereka mengerjakan tugas ini selama beberapa waktu,
saya menyela untuk memberikan tugas berikutnya, yakni
membuat bank kata yang berkaitan dengan diskusi perihal
gunung berapi. Siswa-siswa mengumpulkan kata-kata untuk
dimasukkan di bank kata. Pada akhir Hari 3, saya menugasi
mereka membaca tulisan-tulisan tertentu tentang gunung berapi
di rumah dan pada kdesokan harinya mendiskusikan tulisan-
tulisan yang telah mereka baca itu di kelas.
Pada Hari 4, mereka telah m engum pulkan 32 kata.
Kemudian, mereka meresume tugas menggambar gunung
berapi. Saya menyuruh menggunakan kosakata dalam bank kata
untuk menamai bagian-bagian dari gambar gunung berapi
mereka. Mereka juga mengidentifikasi apa saja yang perlu di-
tambahkan di bank kata. Saya bersama mereka membahas
bagaimana penerapan tiga kriteria penilaian —kejelasan,
hubungan antarbagian, dan kesesuaian dengan buktinya— pada
gambar-gambar mereka.
Saya menginstruksikan siswa untuk menulis penjelasan
tentang cara kerja gunung berapi sesuai dengan gambar mereka
tanpa melihat tulisan-tulisan temannya. Saya ingin tahu apa
yang setiap siswa ketahui perihal gunung berapi. Tulisan mereka
ini memperlihatkan keragaman konsepsi tentang struktur
bawah tanah gunung berapi dan sebab-sebab letusannya.

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi


Komentar
Dalam kerangka proses kognitif, aktivitas pembelajaran ini
menekankan menjelaskan (Memahami). Menjelaskan melibatkan proses
mengkonstruksi model sebab-akibat perihal suatu sistem —dalam
hal ini sistem yangmenghasilkan ledakan gunungberapi. Model ini
merupakan Pengetahuan Konseptual (lihat Tabel 3.2). Oleh karena itu,
kami mengklasifikasikan aktivitas menggambar dan menulis ini se-
bagai memahami pengetahuan konseptual.
Untuk menulis model-modelnya, siswa membutuhkan kosa-
kata. Dalam Tabel Taksonomi, kosakata sama dengan pengetahuan
tentang terminologi. Maka, penekanannya adalah pada Pengetahuan
Faktual (lihat Tabel 3.2). Lantaran terminologi itu harus dipakai ber-
sama gambarnya, kami berpendapat bahwa aktivitas pembelajaran
ini merupakan memahami pengetahuan faktual. Bank kata berperan
sebagai alat bantu untuk mengingat, sehingga penekanannya bukan
pada mengingat kembali, melainkan pada mengenali.
Aktivitas ini merupakan ilustrasi yang baik tentang perbedaan
antara pengetahuan tentang terminologi (Pengetahuan Faktual) dan
pengetahuan tentang kategori yang dijelaskan oleh terminologi
(Pengetahuan Konseptual). Misalnya, "magma" adalah istilah untuk
"batu vulkanik". Penggunaan kata "magma" pada gambar mereka
memungkinkan mereka membicarakan gambar mereka. Jika kosa-
katanya tidak banyak, mereka terpaksa menyebutbagian-bagian dari
gambar mereka derigan "ini" dan "itu",
Aktivitas pada Hari 3 dan 4 dapat berfungsi sebagai pra-ases-
men. Gurunya tertarik untuk mengetahui apa yang siswa pahami
tentang sebab-sebab letusan gunung berapi sebelum pembelajaran-
nya benar-benar dimulai. Setiap gambar membutuhkan banyak pen-
jelasan^ dan penjelasan tertulis diperlukan untuk mengetahui pe-
mahaman siswa. Maka dari itu, kami memasukkan aktivitas pem­
belajaran ini dalam dua kotak Tabel Taksonomi, yaitu memahami
pengetahuan konseptual dan mengingat pengetahuan faktual.

290 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Hari 5
Aktivitas seluruh kelas pada hari kelima adalah men-
diskusikan konsepsi-konsepsi siswa tentang sebab-sebab letusan
gunung berapi. Setelah memeriksa karya-karya mereka dengan
cermat, saya memilih lima karya terbaik untuk dipresentasikan
dan "dipertahankan" di depan kelas. Saya memfotokopi lima
karya ini dan membagikan kepada semua siswa, serta menegas-
kan bahwa tujuan diskusinya ialah membahas semua penjelasan
tentang sebab-sebab letusan gunung berapi. Diskusinya berlang-
sung seru, dan saya berusaha keras untuk mengarahkannya.
Meskipun saya telah merencanakan diskusi ini dengan detail,
. pelaksanaannya ternyata penuh improvisasi, dari pihak saya
dan pihak siswa.
Di tengah-tengah perdebatan, saya mengingatkan mereka
bahwa diskusi ini tidak bertujuan untuk mencari kesepakatan
mengapa gunung berapi meletus. Tujuannya adalah mengeks-
plorasi gambar-gambar dan ide-ide untuk mencari tahu meng­
apa siswa-siswa memahami apa yang mereka pahami dan jelas-
kan. Perdebatannya harus didukung dengan bukti dan argumen;
inilah yang ditunggu.

Komentar
Sampai di sini, Mr. Parker mengetahui beragam pengetahuan
individu siswa, bukan pengetahuan kolektif seluruh siswa. Aktivitas
ini sejalan dengan penekanan Mr. Parker ("semua penjelasan tentang
sebab-sebab letusan gunung berapi"), tetapi tidak sejalan dengan
tujuannya seperti yang ditulis dalam tujuan pertama (yakni, penjelas-
an-penjelasan yang sesuai dengan teori gerakan lempeng bumi).
Penekanannya kemudian beralih ke pemahaman kolektif siswa
karena mereka harus menyampaikan "bukti dan argumen". Syahdan,
walaupun semua aktivitas pembelajaran pada Hari 5 berkaitan
dengan tujuan pertama, yaitu memahami pengetahuan konseptual,
tujuan pertama itu belum tercapai.

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 291


Hari 6
Pada hari keenam, siswa mulai mengerjakan tugas utama
mereka, yaitu mengkaji bukti-bukti geologis tentang gunung
berapi di sekitar daerah mereka. Saya mengawali aktivitas ini
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan semisal "Apa saja
jenis batu yang bersifat vulkanik?" "Seperti apakah rupa batu-
batu itu?" "Adakah magma tua di sekitar sini?" Mereka me-
ngerjakan tugas ini selama enam hari.

Komentar
Penekanannya kini beralih ke tujuan kedua. Fokusnya adalah
mengklasifikasikan batu-batu {memahami pengetahuan konseptnal).

Saya membawakan peta geologis yang dapat dipakai untuk


membantu mempelajari bukti-bukti vulkanologi. Dengan menunjuk-
kan isi peta ini di depan kelas, saya mengarahkan perhatian siswa
ke berbagai warna batu (setiap batu berwarna lain), mengenalkan
skala peta, dan menjelaskan bagaimana simbol peta menghubungkan
warna-warna itu dengan nama-nama batu. Saya juga terangkan
bagaimana cara membaca dengan peta ini tayangan video tentang
geologi suatu daerah yang akan saya putan Selanjutnya, saya mem-
bahas Paket Bahan Riset halaman demi halaman, sebuah bahan
sebanyak 20 halaman yang berisi informasi dasar dan kliping-kliping
koran tentang gempa bum i.

Komentar
Aktivitas-aktivitas pembelajaran ini dimaksudkan untuk me-
lengkapi Pengetahuan Faktnal siswa. Fokus kognitifnya adalah meng-
ingat pengetahuan faktnal. Siswa mesti memilih pengetahuan yang
relevan (Menganalisis), tetapi kami masih harus menunggu.

Berikutnya, saya menjelaskan teori gerakan lempeng dengan


model tiga dimensi dan foto-foto untuk menunjukkan bagian-bagian
pokok teori ini. Saya melontarkan pertanyaan-pertanyaan selama

292 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


menjelaskannya, untuk menegaskan manfaat informasi ini bagi pe-
nyelesaian tugas mereka.

Komentar
Pengetahuan tentang teori dan model adalah Pengetahuan Kon-
septual (lihat Tabel 3.2). Mr. Parker ingin siswa-siswanya mengguna-
kan teori gerakan lempeng bumi dan model-model tersebut untuk
menjelaskan apa yang terjadi ketika gunung berapi meletus. Jadi,
tujuan yang implisit ini ialah memahami pengetahuan konseptual.

Saya memutar cakram video tentang gempa bumi dan geologi


yang berdurasi 15 menit. Bagian pertama dari video ini berisikan
lama waktu gempa-gempa yang belakangan terjadi dan seismogram
dari museum daerah. Bagian keduanya memperlihatkan seorang ahli
geologi yang menjelaskan bebatuan di daerah utara. Ahli geologi
ini menggambarkan bagaimana ahli-ahli geologi mengumpulkan dan
mencatat contoh-contoh batu. Dia juga membahas penggunaan peta
geologi untuk menentukan umur batu, dan mengatakan kepada
siswa-siswa bahwa batu-batu yang dia kumpulkan ini akan mereka
pelajari di kelas. Saya memberikan komentar-komentar selama pena-
yangan video itu untuk memberi informasi penting yang berkaitan
dengan tugas mereka (yakni, mempelajari bukti-bukti, manfaat peta
geologi, dan penentuan umur batu).

Komentar
Bagian pertama dari video ini berisikan banyak sekali Pengetahu-
an Faktual. Pemutarannya bertujuan bukan untuk mengajak meng-
ingat pengetahuan tersebut, melainkan untuk memotivasi mereka
(yakni, "melegitimasi" tugas siswa). Bagian keduanya berisikan Pe­
ngetahuan Prosedural (yaitu, bagaimana cara mengumpulkan dan
mencatat contoh-contoh batu, bagaimana cara menentukan umur
batu). Siswa diharapkan untuk Mengaplikasikan minimal sebagian
Pengetahuan Prosedural ini, tetapi fokus utamanya dari bagian ini
adalah mengingat pengetahuan prosedural.

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi


Hari 7
Pada hari ketujuh, saya memimpin diskusi yang lebih ekstensif
tentang peta geologi negara bagian ini, mengajarkan bagaixnana
cara memakai peta itu, dan memastikan mereka mengetahui
bahwa batu-batu beku karena perapian merupakan bukti kuat
akan adanya letusan gunung berapi. Selanjutnya, saya menugasi
mereka kerja kelompok sampai hari ketujuh berakhir dan se-
bagian besar waktu pada hari kedelapan. Tugasnya adalah me-
lengkapi tabel data tentang jenis-jenis batu (yakni, batu beku,
sedimen, dan metamorfis), mencatat setiap jenis batu yang ada
di negara bagian ini.

Komentar
Fokusnya beralih ke mengaplikasikan pengetahuan prosedural
(yakni, bagaimana cara menggunakan peta itu) dan mengingat penge­
tahuan faktual (yaitu, batu-batu beku karena perapian merupakan
bukti kuat akan adanya letusan gunung berapi). Tugas ini, jika sudah
selesai, membuahkan sistem klasifikasi bebatuan. Kami menggolong-
kan aktivitas pembelajaran ini dalam memaliami (yakni, mengklasifi-
kasikan) pengetahuan konseptual.

Setelah siswa menyelesaikan tugas kelompok ini, mereka harus


menjawab empat pertanyaan berikut:
1. Apa sajakah jenis batu yang paling banyak ditemukan di daerah
kita?
2. Apa sajakah jenis batu beku yang ada di daerah kita (intrusif
atau ekstrusif)?
3. Menurut peta geologi itu, berapa jauh jarak batu-batu beku
terdekat dengan kota kita? Berapa umur batu-batu itu?
4. Apa kesimpulan yang dapat Anda tarik dari data-data tersebut
dalam kaitannya dengan kemungkinan aktivitas gunung berapi
di daerah ini?

294 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Komentar
Keempat pertanyaan tersebut melibatkan beragam jenis penge-
tahuan dan kategori proses kognitif. Pertanyaan pertama meng-
haruskan siswa mengingat (yakni, mengingat kembali) pengetahuan
faktual; pertanyaan kedua, memahami pengetahuan konseptual; dan per­
tanyaan ketiga, mengaplikasikan pengetahuan prosedural (yaitu, bagai-
mana cara menentukan jarak pada peta berskala). Pertanyaan ke-
, empat menuntut siswa untuk membuat kesimpulan. Menyimpulkan
berada dalam kategori Memahami (lihat Tabel 5.1). Kesimpulan-
kesimpulan ini didasarkan pada pengetahuan siswa tentang data-
data itu (yakni, Pengetahuan Faktual) —memahami pengetahuan faktual.

Hari 8
Pada hari kedelapan, saya melakukan "percakapan asesmen".
Saya memilih seorang wakil dari setiap kelompok untuk me-
nuliskan jawaban kTelompok mereka atas salah satu pertanyaan
itu di papan tulis. Setelah setiap wakil menuliskannya, saya me-
minta tanggapan kelompok-kelompok lain untuk menyetujui
atau menentangnya. Jawaban-jawaban atas dua pertanyaan per­
tama kurang mengundang perdebatan, tetapi jawaban-jawaban
atas pertanyaan 3 menimbulkan kontroversi. Untuk menjawab
pertanyaan 3 ini, siswa harus mengukur jarak antara daerah
mereka dan batu-batu beku terdekat. Kelompok-kelompok
mempunyai jawaban-jawaban yang cukup berbeda, dari 120-
250 mil. Untuk menghemat waktu, saya mengukur jaraknya
dengan transparansi peta di depan kelas dan hasilnya adalah
150 mil untuk batu-batu beku intrusif yang umurnya 570 juta
tahun.

Komentar
Berdasarkan "percakapan asesmen" ini, Mr. Parker mengetahui
bahwa siswa dapat mengingat pengetahuan faktual yang relevan
(pertanyaan 1) dan mereka memahami pengetahuan konseptual yang

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 295


pen ting (pertanyaan 2). Namun, mereka kurang dapat mengaplikasi-
kan pengetahuan prosedural (pertanyaan 3).

Di sini, saya siap untuk menanggapi jawaban-jawaban


siswa atas pertanyaan keempat. Mereka segera memberikan
jawaban yang sama bahwa sangat tidak mungkin ada aktivitas
gunung berapi di daerah ini. Namun, mereka sependapat
dengan saya bahwa kemungkinan aktivitas gunung berapi di
daerah ini tidak dapat dikesampingkan sepenuhnya. Saya
kemudian menjelaskan tugasberikutnya, yaitu membandingkan
batu-batu yang dikumpulkan dari daerah mereka dengan batu-
batu yang dikumpulkan dari Gunung St. Helens.

Komentar
Setelah berhasil mengatasi masalah mengaplikasikan pengetahuan
prosedural, siswa dapat menarik kesimpulan yang tepat tentang ke­
mungkinan letusan gunung berapi di daerah mereka (bukti bahwa
mereka memahami pengetahuan konseptual).

Saya membagi sepuluh contoh batu kepada kelompok-


kelompok siswa, lima diambil dari daerah gunung berapi dan
lima dari daerah ini. Saya menugasi mereka untuk mencocokkan
batu-batu ini dengan deskripsi beragam jenis batu. Mereka
menyelesaikan tugas ini dalam waktu 15 menit, tetapi ketika
saya berkeliling kelas, saya menemukan bahwa banyak siswa
tidak mampu membedakan antara batu apung dan batu pasir,
sebuah ketidakmampuan yang perlu diperhatikan karena batu
apung termasuk batu vulkanik tetapi tidak terdapat di daerah
mereka. Maka dari itu„ saya memutuskan untuk melakukan
"percakapan asesmen" singkat guna mendiskusikan ciri-ciri
sampel batu itu dan guna mengetahui "temuan-temuan" ini
mengindikasikan apa dalam kaitannya dengan geologi daerah
ini.

296 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Komentar
Aktivitas pembelajaran ini menuntut siswa untuk mengklasifi-
kasikan —yang termasuk dalam kategori Memahami (lihat Tabel 5.1).
Klasifikasi ini melibatkan contoh-contoh dan jenis-jenis "batu"
(yakni, kategori). Jenis, klasifikasi, dan kategori merupakan Penge-
tahuan Kotiseptual (lihat Tabel 3.2).

Hari 9-12
Empat hari ini menghadirkan tantangan paling besar bagi saya
dan siswa-siswa saya. Saya menugasi mereka mencari batu-batu
vulkanik di peta-peta geologi lima negara bagian di sekitar
negara bagian mereka, membuat peta lokasi-lokasi batu beku
di enam wilayah negara bagian itu, mengukur jarak antara dae-
rah mereka dan batu-batu beku terdekat, dan menentukan ke-
mungkinan aktivitas gunung-gunung berapi yang membahaya-
kan daerah mereka-.

Komentar
Aktivitas-aktivitas pembelajaran selama empat hari ini merupa­
kan ulangan dari aktivitas-aktivitas pembelajaran pada hari 7 dan 8
dengan konteks geografis yang lebili luas. Fokusnya diperluas ke
beberapa negara bagian, termasuk negara bagian yang gunung
berapinya belum lama meletus. Karenanya, analisis kami sebelumnya
atas aktivitas-aktivitas pembelajaran terdahulu dalam kerangka Tabel
Taksonomi juga berlaku untuk aktivitas-aktivitas pembelajaran pada
Hari 9-12 ini.

Saya mengawali hari kesembilan dengan mengajak siswa-


siswa memikirkan dampak luas letusan-letusan gunung berapi
dan fakta bahwa daerah mereka berjarak 30 mil saja dari tiga
negara bagian lain, tetapi mereka hanya memerhatikan peta
geologi daerah mereka sendiri. Karena pendapat-pendapat
mereka mengindikasikan bahwa mei'eka tidak memahami
dampak luas letusan gunung berapi, saya mengingatkan mereka

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 297


bahwa ketika Gunung St. Helens meletus, abunya menghujani
kota-kota yang berjarak 100 mil. Setelah yakin bahwa mereka
mengerti mengapa mereka harus mengerjakan tugas di atas,
saya memberi petunjuk-petunjuk tertentu tentang cara menye-
lesaikannya. Petunjuk-petunjuk ini berupa peringatan tentang
beragam warna dan skala yang digunakan pada peta-peta
geologi banyak negara bagian, tata cara untuk mengukur jarak
di peta lokasi mereka, dan catatan bahwa tabel jenis batu yang
telah mereka buat harus dijadikan kunci untuk menentukan
apakah suatu batu merupakan batu beku atau bukan.

Komentar
Petunjuk-petunjuk yang diberikan kepada siswa merupakan
kombinasi antara Pengetahuan Faktual ("peringatan"), Pengetahuan
Prosedural ("tata cara"), dan Pengetahuan Konseptual ("tabel jenis
batu"). Mereka diharapkan mengingat pengetahuan faktual, mengapli-
kasikan pengetahuan prosedural, dan memahami pengetahuan konseptual.

Pada hari 10-12, saya menghabiskan hampir seluruh waktu


untuk menyambangi kelompok-kelompok dan membantu
mereka yang mengalami kesulitan. Di hntara kesulitan-kesulitan
utama yang saya catat adalah sebagai berikut:

jumlah data yang harus dikumpulkan sangat banyak;


menentukan "status" batu beku yang telah berubah bentuk;
perbedaan-perbedaan simbol peta antarnegara bagian;
perbedaan-perbedaan skala peta;
berbagai metode untuk memasukkan data pada peta buatan
mereka;
berbagai metode untuk mengukur jarak batu-batu beku terdekat.

Komentar
Secara keseluruhan, kesulitan-kesulitan ini merupakan masalah-
masalah yang berkaitan dengan Pengetahuan Faktual (yaitu, jumlah
data yang harus dikumpulkan), Pengetahuan Konseptual (yakni, jenis-

298 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


jenis batu, skala-skala peta), dan Pengetahuan Prosedural (yakni, metode
untuk memasukkan data dan mengukur jarak pada beragam peta).
Semua kesulitan ini dapat memengaruhi pencapaian tujuan utama
unit pelajaran ini, yaitu memahmni pengetahuan konseptual.

Hari 13
Pada hari ke-13, saya memilih beberapa peta buatan siswa dan
menampilkannya di tembok dengan proyektor —sebagai bagian
dari "percakapan asesmen". Setiap kali menampilkan sebuah
peta, saya meminta seorang siswa anggota kelompok yang
membuat peta tersebut untuk menjelaskannya. Sebagian besar
waktu saya habis untuk membantu siswa menyelesaikan ke-
salahan penentuan dan perbedaan pendapat tentang jenis dan
umur batu, serta jarak antara batu-batu beku terdekat dan daerah
mereka. Sayangnya, keterbatasan waktu dan tenaga saya untuk
mengevaluasi dan jnem perbaiki kualitas setiap peta meng-
hambat saya untuk membuat siswa menyadari keterbatasan-
keterbatasan inheren dari bukti-bukti gunung berapi yang
mereka kaji.

Komentar
Perbedaan pendapat antarsiswa bertalian dengan Pengetahuan
Konseptual (jenis batu) dan Pengetahuan Prosedural (cara menentukan
umur batu; cara mengukur jarak batu dengan daerah mereka). Pada-
hal, data-data tentang jenis, umur, dan jarak merupakan faktor-faktor
pokok dalam menentukan kemungkinan aktivitas gunung berapi di
daerah mereka.

Tiba saatnya untuk menanyakan kepada siswa perihal ke­


mungkinan aktivitas gunung berapi di daerah mereka berdasar-
kan bukti-bukti baru yang mereka peroleh. Sekitar satu dari dela-
pan siswa mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai bukti
yang cukup untuk mengambil kesimpulan tentang potensi
aktivitas gunung berapi. Sementara itu, siswa-siswa lainnya siap

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Ginning Berapi 299


untuk mengambil kesimpulan. Setengah dari siswa-siswa yang
siap untuk mengambil keputusan ini mengatakan bahwa letusan
gunung berapi dapat membahayakan daerah sekitarnya, dengan
menunjukkan batu-batu beku tua di sekitar daerah mereka se-
bagai bukti untuk mendukung kesimpulan mereka. Setengah
siswa lainnya mengatakan bahwa letusan gunung berapi tidak
mungkin membahayakan daerah mereka karena batu-batu
vulkanik yang mereka temukan berjarak sangat jauh dari daerah
mereka.

Komentar
Hasil akhir dari aktivitas-aktivitas pembelajaran pada Hari 9-
12 ini adalah mendorong siswa dari kesamaan pendapat (memahami
pengetahuan konseptual) ke perbedaan pendapat dan perdebatan.

Hari 14
Pada Hari 14, saya merasa dikejar waktu. Saya menyuruh siswa
untuk segera mempelajari lokasi kota mereka dalam kaitannya
dengan titik-titik temu antarlempeng bumi berdasarkan salah
satu dokumen portofolio mereka. Mereka mempelajari potongan
melintang kerak dan lapisan bumi dari Samudra Pasifik sampai
Samudra Atlantik. Gunung St. Helens berada di dekat patahan
lempeng bumi; daerah mereka berjarak 2.000 mil dari patahan
lempeng bumi terdekat.

Komentar
Di sini, Mr. Parker mengenalkan kembali dasar teori untuk mem­
pelajari dan mendiskusikan bukti-bukti vulkanik: teori gerakan
lempeng bumi (Pengetahuan Konseptual). Dia juga memberitahukan
sepotong Pengetahuan Faktual penting: daerah siswa sekarang dekat
dengan sebuah patahan lempeng bumi. Dia memfokuskan kembali
perhatian siswa pada tujuan utamanya: memahami pengetahuan konsep­
tual.

300 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Saya mengarahkan perhatian siswa pada fakta bahwa
Gunung St. Helens dan Gunung Yellowstone, dua gunung
berapi di Amerika Serikat, mempunyai persamaan: magmanya
terus bergerak naik. Saya juga mengingatkan mereka akan
halaman-halaman awal Paket Bahan Riset, yang berisikan peta
lempeng-lempeng bumi dan potongan kerak dan lapisan bumi
yang menunjukkan bagaimana magma bergerak naik di dekat
patahan-patahan lempeng bumi. Dengan membaca bahan-
bahan ini, siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
implikasi-implikasi dari teori gerakan lempeng bumi untuk me-
nyusun argumen mereka.

Komentar
Ini merupakan Pengetahuan Faktual ("gunung-gunung berapi
mempunyai magma yang terus bergerak naik", "magma bergerak
naik di dekat patahan-patahan lempeng bumi"). Pengetahuan Faktual
dimaksudkan untuk menjelaskan masalah-masalah pokok dan,
makanya, mendukung siswa untuk memahami pengetahuan konseptual.
Ringkasan dari analisis kami atas aktivitas-aktivitas pembelajar-
an dalam Tabel Taksonomi ditunjukkan pada Tabel 12.2.

BAGIAN 3: ASESMEN
Pada hari kelima belas, saya tahu bahwa siswa-siswa masih ber-
beda pendapat tentang kemungkinan dampak letusan gunung berapi
pada daerah mereka. Sebagian siswa berpendapat bahwa batu-batu
beku kuno yang terletak 150 mil dari daerah mereka tetap mengindi-
kasikan ancaman bagi daerah mereka. Namun, saya siap untuk me-
minta mereka mulai menulis surat kepada Kepala Kanwil Geologi.
Saya menekankan pentingnya kesamaan pendapat dalam setiap
kelompok dan pentingnya menjelaskan pendapat mereka secara per-
suasif.
Saya mengevaluasi setiap surat yang mereka tubs untuk Mr.
Luckino berdasarkan rubrik penskoran (lihat Lampiran B pada akhir
bab ini). Akan tetapi, sebelum menggunakan rubrik penskoran ini,

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 301


Tabel 12.2. Analisis Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Aktivitas-aktivitas Pembelajarannya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. A ktivitas- A ktivitas- Aktivitas


P e ngetahuan a ktivita .s a k tiv ita s hari 2
Faktual hari 3, 4, hari 3 ,4 ,7
6-14

B. Tujuan 1;
P eng e tah u an Tujuan 2;
Konseptual Tujuan 3
A ktivitas-
a k tiv ita s
hari 3-14

C.
A k tiv ita s Aktivitas-
P e ngetahuan
hari 6 aktivitas
Prosedural
hari 7-
13

D.
P e ngetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 = Memahami teori gerakan lempeng bumi untuk menjelaskan fenomena gunung
berapi.
Tujuan 2 = Mencermati dan menafsirkan data-data geologis daerah setempat.
Tujuan 3 = Membandingkan geologi daerah setempat dengan tempat-tempat yang memiliki
gunung berapi.

302 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


saya meminta mereka saling tukar surat. Mereka secara berkelompok
menggunakan rubrik tersebut untuk mengevaluasi setiap surat yang
mereka baca. Setelah evaluasi antarteman ini selesai, sebagian kelom-
pok memperbaiki surat mereka. Sekalipun surat-surat itu berisikan
beragam pendapat tentang masalah yang sama dan beragam reko-
mendasi, saya merasa puas dengan pemikiran dan pemahaman
mereka yang termasuk da lam level tinggi.

Komentar
Rubrik penskoran ini berisi empat kriteria. Kriteria pertama,
"akurasi informasi dalam ringkasan", terutama berkaitan dengan
mengingat pengetahuan faktual. Kriteria kedua, "kesesuaian dengan
bukti-buktinya", bertalian dengan memahami pengetahuan konseptual.
Rekomendasi mesti sejalan dengan bukti-bukti yang ditafsirkan
dengan cara tertentu. Teori gerakan lempeng bumi menjadi kerangka
konseptual bagi pen afsi ran tersebut. Kriteria ketiga dan keempat sulit
diklasifikasikan. Kriteria ketiga adalah "mengakui penjelasan-pen-
jelasan alternatif". Penjelasan, seperti telah disebutkan sebelumnya,
merupakan konstruksi model sebab-akibat. Model ini adalah bentuk
Pengetahuan Konseptual. Namun, kata "alternatif" mengandung arti
bahwa ada banyak model yang dapat dibuat dan siswa dapat mem-
buat alteimatif-alternatif dari berbagai model. Jika benar demikian,
kata kerjanya adalah "merumuskan" (Mencipta) dan frasa bendanya
adalah "model-model alternatif" (Pengetahuan Konseptual). Akan
tetapi, merumuskan model-model yangberbeda dengan teori gerak­
an lempeng bumi bertentangan dengan tujuan pertama. Kriteria ke­
empat sama-sama menantang. Jika kami berasumsi bahwa prosedur
untuk menulis surat semacam itu sebelumnya sudah diajarkan
kepada siswa, kriteria ini menghendaki siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan prosedural. Namun, bila siswa harus "menulis surat sesuai
dengan kemampuan mereka sendiri", proses-proses kognitif yang
terlibat adalah merencanakan dan memproduksi. Maka, kriteria ke-
empatnya mengharuskan mereka mencipta [berdasarkan] banyak
Pengetahuan Faktual, Pengetahuan Konseptual, dan Pengetahuan Pro­
sedural dalam unit pelajaran ini.

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 303


Saya melakukan dua "percakapan asesmen", selain asesmen
formal, dalam unit pelajaran ini. "Percakapan asesmen" pertama
berlangsung pada Hari 8 setelah siswa mengerjakan tugas, yakni
menjawab empat pertanyaan tentang jenis batu dan gunung
berapi. "Percakapan asesmen" kedua berlangsung pada Hari
13 dan melibatkan diskusi kelas tentang proyek pembuatan peta.

Komentar
Sebagaimana telah disebutkan dalam analisis kami atas aktivitas-
aktivitas pembelajaran, pertanyaan-pertanyaan dalam percakapan
asesmen pertama dapat diklasifikasikan jadi: (1) mengingat pengetahu-
anfaktual, (2) memahami pengetahuan konseptnal, dan (3) mengaplikasi-
kan pengetnhuan prosedural. Diskusinya terfokus pada (1) memahami
pengetahuan konseptual dan (2) mengaplikasikan pengetahuan prosedural.
Ringkasan analisis kami atas asesmennya dalam Tabel Taksonomi
disajikan pada Tabel 12.3.

BAGIAN 4: KOMENTAR PENUTUP


Pada bagian ini, kami akan menilik dan mengomentari sketsa
pembelajaran Gunung Berapi dengan empat pertanyaan pokok:
pertanyaan tentang pembelajaran, pertanyaan tentang instruksi,
pertanyaan tentang asesmen, dan pertanyaan tentang kesesuaian di
antara ketiga komponen itu.

Pertanyaan tentang Pembelajaran


Inti dari unit pelajaran ini adalah aktivitas puncaknya, yakni
menulis surat untuk Kepala Kanwil Geologi. Dalam surat ini, siswa
menawarkan rekomendasi mereka berkenaan dengan rencana pe-
nanganan "bencana gunung meletus". Tujuan 1 dimaksudkan untuk
memberikan dasar teori bagi penulisan rekomendasi itu; Tujuan 2
dan 3 dimaksudkan untuk membeberkan data empiris pendukung
rekomendasinya. Namun, apakah data empirisnya mendukung
rekomendasinya atau tidak, siswa harus menafsirkan data tersebut.

304 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 12.3. Analisis Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi dengan Tabel Taksonomi Berdasarkan Asesmennya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

A. Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas Aktivitas hari 2 Aseasmen B(4)


Pengetahuan hari 3,4, 6-14 hari 3,4, 7
Faktual Asesmen A1;
Asesmen B(1) /
Bab 12 : Sketsa Pembelajaran G innin g Berapi

B. Tujuan 1; Tujuan Asesmen B (3,4)


Pengetahuan 2; Tujuan 3 Aktivi­
Konseptual tas-aktivitas hari
3-14 *
Asesm en A1, 2
Asesmen B(2) ■

C. Aktivitas hari 6 Aktivitas-aktivitas hari Asesmen B(4)


Pengetahuan 7-13
Prosedural Asesmen A1, 2
305
306

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3, 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
Pem belajaran, Pengajaran, dan Asesmen

D.
Pengetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 = Memahami teori gerakan lempeng bumi untuk menjelaskan fenomena gunung berapi.
Tujuan 2 = Mencermati dan menafsirkan data-data geologis daerah setempat.
Tujuan 3 = Membandingkan geologi daerah setempat dengan tempat-tempat yang memiliki gunung berapi,
Asesmen A = Percakapan-percakapan asesmen 1 dan 2
Asesmen B = Rubrik penskoran untuk surat kepada Keprala Kanwil; kriteria 1,2,3, dan 4.
Kotak-kotak yang berwarna hitam menunjukkan kesesuaian yang paling tinggi di antara ketiga komponen—tujuan, aktivitas pembelajaran, dan
asesmen terdapat di dalam kotak yang sama. Kotak-kotak yang berwarna lebih terang menunjukkan dua komponennya terdapat dalam kotak yang
sama.
Penafsiran membutuhkan Pengetahuan Prosediiral (yakni, cara mem-
baca peta geologi), Pengetahuan Konseptual (yaitu, jenis-jenis batu),
dan Pengetalnmn Faktual (yakni, batu-batu beku merupakan bukti kuat
atas letusan gunung berapi).

Pertanyaan tentang Instruksi


Setelah beberapa pertemuan awal, Mr. Parker mengadakan
aktivitas-aktivitas "beranting". Pada setengah unit terakhir, atau
sekitar tujuh hari, siswa melakukan proses-proses kognitif berikut
secara serempak: inengingat pengetahuan faktual, memahmni pengetahu­
an konseptual, dan mengaplikasikan pengetahuan prosedural. Namun,
aktivitas-aktivitas ini berlangsung sangat lama sehingga waktu pem-
belajaran unit ini mulur sampai Hari 14, dan siswa harus menyelesai-
kan proyek kelompok mereka selama dua pertemuan (Hari 15 dan
16).

Pertanyaan tentang Asesmen


Mr. Parker menggunakan apa yang dia sebut sebagai "percakap-
an asesmen" untuk menentukan apakah siswa makin maju dalam
mencapai tujuan-tujuan pembelajaranrvya. Percakapan-percakapan
asesmennya berisikan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa
untuk inengingat pengetahuan faktual, memahmni pengetahuan konseptual,
dan mengaplikasikan pengetahuan prosedural. Pertanyaan-pertanyaan
ini merupakan asesmen formatif.
Asesmen pokoknya adalah proyek kelompok. Setiap kelompok
harus membuat surat untuk Kepala Kanwil Geologi yang berisikan
rekomendasi apakah dia perlu mendanai rencana evakuasi atau tidak
dan alasan-alasan rekomendasi tersebut. Surat yang dibuat oleh
setiap kelompok dievaluasi dengan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-
kriteria ini berada dalam lima kotak Tabel Taksonomi: A1 (inengingat
pengetahuan faktual), B2 (memahami pengetahuan konseptual), A6 (men-
cipta [berdasarkan] pengetahuan faktual), B6 (mencipta [berdasarkan]
pengetahuan konseptual), dan C6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan
prosedural).

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 307


Pertanyaan tentang Kesesuaiannya
Jika tiga tujuan di atas berkaitan dengan memahami pengetahunn
konseptual, sebagaimana analisis awal kami atas rumusan-rumusan
tujuannya, terdapatbeberapa ketidaksesuaian antara tujuan, aktivitas
pembelajaran, dan asesmennya (lihatTabel 12.3). Jikalau tujuan kedua
dan ketiga dianalisis ulang, mungkin hasilnya akan menunjukkan
kesesuaian yang lebih baik antarkomponennya. Kedua tujuan ter-
sebut dapat ditulis dalam lembar "bagaimana cara": Siswa belajar
bagaimana cara mempelajari dan menafsirkan data-data tentang geo-
logi daerah mereka. Siswa belajar bagaimana cara membandingkan
geologi daerah mereka dengan geologi tempat-tempat yang mem-
punyai gunung berapi. Sebenarnya, sewaktu menganalisis aktivitas-
aktivitas pembelajaran, kami berkesimpulan bahwa siswa diharap-
kan belajar bagaimana cara. Sekali lagi, dua tujuan ini termasuk
dalam kotak C3 (mengaplikasikan pengetahunn prosedural). Kedua
tujuan tersebut sesuai dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran pada
Hari 7-13 dan dua percakapan asesmen.
Akan tetapi, perubahan analisis ini menimbulkan ketidaksesuai­
an lain pada Tabel 12.3. Misalnya, hanya satu kriteria pada rubrik
penskoran yang berkaitan langsung dengan tujuan "teoretis" (Tujuan
1). Kriteria-kriteria lainnya berkaitan dengan mengingat pengetahunn
faktual dan mencipta [berdasarkan] pengetahunnfaktual, konseptual, dan
prosedural.
Ketiga komponennya akan makin sesuai seandainya siswa
menghabiskan lebih banyak waktu pertemuan untuk "bekejja sama"
dalam mengerjakan proyek kelompok. Tampaknya, proyek kelorn- *
pok ini dikerjakan dengan sedikit, kalau pun ada, masukan dari guru-
nya. Bila benar demikian, asesmennya dilakukan terhadap hasil bel­
ajar siswa yang jelas-jelas terlepas dari bimbingan dan bantuan guru,
berbeda dengan banyak proyek kelompok dalam sketsa-sketsa lain.

