Anda di halaman 1dari 26

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

DALAM PENJUALAN ROKOK ILEGAL


DI KOTA PEKANBARU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning

Disusun Oleh:

Nama : AYU YARMILA

NPM : 1674201407

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

PEKANBARU

2020
ABSTRAK

Permasalahan penelitian ini adalah: Pertama, Perlaksanaan Perlindungan Hukum


Terhadap Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru? Kedua,
Hambatan Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru? Ketiga, Bagaimanakah Penyelesaian
Hambatan Terhadap Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Dalam Penjualann Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru? Tujuan penelitian ini adalah:
Pertama, Untuk Mengetahui Perlaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru. Kedua, Untuk
Mengidentifikasi Hambatan Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru. Ketiga, Untuk
Menjelaskan Upaya Penyelesaian Hambatan Terhadap Pelaksanaan Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Dalam Penjualann Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru.
Metode penelitian ini dilakukan secara langsung dilapangan sesuai dengan
jenisnya penelitian ini hukum sosiologis. Hasil penelitian diketahui bahwa
perlindungan hukum terhadap konsumen rokok belum berjalan sebagaimana
mestinya. Masih banyak nya peredaran rokok tanpa pita cukai di kota Pekanbaru
membuat hak-hak konsumen rokok tidak terpenuhi, peredaran rokok Ilegal di kota
Pekanbaru terus meningkat hal ini disebabkan tingginya peminat rokok Ilegal di
Kota Pekanbaru, yang membuat permintaan rokok Ilegal di kota Pekanbaru terus
meningkat ialah harga rokok Ilegal lebih murah dibandingkan dengan rokok yang
menggunakan cukai, serta masih banyaknya masyarakat kota pekanbaru yang
mengkonsumsi rokok belum mengetahui perbedaan antara rokok illegal dan rokok
legal hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi pemerintah kepada masyarakat
Kota Pekanbaru untuk membedakan mana rokok ilegal dan rokok legal.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Rokok, Rokok Ilegal, Pekanbaru

12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia rokok bukan lagi benda asing untuk dikonsumsi melainkan

telah menjadi suatu kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi rokok. Bahkan

sebagian orang menjadikan rokok sebagai kebutuhan sehari-hari. Setiap pelaku

usaha wajib memberikan informasi yang jelas terhadap barang yang dipeoduksi

begitu juga dengan pelaku usaha rokok berkewajiban mencantumkan peringakatan

kesehatan di setiap bungkus rokok yang diproduksinya sebagai peringatan bagi

para konsumen khususnya konsumen rokok kewajiban tersebut tercantum di

dalam pasal 7 UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen selanjutnya

disebut UUPK.

Kewajiban pelaku usaha ini adalah salah satu upaya perlindungan

konsumen. Jadi jika suatu saat ditemukan adanya permasalahan terhadap suatu

produk yang dipakai oleh konsumen, para pelaku usaha wajib bertanggungjawab

atas produk yang dikeluarkannya, karena jika dilihat kedudukan konsumen berada

pada posisi yang lemah, konsumen pastinya dijadikan objek aktivitas bisnis untuk

meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui

berbagaipromosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang nantinya

akan merugikan konsumen.1

1
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP,
2016), hlm, 11.

13
Semakin tingginya gaya hidup masyarakat saat ini, sangat memengaruhi

pola konsumsi rokok, sementara pengetahuan akan memilih dan menggunakan

suatu produk (rokok) secara tepat, benar dan aman belumlah memadai sedangkan

iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi

rokok secara berlebihan dan terkadang tidak rasional. Hal tersebutlah yang

meningkatkan risiko yang luas mengenai kesehatan dan keselamatan konsumen.

Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk melindungi konsumen rokok.

