PENELITIAN
Pengaruh Kebijakan Cukai hasil tembakau terhadap Konsumsi Rokok dan
Penerimaan di Indonesia
Diajukan oleh:
Fawwaz Muhammad Zakli Pohan
NPM 4122220024
Kelas 7-01 Penerimaan
Absen 9
Bab 1
Pendahuluan
a. Latar belakang permasalahan
Penerimaan cukai di Indonesia pada tahun 2022 sebesar Rp 226,9 triliun atau
mencapai 103,1%.dari target yang telah ditetapkan pemerintah. Ada peningkatan dari
tahun sebelumnya pada tahun 2021 sebesar 29 triliun rupiah. Realisasi tersebut telah
melampau target yang telah ditetapkan dimana tertuang dalam Peraturan Presiden
(Perpres) 98/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun
2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2022. Mayoritas dari penerimaan cukai tersebut bersumber dari pemasukan cukai
hasil tembakau dimana jika ditulis dalam persentase sekitar 96%. Hal tersebut dapat
dikatakan suatu kemajuan dan menguntungkan bagi penerimaan negara, dimana dari
penerimaan tersebut akan menjadi dana bagi hasil untuk daerah. Total dana bagi hasil
cukai tembakau atau DBHCT pada 2023 ditetapkan sebesar Rp5,47 triliun. Hal itu
ditetapkan oleh Kementerian Keuangan yang akan disalurkan ke provinsi hingga
kabupaten/kota. Sehingga dari dana tersebut daerah bisa menggunakannya untuk
kebutuhan daerah masing masing akibat dampak eksternalitas dari rokok. Lalu
penerimaan tersebut tentunya dapat mendanai banyak komponen belanja negara,
mulai dari belanja Pemerintah hingga Transfer Kedaerah dan Dana Desa.
Namun dari sisi lain, dampak negatif dari rokok merupakan salah satu alasan
utama mengapa dimunculkannya cukai untuk rokok atau secara undang undang
dijabarkan sebagai cukai hasil tembakau. Seperti yang kita ketahui Bersama, sangat
banyak dampak negatif yang sebabkan oleh rokok. Mulai dari dampak negatif
terhadap kesehatan pribadi sang perokok yang dapat menyebabkan banyak penyakit
komplikasi sepeti hipertensi dan serangan jantung, hingga Kesehatan orang lain yang
berada disekitarnya. Umumnya kita tahu bahwa perokok sendiri dibagi menjadi dua,
perokok aktif dan perokok pasif, perokok aktif adalah orang orang yang secara
langsung memakai atau mengkonsumsi rokok, Lalu ada perokok pasif, yaitu orang
orang yang berada di sekeliling perokok aktif yang sebenarnya tidak mendapatkan
manfaat atau kebaikan dari para perokok aktif, justru kebalikan yang akan diterima
oleh para perokok aktif, seperti menghirup asap rokoknya yang lebih membahayakan.
Menurut data dari BPS, jumlah perokok aktif yang ada di Indonesia selama tahun
2020 – 2022 berkisar diangka 28%, angka tersebut diambil berdasarkan jumlah
perokok pada kisaran umur 15 tahun keatas dari seluruh provinsi di Indonesia. Dimana
dari angka 28% tersebut, bisa dikatakan umumnya ada orang lain yang berada
disekitarnya dan merasakan dampak dari rokok tersebut. Saat menghirup asap yang
dikeluarkan dari rokok, para perokok pasif akan mendapatkan dampat yang cukup
serius, bahkan merasakan dampak yang lebih parah dibandingkan dengan para
perokok aktif, dikarenakan jumlah asap yang dihasilkan oleh perokok aktif lebih
banyak yang diterima oleh perokok pasif dibanding dengan yang diterima oleh
perokok aktif. Sering menghirup asap rokok, dapat meningkatkan risiko terkena
kanker paru-paru sebanyak 20-30%.
Padahal salah satu fungsi dari cukai tersebut dalah untuk membatasi jumlah
barang barang yang memiliki dampak negatif pada masyarakat. Namun apakah cukai
tersebut sudah benar benar memberikan pembatasan atas hal tersbut. Dari seluruh
penjabaran yang ada diatas, kami mencoba melihat sejauh apa dampak dari
penerapan kenaikan cukai rokok atau Hasil Tembakau atas konsumsi rokok di
Indonesia serta dampaknya terhadap penerimaan negara.
b. Rumusan Masalah
Apakah kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan Harga Jual Eceran Terendah memiliki
dampak terhadap jumlah perokok di Indonesia
Bagaimana dampak kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan kenaikan harga jual
eceran terendah terhadap penerimaan negara di indonesia
c. Tujuan dan Manfaat
Mengetahui dampak kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan Harga Jual Eceran
Terendah hasil tembakau terhadap jumlah perokok di Indonesia
Mengetahui dampak kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan kenaikan harga jual
eceran terendah terhadap penerimaan negara di indonesia
Bab 2
Pembahasan
a. Tinjauan Pustaka
Eksternalitas
Eksternalitas adalah biaya yang harus dikeluarkan atau manfaat tidak langsung
yang diberikan dari satu pihak akibat aktivitas ekonomi atau perbuatan mereka,
Eksternalitas sering disinggung ketika muncul dampak negatif dari suatu aktivitas
ekonomi.