BAGIAN 5: PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP


Dalam menganalisis semua sketsa pembelajaran, kami masih
memiliki beberapa pertanyaan yangbelum terjawab. Tiga pertanyaan

308 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


paling penting yang belum terjawab dalam menganalisis sketsa
pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. Apa manfaat aktivitas-aktivitas pra-pembelajaran bagi seluruh
pembelajarannya? Mr. Parker merencanakan unit pelajaran yang
diperkirakan akan berlangsung selama delapan hari. Pada akhir
hari keempat, setengah perjalanan dari unit yang "direncana-
kan", dia menjelaskan hal ihwal unit ini, menyuruh siswa
mengerjakan tugas, dan meminta mereka mengemukakan
konsep mereka tentang gunung berapi (menamainya dengan
tepat dan menerangkan "cara kerjanya"). Aktivitas-aktivitas ini,
meski penting, bukan aktivitas pembelajaran yang sebenarnya.
Kami menganggapnya sebagai "aktivitas-aktivitas pra-pem-
belajaran", yakni "batu loncatan" menuju pem belajaran.
Namun, Mr. Parker memandang aktivitas-aktivitas tersebut
perlu, sehingga dia menambah alokasi waktu pembelajarannya.
Penambahan ini mungkin telah menyelesaikan masalah keter-
batasan waktu. Terakhir, yang agak mengejutkan adalah siswa
tidak diminta untuk mengemukakan kenibali konsep mereka
tentang gunung berapi sebagai pos-asesmen. Pos-asesmen ini
bisa menjadi asesmen langsung atas hasil belajar dalam kaitan-
nya dengan tujuan awal unit pelajaran ini.
2. Apakah unit-unit pelajaran direncanakan terutama dengan
kerangka pencapaian tujuan-tujuannya atau pelaksanaan
aktivitas-aktivitasnya? Semua bukti yang ada menunjukkan
bahwa selama Hari 4-8, siswa mempunyai pendapat yang sama
bahwa gunung berapi sangat tidak mungkin muncul di daerah
mereka. Dengan dasar pendapat ini, mereka bisa mulai menulis
surat kepada Kepala Kanwil Geologi. Akan tetapi, Mr. Parker
merencanakan lebih banyak lagi aktivitas-aktivitas yang meng-
haruskan siswa meluaskan wilayah studi mereka hingga ke
negara-negara bagian lain. Meluaskan wilayah studi tentu men­
jadi aktivitas yang membutuhkan banyak waktu, tetapi hasilnya
dalam kaitannya dengan pencapaian seluruh tujuan unit ini
justru negatif. Kesamaan pendapat yang telah dicapai pada akhir

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 309


Hari 8 dirusak oleh keragaman pendapat pada akhir Hari 12.
Aktivitas-aktivitas tambahannya mengacaukan kesamaan pe-
mahaman yang sebetulnya dibutuhkan oleh setiap kelompok
untuk menulis surat kepada Kepala Kanwil Geologi. Kasus ini
menunjukkan masalah ketiadaan hubungan antara tujuan-tuju-
an dan aktivitas-aktivitas pembelajaran dalam tahap perencana-
an dan, yang lebih penting, dalam tahap pelaksanaan pem-
belajarannya.
3. Apa manfaat Tabel Taksonomi dalam mendiagnosis masalah-
masalah belajar? Pada hari ketujuh, siswa-siswa Mr. Parker di-
haruskan menjawab empat pertanyaan. Pertanyaan pertama ber-
kenaan dengan mengingat pengetahuan faktual, pertanyaan-per-
tanyaan kedua dan keempat bertalian dengan memahami penge-
tahnan konseptual, dan pertanyaan ketiga menuntut siswa meng-
aplikasikan pengetahuan prosedural. Pada hari kedelapan, Mr.
Parker melakukan "percakapan asesmen" dengan siswa-siswa-
nya berdasarkan jawaban-jawaban mereka atas keempat per­
tanyaan tadi. Dari percakapan ini, dia mengetahui bahwa siswa
telah mengingat pengetahuan faktual itu dan sampai batas-batas
tertentu memahami pengetahuan konseptual itu. Namun, mereka
agaknya sulit untuk mengaplikasikaft pengetahuan prosedural.
Setelah persoalan ini dibahas, siswa dapat mencapai tingkat
pemahaman seperti yang dikehendaki Mr. Parker. Kasus ini
m enunjukkan kem ungkinan untuk m enggunakan Tabel
Taksonomi guna mendeteksi kesulitan-kesulitan belajar siswa.
Setelah kesulitan-kesulitan ini diidentifikasi, pembelajaran
berikutnya dapat diarahkan untuk membantu siswa mengatasi
kesulitan-kesulitan tersebut. m

310 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lampiran A: Surat dari Kepala Kanwil Geologi Luckino

10 April

Hal: Studi tentang Bahaya Gempa Bumi dan Gunung Meletus

Kita ketahui bersama bahwa gempa bumi dan gunung meletus dapat merusak harta benda
dan melukai penduduk atau bahkan mengakibatkan kematian. Pada Januari, gempa besar
mengguncang Los Angeles, California. Gempa ini menewaskan banyak penduduk dan me-
nimbulkan kerugian 30 miliar dolar karena merusak rumah, aktivitas bisnis, jalan, dan
jembatan. Pada Mei 1980, Gunung St. Helens di Washington meletus. Letusannya yang
dahsyat merusak pepohonan sampai sejauh 15 mil. Dua kali gempa bumi menggoyang
sebuah kota yang berjarak 100 mil dari daerah kita pada Januari, dan gempa bumi juga
mengoyak Metropolis pada 1986. Mungkinkah gempa bumi yang cukup kuat terjadi di daerah
kita sehingga menghancurkan jembatan-jembatan dan bangunan-bangunan? Apakah kita
harus mengantisipasinya?

Kita perlu mempelajari geologi daerah kita dan mengalkulasi kemungkinan apakah gempa
bumi atau gunung meletus yang dahsyat akan terjadi di daerah kita ini atau tidak. Temuan-
temuan Anda akan membantu kamPuntuk memutuskan apakah daerah kita harus menyiapkan
rencana untuk mengantisipasi bencana itu. Rencana ini berupa persiapan evakuasi penduduk
dan penanganan darurat medis.

Untuk menyelesaikan masalah yang penting dan menantang ini dibutuhkan kerja keras dan
kreativitas. Untuk membantu Anda mencari solusinya, kami telah mengumpulkan data-data
geologis dari kantor geologi nasional dan daerah. Data-data ini meliputi peta-peta geologi,
potongan-potongan geologis, catatan-catatan pengeboran sumur minyak, dan contoh-contoh
batu. Kami juga akan mengirimi Anda Paket Bahan Riset. Kami kira paket ini akan membantu
Anda membaca dan menafsirkan bukti-bukti geologis. Paket ini berisi ringkasan teori gerakan
lempeng bumi, yang akan membantu Anda memahami penyebab-penyebab gempa bumi
dan gunung meletus. Paket ini juga memuat kliping-kliping koran tentang gempa-gempa
dan letusan-letusan gunung terbaru, dan informasi tentang geologi tempat-tempat yang
sering ditimpa gempa bumi dan gunung meletus.

Tugas Anda adalah menggunakan informasi-informasi tersebut untuk membaca dan me­
nafsirkan geologi daerah kita, membandingkan hasil-hasil pembacaan dan penafsiran Anda
dengan tempat-tempat yang sering dilanda gempa bumi (California) dan gunung meletus
(Gunung St. Helens, Washington), dan mengambil keputusan apakah daerah kita memerlukan
rencana penyelamatan dan evakuasi atau tidak.

Laporan akhir Anda yang dikirim ke kantor kami berisi:


A. Keputusan Anda tentang kemungkinan terjadinya gempa bumi dan/atau gunung meletus
yang dahsyat dan merusak daerah kita.

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 311


B. Penjelasan atas keputusan Anda dengan membandingkan antara bukti-bukti yang telah
Anda pelajari dan teori ilmiah tentang penyebab-penyebab gempa bumi dan gunung
meletus.
C. Peta-peta yang menunjukkan batu-batu vulkanik dan gempa-gempa bumi yang pernah
terjadi di daerah kita.
D. Potongan geologis daerah kita yang memperlihatkan struktur bebatuan bawah tanah.
E. Hal-hal dan penjelasan-penjelasan lain yang mendukung keputusan Anda.
Dalam beberapa pekan ke depan, ahli-ahli geologi profesional akan datang ke sekolah
Anda untuk melihat hasil pekerjaan Anda. Mereka akan meminta Anda menjelaskan pemikiran
dan penalaran Anda tentang masalah ini. Ilmuwan-ilmuwan tersebut turut mengulas laporan
akhirAnda.
Terima kasih atas perhatian Anda pada masalah yang sangat penting ini. Selamat bekerja!

Hormat saya,

Fred Luckino
Kepala Kanwil Geologi

312 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lampiran B: Rubrik Penskoran Laporan Studi Gempa Bumi dan Gunung Meletus

Tugas: Bekerja sebagai ilmuwan yang memahami masalah gunung berapi dan teori-teori
tentang penyebab-penyebab gunung meletus dan struktur geografis, mempelajari data-
data geologi daerah kita, dan membandingkan data-data tersebut dengan data-data serupa
tentang daerah California. Berdasarkan temuan-temuan Anda, tulislah sebuah surat kepada
Kepala Kanwil Geologi kita yang berupa ringkasan dari temuan-temuan Anda yang akurat
dan rekomendasi tentang kebutuhan untuk mengalokasikan anggaran untuk membuat
Rencana Evakuasi Gempa Bumi daerah kita. Rekomendasinya harus sesuai dengan bukti-
bukti yang telah Anda kumpulkan dan. mengakui penjelasan-penjelasan alternatif.

Kriteria Skor

Akurasi informasi dalam ring­ 3— Informasi dalam ringkasan lengkap dan akurat.
kasan 2—Sebagian informasi pentingnya tidak ada, ditafsirkan
dan ditulis secara salah dalam ringkasan.
1— Banyak bagian dari ringkasan tidak akurat dan/atau
data-data pentingnya tidak ada.

Kesesuaian dengan bukti- 3— Rekomendasi sesuai dengan bukti-bukti yang ada.


buktinya 2—Rekomendasi secara umum sesuai dengan bukti-
bukti yang ada—ada sedikit ketidaksesuaian dalam
suratnya.
1— Banyak bagian rekomendasi tidak sesuai dengan
bukti-buktinya.

Pengakuan terhadap pen­ 3— Rekomendasi sangat bagus dibandingkan reko-


jelasan-penjelasan alternatif mendasi-rekomendasi lain.
2— Rekomendasi bagus, tetapi kurang mengakui
penjelasan-penjelasan lain, meskipun ini hanya “tem-
pelan” dan tidak menyatu dengan pokok pikirannya.
1— Rekomendasi tampak kuat dan tegas —hanya sedikit
(tidak ada) pengakuan terhadap rekomendasi lain.

Bab 12 : Sketsa Pembelajaran Gunung Berapi 313


Kriteria Skor ,

Kejelasan 3— Rekomendasi disampaikan secara ringkas ditulis


dengan sistematika yang logis Diagram-diagram
dan gambar-gambar diberi nama dan mudah di-
pahami.
2 — Hubungan antara narasi dan diagram sulit
ditemukan. Rekomendasi tidak jelas
1— Rekomendasi tidak menjawab masalahnya. Reko­
mendasi tidak didukung dengan bukti-bukti.

SkorSempurna = 12

314 Penibelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Bab 13

Sketsa Pembelajaran
Menulis Laporan

S ketsa P embelajaran ini mendeskripsikan unit pefajaran tentang


menulis laporan, yang disusun oleh Ms. Christine Evans dan Ms.
Deanne McCreadie, yangjuga mengajarkan unit ini. Ms. Colleen
Vandiepun mengajarkannya dan menjelaskan sketsa pembelajaran
ini dan pengalaman mengajarnya.
Unit pelajaran ini diajarkan kepada siswa-siswa kelas 4 SD pada
awal musim semi. Mereka telah belajar bersama, dan sebagian besar
siswa sudah mempelajari dan menguasai beberapa kriteria penulisan
dasar. Jumlah siswanya 28: 13 lelaki dan 15 perempuan. Sekitar
separuh.siswa merupakan etnis minoritas— Amerika Asia, Amerika
Afrika, dan Amerika Hispanik. Kemampuan akademis mereka
sangat beragam. Namun, tak ada siswa yang membutuhkan layanan
pendidikan khusus.
Akuntabilitas pendidikan di negara bagian ini tinggi, dan para
siswa, guru, dan orang tua mengetahui persis standar-standar isi
pendidikan negara bagian ini dan konsekuensi-konsekuensi dari ke-
tidaksesua'ian standar-standar tersebut. Karenanya, saya berhati-hati
dalam merumuskan tujuan-tujuan pembelajaran unit ini supaya
tujuan-tujuan tersebut sesuai dengan Standar Isi Bahasa Inggris
negara bagian ini. Bahasa rumusan tujuan ini mencerminkan standar-
standar isi tadi. Saya mengases siswa-siswa berdasarkan standar-

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan 315


standar ini, yang mendekati standard penilaian kelas 5, dan siswa-
siswa yang tidak mencapai standar-standar itu harus mengikuti
pelajaran musim panas dan/atau mengulang sampai mereka
mencapai standar-standar tersebut. Maka, saya mengajar mereka
dengan sungguh-sungguh untuk menghadapi asesmen yang "sangat
penting" itu. Lantaran pemerintah menekankan pengajaran tematis,
yang memadukan berbagai mata pelajaran, unit ini menekankan
topik bahasa sambil pada saat yang sama mempelajari topik-topik
IPS kelas empat yang dianggap penting.
Berdasarkan pengalaman saya sebelumnya dalam mengajarkan
unit ini, saya menjadwalkan pembelajaran ini berlangsung selama
enam minggu. Setiap hari, kami mempelajari unit ini selama 90 menit.

BAGIAN 1: TUJUAN PEMBELAJARAN


Terdapat empat tujuan pokok, yakni siswa akan belajar:
1. Mengidentifikasi, mencari, dan memilih sumber-sumber infor-
masi yang berkaitan dengan menulis laporan tentang tokoh ter-
kenal dalam sejarah Amerika;
2. M emilih inform asi tentang tokoh terkenal dalam sejarah
Amerika yang relevan dengan tujuan-tujuan laporan tertulis dan
lisan siswa; • ^
3. Menulis teks informatif yang menjelaskan kepada teman-teman
.mereka dan anggota komunitas sekolah aspek-aspek penting
dalam kehidupan tokoh terkenal dalam sejarah Amerika dan
yang memuat pendapat siswa tentang bagaimana pengaruh
kontribusi-kontribusi tokoh tersebut pada masyarakat;
4. -Mempresentasikan sebagian isi tulisannya di depan kelas.
(Presentasi ini berisikan informasi penting tentang sebagian
kehidupan si tokoh, ditata dan dilakukan secara efektif.)

Komentar
Tujuan 1 berisikan tiga kata kerja: "mengidentifikasi", "men­
cari", dan "memilih". Kunci untuk mengklasifikasikan tujuan ini
adalah kata "memilih". Dalam Tabel 5.1, memilih merupakan nama

316 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


lain dari membedakan, yang merupakan proses kognitif dalam kategori
Menganalisis. Dari semua materi yang tersedia, siswa harus mem­
bedakan materi-materi yang relevan untuk menulis laporan tentang
tokoh terkenal dalam sejarah Amerika dari materi-materi yang tidak
relevan. Frasa benda dalam Tujuan 1 adalah "sumber informasi".
Seperti telah disebutkan'dalam sketsa-sketsa sebelumnya, sumber
informasi adalah materi. Maka, frasa benda ini sedikit membantu
kami untuk mengklasifikasikan jenis pengetahuannya. Kemungkin-
an pertama adalah siswa akan (atau telah) mempelajari kriteria-kri-
teria untuk membedakan materi yang relevan dan materi yang tidak
relevan. Ini mengindikasikan jenis pengetahuannya adalah Penge­
tahuan Konseptual (misalnya, "Apa yang membuat materi yang rele­
van itu jadi materi yang relevan?"). Kemungkinan kedun adalah siswa
akan diajari prosedur untuk mengidentifikasi, mencari, dan memilih
materi-materi yang relevan. Ini melibatkan Pengetahuan Prosedural.
Akan tetapi, bila jenis pengetahuannya adalah Pengetahuan Prosedural,
siswa diharapkan untuk mengaplikasikan pengetahuan prosedural
(yakni, menerapkan langkah-langkahnya). Jika proses kognitifnya
Menganalisis, tujuan ini paling tepat ditempatkan dalam kotak B4,
menganalisis [berdasarkan] pengetahuan konseptual (meskipun pe-
nempatan pada kotak C3, mengaplikasikan pengetahuan prosedural,
bukannya tidak beralasan).
Tujuan 2 memuat sebuah kata kerja, "memilih". Lagi-lagi, kami
menjumpai proses membedakan (Menganalisis). Kata bendanya adalah
"informasi" (bukan "sumber informasi"). Rumusan tujuan ini meng-
haruskan siswa membuat kriteria-kriteria untuk memilih informasi
dari sumber-sumber yang telah ditemukan. Informasinya harus (1)
tentang tokoh terkenal dalam sejarah Amerika dan (2) relevan dengan
penyiapan laporan tertulis dan lisan. Kriteria pertama sekadar menge- .
mukakan kembali apa yang telah disebutkan dalam tujuan pertama.
Namun, kriteria kedua cukup unik. Dari semua informasi yang ter-
sedia tentang tokoh terkenal Amerika, siswa harus memilih informasi
yang paling relevan —dengan penyiapan laporan tertulis dan lisan.
Secara keseluruhan, petunjuk-petunjuk ini mendukung penempatan

Bab 13 : Sketsa Penibelajaran M enulis Laporan 317


Tujuan 2 pada kotak yang sama, yaitu B4 (menganalisis [berdasarkan]
pengetahuan konseptual).
Sementara itu, dua rumusan tujuan berikutnya menunjukkan
bahwa Ms. Vandie ingin siswa-siswinya belajar mengkonstruksi
produk: tulisan ("teks informatif") untuk Tujuan 3 dan presentasi
lisan (berdasarkan tulisannya) untuk Tujuan 4. Maka, makna dari
dua kata kerja yang ambigu, "menulis" dan "mempresentasikan",
menjadi jelas jika kita melihat seluruh tujuan pembelajaran ini. Kedua
kata kerja itu bermakna "mengkonstruksi", istilah lain untuk proses
kognitif memproduksi dalam kategori Mencipta.
Banyak informasi yang terkandung dalam Tujuan 3 dan 4 ber-
kaitan dengan kriteria-kriteria yang akan digunakan untuk meng-
evaluasi produk-produk tulisan dan presentasi lisan di atas. Tulis­
annya akan dievaluasi berdasarkan: (1) komunikasinya dengan
sasaran pembaca, (2) aspek-aspek penting dari kehidupan tokohnya,
dan (3) pendapat penulis tentang kontribusi-kontribusi sang tokoh
pada masyarakat. Presentasi lisannya dievaluasi apakah presentasi
tersebut (1) memuat informasi penting, (2) tertata, dan (3) disampai-
kan secara efektif. Oleh karena kriteria-kriteria ini digunakan untuk
mengevaluasi, pengetahuan tentang kriteria-kriteria itu merupakan
Pengetahuan Konseptual. Selain Pengetahuan Konseptual, siswa mem-
butuhkan pengetahuan tentang informasi-mformasi yang cukup spe-
sifik perihal tokoh yang ditulis atau dipresentasikan (yakni, Penge­
tahuan Faktual). Maka, dua tujuan pembelajaran ketiga dan keempat
kami tempatkan di kotak A6 (menciptakan [berdasarkan] pengetahuan
faktual) dan B6 (menciptakan [berdasarkan] pengetahuan konseptual).
Rangkuman analisis atas tujuan-tujuan tersebut disajikan dalam Tabel
13.1.

BAGIAN 2 : AKTIVITAS-AKTIVITAS PEMBELAJARAN

Pelajaran 1
Say a mulai mengajarkan unit pelajaran ini dengan menjelaskan
secara panjang lebar apa saja isi laporan informatif tertulis dan
lisan. Dengan diskusi kelas dan penggunaan papan tulis untuk

318 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tabel 13.1. Analisis Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan dengan Tabel Taksonomi
Berdasarkan Rumusan Tujuan Pembelajarannya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengapli- Mengana- Mengeva- Mencipta
kasikan lisis luasi

A. Tujuan 3
P engetahuan Tujuan 4
Faktual

B.
Tujuan 1 Tujuan 3
P engetahuan
Tujuan 2 Tujuan 4
Konseptual

C.
P engetahuan
Prosedural

D.
P e ngetahuan
Metakognitif

Keterangan:
Tujuan 1 Memilih sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan menulis laporan
tentang tokoh terkenal dalam sejarah Amerika.
Tujuan 2 Memilih informasi tentang tokoh terkenal dalam sejarah Amerika yang relevan
dengan tujuan-tujuan laporan tertulis dan lisan siswa.
Tujuan 3 Menulis teks informatif yang menjelaskan kepada teman-teman mereka dan
anggota komunikasi sekolah aspek-aspek penting dalam kehidupan tokoh
terkenal dalam sejarah Amerika dan yang memuat pendapat siswa tentang
bagaimana pengaruh kontribusi-kontribusi tokoh tersebut pada masyarakat.
Tujuan 4 Mempresentasikan sebagian isi tulisannya di depan kelas.

Bab I3 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan


mencatat pendapat-pendapat siswa yang relevan, saya me-
nekankan tujuan penulisan, sasaran pembaca, sumber infonnasi,
dan elemen-elemen lain dari dokumen-dokumen pemerintah
dan sebagainya. Semua elemen tersebut diambil dari Delaware
General Rubric for Writing. Sava mengakhiri diskusi ini dengan
menampilkan sebuah rubrik yang "menyenangkan" untuk
laporan tertulis (Lampiran A) dan skala penilaian untuk unjuk
. keterampilan berbicara (Lampiran B). Ini digunakan oleh
siswa-siswa ketika mereka merancang laporan dan juga saya
gunakan ketika menilai hasil kerja mereka.

Komentar
Seperti ditunjukkan pada Lampiran A (pada bagian'akhir bab
ini), rubrik penskorannya berisikan lima kriteria untuk memandu
dan mengevaluasi laporan tertulis: pengembangan gagasan, peng-
organisasian, diksi, susunan kalimat, dan tata tubs. Siswa-siswa
dalam diskusi kelas menambahkan kriteria-kriteria lain, yaitu tujuan,
sasaran pembaca, dan sumber informasi. Skala kiraan pada Lampiran
B (pada bagian akhir bab ini) merupakan rangkaian kriteria ketiga.
Dalam kerangka pikir kami, pengetahuan ten tang kriteria merupakan
Pcngctahuan Konseptunl. Sampai di sini, kami tidak vakin apa proses
kognitif yang digunakan dengan Pcngctahuan Konseptunl ini. Namun,
cukup beralasan untuk mengatakan bahwa karena Pelajaran 1 hanya-
lah pengantar, gurunya ingin memberikan gambaran umum tentang
kriteria-kriteria tersebut. Maka, tujuan pembelajaran vang kami
simpulkan dari aktivitas ini termasuk dalam kategori Mengingat,
yakni siswa harus mengingat pcngctahuan konseptunl.

Pelajaran 2
Pelajaran keduaberupa "mencatat" dan mengidentifikasi tema.
Saya memulainya dengan memutar video pendek dan meminta
siswa mencatat dalam kertas. (Saya percaya bahwa pemutaran
video, bukan pembacaan satu bab buku, dapat meminimaliasi
peluang siswa untuk menyalin langsung temanya.) Catatan-

320 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


catatan siswa akan ditampilkan di depan kelas sehingga semua
siswa bisa membaca dan mengomentarinya. Mereka membaca
catatan-catatan teman mereka, dan ketika saya menempel catat-
an-catatan mereka di papan tubs, mereka mendiskusikan catat­
an-catatan mana saja yang dapat dikelompokkan berdasarkan
kesamaan topik atau tema. Saya mengelompok-ngelompokkan
catatan-catatan itu sesuai dengan pendapat siswa. Akhirnya,
terbentuk beberapa kelompok catatan, dan siswa-siswa memberi
judul untuk setiap kelompok catatan itu.

Komentar
Cukup jelas bahwa proses kognitif yang ditekankan adalah
mengklasifikasikan (Memahami). Lantaran siswa menempatkan "catat­
an-catatan" itu dengan kategori tematis dan kemudian menamai-
nya, mereka menggunakan dua jenis pengetahuan, yaitu Pengetahuan
Konseptual dan kemudian Pengetahuan Faktual. Pengetahuan Konseptual
digunakan untuk Memahami, sedangkan Pengetahuan Faktual untuk
Mengingat.
Ms. Vandie mulai mempraktikkan aktivitas-aktivitas yang sering
dilakukan dalam kaitannya dengan proses memproduksi (Mencipta)
suatu produk. Langkah-langkahnya seolah-olah memerancah dan
memberi contoh. Memerancah adalah mengubah tugas yang seder-
hana jadi "tugas nyata" dalam kehidupan. Langkah-langkah Ms.
Vandie dalam memberi contoh memperlihatkan kepada siswa bagai-
mana cara melakukannya, dan menggugah pikiran siswa.

Pelajaran 3
Pada pelajaran selanjutnya, saya membacakan sebuah buku
dengan suara keras dan memberi contoh bagaimana saya men-
catat paragaf-paragraf yang saya baca. Siswa juga mencatat saat
saya sedang membacakannya. Sebagaimana sebelumnya, catat­
an-catatan mereka ditempel di papan tulis dan kemudian di-
kelompok-kelompokkan, dan kelompok-kelompok catatan ini
diberi judul. Lalu, siswa membaca secara bersama-sama catatan

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan 321


yang ditampilkan dengan overhead projector (OHP). Mereka me-
lihat ketika saya mencontohkan membuat catatan dan meng-
klasifikasikan catatan. Sewaktu saya menempel catatan saya di
papan tulis, saya menggugah siswa dengan mengatakan secara
keras keputusan yang saya ambil mengenai pengelompokan
catatan-catatan itu dan judul-judulnya.
Setelah sesi tanya jawab, saya meminta siswa untuk mem­
buat catatan tentang bacaan lain yang lebih panjang daripada
yang ditampilkan dengan OHP. Setiap siswa mendapat salinan
bacaan empat halaman itu, yakni tentang George Washington
Carver, dan saya menyuruh mereka membuat catatan tentang
tulisan tersebut. Kemudian, mereka bekerja kelompok (empat-
empat) untuk menempelkan dan mengelompok-ngelompokkan
catatan-catatan mereka di kertas yang lebih besar. Mereka juga
memberi judul untuk setiap kelompok catatan.
Ketika mengamati perkembangan kerja mereka, saya me-
ngetahui bahwa siswa membutuhkan penjelasan yang lebih
mendetail tentang penulisan catatan. Saya minta mereka ber-
henti menulis, dan kembali memberi contoh langkah-langkah
penulisan catatan. Setelah itu, mereka bekerja lagi dalam kelom­
pok. Sesudah menyelesaikan pekerjaan mereka, setiap kelompok
mempresentasikan hasil kerja mereka di depan kelas. Kemudian
dari itu, mereka memilih catatan-catatan yang dianggap paling
membantu untuk mempelajari George Washington Carver.

Komentar
Dalam pelajaran ini, gurunya mengajar dengan memberi contoh.
Pertanyaannya adalah apa yang ingin siswa pelajari dengan peng-
ajaran semacam ini. Apakah mereka diharapkan untuk mengem-
bangkan Pengetahuan Prosedural, yang kemudian mereka terapkan
dalam pembuatan, pengelompokan dan penamaan catatan? Apakah
mereka diharapkan untuk mengembangkan Pengetahuan Metakognitif
(yakni, strategi mereka sendiri) guna mengerjakan tugasnya? Lebih
jauh lagi, proses pengelompokan catatan itu melibatkan proses-

322 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


proses kognitif dalam kategori Menganalisis. Maka, kami mempunvai
dua pilihan: mengaplikasikan pengetahuan prosedural dan menganalisis
pengetahnan konseptuol. Meskipun tidak menjadi tujuan, mengapli-
kasikan Pengetahuan Metakognitif mungkin merupakan bagian dari
aktivitas menganalisis pengetahuan konseptual.

Pelajaran 4
Pada pelajaran berikutnya, saya minta siswa, masih secara ber-
kelompok, untuk membaca buku yang membahas kehidupan
Matthew Henson, seorang warga Amerika yang tersohor. Semua
siswa diharapkan untuk membaca buku ini. Mereka yang tidak
membacanya ditempatkan duduk di dekat siswa lain yang mem-
bacanya, atau disuruh mendengarkan audio hook. Lantas, setiap
kelompok diminta untuk memilih aspek kehidupan Henson
yang akan mereka tonjolkan dan paparkan di depan kelas. Setiap
kelompok harus memilih satu aspek kehidupan Henson —masa
kecilnya, masa dewasanya, penghargaan yang dia peroleh,
kontribusinya bagi masyarakat, dan lain sebagainya. Setiap
kelompok memakai pendekatan catat-kelompokkan-namai
untuk mencatat dan menata fakta-fakta penting tentang aspek
kehidupan Henson itu. Saya membuatkan transparansi OHP
hasil kerja "akhir" setiap kelompok, dan catatan-catatan dan
klasifikasi-klasifikasi mereka dibagikan ke seluruh kelas dan
dikritisi. Saya memberikan pujian kepada kelompok-kelompok
yang hasil kerjanya memenuhi standar catatan yang baik.

Komentar
Setidaknya empat kata kerja yang disebut oleh gurunya mem-
bantu kami memutuskan apa saja proses-proses kognitif yang diajar-
kan si guru. Empat kata kerja tersebut adalah "memilih" (Meng­
analisis), "memakai" (Mengaplikasikan), "menata" (Menganalisis), dan
"mengkritik" (Mengevaluasi). Tiga kata kerja yang disebut pertama
menunjukkan bahwa Pelajaran 4 merupakan kelanjutan dari
Pelajaran 3. Maka, kami menempatkannya dalam kotak-kotak meng-

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan 323


analisis pengetahuan konseptual dan mengaplikasikan pengetahuan pro-
sedural. Kami menambahkan satu proses kognitif lain, yaitu meng-
evalitasi [berdasarkan] pengetahuan konseptual. Siswa mengevaluasi
berdasarkan kategori-kategorinya (konsep), bukan berdasarkan
prosesnya (prosedur) yang siswa jalani untuk memahami kategori-
kategori itu.

Pelajaran 5-8
Pada beberapa pelajaran mendatang, penekanannya beralih
untuk mengajari siswa mengidentifikasi orang-orang terkenal
yang ingin mereka kaji dan tubs dalam kelompok mereka. Saya
memberi mereka daftar orang terkenal, dan mereka dapat me-
milih salah satu orangnya. Daftar ini mencakup tokoh lelaki,
perem puan, kulit putih, Amerika Afrika, Amerika Asia,
Amerika asli, Amerika Hispanik, presiden, penemu, pejuang
hak asasi masyarakat sipil, dan banyak lagi lainnya. Selain mem-
biarkan siswa memilih tokoh dari daftar tokoh yang memper-
lihatkan keragaman kultural dan etnik Amerika Serikat, saya
juga mencari tahu apakah perpustakaan sekolah mempunyai
beberapa buku yang membahas tokoh-tokoh dalam daftar ter-
sebut.
Saya memberi siswa waktu untuk mempelajari pilihan-
pibhan yang tersedia bagi mereka. Sebagian siswa belum pernah
mendengar nama orang-orang "terkenal" dalam daftar itu. Se­
bagian siswa lagi mencari informasi di internet atau di perpus­
takaan, atau bertanya pada saya tentang orang-orang tersebut.
Setelah mereka mempelajarinya, mereka siap mengambil
keputusan kelompok untuk menentukan siapa tokoh yang akan
mereka tubs. Menariknya, sebagian siswa lelaki memilih tokoh-
tokoh perempuan, dan sebagian siswa perempuan memilih
tokoh-tokoh lelaki. Baik siswa yang berkubt putih atau hitam
memilih tokoh-tokoh yang mempunyai beragam latar belakang
ras. Walau alasan-alasan pemilihan mereka tidak jelas bagi saya,
saya senang dengan beragam pilihan siswa. Individu-individu

324 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesnien


dalam satu kelompok berusaha "menjual" pilihannya. Akhirnya,
setiap kelompok secara demokratis memilih satu tokoh Amerika
yang akan mereka kaji sesuai dengan tujuan-tujuan unit pelajar-
an ini.

Komentar
Proses untuk memilih satu tokoh selama empat hari ini tidak
berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan pembelajaran unit ini.
Meski demikian, belajar untuk bekerja sama, belajar untuk meng-
hargai pendapat orang lain, dan belajar untuk menjunjung proses
demokrasi merupakan hasil-hasil belajar yang penting. Sebenarnya,
gurunya membutuhkan waktu satu tahun untuk mencapai hasil-hasil
belajar tersebut. Dan, kami tidak mengklasifikasikan aktivitas-
aktivitas pembelajaran ini dalam Tabel Taksonomi.

Pelajaran 9
Pelajaran berikutnya adalah membuat bibliografi. Siswa di-
dorong untuk mencari buku-buku dan artikel-artikel tentang
tokoh terkenal Amerika yang mereka pilih di perpustakaari
keluarga, perpustakaan sekolah, internet, dan sumber-sumber
lain. Saya membantu siswa-siswa yang mengalami kesulitan
dalam mencari sumber-sumber informasi yang tepat. Saya me-
mulai pelajaran kali ini dengan membagikan buku-buku tentang
George Washington Carver dan menjelaskan bagaimana cara
memilih buku-buku yang tepat dari koleksi buku ini dan bagai­
mana cara mencantumkan buku-buku yang tepat ini dalam
bibliografi mereka. Satu atau dua buku memang sangat sulit
dipahami oleh siswa kelas empat SD dan mengandung infor­
masi yang tak dapat mereka mengerti. Buku lain berisikan
gambar-gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak TK dan
berisikan sedikit sekali tulisan tentang George Washington
Carver. Empat atau lima buku lainnya sesuai dengan kebutuhan
mereka untuk mengerjakan tugas ini. Mereka mengamati ketika
saya memilih buku-buku dan menerangkan mengapa sebagian

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Mentilis Laporan 325


buku lebih tepat daripada lainnya. Saya tunjukkan pula bagai-
mana cara membuat tabel bibliografi untuk sumber-sumber
yang sangat tepat dan bermanfaat bagi mereka.

Komentar
Ada dua tujuan yang penting di sini. Tujuan pertama adalah
membedakan buku (sebagai sumber informasi) sesuai dengan
kemanfaatannya untuk mengerjakan tugas siswa (kriteria-kriteria
yang dipakai untuk membedakan buku-buku). Tujuan ini diklasifi-
kasikan sebagai menganalisis [berdasarkan] pengetahuan konseptual.
Tujuan kedna adalah belajar bagaimana cara membuat tabel biblio­
grafi. Tanpa informasi lain, kami mengklasifikasikan tujuan ini se­
bagai mengaplikasikan pengetahuan prosedural. Namun, jika tujuan ini
diajarkan sebagai strategi generik, bukan sebagai strategi yang khas
dalam ilmu sosial, aktivitas tersebut merupakan mengaplikasikan
pengetahuan metakognitif.