Rokok ilegal adalah rokok yang beredar di wilayah Indonesia, baik yang

berasal dari produk dalam negeri maupun impor, antara lain rokok yang tidak

dilekati pita cukai, rokok yang dilekati pita cukai palsu, rokok yang dilekati pita

cukai bekas dan rokok yang dilekati pita cukai yang tidak sesuai dengan

personalisasi dan peruntukannya. 2

Peredaran rokok ilegal dapat mengurangi jumlah penerimaan cukai hasil

tembakau oleh pemerintah. Pengendalian dan penegakan hukum yang dilakukan

oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dengan disertai kerjasama yang baik

dengan dinas instansi terkait lainnya dapat mencegah terjadinya peredaran rokok

ilegal. Selain itu kesadaran masyarakat mengenai pengkonsumsian terhadap rokok

yang legal, juga dapat mencegah terhadap peredaran rokok yang illegal dan

meningkatkan penerimaan negara disektor cukai.3

Rokok adalah produk berbahaya dan adiktif. Rokok mengandung 7000

zat kimia, 250 diantaranya adalah karsinogenik (pencetus kanker). Rokok adalah

2
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, (Jakarta: Sinar Grafik, 2012), hlm. 74
3
Pratiwi, Pengaruh Penegakan Hukum Pada peredaranrokok Memungkinkan Pemerintah
Memperoleh Penerimaan Negara Yang Optimal, Jurnal Hukum, Volume 13, Nomor 2, Februari
2016, hlm. 14

14
penyebab kematian terbesar yang dapat dicegah di dunia. Satu dari 10 kematian

orang dewasa disebabkan oleh konsumsi rokok. Tiap Tahun rokok menyebab

kematian 5,4 juta orang atau rata-rata 1 kematian setiap 5,8 detik (WHO 2004).

Kerugian ekonomi negara akibat rokok jauh melebihi pendapatan cukai. Tahun

2010, jumlah komulatif kerugian ekonomi akibat rokok sebesar 245,41 triliun

rupiah, yang berasal dari pengeluaran masyarakat untuk membeli tembakau 9138

triliun rupiah), kehilangan tahun produktif karena kematian prematur, sakit dan

disability (105,3 triliun rupiah) dan total biaya rawat jalan karena penyakit terkait

tembakau(90,26 triliun rupiah). Jumlah kerugian ini lima kali lipat dibandingkan

pemasukan pemerintah dari cukai rokok untuk tahun yang sama, yakni 5,5 triliun

rupiah.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang

tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu: konsumsinya perlu

dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan

dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu

pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Di Indonesia, cukai dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Barang kena cukai meliputi,

1. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang

digunakan dan proses pembuatannya minuman yang mengandung etil

alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang

digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang

mengandung etil alkohol

15
2. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris,

dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan

bahan yang digunakan atau bahan pengganti atau bahan pembantu dalam

pembuatannya.

Pita Cukai yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

merupakan bukti pembayaran cukai atas penjualan tembakau berbentuk rokok

kretek dan cigarette.Produk yang oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

dipercayakan pencetakannya ke Peruri tersebut, memiliki unsur sekuriti yang

cukup handal dalam rangka meminimalkan pemalsuan.Salah satunya adalah

pemberian hologram pada cetakan pita cukai.Pita Cukai dicetak sesuai pesanan

dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan nilai pajak yang dikenakan

untuk produk yang terkena pajak.

Cukai rokok di Indonesia adalah upaya pengendalian harga jual dari

pemerintah Indonesia terhadap rokok dan produk tembakau lainnya seperti

sigaret, cerutu, serta rokok daun, yang dipungut dan berlaku pada saat

pembelian.Ketentuan ini berlaku dengan adanya UU No. 11 Tahun 1995 tentang

Cukai, dengan perubahan yang mengacu pada UU No. 39 Tahun 2007.Aturan ini

kemudian diteruskan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah (PDRD).Pengenaan pajak tembakau dengan cukai rokok

dibedakan.Manfaat dengan ditekanya peredaran rokok ilegal maka akan

berdampak positif terhadap negara sebagai penerima pajak dari bidang cukai

tembakau, produsen sebagai pihak yang melakukan produksi rokok dan

masyarakat sebagai pihak konsumen.

16
Adapun dampak secara langsung dengan ditekanya peredaran rokok

ilegal adalah membatasi peredaran rokok ilegal, mencegah munculnya

peningkatan peredaran rokok ilegal dan penindakan terhadap rokok illegal akan

berpengaruh langsung terhadap tingkat produksi.4

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di jelaskan diatas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PENJUALAN ROKOK

ILEGAL DI KOTA PEKANBARU”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru?

