Anda di halaman 1dari 6

REVOLUSI PAJAK KARBON DALAM MENDUKUNG

PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN


TAX ESSAY NATIONAL COMPETITION 2023

Disusun oleh:
Fernando Simanjuntak
Joel Trimen Deardo Silalahi
Laransa Soluna Gogo Simatupang

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN


2023
Pajak Karbon

“If you really think that the environment is less important than the
economy, try holding your breath while you count your money.”
Guy R. McPherson
(Ilmuwan dan profesor di University of Arizona, Amerika Serikat)

Industrialisasi sebagai salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan


ekonomi di Indonesia diikuti dengan munculnya eksternalitas negatif berupa
pencemaran lingkungan. Berdasarkan coase theorem, diperlukan peranan
pemerintah untuk mengatasi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan
kelestarian lingkungan yang muncul akibat eksternalitas negatif tersebut (Rany et
al., 2020). Ancaman pemanasan global dan perubahan iklim sebagai akibat dari
emisi karbon yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi menjadi salah satu isu
global yang sedang hangat dibicarakan. Menanggapi isu tersebut, pemerintah
Indonesia lewat Nationally Determined Contribution (NDC) berkomitmen untuk
menurunkan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan sebesar
41% dengan dukungan Internasional pada tahun 2030 (Dilasari et al., 2023).
Komitmen ini diwujudkan lewat disahkannya pengaturan tentang pajak karbon
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan yang secara filosofis merupakan bentuk pengendalian lingkungan
dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (Margono et al., 2022).
Namun, pengenaan pajak karbon di Indonesia masih belum efektif dilaksanakan
karena masih banyak pengaturan yang cacat dan belum terperinci serta kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Pengimplementasian pajak karbon yang dilakukan di Indonesia merupakan
sebuah kebijakan baru yang mendorong berbagai manfaat baik dari segi
lingkungan, kesehatan, maupun ekonomi. Suheriadi (2021) mengatakan bahwa
negara dengan kekuatan ekonomi baru pertama yang menjadi pelopor pengenaan
pajak atas karbon adalah negara Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen yang
besar dari negara Indonesia untuk menanggulangi permasalahan emisi karbon
yang sedang berlangsung. Namun pelaksanaan pajak karbon di Indonesia belum
dapat dilaksanakan sekarang karena masih adanya ketidaksiapan Indonesia dalam
menerapkan hal tersebut. Selain kondisi perekonomian Indonesia yang belum
stabil, salah satu penyebab ketidaksiapan Indonesia untuk menerapkan pajak
karbon tersebut adalah karena belum adanya peraturan yang komprehensif untuk
mengatur sistem pelaksanaan pajak karbon agar nantinya tidak menimbulkan
keambiguan dan pertanyaan bagi masyarakat. Untuk saat ini, Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi
pedoman dan prinsip dalam pelaksanaan pajak karbon di Indonesia. Meskipun
dalam undang undang tersebut mengatakan bahwa pelaksanaan pajak karbon
sejalan dengan peta jalan pasar karbon, namun belum ada peraturan yang
mengatur tentang sistem pelaksanaan peta jalan pasar karbon dan penetapan harga
yang akan diterapkan. Selain itu subjek pajak karbon yang ditetapkan dalam
undang undang tersebut masih perlu dipertimbangkan. Seperti yang dikatakan
oleh Rachmany (2020) seharusnya subjek pajak untuk pengenaan atas karbon
diterapkan untuk pihak pihak yang menjadi sumber utama pembakaran bahan
bakar fosil dan emisi dari pembangkit listrik.
Kurang efektifnya pengaturan pajak karbon dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juga terlihat dari
