Biodiesel Bulan September 2022Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang
Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk Kepentingan UmumAturan Terbaru
Terkait Penetapan BU BBM dan BU BBN Jenis Biodiesel serta Alokasi Volume BBN Jenis Biodiesel untuk
Pencampuran BBM Jenis Minyak Solar Periode Januari-Desember 2022Peraturan Presiden RI Nomor 112
Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga
ListrikHarga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel Bulan November 2022
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR: 35.Pers/04/SJI/2022
Sebagai upaya Pemerintah dalam mencapai target energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada
tahun 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga
Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Peraturan Menteri ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya sebagai upaya
memperbaiki tata kelola dan keekonomian PLTS Atap. Peraturan ini juga sebagai langkah untuk
merespon dinamika yang ada dan memfasilitasi keinginan masyarakat untuk mendapatkan listrik dari
sumber energi terbarukan, serta berkeinginan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca.
"Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap ini dapat dilaksanakan dan telah didukung oleh
seluruh stakeholder sesuai hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Bapak Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian pada 18 Januari 2022", ujar Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana di Jakarta, Jumat
(21/01).
Pada rapat tersebut telah disepakati beberapa hal yang menjadi perhatian dalam implementasi Permen
ESDM Nomor 26 Tahun 2021, yang berdampak nasional diantaranya potensi kenaikan Biaya Pokok
Pembangkitan (BPP), subsidi dan kompensasi, potensi kehilangan penjualan PT PLN serta potensi
pendapatan dari capacity charge.
Dampak APBN yang berkaitan dengan potensi peningkatan subsidi dan kompensasi dipengaruhi oleh
pertumbuhan pemintaan listrik. Semakin besar permintaan listrik maka dampak terhadap subsidi dan
kompensasi semakin kecil. Hal ini menjadi penting agar program pemerintah berkenaan creating
demand listrik untuk dapat dipercepat.
Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, target PLTS Atap sebesar 3,6 GW yang
akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, akan berdampak positif pada hal-hal diantaranya:
2. Berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp. 45 Triliun s/d Rp. 63,7 Triliun untuk pembangunan fisik
PLTS dan Rp. 2,04 Triliun s/d Rp. 4,1 Triliun untuk pengadaan kWh Exim;
3. Mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing
dengan semakin tingginya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN);
4. Mendorong green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon
border tax di tingkat global;
5. Menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 4,58 Juta Ton CO2e;
6. Berpotensi mendapatkan penerimaan dari penjualan Nilai Ekonomi Karbon sebesar Rp 0,06
Triliun/tahun (asumsi harga karbon 2 USD/ton CO2e).
Adapun substansi pokok dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 yaitu:
2. Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan;
3. Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat (5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual
Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL);
4. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan
pengawasan program PLTS Atap;
7. Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di
Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).
Sebagai informasi, proses pelayanan sistem PLTS Atap selama masa transisi masih dilakukan secara
manual, belum berbasis aplikasi.