Pelajaran 10-16
Pelajaran 10-16 ini berlangsung selama lima hari. Siswa mencari
sumber-sumber informasi tentang tokoh terkenal Amerika yang
telah dipilih oleh kelompok mereka untuk dipelajari. Mereka
mencari sumber-sumber informasi yang relevan di perpustaka-
an dan internet. Saya bekerja sama dengan seorang ahli media
di sekolah dan menjadwalkan aktivitas siswa di perpustakaan
sekolah selama beberapa kali. Mereka membaca sumber-sumber
informasi yang tersedia, menentukan apakah sumber-sumber
ini dapat memberikan informasi yang berguna tentang tokoh
Amerika pilihan mereka.
Saya ingin mereka bertindak sebagai peneliti "yang sebenar-
nya" dan menentukan topik-topiknya ketika mereka membaca-
nya. Selama dua hari pertama (Pelajaran 10 dan 11), mereka
hanya membaca sekilas dan membuat catatan. Suasananya
tenang karena mereka membaca dan mencatat. Pada setiap akhir
pelajaran, anggota-anggota kelompok menempelkan catatan-

326 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


catatan mereka di papan tulis. Pada akhir hari kedua, mereka
mulai mengulas dan tukar-menukar catatan-catatan mereka
untuk menentukan tema-tema yang akan mereka kaji. Saya me-
nekankan pentingnya kerja sama kelompok sehingga semua
anggota kelompok dapat berpartisipasi. Catatan-catatan yang
ditempel dan berisikan beberapa ide kerap kali perlu ditulis
ulang supaya sesuai dengan satu kategori saja. Kategorisasi ini
berlangsung selama tiga hari (Pelajaran 12-14).
Dalam memonitor pekerjaan mereka, saya mendapati
bahwa sebagian kelompok tidak dapat mengategorisasikan
tema-tema dalam catatan mereka —meskipun mereka sudah
menulis 50 catatan. Ketika berusaha mengategorisasikan catat­
an-catatan sesuai dengan tema-temanya, mereka tak menemu-
kan tema-tema yang sama. Setelah mereka gagal "menemukan
tema-tema yang sama" dalam catatan-catatan tersebut selama
dua hari, saya membantu mereka. Saya memberikan satu atau
dua tema yang menurut saya mencerminkan isi catatan kelom­
pok mereka, atau saya meminta mereka untuk membaca lagi
buku-buku yang telah mereka seleksi.

Komentar
Penekanan dalam tujuh pelajaran ini adalah siswa menerapkan
prosedur yang berisi tiga langkah yang telah diajarkan dalam Pelajar­
an 3 dan 4, yakni: (1) mencatat, (2) mengategorikan catatan-catatan
mereka sesuai dengan tema-temanya, dan (3) menamai tema-tema­
nya. Ini merupakan aktivitas Menganalisis dengan Pengetahuan Pro-
sedural, yaitu langkah kedua yang mengharuskan siswa membeda-
kan. Lantaran langkah ini merupakan bagian dari proses aplikasi,
kami mengategorikan tujuan ini sebagai mengaplikasikan pengetahuan
prosedural.

Sekarang, setelah beberapa hari membuat catatan, aktivitas


membaca dan meneliti kelompok menjadi lebih terfokus ketika
anggota-anggota kelompok membaca secara lebih detail tema-
tema yang telah mereka catat. Pada Pelajaran 15, saya meminta

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan


kelompok-kelompok itu untuk menentukan bagaimana tema-
tema tersebutdibagi di antara anggota-anggota kelompokguna
dipresentasikan. Setiap anggota kelompok ditugasi untuk
mengkaji sebuah tema supaya laporan individual siswa tidak
sama.
Setelah membaca sekilas buku-buku dan artikel-artikel
tentang tema-tema tersebut, setiap siswa membuat sebuah kartu
bibliografi yang tertata, sebagaimana yang telah diajarkan
sebelumnya (Pelajaran 15 dan 16). Kartu-kartu bibliografi ini
diberikan kepada saya pada akhir Pelajaran 16. Saya mendapati
bahwa sebagian siswa hanya menulis satu atau dua sumber
dalambibliografi mereka. Saya berusaha membantu mereka ini
untuk mencari bahan lain atau memilih tokoh terkenal lain.
Sementara itu, siswa-siswa lain malah mencantumkan buku-
buku atau bahan-bahan lain yang terlalu berat bagi kelas empat.
Saya membantu mereka untuk mencari sumber-sumber yang
lebih tepat.

Komentar
Frasa yang membantu kami mengategorikan aktivitas ini adalah
"sebagaimana yang telah diajarkan sebelumnya". Siswa diajari
langkah-langkah untuk membuat kartu bibliografi dan diharapkan
untuk mempraktikkannya. Maka dari itu, kami menempatkan
aktivitas ini dalam kotak C3 (mengaplikasiknn pengetahuan prosedural).
Pada Pelajaran 15, siswa membagi tema-tema kepada anggota-
anggota kelompok untuk dikaji dan dipresentasikan. Aktivitas ini
berada dalam kategori yang sama dengan aktivitas-aktivitas pada
Pelajaran 5-8 dan tidak diklasifikasikan dalam Tabel Taksonomi (lihat
komentar-komentar atas Pelajaran 5-9).

Pelajaran 17-20
Pelajaran 17-20 menjadi semacam "Lokakarya Menulis". Siswa
membuat draf laporan tertulis tentang tema-tema kehidupan
tokoh terkenal yang telah mereka pilih. Setiap siswa berkonsul-

328 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tasi tentang isi dan sistematika laporan tertulisnya. Beberapa
siswa perlu berkonsultasi lebih dari sekali. Draf-draf awal
mereka dibaca oleh teman-teman mereka yang kemudian mem-
beri masukan secara individual demi perbaikan draf tersebut.
Dalam membaca draf-draf itu, siswa menggunakan rubrik pen-
skoran, yang telah saya tunjukkan kepada mereka pada awal
pertemuan, untuk memberikan komentar dan masukan. Rubrik
penskoran tersebut agak membingungkan bagi sebagian siswa,
maka saya mengumpulkan mereka yang masih bingung itu dan
menjelaskan kriteria-kriteria dan deskripsi-deskripsi yang
dirancang untuk memandu penulisan mereka. Siswa pun dapat
membaea Ceklis Revisi dan Penyuntingan (lihat Lampiran C
pada akhir bab ini) yang sering dipakai dalam aktivitas-aktivitas
Lokakarya Menulis sebelumnya. Setelah bekerja keras di sekolah
dan di rumah, mereka dapat menyelesaikan tugas ini tepat
fvaktu.
\

Komentar
Aktivitas-aktivitas pembelajaran pada empat pelajaran ini ter-
fokus pada pembuatan laporan tertulis (Mencipta) dan kritik terhadap
draf-draf awal mereka (Mengevaluasi). "Membuat laporan tertulis"
membutuhkan Pengetahuan Faktual (informasi yang spesifik) dan
Pengetahuan Konseptual (tema-tema). "Mengkritik" membutuhkan ter-
utama Pengetahuan Konseptual (yakni, rubrik penskoran dan Ceklis
Revisi dan Penyuntingan). Syahdan, kami menempatkan aktivitas-
aktivitas ini dalam kotak A6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan
faktual), B6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan konseptual), dan B5
(mengevaluasi [berdasarkan] pengetahuan konseptual).

Pelajaran 21-30
Akan tetapi, unit pelajaran ini belum selesai meskipun laporan
tertulis siswa sudah dikumpulkan. Siswa belum menyampaikan
laporan lisan! Maka, saya meminta siswa mendiskusikan skala
kiraan yang digunakan untuk mengevaluasi laporan lisan (lihat

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan


Lampiran B). Siswa diminta untuk memilih dan, dengan ang-
gota-anggota kelompok mereka, mendiskusikan aspek kehidup-
an tokoh pilihan mereka yang akan dipresentasikan. Setiap
kelompok mendengarkan rencana anggota-anggotanya untuk
niempresentasikannya — dan bagaimana cara mereka mem-
presentasikannya secara informatif dan menarik. Sebagian siswa
, berencana mengenakan pakaian yang menggambarkan tokoh
pilihan mereka. Sebagian siswa lain berencana membagikan
berbagai artefak sang tokoh sebagai contoh konkretnya. Se­
bagian siswa lainnya lagi menyiapkan presen tasi mereka. Setiap
siswa mengerti bahwa laporan lisannya dipresentasikan tidak
boleh lebih dari lima menit. Saya mengalokasikan waktu 25
menit per hari selama 10 hari untuk presentasi —siswa yang
presentasi juga mempunyai sedikit waktu untuk menanggapi
pertanyaan dan/atau komentar siswa lain (Pelajaran 21-30).
Aktivitas pembelajaran ini berlangsung selama enam pekan.

Komentar
Dalam menganalisis aktivitas pembelajaran ini dengan Tabel
Taksonomi, kami terfokus pada skala kiraan yang digunakan untuk
mengevaluasi laporan lisan (Lampiran B). ^Carena skala kiraan tak
lain merupakan kriteria, kami berpendapat bahwa skala kiraan ter-'
sebut merupakan Pengetahuan Konseptual. Presentasi siswa didasar-
kan pada Pengetahuan Faktual. Lebih lanjut, kami melihat bahwa siswa
diharapkan untuk menggunakan skala kiraan tersebut dalam me-
rencanakan presentasi mereka. Maka, kami berpendapat kategori-
proses kognitif yang tepat untuk aktivitas ini adalah Mencipta. Dan,
tujuan aktivitas pembelajaran ini adalah mencipta [berdasarkan]
pengetahuan konseptual dan pengetahuan faktual (sebab pengetahuan
faktual berisikan bahan mentah untuk membuat laporan tertulis).
Rangkuman analisis kami atas seluruh aktivitas pembelajaran
dengan Tabel Taksonomi ditunjukkan pada Tabel 13.2.

330 Pembelajaran, Pengajaran, clan Asesmen


Tabel 13.2. Analisis Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan dengan Tabel Taksonoml Berdasarkan Aktlvitas-aktivitas Pembelajarannya

Dimensi Proses Kogmtif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

A. Aktivitas-aktivitas Tujuan 3: Tujuan 4


Pengetahuan Pelajaran 2 Aktivitas-aktivitas
Faktual Pelajaran 17-20;
Aktivitas-aktivitas
Pelajaran 21-30
/
Bab 13 : Sketsa Pembelajaran M em ilis Laporaa

B. Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas Tujuan 1; Aktivitas-aktivitas Tujuan 3: Tujuan 4


Pengetahuan Pelajaran 1 Pelajaran 2 Tujuan 2 Pelajaran 4; Aktivitas- Aktivitas-aktivitas
Konseptual Aktivitas-aktivitas aktivitas Pelajaran Pelajaran 17-20,
Pelajaran 3,4. 9 17-20 Aktivitas-aktivitas
Pelajaran 21-30

C. A k tiv ita s -a k tiv ita s


Pengetahuan Pelajaran 3, 4; Aktivi­
Prosedural tas-aktivitas Pelajaran
9-14; Aktivitas-aktivi­
tas Pelajaran 16
332

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M engingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen

D.
Pengetahuan
Metakognitif '

Keterangan:
Tujuan 1 = Memilih sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan menulis laporan tentang tokoh terkenal dalam sejarah Amerika.
Tujuan 2 = Memilih informasi tentang tokoh terkenal dalam sejarah Amerika yang relevan dengan tujuan-tuju'an laporan tertulis dan lisan siswa.
Tujuan 3 = Menulis teks inform al yang menjelaskan kepada teman-teman mereka dan anggota komunikasi sekolah aspek-aspek penting dalam
kehidupan tokoh terkenal dalam sejarah Amerika dan yang memuat pendapat siswa tentang bagaimana pengaruh kontribusi-kontribusi
tokoh tersebut pada masyarakat.
Tujuan 4 = Mempresentasikan sebagian isi tulisannya di depan kelas.

Catatan: Seperti telah dibahas sebelumnya, aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan Pelajaran 5-8 dan 15 tidak dianalisis dengan Tabel
Taksonomi.
BAGIAN 3: ASESMEN
Saya mengases dan mengevaluasi pembelajaran siswa pada unit
ini. Secara khusus, saya mengases dan melatih mereka dalam meng-
gunakan prosedur penelitian, dalam mengevaluasi sumber-sumber
informasi, dalam memilih tema, dan dalam menulis laporan. Mana-
kala mereka membutuhkanbimbingan tambahan secara individual,
saya mengajari mereka secara eksplisit supaya mereka lebih paham.
Di sini, saya mengandalkan penilaian dari kolega saya, ahli media,
yang mengamati perkembangan siswa secara sangat cermat.
Saya juga secara saksama mengamati siswa ketika mereka men-
cari dan memilih informasi tentang tokoh-tokoh terkenal Amerika
yang mereka pelajari. Sebagian siswa memanfaatkan perpustakaan
dan internet dengan mahir untuk mencari informasi. Sebagian siswa
lainnya kurang mahir. Saya terus melatih siswa-siswa yang meng-
alami kesulitan, dan meminta siswa-siswa yang mahir untuk mem-
bantu teman-teman merek<r yang kurang mahir. Setelah berkonsultasi
dengan ahli medianya dan mempelajari catatan-catatan saya, saya
menyimpulkan bahwa kemampuan hampir setiap anak dalam men­
cari informasi meningkat pada akhir pengajaran unit ini.
Si ahli media dan saya sangat memerhatikan keputusan-ke-
putusan siswa dalam memilih sumber-sumber informasi untuk pem-
buatan laporan mereka. Sebagian siswa membutuhkan bantuan dari
teman mereka. Proses pemilihan sumber informasi terkendala oleh
faktor "relevansi" dan juga "aksesibilitas". Beberapa siswa dapat me­
milih sumber-sumber informasi yang relevan, tetapi level bacaan
sumber-sumber ini terlalu sulit bagi mereka. Di sini, bantuan indi­
vidual menjadi sangat pen ting. Namun, pada akhir pengajaran, kami
yakin bahwa sebagian besar siswa sudah menangkap ide "relevansi"
dalam memilih bahan-bahan tulisan mereka.
Untuk mengevaluasi tujuan ketiga dan tujuan keempat, saya
menggunakan Primary Trait Scoring Guide (lihat Lampiran D) dan
skala kiraan untuk laporan lisan (Lampiran B) secara berurutan.
Hasilnya menunjukkan bahwa kebanyakan siswa sudah mencapai
dua tujuan tersebut, tetapi sebagian siswa lainnya belum. Saya men-
cermati usaha-usaha mereka yang belum mencapai tujuan-tujuan

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan 333


tersebut untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan mereka. Unit
ini diajarkan sejak awal Maret, dan tersedia waktu dalam unit-unit
pelajaran selanjutnya untuk mengajarkan ulang sebagian keterampil-
an dan pengetahuan penting ini.

Komentar
Asesmen informal dan formal dilakukan terhadap pembelajaran
siswa. Asesmen informal dilakukan dalam Pelajaran 3, 10, 11, dan
16. Pada Pelajaran 3, asesmennya terfokus pada keterampilan men-
catat (yaitu, cara membuatcatatan). Asesmen ini menilai proses kog-
nitif mengaplikasikan pengetahuan prosedural. Pada Pelajaran 10 dan
11, asesmennya terfokus pada kemampuan siswa dalam mencari
tema (yakni, menganalisis informasi dalam catatan-catatan mereka).
Asesmen ini menilai proses kognitif menganalisis pengetahuan konsep-
tual (Pengetahuan Konseptual yang digunakan dalam tema-temanya
atau kategori-kategorinya yang dibuat oleh siswa). Asesmen pada
Pelajaran 16 terfokus pada penyusunan bibliografi oleh siswa. Pe-
nyusunan bibliografi ini menekankan jumlah sumber bacaan dan
level bacaarmya. Oleh karena asesmen ini jelas menilai dua tujuan
pertama, kami mengklasifikasikannya sebagai menganalisis pengetahu­
an konseptual (meskipun, seperti telah disebutkan dalam pembahasan
kami atas tujuan-tujuan pembelajarannya, terdapat pula proses kog­
nitif mengaplikasikan pengetahuan prosedural).
Dua asesmen formal dilakukan terhadap laporan tertulis dan
presentasi lisan siswa. Dalam menganalisis dua asesmen ini, kami
memusatkan perhatian pada Primary Trait Scoring Guide (Lampiran
D) dan skala kiraan yang dipakai untuk mengevaluasi laporan lisan
(Lampiran B). Keduanya merupakan kerangka konseptual yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas produk buatan siswa.
Perlu dicatat bahwa pelaku "mengevaluasi" di sini adalah guru,
bukan siswa. Apa yang dievaluasi adalah produk-produk yang di­
buat oleh siswa. Produk-produknya berisi Pengetahuan Faktual (de-
tail-detailnya) dan Pengetahuan Konseptual (tema-temanya). Oleh
karena itu, asesmen ini menilai proses kognitif mencipta [berdasarkan]

334 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pengetahuan faktu al dan konseptual. Maka, kami menempatkan
tujuan-tujuan tersebut dalam kotak A6 (mencipta [berdasarkan]
pengetahuan faktual) dan B6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan
konseptual). Rangkuman analisis kami atas asesmen informal dan
formal ini ditunjukkan pada Tabel 13.3.

BAGIAN 4 : KOMENTAR PENUTUP


Pada bagian ini, kami akan menilik dan mengomentari sketsa
pembelajaran Menulis Laporan ini dengan empat pertanyaan pokok:
pertanyaan tentang pembelajaran, pertanyaan tentang instruksi,
pertanyaan tentang asesmen, dan pertanyaan tentang kesesuaian di
antara ketiga komponen itu.

Pertanyaan tentang Pembelajaran


\

Sebagaimana tampak dari judul sketsa pembelajaran ini, unit


pelajarannya adalah menulis laporan. Seluruh tujuan unit ini ialah
siswa belajar menulis makalah hasil penelitian (research paper) dan
belajar mempresentasikan sebagian isi makalahnya secara lisan.
Tujuan ini tampak jelas pada Tujuan 3 dan 4 (lihat Tabel 13.1). Tujuan
pokok ini dapat dimasukkan dalam kotak A6 dan B6 dalam Tabel
Taksonomi (mencipta [laporan tertulis dan presentasi lisan berdasar­
kan] pengetahuan faktual dan pengetahuan konseptual). Dalam konteks
seluruh unit pelajarannya, Tujuan 1 dan 2 merupakan prasyarat atau
fasilitator untuk mencapai Tujuan 3 dan 4, tetapi prasyarat atau fasili-
tator ini sangat penting. Setelah siswa mencapai dua tujuan pertama,
berarti mereka sudah menguasai "bahan mentah" yang mereka
butuhkan untuk mencapai Tujuan 3 dan 4. Akan tetapi, untuk men­
capai Tujuan 1 dan 2, siswa harus dapat Menganalisis bahan-bahan
itu berdasarkan relevansi, signifikansi, dan level bacaannya untuk
kelas empat SD. Untuk dapat menganalisis, mereka harus mengerti
apa makna "relevansi", "signifikansi", dan "level bacaan"; artinya,
mereka membutuhkan Pengetahuan Konseptual.

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan 335


336
Tabel 13.3. Analisis Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan dengan Tabel Taksonomi Berdasarkan Asesmennya

Dimensi Proses Kognitif


Dimensi
1. 2. 3. 4.
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen

Pengetahuan 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
A. Aktivitas-aktivitas Tujuan 3; Tujuan 4
Pengetahuan Pelajaran 2 Aktivitas-aktivitas
Faktual Pelajaran 17-20;
Aktivitas-aktivitas
Pelajaran 21-30;
Asesmen F1, F2

B. Aktivitas-aktivitas Aktivitas-aktivitas Tujuan 1; Tujuan 2 Aktivitas-aktivitas Tujuan 3;Tujuan 4


Pengetahuan Pelajaran 1 Pelajaran 2 Aktivitas-aktivitas Pelajaran 4; Aktivitas- Aktivitas-aktivitas
Konseptual Pelajaran 3,4, 9; aktivitas Pelajaran 17- Pelajaran 17-20;
Asesmen 2, 3 20 Aktivitas-aktivitas
Pelajaran 21-30;
/ asesmen F1, F2

C. A k tiv ita s -a k tiv ita s


Pengetahuan Pelajaran 3,4;
Prosedural A k tiv ita s -a k tiv ita s
Pelajaran 9-14;
A k tiv ita s -a k tiv ita s
Pelajaran 16;
Asesmen 1,3

T
Dimensi Proses Kognitif
Dimensi
Pengetahuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

D.
Pengetahuan
Metakognitif
Bab 13 : Sketsa Pembelajaran M enulis Laporan

Keterangan: /
Tujuan 1 = Memilih sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan menulis laporan tentang tokoh terkenal dalam sejarah Amerika.
Tujuan 2 = Memilih informasi tentang tokoh terkenal dalam sejarah Amerika yang relevan dengan tujuan-tujuan laporan tertulis dan lisan siswa.
Tujuan 3 = Menulis teks informatif yang menjelaskan kepada teman-teman mereka dan anggota komunikasi sekolah aspek-aspek penting dalam
kehidupan tokoh terkenal dalam sejarah Amerika dan yang memuat pendapat siswa tentang bagaimana pengaruh kontribusi-kontribusi
tokoh tersebut pada masyarakat.
Tujuan 4 = Mempresentasikan sebagian isi tulisannya di depan kelas.
Asesmen 1,2, dan 3 mengacu pada tiga asesmen informal yang terpisah; asesmen F1 (laporan tertulis) dan F2 (presentasi lisan) mengacu pada
dua asesmen formal.
Catalan : Seperti telah dibahas sebelumnya, aktivitas-aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan Pelajaran 5-8 dan 15 tidak dianalisis dengan
Tabel Taksonomi.
Kotak-kotak yang berwarna hitam menunjukkan kesesuaian yang paling tinggi di antara ketiga komponen—tujuan, aktivitas pembelajaran, dan
asesmen terdapat di dalam kotak yang sama. Kotak-kotak yang berwarna lebih terang menunjukkan dua komponennya terdapat dalam kotak yang
sama.
Pertanyaan tentang Instruksi
Aktivitas-aktivitas pembelajaran awal (Pelajaran 1 dan 2) di-
maksudkan untuk mengenalkan unit ini kepada siswa (lihat Tabel
13.2). Ms. Vandie menjelaskan kepada siswa kriteria-kriteria yang
akan digunakan untuk mengevaluasi produk-produk akhir mereka,
dan mereka mulai mengeksplorasi bagaimana cara memilih infor-
masi-informasi yang dibutuhkan untuk menyusun produk-produk
akhir mereka.
Seperti ditunjukkan pada Tabel 13.2, banyak pelajaran di-
maksudkan untuk mengaplikasikan pengetahuan prosedural. Gurunya
mengharapkan siswa untuk melakukan tiga langkah, dari mencari
sumber-sumber informasi yang sudah tersedia sampai menulis lapor-
an: (1) mencatat, (2) mengelompok-ngelompokkan catatan-catatan
berdasarkan tema-temanya, dan (3) menamai setiap kelompok tema-
nya. Dalam pelajaran-pelajaran ini, gurunya memberi contoh pe-
laksanaan tiga langkah tersebut. Gurunya juga memberi bantuan
individual (yakni, "melatih") kepada siswa-siswa yang tidak dapat
mengaplikasikan langkah-langkah itu. Perlu diperhatikan bahwa
prosedur tiga langkah ini mengasumsikan bahwa bahan-bahannya
telah dipilihkan sesuai dengan kebutuhan siswa. Asumsi ini didasar-
kan pada penjelasan gurunya tentang Pelajaran 15 dan 16. Agaknya,
banyak siswa belum dapat mencari sumber-sumber informasi yang
tepat dalam jumlah yang memadai.
Pada separuh pengajaran unit ini (Pelajaran 17-20), penekanan-
nya beralih ke tujuan-tujuan yang lebih kompleks: mengevaluasi
[berdasarkan] pengetahuan konseptual, dan mencipta [berdasarkan]
pengetahuan konseptual. Format pelajarannya adalah "Lokakarya
Menulis". Siswa menulis laporan dan mengkritisi draf-draf laporan
teman-teman mereka.
Pada sepuluh hari terakhir pengajaran unit ini, siswa menyiap-
kan presentasi lisan dan mempresentasikan sebagian laporan tertulis
mereka. Siswa menggunakan skala kiraan untuk menyiapkan pre­
sentasi lisan mereka (lihat Lampiran B). Merencanakan adalah proses
kognitif dalam kategori Mencipta; skala kiraannya merupakan kriteria
(Pengetahuan Konseptual). Namun, siswa memiliki Pengetahuan Faktual

338 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tentang tokoh-tokoh terkenai Amerika yang telah mereka pelajari,
yang tertata sesuai dengan tema-tema yang mereka identifikasi (Pe­
ngetahuan Konseptual). Maka, kami mengklasifikasikan aktivitas-
aktivitas pembelajaran selama dua pekan ini sebagai menciptn [ber-
dasarkan] pengetahuan faktual dan konseptual.

Pertanyaan tentang Asesmen


Asesmen formal dan informal digunakan. Seperti tampak dalam
Tabel 13.3, asesmen informalnya menilai proses-proses kognitif meng-
amlisis pengetahuan konseptual dan mengaplikasikan pengetahuan pro­
cedural. Menariknya, menganalisis pengetahuan konseptual merupakan
bagian integral dari Pengetahuan Konseptual yang diajarkan kepada
siswa untuk dipraktikkan. Maka, di sini satu tujuan (menganalisis
pengetahuan konseptual) melekat pada tujuan lain (mengaplikasikan
pengetahuan prosedural). Tabel 13.3 memperlihatkan bahwa asesmen
informalnya memberi informasi kepada guru tentang tingkat pen-
capaian dua tujuan pertamanya oleh siswa.
Berkebalikan dengan asesmen informal, asesmen formal ter-''
fokus pada dua tujuan terakhir. Yang menarik adalah penggunaan
skala kiraan dan rubrik penskoran yang bersifat generik untuk
mengases Tujuan 3 dan 4. Pendekatan yang bersifat generik berisiko
menghilangkan kriteria-kriteria yang spesifik dalam tujuan-tujuan-
nya (yakni, "bagaimana pengaruh kontribusi-kontribusi tokoh ter-
sebut pada masyarakat" pada Tujuan 3 dan "informasi penting
tentang sebagian kehidupan si tokoh" pada Tujuan 4),

Pertanyaan tentang Kesesuaiannya


Tabel 13.3 memberi informasi yang kami butuhkan untuk mem-
bahas masalah kesesuaian antara tujuan, aktivitas pembelajaran dan
asesmennya. Sebenarnya, sebagian masalah ini telah dibahas dalam
komentar-komentar sebelumnya. Dalam mengomentari masalah
pembelajaran, misalnya, kami mengatakanbahwa aktivitas-aktivitas
pembelajaran awal memberi siswa pandangan umum tentang unit
ini. Maka, tidaklah mengejutkan bahwa aktivitas-aktivitas pem-

Bab 13 : Sketsa Pembeiajaran Menulis Laporan


toelajaran itu tidak sesuai dengan tujuan-tujuan atau asesmen-
asesmermya. Demikian pula, dalam membahas masalah asesmennya,
kami menulis bahwa asesmen informal bersesuaian dengan dua tuju-
an pertamanya, sedangkan asesmen formalnya bersesuaian dengan
dua tujuan terakhirnva.
Kesesuaian yang kuat tampak pada kotak A6 (mencipta [ber­
dasarkan] pengetahuanfaktual), B4 (menganalisis [berdasarkan] penge-
tahuan konseptnal), dan B6 (mencipta [berdasarkan] pengetahuan konsep-
tual). Setiap kotak ini memiliki minimal satu bagian dari tujuan,
aktivitas pembelajaran, dan asesmennya. Sebaliknya, ketidaksesuai-
annya tampak pada kotak C3 (mengaplikasikan pengetahuan prosedural)
dan khususnya B5 (mengevaluasi [berdasarkan] pengetahuan konsep-
tnal). Namun, meskipun kotak C3 berisikan sembilan pelajaran dan
dua asesmen informal, tanpa tujuan yang eksplisit, kotak tersebut
berkaitan erat dengan kotak B4. Sama halnya, kotak B5 berisikan
lima pelajaran, tidak mempunyai tujuan yang eksplisit, dan tidak
pula mengandung asesmen informal atau formal, tetapi berkaitan
dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran pada kotak A6 dan B6.

BAGIAN 5: PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP


Dalam menganalisis semua sketsa pembelajaran, kami masih
memiliki beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Dua pertanyaan
paling penting yang belum terjawab dalam menganalisis sketsa
pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pem­
belajaran Pengetahuan Prosedural yang melibatkan proses-proses
kognitif yang lebih kompleks? Salah satu penekanan utama
dalam unit pelajaran ini adalah siswa mengaplikasikan tiga
langkah dari mencari "informasi mentah" sampai informasi
yang disusun untuk menulis laporan. Prosedurnya adalah
mencatat, menata catatan-catatan itu berdasarkan topik atau
temanya, dan menamai kelompok temanya. Langkah mencatat
melibatkan proses membedakan bagian-bagian informasi yang
relevan dari yang tidak relevan. Menata atau mengorganisasi
melibatkan proses menentukan bagaimana elemen-elemennya

340 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


(yakni, catatan-catatannya) tertata dalain suatu struktur. Maka,
dua dari tiga langkahnya melibatkan proses-proses kognitif
dalain kategori Menganalisis. Dalam beberapa tulisan Ms. Vandie
di atas, ia menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam
mengaplikasikan langkah-langkah tersebut. Berdasarkan ana-
lisis kami, kesulitan ini paling mungkin terjadi dalam Meng­
analisis, bukan Mengaplikasikan. Apa yang dapat kita lakukan
untuk membantu siswa mengembangkan proses-proses kognitif
yang mereka butuhkan untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan
pmsedural?
2. Dalam mengases tujuan-tujuan yang termasuk dalam kategori
proses kognitif Mencipta, seberapa penting kritei'ia evaluasi
untuk mengevaluasi komponen pengetahuan dalam tujuan
pembelajarannya? Kami telah mengatakan bahwa skala kiraan
dan rubrik penskorannya berisikan kriteria-kriteria yang cukup
umum. Siswa mungkin akan memperoleh manfaat jika menge-
tahui kriteria-kriteria tersebut ketika mereka menulis laporan
atau menyiapkan presentasi lisan mereka. Menurut kerangka
pikir kami, pengetahuan tentang kriteria yang digunakan untuk
mengevaluasi adalah Pengetahuan Konseptual. Pengetahuan
tentang kriteria evaluasi mesti dibedakan dari pengetahuan
tentang kriteria untuk menentnkan kapan hams menggunakan pro-
sedur yang tepat, yang merupakan komponen dari Pengetahuan
Pmsedural (lihat pembahasan tentang Pengetahuan Prosedural
pada Bab 4). Sekali lagi, pengetahuan tentang kriteria evaluasi
merupakan Pengetahuan Konseptual. Dalam menata informasi
yang siswa peroleh dari bacaan-bacaan tentang tokoh terkenal
Amerika, siswa menempatkan informasi yang relevan dalam
kategori-kategori berdasarkan tema-temanya. Pengetahuan
tentang kategori-kategori ini juga merupakan Pengetahuan
Konseptual. Skala kiraan dan rubrik penskorannya berisikan
kriteria-kriteria yang hanya relevan dengan pengetahuan
tentang kriteria evaluasi, bukan dengan pengetahuan tentang
kategori isi. Apakah tema-tema tadi menyatu dengan kriteria-
kriteria evaluasinya? Apakah nama-nama kategorinya secara

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan 341


akurat dan tepat merepresentasikan informasi yang terkandung
di dalamnya? Seberapa penting skala kiraan dan rubrik pen-
skorannya harus memuat setidaknya beberapa kriteria yang
relevan dengan Pengetalnian Konseptual— pengetahuan tentang
prinsip-prinsip dan generalisasi? ■

342 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lampiran A: Kriteria Penulisan Level Menengah

N o. P engem bangan P en g o r g a n isa sia n D ik si Struktur Kalimat T ata T u lis

4 Tulisan saya mengan- Tulisan saya berisikan Kata-kata saya bervariasi. Saya menulis kalimat- Saya memakai tanda-
dung inform asi-infor- pendahuluan, isi, dan ke- kalimat yang lengkap. tanda baca berikut de­
masi yang sangat detail. simpulan. Saya memakai kata sifat ngan benar:
deskriptif, kata kerja, dan Saya memulai kalimat huruf kapital
Informasi-informasi de- Saya memakai kata-kata kata keterangan. dengan beragam cara.
tailnya dijelaskan de- penghubung untuk me- / titik, koma.apostrof, dan
Bab 13 : Sketsa Pembelajaran M enulis Laporan

ngan baik. ngaitkan bagian awal. Kalim at-kalim at saya tanda kutip
tengah dan akhir secara dapat dipahami.
In fo rm a s i-in fo rm a s i logis. subjek, predikat, dan
detailnya menjelaskan kata ganti
topiknya.
ejaan

3 In fo rm a s i-in fo rm a s i Tulisan saya berisikan pen­ Kata-kata saya biasanya Saya biasanya menulis Saya biasanya memakai
detailnya spesifik. dahuluan. isi, dan penutup. bervariasi. kalim at-kalim at yang tanda-tanda baca berikut
lengkap. dengan benar:
huruf kapital
344

N o. P engem bangan P e n g o r g a n isa sia n D ik si Struktur Kalimat T ata T u lis

In fo rm a s i-in fo rm a s i Informasi-informasi detail­ Saya memakai beberapa Saya biasanya memulai titik, koma, apostrof, dan
Pem belajaran, Pengajaran, dan Asesmen

detailnya biasanya di- nya ditulis secara sis- kata sifat deskriptif, kata kalimat dengan bera- tanda kutip
jelaskan dengan baik tem atis dan dapat di- kerja, dan kata keterang- gam cara.
pahami. an. subjek, predikat, dan
Informasi-informasi de­ Kalim at-kalim at saya kata ganti
tailnya biasanya men- selalu dapat dipahami.
jelaskan topiknya. ejaan

2 Tulisan saya mengan- Tulisan saya tidak me- Saya kadang mengulang- Saya kadang menulis Saya kadang memakai
dung beberapa infor- ngandung pendahuluan, ulang kata atau ide. kalim at-kalim at yang tanda-tanda baca
masi yang mendetail. atau isi, atau penutup. lengkap. berikut dengan benar:
Saya membutuhkan lebih huruf kapital
Sebagian informasi de­ Sebagian informasi dptail- banyak kata deskriptif dan Saya sering memulai
tailnya tidak tepat. nya ditulis dengan sis- kata kerja. kalimat dengan cara yang titik, koma, apostrof,
tematis. sama. dan tanda kutip
Sebagian inform asi
detailnya perlu dijelas- subjek, predikat, dan
kan. kata ganti

Saya kadang terfokus ejaan


pada topiknya.
N o. P en g e m b a n g a n P e n g o r g a n isa sia n D ik si Struktur Kalimat T ata T u lis

1 Tulisan saya mengan- Tulisan saya tidak berisi- Saya sering mengulang Kalim at-kalim at saya Saya lupa memakai
dung sedikit atau tidak kan pendahuluan, isi, atau kata yang sama. tidak lengkap. tanda-tanda baca ber-
mengandung informasi penutup. ikutdengan benar:
yang detail. Saya tidak menggunakan huruf kapital
Tulisan saya tidak sis- beberapa kata.
Tulisan saya sangat tematis. titik, koma, apostrof,
pendek. Saya perlu mepnakai kata dan tanda kutip
deskriptif dan kata kerja.
Bab 13 : Sketsa Pembelajaran M enulis Laporan

Saya tidak terfokus pada subjek, predikat, dan


topiknya. kata ganti

ejaan
Lam piran B: Berbicara

Nama siswa:______________________ Topik pembicaraan:_________________ _______


Petunjuk: Nilailah keterampilan berbicara siswa dengan skor 1-4 pada setiap kriteria di bawah
ini. Tulislah komentar tambahan di bagian bawah.