Karateristik Cukai
Karakteristik barang yang dikenakan cukai diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang
Undang Cukai yaitu:
1. konsumsinya perlu dikendalikan
2. peredarannya perlu diawasi
3. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup
4. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan.
Dari keempat poin karateristik cukai tersebut, rokok dapat dikategorikasn sebagi
barang yang berkaitan dengan seluruh poin tersebut, mulai dari konsumsi dari rokok
terebut yang harus dikendalikan oleh pemerintah, lalu dalam penjualan dan
peredarannya perlu diawasi sehingga tidak tejadi penyelewengan, pemakaian atau
konsumsi rokok sendiri yang memberikan dampak negative terhadapat lingkungan
sekitarnya. Lalu dari seluruh poin di atas akibat dari dampak dampak negative yang
diberikan, namun tidak tergolong sebagai barang terlarang, maka perlunya
pembebanan pungutan negara untuk meberikan keadilan bagi non pengguna atau
pengkonsumsi barang tersebut.
merupakan pungutan yang berbeda dari PPN dan PPnBM. Cukai dikenakan
terhadap barang kena cukai yang telah ditentukan objeknya, sedangkan PPN
dikenakan terhadap semua barang dan jasa. Serta untuk PPnBM dikenakan terhadap
barang yang bersifat mewah. Hal ini merupakan perbedaan utama antara cukai dan
PPN dan PPnBM. Untuk melindungi masyarakat merokok, pemerintah melakukan
implementasi tentang rokok. Beberapa egulasi tersebut diantaranya dengan
meningkatkan cukai rokok yang bertujuan untuk menurunkan konsumsi rokok.
b. Penelitian Terdahulu
Dalam pembahasan atas dampai penerapan kenaikan tarif cukai hasil tembakau
rokok ats penerimaan negara perpajakan, kami melakukan literature review atas
penelitian terdahulu yang memiliki relevansi terhadap tema yang dibahas. Adapun
beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai berikut
Berdasarakan penelitian dari salsabila dkk(2020) tingkat konsumsi dan
ketergantungan merokok masyarakat Indonsia sudah sangat memprihatinkan. Perlu
dilakukan intervensi dan penanganan yang masif dan komprehensif terutama pada
kelompok masyarakat dengan karakter seperti laki-laki, remaja, masyarakat
pedesaan, kalangan pekerja, dan kalanagan masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu hasil penelitian dariwandita (2019), penelitan yang dilakukan di Provinsi
lampung menyimpulkan yaitu kenaikan cukai rokok pada Tahun tahun belakangan
tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah konsumsi rokok. Meskipun ada kenaikan
namun persentase konsumsi untuk rokok masih disekitaran angka 5-6 persen tiap
tahunnya dengan angka yang berfluktuatif.
Penelitian lain dari Sarosa dan Purwanti (2019) yang dilakukan atau lokusnya di
kota Semarang, menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai rokok menyebabkan
kenaikan harga rokok. dan adanya kenaikan harga rokok mempengaruhi jumlah
konsumsi rokok di masyarakat semarang. lalu yang mempengaruhi variabel jumlah
konsumsi rokok secara signifikan adalah variabel umur, frekuensi merokok, lama
merokok. Lalu yang tidak mempengaruhi variabel jumlah konsumsi rokok adalah
harga rokok, pendapatan dan alasan merokok.
Dari manca negara terdapat Penelitian yang dilakukan di Vietnam oleh Nguyen et
al(2020). dalam Menerapkan kebijakan dengan pajak atas tembakau akan
mempengaruhi penurunan populasi merokok dan memiliki implikasi positif bagi
ekonomi di Vietnam, ditunjukkan dengan kenaikan pajak tembakau sebesar 20
persen yang akan meningkatkan output nasional/ Produk Domestik Bruto sebesar
0,09%.
c. Analisis dan Hasil Pembahasan
Penelitan ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif untuk melihat
hubungan antara penerapan kenaikan tarif cukai serta kenaikan harga eceran
terendah di dua tahun yaitu tahun 2020 dan 2021, terhadap penurunan jumlah
perokok dari tahun 2021 dan 2022 penerimaan cukai hasil tembakau tahun 2021.
