Anda di halaman 1dari 42

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGAWASAN PEREDARAN

ROKOK ILEGAL TANPA CUKAI MENURUT UNDANG-UNDANG


NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG CUKAI DI KOTA TEMBILAHAN

PROPOSAL

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Fakultas Syariah dan Hukum

ROSI RIANTAMI
NIM: 12020727139

PROGRAM SI
ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022 M/1444 H
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang saat ini berada dalam tahap usia

tumbuh kembang yang pada dasarnya diibaratkan sebagai sebuah rumah tangga

yang begitu memerlukan biaya sebagai support system untuk anggaran

pembiayaan guna memenuhi kebutuhan negara. Dalam memenuhi kebutuhan

tersebut, negara mendapatkan sumber penerimaan keuangan melalui pendapatan

pungutan Bea dan Cukai dan pungutan pajak lainnya yang sah serta

dipertanggung jawabkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pungutan dan

pajak yang dimaksud, disebut Cukai yang dikenakan terhadap suatu produk atau

barang yang mempunyai karakteristik atau sifat yang ditetapkan sesuai dengan

Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai yang kemudian disebut

dengan Undang-undang Cukai1

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai

dijelaskan bahwa cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-

barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu

konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya

dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan

1
Surono, kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau, Jakarta, 2013. Hlm. 63
2

pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan

keseimbangan.2

Menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H., Pajak merupakan gejolak sosial

dan hanya terdapat dalam masyarakat hukum, yaitu masyarakat yang mempunyai

hubungan timbal-balik antara individu dan masyarakat dengan melekat baik dari

kewajibannya (2004:1). Oleh sebab itu, pemungutan pajak yang dilakukan negara

ditetapkan berdasarkan Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat dalam rangka memenuhi aspek yuridisnya.3

Karakteristik barang kena cukai salah satunya terdapat pada hasil

tembakau yakni rokok sesuai dengan yang dijelaskan dalam pasal 4 ayat 1

Undang-undang Cukai, yang dikenakan cukai karena rokok merupakan barang

yang beredar luas dan perlu dipantau karena pemakainya dapat menyebabkan

pengaruh buruk bagi populasi penduduk dan ekologi di Indonesia.4 Rokok yang

beredar luas di masyarakat Indonesia harus merupakan rokok yang legal edar

dengan ciri utama yakni terdapat pita cukai yang terbalut pada bungkus rokok

tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, peredaran rokok legal mulai

disandingkan dengan rokok yang beredar luas tanpa terbalut pita cukai pada

kemasannya yang kemudian dinamakan sebagai rokok ilegal. Pengusaha rokok

tanpa lekatan pita cukai dapat disebut melanggar Undang-undang Cukai, dengan

tujuan menghindari kewajiban pajak terhadap negara.

2
Muhammad Hilman, “Sudah Efektifkah Operasi Pasar Peredaran Rokok Ilegal?” Jurnal
info Arta, Vol. 5, No. 2, 2021. Hlm. 119
3
Sugianto, Pengantar Kepabeanan dan Cukai, Jakarta, Grasindo, 2008, Hlm. 1
4
Setiawan Indradiyasa, “Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea Cukai Dalam
Menyelematkan kerugian negara terkait cukai rokok ilegal” jurnal pasca ubharasby, Vol. 10, No.
2, 2020, Hlm. 187
3

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk

dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau

bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana

rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin

dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan5.

Rokok ilegal adalah rokok yang beredar di indonesia yang dalam

pembuatan dan peredarannya tidak memenuhi ketentuan peraturan yang ada

seperti: rokok tanpa dilekati pita cukai, rokok dilekati pita cukai palsu, rokok yang

dilekati pita cukai bukan peruntukannya dan bukan haknya, produksi tanpa izin,

rokok yang menggunakan pita cukai bekas, pelanggaran administratif.6

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan

kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam saku. Sejak beberapa

tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan

kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat

ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung

(walaupun pada kenyataannya pesan tersebut sering diabaikan). Saat ini rokok

merupakan pendapatan tertinggi di bidang tembakau karena cukai atau pajak yang

diperoleh dari rokok sangat tinggi oleh negara, hal ini menyebabkan banyaknya

produsen yang tidak taat atas peraturan pemerintah dan memilih cara ilegal

dengan memproduksi rokok tanpa cukai, hal ini dapat merugikan negara dan

produsen swasta lainnya yang taat pajak atau cukai.