Perlu Cukup Baik Baik


diingatkan Sekali

Keterampilan berbicara
Melihat audiens saat berbicara 1 2
Sikap badannya baik 1 2
Berbicara dengan jelas 1 2
Nada dan volume suaranya tepat 1 2
Mengucapkan kata-kata dengan jelas 1 2
Memakai jeda dan gerak tubuh secara efektif 1 2
Tidak gelisah saat berbicara 1 2
Tidak tersendat-sendat (misalnya, “e", “em”) 1 2
Berbicara secara sistematis 1 2
Berbicara dengan tujuan yang jelas:
untuk memberi informasi 1 2
untuk menghibur 1 2
untuk memberi petunjuk 1 2
untuk memengaruhi 1 2
untuk m engungkapkan perasaan dan
pendapat pribadi 1 2

Strategi Presentasi
2 3 4
Memilih topik dan bahan yang tepat
2 3 4
Menyiapkan presentasi secara efektif
2 3 4
Menata informasi secara efektif
2 3 4
Memakai alat bantu visual secara tepat
2 3 4
Tujuan presentasi tercapai
2 3 4
Memakai kosakata yang tepat
2 3 4
Berbicara sesuai dengan tujuan dan audiens
2 3 4
Mengekspresikan diri secara efektif

Komentar

346 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lampiran C: Ceklis Revisi dan Penyuntingan

____Apakah saya menulis sesuai dengan topiknya?

____Apakah saya terfokus pada topik yang telah ditentukan?

____Apakah saya menuliskan informasi-informasi yang mendetail?

____Apakah saya memberi contoh atas informasi-informasi detailnya?

____Apakah saya menulis secara sistematis?

____ Apakah ide-ide yang saya tulis jelas bagi orang lain?

____Apakah saya memilih kata-kata secara teliti untuk mengungkapkan apa yang ingin
saya tulis?

____Apakah saya menulis kalimat yang lengkap?

____Apakah saya memakai ejaa"n, tata bahasa, huruf besar, dan tanda-tanda baca
dengan benar?

Sumber: Delaware Department of Education.

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menulis Laporan 347


Lam piran D: Prim ary Trait Scoring: M enulis Laporan

Nama: Tanggal:
Poin: Skor:
Isi: Bentuk:
4 = Selalu 40-37 = Baik sekali 48-45 = Baik sekali
3 = Biasanya 36-34 = Baik 44-41 = Baik
2 = Kadang-kadang 33-31 = Cukup 40-37 = Cukup
1 = Jarang 30-28 = Perlu ditingkatkan 36-34 = Perlu ditingkatkan
0 = Tidak pernah 27-0 = Tidak memuaskan 33-0 = Tidak memuaskan

Isi:
1. Apakah topiknya terfokus?
2. Apakah audiensnya tertarik pada laporan ini?
3. Apakah laporan ini sistematis (pendahuluan, isi, kesimpulan)
4. Apakah pendahuluannya mengungkapkan pokok pikiran laporannya?
5. Apakah fakta-fakta dalam laporan sesuai dengan topiknya?
6. Apakah penutupnya merangkum, memberi solusi, atau menjawab
pertanyaan audiens?
7. Apakah pendapat penulisnya tampak jelas?
8. Apakah laporannya dapat dipahami?
9. Apakah ada bukti hasil penelitian (sumber tulisan, wawancara)?
10. Apakah pengalaman atau pengetahuan penulis sebelumnya ditulis?
V

Jumlah

348 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Bentuk:
1. Apakah laporannya diberi judul?
2. Apakah baris pertama setiap paragraf menjorok ke dalam?
3. Apakah setiap bentuk kata kerjanya benar?
4. Apakah setiap kata ganti dipakai dengan benar?
5. Apakah semua kata penting dalam judulnya diawali dengan huruf kapital?
6. Apakah setiap kalimatnya diawali dengan huruf kapital?
7. Apakah kata-kata benda tertentu diawali dengan huruf kapital?
8. Apakah setiap kalimat diakhiri dengan tanda baca yang benar?
9. Apakah terdapat tanda-tanda baca di tempat yang membutuhkan?
10. Apakah penulisan ejaan setiap kata benar?
11. Apakah formatnya benar?
12. Apakah terdapat gambar pendukung?

Jumlah

Bab 13 : Sketsa Pembelajaran Menu Ms Laporan


Bab 14

Mengurai
Masalah-masalah Pelik
dalam Pembelajaran
di Kelas

K ami yakin bahwa taksonomi edisi revisi ini memberi banyak


manfaat untuk membahas empat pertanyaan dasar yang telah kami
sebutkan di Bab 1, yaitu:
1. Apa yang perlu dipelajari oleh siswa dari belajar di sekolah dan
ruang kelas dalam waktu yang terbatas? (pertanyaan tentang
pembelajaran).
2. Bagaimanakah rencana dan pelaksanaan pembelajaran yang
dapat menghasilkan level-level belajar yang tinggi bagi banyak
siswa? (pertanyaan tentang pembelajaran).
3. Bagaimanakah guru memilih atau merancang instrumen-instru-
men dan prosedur-prosedur asesmen yang menghasilkan infor-
masi akurat tentang seberapa bagus hasil belajar siswa? (per­
tanyaan tentang asesmen).
4. Bagaimanakah guru yakin bahwa tujuan, aktivitas pembelajar­
an, dan asesmennya saling bersesuaian? (pertanyaan tentang
kesesuaian semua komponennya).

Pada bagian akhir dari setiap sketsa pembelajaran di Bab 8-13,


kami secara ringkas membicarakan empat pertanyaan dasar ini.

350 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Analisis kami atas sketsa-sketsa tersebut, juga diskusi kami yang
intensif dalam pertem uan-pertem uan selama beberapa tahun
terakhir, bermuara pada kesimpulan-kesimpulan yang berkaitan
dengan empat pertanyaan itu. Dalam bab ini, kami membahas
sembilan kesimpulan.
Dua kesimpulan di antaranya bertalian dengan pertanyaan
tentang pembelajaran.
1. Transfer dan retensi adalah dua tujuan pembelajaran yang
penting. Di sini, proses-proses kognitif yang lebih kompleks
sangat bermanfaat. Proses-proses kognitif yang lebih kompleks
ditransfer dari konteks tempat proses-proses itu dipelajari ke
konteks lainnya. Setelah siswa mengembangkan proses-proses
kognitif tersebut, proses-proses kognitif tadi disimpan di
memori dalam jangka waktu yang cukup panjang. Proses-proses
kognitif itu juga dapat digunakan sebagai aktivitas-aktivitas
untuk memudahkanpencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang
berupa proses-proses kognitif yang kurang kompleks. Dalam
kasus yang disebut terakhir ini, pembelajaran proses kognitif
yang kompleks menjadi cara untuk mencapai tujuan, bukan
tujuan itu sendiri.
2. Proses-proses kognitif berbeda-beda, demikian pula jenis-jenis
pengetahuannya. Pengetahuan dan proses-proses kognitif
menentukan apa yang sebenarnya dipelajari oleh siswa. Pilihan
jenis pengetahuan kerap kali menentukan proses (-proses)
kognitifnya. Sama halnya, pilihan proses kognitifnya acap'kali
menentukan jenis-jenis pengetahuannya.

Dua kesimpulan berhubungan dengan pertanyaan tentang


instruksi.
1. Jenis-jenis pengetahuan tertentu biasanva berpasangan dengan
proses-proses kognitif tertentu. Mengingat adatnya berpasangan
dengan Pengetahuan Faktual, Memahami dengan Pengetahuan Kon-
septnal, dan Mengnplikasikan dengan Pengetahuan Prosedural. Guru
yang memahami dan membuat pasangan-pasangan ini dapat
membuat rencana pembelajaran dan mengajar secara lebih efektif.

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 351'


2. Ketidakmampuan untuk membedakan aktivitas-aktivitas pem-
belajaran dari tujuan-tujuan pendidikan dapat berpengaruh
negatif bagi pembelajaran siswa. Apabila fokusnya adalah
aktivitas-aktivitas, siswa akan lebih tertarik untuk melakukan
aktivitasnya ketimbang untuk belajar dari aktivitas tersebut.
Lantaran pengalaman merupakan guru yang paling baik, siswa
harus belajar dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Dua kesimpulan berkaitan dengan pertanyaan tentang asesmen.
1. Asesmen mempunyai beragam tujuan, dua tujuan pokok di
antaranya adalah meningkatkan pembelajaran siswa (asesmen
formatif) dan menentukan nilai siswa yang mencerminkan
tingkat pembelajarannya (asesmen sumatif). Keduanya pen ting
dan bermanfaat untuk meningkatkan instruksi dan pembelajar­
an.
2. Asesmen eksternal (misalnya, ujian nasional) berpengaruh
positif dan negatif pada pembelajaran di kelas. Guru mencari
cara-cara positif dan konstruktif untuk menyesuaikan pem­
belajaran dengan asesmen eksternal.

Tiga kesimpulan bertalian dengan pertanyaan tentang kesesuai-


annya.
1. Jika asesmen tidak sesuai dengan fujuan, asesmennya tidak
dapat memberi bukti yang jelas tentang pembelajaran siswa
yang diinginkan. Guru harus memastikan bahwa asesmen
sesuai dengan tujuannya.
2. Apabila aktivitas-aktivitas pembelajaran tidak sesuai dengan
asesmen, hasil asesmennya mungkin menunjukkan bahwa pem­
belajarannya tidak efektif. Gurunya mungkin mengajar dengan
sangat baik, dan siswa-siswanya belajar dengan sangat baik
pula, tetapi asesmen-asesmen yang tidak bersesuaian dengan
pembelajarannya tidak dapat menangkap efektivitas pem­
belajaran tersebut. Siswa barangkali tidak mempelajari materi-
materi yang diases. Atau, boleh jadi siswa kemudian diajari
materi-materi yang akan diases, bukan apa yang seharusnya
diajarkan.

352 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


3. Kalau aktivitas-aktivitas pembelajaran tidak bersesuaian dengan
tujuan, siswa terlibat aktif dalam aktivitas-aktivitas pembelajar­
an itu, tetapi tidak mencapai hasil-hasil belajar yang diharapkan.
Tujuan seharusnya dicapai dengan aktivitas-aktivitas pem­
belajaran.

Selanjutnya, kami akan membahas setiap kesimpulan tersebut


secara mendetail. Skema pembahasannya untuk setiap kesimpulan
pada dasarnya sama. Kami mulai dengan mengembalikan setiap ke­
simpulan pada praktik pengajaran dan mengambil contoh dari
sketsa-sketsa di atas. Kemudian, kami jelaskan mengapa kesimpul-
an-kesimpulan itu pentingbagi guru. Lalu, kami tunjukkan manfaat
Tabel Taksonomi dalam menggunakan pengetahuan yang terdapat
dalam kesimpulan itu.

KESIMPULAN PERIHAL PEMBELAJARAN


\

Menggunakan Proses-proses Kognitif yang Kompleks untuk


Mencapai Tujuan-tujuan yang Sederhana
Dalam sketsa pembelajaran Undang-Undang (Bab 11), gurunya
m enggabungkan pengajaran menulis persuasi ke dalam unit
pelajaran ten tang dampak pajak-pajak Raja George pada penduduk
Amerika yang terjajah pada 1760-an dan 1770-an. Mengapa gurunya
melakukan hal itu? la berpendapat bahwa siswa akan lebih me-
mahami dampak pajak-pajak tersebut jika mereka masuk ke dalam
sejarah Amerika dengan menulis tajuk rencana yang bergaya per-
suasif dari perspektif penjajah atau terjajah. Untuk menguasai
Pengetahuan Konseptual dan Pengetahuan Prosedural yang rnesti ada
dalam tulisan persuasif, dalam menulis tajuk rencana, siswa Meng-
analisis, Mengevaluasi, dan Mencipta berdasarkan materi unit pelajar­
an itu. Namun, aktivitas-aktivitas yang melibatkan kategori-kategori
proses kognitif yang kompleks bukanlah tujuan. Aktivitas-aktivitas
tersebut menjadi cara untuk mencapai tujuan-tujuan pokok unit
pelajarannya —memahami dampak pajak-pajak Raja George pada
penduduk Amerika yang terjajah. Dengan perkataan lain, aktivitas-

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 353


aktivitas Menganalisis, Mengevalnasi, dan Mencipta dimaksudkan agar
siswa lebih Memahami.
Sketsa-sketsa lainnya berisikan contoh-contoh serupa. Inti dari
sketsa pembelajaran Gunung Berapi (Bab 12) adalah "restrukturisasi
konsep dan pembelajaran yang bermakna". Unit pelajaran ini dimulai
dengan guru meminta siswa menggambar gunung berapi. Gambar
ini tentu saja memperlihatkan konsep-konsep awal siswa tentang
gunung berapi. Gurunya berharap bahwa setelah siswa membaca
berbagai tulisan, mencermati beragam data, dan berdiskusi, konsep-
konsep awal mereka itu berubah sesuai dengan gambaran gunung
berapi yang sesungguhnya. "Restrukturisasi konsep" memungkin-
kan siswa mengkaji kemungkinan letusan gunung berapi di daerah
mereka dan menulis surat rekomendasi untuk membuat rencana
evakuasi kepada Kepala Kanwil Geologi. Tugas pokok dalam unit
pelajaran ini mengharuskan siswa Menganalisis (yakni, menganalisis
data), Mengevaluasi (yaitu, menilai kesesuaian gambar mereka dengan
informasi yang baru mereka peroleh), dan Mencipta (yakni, me-
madukan informasi-informasi yang diperoleh dari banyak sumber).
Akan tetapi, sekali lagi, pelibatan proses-proses kognitif yang kom-
pleks dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran ini tidak mengubah
tujuan pokok unit pelajarannya, yaitu memahami pengetahuan kon-
septual.
Signifikansi penggunaan kategori-kategori proses kognitif
yang kompleks. Jikalau Mengingat, Memahami, dan Mengaplikasikan
acap kali bertalian dengan jenis-jenis pengetahuan yang spesifik,
Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta cenderung menjadi kategori-
kategori proses kognitif yang lebih umum. Menganalisis, Mengevaluasi,
dan Mencipta cenderung digunakan dengan dan pada beragam jenis
pengetahuan. Sebagai aktivitas pembelajaran, Menganalisis, Meng-
evaluasi, dan Mencipta juga dapat digunakan untuk memudahkan
proses Mengingat, Memahami, dan Mengaplikasikan. Sketsa-sketsa di
atas berisikan contoh beragam penggunaannya.
Penggunaan proses-proses kognitif yang kompleks dalam
aktivitas belajar bukanlah ide baru. Dalam Handbook, para penulisnya
menulis tentang evaluasi (Mengevaluasi dalam taksonomi revisi ini):

354 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Meskipun evaluasi ditempatkan pada kategori terakhir dalam ranah
kognitif karena dianggap mensyaratkan semua kategori kognitif lain,
evaluasi bukanlah langkah terakhir dalam proses berpikir atau menye-
lesaikan masalah. Proses mengevaluasi sangat mungkin merupakan
langkah awal untuk memperoleh pengetahuan baru, langkah baru
dalam pemahaman atau aplikasi, atau analisis dan sintesis baru
(Blomm et al., 1956: 185).

Alasan ini pun berlaku untuk Menganalisis dan Mencipta.


Selain itu, karena keluasan aplikabilitas proses-proses kognitif
yang kompleks, proses-proses kognitif ini menjadi kunci untuk men-
transfer pembelajaran dan penyelesaian masalah. Namun, takberarti
bahwa transfer pembelajaran dan penyelesaian masalah "bebas dari
pengetahuan". Lebih tepatnya, siswa makin mampu menghubung-
kan elemen-elemen pengetahuan ketika aktivitas-aktivitas pem-
belajarannya melibatkan proses-proses kognitif yang kompleks,
seperti Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.
Salah satu cara untrik secara langsung mengajarkan kategori-
kategori proses kognitif yang kompleks adalah menggunakan proses-
proses kognitif ini dengan Pengetahuan Metakognitif siswa. Sebagai-
mana telah kami sebutkan dalam Bab 4, Pengetahuan Metakognitif lebih
strategis ketimbang jenis-jenis pengetahuan lainnya. Inti dari Penge­
tahuan Metakognitif adalah strategi analisis, strategi evaluasi, dan
strategi mencipta. Awalnya, strategi-strategi ini boleh jadi perlu di-
suntikkan dari luar, yakni diajarkan secara langsung oleh guru. Stra­
tegi-strategi yang disuntikkan dari luar secara inheren terdapat dalam
rubrik penskoran pada sketsa pembelajaran Gunung Berapi, pedom-
an penskoran pada sketsa pembelajaran Nutrisi, lembar evaluasi
pada sketsa pembelajaran Undang-Undang, dan lembar penilaian
pada sketsa pembelajaran Macbeth (Bab 9). Agar strategi-strategi ini
menjadi Pengetahuan Metakognitif, guru harus membantu siswa me-
mikirkan strategi-strategi ini dan hubungannya dengan pembelajaran
mereka pada umumnya. Maka, lantaran diabstraksikan dan dipelajari
oleh siswa, strategi-strategi ini menjadi bagian dari Pengetahuan Meta­
kognitif mereka.
Lembar penilaian pada sketsa pembelajaran Macbeth merupakan
contoh format yang baik sebagai bahan diskusi siswa untuk men-

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalali Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 355


dukung pembelajaran metakognitif. Kolom paling kiri pada lembar
penilaian tersebutberisikan kriteria-kriteria untuk membandingkan
drama Macbeth. Baris paling atasnya berisikan objek-objek yang
dibandingkan (dalam hal ini drama-drama Macbeth dalam tiga versi).
Kami menekankan bahwa belajar mempraktikkan strategi-
strategi yang disuntikkan dari luar membutuhkan banyak waktu dan
kesempatan. Tulisan Mr. Parker dalam sketsa pembelajaran Gunung
Berapi bahwa dirinya ingin membantu siswa "mencocokkan batu-
batu ini dengan deskripsi beragam jenis batu" penting untuk dicatat.
Manfaat Tabel Taksonomi. Tabel Taksonomi memungkinkan
kami memasukkan kategori-kategori proses kognitif yang kompleks
dalam pembelajaran di kelas. Tabel dengan format dua dimensi ini
menjelaskan bahwa kategori-kategori proses kognitif yang kompleks
dapat diajarkan secara langsung sebagai pijakan untuk mencapai
tujuan-tujuan "tingkat tinggi" atau dapat digunakan sebagai
aktivitas-aktivitas yang memudahkan siswa dalam mempelajari
tujuan-tujuan pembelajaran yang berupa kategori-kategori proses
kognitif yang kurang kompleks. Manfaat ganda dari kategori-kate­
gori proses kognitif yang kompleks ini menjadi metode pengajaran
tambahan bagi guru.
Lagi pula, Tabel Taksonomi menunjukkan pentingnya mengkaji
proses-proses kognitif yang kompleks dalam konteks pengetahuan.
Meskipun kami membahas proses-proses kognitif tanpa mengacu
pada jenis pengetahuannya, dalam kerangka pikir kami, proses-proses
kognitif yang kompleks tidak pernah diajarkan sebagai tujuan itu sen-
diri. Untuk menjadikannya sebagai "tujuan", proses-proses kognitif
yang kompleks itu harus ditambahi dengan jenis pengetahuan.
Oleh karena semua kotak Tabel Taksonomi menawarkan ber-
bagai jawaban atas pertanyaan yang paling mendasar dalam pe-
nyusunan kurikulum, yakni "Apa manfaat pembelajaran?", Tabel
Taksonomi mendorong para penyusun kurikulum untuk memikirkan
berbagai kemungkinan praktik pendidikan, bukan mengerangkeng
mereka di dalam kehidupan sekolah dan kelas yang sernpit.

356 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Memilih Jenis Pengetahuan
Sketsa-sketsa di atas menjelaskan empat jenis pengetahuan
pokok yang akan dikuasai atau dikonstruksi siswa. Da lam sketsa
pembelajaran Nutrisi (Bab 8), siswa diharapkan untuk mempelajari
nama-nama enam "daya tarik" yang dipakai oleh perancang iklan.
Dalam sketsa pembelajaran Gunung Berapi (Bab 12), siswa diharap­
kan untuk mengingat bahwa "batu-batu beku karena perapian me-
rupakan bukti kuat akan adanya letusan gunung berapi". Dalam
sketsa pembelajaran Undang-Undang (Bab 11), siswa diharapkan
untuk mengetahui detail-detail UU Gula, UU Prangko, dan UU
Townshend. Dalam sketsa pembelajaran Macbeth (Bab 9), siswa
diharapkan untuk mengingat detail-detail penting dari drama ini
(misalnya, apa yang Macbeth lihat sebelum Duncan dibunuh). Dalam
sketsa pembelajaran Penjumlahan (Bab 10), siswa belajar penjumlah-
an sampai jumlah 18. Dalam sketsa pembelajaran Menulis Laporan
(Bab 13), siswa mempelajari detail-detail tokoh terkenal Amerika.
Semua ini merupakan contoh Pengetahuan Faktual.
Sketsa-sketsa ini juga menekankan Pengetahuan Konseptual.
Dalam sketsa pembelajaran Nutrisi, setiap daya tarik iklan (yakni,
kesenangan dan kebanggaan, kenyamanan dan kenikmatan) sebenar-
nya merupakan sebuah kategori. Kategori ini memiliki ciri-ciri umum
yang membuat iklan menarik dan tidak menarik (misalnya, Apa yang
membuat sebuah daya tarik menjadi daya tarik yang disenangi dan
dibanggakan? Bagaimana daya tarik kesenangan dan kebanggaan
berbeda dari daya tarik kenyamanan dan kenikmatan?). Menamai
daya-daya tarik tersebut berarti mempelajari Pengetahuan Faktual,
sedangkan mengetahui kategori-kategorinya berarti mengetahui
Pengetahuan Konseptual. Contoh lain dari penekanan pada Pengetahuan
Konseptual terdapat dalam sketsa-sketsa berikut:
• Batu-batu beku karena perapian dan teori gerakan lempeng bumi
(sketsa pembelajaran Gunung Berapi).
• Penjajah dan kaum terjajah (sketsa pembelajaran Undang-Undang).
• Pahlawan tragis, motif, dan ironi (sketsa pembelajaran Macbeth).
• Inversi penjumlahan dan sifat komutatif —meskipun bukan ini
nama-namanya (sketsa pembelajaran Penjumlahan).

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas


• Tema-tema (sketsa pembelajaran Menulis Laporan).
Sebagianbesar contoh ini sudah menjelaskan jenis pengetahuan-
nya, tetapi sifat komutatif dan teori gerakan lempengbumi dijelaskan
dalam komentarnya. Sifat dan teori berisikan konsep-konsep. Sifat
komutabf mencakup konsep-konsep tentang "urutan" dan "kesama-
an". Konsep-konsep yang termasuk dalam teori gerakan lempeng
bumi adalah "semua benua dulu menyatu", "litosfer", "astenosfer",
"kerak bumi yang retak", "gempa bumi", dan "gunung berapi".
Maka, prinsip dan teori dibangun berdasarkan konsep-konsep ter-
sebut dan hubungan antarkonsep itu.
Sketsa-sketsa ini juga mengandung Pengetahuan Prosedural.
Pengetahuan Prosedural dalam sketsa pembelajaran Undang-Undang
adalah tata cara menulis tajuk rencana yang persuasif. Perlu dicatat
bahwa siswa boleh jadi memiliki Pengetahuan Konseptual tentang
tulisan persuasif, tetapi tidak dapat menulis secara persuasif (misal-
nya, dia tidak memiliki Pengetahuan Prosedural). Contoh Pengetahuan
Prosedural dalam sketsa-sketsa lain adalah sebagai berikut:
• Mengetahui cara memakai peta geologi untuk menentukan usia
batu (sketsa pembelajaran Gunung Berapi).
• M engetahui cara menggunakan teknik "kerangka sepuluh"
(sketsa pembelajaran Penjumlahan).
• Mengetahui cara merancang iklan (sketsa pembelajaran Nutrisi).
• Mengetahui cara mengisi lembar penilaian (sketsa pembelajaran
Macbeth).
Sketsa-sketsa ini pun berisikan Pengetahuan Metakogn it if (meski-
pun jenis pengetahuan ini jarang muncul dibandingkan dengan tiga
jenis pengetahuan lainnya). Dalam sketsa pembelajaran Gunung
Berapi, Pengetahuan Metakogn it if secara inheren terkandung dalam
kriteria-kriteria yang diharapkan digunakan oleh siswa untuk
mengecek perkembangan penyelesaian tugas mereka dengan tepat
(yakni, akurasi, seSuai dengan bukti-buktinya, mengakui penjelasan-
penjelasan lain, kejelasan). Gurunya berharap siswa mempelajari
kriteria-kriteria ini dan menggunakannya selama belajar unit ini dan
sesudahnya. Contoh Pengetahuan Metakognitif dalam sketsa-sketsa
lain adalah sebagai berikut:

358 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


• Siswa mengamati pengaruh iklan pada proses kognitif mereka
sendiri (sketsa pembelajaran Nutrisi).
• Siswa memeriksa tajuk rencana mereka sebelum mengumpulkan-
nya pada guru (sketsa pembelajaran Undang-Undang).
e Siswa menguasai berbagai cara untuk menghafal (sketsa pem­
belajaran Penjumlahan).
Signifikansi penggunaan jenis-jenis pengetahuan. Perbedaan
di antara keempat jenis pengetahuan itu tidak sekadar masalah
semantik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa para pendidik meng-
gunakan beragam strategi pembelajaran untuk mengajarkan jenis-
jenis pengetahuan yang berbeda (Anderson, 1995). Pengetahuan
Faktual biasanya diajarkan dengan mengulang-ulang. Sebaliknya,
sebagian subjenis Pengetahuan Konseptual sebaiknya diajarkan dengan
membuat contoh-contoh yang termasuk dalam kategori Pengetahuan
Kofiseptual dan yang bukan. Mengajarkan Pengetahuan Prosedural
kerap kali lebih efektif jika siswa diberi atau diminta membuat dia­
gram dan semacamnya. Pengetahuan Metakognitif acap kali diajarkan
dengan menekankan aktivitas untuk mengatur diri sendiri, dan
Pengetahuan M etakognitifberkem bang dalam waktu yang lama, biasa­
nya lebih dari satu semester.
Mengubah metode pengajaran untuk satu jenis pengetahuan
ke metode pengajaran lain untuk jenis pengetahuan lain akan mem-
bantu siswa mengembangkan proses-proses kognitif yang kompleks.
Misalnya, mengajarkan konsep tulisan persuasi akan membantu
siswa memahaminya, tetapi pemahaman ini belum tentu membuat
mereka mampu menulis persuasi. Mengajari mereka tata cara me-
nulis persuasi malah bermanfaat bagi siswa sebelum mereka meng-
aplikasikan apa yang telah mereka pelajari itu. Demikian pula, siswa
dapat mengingat definisi ironi (Pengetahuan Faktual) dalam kamus
atau buku teks, tetapi belum tentu memahami maknanya (Penge­
tahuan Konseptual).
Ilustrasinya sebagai berikut: ironi dapat didefinisikan sebagai
"ekspresi atau perkataan yang dicirikan dengan pembedaan yang
disengaja antara makna luar dan makna yang dimaksudkan" (Ameri­
can Heritage Dictionary o f the English Language, 1992). Pengetahuan

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 359


tentang definisi ini merupakan Pengetahuan Fnktunl, yang dapat di-
ingat siswa. Untuk membantu siswa lebih memahami pengetahuan
konseptual, guru dapat menekankan ciri-ciri definisi ironi (misalnya,
"pembedaan yang disengaja", "makna luar vs. makna yang di-
maksudkan") dan memberi contoh (misalnya, "Sekalipun para pe-
jabat pemerintah menolak keras pengaruh budaya Barat, tanpa sadar
dia mengenakan celana jin Amerika"). Mengajarkan ironi sebagai
sebuah konsep, beserta ciri-cirinya dan contoh-contoh ironi dan
bukan ironi, lebih mungkin untuk membuat siswa makin me-
mahaminya.
Manfaat Tabel Taksonomi. Sebagaimana ditunjukkan dalam
uraian sebelumnya, guru mempunyai banyak alasan untuk mengajar­
kan jenis pengetahuan yang diharapkan dikuasai atau dikembangkan
siswa. Guru dapat memilih jenis-jenis pengetahuan yang mereka nilai
paling pentingberdasarkan baris-baris Tabel Taksonomi. Keputusan
guru untuk menentukan proses kognitif dan jenis pengetahuan yang
akan diajarkan memungkinkan mereka membuat rencana pem-
belajaran dan asesmen secara lebih efektif.
Masalah pokok yang kemudian dihadapi guru adalah mem-
bedakan jenis-jenis pengetahuan itu dan membantu siswa menguasai
atau mengembangkan jenis pengetahuan yang sesuai dengan rumus-
an tujuan pembelajarannya.

KESIMPULAN PERIHAL PEMBELAJARAN

Memahami Hubungan antara Jenis Pengetahuan dan Proses


Kognitif
Dalam beberapa sketsa pembelajaran (terutama sketsa pem-
belajaran Gunung Berapi, tetapi juga sketsa pembelajaran Macbeth,
Penjumlahan, dan Undang-Undang), terdapat hubungan paralel
antara tiga baris pertama pada Tabel Taksonomi (Pengetahuan Faktual,
Konseptual, dan Prosedural) dan tiga kolom pertamanya (Mengingat,
Memahami, dan Mengaplikasikan). Acap kali, Pengetahuan Faktual
diingat, Pengetahuan Konseptual dipahami, dan Pengetahuan Prosedural
diaplikasikan. Sehingga, guru-guru yang membuat rencana pern-

360 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


belajaran dengan tiga jenis pengetahuan ini (misalnya, "Apa fakta,
konsep, dan prosedur yang akan saya ajarkan kepada siswa?") lang-
sung dapat menentukan proses-proses kognitifnya.
Dalam sketsa pembelajaran Penjumlahan, misalnya, Pengetahuan
Faktual berisikan fakta-fakta penjumlahan bilangan sampai jumlah
18. Proses kognitifnya adalah Mengingat, sehingga tujuan pembelajar-
annya menjadi "Siswa mengingat fakta-fakta penjumlahan". Demi-
kian pula dalam sketsa pembelajaran Macbeth, Pengetahuan Konseptual
ditekankan: "pahlawan tragis", "sifat-sifat buruk", "m otif", dan
"ironi". Di sini, proses kognitifnya ialah Memahami, dan tujuan pem-
belajarannya adalah "Siswa memahami makna Macbeth dalam
konteks kehidupan siswa sendiri" (menggunakan konsep-konsep
"pahlawan tragis", "sifat-sifat buruk", "m otif", dan "ironi" untuk
mengaitkan drama Macbeth dengan kehidupan sehari-hari). Dalam
sketsa pembelajaran Gunung Berapi, siswa diajar tentang bagaimana
para ahli geologi mengumpulkan dan mencatat contoh-contoh batu
dan bagaimana mereka menggunakan peta-peta geologi untuk me­
nentukan usia batu-batu yang mereka kumpulkan. Fokus pembelajar-
annya adalah Pengetahuan Prosedural, dan gurunya ingin siswa-siswa
Mengaplikasikan Pengetahuan Prosedural ini pada contoh-contoh batu
dan peta-peta geologi yang ada di kelas.
Jika Pengetahuan Faktual sering dipasangkan dengan Mengingat,
Pengetahuan Konseptual dengan Memahami, dan Pengetahuan Prosedural
dengan Mengaplikasikan, bagaimana dengan Pengetahuan Metakognitif,
Menganalisis, Mencipta, dan Mengevaluasi? Sekurang-kurangnya ada
dua jawaban atas pertanyaan ini.
Pertama, pasangan jenis pengetahuan dan proses kognitif itu ber-
lanjut, yakni Pengetahuan Metakognitif dengan Menganalisis, Mencipta,
dan Mengevaluasi. Jawaban ini didukung oleh contoh-contoh tujuan
kami yang berisikan Pengetahuan Metakognitif. Strategi (yakni dalam
sketsa pembelajaran Gunung Berapi dan Penjumlahan) hampir selalu
mengharuskan siswa untuk M enganalisis, M encipta, dan/atau
Mengevaluasi. Uji diri (dalam sketsa pembelajaran Nutrisi), ekspresi
diri dengan menulis catatan harian (dalam sketsa pembelajaran
Macbeth), dan pemonitoran penulisan diri sendiri (dalam sketsa

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 361


pembelajaran Undang-Undang) pun mengharuskan siswa melaku-
kan satu atau lebih dari tiga proses kognitif yang kompleks itu.
Jawaban kedim atas pertanyaan tersebut telah kita bahas pada
awal bab ini. Alih-alih menyebutkan proses-proses kognitif ini secara
eksplisit dalam rumusan tujuan pembelajaran mereka, guru-guru
malah menggunakan aktivitas-aktivitas pembelajaran yang me-
nyertakan atau membutuhkan Pengetahuan Metakognitif atau tiga
proses kognitif yang paling kompleks dengan harapan tiga proses
kognitif ini mengantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan "tingkat
rendah". Misalnya, strategi-strategi untuk menghafal dipakai guna
membantu siswa mengaplikasikan pengetahuan proseduml dengan tepat.
Banyak tujuan pembelajaran mengikuti pola pasangan penge-
tahuan-proses kognitif di atas, tetapi banyak pula tidak demikian,
khususnya tujuan-tujuan yang mengarah langsung pada keterampil-
an-keterampilan tingkat tinggi. Dalam contoh-contoh ini, Mengana-
lisis, Mencipta, dan Mengevaluasi berkaitan dengan semua jenis penge­
tahuan.
Signifikansi pemahaman tentang hubungan antara jenis pe­
ngetahuan dan kategori proses kognitif. Banyak tujuan pembelajar­
an sekolah yang termasuk dalam kotak A l, B2, dan C3 pada Tabel
Taksonomi membawa beberapa implikasi bagi guru. Dua implikasi
di antaranya akan dibicarakan dalam bagian ini. Implikasi pertama:
jika guru mengetahui bahwa ada tujuan mengingat pengetahuan faktucil,
atau memahmni pengetahuan konseptual, atau mengaplikasikan penge­
tahuan proseduml, maka si guru bisa memperkirakan bagaimana cara
mengajarkan dan mengases tujuan tersebut. Dia tak perlu memulai
dari nol untuk membuat rencana pembelajaran dan asesmennya.
Apabila guru mengetahui, misalnya, bahwa ada tujuan nie-
mahami pengetahuan konseptual yang menyangkut konsep atau kate­
gori, dia dapat membantu pembelajaran siswa dengan memfokuskan
perhatian siswa pada ciri-ciri konsep atau kategori tersebut dan
dengan menunjukkan contoh-contoh yang benar dan salah dalam
pengajarannya. Asesmennya mengharuskan siswa lebih daripada
sekadar menghafal. Siswa bisa diminta untuk membedakan antara
contoh-contoh baru yang benar dan salah atau untuk membuat

362 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


contoh-contoh baru (yang tidak terdapat di buku teks atau tidak
dibahas di kelas), untuk menjelaskan mengapa contoh-contoh itu
benar atau salah. Ini tidak menunjukkan mana contoh-contoh yang
benar dan salah dalam pengajaran atau asesmen, tetapi siswa tahu
bahwa sebagian contoh itu bermanfaat bagi diri mereka.
Implikasi kedua adalah keinginan untuk membuat rumusan
tujuan-tujuan eksplisit yang terfokus pada Pengetahuan Metakognitif
dalam kurikulum. Sebagian siswa melakukan metakognisi secara
mandiri, tetapi tidak semua siswa dapat melakukannya. Oleh karena
itu, merumuskan tujuan metakognitif secara eksplisit cenderung
meratakan kemampuan semua siswa. Mereka diharapkan untuk
menggunakan pengetahuan metakognitif guna meningkatkan pem-
belajaran mereka.
Pada umumnya, Pengetahuan Metakognitif merupakan bagian
dari apa yang oleh para sosiolog disebut sebagai "kurikulum tersem-
bunyi" (Dreeben, 1968). Sekaranglah saatnya untuk memanifestasi-
kan Pengetahuan Metakognitif. Pemanifestasian Pengetahuan Meta­
kognitif ini menggeser fokus pada otoritas guru dalam mengajar ke
pemberdayaan siswa dalam belajar. Pengetahuan Metakognitif men-
dorong siswa untuk makin giat belajar mengatur pembelajaran
mereka sendiri, dan mendorong guru untuk menjadi fasilitator pem­
belajaran, bukan sumber pengetahuan.
Manfaat Tabel Taksonomi. Tabel Taksonomi merupakan
kerangka pikir yang bermanfaat untuk menganalisis unit pelajaran
atau mata pelajaran yang sedang diajarkan atau untuk menyusun
rencana unit pelajaran atau mata pelajaran yang akan diajarkan. Pada
manfaat pertama, analisis memungkinkan guru menentukan mana
jenis tujuan (kotak-kotak Tabel Taksonomi) yang ditekankan, mana
tujuan yang sekadar "disinggung", dan mana tujuan yang dihilang-
kan. Analisis ini membuahkan keputusan yang akuntabel atau me­
nunjukkan perlu atau tidaknya untuk memodifikasi unit pelajaran
atau mata pelajaran (misalnya, perlunya menyeimbangkan tujuan-
tujuannya).
Kotak-kotak yang kosong dalam Tabel Taksonomi dapat diang-
gap sebagai "kesempatan yang hilang". Guru dapat memanfaatkan

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 363


kesempatan yang hilang ini berdasarkan kotak-kotak mana saja yang
kosong. Jika tujuan pembelajarannya adalah meretensi pengetahuan
(lihat Bab 5) dan terdapat banyak kotak kosong pada kolom Meng-
ingat, kesempatan vang hilang ini perlu diperhatikan secara serius.
Sama halnya, bila tujuan pembelajarannya adalah men transfer penge­
tahuan ke kehidupan nyata (lihat Bab 5) dan terdapat banyak kotak
kosong pada kolom-kolom di sebelah kanan kolom Mengingat, berarti
guru mempunyai masalah serius.
Pada manfaat kedua, Tabel Taksonomi memudahkan guru
untuk menyusun unit pelajaran atau mata pelajaran sesuai dengan
filosofi guru, kelompok guru, atau komunikasi yang lebih besar
(misalnya, komite sekolah). Para penulis Handbook menyatakan
bahwa taksonomi pendidikan ini "bebas nilai" (Bloom et a i, 1956:
14). Maka, taksonomi pendidikan ini barangkali sebaiknya di-
pandang sebagai kerangka konseptual yang dapat digunakan dalam
kerangka filosofis. Kami setuju dengan pendapat mereka, dan pada
saat yang sama kami juga menyadari bahwa pembicaraan dan pe-
nyusunan kurikulum banyak berkutat pada nilai-nilai (Sosniak,
1994). Di sini, Tabel Taksonomi sebaiknya dianggap sebagai alat bantu
untuk menerjemahkan isi kurikulum jadi pembelajaran. Bukan Tabel
Taksonomi yang menentukan kurikulum, tetapi manusialah yang
menentukannya. Dalam kata-kata Dewey (1916: 107), "Pendidikan
itu sendiri tidak mempunyai tujuan; manusia, wali siswa, guru dan
seterusnyalah yang mempunyai tujuan." Tabel Taksonomi membantu
"mengurai" kompleksitas kurikulum supaya pengajarannya lebih
berhasil dan asesmennya lebih tepat dan bermanfaat.

