Anda di halaman 1dari 4

Ramai-ramai Kembali ke Cost Recovery,

SKK Migas: Gross Split Terbukti Tidak


Ekonomis!
Jumat, 29 Desember 2023 / 12:07 WIB

ILUSTRASI. Aktivitas pekerja Pertamina Hulu Rokan.

Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri hulu minyak dan gas bumi kembali bergairah. Ada dua
penemuan gas jumbo yang telah membuat investor kakap sumringah. Namun demikian skema
bagi hasil gross split dianggap tidak ekonomis untuk melanjutkan proyek. Maka awal tahun
depan akan banyak perusahaan migas meminta kembali ke skema bagi hasil cost recovery.
Seperti diketahui sebelumnya, ENI, perusahaan migas asal Italia telah menemukan cadangan gas
in place dari sumur eksplorasi Geng North-1 di WK North Ganal sebesar 5 TCF dengan
kandungan kondensat diperkirakan mencapai 400 Mbbls. Wilayah Kerja migas ini berlokasi
sekitar 85 kilometer dari lepas pantai Kalimantan Timur.

Kemudian juga, Mubadala Energy, perusahaan asal Uni Emirat Arab mengumumkan penemuan
besar cadangan gas bumi in place di Wilayah Kerja (WK) South Andaman dengan potensi lebih
dari 6 TCF (trillion cubic feet).

Tetapi, tantangan kedepan adalah soal keekonomian proyek. Mubadala Energy masih memakai
skema gross split. Sejauh ini Mubadala belum meminta untuk mengganti skema bagi hasil
menjadi cost recovery.

Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara
mengungkapkan, jangan heran untuk proyek-proyek selanjutnya di wilayah kerja yang sama
perusahaan migas akan meminta kembali ke skema bagi hasil cost recovery.

"PHE paling banyak, mereka minta tujuh WK kembali ke cost recovery, bahkan Blok Rokan
juga meminta untuk diskusi soal keekonimian proyek," imbuh dia, dalam pertemuan dengan
editor media massa, kemarin.

Ia mengungkapkan, SKK Migas sebagai regulator sebenarnya tidak peduli investor migas
memakai skema apa, tetapi yang menjadi fokus SKK Migas adalah dari dua skema bagi hasil itu,
bagian negara harus lebih banyak jika nantinya diterapkan. "Sekarang sudah ada perangkat
hukumnya, boleh memakai gross split atau cost recovery," ungkap dia.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017
tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Peraturan ini memberikan penegasan pemberlakuan
bentuk kontrak kerja sama dan fleksibilitas terkait kontrak bagi hasil yaitu cost recovery atau
gross split.

Benny menjelaskan, jika perusahaan migas memakai gross split maka biasanya mereka meminta
tambahan split kepada Menteri ESDM, dan Menteri ESDM akan mengeluarkan diskresi angka
tambaha. "Biasanya mereka mintanya besar, tidak mau single digit, bisa double digit, ini kan
bagaimana?" ungkap dia.

Padahal, yang terpenting itu, dari skema yang diterapkan tentu saja negara harus mendapat lebih
banyak dari bagi hasil minyak dan gas bumi. Jika negara tidak mendapat banyak, maka SKK
Migas tidak akan menyetujui. "Saya tidak mau dikemudian hari salah karena menerapkan skema
yang tidak menguntungkan negara," kata Benny.

Ia juga menjelaskan filosofi dari duit negara, dari dua skema itu semua memakai uang investor
dalam melakukan kegiatan eksplorasi maupun produksi. sehingga, anggapan orang jika memakai
cost recovery sama saja dengan memakai uang negara itu tidak betul. "Skema gross split dan cost
recovery itu hanya mekanisme. tetap saja semua pakai uang investor awalnya. Kalau gross split
itu keluar 100 dia minta 100 dan tidak di challange lagi, kalau cost recovery dia ajukan 100
belum tentu kami setujui 100," kata dia.

Medco Minta ke Cost Recovery

Sementara itu, Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara
mengungkapkan bahwa diskusi Medco dengan SKK Migas sudah berlangsung 2 tahun untuk
bisa kembali ke cost recovery di Blok Corridor. "Medco mengantisipasi, makanya sebelum jalan
gross splitnya, dia minta pindah. Lalu disetujui," ungkap dia.

Ia mengatakan, harusnya Medco Energy mesti menjalankan skema gross split pada Desember
2023 ini, tetapi lantaran dianggap tidak ekonomis maka mereka meminta amendemen
kontraknya.

Direktur Utama Medco E&P Ronald Gunawan mengungkapkan, skema cost recovery yang akan
diadopsi memiliki persyaratan yang lebih baik untuk memastikan keekonomian pengembangan
dari beberapa rencana pengembangan baru dan mempertahankan eksplorasi lebih lanjut di blok
tersebut.

"Perjanjian ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam menjamin masa depan Blok
Corridor yang stabil dan berkelanjutan, sehingga memberikan manfaat besar bagi bangsa,
MedcoEnergi, mitra dan seluruh pemangku kepentingan," ujar Ronald dalam siaran pers, Kamis
(13/12).

Ronald menambahkan, alokasi dan harga gas untuk tiga pembeli gas juga telah disetujui,
termasuk untuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).

Selanjutnya, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) akan ditandatangani kedua belah pihak dalam
waktu dekat.

Adapun, total penyerahan harian gas berdasarkan kontrak dari blok tersebut saat ini mencapai
~700 bbtud, dengan 83% dijual ke pembeli domestik dan 17% diekspor ke Singapura.

Sebagai informasi, skema gross split ialah skema perhitungan bagi hasil pengembangan wilayah
kerja migas antara pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diperhitungkan di
muka. Pemerintah tidak ikut campur terhadap proses pengadaan barang dan jasa kegiatan usaha
hulu migas.

Skema cost recovery ialah kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi bagi wilayah kerja oleh
negara. Jadi biaya operasi dikeluarkan lebih dahulu oleh kontraktor untuk melaksanakan kegiatan
eksplorasi, eksploitasi, dan produksi migas

Melansir laporan tahunan MEDC 2022, di tahun lalu produksi Blok Corridor berkontribusi
sebesar 70,2 MBOEPD kepada Medco Energi dan efisiensi operasi langsung mencapai 99,6%.
Blok Corridor merupakan produsen gas terbesar kedua di Indonesia, dengan gas yang dijual
melalui kontrak jangka panjang kepada mitra yang andal di Indonesia dan Singapura. Corridor
saat ini fokus pada pengembangan lapangan lebih lanjut untuk mengoptimalkan nilai blok.

Bukan Karena Gross Split

Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara juga
menegaskan bahwa penemuan lapangan jumbo atau giant di Layaran oleh Mubadala bukan
karena memakai skema gross split. "Mereka itu karena tidak ada pilihan lain ketika itu memakai
gross split," kata dia.

Lalu penemuan di Geng North-1 di WK North Ganal sebesar 5 TCF juga bukan karena gross
split, sebab Eni itu sudah memakai cost recovery ketika menemukan potensi gas itu. Demikian
pula dengan Saka Kemang, yang digosipkan memakai gross split sehingga menemukan cadangan
gas. "Saya mau luruskan, bukan karena gross split," kata dia.

Anda mungkin juga menyukai