IDENTITAS PENULIS
RINGKASAN EKSEKUTIF
PENDAHULUAN
Perubahan iklim pada saat ini telah menjadi masalah global yang dapat mengancam
kehidupan seluruh makhluk hidup dalam bentuk kenaikan suhu ekstrim, krisis pangan,
peningkatan potensi bencana alam, peningkatan permukaan air laut, ancaman kepunahan flora
dan fauna, serta meningkatnya risiko kesehatan (United Nations, 2015). Hasil estimasi
menunjukkan bahwa perubahan iklim di seluruh dunia dapat menelan biaya ekonomi hingga US$
7,9 triliun per 2050 akibat berbagai bencana yang dihasilkan baik kekeringan, banjir, gagal
panen, dan lainnya yang berpotensi merugikan bagi pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur di
seluruh dunia.
Berdasarkan hasil analisis, potensi dampak perubahan iklim terhadap bidang pangan, air,
energi, dan kesehatan dapat mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari 0,66%
sampai dengan 3,45% pada tahun 2030 (Roadmap Nationally Determined Contribution (NDC)
Adaptasi Perubahan Iklim, 2020). Hal tersebut menunjukkan pentingnya perhatian terhadap
perubahan iklim mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada pada kisaran 4-5%
dapat terganggu dengan adanya kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila pertumbuhan
ekonomi terhambat oleh dampak perubahan iklim, maka juga akan menghambat target capaian
pembangunan.
Salah satu faktor utama penyebab perubahan iklim adalah emisi karbon. Emisi karbon
merupakan peristiwa lepasnya karbon ke atmosfer pada area tertentu dan jangka waktu tertentu
(Kementerian ESDM, 2020). Emisi karbon akan menyelimuti bumi sehingga akan memerangkap
panas matahari dan menyebabkan suhu bumi mengalami kenaikan sehingga mengakibatkan
perubahan iklim. Penggunaan bahan bakar fosil menyumbang 90% dari total emisi karbon global
(United Nations). Berdasarkan data SIGN SMART (Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Nasional, 2023) pada tahun 2022 emisi karbon dari sektor energi di Indonesia mencapai 723.057
Gg Co2, naik signifikan dibanding tahun 2021 yang mencapai 586.776 Gg Co2. Penggunaan
bahan bakar fosil pada pembangkit listrik telah memberikan kontribusi yang signifikan pada
peningkatan emisi karbon.
Sehubungan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk menargetkan net zero
emission 2050 dan telah melakukan langkah konkret dalam mewujudkan net zero emission 2050
POLICY BRIEF
dengan memberlakukan pajak karbon. Pajak karbon adalah bentuk upaya mengurangi
eksternalitas negatif berupa emisi karbon, sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 7
Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada pasal ke-13 UU HPP
disebutkan bahwa Indonesia akan mengenakan pajak karbon pada setiap emisi karbon yang
dihasilkan dari proses produksi maupun konsumsi. Dalam undang-undang tersebut pajak karbon
dikenakan atas barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Pemberlakuan pajak karbon bertujuan mengubah perilaku masyarakat dan industri untuk beralih
kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah emisi karbon. Meskipun pajak karbon baru akan
berlaku pada tahun 2025, aturan tersebut merupakan salah satu bentuk wujud keseriusan
pemerintah dalam mencapai net zero emission pada tahun 2050.
Pentingnya untuk mengawasi penggunaan dana pajak karbon untuk memastikan bahwa
rencana tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemberlakuan pajak karbon tidak
hanya akan membantu mengurangi emisi karbon, namun juga membantu mempercepat transisi
menuju energi ramah lingkungan rendah karbon. Menyediakan dana pajak karbon untuk
pengembangan energi terbarukan sangatlah sulit karena Indonesia tidak seperti negara-negara
Skandinavia yaitu Finlandia, Swedia dan Norwegia, yang memiliki pengalaman dalam mengelola
dana pajak karbon. Meskipun negara-negara tersebut telah menerapkan pajak karbon sejak tahun
1990. Penggunaan dana pajak karbon pada negara-negara Skandinavia masih menimbulkan
permasalahan karena 74% dana tersebut digunakan untuk pengeluaran yang tidak terkait dengan
perubahan iklim (Kompas, 2022). Hal ini perlu diantisipasi guna mencapai tujuan utama pajak
karbon, yakni transisi energi. Dengan pendekatan yang jelas, transparan dan terorganisir,
pemberlakuan pajak karbon berpotensi menjadi sumber pendapatan pemerintah yang akan
mewujudkan Visi Indonesia Emas pada tahun 2045.