Membedakan Aktivitas dan Tujuan Pembelajaran


Guru dan administrator yang bertanggung jawab untuk me-
nyupervisi pelaksanaan pengajaran merasa tidak sabar lagi dengan
guru-guru yang tidak dapat membedakan antara aktivitas dan tujuan
pembelajaran. Perhatikan percakapan antara dua orang guru berikut
ini:

364 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Guru 1 : Siswa-siswa saya sedang belajar bagaimana gen-gen yang
dominan dan resesif dapat menjelaskan pewarisan se-
jumlah ciri yang berbeda pada anak-anak lelaki dan perem-
puan. Apa tujuan-tujuan pembelajaran kelas Anda hari
ini?
Guru 2 : Siswa saya akan melakukan karyawisata ke kebun bina-
tang.
Guru 1 : Bagus, tapi pergi ke kebun binatang itu aktivitas. Apa
tujuan pelajarannya?
Guru 2 : Ya itu tadi. Tujuannya pergi ke kebun binatang!

Sebagaimana telah kami tandaskan pada Bab 2, tujuan pem­


belajaran adalah pernyataan yang mendeskripsikan hasil akhir yang
diharapkan dari proses pembelajaran. Ketika kami bertanya, "Di
mana siswa akan melakukan aktivitas?", kami berurusan dengan
cara. Ketika kami bertanya, "Apa yang akan siswa pelajari dari
aktivitas ini?", kami bepurusan dengan tujuan. Dalam contoh hipo-
tetis kami, pertanyaan pokok yang bertalian dengan tujuan pem­
belajaran adalah "Apa yang diharapkan akan dipelajari siswa dari
kunjungan mereka ke kebun binatang?"
Sketsa-sketsa di atas berisikan banyak aktivitas, misalnya:
• Membuat bank kata, menonton video (sketsa pembelajaran Gunung
Berapi).
• Mengulas ceklis tajuk rencana; mengikuti kuis (sketsa pembelajar­
an Undang-Undang).
• Menulis sinopsis adegan demi adegan; mendiskusikan motif-
motif (sketsa pembelajaran Macbeth).
• Mengikuti aktivitas-aktivitas "teman bilangan" dan "keluarga
bilangan"; terlibat dalam lomba lari estafet (sketsa pembelajaran
Penjumlahan).
• Mendiskusikan iklan-iklan yang populer; merekam iklan-iklan
buatan siswa dengan kamera video (sketsa pembelajaran Nutrisi).
• Memilih sumber-sumber informasi (sketsa pembelajaran Menulis
Laporan).

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalali Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 365


Perhatikan bahwa setiap aktivitas ini dapat dimanfaatkan untuk
mencapai banyak tujuan belajar. Siswa dapat "membuat bank kata"
untuk menghafal kata-kata dalam bank itu atau untuk mengembang-
kan kerangka konseptual guna memahami materi unit pelajarannya.
Siswa dapat mengulas ceklis tajuk rencana guna memahami kriteria-
kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas tajuk rencana atau
untuk belajar cara menulis tajuk rencana yang berkualitas.
Aktivitas-aktivitas pembelajaran mempunyai, selain tujuan-
tujuan kognitif, juga tujuan-tujuan afektif dan/atau psikomotor. Ke-
putusan untuk "memutar cakram video" boleh jadi dibuat dengan
mempertimbangkan ketertarikan siswa. Gurunya barangkali percaya
bahwa memutar cakram video itu lebih menarik ketimbang ber-
ceramah di depan kelas tentang materi yang sama. Pun, pemilihan
lomba lari maraton dalam pelajaran aritmatika kelas dua bisa jadi
dilatari oleh pengamatan guru bahwa anak-anak kelas dua perlu
berlari-lari keliling ruangan secara periodik.
Walaupun terdapat hubungan antara aktivitas-aktivitas dan
tujuan-tujuan pembelajaran, keeratan hubungan ini berbeda-beda
sesuai dengan spesifikasi tujuannya. Misalnya, tujuan pembelajaran-
nya adalah siswa "mengingat kembali penjumlahan bilangan sampai
jumlah 18 tanpa manipulasi" dalam sketsa pembelajaran Penjumlah­
an. Bagi banyak guru, mengingat kernbrili berarti menggunakan
strategi mengulang-ulang dan menghafal dalam aktivitas-aktivitas
p em belajaran n ya, tentu saja kalau ak tiv itas dan tujuan
pembelajarannya berhubungan erat. Di sini, kecerdasan guru
berperan penting, seperti tampak dalam "Lembaran Tembok Besar
P en ju m lah an ", "m en g h afal fakta dalam k a n to n g ", "M enit
Matematika M ajenun", "teman bilangan", "keluarga bilangan",
"rumah berloteng", "kerangka sepuluh", dan lomba lari maraton.
Andai gurunya tidak cerdas, tujuan-tujuan yang sangat spesifik
dapat menimbulkan hubungan yang terlalu erat antara tujuan,
aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan tugas-tugas asesmennya.
Hubungan yang terlalu erat ini justru membuat tujuan sangat sulit
dibedakan dari tugas asesmen, dan tugas asesmen dari aktivitas-
aktivitas pembelajaran. Akibatnya, setiap siswa akan tampak berhasil

366 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dalam lomba lari estafet sebagai asesinen dan aktivitas pembelajaran.
Sketsa-sketsa di atas berisikan beberapa aktivitas yang berfungsi
sebagai asesmen dan aktivitas pembelajaran.
Sebaliknya, coba perhatikan tujuan ini: siswa belajar mengana-
lisis puisi. Di sini, kita mengalami kesulitan yang jauh lebih besar
untuk merencanakan aktivitas-aktivitas pembelajarannya, dan
hubungan antara tujuan dan aktivitas pem belajarannya lebih
longgar. Terdapat banyak cara untuk mengajarkan tujuan ini kepada
siswa, dan asesmen untuk tujuan ini beragam sekali. Sehingga, guru
mempunyai pilihan yang terlampau banyak untuk menentukan
aktivitas-aktivitas yang tepat guna mengajarkan dan mengases
tujuan tersebut.
Kita dapat mengkaji mengapa sebagian guru menyamakan tuju­
an dengan aktivitas pembelajaran. Kami mendapati setidaknya tiga
alasan. Pertama, dengan kecenderungan baru yang menekankan
pada asesmen performa, guru memandang performa sebagai tujuan.
Karenanya, guru kemudian merumuskan tujuan pembelajarannya
"menulis surat kepada DPR", "melakukan eksperimen", "men-
demonstrasikan sesuatu", "menulis teks inform atif", dan "ber-
pidato". Padahal, semua itu adalah aktivitas-aktivitas pembelajaran.
Apabila siswa diajari tentang tata cara menulis surat yang benar,
tata cara melakukan eksperimen yang valid, tata cara mendemon-
strasikan dengan meyakinkan, tata cara menulis teks informatif, dan
tata cara berpidato, semua ini bisa menjadi tujuan yang logis dengan
penekanan pada mengaplikasikan pengetahuan prosedural. Maka,
rumusan tujuannya ialah "Siswa belajar tata cara menulis surat yang
benar".
Alasan kedun mengapa sebagian guru menyamakan tujuan
dengan aktivitas pembelajaran adalah aktivitas-aktivitas yang dapat
diamati memungkinkan guru mengases perkembangan siswa dalam
mencapai tujuan-tujuan unit pelajaran ketika unit ini diajarkan.
Catatan Ms. Marnie Jackson tentang sketsa pembelajaran Macbeth
merupakan ilustrasi yang menarik. Ms. Jackson ditanya tentang
bagaimana ia menentukan perkembangan belajar siswa-siswanya
ketika ia mengajar mereka. Ia menjawab:

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 367


Ketika sebagian besar siswa melakukan suatu aktivitas, ekspresi
wajah dan bahasa tubuh mereka menjadi cermin yang jernih
atas pikiran mereka. Da lam suatu diskusi ten tang ambisi [sebuah
aktivitas], misalnya, kebanyakan siswa awalnya mengatakan
bahwa ambisi merupakan atribut positif. Sava bertanya kepada
mereka, "Dapatkah ambisi menjadi si fa t yang buruk dalam
kepribadian seorang manusia?" Saya hampir dapat melihat
perubahan yang berkebalikan ketika mereka memikirkan
pertanyaan ini. Setelah konsep ambisi yang baru ini mulai ter-
bentuk dalam pikiran mereka, seorang siswa menanggapi, "Ya
bisa bila ambisi itu berlebihan." Siswa ini kenuidian menoleh
ke teman-temannya untuk mencari dukungan Siswa lainnva
berkata, "Seperti J.R. Ewing dalam Dallas]" Siswa-siswa lain-
nya mengangguk-angguk dan berujar, "Ya benar." Peristiwa-
peristiwa seperti ini membuat saya bersemangat sebagaimana
siswa-siswa itu, yakni saat konsep-konsep yang sudah ada diisi
atau diperkaya dengan data-data baru [tujuan pembelajaran],

Dalam kasus-kasus semacam ini, aktivitas pembelajaran di-


pandang sebagai "pengganti" tujuan pembelajaran. Menjadikan
aktivitas pembelajaran sebagai tujuan barangkali ibarat membuat
stenografi [tulisan cepat yang susah cflbaca]. Ms. Jackson mengata­
kan, "Untuk mengases tujuan pembelajaran saya, saya akan memintn
siswa mendemonstrasikan, menulis surat kepada DPR, melakukan
eksperimen, dan seterusnya. Dengan melihat dan mendengarkan
mereka, saya dapat menentukan tingkat perkembangan mereka dalam
mencapai tujuan pembelajaran tadi." (Kata-kata yang dicetak miring
tidak dikatakan oleh Ms. Jackson.) Kriteria-kriteria untuk menilai
keberhasilan aktivitas pembelajarannya bersifat implisit. Misalnya,
kebanyakan guru tidak ingin siswa menulis surat informal; mereka
ingin siswa menulis surat formal yang benar. Ada kriteria-kriteria
yeng mencirikan surat formal.
Jawaban ketiga adalah memang tidak ada perbedaan antara tuju­
an dan aktivitas pembelajaran. Sebagian guru berpendapat bahwa
aktivitas-aktivitas pendidikan (pengalaman) mempunyai manfaat.

368 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Ahli-ahli pendidikan menyatakan bahwa hasil pendidikan sejatinya
adalah apa yang masih diingat setelah kita lupa semua detail yang
diajarkan kepada kita di sekolah. Apa yang masih kita ingat tentang
pengalaman-pengalaman di sekolah kita? Kita mungkin lebih ingat
kunjungan ke kebun binatang atau keterlibatan kita dalam debat yang
seru ketimbang pengetahuan yang diperoleh dari aktivitas-aktivitas
tersebut (misalnya, kebiasaan makan binatang-binatang, topik debat
dan argumen-argumennya). Pendapat ahli-ahli ini acap kali berlaku
untuk guru-guru pelajaran ilmu sosial. Mendengarkan ceramah,
mengamati lukisan Picasso, atau menonton tarian balet The Firebird
membawa manfaat, yaitu apa yang diperoleh setiap siswa dari peng-
alaman ini.
Perlunya membedakan antara aktivitas dan tujuan pem-
belajaran. Perbedaan antara aktivitas dan tujuan pembelajaran ini
penting. Guru kerap kali menekankan pada keberhasilan aktivitas
belajar-mengajar (cara), bukan pada keberhasilan belajar siswa (tuju­
an). Penjelasan ini dikemukakan dengan baik oleh Jackson (1968)
dalam karya klasiknya, Life in Classrooms. Siswa dapat dengan mudah
menjawab pertanyaan: "Apa yang kamu lakukan di sekolah hari
ini?". Namun, mereka sulit menjawab pertanyaan: "Apa yang kamu
pelajari di sekolah hari ini?". Siswa kerap kali merespons pertanyaan
kedua ini dengan mengangkat bahu dan berkata, "Tidak ada."
Aktivitas-aktivitas pembelajaran dapat diamati dan diceritakan,
sementara pembelajaran tidak dapat diamati dan, karenanya, perlu
dibuat kesimpulan tentangnya. Dengan perkataan lain, meskipun
siswa tahu apa yang telah mereka lakukan, mereka mungkin tidak
tahu apa yang telah mereka pelajari, jika ada, dengan aktivitas yang
mereka lakukan itu. Agar siswa dapat membuat kesimpulan yang
tepatperihal apa yang sudah mereka pelajari, mereka perlu diingat-
kan bahwa aktivitas pembelajaran berkaitan dengan tujuan pem­
belajaran. Selain itu, bila siswa memahami kaitan ini, mereka dapat
mengetahui kaitan antara apa yang mereka lakukan dan apa yang
mereka pelajari.
Yang tidak kalah penting adalah memastikan bahwa siswa tahu
apa tujuan pembelajarannya dan bagaimana cara untuk mencapai

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas


tujuan tersebut. Pemastian ini dilakukan dengan, pertama, meng-
gunakan kata-kata kerja dan benda yang spesifik da lam merumuskan
tujuan pernbelajaran dan, kedita, menunjukkan kepada siswa contoh-
contoh tugas asesmen ketika menjelaskan tujuan itu. Dengan cara
ini, tujuan pernbelajaran tersebut menjadi lebih sempurna dan
konkret. Ringkasnya, Anda akan sampai pada tujuan jika Anda tabu
ke mana arah yang sekarang sedang Anda tuju.
Manfaat Tabel Taksonomi. Aktivitas-aktivitas pernbelajaran
memberi petunjuk untuk menempatkan tujuan-tujuan pernbelajaran
secara tepat dalam Tabel Taksonomi. Akan tetapi, karena aktivitas-
aktivitas (kata kerja) dapat digunakan untuk mencapai beragam tuju­
an, klasifikasinya dalam Tabel Taksonomi tidak dapat didasarkan
pada kata kerja semata. Misalnya, siswa dapat membuat catatan dari
pelajaran yang diikutinya (Mengingat), dapat menulis perbedaan-
perbedaan antara dua objek atau benda (Meninhami), atau dapat me­
nulis esai orisinal tentang manfaat spiritualitas dalam kehidupan
manusia (Mencipta). Jika kata kerja yang digunakan untuk rnendes-
kripsikan aktivitas-aktivitas pernbelajaran memiliki makna yang
sarna dengan makna kata kerja dalam kategori-kategori proses kogni-
tif dan dimensi pengetahuannya, tujuan aktivitas-aktivitas pem-
belajaran (yakni, hasil-hasil belajar yang diharapkan) menjadi lebih
jelas.
Seperti diterangkan dalam sketsa-sketsa di atas, Tabel Takso­
nomi memudahkan guru untuk merumuskan tujuan pernbelajaran
berdasarkan aktivitas-aktivitas pembelajarannya. Ketika melihatse-
buah aktivitas pernbelajaran, guru harus menjawab sebuah pertanya-
an yang mendasar: "Sava ingin siswa belajar apa dari keterlibatan
rnereka dalam aktivitas ini?" Jawaban atas pertanyaan tersebut sering
sekali merupakan tujuan pernbelajaran.

KESIMPULAN PERIHAL ASESMEN

Menggunakan Asesmen Sumatif dan Asesmen Formatif


Guru mengases siswa dengan dua tujuan: (1) untuk memonitor
pernbelajaran siswa dan memperbaiki pembelajarannya, demi ke-

370 Pernbelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pentingan individual dan kolektif siswa, dan (2) untuk memberi
nilai siswa yang telah mengikuti rangkaian pembelajaran. Asesmen
dengan tujuan pertama disebut asesmen formatif lantaran fungsi
utamanya adalah membantu siswa belajar selama masih ada waktu
dan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pembelajarannya.
Asesmen dengan tujuan kedua dinamakan asesmen sumatif sebab
fungsi utamanya adalah "menyimpulkan" pembelajaran siswa pada
akhir periode pembelajaran (Scriven, 1967).
Selain perbedaan teoretis antara asesmen formatif dan asesmen
sumatif tersebut, dalam praktik pelaksanaannya, kedua asesmen ini
juga berbeda. Asesmen formatif jamaknya lebih informal dan di-
dasarkan pada banyak sumber informasi (misalnya, pertanyaan-per-
tanyaan di kelas, pengamatan terhadap siswa, pekerjaan rumah, dan
kuis). Sebaliknya, asesmen sumatif biasanya lebih formal dan di-
dasarkan pada sumber-sumber informasi yang lebih terfokus (misal­
nya, tes, tugas proyek, dan makalah). Penerapan asesmen sumatif
sejalan dengan kebutuhan banyak guru untuk menjustifikasi nilai
siswa yang mereka buat. Asesmen formal juga memungkinkan guru
mengetahui siswa-siswa yang tampak kurang bagus dalam interaksi
di kelas. Di pihak lain, data-data yang diperoleh dari asesmen infor­
mal kurang terukur validitasnya, tetapi data-data ini jauh lebih ber-
manfaat untuk memperbaiki aktivitas pembelajaran.
Kendati berbeda, asesmen-asesmen formatif dan sumatif sering
kali dilakukan secara tumpang tindih di kelas. Coba perhatikan
contoh-contoh berikut dari sketsa-sketsa di atas. Dalam sketsa
pembelajaran Undang-Undang, asesmen sumatifnya adalah menulis
tajuk rencana yang mengharuskan siswa "menafsirkan Undang-
Undang dari perspektif penjajah atau masyarakat terjajah". Siswa
menulis draf tajuk rencana; mendapat masukan dari diri mereka
sendiri, teman-teman mereka, dan Ms. Airasian; dan diharapkan
untuk menulis ulang draf mereka berdasarkan masukan-masukan
itu. Empat puluh persen dari nilai siswa (sumatif) berasal dari pe-
nyelesaian tugas asesmen formatif. Dalam contoh tersebut, garis batas
antara asesmen formatif dan asesmen sumatif kabur.

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 371


Contoh asesmen formatif dalam sketsa pembelajaran Gunung
Berapi adalah "percakapan asesmen", yang dilakukan dua kali dalam
unit pelajaran ini. Percakapan asesmen pertama diikuti dengan
pemberian pekerjaan rumah (PR) yang mengharuskan siswa men-
jawab empat pertanyaan tentang jenis batu, batu beku, dan aktivitas
gunung berapi. Percakapan asesmen kedua mengulik analisis dan
penafsiran siswa atas data-data tentang batu dan gunung berapi.
Asesmen sumatifnya adalah menulis surat untuk Kepala Kantor
Wilayah Geologi tentang kemungkinan letusan gunung berapi yang
akan berpengaruh buruk pada daerah itu. Namun, setelah sesama
siswa saling mengases, Mr. Parker memberi mereka kesempatan
untuk merevisi surat mereka sebelum surat itu dikumpulkan dan
dinilai. Di sini, asesmen formatif dan asesmen sumatif dilakukan
secara tumpang tindih. (Asesmen sumatif membangkitkan motivasi
siswa karena mereka memiliki kesempatan untuk memperbaiki
tugasnya.)
Signifikansi penggunaan asesmen formatif dan asesmen
sumatif. Asesmen formatif memberi informasi yang dibutuhkan guru
dan siswa ketika unit pelajarannya diajarkan: bagi siswa, bagaimana
cara mencapai tujuannya, dan bagi guru, keputusan pembelajaran
apa yang harus dibuat. Apakah saya harus nrengajarkan materi ini
lagi? Apakah siswa memerlukan lebih banyak waktu untuk menye-
lesaikan pekerjaan mereka? Haruskah saya memotong sesi ini (karena
tampaknya sesi tersebut membosankan atau membingungkan
siswa)? Haruskah saya menambah hari untuk unit pelajaran ini?
Haruskah saya menjadwalkan pertemuan khusus dengan Amien,
Abdurrahman, Mulyani dan Meutia untuk membicarakan kesalah-
pahaman mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini akan membuahkan
keputusan-keputusan "kurang penting", dan keputusan-keputusan
yang salah segera kelihatan dan dapat dikoreksi. Di sini, guru dapat
mengambil keputusan dengan melihat ekspresi wajah, ketekunan,
dan jawaban-jawaban siswa atas pertanyaan-pertanyaan lisan, serta
respons mereka terhadap berbagai tugas tertulis pendek. Setiap guru
dalam sketsa-sketsa di atas melakukan asesmen formatif dan me-
ngumpulkan informasi untuk membuat keputusan pembelajaran.

372 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Asesmen sumatif memberi data-data yang guru butuhkan untuk
menentukan dan menjustifikasi nilai-nilai siswa. Oleh karena ke-
putusan-keputusan ini "lebih penting" bagi individu siswa, data-
datanya harus memiliki kualitas teknis yang tinggi. Selain itu, lantaran
keputusan perihal nilai harus bukan hanya dibuat, melainkan juga
dijustifikasi, guru boleh jadi merasa lebih enak dengan menggunakan
tes tradisional Pengetahuan Faktual dalam asesm en sum atif.
Pertanyaan-pertanyaan dalam tes ini mempunyai jawaban "benar"
dan "salah" yang sulit dibantah. Ujian akhir yang diadakan oleh
Ms. Jackson dalam sketsa pembelajaran Macbeth merupakan contoh
yang sangat baik.
Apabila asesmen formatif berkaitan dengan asesmen sumatif,
siswa lebih mampu menyelesaikan asesmen sumatif. Apabila ases­
men formatif sama dengan asesmen sumatif (asesmen sumatif di-
gunakan secara formatif atau asesmen-asesmen formatif mengganti-
kan asesmen sumatif yang^seharusnya terpisah), perbedaan antara
pembelajaran dan asesmen menjad kabur. Kami akan membahasnya
secara lebih mendalam pada bagian berikutnya di bab ini.
Manfaat Tabel Taksonomi. Secara umum, Tabel Taksonomi
lebih relevan dengan asesmen sumatif ketimbang asesmen formatif,
kecuali asesmen yang serupa sumatif digunakan untuk tujuan-
tujuan asesmen formatif. Kami telah menunjukkan contoh-contoh
p erkecu alian ini dalam pem bahasan ham pir semua sketsa
pembelajaran.
Untuk merancang asesmen sumatif, guru dapat membuat tugas-
tugas asesmen sesuai dengan setiap kotak Tabel Taksonomi. Per-
nyataan-pernyataan Pengetahuan Faktual, misalnya, kerap kali berupa
kalimat. Mengubah kalimat ini menjadi pertanyaan merupakan dasar
untuk mengases banyak tujuan Pengetahuan Faktual. Dalam sketsa
pembelajaran Gunung Berapi, pernyataan Pengetahuan Faktual yang
penting adalah "batu-batu beku karena perapian merupakan bukti
kuat akan adanya letusan gunung berapi". Siswa diharapkan Meng-
ingat Pengetahuan Faktual itu. Pertanyaan-pertanyaan asesmen yang
tepat adalah "Apa jenisbatu yang merupakan bukti kuat akan adanya

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas


letusan gunung berapi?" dan "Batu-batu beku merupakan bukti kuat
atas fenomena alam apa?" Jika asesmennya pilihan ganda, guru
tinggal menambahkan pilihan-pilihan jawaban yang sejenis.
Bila titik tekannya adalah mengingat pengetahuan faktual, guru
hanya perlu mengubah kalimat pernyataannya jadi kalimat tanya.
Penggunaan sinonim dalam kalimat tanya ini akan menggeser tujuan
dari Mengingat ke Memahami (misalnya, "Magma adalah bukti kuat
atas fenomena alam apa?"). Untuk menjawab pertanyaan ini, siswa
harus tahu bahwa magma merupakan salah satu kategori batu beku.
Merancang prototipe tugas-tugas asesmen untuk mengetahui
pencapaian tujuan proses-proses kognitif yang kompleks dan
beragam jenis pengetahuan memerlukan pemikiran yang lebih serius.
Beberapa contoh tugas asesmen untuk setiap proses kognitif telah
dipaparkan di Bab 5. Handbook yang memang lebih menekankan
asesmen menyajikan jauh lebih banyak contoh butir tugas. Rancang-
an prototipe tugas asesmen ini dapat menjadi cetak biru guna mem-
buat asesmen tujuan-tujuan dalam kotak-kotak Tabel Taksonomi. Di
sini, Tabel Taksonomi menjadi "alat penghemat tenaga" untuk me-
nyiapkan asesmen yang valid.
Guru pun dapat menyesuaikan proporsi tugas asesmen (misal­
nya, jumlah butir tes atau skor dari asesmen performa) dengan pro­
porsi waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas
pembelajaran dengan kotak-kotak Tabel Taksonomi. Kalau dua
proporsi dalam setiap kotaknya katakanlah sama, guru dapat menilai
validitas instruksional asesmen-asesmen ini. Proporsi tugas asesmen
dan waktu aktivitas pembelajarannya harus sesuai dengan penekan-
an pada setiap tujuan pembelajarannya.

Menghadapi Asesmen Ekstemal


(Sfc,

Guru-guru menghadapi standar-standar pendidikan dan ujian-


ujian nasional dan regional, juga kurikulum satuan pendidikan dan
pedoman-pedoman penskoran dalam asesmen performa. Ujian-ujian
nasional dan regional dan pedoman penskoran asesmen performa
merupakan asesmen eksternal, karena orang-orang yang tidak meng-
ajar siswa di kelas mengases siswa. Asesmen eksternal muncul dalam

374 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


beberapa tahun belakangan di Amerika Serikat, terutama untuk
mengukur akuntabilitas pendidikan. Pada umumnya, asesmen
eksternal disebut sebagai high-stakes asesment, sebab keputusan-ke-
putusan penting yang menyangkut siswa, guru dan sekolah dibuat
berdasarkan hasil-hasil asesmen ini. Perhatikan, misalnya, sketsa pem­
belajaran Menulis Laporan di Bab 13.
Mudah diduga bahwa sebagian besar guru kurang menyukai
asesmen eksternal. Coba simak surat pembaca kepada redaksi maja-
lah Newsweek berikut ini:

Terima kasih atas liputannya tentang betapa berbahayanya tes-tes


baku baru ini. Sebagai guru bahasa Inggris yang memilih berhenti jadi
guru daripada harus "mengajar untuk tes-tes tersebut", saya men-
dukung siswa-siswa yang menolak untuk mengikuti tes-tes baku itu.
Para pejabat di lingkungan Kementerian Pendidikan harus segera
mencari pengganti tes-tes tersebut sebelum anak-anak kita tumbuh
dan berpikir dengan pensil 2B dan lembar jawab komputer pilihan
ganda (Ellis, 1999: 15).
N

Banyak guru yang menulis sketsa pembelajaran di atas berjibaku


dengan asesmen-asesmen eksternal. Ms. Jeanna Hoffman (sketsa
pembelajaran Penjumlahan), misalnya, mengemukakan dua alasan
mengapa ia memilih unit pelajaran ini. Pertama, "unit pelajaran ini
merupakan bagian dari kurikulum inti distrik untuk kelas dua" dan,
kedua, "penjumlahan termasuk materi yang diujikan dalam tes baku
terbaru". Demikian juga, Ms. Airasian (sketsa pembelajaran Undang-
Undang) mengatakan bahwa "tulisan persuasi dan sejarah masa
penjajahan merupakan topik-topik yang wajib dicantumkan dalam
kurikulum distrik untuk kelas lima". Selain itu, ia diharuskan untuk
memakai Focus Correction Areas (FCAs) distrik, yakni empat kriteria
untuk menilai tulisan siswa (misalnya, menulis kalimat yang
lengkap, menulis paragraf yang tepat, menggunakan ejaan yang
benar, dan menulis dengan jelas).
Signifikansi perhatian pada asesmen eksternal. Kita perlu me-
merhatikan asesmen eksternal sebagian karena konsekuensi-konse-
kuensi pentingnya bagi siswa, guru dan karyawan sekolah (yakni,
asesmen eksternal itu "high stakes"). Pertama, siswa bisa tidak naik

Bab 14 : Mengnrai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas


kelas atau tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikut-
nya jika tidak lulus dari asesmen eksternal. Sekolah-sekolah yang
siswa-siswanya tidak lulus dari asesmen eksternal akan dicap sebagai
"berkualitas rendah" dan tidak mendapat kucuran dana dari peme-
rintah.
Alasan kedua mengapa asesmen eksternal perlu diperhatikan
adalah hasil-hasil asesmen eksternal ini menjadi bagian dari ukuran
akuntabilitas sekolah kepada masyarakat. Di Amerika Serikat, makin
banyak negara bagian yang mengundangkan peraturan mengenai
akuntabilitas sekolah.
Ketiga, untuk menghindari konsekuensi-konsekuensi negatif
dari asesmen eksternal, perlu ada kecocokan antara penafsiran yang
tepat atas apa yang dituntut oleh standar-standar eksternal beserta
asesmen-asesmen eksternalnya dan penafsiran sekolah tentang
pendidikan yang tepat. Asesmen eksternal dimaksudkan untuk di-
terapkan pada semua siswa kelas tertentu di semua sekolah. Akan
tetapi, sekolah-sekolah pada kenyataannya tidak mempunyai kuri-
kulum atau pembelajaran yang sama (meskipun mereka berusaha
untuk menyamakannya). Oleh karena itu, asesmen eksternal lebih
tepat bagi sebagian siswa dan sebagian sekolah, tetapi tidak bagi
sebagian siswa dan sekolah lainnya. Maka dari itu, hasil-hasil
asesmen mencerminkan perbedaan penafsiran atas standar-standar
pendidikan dan, karenanya, juga validitas asesmen. Kecocokan stan­
dard-standard eksternal dan kecenderungan-kecenderungan lokal
menjadi makin penting.
Singkatnya, asesmen eksternal telah menjadi jalan hidup siswa,
guru dan karyawan sekolah. Daripada menampik asesmen eksternal,
akan lebih realistis untuk mengamini pendapat guru lain yang ber-
kirim surat ke Newsweek:

Tantangan bagi guru-guru pada abad ke-21 adalah mengajarkan kete-


rampilan-keterampilan untuk menghadapi tes tanpa menghilangkan
misi pendidikan kita yang lebih mulia (Halley, 1999: 15, cetak tebal
oleh kami).

376 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Manfaat Tabel Taksonomi. Seperti ditunjukkan dalam sketsa-
sketsa, guru dapat memanfaatkan Tabel Taksonomi untuk meng-
analisis asesmen, aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan tujuan-tujuan
pembelajaran. Menggunakan Tabel Taksonomi untuk menganalisis
asesmen-asesmen eksternal memungkinkan guru mengupas elemen-
elemen kulit asesmen untuk mengetahui tingkat-tingkat pembelajar­
an siswa yang lebih tinggi yang diases. Sehingga, guru bukan "meng-
ajar untuk menghadapi tes", melainkan mengajar siswa untuk pem­
belajaran yang dites.
Manakala menghadapi asesmen eksternal, guru sebaiknya me-
nyiapkan dua Tabel Taksonomi: pertama untuk merumuskan tujuan-
tujuan pembelajaran dankcdua untuk menghadapi asesmen eksternal.
Kemudian, guru membandingkan dua Tabel Taksonomi ini untuk
mengestimasi kesesuaian antara tujuan-tujuan pembelajaran dan
asesmen eksternal. Dengan pembandingan ini, guru pun dapat meng-
hubungkan tujuan-tujuan pembelajaran dengan asesmen eksternal.
Ms. Airasian (sketsa pembelajaran Undang-Undang) mengilustrasi-
kan bagaimana semua ini dapat dilakukan dengan rubrik penskoran
asesmen performa. Dalam mengevaluasi tajuk rencana siswa, Ms.
Airasian menggunakan dua perangkat kriteria. Perangkat kriteria
pertama adalah kriteria-kriteria generik buatan pemerintah distrik
yang dipakai untuk mengevaluasi semua tulisan, dan perangkat
kriteria kedua merupakan kriteria-kriteria khusus untuk mengeva­
luasi tulisan persuasi. Dua perangkat kriteria yang digunakan secara
bersama ini memungkinkan Ms. Airasian memenuhi harapan-harap-
an pemerintah distrik (asesmen eksternal), dan pada saat yang sama
mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit pelajarannya dengan
kriteria-kriteria yang lebih spesifik.

