Anda di halaman 1dari 16

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN

POLICY BRIEF DEBAT APBN 2024

“Pajak Karbon untuk Pembangunan Berkelanjutan”

IDENTITAS PENULIS

1. Bagas Arya Satya Dinata


2. Ika Arilia Sagita
3. Mei Yuana Krisdawati

LOMBA DEBAT APBN 2024

GENERASI MUDA PEDULI #UangKita


POLICY BRIEF

RINGKASAN EKSEKUTIF

Akhir-akhir ini dunia tengah menghadapi permasalahan perubahan iklim. Pemerintah


Indonesia melalui Paris Agreement 2015 telah berkomitmen untuk menangani dampak perubahan
iklim dengan menargetkan net zero emission 2050. Pemerintah juga telah melakukan langkah
konkret berupa menerapkan pajak karbon sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon.
Penerapan pajak karbon diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Pajak (HPP). Pemberlakuan pajak karbon bertujuan mengubah perilaku masyarakat dan
industri untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah emisi karbon.
Pemberlakuan pajak karbon tersebut idealnya diikuti dengan pengalokasian dana yang
diterima untuk pengendalian perubahan iklim dan pengembangan energi terbarukan berupa
listrik. Hal ini perlu dilakukan agar target penurunan emisi karbon dan peningkatan peran energi
terbarukan berupa listrik yang tercantum pada Visi Indonesia Emas 2045 dapat tercapai. Pajak
karbon juga diharapkan dapat menjadi solusi fiskal bagi pemerintah untuk anggaran terkait
lingkungan hidup. Policy Brief ini akan menguraikan alasan-alasan serta dorongan kepada
pemerintah untuk mengalokasikan dana pajak karbon guna keperluan pengendalian perubahan
iklim dan pengembangan energi terbarukan berupa listrik.
POLICY BRIEF

PENDAHULUAN

Perubahan iklim pada saat ini telah menjadi masalah global yang dapat mengancam
kehidupan seluruh makhluk hidup dalam bentuk kenaikan suhu ekstrim, krisis pangan,
peningkatan potensi bencana alam, peningkatan permukaan air laut, ancaman kepunahan flora
dan fauna, serta meningkatnya risiko kesehatan (United Nations, 2015). Hasil estimasi
menunjukkan bahwa perubahan iklim di seluruh dunia dapat menelan biaya ekonomi hingga US$
7,9 triliun per 2050 akibat berbagai bencana yang dihasilkan baik kekeringan, banjir, gagal
panen, dan lainnya yang berpotensi merugikan bagi pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur di
seluruh dunia.
Berdasarkan hasil analisis, potensi dampak perubahan iklim terhadap bidang pangan, air,
energi, dan kesehatan dapat mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari 0,66%

sampai dengan 3,45% pada tahun 2030 (Roadmap Nationally Determined Contribution (NDC)
Adaptasi Perubahan Iklim, 2020). Hal tersebut menunjukkan pentingnya perhatian terhadap
perubahan iklim mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada pada kisaran 4-5%
dapat terganggu dengan adanya kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila pertumbuhan
ekonomi terhambat oleh dampak perubahan iklim, maka juga akan menghambat target capaian
pembangunan.
Salah satu faktor utama penyebab perubahan iklim adalah emisi karbon. Emisi karbon
merupakan peristiwa lepasnya karbon ke atmosfer pada area tertentu dan jangka waktu tertentu
(Kementerian ESDM, 2020). Emisi karbon akan menyelimuti bumi sehingga akan memerangkap
panas matahari dan menyebabkan suhu bumi mengalami kenaikan sehingga mengakibatkan
perubahan iklim. Penggunaan bahan bakar fosil menyumbang 90% dari total emisi karbon global
(United Nations). Berdasarkan data SIGN SMART (Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Nasional, 2023) pada tahun 2022 emisi karbon dari sektor energi di Indonesia mencapai 723.057
Gg Co2, naik signifikan dibanding tahun 2021 yang mencapai 586.776 Gg Co2. Penggunaan
bahan bakar fosil pada pembangkit listrik telah memberikan kontribusi yang signifikan pada
peningkatan emisi karbon.
Sehubungan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menargetkan net zero
emission 2050 dan telah melakukan langkah konkret dalam mewujudkan net zero emission 2050
POLICY BRIEF