Berdasarkan data dari 34 provinsi diindonesia, dengan melihat dari persentase
perokok berdasarkan provinsi dan persentase perokok berdasarkan lapisan
penghasilannya.
Tarif cukai sendiri untuk tahun 2020 hingga tahun 2022 mengalami pengkatan
yang cukup tinggi, untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) saja, mengalami
setidaknya peningkatan cukai Rp100 perbatang rokoknya, untuk jenis lain seperti
Sigaret Putih Mesin(SPM) hingga Sigaret Putif Tangan Filter(SPTF) juga mengalami
kenaikan selama tahun 2021 -2022, hanya beberapa jenis yang tidak naik yaitu
Termbakau Iris(TIS) hingga Cerutu(CRT), dimana dari keempat jenis hasil tembakau
tersebut, jumlah konsumsinya tergolong sedikit jika dibandingkan dengan hasil
tembakau jenis Sigaret.
Tabel 2.1
Tarif Cukai Hasil tembakau dan HJE
jenis hasil Harga Jual Eceran Tarif Hasil Tembakau (Perbatang)
Tembakau Terendah(Perbatang)
2020 2021 2022 2020 2021 2022
SKM Rp1,700 Rp1,700 Rp1,905 Rp740 Rp865 Rp985
SPM Rp1,790 Rp1,790 Rp2,005 Rp790 Rp935 Rp1,065
SKT atau Rp1,461 Rp1,461 Rp1,636 Rp425 Rp425 Rp440
SPT
SKTF atau Rp1,700 Rp1,700 Rp1,905 Rp740 Rp865 Rp985
SPTF
TIS Rp276 Rp276 Rp276 Rp30 Rp30 Rp30
KLB Rp290 Rp290 Rp290 Rp30 Rp30 Rp30
KLM Rp200 Rp200 Rp200 Rp25 Rp25 Rp25
CRT Rp198,001 Rp198,001 Rp198,001 Rp110,000 Rp110,000 Rp110,000
Tabel 2.2
Persentase perokok per provinsi
Persentase Merokok Pada Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Menurut
Provinsi (Persen)
Provinsi 2019 2020 2021 2022
Aceh 28.7 28.06 28.30 27.58
Sumatera Utara 27.46 27.28 27.24 25.32
Sumatera Barat 30.75 30.08 30.50 30.27
Riau 29.04 28.06 28.34 26.86
Jambi 28.54 28.01 27.47 28.62
Sumatera Selatan 30.91 30.56 30.65 30.49
Bengkulu 33.14 32.31 33.17 32.16
Lampung 34.39 33.43 34.07 33.81
Kep. Bangka Belitung 29.18 28.23 28.16 26.84
Kep. Riau 27.59 26.16 26.17 23.08
Dki Jakarta 26.04 25.75 24.44 21.25
Jawa Barat 32.97 32.55 32.68 32.07
Jawa Tengah 27.4 27.70 28.24 28.72
Di Yogyakarta 22.87 22.64 24.54 23.97
Jawa Timur 27.93 27.78 28.53 28.51
Banten 31.69 31.58 31.76 31.21
Bali 20.96 20.50 19.58 17.91
Nusa Tenggara Barat 30.49 30.58 32.71 33.20
Nusa Tenggara Timur 27.33 26.14 27.22 26.76
Kalimantan Barat 28.5 27.49 27.93 26.64
Kalimantan Tengah 29.84 28.89 29.33 26.54
Kalimantan Selatan 23.95 23.83 24.51 21.89
Kalimantan Timur 24.52 24.42 23.37 22.21
Kalimantan Utara 27.63 25.66 27.46 24.23
Sulawesi Utara 28.41 27.95 27.87 25.29
Sulawesi Tengah 31.64 30.64 29.77 29.04
Sulawesi Selatan 25.59 24.89 24.91 23.76
Sulawesi Tenggara 26.8 25.77 25.85 23.35
Gorontalo 32.37 30.30 30.50 30.38
Sulawesi Barat 27.06 26.85 27.17 25.36
Maluku 27.09 26.18 27.90 26.80
Maluku Utara 31.18 29.83 29.84 28.82
Papua Barat 28.67 25.80 27.07 24.80
Papua 26.05 26.97 24.91 22.22
Indonesia 29.03 28.69 28.96 28.26
Dari tabel diatas dan melihat dari tren atas konsumsi rokok secara keseluruhan di
34 provinsi diindonesia selama tahun 2019 - 2022, terlihat tidak ada perubahan yang
signifikan untuk persentase perokok. Jumlah perokok aktif dengan persentase
tertinggi ada di provinsi lampung dengan 34.39 % ditahun 2019, dilihat perkembangan
selama 4 tahun, tidak adanya perubahan signifikan, hanya terjadi fluktuasi kecil
selama 4 tahun yang ditutup pada tahun 2022 sebesar 33.81%, begitu juga provinsi
dengan persentase jumlah perokok aktif yaitu kalimantar selatan, dengan persentase
23.95 % hingga tahun 2022 hanya mengalami sedikit penurunan menjadi 21.89 %.