2. Bagaimanakah Hambatan Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru?

3. Bagaimanakah Penyelesaian Hambatan Terhadap Pelaksanaan

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Penjualann Rokok

Ilegal Di Kota Pekanbaru?

4
Mangku Sitepoe, kekhususan Rokok Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2009) hlm. 12

17
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang di angkat maka tujuan penelitian ini

adalah:

a. Untuk Mengetahui Perlaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap

Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru.

b. Untuk Mengidentifikasi Hambatan Pelaksanaan Perlindungan Hukum

Terhadap Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru.

c. Untuk Menjelaskan Upaya Penyelesaian Hambatan Terhadap Pelaksanaan

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Penjualann Rokok

Ilegal Di Kota Pekanbaru.

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis dalam

pemahaman Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru.

b. Sebagai informasi tambahan dan referensi pembelajaran bagi perguruan

tinggi terhadap Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Dalam Penjualan Rokok Ilegal Di Kota Pekanbaru.

c. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap Pelaksanaan

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Penjualan Rokok Ilegal

Di Kota Pekanbaru.

18
D. Kerangka Teori

Pada hakikatnya, terdapat dua instrumen hukum penting menjadi

landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu: pertama, Undang-

Undang dasar 1945, sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia,

mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui

sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan

dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak

dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang- Undang Nomer 8 tahun 1999

tentang Perllindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK). Lahirnya

Undang-Undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk

memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang

dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.5

Berbagai literatur ditemukan dua istilah mengenai hukum yang berkaitan

dengan konsumen, yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen.

Dikarenakan posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum.

Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan

kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan

konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.

5
Marzuki Ahmad, “Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Media Indonesia, (Jakarta:
Edisi 6 April, 2007), hml 8.

19
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen Berdasarkan Pasal 2 UUPK,

yaitu:

1. Asas Manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan;

2. Asas Keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan

pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya

secara adil;

3. Asas Keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material

atau spiritual;

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan

keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan

pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

5. Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

20
konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.6

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris,

Amerika) atau consumen/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau

consument itu tergantung posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata

consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.

Tujuan penggunaan barang dan jasa nanti menentukan termasuk konsumen

kelompok mana pengguna tersebut, begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia

memberi arti consumer sebagai pemakai atau konsumen. 7

Prinsip-prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan dengan

pelaku usaha berdasarkan doktrin atau teori yang dikenal dalam perkembangan

sejarah hukum perlindungan konsumen, antara lain :

a. Let the buyer beware (caveat emptor) Doktrin let the buyer beware

atau caveat emptor merupakan dasar dari lahirnya sengketa dibidang

transaksi konsumen. Asas ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan

konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehingga

konsumen tidak memerlukan perlindungan.Prinsip ini mengandung

kelemahan, bahwa dalam perkembangan konsumen tidak mendapat

informasi yang memadai untuk menen tukan Pilihan terhadap barang

dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Hal tersebut dapat disebabkan

oleh keterbatasan pengetahuan konsumen atau ketidakterbukaan

pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya.Dengan demikian,

6
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet.7, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2011), hlm 9.
7
N.H.T.Siahaan,Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab
Produk, (Jakarta: Pantai Rei, 2005) , hml 26.

21
apabila konsumen mengalami kerugian, maka pelaku usaha dapat

berdalih bahwa kerugian tersebut akibat dari kelalaian konsumen

sendiri.8

b. The due care theory Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha

mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produk,

baik barang maupun jasa. Selama pelaku usaha berhati-hati dengan

produknya, maka ia tidak dapat dipersalahkan. Pada prinsip ini

berlaku pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang

membuktikan. Hal ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum

privat di Indonesia yaitu pembuktian ada pada penggugat, sesuai

dengan Pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(selanjutnya disebut KUHPer) yang secara tegas menyatakan bahwa

barang siapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak atau untuk

meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk

pada suatu peristiwa, maka diwajibkan mebuktikan adanya hak atau

peristiwa tersebut.

c. The privity of contract Doktrin ini menyatakan pelaku usaha

mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu

baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu

hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan diluar

hal-hal yang diperjanjikan.Dengan demikian konsumen dapat

menggugat berdasarkan wanprestasi.Hal ini sesuai dengan ketentuan

8
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,
Jakarta, hml. 10.