dengan memberlakukan pajak karbon. Pajak karbon adalah bentuk upaya mengurangi
eksternalitas negatif berupa emisi karbon, sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 7
Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada pasal ke-13 UU HPP
disebutkan bahwa Indonesia akan mengenakan pajak karbon pada setiap emisi karbon yang
dihasilkan dari proses produksi maupun konsumsi. Dalam undang-undang tersebut pajak karbon
dikenakan atas barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Pemberlakuan pajak karbon bertujuan mengubah perilaku masyarakat dan industri untuk beralih
kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah emisi karbon. Meskipun pajak karbon baru akan
berlaku pada tahun 2025, aturan tersebut merupakan salah satu bentuk wujud keseriusan
pemerintah dalam mencapai net zero emission pada tahun 2050.
Pentingnya untuk mengawasi penggunaan dana pajak karbon untuk memastikan bahwa
rencana tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemberlakuan pajak karbon tidak

hanya akan membantu mengurangi emisi karbon, namun juga membantu mempercepat transisi
menuju energi ramah lingkungan rendah karbon. Menyediakan dana pajak karbon untuk
pengembangan energi terbarukan sangatlah sulit karena Indonesia tidak seperti negara-negara
Skandinavia yaitu Finlandia, Swedia dan Norwegia, yang memiliki pengalaman dalam mengelola
dana pajak karbon. Meskipun negara-negara tersebut telah menerapkan pajak karbon sejak tahun
1990. Penggunaan dana pajak karbon pada negara-negara Skandinavia masih menimbulkan
permasalahan karena 74% dana tersebut digunakan untuk pengeluaran yang tidak terkait dengan
perubahan iklim (Kompas, 2022). Hal ini perlu diantisipasi guna mencapai tujuan utama pajak
karbon, yakni transisi energi. Dengan pendekatan yang jelas, transparan dan terorganisir,
pemberlakuan pajak karbon berpotensi menjadi sumber pendapatan pemerintah yang akan
mewujudkan Visi Indonesia Emas pada tahun 2045.
Melalui Policy Brief ini, kami akan mengulas lebih dalam alasan-alasan serta dorongan
kepada pemerintah untuk mengalokasikan dana pajak karbon guna keperluan pengendalian
perubahan iklim dan pengembangan energi terbarukan khususnya listrik. Kami
mempertimbangkan argumen yang mendasari perlunya tindakan segera dalam alokasi sumber
daya pajak karbon untuk memerangi perubahan iklim dan mengembangkan energi terbarukan
berupa listrik. Menyajikan analisis yang menggunakan pendekatan berbasis pendekatan kualitatif
untuk mengeksplorasi kemungkinan solusi terkait dampak perubahan iklim dan penggunaan
POLICY BRIEF

dana pajak karbon. Lebih lanjut, kami menggarisbawahi pentingnya kebijakan ini sebagai alat
penting untuk mempercepat transisi menuju perekonomian yang lebih berkelanjutan, ramah
lingkungan, serta tercapainya visi menuju Indonesia Emas pada tahun 2045. Dengan
menyampaikan pandangan-pandangan ini, kami berharap dapat membantu pemerintah lebih
memahami tindakan kebijakan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim
sekaligus mempercepat adaptasi terhadap sumber energi bersih dan terbarukan.
POLICY BRIEF

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian yang kami lakukan menggunakan metode kualitatif dengan Content Analysis
dan Scoping Review. Content Analysis digunakan untuk mencari data-data yang diperlukan.
Menurut Holsti, Content Analysis adalah metode penelitian untuk menarik kesimpulan dengan
mengidentifikasi ciri-ciri khas pesan secara objektif, sistematis, dan umum (Mahmudah Ningtyas,
2015). Metode Content Analysis kami gunakan untuk mengidentifikasi pemberlakuan pajak
karbon di Indonesia dalam keperluan pengendalian perubahan iklim dan pengembangan energi
terbarukan. Scoping Review merupakan teknik penelitian yang mengidentifikasi literatur secara
mendalam dan menyeluruh yang diperoleh melalui berbagai sumber dengan berbagai metode
penelitian serta memiliki keterkaitan dengan topik penelitian (Arksey & O'malley, 2005). Scoping
Review bertujuan untuk mengidentifikasi dan menyajikan informasi dari data yang diperoleh dari
berbagai literatur. Ulasan yang dihasilkan dari teknik Scoping Review tersebut digunakan sebagai
dasar pembanding dalam pembahasan. Metode Scoping Review kami gunakan untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mensintesis literatur yang relevan tentang pemberlakuan
pajak karbon. Metodologi ini dipilih secara cermat untuk memberikan pemahaman komprehensif
mengenai ruang lingkup penelitian dan kebijakan terkait pajak karbon.
POLICY BRIEF