belum adanya pengaturan terkait dampak pengenaan pajak karbon terhadap
masyarakat. Dikenakannya pajak karbon mengakibatkan terjadinya kenaikan
harga bahan bakar fosil yang berpengaruh terhadap naiknya harga produk yang
menggunakan bahan bakar tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
inflasi di beberapa sektor perekonomian yang akhirnya akan berdampak terhadap
kesejahteraan masyarakat (Selvi et al., 2020). Dengan kata lain penerapan pajak
karbon mengakibatkan pergeseran harga keseimbangan pasar. Oleh karena itu
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
seharusnya perlu mengatur tentang kebijakan ceiling price dalam menerapkan
pengaturan pajak karbon di Indonesia. Kebijakan ceiling price adalah kebijakan
pemerintah terkait harga jual paling tinggi sehingga suatu komoditas masih bisa
dibeli oleh masyarakat sebagai konsumen (Sianipar, 2023). Harga ceiling price
harus ditentukan di bawah harga keseimbangan pasar setelah diberlakukannya
pajak karbon sehingga harga produk emisi karbon yang diproduksi kembali ke
harga keseimbangan awal yang mampu dibeli oleh masyarakat. Hal ini sesuai
dengan fungsi pajak karbon sebagai pengoreksi biaya sosial yang muncul
bersamaan dengan eksternalitas negatif akibat kerusakan lingkungan sehingga
dalam implementasinya pajak karbon harus memberikan biaya tambahan kepada
pihak penghasil emisi karbon yang tidak boleh dialihkan kepada masyarakat
sebagai konsumen (Kristanti & Saptono, 2022).
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan telah ditetapkan besaran pajak karbon yaitu sebesar Rp.
30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (C02e). Tarif ini
apabila dibandingkan dengan tarif-tarif yang ada pada negara lain yang telah
menerapkan pajak karbon tergolong sangat rendah. Hal ini bertolak belakang
dengan jumlah hasil emisi karbon Indonesia yang lebih besar apabila
dibandingkan negara-negara yang menerapkan harga pajak lebih tinggi. Singapura
memiliki pajak karbon yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia yaitu sebesar
US$ 4 per Ton C02e, pengenaan pajak di Singapura ini telah menunjukkan
penurunan marginal sebesar 0,29 juta tCo2 pada tahun 2019. Sedangkan
penerapan pajak karbon di Swedia telah mengalami penurunan emisi yang cukup
besar yaitu 40% pada tahun 2005 dan pengenaan pajak karbon meningkatkan
pendapatan Swedia (Adi Pratama et al., n.d.). Jerman juga telah menetapkan pajak
karbon dan telah menunjukkan penurunan yang cukup besar dari sektor rumah
tangga yaitu sebesar 26%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan tarif pajak yang
tinggi menunjukkan pengaruh positif terhadap penurunan emisi karbon bahkan
meningkatkan pendapatan negara. Namun, Penerapan pajak karbon dalam
penerapannya memiliki tantangan terutama dalam bidang politik. Sistem politik
yang ada di Indonesia saat ini tidak menutup kemungkinan pengusaha bergabung
menjadi elit birokrasi. Adanya keterlibatan pengusaha dalam perpolitikan dan
anggota-anggota parlemen yang mempunyai bisnis menimbulkan konflik
kepentingan untuk tetap melindungi usaha yang dimiliki salah satunya yaitu
penerapan tarif harga (Tjoanto & Tambunan, 2022).
Penerapan pajak karbon juga memiliki beberapa tantangan yaitu penolakan
dari publik khususnya para pelaku usaha. Alasan dari penolakan publik terhadap
penerapan pajak karbon adalah karena masyarakat menganggap bahwa
pemerintah tidak memiliki kemampuan dalam mengelola pajak tersebut.
Steenkamp (2021) menyatakan bahwa pemerintah memiliki peranan penting
dalam memengaruhi masyarakat untuk menerima kebijakan pajak karbon yaitu
dengan cara pengelolaan pendapatan yang baik. Strategi yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mendukung pemerintah dalam