5
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013
6
Juli Anglaina, Skripsi: Pengawasan Terhadap Peredaran Rokok Ilegal dan Pita Cukai
Palsu di Kota Bandar Lampung, Universitas lampung, 2019, hal. 1
4

Pita cukai adalah tanda pelunasan dalam bentuk kertas yang memiliki sifat

dengan spesifikasi dan desain tertentu yang digunakan sebagai bukti pelunasan

cukai dan sekaligus sebagai alat pengawas dalam rangka pengamanan penerimaan

Negara, dimana dari produksi hasil tembakau yang banyak beredar di tengah

masyarakat adalah rokok yang dikemas untuk penjualan eceran akan tetapi tidak

dilekati dengan pita cukai atau yang sering disebut dengan rokok polos. Cukai

rokok berperan penting dalam menjaga tingginya harga rokok untuk mencegah

anak-anak dan orang dewasa yang belum merokok agar tidak mulai merokok,

yang mengakibatkan kecanduan seumur hidup.7

Menurut Tobacco Control Support Center atau TCSC (2020), jumlah

konsumen rokok di Indonesia mencapai 33.8% dari seluruh penduduk Indonesia

pada tahun 2018. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 mencatat tingkat

konsumsi rokok masyarakat usia di atas 15 tahun sebesar 28,96 persen, sedikit

lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 sebesar 28,69 persen.

Permintaan rokok yang tinggi di Indonesia telah menuntut DJBC untuk terus

meningkatkan pengawasan peredarannya dari rokok ilegal, baik yang tidak

dilekati pita cukai atau dilekati pita cukai palsu.8

Peredaran rokok ilegal disebabkan oleh permintaan yang tinggi dari

masyarakat menengah ke bawah karena harganya yang murah. Para pelaku usaha

rokok ilegal ini memproduksi rokoknya melalui rumah industri miliknya sendiri

dengan bantuan karyawannya. Maraknya peredaran rokok ilegal menyebabkan

kerugian terhadap pemerintah serta industri hasil tembakau.

7
Sarah L. Baber, dkk. Ekonomi Tembakau di Indonesia, (Paris: The Union, 2008). H. 5
8
Nisa Nisrina salsabilla, “Gambaran kebiasaan merokok di Indonesia berdasarkan
Indonesia Family Life survey 5” Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, Vol. 7, No. 1, Hlm. 14
5

Selain melakukan Pelayanan, Kantor pengawasan dan pelayanan Bea dan

Cukai juga melakukan penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai dengan

cara pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai, Pengawasan dilakukan

dikarenakan maraknya terjadinya rokok ilegal yang beredar yang disebabkan oleh

kenaikan harga tarif cukai dari sebelumnya. Pengawasan terhadap peredaran

rokok ilegal harus dilakukan secara tegas oleh dinas instansi terkait. Petugas yang

berwenang harus melakukan pengawasan peredaran rokok ilegal, baik dalam

produksi, maupun dalam peredarannya. Adapun dalam pasal 40 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai menyebutkan bahwa pejabat bea dan cukai

berwenang untuk mengunci, menyegel, dan atau melekatkan tanda pengaman

yang diperlukan terhadap bagian-bagian dari pabrik tempat penyimpanan, tempat

usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, tempat usaha eceran,

tempat lain, atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat barang kena cukai

guna pengamanan cukai.

Aturan mengenai tata cara melaksanakan pengawasan sebenarnya telah

diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-53/BC/2010

tentang tata laksana Pengawasan. Upaya pengawasan yang dilakukan petugas Bea

dan Cukai bersifat administratif maupun fisik, dengan cara melakukan

pengawasan terhadap segala bentuk perbuatan maupun tidak berbuat yang

berakibat terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku yang


6

merugikan negara secara langsung atau tidak dan atau mempermudah terjadinya

kerugian negara.9

George (2006) mengartikan pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang

telah dilaksanakan, yakni mengevaluasi prestasi kerja dan bila dianggap perlu,

menerapkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Dale (dalam Winardi, 2000),

menyatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan

melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki

dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang

direncanakan. Dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengawasan adalah proses kegiatan mengawasi serta mengevaluasi hasil kegiatan

pengawasan agar dilakukannya tindakan-tindakan korektif sehingga mencapai

tujuan yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dilansir dari laman

www.cnnindonesia.com pada tanggal 23 Desember 2020, peredaran rokok ilegal

rugikan negara menyentuh nilai Rp4,3 triliun dan berdasarkan survei yang

dilakukan oleh Universitas Gajah Mada diketahui bahwa peredaran rokok ilegal di

Indonesia mencapai 4.9% pada tahun 2020. Presentase tersebut merupakan rokok

ilegal yang berhasil ditindak oleh DJBC. Survei tersebut bertujuan untuk

mengestimasi persentase pelanggaran cukai rokok ilegal yang dilakukan oleh

industri rokok secara nasional dan menghitung proporsi pelanggaran cukai rokok

ilegal berdasarkan tipe pelanggarannya.