DESKRIPSI MASALAH

Berdasarkan metode Content Analysis yang telah dilakukan didapatkan data-data berupa
jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi, proyeksi emisi karbon kedepan, proyeksi
penerimaan pajak karbon, rencana pengembangan pembangkit energi terbarukan berupa listrik,
kebutuhan biaya pengembangan energi terbarukan berupa listrik dan realisasi investasi
pengembangan energi terbarukan. Sektor energi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon
terbesar sehingga untuk mengetahui perkiraan penerimaan pajak karbon, perlu untuk mengetahui
jumlah emisi karbon dari sektor energi. Selain itu, sektor energi memiliki subjek pajak yang jelas
karena emisi yang dihasilkan dari sektor ini semuanya disebabkan oleh aktivitas manusia. Contoh
subjek pajak karbon sektor energi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Jumlah Emisi Karbon dari Sektor Energi di Indonesia 2013-2022

Tahun Emisi Karbon dari Sektor Energi (Gg)

2013 397,417

2014 397,118

2015 503,583

2016 538,084

2017 562,306

2018 595,620

2019 638,981

2020 580,073

2021 586,776

2022 723,057

Sumber: Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, KLHK 2023

Berdasarkan data tersebut, jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi tahun
2018-2022 memiliki trend naik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum emisi karbon
POLICY BRIEF

dari sektor energi akan mengalami kenaikan seiring waktu. Adapun penurunan emisi karbon pada
tahun 2020 disebabkan oleh pembatasan aktivitas selama pandemi Covid-19. Pembatasan
tersebut menyebabkan berkurangnya mobilitas transportasi serta menurunnya aktivitas industri
sehingga berimbas pada penurunan emisi karbon.
Pajak Karbon akan dikenakan pada tahun 2025, karenanya kami menggunakan persamaan
trend dengan metode Least Square untuk memproyeksikan data emisi karbon dari sektor energi
yang dihasilkan pada tahun 2025-2030. Proyeksi data emisi karbon dari sektor energi tersebut
kami gunakan untuk memperkirakan potensi besaran pajak karbon yang diterima. Berdasarkan
UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif minimum yang akan
dikenakan sebesar Rp30/kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Kami akan
memproyeksikan penerimaan pajak karbon 2025-2030 berdasarkan tarif minimum.
Proyeksi Penerimaan Pajak Karbon 2025-2030

Tahun Proyeksi Emisi Karbon dari Sektor Tarif Minimum Pajak Proyeksi Penerimaan Pajak
Energi (Gg) (Rp/Kg) (Jutaan Rp)

2025 778,520.64 30 23,355,619

2026 808,683.19 30 24,260,496

2027 838,845.74 30 25,165,372

2028 869,008.29 30 26,070,249

2029 899,170.84 30 26,975,125

2030 929,333.39 30 27,880,002

Sumber: Data diolah

Berdasarkan data yang kami olah, potensi penerimaan negara dari pajak karbon tahun
2025-2030 berkisar antara 21,85 triliun hingga 24,98 triliun. Dengan potensi penerimaan tersebut,
pajak karbon dapat dimanfaatkan sebagai dana tambahan untuk biaya investasi pengembangan
energi terbarukan.
Pemerintah Indonesia dalam Visi Indonesia Emas 2045 telah menargetkan untuk
mengurangi emisi sebesar 34-41 persen pada tahun 2045 melalui pengembangan EBT,
perlindungan hutan dan lahan gambut, peningkatan produktivitas lahan, dan penanganan limbah
POLICY BRIEF