menerapkan pajak karbon yaitu dapat melakukan transparansi dalam
pengelelolaan penerimaan dari pajak karbon. Transparansi ini bertujuan untuk
menunjukkan bahwa pemerintah tidak menyalahgunakan pendapatan pajak karbon
sehingga meningkatkan kepercayaan publik. Selain itu pemerintah juga dapat
mengalokasikan pendapatan yang diterima dari pajak karbon untuk proyek
mengurangi emisi karbon, pendanaan untuk penelitian sumber energi terbarukan
serta untuk investasi teknologi yang menggunakan energi terbarukan (Steenkamp,
2021).
Kesimpulannya, komitmen Indonesia dalam mewujudkan pembangunan
ekonomi berkelanjutan melalui penerapan pajak karbon untuk saat ini masih
belum efektif karena masih terdapat beberapa cacat dalam pengaturannya yang
meliputi belum adanya peraturan yang kompeherensif mengenai perdagangan
karbon, tidak terdapat pengaturan tentang dampak pajak karbon terhadap
masyarakat sebagai konsumen, tarif yang masih tergolong rendah dibandingkan
negara-negara lain yang telah menerapkan kebijakan yang sama, serta rendahnya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Oleh sebab itu, pemerintah sebagai
regulator kebijakan fiskal perlu untuk menaikkan tarif pajak karbon dan segera
merancang aturan tambahan terkait pajak karbon seperti aturan mengenai
perdagangan karbon, membuat kebijakan ceiling price untuk produk hasil emisi,
dan membangun kepercayaan masyarakat dengan cara mengalokasikan
pendapatan pajak karbon untuk proyek yang dapat mengurangi emisi karbon
secara transparan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Pratama, B., Ramadhani, M. A., Lubis, P. M., & Firmansyah, A. (n.d.).
IMPLEMENTASI PAJAK KARBON DI INDONESIA: POTENSI PENERIMAAN
NEGARA DAN PENURUNAN JUMLAH EMISI KARBON.
http://ditjenppi.menlhk.go.id/.
Dilasari, A. P., Ani, H. N., Jariatul, R., & Rizka, H. (2023). Analisis Best Practice
Kebijakan Carbon Tax Dalam Mengatasi Eksternalitas Negatif Emisi Karbon Di
Indonesia. Owner : Riset Dan Jurnal Akuntansi, 7(1), 184–194.
https://doi.org/10.33395/OWNER.V7I1.1182
Kristanti, K. M., & Saptono, P. B. (2022). Pajak Karbon dalam Langkah Pelestarian
Lingkungan. Jurnal Akuntansi Keuangan Dan Bisnis, 15(2), 538–547.
https://doi.org/10.35143/JAKB.V15I2.5600
Margono, M., Sudarmanto, K., Sulitiyani, D., & Sihotang, A. P. (2022). Keabsahan
Pengenaan Pajak Karbon Dalam Peraturan Perpajakan. JURNAL USM LAW
REVIEW, 5(2), 767–781. https://doi.org/10.26623/JULR.V5I2.5918
Rany, A. P., Farhani, S. A., Nurina, V. R., & Pimada, L. M. (2020). TANTANGAN
INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG
KUAT DAN PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN MELALUI
INDONESIA GREEN GROWTH PROGRAM OLEH BAPPENAS. Jurnal Ilmu
Ekonomi Dan Pembangunan, 20(1), 63–73.
https://doi.org/10.20961/jiep.v20i1.38229
Selvi, Rahmi, N., & Rachmatulloh, I. (2020). Urgensi Penerapan Pajak Karbon Di
Indonesia. Jurnal Reformasi Administrasi : Jurnal Ilmiah Untuk Mewujudkan
Masyarakat Madani, 7(1), 29–34.
https://doi.org/10.31334/REFORMASI.V7I1.845
Sianipar, R. (2023). Optimalisasi Ketahanan Energi Melalui Kebijakan Pengurangan
Konsumsi Gas Elpiji di Indonesia. JDKP Jurnal Desentralisasi Dan Kebijakan
Publik , 4(1), 62–72. https://doi.org/10.30656/JDKP.V4I1.6263
Steenkamp, L. A. (2021). A classification framework for carbon tax revenue use.
Climate Policy, 21(7), 897–911. https://doi.org/10.1080/14693062.2021.1946381
Tjoanto, A. K., & Tambunan, M. R. U. D. (2022). Tantangan dan Strategi dalam Proses
Implementasi Kebijakan Pajak Karbon. Jurnal Riset Akuntansi & Perpajakan
(JRAP), 9(02), 214–225. https://doi.org/10.35838/JRAP.2022.009.02.20
 

Anda mungkin juga menyukai