KESIMPULAN PERIHAL KESESUAIAN ANTARA TUJUAN,


AKTIVITAS PEMBELAJARAN, DAN ASESMEN

Menyesuaikan Asesmen dengan Tujuan


Kebanyakan di antara kita pernah menjumpai guru matematika
yang merumuskan tujuan pembelajarannya: penyelesaian masalah,

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 377


tetapi kemudian menguji siswanya dengan tes memori faktual. Se-
baliknya, ada guru sejarah yang merumuskan tujuannya: mengingat
"tokoh-tokoh besar dan peristiw a-peristiw a penting", tetapi
kemudian meminta siswanya menulis esai yang menjelaskan peran
perbedaan agama dalam berbagai konflik. Bagaimana mungkin
terjadi ketidaksesuaian antara tujuan pembelajaran dan asesmennya?
Sketsa-sketsa di atas memberikan minimal empat jawaban atas
pertanyaan ini.
Pertamn, unit pelajaran berisikan mated tentang beragam peris-
tiwa dan eksperimen yang jalin-menjalin dan silang sengkarut, dan
guru mengalami kesulitan untuk mengajarkan semua itu. Karena
mengalami kesulitan, guru boleh jadi mengubah tujuannya, atau pe-
mahamannya tentang rumusan tujuannya berubah. Asesmen-
asesmen yang dilakukan setelah pengajaran unit berakhir bisa jadi
mencerminkan tujuan-tujuan atau pemahaman-pemahaman "baru",
bukan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan pada awal perencanaan
unitnya.
Kedua, guru boleh jadi tidak benar-benar memahami tujuan-
tujuan yang dia buat pada awal perencanaan unit pelajaran. Coba
perhatikan bahasa yang dipakai guru-guru pembuat sketsa-sketsa
dalam merumuskan tujuan-tujuan pokok unit pelajaran mereka di
bawah ini:
• Unit pelajaran ini dirancang untuk mengajarkan restrukturisasi
konsep dan pembelajaran yang bermakna dalam geologi. (sketsa
pembelajaran Gunung Berapi).
• Saya ingin memadukan kemampuan siswa untuk menulis
persuasi siswa dengan pengetahuan mereka tentang tokoh-tokoh
dan peristiwa-peristiwa sejarah. (sketsa pembelajaran Undang-
Undang).
• Siswa belajar menangkap relevansi karya sastra dengan ke-
hidupan mereka sendiri. (sketsa pembelajaran Macbeth).
• Unit pelajaran ini mengajarkan cara-cara untuk menghafal hasil-
hasil penjumlahanbilangan sampaijumlah 18. (sketsa pembelajar­
an Penjumlahan).

378 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


• [Siswa belajar] memeriksa pengaruh iklan pada "akal" mereka
dan memahami bagaimana pengaruh itu bekerja dalam diri
mereka. (sketsa pembelajaran Nutrisi).
Ketika unit pelajaran diajarkan, aktivitas-aktivitas pembelajaran-
nya menjadikan tujuan-tujuannya lebih konkret, yang umumnya
membuat guru (dan, juga diharapkan, siswa) lebih memahami tuju-
an-tujuan tersebut. Saat dilaksanakan asesmen formal, pemahaman
yang lebih konkret akibat aktivitas-aktivitas pembelajaran tersebut
—bukan pemahaman abstrak yang inheren dalam rumusan tujuan-
tujuannya— tecermin dalam asesmennya. Kesenjangan antara pe­
mahaman yang abstrak dan yang konkret serupa dengan ketidak-
sesuaian antara tujuan dan asesmen.
Ketiga (yang masih berkaitan dengan alasan kedua), sebagian
guru merumuskan tujuan-tujuan dengan perspektif jangka panjang.
Mereka terfokus pada tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh banyak
unit pelajaran selama beberapa tahun, dan tujuan-tujuan ini dicapai
pada akhir studi di sekolah (atau mungkin setelah mengikuti pem­
belajaran selama beberapa tahun). Guru mungkin merasa prematur
untuk mengases tujuan-tujuan jangka panjang setelah pengajaran
satu unit selesai. Asesmen yang prematur akan membuahkan hasil-
hasil yang secara teknik kurang valid dan, yang lebih penting lagi
dari sudut pandang guru, melemahkan semangat siswa. Maka, guru
hanya melakukan "asesmen parsial", hanya mengases pengetahuan
dan proses-proses kognitif yang sudah diajarkan sebelum pembuatan
tugas asesmen itu. Sehingga, asesmen tersebut sangat spesifik dan
tidak mengukur pencapaian tujuan yang lebih urnum, dan kemudian
terjadilah ketidaksesuaian antara asesmen yang spesifik dan tujuan
yang urnum.
Keempat, dan ini sejalan dengan pembahasan kita pada bagian
sebelumnya, penyebab ketidaksesuaian antara asesmen dan tujuan
bukan berasal dari guru. Dua sketsa pembelajaran di atas menerang-
kannya. Ms. Airasian (sketsa pembelajaran Undang-Undang) me-
rencanakan pembelajaran dan asesmennya dalam bingkai pedoman
penulisan pemerintah distrik. Lantaran berlaku untuk semua jenis
tulisan, pedoman penulisan ini tidak sesuai dengan tujuan pokok

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas


unit pelajarannya yang dirumuskan khusus untuk menulis persuasi.
Sama halnya, ujian akhir dalam sketsa pembelajaran Macbeth dibuat
oleh Ms. Jackson utamanya karena ia harus membuat nilai untuk
siswa-siswanya, bukan karena ia harus mengases pembelajaran siswa
dan pencapaian tujuan pokok unit ini.
Signifikansi penyesuaian asesmen dengan tujuan. Kami
sengaja menggunakan kata "asesmen" dan "tujuan" sebagai sub-
judul bagian ini dengan alasan yang kuat. Apabila guru diberi ke-
bebasan untuk membuat asesmen sendiri (misalnya, tidak ada ujian
nasional), pembuatan asesmen tersebut disesuaikan dengan tujuan
pembelajarannya, bukan sebaliknya. Memuat kami, asesmen me-
nunjukkan bukti tentang seberapa jauh siswa telah mempelajari apa
yang diharapkan mereka pelajari. Niat itu mendahului bukti! Per-
tanyaan sulit "Apa manfaat belajar?" Tidak dapat digantikan dengan
pertanyaan yang jauh lebih mudah dijawab "Apa yang akan dan/
atau harus kita ases?".
Akan tetapi, kami mendapati bahwa guru-guru kerap kali ber-
ada dalam situasi yang mengharuskan mereka menyesuaikan tujuan-
tujuan pembelajaran mereka dengan asesmen-asesmen eksternal.
Isunya adalah asesmen harus menyesuaikan tujuan, bukan sebalik­
nya dan bukan mempertanyakan lebih dahulu mana antara "ayam
dan telur". Terdapat dua alasan mengapa asesmen harus menyesuai­
kan tujuan. Pertama, penyesuaian ini memberi kesempatan yang lebih
luas kepada siswa untuk mempelajari pengetahuan dan proses-
proses kognitif yang diujikan dalam pelbagai asesmen yang mereka
hadapi. Pada zaman asesmen tingkat tinggi seperti sekarang ini,
penutupan kesempatan bagi siswa untuk belajar membawa konse-
kuensi-konsekuensi serius bagi siswa, guru dan karyawan sekolah.
Maka, penyesuaian ini setidaknya menjamin penyediaan kesempatan
oleh guru kepada siswa untuk mempelajari apa yang diharapkan
dipelajari.
Kedua, bagi banyak siswa, tujuan didikte oleh asesmen, khusus-
nya ketika asesmen menentukan nilai siswa. "Pekerjaan" mereka
adalah mengerjakan asesmen dengan baik supaya mereka mendapat
"nilai yang baik". Apabila asesmen dan tujuan bersesuaian, "nilai

380 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


yang baik" ini dapat diartikan sebagai "pembelajaran yang baik".
Akan tetapi, jikalau asesmen tidak sesuai dengan tujuan, siswa lebih
mungkin mengerahkan daya upaya mereka untuk mempelajari apa
yang diases ketimbang mempelajari apa yang dimaksudkan oleh
tujuan-tujuan pembelajarannya.
Manfaat Tabel Taksonomi. Tabel Taksonomi sangat bermanfaat
dalam membahas isu penting ini. Kami menunjukkan satu metode
untuk menilai kesesuaian antara tujuan dan asesmen dengan meng-
gunakan Tabel Taksonomi. Pertama, identifikasilah tujuan-tujuan
pokok unit pelajarannya, dan tentukan kotak-kotak Tabel Taksonomi
yang relevan. Kedua, identifikasilah asesmen-asesmen pokoknya, dan
tentukan kotak-kotak Tabel Taksonomi yang relevan. Perhatikan apa-
kah penekanan pada setiap tujuan tecermin dalam asesmennya. Jika
kotak-kotak dan penekanan yang dihasilkan oleh dua langkah per­
tama tidak bersesuaian, berarti memang terdapat ketidaksesuaian
antara tujuan dan asesmennya. Jika kotak-kotak tujuan dan asesmen­
nya sama, pelajarilah kesesuaian antara aktivitas-aktivitas pembelajar­
an dan tugas-tugas asesmennya. (Kami akan membahasnya lebih
jauh pada bagian berikutnya.)
Perhatikan pula bahwa Tabel Taksonomi merupakan dasar
untuk mempelajari tujuan dan asesmen. Kesesuaian keduanya tidak
dinilai dengan pembandingan langsung antara tujuan dan asesmen.
Tujuan-tujuan dan asesmen-asesmen ditempatkan secara independen
dalam kotak-kotak Tabel Taksonomi yang tepat. Kalau sebuah tujuan
dan satu asesmen berada dalam kotak yang sama, berarti terdapat
kesesuaian di antara keduanya. Pembandingan dilakukan pada level
yang "lebih dalam" dan difokuskan pada pembelajaran siswa.

Penyesuaian Aktivitas-aktivitas Pembelajaran dan Asesmen


Asumsi tradisional menyatakan bahwa asesmen valid bila ases­
men tersebut bersesuaian dengan unit atau tujuan pembelajarannya.
Validitas semacam ini disebut sebagai validitas isi (content validity).
Namun, pada awal 1970-an, asumsi itu dipertanyakan. Sebagian ahli
berpendapat bahwa validitas asesmen bergantung pada apa yang

Bab 14 : Mengurai Masalah-niasalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas


diajarkan di kelas, bukan pada apa yang akan diajarkan sesuai
dengan tujuan-tujuan pembelajarannya. Validitas seperti ini dinama-
kan validitas instruksional (instructional validity) atau sensitivitas
instruksional (instructional sensitivity) (Thorndike, Cunningham,
Thorndike, dan Hagen, 1991).
Hubungan antara aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-
tugas asesmen/poin skor bisa merentang dari sangat erat (identik)
sampai sangat jauh (tidak ada kesesuaian). Coba perhatikan keeratan
hubungan keduanya dalam sketsa pembelajaran Undang-Undang,
misalnya. Aktivitas-aktivitas pembelajaran pada Hari ke-2 dan 3 di-
maksudkan untuk mengajarkan pengetahuan umum yang dibutuh-
kan guna menghadapi asesmen pokok (yakni, menulis tajuk ren-
cana). Aktivitas-aktivitas pada Hari ke-4 dan 5 dirancang untuk
mengajarkan pengetahuan dan keterampilan menulis persuasi yang
siswa butuhkan untuk menulis tajuk rencana. Aktivitas-aktivitas Hari
ke-6 dan 7 memungkinkan siswa menguasai pengetahuan yang lebih
spesifik yang mereka perlukan untuk menyelesaikan penulisan tajuk
rencana mereka. Lantas, siswa menghabiskan tiga hari terakhir
pengajaran unit ini untuk menulis tajuk rencana, dengan bimbingan
dan supervisi guru. Aktivitas pembelajaran terakhir memberikan
data-data yang akan dipakai untuk membuat asesmen.
Hubungan antara aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-
tugas asesmen/poin skor bisa jadi sedikit "lebih longgar". Aktivitas-
aktivitas pembelajarannya mungkin serupa tetapi tidak identik
dengan tugas-tugas asesmennya. Dalam sketsa pembelajaran Nutrisi,
misalnya, salah satu aktivitas pembelajarannya adalah siswa meng-
identifikasi daya-daya tarik iklan makanan di televisi. Aktivitas
pertamanya mengharuskan siswa menempatkan setiap daya tarik
iklan ke dalam salah satu dari enam kategori "jenis daya tarik".
Dalam aktivitas kedua, siswa menonton iklan-iklan yang ditayang-
kan dalam kaset video dan, secara berkelompok, mengevaluasi
seberapa bagus iklan "bekerja". Hasil akhir dari aktivitas ini berupa
kriteria-kriteria ten tang iklan yang "meyakinkan". Tugas asesmennya
mengharuskan siswa, dalam kelompok dua-dua atau empat-empat,
merancang sebuah iklan yang memiliki satu atau lebih daya tarik

382 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dan "meyakinkan". Tugas asesmen ini membutuhkan pemahaman
konseptual tentang enani "jenis" daya tarik (aktivitas pertama) dan
kriteria-kriteria tentang iklan yang "meyakinkan" (aktivitas kedua).
Aktivitas-aktivitas pembelajaran boleh jadi tidak berhubungan
sama sekali dengan tugas-tugas asesmennya, sebagaimana ditunjuk-
kan dalam sketsa pembelajaran Macbeth. Tak satu pun aktivitas pem­
belajaran yang secara khusus terfokus pada detail-detail dramanya.
Aktivitas-aktivitas pembelajarannya malah menekankan pada konsep-
konsep dasar (misalnya, motif, ironi) dan mengharuskan siswa mem-
buat kesimpulan (misalnya, memprediksi apa yang akan terjadi, men-
jelaskan alasannya). Sebaliknya, ujian akhirnya berisikan pertanya-
an-pertanyaan yang terfokus semata-mata pada detail-detail drama­
nya (misalnya, menjodohkan aktivitas-aktivitas dan sifat-sifat dengan
tokoh-tokoh dramanya, menjodohkan tokoh-tokoh drama dengan
kutipan-kutipan perkataan yang familier). Di sini, terdapat dua
asesmen: proyek kelompok dan ujian akhir. Asesmen pertama tidak
s
sesuai dengan aktivitas-aktivitas pembelajarannya, sedangkan
asesmen kedua sangat sesuai.
Signifikansi penyesuaian aktivitas-aktivitas pembelajaran
dengan asesmen-asesmen. Seperti telah disebutkan terdahulu,
aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-tugas asesmen bisa inden-
tik dalam bal substansi (pengetahuan, proses kognitif) dan bentuknya
(asesmen pilihan ganda, asesmen performa). Aktivitas pembelajaran
dan tugas asesmen mempunyai fungsi-fungsi pokok yang berbeda.
Aktivitas pembelajaran dimaksudkan untuk membantu siswa belajar,
sedangkan tugas asesmen untuk menentukan apakah atau seberapa
jauh siswa belajar.
Memastikan bahwa siswa mengikuti aktivitas-aktivitas pem­
belajaran yang identik dengan tugas-tugas asesmen dalam hal
substansinya berarti meningkatkan validitas instruksional asesmen­
nya. Memastikan bahwa siswa mengikuti aktivitas-aktivitas pem­
belajaran yang identik dengan tugas-tugas asesmennya dalam hal
bentuknya berarti membiasakan siswa dengan beragam format tugas
dan kondisi tes (misalnya, tes yang sangat dibatasi waktu) sehingga
siswa lebih mampu menghadapi asesmen-asesmen eksternal.

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 383


Cara lain untuk menyesuaikan asesmen —asesmen performa—
dengan aktivitas pembelajaran adalah memastikan bahwa siswa
Mengingat, Memahami, dan dapat Mengaplikasikan kriteria-kriteria
evaluasi atau rubrik penskoran. Seperti dalam sketsa pembelajaran
Nutrisi, siswa dapat dilibatkan dalam pembuatan kriteria evaluasi
atau rubrik penskoran. Cara ini memperkuat hubungan antara
aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-tugas asesmennya.
Manakala tugas-tugas asesmen dan aktivitas-aktivitas pem-
belajarannya tidak bersesuaian, guru tidak dapat memprediksi efek-
tivitas aktivitas-aktivitas pembelajarannya secara tepat. Misalnya,
Mr. Parker (sketsa pembelajaran Gunung Berapi) dapat mengajarkan
pemahaman konseptual (tujuan) dengan sangat baik. Namun, bila
asesmen formalnya berisikan fakta-fakta tentang gunung berapi di
berbagai daerah di Amerika Serikat dan seluruh dunia, siswa tidak
akan dapat mengerjakan asesmen ini dengan baik. Berdasarkan infor-
masi-informasi yang diperoleh dari asesmen tersebut, kami dapat
menyimpulkan bahwa pembelajaran yang dilakukan Mr. Parker
tidak efektif. Kesimpulan yang lebih logis adalah bahwa tujuan pem­
belajarannya tidak bersesuaian dengan asesmennya.
Manfaat Tabel Taksonomi. Sekali lagi, Tabel Taksonomi di sini
berm anfaat sebagai alat analisis. Dalam asesm en yang lebih
tradisional (misalnya, tes), penempatan'sebuah tujuan secara tepat
dalam Tabel Taksonomi akan memberi petunjuk tentang tugas-tugas
asesmen yang sesuai dengan tujuan tersebut. Sebagai contoh, tujuan
yang terfokus pada mengaplikasikan pengetalnian prosedural galibnya
mempunyai tugas-tugas asesmen yang berisikan: (1) masalah yang
baru, (2) masalah yang harus diselesaikan atau perintah yang harus
dilaksanakan, dan (3) pilihan-pilihan jawaban atau ruang untuk me-
nunjukkan karya siswa dan jawaban akhir. Dengan mengetahui
struktur dasar asesmen ini, guru dapat merancang atau memilih
banyak tugas asesmen. Setelah tugas-tugas asesmen ini dibuat, se-
bagian tugas dapat dipadukan dengan aktivitas-aktivitas pembelajar­
an (untuk membantu siswa belajar) dan sebagian tugas lainnya di-
khususkan untuk tujuan asesmen (untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan belajar siswa). Cara ini memperkuat kesesuaian antara

384 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


pembelajaran dan asesmen tanpa mengurangi kualitas tugas-tugas
yang dikhususkan untuk asesmen.
Jikalau, dalam contoh ini, siswa diharapkan untuk menunjukkan
karya mereka dan menulis jawabannya, harus dibuat pedoman pen-
skoran (misalnya, skala kiraan, rubrik penskoran). Pedoman pen-
skoran ini akan menjelaskan harapan-harapan guru dalam pengerti-
an performa yang disampaikan kepada siswa dan dijadikan peng-
hubung antara aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-tugas
asesmen.

Penyesuaian Aktivitas-aktivitas Pembelajaran dengan Tujuan


Anda barangkali berpikir bahwa bila asesmen sesuai dengan
tujuan dan aktivitas-aktivitas pembelajaran sesuai dengan asesmen,
aktivitas-aktivitas pembelajarannya otomatis sesuai dengan tujuan-
nya. Biasanya memang demikian, tetapi tidak selalu. Guru mungkin
menyelenggarakan aktivitas-aktivitas pembelajaran yang tidak ber-
kaitan langsung dengan tujuan atau asesmennya. Dalam banyak
kasus, aktivitas-aktivitas pembelajaran yang tidak berkaitan lang­
sung dengan tujuan atau asesmennya dimaksudkan untuk memberi
siswa informasi yang mereka butuhkan guna mencapai tujuannya.
Dalam sketsa pembelajaran Menulis Laporan, misalnya, dua
tujuan pertamanya berkenaan dengan pemilihan sumber-sumber
informasi dan, pada akhirnya, dengan informasi khusus tentang
tokoh terkenal dalam sejarah Amerika. Rumusan-rumusan tujuannya
mengasumsikan bahwa siswa telah mengantongi satu nama tokoh.
Namun, asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Akibatnya, aktivitas-
aktivitas pembelajaran pada Hari ke-5-8 berhubungan dengan tugas
untuk memilih seorang tokoh terkenal. Tugas ini tentu penting sebab
tanpa tugas tersebut, siswa tidak akan dapat mencapai tujuan-tujuan
unitnya; tetapi tugas itu merupakan persiapan untuk mencapai, tidak
bersesuaian dengan, tujuan-tujuannya.
Signifikansi penyesuaian aktivitas dengan tujuan. Kesimpulan
akhir kami menegaskan pentingnya mengecek kembali kesesuaian
antara aktivitas dan tujuan. Kami percaya bahwa pengecekan terakhir

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 385


ini dapat mengidentifikasi aktivitas-aktivitas pembelajaran yang tidak
berkaitan atau, kurang berkaitan, dengan tujuan-tujuan unit pelajar-
annya. Namun, kami tidak mengatakan bahwa aktivitas-aktivitas
pembelajaran yang kurang berkaitan dengan tujuan-tujuannya
harus dibuang. Dalam unit pelajaran, aktivitas-aktivitas mempunyai
beragam peran.
Misalnya, beberapa aktivitas dimaksudkan untuk mengenalkan
unit pelajaran kepada siswa. Sketsa Pembelajaran Nutrisi mempunyai
satu aktivitas yang mengharuskan siswa mengidentifikasi produk-
produk dari "jargonnya", yang bertujuan membangkitkan minat
siswa.
Aktivitas-aktivitas lain dimaksudkan untuk lebih melibatkan
siswa dalam unit pelajaran ini. Dalam sketsa pembelajaran Macbeth,
siswa diberi kebebasan untuk memilih salah satu di antara tiga video
pementasan drama ini.
Sebagian aktivitas menunjukkan materi yang akan diajarkan
pada pertemuan mendatang dan juga dimaksudkan untuk memberi
dasar pembelajaran berikutnya. Contohnya dalam sketsa pembelajar­
an Penjumlahan adalah konsep "inversi penjumlahan" yang di-
eksplorasi (tanpa pernah disebut nama konsepnya).
Ada pula aktivitas-aktivitas yang berfungsi sebagai pra-ases-
men; yakni penentuan apa yang siswa "bawa ke" dalam unit pelajar-
annya, pengetahuan dan proses-proses kognitif apa yang mereka
bawa. Aktivitas dalam sketsa pembelajaran Gunung Berapi yang
membuat siswa mengemukakan konsepsi-konsepsi mereka tentang
gunung berapi merupakan contohnya.
Mengetahui fungsi aktivitas-aktivitas pembelajaran dalam unit
pelajaran sangat penting untuk menentukan aktivitas-aktivitas yang
sepertinya tidak relevan tetapi memiliki fungsi-fungsi khusus yang
tidak tergambar dalam Tabel Taksonomi. Membuang aktivitas-
aktivitas yang tidak relevan akan menghasilkan unit pelajaran yang
lebih efisien dan "lebih sempit". Dan, pada zaman sekarang, efisiensi
sangat penting mengingat terdapat banyak sekali tujuan yang harus
dicapai dalam waktu pembelajaran yang terbatas.

386 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Manfaat Tabel Taksonomi. Manfaat Tabel Taksonomi dalam
menyesuaikan aktivitas pembelajaran dengan tujuannya sama
dengan manfaat dalam dua penyesuaian sebelumnya. Singkatnya,
Tabel Taksonomi menjadi alat analisis bagi guru untuk mengkaji
kesesuaian tersebut secara "lebih mendalam", yang melampaui ciri-
ciri wadah aktivitas dan tujuan pembelajaran dan menukik ke makna
pembelajaran siswa.

KOMENTAR AKHIR
Guru (dan pendidik pada umumnya) menghadapi empat per-
tanyaan dasar yang telah dibahas di awal bab ini sejak Handbook
terbit setengah abad silam lebih, bahkan sejak jauh-jauh tahun
sebelumnya. Tabel Taksonomi memang tidak dapat memberikan
jawaban langsung atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, tetapi kami
yakin bahwa kerangka pikir ini dapat menjadi dasar untuk mendis-
kusikan keempat pertanya'an itu. Secara lebih spesifik, Tabel Takso­
nomi memberi cara pandang lain bagi guru dan pihak-pihak yang
bekerja dengan guru dalam mengurai masalah-masalah pelik ini,
sehingga mereka memperoleh wawasan baru dan —berdasarkan
kesimpulan-kesimpulan dari sketsa-sketsa di atas— pemahaman baru
mengenai masalah-masalah tersebut.
Misalnya, ketika dipandang dengan kacamata Tabel Taksonomi,
konsep sederhana seperti "kesesuaian" mendapat makna anyar.
Adalah tidak cukup untuk menyesuaikan asesmen dengan pem-
belajarannya hanya berdasarkan jenis-jenis pengetahuan atau kate-
gori-kategori proses kognitif. Penyesuaian ini niscaya melibatkan
perpaduan antara jenis pengetahuan dan proses kognitif (tujuan
pembelajaran) untuk meningkatkan pembelajaran siswa. Semua ini
membantu kita memahami mengapa upaya-upaya penyesuaian
sebelumnya tidak berhasil dan apa upaya-upaya berikutnya yang
harus ditempuh. Pemahaman dan wawasan baru ini memungkin-
kan guru menemukan solusi (strategi-strategi) yang sebelumnya tak
terpikirkan.

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 387


MASALAH-MASALAH YANG BELUM TERSELESAIKAN
Kami berharap revisi ini merupakan penyempurnaan atas Hand­
book, tetapi orang-orang yang menggarap karya-karya besar merasa
bahwa penyempurnaan itu tak pernah berakhir. Setiap orang dari
kami mengerahkan upaya terbaik dengan pendekatan yang telah
dipilih seraya tetap menyadari aspek-aspek yang akan menjadikan
kerangka pikir ini lebih bermanfaat tetapi belum kami masukkan.
Sebagian aspek tersebut yang perlu dikaji oleh generasi mendatang
adalah sebagai berikut:1

Perencanaan dan Analisis yang lebih Matang


Analisis pada bab-bab sketsa pembelajaran sebelumnya cukup
menghabiskan energi kami. Akan tetapi, kami percaya bahwa bab-
bab tersebut membantu pembaca mempelajari proses analisisnya,
apalagi ketika sebuah unit pelajaran atau mata pelajaran diajarkan
ulang da lam kelas-kelas yang sangat besar atau dalam pendidikan
jarak jauh. Untuk kelas-kelas yang unit pelajaran atau mata pelajar-
annya perlu diperbarui setiap saat, yang diajar dengan pendekatan
yang berbeda-beda, yang sangat kecil, dan/atari yang diselenggara-
kan secara tidak teratur, bab-bab sketsa pembelajaran di atasbarang-
kali tidak bermanfaat. Meski demikian, kbtegori-kategori dalam ke­
rangka pikir ini mendorong guru untuk meluaskan rentang penge-
tahuan dan proses kognitif dalam unit pelajaran atau mata pelajaran
rnereka, yang tentu akan menjadi lebih berkualitas. Kerangka-
kerangka pikir lain boleh jadi memberi manfaat yang lebih baik untuk
kasus-kasus yang lebih sulit dan membutuhkan perencanaan dan
analisis yang lebih matang.

Hubungan antara Tujuan dan Pembelajaran


Hubungan antara tujuan dan pembelajaran perlu dikaji secara
lebih mendalam. Kami memang telah menunjukkan contoh ciri-ciri

'Pembahasan yang lebih mendetail tentang masalah-masalah yang tak


terpecahkan ini terdapat dalam edisi lengkap buku ini Bab 17.

388 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan tujuannya, tetapi spe-
sifikasi tujuan belajar tidak otomatis memunculkan metode pem-
belajarannya. Kajian yang lebih mendalam merupakan harapan dari
gerakan pendidikan berbasis performa (performance-based movement)
pada akhir 1960-an dan awal 1970-an. Para peneliti harus menemu-
kan metode-metode pengajaran, strategi-strategi pembelajaran, atau
kreasi-kreasi guru untuk menciptakan proses belajar (pembelajar­
an) dalam lingkungan-lingkungan tertentu. Mereka belum menemu-
kannya sampai sekarang. Anehnya, kini banyak orang merasa bahwa
harapan itu tidak realistis. Namun, sebelum hubungan antara tujuan
dan aktivitas pembelajaran dijelaskan dengan bukti-bukti empiris
yang meyakinkan, kami percaya bahwa manfaat nyata dari kerangka
pikir, seperti karya kami ini, untuk merancang pembelajaran yang
tepat berupa proses dan hasil analisis sebagaimana yang kami tunjuk-
kan dalam sketsa-sketsa di atas.
Kerangka pikir yang bermanfaat bagi guru ialah kerangka pikir
\
yang memudahkan mereka menerjemahkan tujuan-tujuan yang
abstrak jadi strategi-strategi pengajaran dan kemudian jadi aktivitas-
aktivitas pembelajaran konkret yang membantu siswa mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Mungkinkah membuat kerangka pikir baru
yang lebih memudahkan tugas guru tersebut dibandingkan dengan
kerangka-kerangka pikir yang sudah ada? Ini merupakan pertanyaan
empiris yang tidak mudah dijawab.

Format Tes Pilihan Ganda yang Tak Kunjung Maju


Ciri penting dari Handbook adalah penggunaan format tes pilihan
ganda secara ekstensif untuk setiap kategori taksonomi. Bab 5 Hand­
book memang memaparkan format-format asesmen, tetapi contoh-
contohnya lebih menjelaskan dan mengilustrasikan jenis-jenis proses
kognitif yang diharapkan dalam sebuah kategori proses ketimbang
menunjukkan beragam cara belajar siswa dalam sebuah kategori.
Teknologi pengetesan telah berkembang pesat sejak penerbitan
Handbook, tetapi tes uraian kurang berkembang. Dalam kata-kata
Sternberg (1997), "Ada sebuah industri ...yang terkecualikan dari arus
deras kemajuan teknologi...." Dia melanjutkan dengan nada ironis,

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas 389


"contoh inovasi... (seperti diumumkan belum lama ini oleh sebuah
perusahaan pengetesan) yang berupa butir-butir tes kemampuan
matematika, bukan butir tes pilihan ganda melainkan tes uraian
(pengisian titik-titik yang kosong)" (him. 1137). Empat puluh empat
tahun setelah penerbitan Handbook, kita hanya mencatat sedikit
kemajuan dalam tes uraian. Para pendidik tidak akan melupakan
manfaat dari portofolio dan asesmen-asesmen performa lainnya,
tetapi mereka yang mencari penjelasan lengkap tentang jenis tes
yang sesuai dengan kategori taksonomi pendidikan harus membaca
kembali Handbook dan buku-buku semisal karya Smith dan Tyler
(1942). Paul dan Nosich (1992) menunjukkan model-model pengukur-
an pemikiran tingkat tinggi yang oleh Haladyna dimaksudkan untuk
membantu mereka yang akan menguji perilaku kompleks; Hannah
dan Michaelis (1977) menyuguhkan contoh-contoh butir tes untuk
setiap kategori taksonomi.

Teori Belajar dan Kognisi


Idealnya, dimensi-dimensi dalam kerangka pikir kami dan urut-
an kategori-kategorinya didasarkan pada satu teori belajar yang di-
terima luas dan fungsional. Temuan-temuan baru dalam teori-teori
belajar memberi kontribusi bagi revisi jcami. Namun, meskipun
muncul banyak temuan sejak penerbitan Handbook, belum ada sebuah
teori psikologis yang bisa menjadi dasar untuk seluruh proses belajar.

Hubungan antara Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor


Para penulis Handbook membagi tujuan pendidikan jadi tiga
ranah: kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembagian ini dikritik karena
memisahkan aspek-aspek pada sebuah tujuan — dan hampir setiap
tujuan kognitif mengandung komponen afektif. Misalnya, guru
bahasa Indonesia ingin siswanya tidak hanya belajar mengkritisi
karya sastra yang bagus, tetapi juga belajar menghargainya, meng-
apresiasinya, dan membuat karya sastra yang bagus pula. Menjadi-
kan aspek-aspek afektif sebagai bagian dari pembelajaran dimungkin-
kan jika taksonomi pendidikan mengintegrasikan ketiga ranah ini.

390 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lantaran hanya nierevisi ranah kognitif, buku ini menyamping-
kan pemisahan aspek-aspek ketiga ranah itu, tetapi kategori Penge-
tahuan Me takognit if d ap at menjembatani integrasi ranah kognitif dan
afektif. Namun, sejumlah kerangka pikir pendidikan lain memasuk-
kan komponen afektif. Hauenstein (1998), misalnya, membuat takso-
nomi afektif, taksonomi kognitif, dan juga taksonomi psikomotor.
Akan tetapi, tak satu pun kerangka pikir yang ada mengintegrasikan
ketiga ranah ini secara memadai. Kami berharap pembahasan
masalah ini di Bab 15 dalam edisi lengkapnya dapat meretas kemung-
kinan untuk mengintegrasikan tiga ranah ini di masa depan —sebuah
tantangan yang menarik.

PENUTUP
Sebagaimana kerangka pikir aslinya, revisi kami ini akan sangat
bermanfaat jika Anda mengadaptasinya sesuai dengan tujuan-tujuan
Anda. Bloom, Hastings ddn Madaus (1971) menunjukkan bagaimana
kerangka pikir asli itu dapat diadaptasi dalam sejumlah mata pelajar-
an: bahasa (Moore dan Kennedy, 1971), matematika (J.W. Wilson,
1971), pendidikan (B.G. Wilson, 1971), ilmu sosial (Orlandi, 1971),
dan sains (Klopfer, 1971). McGuire (1963) memodifikasi kerangka
pikir Bloom untuk pendidikan kesehatan. Mereka semua memodifi­
kasi jarak antarkategori sesuai dengan mata-mata pelajaran mereka
dan membuat sub-subkategori yang memperlihatkan perbedaan-
perbedaan penting antardisiplin ilmu. Sebagian cara mereka dalam
memodifikasi kerangka pikir Bloom dapat diterapkan untuk me­
modifikasi kerangka pikir kami; sebagian modifikasi lainnya perlu
diubah untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran mereka.
Walaupun revisi ini dibuat sebagai kerangka pikir yang dapat di­
terapkan untuk banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu, kami
sangat menyarankan agar Anda mengadaptasi atau memodifikasinya
secara kreatif sesuai dengan kebutuhan Anda.
Semua kerangka pikir, termasuk taksonomi pendidikan ini,
merupakan abstraksi realitas dan menyederhanakan realitas untuk
memudahkan kita memahami keteraturan di balik realitas tersebut.

Bab 14 : Mengurai Masalah-masalah Pelik dalam Pembelajaran di Kelas


Laiknya makanan yang bergizi dan enak dibuktikan dengan me-
makannya, kerangka konseptual seperti taksonomi pendidikan ini
dibuktikan dengan menerapkannya — keluasan dan kedalaman
penggunaan dan pengaruhnya di lapangan.
Banyak bagian dari Handbook perlu dipertahankan. Kutipan-
kutipan dari Handbook yang terus bermunculan di mana-mana men-
jadi buktinya. "Dalam kehidupan yang ditandai dengan ayunan
dinamis pendulumnya, sungguh kecil kemungkinan untuk me-
nerima dan menerapkan ide, konsep, atau sudut pandang yang
konstan. Namun, taksonomi pendidikan ini menjadi sebuah per-
kecualian yang langka" (Anderson dan Sosniak, 1994: viii). Kami
mempertahankan hal-hal esensial dalam Handbook, meminjam ide-
ide baru dari kerangka-kerangka pikir lain, memetik buah-buah
kemajuan dalam teori-teori dan hasil-hasil penelitian kognitif, dan
membuat revisi yang lebih bermanfaat dan berorientasi pada ke-
butuhanpendidik— semoga revisi kami ini sama familiernya dengan
Handbook bagi para pendidik. ■

392 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Lampiran
Lampiran A

Ringkasan Perubahan
Kerangka Taksonomi

K erangka pikir asli anggitan Benjamin Bloom dan kawan-kawan


berisikan enam kategori pokok dengan urutan sebagai berikut:
Pengetahuan (knowledge), Romprehensi (comprehension), Aplikasi (ap­
plication), Sintesis (synthesis), dan Evaluasi (evaluation). Kategori-
kategori di atas Pengetahuan disebut "kemampuan (ability) dan kete-
rampilan (skill)". Pengetahuan digunakan dalam setiap kemampu­
an dan keterampilan, karena penggunaan kemampuan dan kete-
rampilan yang efektif membutuhkan pengetahuan yang tepat.
Setiap kategori memiliki subkategori; Pengetahuan dan Kom-
prehensi mempunyai banyak subkategori, sedangkan kategori-kate-
gori lainnya m em punyai sed ikit subkategori. K ategori dan
subkategori ini berada dalam sebuah kontinum, dari tingkat seder-
hana ke kompleks dan dari tingkat konkret ke abstrak. Hubungan
antarkategori dalam kontinum ini bersifat hierarki kumulatif (lihat
poin 11 di bawah).
Para pembaca yang sudah familier dengan kerangka pikir asli-
nya akan tahu bahwa kami melakukan 12 perubahan: empat dalam
hal penekanan, empat dalam hal terminologi, dan empat dalam hal
struktur. Intinya adalah kami mengubah fokusnya.