terpadu. Pemerintah juga menargetkan peningkatan peran energi terbarukan hingga lebih dari 30
persen pada tahun 2045. Peningkatan dan pengembangan energi terbarukan berbanding lurus
dengan target pasokan listrik lebih dari 430 GW di tahun 2045. Untuk mengeksekusi target
tersebut, pemerintah Indonesia melalui PLN telah menyusun target pengembangan pembangkit
listrik EBT. Target tersebut tertuang pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
2021-2030. Pada RUPTL terdapat rencana pengembangan pembangkit berbasis EBT berdasarkan
jenis setiap tahunnya. Pemerintah.
Rencana Pengembangan Pembangkit EBT (MW) 2025-2030

Jenis
No. 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 Jumlah
Pembangkit

1. PLT Panas Bumi 136 108 190 141 870 290 123 450 240 808 3.355

2. PLT Air 400 53 132 87 2.478 327 456 1.611 1.778 1.950 9.272

PLT Mikro /
3. 144 154 277 289 189 43 - 2 13 6 1.118
Minihidro

4. PLT Surya 60 287 1.308 624 1.631 127 148 165 172 157 4.680

5. PLT Bayu - 2 33 337 155 70 - - - - 587

6. Bioenergi 12 43 88 191 221 20 - 15 - - 590

7. PLT EBT - Base - - - - - 100 265 215 280 150 1.010

8. PLT EBT - Peaker - - - - - - - - - 300 300

1.67
Total 752 648 2.028 5.544 978 991 2.458 2.484 3.370 20.923
0

Sumber : Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN tahun 2021-2030

Untuk mencapai target pengembangan pembangkit EBT tersebut, dipelukan investasi


dalam jumlah yang besar. Biaya pengembangan pembangkit listrik EBT memang lebih mahal
dibanding dengan pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil. Dibutuhkan investasi padat
modal untuk pengembangan pembangkit listrik EBT agar target penurunan karbon 34 - 41 persen
POLICY BRIEF

pada tahun 2045 dapat tercapai. Rincian kebutuhan investasi pengembangan EBT kami
lampirkan pada tabel dibawah.
Kebutuhan Investasi EBT 2021-2030 per MW

Kebutuhan Total
Penambahan Kebutuhan
Investasi
No Jenis Pembangkit Kapasitas Investasi per MW
2021-2030 (dalam
2021-2030 (MW) (dalam $)
$)

1. PLT Panas Bumi 17,35 miliar 3.355 5,172 juta

PLT Air &


2. 25,63 miliar 10.390 2,467 juta
Mikro/Minihidro

3. PLT Surya 3,2 miliar 4.680 0,684 juta

4. PLT Bayu 1,03 miliar 587 1,755 juta

5. Bioenergi 2,2 miliar 590 3,729 juta

6. PLT EBT - Base 5,9 miliar 1.010 5,842 juta

7. PLT EBT - Peaker 0,28 miliar 300 0,934 juta

Sumber: Pengembangan Energi Terbarukan Menuju Transisi Energi Indonesia, Kementerian


ESDM 2023

Namun, sayangnya kebutuhan investasi yang begitu besar tersebut tidak diimbangi
dengan besarnya realisasi investasi EBT yang diterima. Capaian investasi EBT 2018-2022 masih
berkisar 1,36 miliar$ hingga 1,71 miliar$. Investasi yang minim dapat mengancam realisasi target
pengembangan investasi energi terbarukan. Hal ini nantinya juga akan berimbas pada potensi
gagalnya target penurunan emisi dan peningkatan peran energi terbarukan yang tercantum dalam
Visi Indonesia Emas 2045.
Realisasi Total Investasi EBT 2018-2022