Melalui Policy Brief ini, kami akan mengulas lebih dalam alasan-alasan serta dorongan
kepada pemerintah untuk mengalokasikan dana pajak karbon guna keperluan pengendalian
perubahan iklim dan pengembangan energi terbarukan khususnya listrik. Kami
mempertimbangkan argumen yang mendasari perlunya tindakan segera dalam alokasi sumber
daya pajak karbon untuk memerangi perubahan iklim dan mengembangkan energi terbarukan
berupa listrik. Menyajikan analisis yang menggunakan pendekatan berbasis pendekatan kualitatif
untuk mengeksplorasi kemungkinan solusi terkait dampak perubahan iklim dan penggunaan
POLICY BRIEF
dana pajak karbon. Lebih lanjut, kami menggarisbawahi pentingnya kebijakan ini sebagai alat
penting untuk mempercepat transisi menuju perekonomian yang lebih berkelanjutan, ramah
lingkungan, serta tercapainya visi menuju Indonesia Emas pada tahun 2045. Dengan
menyampaikan pandangan-pandangan ini, kami berharap dapat membantu pemerintah lebih
memahami tindakan kebijakan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim
sekaligus mempercepat adaptasi terhadap sumber energi bersih dan terbarukan.
POLICY BRIEF
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang kami lakukan menggunakan metode kualitatif dengan Content Analysis
dan Scoping Review. Content Analysis digunakan untuk mencari data-data yang diperlukan.
Menurut Holsti, Content Analysis adalah metode penelitian untuk menarik kesimpulan dengan
mengidentifikasi ciri-ciri khas pesan secara objektif, sistematis, dan umum (Mahmudah Ningtyas,
2015). Metode Content Analysis kami gunakan untuk mengidentifikasi pemberlakuan pajak
karbon di Indonesia dalam keperluan pengendalian perubahan iklim dan pengembangan energi
terbarukan. Scoping Review merupakan teknik penelitian yang mengidentifikasi literatur secara
mendalam dan menyeluruh yang diperoleh melalui berbagai sumber dengan berbagai metode
penelitian serta memiliki keterkaitan dengan topik penelitian (Arksey & O'malley, 2005). Scoping
Review bertujuan untuk mengidentifikasi dan menyajikan informasi dari data yang diperoleh dari
berbagai literatur. Ulasan yang dihasilkan dari teknik Scoping Review tersebut digunakan sebagai
dasar pembanding dalam pembahasan. Metode Scoping Review kami gunakan untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mensintesis literatur yang relevan tentang pemberlakuan
pajak karbon. Metodologi ini dipilih secara cermat untuk memberikan pemahaman komprehensif
mengenai ruang lingkup penelitian dan kebijakan terkait pajak karbon.
POLICY BRIEF
DESKRIPSI MASALAH
Berdasarkan metode Content Analysis yang telah dilakukan didapatkan data-data berupa
jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi, proyeksi emisi karbon kedepan, proyeksi
penerimaan pajak karbon, rencana pengembangan pembangkit energi terbarukan berupa listrik,
kebutuhan biaya pengembangan energi terbarukan berupa listrik dan realisasi investasi
pengembangan energi terbarukan. Sektor energi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon
terbesar sehingga untuk mengetahui perkiraan penerimaan pajak karbon, perlu untuk mengetahui
jumlah emisi karbon dari sektor energi. Selain itu, sektor energi memiliki subjek pajak yang jelas
karena emisi yang dihasilkan dari sektor ini semuanya disebabkan oleh aktivitas manusia. Contoh
subjek pajak karbon sektor energi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Jumlah Emisi Karbon dari Sektor Energi di Indonesia 2013-2022
2013 397,417
2014 397,118
2015 503,583
2016 538,084
2017 562,306
2018 595,620
2019 638,981
2020 580,073
2021 586,776
2022 723,057
Berdasarkan data tersebut, jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari sektor energi tahun
2018-2022 memiliki trend naik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum emisi karbon
POLICY BRIEF
dari sektor energi akan mengalami kenaikan seiring waktu. Adapun penurunan emisi karbon pada
tahun 2020 disebabkan oleh pembatasan aktivitas selama pandemi Covid-19. Pembatasan
tersebut menyebabkan berkurangnya mobilitas transportasi serta menurunnya aktivitas industri
sehingga berimbas pada penurunan emisi karbon.