22
dalam Pasal 1340 KUHPer yang menyatakan tentang ruang lingkup

berlakunya perjanjian hanyalah antara pihak-pihak yang membuat

perjanjian saja.9

Aturan tentang hukum perlindungan konsumen di Indonesia saat ini

secara umum berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Khusus mengenai perlindungan bagi

pengguna rokok dapat kita temui pengaturannya dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat

Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012).

Rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gulungan tembakau (kira

kira sebesar kelingking) yang dibungkus (daun nipah, kertas).10 Rokok adalah

salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap

dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan

spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan

atau tanpa bahan tambahan.11

9
Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2000) ,hlm. 34.
10
Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga”,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm 960
11
Irwandi, Penegakan Hukum Peredaran Rokok Ilegal Tanpa Pita Cukai Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007, Jurnal Hukum , Volume 3, Nomor 1, Februari 2016, hlm.
23

23
Rokok pada umum nya di Indonesia dibedakan menjadi beberapa jenis

Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi

rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.

a. Rokok Berdasarkan Bahan Pembungkus

1) Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun


jagung

2) Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun


aren

3) Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

4) Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

tembakau

b. Rokok Berdasarkan Bahan Baku

1) Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya

tembakau diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan

aroma tertentu

2) Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa

daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu

3) Rokok Klembek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa

daun tembakau, cengkeh dan kemenyan yang diberi saus

untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

c. Rokok Berdasarkan Proses Pembuatannya Berdasarkan pembuatannya,

rokok dibedakan menjadi:

1) Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang diproses

24
pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan

menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana

2) Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses

pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material

rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok.

Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa

rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu

menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan

ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok,

biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok

sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok

batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin

pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran

berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak.

Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu

menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan diameter

pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar

pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar.

Hukum digunakan sebagai pelindung dan tempat mengadunya masyarakat

dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai masyarakat yang

patuh kepada hukum.Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara baik apabila

hukum itu dapat ditegakkan sesuai dengan fungsinya.Melalui penegakkan hukum

yang baik ini dapat terciptanya suatu hukum yang memenuhi kebutuhan

25
masyarakat. Penegakan hukum berhubungan dengan ide-ide serta konsep yang

bersifat abstrak. Dengan kata lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha

untuk mewujudkan ide-ide serta konsep-konsep yang bersifat abstrak.

Penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa

Produk Tembakau (termasuk rokok) bagi kesehatan meliputi:

a. produksi dan impor

b. peredaran

c. perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil; dan

d. kawasan tanpa rokok.

Lebih jauh untuk melaksanakan PP 109/2012 ini diterbitkan beberapa

peraturan teknis sebagai berikut:

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang

Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada

Kemasan Produk Tembakau (“Permenkes 28/2013”) sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun

2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28

Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi

Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau (“Permenkes 56/2017”)

2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

62/MPP/KEP/2/2004 Tahun 2004 tentang Pedoman Cara Uji

Kandungan Kadar Nikotin dan Tar Rokok (“Kepmenperindag

62/2004”);

26
3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 41

Tahun 2013 tentang Pengawasan Produk Tembakau yang Beredar,

Pencantuman Peringatan Kesehatan Dalam Iklan dan Kemasan Produk

Tembakau, dan Promosi (“Perkap BPOM 41/2013”);

4. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 188/MENKES/PB/I/2011; 7 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (“Peraturan Bersama Menkes dan

Mendagri”).