Lampiran A: Ringkasan Perubahan Kerangka Taksonomi 395


PERUBAHAN PENEKANAN

1. Fokus Utama Revisi ini pada Penggunaan Taksonomi


Pendidikan
Revisi ini menekankan penggunaan taksonomi pendidikan
dalam merencanakan kurikulum, pembelajaran, asesmen, dan kese-
suaian di antara ketiganya. Penekanan ini beralih dari fokus takso­
nomi aslinya pada asesmen, beserta banyak contoh butir tesnya untuk
setiap kategori. Perbedaan antara dua versi taksonomi ini tampak
mencolok jika Anda membandingkan proporsi contoh penggunaan
taksonomi dalam merencanakan kurikulum dan pembelajaran.
Dalam versi aslinya, proporsi ini tidak sebanding. Dalam versi revisi-
nya, 11 dari 17 bab mendeskripsikan penerapan kerangka pikir ini.
Bab 1 ,2 ,3 dan 6 mengenalkan penggunaan kerangka pikir ini dalam
merencanakan dan menganalisis kurikulum, pembelajaran, asesmen,
dan kesesuaiannya. Bab 7 menjelaskan penggunaannya dalam me-
nyiapkan dan menganalisis sketsa-sketsa pembelajaran, dan Bab 8-
13 menyajikan sketsa-sketsa dan analisis terhadap sketsa-sketsa ter-
sebut. Bab 14 menguraikan sembilan kesimpulan yang berkaitan
dengan isu-isu kritis dalam pendidikan yang berkembang dari ana-
lisis-analisis tadi. N
Para penulis Handbook umumnya adalah dosen-dosen college dan
universitas yang menyusun taksonomi awalnya untuk tukar-me-
nukar butir tes di antara lembaga-lembaga pendidikan mereka. Akan
tetapi, sebagaimana dikatakan oleh Ben Bloom pada sambutannya
dalam pertemuan pertama mereka (Bloom, 1949), dia mengharapkan
taksonomi pendidikan itu mempunyai manfaat yang jauh lebih luas;
banyak sekali masalah dapat didekati dengan taksonomi pendidikan
tersebut. Revisi ini tidak hanya menunjukkan bahwa pendapat Bloom
realistis, tetapi juga telah memodifikasi taksonomi pendidikan untuk
memperluas penggunaannya dan meningkatkan efektivitasnya.

396 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


2 Revisi ini Menyasar Lebih Banyak Segmen Pembaca,
terutama Guru
Revisi ini dirancang untuk digunakan oleh guru-guru dalam
semua jenjang pendidikan, teristimewa guru SD/MI, SMP/MTs, dan
SMA/MA. Hakikatnya, bagaimana perubahan ini dapat membuat
taksonomi pendidikan lebih bermanfaat bagi semua guru? Jawaban-
jawaban atas pertanyaan ini memandu kami dalam mengambil ke-
putusan .Jikalau versi aslinya ditujukan terutama untuk dosen-dosen,
tanpa contoh kasus dari khazanah pendidikan dasar dan menengah,
revisi ini justru memberikan banyak contoh kasus dari pendidikan
dasar dan menengah. Semua sketsa pembelajaran pada Bab 8-13
diajarkan di SD-SMA.

3. Contoh-contoh Tugas Asesmennya untuk Memperjelas


Makna Taksonomi
Revisi ini memasukkan contoh tugas-tugas asesmen (yakni,
tugas performa dan butir tes) khususnya untuk mengilustrasikan
dan menjelaskan makna kategori-kategorinya. Oleh karena tes uraian
kurang berkembang sejak penerbitan Handbook sampai penulisan
revisi ini, kami tidak melakukan banyak perubahan pada bagian ini.
Lantaran Handbook sangat menitikberatkan pada butir tes (terutama
pilihan ganda) —hampir 40% dari seluruh halamannya— Handbook
merupakan sumber referensi tentang format-format tes. Banyak
format tes yang dikembangkan oleh Smith dan Tyler (1942), dalam
Eight Year Study masih sangat bagus dan tepat pada masa kini untuk
mengukur proses-proses kognitif yang kompleks.

4. Revisi ini Menekankan Subkategorinya


Kerangka pikir aslinya lebih menekankan enam kategorinya
ketimbang sub-subkategorinya, yang mendedahkan kategori-
kategori itu secara lebih mendetail. Dalam revisi ini, definisi kategori-
kategori pokoknya menjadi sangat jelas dalam pemaparan dan
ilustrasi sub-subkategorinya yang panjang lebar (yakni, sub-subjenis
pengetahuan dan proses-proses kognitif yang spesifik) dan

Lampiran A: Ringkasan Perubahan Kerangka Taksonomi 397


penggunaan sub-subkategori itu dalam menganalisis sketsa pem-
belajaran-vinyetnya. (Lihat Bab 4 dan 5 dan semua bab pada Bagian
III).

PERUBAHAN TERMINOLOGI

5. Nama-nama Kategori Pokoknya Sesuai dengan Kerangka


Tujuan Pendidikan
Kami mengubah istilah-istilahnya supaya sesuai dengan
kerangka tujuan-tujuan pendidikan, yang luput dari kerangka pikir
aslinya. Tujuan-tujuan pendidikan mengindikasikan bahwa siswa
akan dapat melakukan sesuatu (kata kerja) atau dengan sesuatu (kata
benda) —hubungan kata kerja-kata benda.Kategori-kategori penge-
tahuannya secara umum menyediakan kata-kata benda untuk me-
rumuskan tujuan, dan ini tecermin dalam kategori pertama dalam
struktur aslinya, yakni Pengetahuan, yang merupakan kata benda.
Akan tetapi, kategori-kategori aslinya yang masih dipakai (Aplikasi,
Analisis, dan seterusnya) diubah jadi kata kerja (mengaplikasikan,
menganalisis, dan seterusnya) ketika dipakai untuk merumuskan
tujuan pendidikan. Perubahan kategori-kategori ini jadi berbentuk
kata kerja (Menganalisis, Menganalisis, dan seterusnya) dimaksudkan
supaya sejalan dengan hubungan kata kerja-kata benda. Agar
lengkap, kategori Pengetahuan diubah jadi Mengingat.

6. Sub-subkategori Pengetahuan Diberi Nama Baru


dan Disusun Ulang
Lantaran Handbook menekankan enam kategorinya, sebagian
pembaca lupa akan sub-subkategori Pengetahuan. Dalam Handbook,
sub-subkategori ini dipaparkan dalam bagian lampiran. Hasil kajian
kami tentang kerangka-kerangka pikir alternatif sejak penerbitan
Handbook (lihat Bab 15) dan hasil penelitian kami tentang proses
belajar menggiring kami untuk merumuskan kembali kerangka sub-
subkategori Pengetahuan dalam empat jenis pengetahuan: Penge­
tahuan Faktual, Pengetahuan Konseptual, Pengetahuan Proseduml, dan
subkategori baru Pengetahuan Metakognitif. Sebagaimana kami sebut-

398 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesnien


kan pada Bab 4, Anda dapat dengan mudah menempatkan penge-
tahuan-pengetahuan sejenis Pengetahuan Faktunl, Konseptual dan
Prosedural dalam sub-subkategori Pengetahuan aslinya. Kami ber-
pendapatbahwa kategori barunya mengarah pada tujuan metakog-
nitif.

7. Sub-subkategori Proses Kognitif yang Berbentuk Kata


Benda Diganti dengan Kata Kerja
Dalam kerangka pikir aslinya, sub-subkategori dari lima kate­
gori di luar Pengetahuan berbentuk kata benda atau frasa nominatif
(yakni, penerjemahan, penafsiran, ekstrapolasi dalam Komprehensi).
Jika sub-subkategori ini menggunakan kata kerja tentu lebih ber-
manfaat bagi guru untuk merumuskan tujuan dan, dalam proses
pembelajaran, untuk menstrukturkan dan mengategorikan tujuan,
aktivitas pembelajaran, dan tugas asesmennya. Maka, kami meng-
ganti kata bendanya dengajr kata kerja (yaitu, menafsirkan, mencontoh-
kan, menyimpulkan). Untuk membedakan mereka dari nama-nama
kategori pokoknya, kami menamakannya "proses-proses kognitif".
Mengapa kami menggunakan kata kerja untuk menamai sub-sub-
kategorinya? Sebab, (1) kata kerja merepresentasikan proses-proses
kognitif yang dijelaskan dalam teori dan hasil penelitian kognitif,
dan (2) kata kerja merupakan jenis-jenis proses yang lazim dijumpai
dalam rumusan tujuan dan rencana unit pelajaran guru.1

8. Nama Kategori “Komprehensi” dan “Sintesis” Diubah


Kami mengubah dua nama kategori pokoknya: Komprehensi
jadi Memahami dan Sintesis jadi Mencipta. Alasan-alasan perubahan
ini sudah dijelaskan di Bab 5, sedangkan alasan-alasan perubahan

'Penamaan kategori-kategori taksonomi pendidikan dengan kata kerja


dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan sudah dilakukan sejak lama
oleh Metfessel, Michael dan Kirsner (1969). Untuk memudahkan kerja guru,
karyawan dan para pemakai kerangka pikir ini lainnya, ketiga penulis itu
membuat daftar istilah yang berisikan kata-kata kerja lain untuk setiap kate­
gori pokoknya.

Lampiran A: Ringkasan Perubahan Kerangka Taksonomi 399


Komprehensi jadi Memahami diperikan di bagian terakhir lampiran
ini.

PERUBAHAN STRUKTUR

9. Kata Kerja dan Kata Benda dalam Rumusan Tujuan


Menjadi Dimensi-dimensi yang Terpisah
Temuan-temuan baru dalam riset tentang belajar dan perbedaan-
perbedaan dalam taksonomi-taksonomi lain mendorong kami untuk
mengkaji ulang peran pengetahuan dalam struktur aslinya. Akhir-
nya, kami memisahkan komponen kata benda dan kata kerja dalam
kategori Pengetahuan aslinya. Komponen kata benda Pengetahuan
tetap dipertahankan, tetapi dijadikan dimensi tersendiri dengan
empat kategori seperti telah disebutkan pada poin 6 di atas. (Lihat
juga dimensi pengetahuan pada Tabel 3.2).
Komponen kata kerja dari Pengetahuan berubah jadi kategori
Mengingat, yang menggantikan klasifikasi Pengetahuan aslinya
dalam enam kategori pokok, yang sekarang menggunakan kata kerja.
Bentuk kata kerja ini mendeskripsikan tindakan yang tersirat dalam
kategori Pengetahuan aslinya; tindakan pertama yang dilakukan
siswa dalam belajar pengetahuan adalah mengingatnya. Sebagai
kategori proses yang paling sederhana, Mengingat menempati urutan
paling bawah yang dahulu ditempati Pengetahuan. Keenam kategori
pokok ini, yang ditulis dengan kata kerja untuk mendeskripsikan
apa yang siswa lakukan dengan atau pada Pengetahuan, menjadi
dimensi proses kognitif (lihat Tabel 3.1).

10. Dimensi Pengetahuan dan Proses Kognitif Menjadi Dasar


Alat Analisis Kami (Tabel Taksonomi)
Setelah m enjadikan pengetahuan sebagai dim ensi baru,
kemudian kami secara logis menghubungkannya dengan dimensi
proses kognitif secara eksplisit dalam struktur dua dimensi yang
kami namakan Tabel Taksonomi (lihat Tabel 3.1). Kotak-kotak Tabel
Taksonomi berisikan tujuan-tujuan pendidikan. Selain bermanfaat
untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan pendidikan, Tabel Takso-

400 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


nomi juga berguna untuk menganalisis aktivitas-aktivitas pem-
belajaran dan tugas-tugas asesmen (seperti ditunjukkan dalam
sketsa-sketsa, Bab 8-13). Ketika tujuan-tujuan, aktivitas-aktivitas
pembelajaran, dan tugas-tugas asesmen dianalisis dengan Tabel
Taksonomi, muncullah pertanyaan tentang kesesuaian di antara
ketiganya.

11. Kategori-kategori Proses Kognitif Tidak Membentuk


Hierarki Kumulatif
Kerangka pikir revisi ini adalah sebuah hierarki dalam pengerti-
an bahwa enam kategori pokok pada dimensi proses kognitif disusun
secara berurutan dari tingkat kompleksitas yang rendah ke tinggi.
Sementara itu, kategori-kategori pada skema aslinya diklaim sebagai
sebuah hierarki kumulatif. Ini berarti bahwa penguasaan kategori
yang lebih kompleks dalam skema aslinya mensyaratkan penguasaan
semua kategori di bawalpnya yang kurang kompleks. Penelitian-
penelitian terkemudian memberikan bukti-bukti empiris bahwa
hierarki kumulatif hanya berlaku pada tiga kategori tengahnya, yakni
Komprehensi, Aplikasi, dan Analisis, tetapi tidak pada dua kategori
terakhir (lihat Bab 16 pada edisi lengkap buku ini).
Dalam hierarki kumulatif, kategori-kategori aslinya tidak boleh
ditukarposisikan. Namun, sebenarnya sebagian batas enam kategori
aslinya dirancang untuk membedakan kategori-kategori tersebut
secara tegas. Lain halnya, supaya sesuai dengan bahasa yang dipakai
guru, urutan enam kategori revisi ini dapat dipertukarkan berdasar-
kan kompleksitasnya menurut guru; ini merupakan ciri penting dari
taksonomi revisi kami. Dan, kami memang sangat menekankan pada
penggunaan taksonomi ini oleh guru, bukan pada penyusunan hie­
rarki yang ketat.
Perubahan ini tampak jelas dalam kategori Memahami. Cara-cara
untuk menggunakan kategori Memahami lebih luas ketimbang defi-
nisi kategori aslinya, Mengkomprehensi (Comprehend). Karenanya,
sub-subkategori yang menunjukkan batas-batas kategori Memahami
dapat ditukarposisikan dengan Mengaplikasikan. Misalnya, Memahami
merupakan sebuah proses yang kurang kompleks ketimbang Meng-

Lampiran A: Ringkasan Perubahan Kerangka Taksonomi


aplikasikan dalam hierarki enam kategori ini. Namun, menjelaskan,
sebagai proses kognitif dalam kategori Memahami, juga bisa menjadi
proses yang lebih kompleks daripada proses yang paling sederhana
dalam Mengaplikasikan. Contoh ini memperlihatkan bahwa proses
kognitif (dalam hal ini menjelaskan) sama atau melampaui komplek-
sitas kategori berikutnya dalam hierarki ini (dalam hal ini Mengapli­
kasikan).
Apabila kami merancang kategori-kategori ini agar tidak terjadi
tukar posisi, kami harus menempatkan menjelaskan dalam kategori-
kategori Mengaplikasikan, Menganalisis, Mengevaluasi, atau Mencipta.
Akan tetapi, menjelaskan tidak sejenis dengan mengaplikasikan, atau
menganalisis, atau mengevaluasi, atau mencipta. Menjelaskan itu
sejenis memahami, dan dalam kategori itulah kami menempatkan-
nya, meskipun menjelaskan boleh jadi lebih kompleks daripada
proses yang paling sederhana dalam mengaplikasikan.
Apakah lantas ini berarti taksonomi kami tidak berhierarki?
Kami tidak berpendapat demikian. Secara konseptual, jika kami
harus membuat rentangan dari yang sederhana ke kompleks pada
setiap kategori dalam dimensi proses kognitif, rentangannya akan
dimulai dari Mengingat sampai Mencipta dengan kompleksitas yang
berurutan. Selanjutnya, kendati sudah sedikit mengubah definisi-
definisinya, kami tidak yakin bahwa kami sudah melakukan per-
ubahan yang memadai, sehingga bukti-bukti empiris yang men-
dukung kategori-kategori aslinya tidak valid dan, karenanya, tidak
perlu revisi. Bukti-bukti empiris ini mendukung hierarki kategori-
kategori yang kurang kompleks (lihat Bab 16 pada edisi lengkap buku
ini).

12. Urutan Sintesis/Mencipta dan Evaluasi/Mengevaluasi


Ditukar
Kami mengubah urutan dua kategori proses kognitif yang paling
atas, dengan menempatkan Mencipta, bukan Mengevaluasi, sebagai
kategori yang paling kompleks. Alasan perubahan urutan ini dijelas-
kan pada Bab 16. Gambar A .l. merupakan ringkasan dari hubungan
struktural antara enam kategori aslinya dan struktur revisinya.

402 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Bagan A.1. Ringkasan Perubahan Struktural dari Kerangka Pikir A sli ke Revisinya

PENCANTUM AN MEMAHAMI DAN PENGHILANGAN


MENYELESAIKAN MASALAH DAN BERPIKIR KRITIS
Dua dari banyak pertanyaan yang muncul menyangkut revisi
kami adalah sebagai berikut:
• Mengapa "komprehensi (comprehension)" diubah jadi "memahami
(understand)"?
• Mengapa proses-proses penting seperti "menyelesaikan masalah"
dan "berpikir kritis" tidak dimasukkan dalam taksonomi revisi­
nya?
Dua pertanyaan ini penting, dan kami mendiskusikan keduanya
dan beberapa pertanyaan lain dalam waktu yang cukup lama. (David
Krathwohl beberapa kali mengingatkan kami bahwa para penulis
Handbook pun membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam
waktu yang cukup lama. Ini merupakan cara Krathwohl untuk me-
motivasi supaya kami tetap menyelesaikan proyek ini.)

Lampiran A: Ringkasan Perubahan Kerangka Taksonomi 403


Ihwal memahami, para penulis Handbook mengatakan bahwa
kategori-kategorinya sebisa-bisanya tidak ditukarposisikan. Namun,,
pada kenyataannya, hal ini sulit dihindari ketika sebuah istilah mem-
punyaiberagam makna. Coba bayangkan makna-makna yang timbul
ketika guru mengatakan bahwa siswa diharapkan “memahami hukum
Ohm". Perkataan ini bisa bermakna mengaplikasikan hukum Ohm,
menganalisis suatu masalah untuk menentukan apakah hukum Ohm
dapat diaplikasikan atau tidak, mengevaluasi penggunaan hukum
Ohm dalam suatu masalah, atau bahkan memakai hukum Ohm
dengan hukum-hukum lain untuk menyelesaikan suatu masalah
(proses mencipta).
Contoh lain tentang banyak makna dari "memahami" ditunjuk-
kan oleh Wiggins dan McTighe (1998: 44-62). Mereka mengatakan
bahwa ketika kita benar-benar paham, kita dapat menjelaskan, me-
nafsirkan, mengaplikasikan, mempunyai pendapat, berempati, dan
memiliki pengetahuan-diri —banyak makna yang berisikan aspek-
aspek yang lazimnya dianggap sebagai ranah afektif (yakni, ber­
empati), bukan ranah kognitif. Bagi banyak orang, konotasi sebuah
istilah itu biasa, tetapi, karena konotasi dapat mengaburkan makna
asal suatu istilah, para penulis Handbook menggunakan istilah "kom-
prehensi", bukan "memahami".
Diskusi tentang Handbook selama bertahun-tahun sejak penerbit-
annya menunjukkan bahwa guru-guru bertanya di mana letak yang
tepat untuk istilah “Memahami". Maka, dalam merancang kerangka
pikir ini, kami mempertimbangkan pandangan lain, yaitu bahwa
kerangka pikir ini harus mewadahi istilah-istilah yang sering dipakai
guru-guru ketika berbicara tentang pendidikan. Kemudian, kami
mengganti "Komprehensi" dengan “Memahami" karena, dalam me-
milih nama-nama kategori, kami mempertimbangkan keluasan pe-
makaian istilah tersebut oleh banyak guru.
Dua istilah lainnya, yaitu "menyelesaikan masalah" dan "ber-
pikir kritis", mempunyai karakteristik yang serupa dengan "me­
mahami". Keduanya dipakai secara luas oleh banyak pendidik dan
cenderung ditekankan dalam penyusunan kurikulum.Secara umum,
keduanya mewadahi berbagai aktivitas yang dapat diklasifikasikan

404 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dalam kotak-kotak Tabel Taksonomi. Tujuan-tujuan pendidikan yang
mencantumkan "menyelesaikan masalah" dan "berpikir kritis"
sangat mungkin melibatkan proses-proses kognitif dalam beberapa
kategori pada dimensi proses. Misalnya, memikirkan suatu isu secara
kritis barangkali melibatkan Pengetahuan Konseptual untuk Mengana-
lisis isu tersebut. Siswa pun dapat Mengevnluasi pelbagai pendapat
berdasarkan suatu kriteria dan, mungkin, Menciptakau pendapat baru
yang kuat tentang isu tadi.
Berkebalikan dengan "memahami", "berpikir kritis" dan "m e­
nyelesaikan masalah" cenderung menerabas baris-baris, kolom-
kolom, dan kotak-kotak Tabel Taksonomi. Ihwal menyelesaikan
masalah, misalnya, penentuan baris, kolom dan kotaknya, dan urutan
penggunaan proses-proses kognitif yang spesifik dan sub-subjenis
pengetahuan, sangat bergantung pada jenis masalah yang diselesai-
kan dan/atau mata pelajaran yang mengandung masalah tersebut.
Maka, berbeda dengan memahami, berpikir kritis dan menyelesaikan
masalah dibuang dan tidak perlu diganti dengan satu kategori dalam
kerangka pikir kami. Dan, meskipun berkomitmen untuk men­
cantumkan istilah-istilah yang dipakai banyak guru, kami tidak
melihat alasan untuk mencatumkan "menyelesaikan masalah" atau
"berpikir kritis" sebagai kategori pokok dalam kerangka pikir revisi
ini. ■

Lampiran A: Ringkasan Perubahan Kerangka Taksonomi 405


Lampiran B

Ringkasan Taksonomi Bloom:


Ranah Kognitif1

PENGETAHUAN

1.00 Pengetahuan
Pengetahuan dalam pengertian ini melibatkan proses mengingat
kembali hal-hal yang spesifik dan universal, mengingat kembali
metode dan proses, atau mengingat kembali pola, struktur, atau
seting. Mengingat kembali ini lebih daripada sekadar membawa
materi yang tepat ke dalam pikiran. Meskipun mungkin perlu rneng-
ubah materi tersebnt, mengingat kembali relatif mudah dilakukan.
Tnjuan pengetahuan menekankan sebagian besar proses mengingat
(proses psikologis). Proses menghubungkan juga terlibat dalam tes
pengetahuan yang mensyaratkan pengorganisasian dan pengorgani-
sasian ulang suatu masalah, karena proses menghubungkan akan
memberikan sinyal dan petunjuk tentang informasi dan pengetahuan
yang dimiliki seseorang. Analoginya, jika orang menganggap pikiran
sebagai suatu berkas, masalah dalam tes pengetahuan adalah me-
nemukan dalam masalah atau tugas ini sinyal-sinyal, petunjuk-pe-

1Handbook, him. 201-207.

406 Penibelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


tunjuk, dan isyarat-isyarat yang tepat dan paling efektif untuk me-
ngeluarkan pengetahuan dalam berkas tadi.

1.10 Pengetahuan tentang Hal-hal yang Spesiflk


Mengingat kembali informasi-informasi yang spesifik dan ter-
isolasi. Penekanannya pada simbol-simbol dari acuan yang konkret.
Informasi ini, yang sangat kurang abstrak, dapat dianggap sebagai
elemen-elemen yang membentuk wujud-wujud pengetahuan yang
lebih kompleks dan abstrak.

1.11 Pengetahuan tentang Terminologi


Pengetahuan tentang acuan untuk simbol-simbol yang spesifik
(verbal dan non-verbal). Pengetahuan ini mencakup pengetahuan
tentang acuan simbol yang diterima banyak orang, pengetahuan
tentang beragam simbol yang merujuk pada sebuah acuan, atau pe­
ngetahuan tentang acuan yang paling sesuai dengan sebuah simbol.
• Mendefinisikan istilah-istilah teknik dengan menyebutkan sifat-
sifat, ciri-ciri, atau hubungan-hubungannya.*
• Familier dengan banyak kata beserta makna-maknanya yang
lazirn.

1.12 Pengetahuan tentang Fakta yang Spesifik


Pengetahuan tentang tanggal, peristiwa, orang, tempat, dan se-
terusnya. Pengetahuan ini mencakup informasi yang sangat detail
dan spesifik, seperti tanggal atau tingkat kebesaran yang setepatnya
dari suatu fenomena. Pengetahuan ini juga meliputi informasi yang
tepat atau relatif tepat, misalnya kisaran periode waktu atau kisaran
tingkat kebesaran suatu fenomena.
• Mengingat kembali fakta-fakta pokok tentang kebudayaan ter-
tentu.

*Tujuan pembelajaran yang lebih jelas diambil dari bacaan yang di-
gunakan.

Lampiran B: Ringkasan Taksonomi Bloom: Ranali Kognitif 407


• Memiliki pengetahuan minimal tentang organisme yang dipelajari
di laboratorium.

1.20 Pengetahuan tentang Cara dan Alat untuk Menghadapi


Sesuatu yang Spesifik
Pengetahuan tentang cara-cara untuk mengorganisasi, mem-
pelajari, menilai, dan mengkritik. Pengetahuan ini mencakup penge­
tahuan tentang metode-metode penelitian, sekuensi kronologis, dan
standar penilaian dalam suatu bidang, serta pola pengorganisasian
untuk menentukan dan secara internal mengorganisasi wilayah
bidang-bidang. Pengetahuan ini berada pada tingkat abstraksi mene-
ngah antara pengetahuan tentang hal-hal yang spesifik dan penge­
tahuan tentang hal-hal yang universal. Pengetahuan ini mengharus-
kan siswa menggunakan pengetahuan-pengetahuan penyusunnya
dengan kesadaran pasif perihal sifat pengetahuan-pengetahuan ter-
sebut.

1.21 Pengetahuan tentang Konvensi


Pengetahuan tentang cara-cara yang khas untuk memperlaku-
kan dan mempresentasikan ide dan fenomena. Dalam berkomunikasi
dan demi konsistensi, pegiat suatu bidang menggunakan cara, gaya,
praktik, dan bentuk yang paling sesuai dengan tujuannya dan/atau
yang tam pak paling sesuai dengan fenom enanya. Meskipun
mungkin dibuat secara arbitrer, aksidental, atari otoriter, bentuk-
bentuk dan konvensi-konvensi itu dipertahankan karena kesepakat-
an umum atau persetujuan orang-orang yang berkepentingan dengan
bidang, fenomena, atau masalah tersebut.
• Familier dengan bentuk-bentuk dan konvensi-konvensi suatu
karya, misalnya puisi, drama, makalah ilmiah, dan seterusnya.
• Membuat siswa menyadari bentuk dan cara yang tepat dalam
berbicara dan menulis.

408 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


1.22 Pengetahuan tentang Kecenderungan dan Sekuensi
Pengetahuan tentang proses, arah, dan gerakan suatu fenomena
dalam kaitannya dengan waktu.
• Memahami kontinuitas dan perkembangan kebudayaan Indone­
sia seperti yang terlihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
• Pengetahuan tentang kecenderungan-kecenderungan dasar di
balik perkembangan program-program bantuan masyarakat.

1.23 Pengetahuan tentang Klasifikasi dan Kategori


Pengetahuan tentang kelas, divisi, dan susunan yang dianggap
fundamental bagi suatu bidang, tujuan, argumen, atau masalah.
• Mengenali wilayah yang didera beragam masalah atau dicakup
oleh informasi-informasi.
• Menjadi familer dengan berbagai jenis karya sastra.

1.24 Pengetahuan tentang Kriteria


Pengetahuan tentang kriteria-kriteria untuk menguji atau me-
nilai fakta, prinsip, pendapat, dan perilaku.
• Familier dengan kriteria-kriteria untuk menilai suatu jenis karya
sastra dan dengan tujuan pembacaannya.
• Pengetahuan tentang kriteria-kriteria untuk mengevaluasi
aktivitas-aktivitas rekreasi.

1.25 Pengetahuan tentang Metodologi


Pengetahuan tentang metode-metode penelitian, teknik-teknik,
dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu bidang dan
digunakan untuk menyelidiki suatu masalah dan fenomena. Pene-
kanannya pada pengetahuan individu tentang metode, bukan pada
kemampuannya untuk menggunakan metode tersebut.
• Pengetahuan tentang metode-metode ilmiah untuk mengevaluasi
konsep-konsep kesehatan.
• Siswa mengetahui metode-metode dalam ilmu-ilmu sosial untuk
menyelesaikan berbagai masalah.

Lampiran B: Ringkasan Taksonomi Bloom: Ranali Kognitif 409


1.30 Pengetahuan tentang Universalitas dan Abstraksi
dalam Suatu Bidang
Pengetahuan tentang skema-skema dan pola-pola pokok untuk
mengorganisasi fenomena dan ide. Skema dan pola ini merupakan
struktur, teori, dan generalisasi besar yang dominan dalarn suatu
bidang atau' yang pada umumnya dipakai untuk mengkaji suatu
fenomena atau menyelesaikan masalah. Pengetahuan ini paling
abstrak dan kompleks.

1.31 Pengetahuan tentang Prinsip dan Generalisasi


Pengetahuan tentang abstraksi-abstraksi tertentu yang merupa­
kan rangkuman atas hasil pengamatan terhadap suatu fenomena.
Abstraksi-abstraksi ini bermanfaat untuk menjelaskan, mendeskripsi-
kan, memprediksi, atau menentukan tindakan atau arah yang paling
tepat dan relevan yang akan diambil.
• Pengetahuan tentang prinsip-prinsip penting untuk merangkum
pengalaman kita dengan fenomena biologis.
• Mengingat kenrbali generalisasi-generalisasi utama tentang ke-
budayaan tertentu.

1.32 Pengetahuan tentang Teori dan Struktur


Pengetahuan tentang sekumpulan prinsip dan generalisasi
beserta interelasi mereka yang membentuk suatu pandangan yang
jelas, utuh, dan sistematis mengenai sebuah fenomena, masalah, atau
bidang yang kompleks. Sekumpulan prinsip dan generalisasi ini
merupakan formulasi yang paling abstrak, dan dapat digunakan
untuk menunjukkan interelasi dan organisasi banyak sekali hal yang
spesifik.
• Mengingat kembali teori-teori besar tentang kebudayaan tertentu.
• Pengetahuan tentang rumusan teori evaluasi yang relatif lengkap.

410 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


KEMAMPUAN DAN KETERAMPILAN INTELEKTUAL
Kemampuan dan keterampilan merupakan mode-mode operasi
yang terorganisasi dan teknik-teknik universal untuk menghadapi
suatu materi dan masalah. Materi dan masalah ini mungkin hanya
membutuhkan sedikit atau bahkan tidak membutuhkan informasi
khusus dan teknis. Informasi yang dibutuhkan merupakan bagian
dari pengetahuan umum individu. Masalah-masalah lain bolehjadi
membutuhkan informasi yang lebih khusus dan teknis ketimbang
pengetahuan dan keterampilan spesifik untuk menghadapi masalah
dan materi sebelumnya. Tujuan-tujuan pendidikan yang berupa ke­
mampuan dan keterampilan menekankan proses pengorganisasian
dan pengorganisasian ulang (proses-proses mental) materi untuk ke-
pentingan tertentu. Materi ini sudah ada atau perlu diingat.

2.00 Komprehensi
Komprehensi merupakan tingkat memahami yang paling
rendah. Komprehensi merupakan jenis memahami atau aprehensi
seperti orang yang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan
dan dapat menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasi­
kan tanpa menghubungkannya dengan materi lain atau tanpa me-
lihat seluruh implikasinya.

2.10 Penerjemahan
Penerjemahan adalah komprehensi yang teliti dan akurat untuk
memparafrasakan atau menciptakan komunikasi dari satu bahasa
atau bentuk komunikasi ke bahasa atau bentuk komunikasi lainnya.
Penerjemahan dinilai berdasarkan kesetiaan dan akurasinya, yakni
sejauh mana materi dalam bahasa asalnya tetap terpelihara walaupun
bahasanya berubah.
• Kemampuan untuk memahami pernyataan yang tidak harfiah
(metafor, simbolism, ironi, hiperbol).
• Keterampilan untuk menerjemahkan kalimat matematika jadi
rumus dan sebaliknya.

Lampiran B: Ringkasan Taksonomi Bloom: Ranah Kognitif 411


2.20 Penafsiran
Penjelasan atau rangkuman atas suatu komunikasi. ]ika pe-
nerjemahan melibatkan pengubahan bagian-ke-bagian komunikasi
secara objektif, penafsiran melibatkan penataan ulang, pengaturan
ulang, atau pandangan baru tentang sesuatu.
• Kemampuan untuk menangkap pemikiran yang utuh dalam
suatu karya sastra.
• Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial.

2.30 Ekstrapolasi
Ekstrapolasi adalah meluaskan kecenderungan atau tren me-
lampaui datanya untuk mengetahui implikasi, konsekuensi, akibat,
pengaruh, dan seterusnya yang sesuai dengan kondisi-kondisi yang
dideskripsikan dalam komunikasi awalnya.
• Kemampuan untuk menyikapi kesimpulan-kesimpulan dalam
suatu karya sastra dengan membuat pernyataan-pernyataan yang
eksplisit.
• Keterampilan untuk memprediksi kelanjutan tren.

3.00 Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi-abstraksi dalam keadaan
nyata. Abstraksi-abstraksi ini bisa berupa ide-ide umum, aturan-
aturan prosedur, atau metode-metodeuniversal. Abstraksi-abstraksi
ini pun bisa berupa prinsip-prinsip, ide-ide, dan teori-teori teknis
yang harus diingat dan diaplikasikan.
• Aplikasi istilah-istilah atau konsep-konsep ilmiah pada fenomena
yang dibahas dalam sebuah makalah.
• Kemampuan untuk memprediksi kemungkinan pengaruh dari
perubahan satu faktor pada kehidupan b'iologis yang sebelumnya
seimbang.

412 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


4.00 Analisis
Analisisadalah memecahkan suatu isi komunikasi jadi elemen-
elemen atau bagian-bagian penyusunnya sehingga hierarki ide-ide-
nya menjadi jelas dan/atau hubungan-hubungan antaridenya men-
jadi eksplisit. Analisis dimaksudkan untuk menjelaskan isi komuni­
kasi, menunjukkan bagaimana komunikasi disistematisasikan, dan
cara untuk memaparkan pengaruh-pengaruh, landasan, dan susunan
komunikasi tersebut.

4.10 Analisis Elemen


Identifikasi elemen-elemen dari suatu komunikasi.
• Kemampuan untuk mengenali asumsi-asumsi yang tak dikatakan.
» Keterampilan untuk membedakan fakta dan hipotesis.

4.20 Analisis Hubungan


\

Koneksi dan interaksi antara elemen-elemen dan bagian-bagian


dari suatu komunikasi.
• Kemampuan untuk memeriksa konsistensi hipotesis berdasarkan
suatu informasi dan asumsi.
• Keterampilan untuk memahami interelasi antaride dalam sebuah
paragraf.

430 Analisis Prinsip Pengorganisasian


Organisasi, susunan yang sistematis, dan struktur yang secara
bersama-sama membentuk komunikasi. Analisis ini dilakukan ter-
hadap struktur yang "eksplisit" dan "implisit"; terhadap landasan,
susunan, dan mekanisme yang membentuk unit komunikasi.
• Kemampuan untuk mengenali bentuk dan pola karya sastra atau
seni sebagai alat untuk memahami maknanya.
• Kemampuan untuk mengenali teknik-teknik umum yang dipakai
dalam persuasi, seperti iklan, propaganda, dan seterusnya.

Lampiran B: Ringkasan Taksonomi Bloom: Ranah Kognitif 413


5.00 Sintesis
Sintesis ialah memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian
untuk membentuk satu kesatuan. Sintesis melibatkan proses meng-
olah potongan-potongan, bagian-bagian, elemen-elemen, dan se-
terusnya, dan mengatur serta memadukan mereka sedemikian rupa
sehingga membentuk sebuah pola atau struktur yang sebelumnya
tidak jelas.