Pajak Karbon akan dikenakan pada tahun 2025, karenanya kami menggunakan persamaan
trend dengan metode Least Square untuk memproyeksikan data emisi karbon dari sektor energi
yang dihasilkan pada tahun 2025-2030. Proyeksi data emisi karbon dari sektor energi tersebut
kami gunakan untuk memperkirakan potensi besaran pajak karbon yang diterima. Berdasarkan
UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif minimum yang akan
dikenakan sebesar Rp30/kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Kami akan
memproyeksikan penerimaan pajak karbon 2025-2030 berdasarkan tarif minimum.
Proyeksi Penerimaan Pajak Karbon 2025-2030
Tahun Proyeksi Emisi Karbon dari Sektor Tarif Minimum Pajak Proyeksi Penerimaan Pajak
Energi (Gg) (Rp/Kg) (Jutaan Rp)
Berdasarkan data yang kami olah, potensi penerimaan negara dari pajak karbon tahun
2025-2030 berkisar antara 21,85 triliun hingga 24,98 triliun. Dengan potensi penerimaan tersebut,
pajak karbon dapat dimanfaatkan sebagai dana tambahan untuk biaya investasi pengembangan
energi terbarukan.
Pemerintah Indonesia dalam Visi Indonesia Emas 2045 telah menargetkan untuk
mengurangi emisi sebesar 34-41 persen pada tahun 2045 melalui pengembangan EBT,
perlindungan hutan dan lahan gambut, peningkatan produktivitas lahan, dan penanganan limbah
POLICY BRIEF
terpadu. Pemerintah juga menargetkan peningkatan peran energi terbarukan hingga lebih dari 30
persen pada tahun 2045. Peningkatan dan pengembangan energi terbarukan berbanding lurus
dengan target pasokan listrik lebih dari 430 GW di tahun 2045. Untuk mengeksekusi target
tersebut, pemerintah Indonesia melalui PLN telah menyusun target pengembangan pembangkit
listrik EBT. Target tersebut tertuang pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
2021-2030. Pada RUPTL terdapat rencana pengembangan pembangkit berbasis EBT berdasarkan
jenis setiap tahunnya. Pemerintah.
Rencana Pengembangan Pembangkit EBT (MW) 2025-2030
Jenis
No. 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 Jumlah
Pembangkit
1. PLT Panas Bumi 136 108 190 141 870 290 123 450 240 808 3.355
2. PLT Air 400 53 132 87 2.478 327 456 1.611 1.778 1.950 9.272
PLT Mikro /
3. 144 154 277 289 189 43 - 2 13 6 1.118
Minihidro
4. PLT Surya 60 287 1.308 624 1.631 127 148 165 172 157 4.680
1.67
Total 752 648 2.028 5.544 978 991 2.458 2.484 3.370 20.923
0
Sumber : Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN tahun 2021-2030
pada tahun 2045 dapat tercapai. Rincian kebutuhan investasi pengembangan EBT kami
lampirkan pada tabel dibawah.
Kebutuhan Investasi EBT 2021-2030 per MW
Kebutuhan Total
Penambahan Kebutuhan
Investasi
No Jenis Pembangkit Kapasitas Investasi per MW
2021-2030 (dalam
2021-2030 (MW) (dalam $)
$)
Namun, sayangnya kebutuhan investasi yang begitu besar tersebut tidak diimbangi
dengan besarnya realisasi investasi EBT yang diterima. Capaian investasi EBT 2018-2022 masih
berkisar 1,36 miliar$ hingga 1,71 miliar$. Investasi yang minim dapat mengancam realisasi target
pengembangan investasi energi terbarukan. Hal ini nantinya juga akan berimbas pada potensi
gagalnya target penurunan emisi dan peningkatan peran energi terbarukan yang tercantum dalam
Visi Indonesia Emas 2045.
Realisasi Total Investasi EBT 2018-2022
Sumber: Tak Penuhi Target, Capaian Investasi EBT Baru 74%: Databoks. (2022). Pusat
Data Ekonomi dan Bisnis Indonesia. (n.d.).