Tahun 2018 2019 2020 2021 2022

Nilai Investasi 1,53 1,71 1,36 1,51 1,6


POLICY BRIEF

(dalam $) miliar miliar miliar miliar miliar

Sumber: Tak Penuhi Target, Capaian Investasi EBT Baru 74%: Databoks. (2022). Pusat
Data Ekonomi dan Bisnis Indonesia. (n.d.).
Pemerintah perlu bertindak agar realisasi investasi pengembangan EBT mampu
menyesuaikan dengan kebutuhan dan target. Pemerintah dapat turun tangan dengan
menggunakan kebijakan fiskal untuk membantu alokasi dan distribusi anggaran di bidang
pengembangan EBT. Berkaitan dengan gagasan kami yakni alokasi dana pajak karbon untuk
pengembangan energi terbarukan. Kami akan mengkalkulasikan kebutuhan investasi EBT tahun
2025-2030 sebagai berikut:
Kebutuhan Investasi EBT 2025-2030 per tahun menurut jenis

Kebutuhan Investasi EBT per Mw (dalam juta $) menurut jenis


Jenis
No.
Pembangkit
2025 2026 2027 2028 2029 2030 Total

PLT Panas
1. 4.499,640 1.499,300 636,156 2.327,4 1.241,28 4.178,976 14.382,752
Bumi

2. PLT Air 6.113,226 806,709 1.124,952 3.974,337 4.386,326 4.810,65 21.216,20

PLT Mikro /
3. 466,263 106,081 - 4,934 32,071 14,802 624,151
Minihidro

4. PLT Surya 1.115,604 86,868 101,232 112,86 117,648 107,388 1.641,6

5. PLT Bayu 272,025 122,85 - - - - 394,875

6. Bioenergi 824,109 74,58 - 55,935 - - 954,624

PLT EBT - 1.635,76


7. - 584,2 1.548,13 1.256,03 876,3 5.900,42
Base

PLT EBT -
8. - - - - - 280,2 280,2
Peaker

Total
13.290,867 3.280,588 3.410,47 7.731,496 7.413,085 10.268,316 45.394,822
(dalam juta $)

Total 199.363.00 49.208.82 51.157.05 115.972.44 111.196.27 154.024.74 680.922.33


POLICY BRIEF

(dalam juta Rp) 5 0 0 0 5 0 0

Sumber: Data diolah


Berdasarkan data yang kami olah, diketahui bahwa untuk mengembangkan energi
terbarukan dibutuhkan biaya investasi dalam jumlah yang sangat besar. Investasi tersebut
biasanya diperoleh dari pihak swasta. Namun, dengan besarnya investasi yang dibutuhkan,
seringkali target investasi energi terbarukan tidak tercapai. Contohnya saja pada tahun 2022,
pemerintah menargetkan investasi energi terbarukan sebesar $3,91 miliar. Namun, realisasi
investasi energi terbarukan pada tahun 2022 hanya mencapai $1,6 miliar. Hal ini tentu saja akan
menghambat pemerintah untuk mencapai target peningkatan peran EBT 30 persen dan penurunan
emisi 34-41 persen di tahun 2045. Oleh karena itu, kami merekomendasikan kepada pemerintah
agar dana perolehan dari pajak karbon digunakan untuk pengembangan energi terbarukan.
Sehingga, pemerintah lebih mudah untuk merealisasikan target peningkatan peran EBT 30 persen
dan penurunan emisi 34-41 persen di tahun 2045.
POLICY BRIEF

REKOMENDASI

Dalam memberlakukan tarif pajak karbon, pemerintah harus mempertimbangkan dampak


langsung terhadap lingkungan termasuk perubahan iklim dan kesehatan manusia untuk
mengambil keputusan yang berkelanjutan. Pemberlakuan pajak karbon bertujuan mengubah
perilaku masyarakat dan industri untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah emisi
karbon. Alokasi dana pajak karbon untuk pengembangan energi listrik terbarukan dapat
menstimulasi percepatan peningkatan peran energi terbarukan. Melalui pemberlakuan pajak
karbon, pemerintah dapat mengalokasikan dana pajak karbon sebagai salah satu sumber
pendanaan untuk investasi dalam pengembangan energi listrik terbarukan. Nilai persentase
investasi EBT dari penerimaan pajak karbon menunjukkan tingkat kontribusi pajak karbon
terhadap pendanaan investasi energi listrik terbarukan. Jadi, semakin besar persentase tersebut,
maka semakin besar tingkat kontribusi pajak karbon terhadap investasi EBT.
Perbandingan Proyeksi Pajak Karbon terhadap Kebutuhan Investasi EBT
2025-2030