Perlindungan bagi pengguna atau konsumen rokok memang telah

diberikan oleh pemerintah sebagaimana telah diuraikan di atas. Tetapi, mengenai

kesadaran bahwa rokok akan berisiko bagi kesehatan pribadi konsumen rokok ada

pada masing-masing individu, meskipun upaya tersebut sudah dilakukan oleh

pemerintah serta penyebaran rokok tanpa pita cukai juga tidak dapat dihentikan. 12

Pita Cukai yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

merupakan bukti pembayaran cukai atas penjualan tembakau berbentuk rokok

kretek dan cigarette.Produk yang oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

dipercayakan pencetakannya ke Peruri tersebut, memiliki unsur sekuriti yang

cukup handal dalam rangka meminimalkan pemalsuan.Salah satunya adalah

pemberian hologram pada cetakan pita cukai.Pita Cukai dicetak sesuai pesanan

dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan nilai pajak yang dikenakan

untuk produk yang terkena pajak.

Cukai menurut KBBI adalah pajak atau bea yang dikenakan pada barang

12
Marzuki Ahmad. Perlindungan Konsumen di Indonesia.( Jakarta: Media Indonesia.
2007). Hlm. 30.

27
impor dan barang konsumsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

tentang CukaiPasal 1 butir 2 adalah sebagai berikut “cukai adalah pungutan

negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat

atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini”.

Adapun bentuk kategori pelanggaran terhadap rokok illegal adalah salah

peruntukan, penggunaan pita cukai palsu, penggunaan pita cukai bekas, tanpa pita

cukai atau polos. Penegakan hukum sangat diperlukan untuk memberikan

kepastian hukum bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran hukum terhadap

peredaran rokok ilegal. Dalam melakukan penegakan hukum juga diperlukan

adanya perlindungan hukum, terutama untuk melindungi masyarakat yang

dirugikan dengan adanya peredaran rokok ilegal.13

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi

manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada

masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.14

Ada dua macam bentuk perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum yang

bersifat preventif dan represif.Preventif artinya perlindungan yang diberikan

sebelum terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang

represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi

suatu pelanggaran terhadap normanorma hukum dalam peraturan perundang-

13
Mangku Sitepoe, kekhususan Rokok Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2009) hlm. 12
14
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hml. 53.

28
undangan.15 Secara umum penindakan dan penegakan peraturan terhadap rokok

ilegal, dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Penindakan ringan, yakni melalui sosialisasi,

2. Penindakan sedang, yakni melalui operasi pasar,

3. Penindakan Berat, yakni melalui Penggerebeka

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini memakai metode pendekatan hukum sosiologis yang artinya

meninjau keadaan permasalahan yang ada di lapangan dengan dikaitkan aspek

hukum yang berlaku yang mengatur permasalahan tersebut.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan berlokasi di kota Pekanbaru, dikarenakan

banyaknya rokok illegal yang di sita oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai di

pekanbaru serta banyak nya pedagang rokok yang menjual rokok tanpa pita cukai

di Pekanbaru.

3. Populasi dan Sample

a. Populasi

Populasi merupakan sekumpulan objek yang hendak diteliti. Setelah

lokasi penelitian ditentukan, peneliti harus menetapkan populasi

penelitiannya.

15
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, 2000, hml. 10.

29
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah:

1. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe

Madya Pabean B Pekanbaru 1 orang

2. Pedagang Rokok Eceran 20 orang

3. Masyarakat pengkonsumsi rokok 50 orang

b. Sampel

Sampel merupakah bagian dari populasi yang akan dijadikan

sebagai objek penelian. Setelah mendapatkan populasi yang

terindentifikasi saatnya bagi peneliti untuk menetapkan sampelnya. Dari

sampel inilah data primer nantinya akan diperoleh. Metode yang peneliti

gunakan untuk menetapkan sampel yaitu metode random, yaitu

menetapkan jumlah sampel yang mewakili populasi yang ada, yang

kategori sampelnya itu ditetapkan oleh secara acak oleh peneliti.