Tabel 2.3
Persentase Perokok berdasarkan lapisan penghasilan
Kelompok Persentase Merokok Pada
Pengeluaran Penduduk Umur ≥ 15 Tahun
Menurut Kelompok Pengeluaran
(Persen)
2019 2022 2021 2020
Kuintil 1 27.27 27.27 27.25 27.09
Kuintil 2 30.2 29.29 29.98 29.84
Kuintil 3 30.67 29.98 30.44 30.3
Kuintil 4 30.67 29.58 30.55 30.27
Kuintil 5 26.44 25.34 26.68 26.08
Dari tabel Penerimaan Negara, dapat kita lihat sejak tahun 2020 hingga tahun
2022, penerimaan perpajakan dari sektor cukai selalu meningkat cukup drastis, dan
penerimaan cukai sendiri didominasi oleh cukai hasil tembakau yang berada dikisar
angka 95%, hal ini jelas terjadi akibat tidak atau kurang berpengaruhnya penerapan
kenaikan tarif cukai hasil tembakau terhadap jumlah konsumsi rokok itu sendiri. Yang
implikasinya menjadikan penerimaan negara dari cukai terus meningkat.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pada masa tersebut, sedang terjadi
pandemic yang cukup parah yang berdampak pada ekonomi Indonesia. Dan melihat
dari tabel perokok berdasarkan lapisan pengeluaran rutin masyarakat Indonesia
sendiri, tidak ada pengurangan konsumsi rokok. namun kondisi tersebut tidak
mengurangi konsumsi rokok oleh masyarakat. Hal tersebut juga bisa menjadi konsern
pemerintah, apakah rokok sendiri sudah mencapai tingkat candu yang sangat parah
sehingga kondisi ekonomi yang sedang buruk sekalipun, masyarakat enggan untuk
meninggalkan rokok itu sendiri, meskipun kenaikan penerimaan cukai rokok sendiri
juga bermanfaat bagi negara.
Bab 3
Penutup
a. Kesimpulan
Berdasarkan data yang ada dari tahun 2020 hingga 2022, jumlah perokok tidak
mengalami penurunan signifikan, hanya terjadi sedikit fluktuasi saja. Dapat
disimpulkan bahwa kenaikan berkala atas tarif cukai hasil tembakau dan kenaikan
harga jual eceran terendah tidak memberikan efek bagi para perokok, jika
dihubungkan dengan pembagian perokok berdasarkan lapisan penghasilan pun,
umumnya tidak banyak perubahan didalamnya. Dapat diartikan kenaikan tarif cukai
dan kenaika HJE terendah tidak berdampak pada konsumsi rokok di indonesia
Disisi lain, akibat dari jumlah perokok yang tidak mengalami perubahan, namun
tarif cukai yang terus meningkat setiap tahunnya, meningkatkan pendapatan negara
dari sektor cukai yang cukup tinggi selama 2 tahun yaitu tahun 2021 dan 2022, dimana
artinya kenaikan terif cukai berpengaruh signifikian terhadap kenaikan penerimaan
negara.
b. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya, bisa ditambahkan variabel kategori umur untuk
perokok untuk mengetahui lapisan para perokok di Indonesia, sehingga pemerintah
dapat mengetahui lapisan lapisan perokok berdasarkan rentang umur.
Saran untuk pengembangan aturan terkait konsumsi rokok, Dimana hal ini
harus menjadi konsern pemerintah untuk dapat menemukan alternatif kebijakan lain
selain menaikkan cukai rokok berkala untuk dapat menekan jumlah perokok di
Indonesia. Kerjasama antar kementerian menjadi salah satu pilihan yang baik,
sebagai contoh bekerja sama dengan kementerian Kesehatan dan kementerian
perdagangan dimana masing masing mengatur terkait regulasi yag akan berdampak
positif pada Kesehatan masyarakat juga berdampak positif bagi para pengusaha
rokok.
Daftar Pustaka
Nguyen, H. T. T., Giang, L. T., & Pham, T. N. (2020). Impacts of higher tobacco tax
on output and employment in Vietnam. Journal of Economics and
Development, 22(1), 167–182. https://doi.org/10.1108/jed-11-2019-0058
Sagitha, C., Evi, S., & Purwanti, Y. (2019). Pengaruh Kenaikan Harga Rokok,
Pendapatan Dan Karakteristik Perokok Terhadap Konsumsi Rokok Di Kota
Semarang. Diponegoro Journal Of Economics, 1, 22.
Https://Ejournal2.Undip.Ac.Id/Index.Php/Dje