Pemerintah perlu bertindak agar realisasi investasi pengembangan EBT mampu
menyesuaikan dengan kebutuhan dan target. Pemerintah dapat turun tangan dengan
menggunakan kebijakan fiskal untuk membantu alokasi dan distribusi anggaran di bidang
pengembangan EBT. Berkaitan dengan gagasan kami yakni alokasi dana pajak karbon untuk
pengembangan energi terbarukan. Kami akan mengkalkulasikan kebutuhan investasi EBT tahun
2025-2030 sebagai berikut:
Kebutuhan Investasi EBT 2025-2030 per tahun menurut jenis
PLT Panas
1. 4.499,640 1.499,300 636,156 2.327,4 1.241,28 4.178,976 14.382,752
Bumi
PLT Mikro /
3. 466,263 106,081 - 4,934 32,071 14,802 624,151
Minihidro
PLT EBT -
8. - - - - - 280,2 280,2
Peaker
Total
13.290,867 3.280,588 3.410,47 7.731,496 7.413,085 10.268,316 45.394,822
(dalam juta $)
REKOMENDASI
Proyeksi Penerimaan
Pajak Karbon (Juta 23.355.619 24.260.496 25.165.372 26.070.249 26.975.125 27.880.002
Rp)
Kebutuhan Investasi
199.363.005 49.208.820 51.157.050 115.972.440 111.196.275 154.024.740
EBT (Juta Rp)
Kontribusi Alokasi
Pajak Karbon
terhadap Total 11,72 49,30 49,19 22,48 24,26 18,10
Kebutuhan Investasi
EBT (%)
Berdasarkan perbandingan diatas, apabila dana pajak karbon yang diperoleh dialokasikan
untuk investasi energi listrik terbarukan. Maka, akan berkontribusi cukup signifikan terhadap
pemenuhan total kebutuhan dana investasi energi listrik terbarukan yang dibutuhkan. Alokasi
POLICY BRIEF
dana pajak karbon tersebut dapat menstimulasi pengembangan energi listrik terbarukan. Melalui
alokasi pajak karbon tersebut, pemerintah tidak lagi hanya bergantung mengandalkan investasi
dari sektor swasta, namun juga dapat menganggarkan dana untuk pengembangan energi listrik
terbarukan. Dengan demikian, permasalahan berupa kurangnya investor yang berinvestasi di
sektor energi terbarukan dapat teratasi.
Pemerintah juga perlu untuk mengawasi alokasi pajak karbon untuk pengembangan
energi terbarukan. Agar tidak terjadi tindak korupsi pada pemberlakuan kebijakan ini, sehingga
target pemerintah untuk mengurangi emisi karbon serta transmisi energi dapat tercapai. Dengan
alokasi pajak karbon dan pengawasan, diharapkan target untuk mengurangi emisi karbon hingga
34-41 persen serta peningkatan bauran energi terbarukan 30 persen pada tahun 2045 yang
tercantum pada Visi Indonesia Emas 2045 sukses tercapai. Dengan menerapkan rekomendasi ini,
diharapkan dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan energi
terbarukan khususnya listrik dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
POLICY BRIEF
REFERENSI
Pratama, B. A., Ramadhani, M. A., Lubis, P. M., & Firmansyah, A. (2022). Implementasi Pajak
Karbon Di Indonesia: Potensi Penerimaan Negara Dan Penurunan Jumlah Emisi
Karbon. JURNAL PAJAK INDONESIA (Indonesian Tax Review), 6(2), 368-374.
https://doi.org/10.31092/jpi.v6i2.1827
Climate impacts 'to cost world $7.9 trillion' by 2050. (2019, November 20). Phys.org - News and
Articles on Science and Technology.
https://phys.org/news/2019-11-climate-impacts-world-trillion.html#google_vignette
Pahlevi, R. (2022, January 24). Tak Penuhi target, Capaian Investasi EBT Baru 74%. Pusat Data
Ekonomi dan Bisnis Indonesia | Databoks.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/24/tak-penuhi-target-capaian-investa
si-ebt-baru-74
PANDU, P. (2022, September 21). Penerimaan Pajak Karbon Harus Dipastikan untuk Mitigasi
Perubahan Iklim. kompas.id.
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/09/21/penerimaan-pajak-karbon-harus-dip
astikan-untuk-mitigasi-perubahan-iklim
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 - 2030. (2021). PT PLN (Persero).
https://web.pln.co.id/statics/uploads/2021/10/ruptl-2021-2030.pdf
Roadmap nationally determined contribution (NDC): Adaptasi perubahan iklim (978 623 96357
2 5). (2020). : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
POLICY BRIEF