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe

Madya Pabean B Pekanbaru 1 orang

2. Pedagang rokok Eceran 15 orang

3. Masyarakat pengonsumsi rokok 25 orang

30
Tabel 1

Populasi dan Sampel Penelitian

NO. Jenis Populasi populasi sampel persentase %


1. Kepala Kantor Pengawasan 1 orang 1 orang 100%
dan Pelayanan Bea dan
Cukai Tipe Madya Pabean
B Pekanbaru
2. Pedagang Rokok 20 orang 15 orang 75%
3. Masyarakat Pengonsumsi 50 orang 25 orang 50%
Rokok

Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa data yang bersumber

dari:

a. Data primer, yaitu data yang penulis peroleh langsung dari hasil penelitian

lapangan, yang berupa hasil wawancara penulis dengan Direktorat Jendral

Bea dan Cukai Pekanbaru.

b. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari bahan-bahan hukum seperti

Undang-Undang dan peraturan terkait dengan penelitian ini.

c. Data tertier, terdiri dari:

Kamus dan ensikkopedia, majalah-majalah dan sejenisnya

31
5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, terdiri atas:

a. Observasi, yaitu suatu alat pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian

b. Wawancara, yaitu suatu alat pengumpulan data dengan cara pengajuan

pertanyaan secara langsung kepada responden dengan maksud

memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang di teliti

c. Kajian Pustaka, kajian yang dilakukan dengan membaca literature yang

berkaitan dengan penelitian ini

6. Analisis Data

Dari pengolahan data yang ada maka di lakukan teknik analisi data dengan

cara kualitatif yaitu penulis membahas dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan, pendapat para ahli serta literature lainnya yang berkaitan

dengan hal yang di teliti.

32
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, Jakarta: Sinar Grafik, 2012.

Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama, 2000.

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT


Rajagrafindo Persada, 2011.

Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru, pekanbaru dalam angka tahun 2018,
Cetakan I, Pekanbaru, BPS Kota Pekanbaru, 2018

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta: Sinar


Grafika, 2012.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga,


Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Liza Elizabet Aula. Stop Merokok Sekarang atau Tidak Sama Sekali. Yogyakarta:
Garailmu. 2010.

Mangku Sitepoe,(kekhususan Rokok Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2009.

Marzuki Ahmad. Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta: Media


Indonesia. 2007.

Muhammad Jaya. Pembunuhan Berbahaya Itu Bernama Rokok. Yogyakarta:


Rizma, 2009

N.H.T.Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab


Produk, Jakarta: Pantai Rei, 2005.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, 2000.

79
Sugianto, Pengertian Kepabeanan dan Cukai , Jakarta: grasindo, 2016.

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.


B. Jurnal/ Skripsi/ Internet

Antara Suara, Profil Singkat KPP BC Tipe Madya Pabean B Pekanbaru( online),
https://riau.antaranews.com/berita/23192/profil-singkat-kpp-bc-tipe-
madya-pabean-b-pekanbaru, diakses pada tanggal 20 Februari 2020.

Axella, Nindy, Penegakan Hukum Pelaku Tindak Pidana Peredaran Rokok Tanpa
Pita Cukai Berdasarkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2007
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai
Di Wilayah Hukum Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Kota Pekanbaru,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Riau, Pekanbaru. 2015.

Edo Puja, Pengawasan Bea Dan Cukai Terhadap Peredaran Rokok Ilegal Di Kota
Pekanbaru, Jurnal FISIP, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2018.

Irwandi Syaputra, Penegakan hukum peredaran rokok ilegal tanpa cukai


berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 2007 Perubahan atas
undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai di wilayah hukum
kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai (kppbc) tipe madya
pabean b kota tanjungpinang provinsi Kepulauan riau, Jurnal Hukum,
Volume 3, Nomor 1, Februari 2016.

Irwandi, Penegakan Hukum Peredaran Rokok Ilegal Tanpa Pita Cukai


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007, Jurnal Hukum ,
Volume 3, Nomor 1, Februari 2016.

Pratiwi, Pengaruh Penegakan Hukum Pada peredaran rokok Memungkinkan


Pemerintah Memperoleh Penerimaan Negara Yang Optimal, Jurnal
Hukum, Volume 13, Nomor 2, Februari 2016.

C. Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang- Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perllindungan Konsumen

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

80
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 62/MPP/KEP/2/2004
Tahun 2004.

81

Anda mungkin juga menyukai