Tahun 2025 2026 2027 2028 2029 2030

Proyeksi Penerimaan
Pajak Karbon (Juta 23.355.619 24.260.496 25.165.372 26.070.249 26.975.125 27.880.002
Rp)

Kebutuhan Investasi
199.363.005 49.208.820 51.157.050 115.972.440 111.196.275 154.024.740
EBT (Juta Rp)

Kontribusi Alokasi
Pajak Karbon
terhadap Total 11,72 49,30 49,19 22,48 24,26 18,10
Kebutuhan Investasi
EBT (%)

Sumber: Data diolah

Berdasarkan perbandingan diatas, apabila dana pajak karbon yang diperoleh dialokasikan
untuk investasi energi listrik terbarukan. Maka, akan berkontribusi cukup signifikan terhadap
pemenuhan total kebutuhan dana investasi energi listrik terbarukan yang dibutuhkan. Alokasi
POLICY BRIEF

dana pajak karbon tersebut dapat menstimulasi pengembangan energi listrik terbarukan. Melalui
alokasi pajak karbon tersebut, pemerintah tidak lagi hanya bergantung mengandalkan investasi
dari sektor swasta, namun juga dapat menganggarkan dana untuk pengembangan energi listrik
terbarukan. Dengan demikian, permasalahan berupa kurangnya investor yang berinvestasi di
sektor energi terbarukan dapat teratasi.
Pemerintah juga perlu untuk mengawasi alokasi pajak karbon untuk pengembangan
energi terbarukan. Agar tidak terjadi tindak korupsi pada pemberlakuan kebijakan ini, sehingga
target pemerintah untuk mengurangi emisi karbon serta transmisi energi dapat tercapai. Dengan
alokasi pajak karbon dan pengawasan, diharapkan target untuk mengurangi emisi karbon hingga
34-41 persen serta peningkatan bauran energi terbarukan 30 persen pada tahun 2045 yang
tercantum pada Visi Indonesia Emas 2045 sukses tercapai. Dengan menerapkan rekomendasi ini,
diharapkan dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan energi
terbarukan khususnya listrik dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
POLICY BRIEF

REFERENSI

Pratama, B. A., Ramadhani, M. A., Lubis, P. M., & Firmansyah, A. (2022). Implementasi Pajak
Karbon Di Indonesia: Potensi Penerimaan Negara Dan Penurunan Jumlah Emisi
Karbon. JURNAL PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review), 6(2), 368-374.
https://doi.org/10.31092/jpi.v6i2.1827

Climate impacts 'to cost world $7.9 trillion' by 2050. (2019, November 20). Phys.org - News and
Articles on Science and Technology.
https://phys.org/news/2019-11-climate-impacts-world-trillion.html#google_vignette

Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. (n.d.). Sign smart - KLHK.


https://signsmart.menlhk.go.id/v2.1/app/

Pahlevi, R. (2022, January 24). Tak Penuhi target, Capaian Investasi EBT Baru 74%. Pusat Data
Ekonomi dan Bisnis Indonesia | Databoks.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/24/tak-penuhi-target-capaian-investa
si-ebt-baru-74

PANDU, P. (2022, September 21). Penerimaan Pajak Karbon Harus Dipastikan untuk Mitigasi
Perubahan Iklim. kompas.id.
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/09/21/penerimaan-pajak-karbon-harus-dip
astikan-untuk-mitigasi-perubahan-iklim

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 - 2030. (2021). PT PLN (Persero).
https://web.pln.co.id/statics/uploads/2021/10/ruptl-2021-2030.pdf

Roadmap nationally determined contribution (NDC): Adaptasi perubahan iklim (978 623 96357
2 5). (2020). : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
POLICY BRIEF

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. (2021).


https://peraturan.bpk.go.id/Details/185162/uu-no-7-tahun-2021

Junaidi S. (2023, November). Pengembangan Energi Terbarukan Menuju Transisi Energi


Indonesia [Paper presentation]. Diseminasi "Sinergi BUMN untuk efektivitas
Pembangunan Sektor Energi".
https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/putrajakwas/files/231114%20-%20SDE-Tran
sisi%20Energi%20dan%20BUMN_R1.pdf

Anda mungkin juga menyukai