5.10 Penciptaan Komunikasi yang Unik


Penciptaan komunikasi yang di dalamnya penulis atau pem-
bicara berusaha mengemukakan ide, perasaan, dan/atau peng-
alaman kepada orang lain.
• Keterampilan untuk menulis, menggunakan susunan ide dan per-
nyataan yang sistematis.
• Kemampuan untuk mengemukakan pengalaman pribadi secara
efektif.

5.20 Penciptaan Rencana, atau Rangkaian Operasi


Penciptaan rencana kerja atau proposal operasi. Rencana ini
harus memenuhi syarat-syarat tugas yang diberikan kepada siswa
atau dikerjakan oleh guru sendiri.
• Kemampuan untuk mengajukan cara-cara untuk menguji hipo-
tesis.
• Kemampuan untuk merencanakan unit pelajaran yang akan
diajarkan dalam keadaan tertentu.

5.30 Penderivasian Rangkaian Hubungan Abstrak


Membuat rangkaian hubungan abstrak untuk mengklasifikasi-
kan atau menjelaskan data atau fenomena tertentu, atau mengambil
proposisi dan hubungan dari rangkaian proposisi dasar atau repre-
sentasi simbolik.
• Kemampuan untuk merumuskan hipotesis yang tepat berdasar-
kan analisis terhadap faktor-faktor yang terkait, dan untuk me-

414 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


modifikasi hipotesis tersebut berdasarkan faktor-faktor dan per-
timbangan-pertimbangan baru.
• Kemampuan untuk membuat temuan dan generalisasi mate-
matika.

6.00 Evaluasi
Evaluasi ialah menentukan nilai materi dan metode untuk tuju-
an tertentu. Penilaian kuantitatif dan kualitatif tentang sejauh mana
materi dan metode sesuatu dengan kriteria-kriteria tertentu. Peng-
gunaan standar penilaian. Kriteria-kriteria tersebut bisa dibuat oleh
siswa atau cukup diberikan kepada mereka.

6.10 Penilaian Berdasarkan Bukti Internal


Evaluasi terhadap ketepatan komunikasi berdasarkan logika,
konsistensi, dan kriteria-kriteria internal lain.
• Menilai berdasarkan standar-standar internal, kemampuan untuk
mengases ketepatan dalam melaporkan fakta-fakta berdasarkan
pernyataan, dokumen, bukti, dan seterusnya yang tepat.
• Kemampuan untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan logika
dalam suatu argumen.

6.20 Penilaian Berdasarkan Bukti Ekstemal


Evaluasi terhadap materi berdasarkan kriteria-kriteria yang di-
tetapkan atau diingat.
• Membandingkan teori-teori, generalisasi-generalisasi, dan fakta-
fakta pokok tentang kebudayaan tertentu.
• Menilai berdasarkan standar-standar eksternal, kemampuan
untuk membandingkan sebuah karya dengan standar-standar
paling tinggi yang diketahui dalam suatu bidang —khususnya
dengan karya lain yang dikenal bagus. ■

Lampiran B: Ringkasan Taksonomi Bloom: Ranali Kognitif 415


Daftar Pustaka
Airasian, P.W. "Impact on Testing and Evaluation". Dalam Ander­
son, L.W. dan Sosniak, L.A. (Ed.), Bloom's Taxonomy: A Forty-
Year Retrospective, Ninety-third Yearbook of the National So­
ciety for the Study of Education. Chicago: University of Chi­
cago Press, 1994: 82-102.

Alexander, P., Schallert, D., dan Hare, V. "Coming to Terms: How


Researchers in Learning and Literacy Talk about Knowledge.
Review o f Educational Research, 61,1991: 315-343.

American Association for the Advancement of Science. Benchmarks


fo r Science Literacy. New York: Oxford University Press, 1993.

American Heritage Dictionary o f the English Language. Third edition.


Boston: Houghton Mifflin, 1992.

Anderson, J.R. The Architecture o f Cognition. Cambridge, MA: Harvard


University Press, 1983.

Anderson, L.W. International Encyclopedia o f Teaching and Teacher Edu­


cation. Second edition. Oxford, UK: Pergamon Press, 1995.

Anderson, L.W. dan Sosniak, L.A. (Ed.). Bloom's Taxonomy: A Forty-


Year Retrospective, Ninety-third Yearbook of the National Soci­
ety for the Study of Education. Chicago: University of Chicago
Press, 1994.

Armstrong, D.G. Developing and Documenting the Curriculum. Bos­


ton: Allyn & Bacon, 1989.

416 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Baker, E.L., O'Neil, H.F., dan Linn, R.L. "Policy Validity Prospects
for Performance-Based Assessment. American Psychologist, 48,
1993: 1210-1218.

Baron, J. Thinking and Deciding. Cambridge, UK: Cambridge Uni­


versity Press, 1994.

Baxter, G.P., Elder, A.D., dan Glaser, P. Knowledge-Based Cogni­


tion and Performance Assessment in the Science Classroom.
Educational Psychologist, 31, 1996: 133-140.

Bereiter, C. dan Scardamalia, M. "Beyond Bloom's Taxonomy: Re­


thinking K now ledge for the K now ledge A g e" dalam
Hargreaves, A., Liberman, A., Fullan, M. dan Hopkins, D.
(Ed.). International Handbook o f Educational Change, London:
Kluwer Academic Publishers, 1998: 675-692.

Bloom, B.S. A Taxonomy o f Educational Objectives. Kata sambutan


oleh Bloom , B.S. d«dam pertem uan para pem bahas di
Monticello, Illinois, 27 November 1949. Naskah tak diterbitkan.

Bloom, B.S. Some Suggestions fo r Chapter III, IV, V. Sekitar 1971.


Naskah tidak diterbitkan dan tanpa tahun.

Bloom, B.S. (Ed.), Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, W.H., dan
Krathwohl, D.R. Taxonomy o f Educational Objectives: Handbook I:
Cognitive Domain. New York: David McKay, 1956.

Bloom, B.S., Hastings, J.T., dan Madaus, G.F. Handbook on Formative


and Sumniative Evaluation o f Student Learning. New York:
McGraw-Hill, 1971.

Bobbitt, F. The Curriculum. Boston: Houghton Mifflin, 1918.

Boekaerts, M., Pintrich, P. R., dan Zeidner, M., Handbook o f Self-Regu­


lation. San Diego: Academic Press, 2000.

Bransford, J.D., Brown, A.L., dan Cocking, R.R. How People Learn:
Brain, Mind, Experience and School. Washington, DC: National
Academy Press, 1999.

Bibliografi 417
Broudy, H.S. "Can Research Escape Dogma of Educational Objec­
tives? School Review, 7 9 ,1970: 43-56.

Brown, A., Bransford, }., Ferrara, R., dan Campione, )., "Learning,
Remembering, and Understanding". Dalam Mussen, P.H. (Ed.
Seri), Flavell, }., dan Markman, E. (Ed.Vol.). Handbook o f Child
Psychology: Vol. 3. Cognitive Development. Fourth edition, New
York: Wiley, 1983: 77-166.

Bruer, J.T. Schools for Thought: A Science o f Lemming in the Classroom.


Cambridge, MA: MIT Press, 1993.

Case, R. "The Development of Conceptual Structures". Dalam


Damon, W. (Ed.Seri), Kuhn, D., danSieglerR. (Ed. Veil.).Hand­
book o f Child Psychology: Vol. 2. Cognition, Perception, and Lan­
guage, fifth edition, New York: Wiley, 1998: 745-800.

Chi, M. "Conceptual Change within and across Ontological Catego­


ries: Implications for Learning and Discovery in Sciences".
Dalam Giere, R., (Ed.), Cognitive Models o f Science, Minnesota
Studies in the Philosophy of Science, Vol. 15 (him. 129-186).
Minneapolis, MN: University of Minnesota Press, 1992.

Chi, M., Feltovich, P., dan Glaser, R. "Categorization and Represen-


tation of Physics Problems by Experts and Novices". Cognitive
Science, 5,1981: 121-152.

Chi, M., Slotta, J., dan deLeeuw, N. "From Things to Processes: A


Theory of Conceptual Change for Learning Science Concepts".
Learning and Instruction, 4 , 1994: 27-43.

Chung, B.M. "The Taxonomy in the Republic of Korea". Dalam


Anderson, L.W. dan Sosniak, L.A. (Ed.), Bloom's Taxonomy: A
Forty-Year Retrospective, Ninety-third Yearbook of the National
Society for the Study of Education, Chicago: University of Chi­
cago Press, 1994: 164-173.

Clandinin, D.J. dan Connelly, F.M. "Teacher as Curriculum Maker".


Dalam P. W. Jackson (Ed.), Handbook o f Research on Curriculum,
New York: Macmillan, 1992: 363-401.

418 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


dejong, T. dan Ferguson-Hessler, M., "Types and Qualities of Know­
ledge". Educational Psychologist, 32, 1996: 105-113.

DeLandsheere, V. "On Defining Educational Objectives". Evalua­


tion in Education: International Review Series, 2, 1977: 73-190.

Detterman, D.K. dan Sternberg, R.J. Transfer on Trial: Intelligence,


Cognition, and Instruction. Norwood, NJ: ABLEX, 1993.

Dewey, J. Democracy and Education. New York: Free Press, 1916.

Dochy, F. dan Alexander, P. "Mapping Prior Knowledge: A Frame­


work of Discussion among Researchers". European Journal o f x
Psychology in Education, 20, 1995: 224-242.

Doyle, W. "Curriculum and Pedagogy". Dalam Jackson, P.W. (Ed.),


Handbook o f Research on Curriculum, New York: Macmillan, 1992:
486-516.

Dreeben, R. On What is Teamed in Schools. Chicago: University of


Chicago Press, 1968.

Duncker, K. "On Problem Solving". Psychological Monographs, 58 (5),


Whole No. 270,1945.

Dunne, J. "Teaching and the Fimits of Technique: An Analysis of the


Behavioural-Objectives Model". The Irish Journal o f Education,
22, 1988: 66-90.

Eisner, E.W. The Educational Imagination. N ew York: Macmillan, 1979.

Ellis, J.A. "Letter to the Editor". Newsweek, 27 September 1999: 15.

Flavell, J. "Metacognition and Cognitive Monitoring: A New Area of


Cognitive-Developmental Inquiry ".American Psychologist, 34,
1979: 906-911.

Frymier, J. Accountability in Education: Still an Evolving Concept.


Bloomington, IN: Phi Delta Kappa Educational Foundation,
1996.

Bibliogra fi 4^9
Furst, E.J. "Bloom's Taxonomy of Educational Objectives for the
Cognitive Domain: Philosophical and Educational Issues".
Review of Educational Research, 51, 1981: 441-453.

Gandal, M. Making Standards Matter. Washington, DC: American


Federation of Teachers, 1996.

Gick, M.L. dan Holyoak, K.J., "Analogical Problem Solving". Cogni­


tive Psychology, 1 2 ,1980: 306-355.

Gick, M.L. dan K.J. Flolyoak. "Schema Induction and Analogical


Transfer". Cognitive Psychology, 1 5 ,1983: 1-38.

Ginther, J.R. "A Radical Look at Behavioral Objectives". Makalah


yang disampaikan dalam pertemuan tahunan American Edu­
cational Research Association, Chicago, April 1972.

Glatthorn, A.A. Performance Assessment and Standards-Based Curricula:


The Achievement Cycle. Larchmont, NY: Eye on Education, 1998.

Flaladyna, T.M. Writing Test Items to Evaluate Higher Order Thinking.


Boston: Allyn & Bacon, 1997.

Halley, J.M. "Letter to the Editor". Newsweek, 2 J September 1999: 15.

Hambleton, R.K. "Advances in Assessment Models, Methods, and


Practices". Dalam Berliner, D.C. dan R.C. Calfee (Ed.), Hand­
book o f Educational Psychology. New York: Macmillan, 1996: 899-
925.

Hannah, L.S. dan Michaelis, J.U. A Comprehensive Framework for


Instructional Objectives: A Guide to Systematic Planning and
Evaluation. Reading, MA: Addison-Wesley, 1977.

Harrow, A. A Taxonomy of the Psychomotor Domain: A Guide for De­


veloping Behavioral Objectives. New York: David McKay, 1972.

Hauenstein, A.D. A Conceptual Framework for Educational Objectives:


A Holistic Approach to Traditional Taxonomies. Lanham, MD:
University Press of America, 1998.

420 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Hirst, P.H. Knowledge and the Curriculum: A Collection o f Philosophical
Papers. London: Routledge & Kegan Paul, 1974.

Jackson, P.W. Life in Classroom. New York: Holt, Rinehart and Winston,
1968.

Joyce, B. dan Weil, M. Models o f Teaching. Fifth edition. Englewood


Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1996.

Kappel, F.R. Vitality in a Business Enterprise. New York: McGraw-Hill,


1960.

Keil, F. "Cognitive Science and the Origins of Thought and Knowl­


edge". Dalam Damon, W. (Ed. Seri) dan Lerner, R. (Ed. Vol.),
Handbook o f Child Psychology: Vol. 1, Theoretical Models o f Human
Development, fifth edition, New York: Wiley, 1998: 341-413.

Kelly, A.V. The Curriculum: Theory and Practice. Third edition. London:
Paul-Chapman Publishers, 1989.

Kendall, J. S. dan Marzano, R.J. Content Knowledge. Aurora, CO: Mid-


Continent Regional Educational Laboratory, 1996.

Klopfer, L.E. "Evaluation of Learning in Science". Dalam Bloom, B.S.,


Hasting, J.T., dan Madaus, G.F. (Ed.), Handbook on Formative
and Summative Evaluation o f Student Learning, New York:
McGraw-Hill, 1971: 561-641.

Krathwohl, D.R. "The Taxonomy of Educational Objectives: Its Use


in Curriculum Building". Dalam Lindvall, C.M. (Ed.), Defining
Educational Objectives, Pittsburgh: University of Pittsburgh
Press, 1964: 19-36.

Krathwohl, D.R. "Reflections on the Taxonomy: Its Past, Present, and


Future". Dalam Anderson, L.W. dan Sosniak, L.A. (Ed.), Bloom's
Taxonomy: A Forty-Year Retrospective, Ninety-third Yearbook of
the National Society for the Study of Education. Chicago: Uni­
versity of Chicago Press, 1994: 181-202.

Bibliografi 421
Krathwohl, D.R., Bloom, B.S., dan Masia, B.B. Taxonomy o f Educa­
tional Objectives, the Classification o f Educational Goals; Handbook
II: The Affective Domain. New York: David McKay, 1964.

Krathwohl, D.R. dan Payne, D.A. "Defining and Assessing Educa­


tional Objectives". Dalam Thorndike R.L., (Ed.), Educational
Measurement, Washington, DC: American Council on Educa­
tion, 1971.

Lambert, N.M. dan McCombs, B.L., (Ed.). How Students Learn: Re­
forming Schools through Learner-Based Education. Washington,
DC: American Psychological Association, 1998.

Levy, C.M. dan Ransdell, S. (Ed.). The Science o f Writing. Mahwah,


NJ: Erlbaum, 1996.

Lewy, A. dan Bathory, Z. "The Taxonomy of Educational Objectives


in Continental Europe, the Mediterranean, and the Middle
East". Dalam Anderson, L.W. dan Sosniak, L.A. (Ed.), Bloom's
Taxonomy: A Forty-Year Retrospective. Ninety-third Yearbook
of the National Society for the Study of Education. Chicago:
University of Chicago Press, 1994: 146-163.

Mager, R.F. Preparing Instructional Objectives. Palo Alto, CA: Fearon


Press, 1962.

Mandler, J. "Representation". Dalam Damon, W. (Ed. Seri), Kuhn, D.


dan Siegler, R. (Ed. VoL), Handbook o f Child Psychology: Vol. 2.
Cognition, Perception, and Language, Fifth edition, New York:
Wiley, 1998: 255-308.

Manzo, K.K. "The State of Curriculum", Education Week, 19 Mei 1999:


21-26, 28.

Marsh, C. Key Concepts in Understanding Curriculum. London: The


Falmer Press, 1992.

Marshall, H.H. (Ed.). "Recent and Emerging Theoretical Frameworks


for Research on Classroom Learning: Contributions and Limi­
tations". Educational Psychologist, 31 (3 & 4), 1996: 147-240.

422 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Mayer, R.E. Thinking, Problem Solving, and Cognition. Second edi­
tion. New York: Freeman, 1992.

Mayer, R.E. "Teaching and Testing for Problem Solving". Dalam


Anderson, L.W. (Ed.), International Encyclopedia o f Teaching and
Teacher Education. Second edition, Oxford, UK: Pergamon,
1995:4728-4731).

Mayer, R.E. The Promise o f Educational Psychology: Learning in the


Content Areas. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, 1999.

Mayer, R.E. dan Wittrock, M.C. "Problem-Solving Transfer". Dalam


Berliner, D.C. dan Calfee, R.C. (Ed.), Handbook o f Educational
Psychology, New York: Macmillan, 1996: 47-62.

McGuire, C. "A Process Approach to the Construction and Analysis


of Medical Examinations", journal o f Medical Education, 38,1963:
556-563.
McKeough, A., Lupart, J./dan Marini, A. (Ed.). Teaching for Transfer.
Mahwah, NJ: Erlbaum,1995.

Metfessel, N.S., Michael, W.G. dan Kirsner, D.A. "Intsrumentation


of Bloom's and Krathwohl's Taxonomies for the Writing of Edu­
cational Objectives". Psychology in the Schools, 6,1969: 227-231.

Moore, W.R. dan Kennedy, L.D. "Evaluation of Learning in the Lan­


guage Arts". Dalam Bloom, B.S., Hasting, J.T. dan Madaus,G.F.
(Ed.), Handbook on Formative and Summative Evaluation o f Stu­
dent Learning, New York: McGraw-Hill, 1971: 399-446.

Mosenthal, P.B. "Defining Prose Task Characteristics for Use in Com­


puter-Adaptive Testing and Instruction". American Educational
Research Journal, 35, 1998: 269-307.

National Council for the Social Studies. Curriculum Standards for Social
Studies: Expectations o f Excellence. Washington, DC: Author, 1994.

National Council of Teachers of English and International Reading


Association. Standards for the English Language Arts. Urbana, IL:
Author, 1996.

Bibliografi 423
National Council of Teachers of Mathematics. Curriculum and Evalu­
ation Standards for Teaching Mathematics. Res ton, VA: Author,
1989.

National Research Council. National Science Education Standards.


Washington, DC: National Academy Press, 1996.

Nickerson, R., Perkins, D., dan Smith, E. The Teaching o f Thinking.


Hillsdale, NJ: Erlbaum, 1985.

Orlandi, L.R. "Evaluation of Learning in Secondary School Social


Studies". Dalam Bloom, B.S., Hasting, J.T., dan Madaus, G.F.
(Ed.), Handbook on Formative and Summative Evaluation o f Stu­
dent Learning, New York: McGraw-Hill, 1971: 449-498.

Paris, S., Lipson, M., dan Wixson, K. "Becoming a Strategic Reader".


Contemporary Educational Psychology, 8, 1983: 293-316.

Paris, S. dan Winograd, P. "How Metacognition Can Promote Aca­


demic Learning and Instruction". Dalam Jones, B.F. dan Idol,
L. (Ed.), Dimensions o f Thinking and Cognitive Instruction.
Hillsdale, NJ: Erlbaum, 1990: 15-51.

Paul, R. dan Nosich, G.M. A Model for the National Assessment o f Higher
Order Thinking. Santa Rosa, CA: Foundation for Critical Think­
ing. (ERIC Document Reproduction Service N. ED 353 296),
1992.

Phye, G.D. (Ed.). Handbook o f Classroom Assessment. San Diego, CA:


Academic Press, 1997.

Pintrich, P.R., dan Schrauben, B. Students' Motivational Beliefs and


Their Cognitive Engagement in Classroom Tasks. Dalam
Schunk, D., dan Meece, J. (Ed.). Student Perceptions ijn the Class­
room: Causes and Consequences. Hillsdale, NJ. Erlbaum, 1992:
149-183.

Pintrich. PR., dan Schunk, D.H.. Motivation in Education: Theory, Re­


search, and Applications. Englewood Cliffs, NJ: Merrill Prentice-
Hall, 1996.

424 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Pintrich, P.R., Wolters, C., dan Baxter, G. "Assessing Metacognition
and Self-Regulated Learning". Dalam Schraw, G. (Ed.), Meta-
cognitive Assessment. Lincoln, NE: University of Nebraska
Press, 2001.

Popham, W.J. "Objectives and Instruction". Dalam Popham, W.J.


Eisner, E.W. Sullivan, H.J. dan Tyler, L.L. Instructional Objec­
tives. American Educational Research Association Monograph
Series on Curriculum Evaluation, No. 3. Chicago: Rand
McNally, 1969: 32-52.

Postlethwaite, T.N. "Validity Vs. Utility: Personal Experiences with


the Taxonomy". Dalam Anderson, L.W. dan Sosniak, L.A.
(Ed.), Bloom's Taxonomy: A Forty-Year Retrospective, Ninety-
third Yearbook of the National Society for the Study of Edu­
cation. Chicago: University of Chicago Press, 1994: 174-180.

Pressley, M. dan Van Mqter, P. "Memory: Teaching and Assessing".


Dalam Anderson, L.W. (Ed.). International Encyclopedia o f Teach­
ing and Teacher Education. Oxford, U.K.: Pergamon Press, 1995:
439-444.

Pressley, M. dan Woloshyn, V. Cognitive Strategy Instruction that Re­


ally Improves Children's Academic Performance. Cambridge, MA:
Brookline Books, 1995.

Rebarber, T. "A ccou n tab ility in E d u catio n ". M akalah yang


dipresentasikan pada National Conference of State Legisla­
tures, Washington, DC: 1991.

Rohwer, W.D. Jr. dan K. Sloane. "Psychological Perspectives". Dalam


Anderson, L.W. dan Sosniak, L.A. (Ed.), Bloom’s Taxonomy: A
Forty-Year Retrospective, Ninety-third Yearbook of the National
Society for the Study of Education. Chicago: University of Chi­
cago Press, 1994: 41-63. .

Royer, J.M., Ciscero, C.A. dan Carlo, M.S. "Techniques and Proce­
dures for Assessing Cognitive Skills". Review o f Educational
Research, 6 3 ,1993: 201-243.

Bibliografi 425
Rugg, H. "Curriculum-Making and the Scientific Study of Educa­
tion since 1910". Dalam Rugg, H. (Ed.), Twenty-Sixth Yearbook
o f the N ational Society fo r the Study o f Education, Part 1.
Bloomington, IL: Public Schools Publishing Company, 1926a.

Rugg, H., et al. "The Foundations of Curriculum-Making". Dalam


Rugg, H. (Ed.), Twenty-Sixth Yearbook o f the National Society for
the Study o f Education, Part II. Bloomington, IL: Public Schools
Publishing Company, 1926b.

Ryle, G. The Concept o f Mind. London: Hutchinson, 1949.

Schneider, W., dan Pressley, M. Memory Development between Two and


Twenty. Mahwah, NJ: Erlbaum, 1997.

Scriven, M. "The Methodology of Evaluation". Dalam Stake, R.E. et


al. (Ed.), Perspectives on Curriculum Evaluation. AERA Monograph
Series on Curriculum Evaluation, No. 1. Chicago: Rand McNally,
1967.

Seddon, G.M. "The Properties of Bloom's Taxonomy of Educational


Objectives for the Cognitive Domain". Revieiv o f Educational
Research, 48, 1978: 303-323.

Shane, H.G. "Significant Writings that HaPe Influenced the Curricu­


lum: 1906-1981". Phi Delta Kappa, 63,1981: 311-314.

Shulman, L. "Knowledge and Teaching: Foundations of the New


Reform". Harvard Educational Review, 57,1987: 1-22.

Simpson, B.J. "The Classification of Educational Objectives: Psycho­


motor Domain. Illinois journal o f Home Economics, 10 (4), 1966:
110-144.

Slotta, J., Chi, M. dan Joram, E. "Assessing Students' Misclassifica-


tions of Physics Concepts: An Ontological Basis for Concep­
tual Change". Cognition and Instruction, 73, 1995: 373-400.

Smith, E.R. dan Tyler, R.W. Appraising and Recording Student Progress.
New York: Harper, 1942.

426 Pembelajaran, Pengajaran, clan Asesmen


Smith, M.U. (Ed.)- Toward a Unified Theory o f Problem Solvmg:Views
from the Content Domains. Hillsdale, NJ. Eribau, 1991.

Snow, R., Corno, L. dan Jackson, D. "Individual Differences in Af­


fective and Cognitive Functions". Dalam Berliner, D. dan
Calfee, R. (Ed.), Handbook o f Educational Psychology, New York:
Macmillan, 1996: 243-310.

Sosniak, L.A. "The Taxonomy, Curriculum and Their Relations".


Dalam Anderson, L.W. dan Sosniak, L.A. (Ed.), Bloom's Taxo­
nomy: A Forty-Year Retrospective, Ninety-third Yearbook of the
National Society for the Study of Education. Chicago: Univer­
sity of Chicago Press, 1994: 103-125.

Steffe, L.P. dan Gale, J. (Ed.). Constructivism in Education. Mahwah,


NJ: Eribaum, 1995.

Stenhouse, L.A. "Some Limitations of the Use of Objectives in Cur­


riculum Research and Planning". Pedagogic Europaea, 1970-1971.

Sternberg, R. (1985). Beyond IQ: A Triarchic Theory o f Human Intelli­


gence. New York: Cambridge University Press.

Sternberg, R.J. "Intelligence and Lifelong Learning: What's New


and How Can We Use It?" American Psychologist, 52, 1997:
1134-1139.

Sternberg, R.J. "Principles of Teaching for Successful Intelligence".


Educational Psychologist, 33, 1998: 65-72.

Tennyson, R.D. "Concept Learning: Teaching and Assessing". Dalam


Anderson, L.W. (Ed.), International Encyclopedia o f Teaching and
Teacher Education, second edition, Oxford, UK: Pergamon Press,
1995:457-463.

Thorndike, R.M., Cunningham, G.K. Thorndike, R.L., dan Hagen,


E.P. Measurement and Evaluation in Psychology Education. Fifth
edition. New York: Macmillan, 1991.

Bibliografi 427
Tyler, R.W. Basic Principles o f Curriculum ami Instruction. Chicago:
University of Chicago Press, 1949.

U.S. Department of Education. Goals 2000: A World Class Education


for Every Child. Washington, DC: Author, 1994.

Vosniadou, S. dan Ortony, A. (Ed.). Similarity and Analogical Reason­


ing. Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1989.

Wemstem, C.F. dan Mayer, R. “The Teaching of Learning Strategies".


Dalam Wittrock, M. (Ed.), Handbook o f Research on Teaching, third
edition, New York: Macmillan, 1986: 315-327.

Wellman, H. dan Gelman, S. “Knowledge Acquisition in Founda­


tional Domains". Dalam Damon, W. (Ed. Seri), Kuhn, D. dan
Siegler, R. (Ed. Vol.), Handbook o f Child Psychology: Vol. 2. Cogni­
tion, Perception & Language, fifth edition, New York: Wiley, 1998:
523-573.

Wiggins, G. dan McTighe, J. Understanding by Design. Alexandria,


VA: Association for Supervision and Curriculum Development,
1998.

Wilson, B.G. "Evaluation of Learning in Art Education". Dalam


Bloom, B.S., Hastings, J.T., dan Madaus, G.F. Handbook on For­
mative and Summative Evaluation o f Student Learning. New York:
McGraw-Hill, 1971: 499-598.

Zimmerman, B.J. dan Schunk, D.H. Self-Regulated Learning: From


Teaching to Self-Reflective Practice. New York:Guilford Press,1997.

428 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Tentang Peneijemah
Agung Prihantoro telah menghasilkan lebih dari 40 karya terjemahan,
antara lain Summerhill School karya A.S. Neill (2007), How We Decide
karya Jonah Lehrer (2010), dan Tempi Asmaul Husna untuk Zaman Kitn
karya Neil Douglas-Klotz (2010). Dia juga menulis kitab Meracik Buku
Menjadi Bestseller (2006) dan 100 Kesalahan dalam Belajar Bahasa Inggris
(2007). Tulisan-tulisannya dimuat di Kompas, Jawa Pos, Seputar Indo­
nesia, Koran Jakarta, Suara Merdeka, dan Pikiran Rakyat. Semasa kuliah
di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS Universitas Negeri Yogya-
karta, pemertal-penulis kelahiran Purworejo 12 September 1972 ini
bergiat di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO. Pada 2009, dia
merampungkan pendidikan S-2 di Program Studi Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan (PEP) Program Pascasarjana Universitas Negeri
Jakarta. Kini, dia mastautin di Yogyakarta bersama istri tercintanya,
Rachma Sulistyowati, dan dua putri kesayangannya, Aglis Vara
Pranidhana dan Zonarifa Aglis Namma. Alamat surat elektroniknya:
mahaagungp@yahoo.com. ■
Indeks

A Baron, )., 84
a priori, 32, 33 Baxter, G.R, 64, 95
ability, 395 bebas nilai, 364
afektif, 390 behavior, 20, 21
Airasian, P.W., 24 behaviorisme, 20, 21
Alexander, P., 61 Bereiter, C., 61
American Association for the berpikir:
Advancement of Science, 29 divergen, 53
American Heritage Dictionary konvergen, 53, 130
of the English Language, 359 kreatif, 130
Anderson, L.W., 94, 359 kritis, 127, 404
application, 395 Bloorn, B.S., 6, 66„ 391
Armstrong, D.G., 32 Bobbitt, 4
asesmen: Boekaerts, M., 64
autentik, 134 Bransford,J.D.,51, 61,64,77, 95
eksternal, 374 Broudy, H.S., 32
formal,371, 379 Brown, A.L., 51, 61, 64, 77, 95
formatif, 153, 195, 200, 267, Bruer, J .T., 134
272,307, 371,372,
C
informal, 195, 199, 371
performa, 374, 384 Campione, 64
sumatif, 153, 200, 371,373 Carlo, M.S., 99
Case, R., 60, 61
B Chi, M„ 73
Baker, E.W., 134 Ciscero, C.A., 99
Baron,84 Clandinin, D.J., 16

430 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


Cocking, R.R., 51, 61, 64, 77,95 Focus Correction Areas (FCAs),
comprehension, 395 264, 375
Connelly, F,M., 16 Furst, E.J. 30
consequenses task, 131
G
content:
domain, 19 Gale, )., 98
knowledge, 19 Gelman, S., 61
Como, L., 88 Gick, M.L., 97
Cunningham, G.K., 382 i Ginther, J.R., 34
Glaser, P., 95
D Glatthorn, A.A., 4
Dallas, 368 Goals 2000, 23, 54
dejong, T., 61
H
DeLandsheere, V., 30, 99
deLeeuw, N., 73 Hagen, E.P., 382
Detterman, D.K., 95 Haladyna, T.M., 390
Dewey, }., 364 ^ Hambleton, R.K., 134
discipli nary, content, 19 Hannah, L.S., 390
Dochy, F., 61 Hare, V., 61
Doyle, W., 19 Hastings, J.T., 391
Duncker, K., 97 Hauenstein, A.D., 391
Dunne, }., 30, 32 hierarki kumulatif, 395, 401
high-stakes asesment, 375
E Hirst, P.H.,32, 34 '
Eisner, E.W., 33 Holyoak, K.J., 97
Elder, A.D., 95
evaluation, 395 I
Ewing, J.R., 368 inert knowledge, 63
expressive outcome, 33 instruction, 8, 9

F J
Ferguson-Hessler, M., 61 . Jackson, D., 88
Ferrara, 64 Jackson, P.W., 369
filogenesis, 5, 7 Joyce, B., 12
Fla veil, )., 65, 83, 85, 88

Indeks 431
K McKeough, A., 95
Kappel, F.R., 23 McTighe, J ., 404
Keil, F., 60, 61 meaningful learning, 95
Kelly, A.V., 35 menyelesaikan masalah, 404
Kendall, J.S., 4 Merriam-Webster Dictionary, 19
Kennedy, L.D., 391 Metfessel, N.S., 99
Kirsner, D.A., 99 metode heuristik, 84
Klopfer, L.E., 391 Michael, W.G., 99
knowledge, 395 Michaelis, J.U., 390
kognitif, 390; sosial, 88 model:
konstruktivisme, 57 Piagetian, 61
Krathwohl, D.R., 22,158 neo-Piagetian, 82
kurikulum tersembunyi, 363 Moore, W.R., 391
Mosenthal, P.B., 99
L motivational belief, 88
Lambert, N.M., 98
N
learning, 8; outcome, 27
Levy, C.M., 135 National Council for the Social
Life in Classrooms, 369 Studies, 29
Linn, R.L., 134 National Council of Teachers of
Lipson, M., 86 English and Intern, 29
Lupart, J ., 95 National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM), 29,54
M National Research Council, 29
Madaus, G.F., 391 Newsweek, 375
Mager, R.F., 31 Nickerson, R., 84
management-by-objectives, 21 Nosich, G.M., 390
Mandler, J., 61
Marini, A., 95
o
Marsh, C., 32 objective, 27
Marshall, H.H., 98 O'Neil, H.F., 134
Marzano, R.J., 4 Orlandi, L.R., 391
Mayer, R.E., 83, 94, 95, 97,134 Ortony, A., 97
McCombs, B.L., 98
McGuire, C., 391

432 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen


p R
Paris, S., 82, 86 Ransdell, S., 135
Paul, R., 390 rote learning, 95
Payne, D.A., 22, 158 Royer, J.M., 99
pedagogical content knowledge, 19 Rugg, H .,4
pengetahuan:
awal, 61 S
deklaratif, 61 Scardamalia, M., 61
disipliner, 61 Schallert, D., 61
domain, 61 Schruben, B., 88
eksplisit, 61 Schunk, D.H., 64, 88
episodik, 61 Scriven, M., 371
faktual, 61, 62, 67 Seddon, G.M., 35
implisit, 61 self:
kondisional, 86 efficacy, 89
konseptual, 62, 71 knowledge, 65
metakognitif, 61, 64, 65, 82 regulation, 64
prosedural, 61, 77, 78 sensitivitas instruksional, 382
semantik, 61 Shulman, L., 19, 20
situasional, 61 si fa t komutatif, 242, 357
sosiokultural, 61 skill, 395
strategis, 61, 83 Slotta, J., 73
wacana, 61 Smith, E.R., 84, 390, 397
performance-based movement, 389 Snow, R., 88
Perkins, D., 84 Sosniak, L.A., 24, 94
Phye, G.D., 95 standar:
Pintrich, P.R., 64, 88 isi, 4, 29,315
Popham, W.J., 31 kurikulum, 4
Pressley, M., 12, 134 performa, 21
problem solving, 84 standard isasi pendidikan, 27
psikologi: Steffe, L.P., 98
kognitif, 21, 39, 60, 62, 67, 71 Stenhouse, L.A., 35
perkembangan, 60 Sternberg, R., 64, 84, 389
psikomotor, 390 Sternberg, R.J., 95, 99

Indeks 433
stimulus-respons, 21 value and interest belief, 89
subject matter, 19, 20 Van Meter, R, 12
substance, 19 Vosniadou, S., 97
synthesis, 395
W
T Weil, M., 12
Tennyson, R.D., 10,11 Weinstein, C.F., 83
teori: Wellman, H., 61
evolusi, 77 Wiggins, G., 404
gerakan lempeng bumi, 77, Wilson, B.G., 391
175, 284 Wilson, J.W., 391
Thorndike, R.L., 382 Wittrock, M.C., 94
Tyler, R.W., 20, 21, 390, 397 Wixson, K., 86
Tyler, Ralph, 18 Woloshyn, V., 134
Wolters, C., 64
U
uses task, 131 Z
Zeidner, M., 64
V Zimmerman, B.J., 64
validitas:
instruksional, 374, 382
isi, 381

434 Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen

Anda mungkin juga menyukai