Menurut Simbolon (2004), terdapat dua macam teknik pengawasan yaitu:

9
Karyana Adang, Diklat Jarak Jauh Teknis Substantif Spesialisasi Cukai : Modul 9 :
Penegakan Hukum di bidang Cukai. (Jakarta: Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan Pusdiklat
Bea dan Cukai, 2004), h. 4
7

1. Pengawasan langsung, pengawasan yang dilakukan oleh seorang manager atau

pimpinan terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung. Pengawasan

ini dapat berbentuk inspeksi langsung dan laporan dari tempat;

2. Pengawasan tidak langsung, pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh dengan

melalui laporan yang dapat dilihat dari laporan tertulis dan laporan lisan.

Dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah suatu tindakan meliputi

pengamatan serta pemantauan secara berkala untuk memastikan kepatuhan hukum

dan melakukan tindakan korektif terhadap perilaku penyimpangan serta

mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien pada organisasinya melalui

pengawasan langsung dan/atau pengawasan tidak langsung agar tercapainya

tujuan atau visi dan misi organisasi tersebut.

Selain melakukan pengawasan terhadap rokok perlu juga dilakukan

pengawasan terhadap pelaku usaha (produsen) melalui pelaksanaan cara produksi

yang baik atau good manufacturing practice agar agar setiap bentuk

penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.

Menyelenggarakan sosialisasi stop rokok ilegal kepada masyarakat adalah

langkah awal dalam melakukan pengawasan dan penindakan rokok ilegal, yang

ditegaskan oleh petugas Bea Cukai, guna menagamankan rokok ilegal yang dijual

tanpa dilekati pita cukai atau rokok polos di wilayah kabupaten Indragiri Hilir.

Maraknya peredaran rokok ilegal di indonesia dalam hal ini penulis jumpai

di Kabupaten Indragiri Hilir, Peredaran rokok ilegal di kabupaten Indragiri Hilir

didominasi oleh rokok dengan merek H mild dan Luffman. Rokok ilegal tersebut

diketahui diproduksi oleh PT Leadon Internasional yang berlokasi di Batam


8

Kepulauan Riau yang mana awalnya rokok-rokok tersebut hanya beredar di area

perdagangan bebas yaitu di daerah Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang,

namun diseludupkan keluar dari area perdagangan bebas oleh oknum atau pihak

tertentu untuk memperoleh keuntungan.10

Selain merugikan masyarakat peredaran rokok ilegal juga merugikan

pemerintah dibidang ekonomi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan pajak

cukai pemerintah dari rokok. Sehingga pemerintah juga perlu turut melakukan

kebijakan fisikal sehingga pengelolaan dan pertumbuhan perekonomian bergerak

kearah

Adapun fenomena terkait pengawasan peredaran rokok ilegal oleh kantor

Bea dan Cukai Tembilahan yaitu pada 15 Januari 2021 terjadi penggagalan

penyeludupan 7,2 Juta batang rokok ilegal mengakibatkan seorang pengusaha asal

batam tewas tertembak yang berada di atas laut Tembilahan beserta 3 (tiga) orang

bawahannya juga tertembak.

Untuk tindak pidana penyeludupan dalam rangka ekspor barang diatur

dalam pasal 102A Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Kepabeanan

yang menerapkan ancaman sanksi pidana penjara dan pidana denda.11 Penerapan

sanksi pidana tersebut di atas merupakan sanksi pidana kumulatif. Lebih lanjut

dalam pasal 102C dinyatakan bahwa sanksi pidana pemberatan khusus bagi

pejabat, aparat, penegak hukum yang melanggar ketentuan pasal 102, Pasal 102A,

Pasal 102B yang ancaman pidananya dalam Undang-Undang ditambah 1/3 dan

juga diberlakukan secara kumulatif sebagai sanksi pidana pemberatan. Ketentuan

10
RiauNews, Pemerintah terkesan tutup mata meski rokok Luffman rugikan negara
Triliunan Rupiah, Https://bit.ly/3p3SbcH (diakses pada tanggal 19 November 2022, pukul 21.43)
11
Pasal 102A Undang-Undang perubahan Atas Undang-Undang Kepabeanan
9

pidana semacam ini juga sudah diatur dalam pasal 52 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) yang ancaman pidananya dapat ditambah dengan

sepertiga. Sedangkan untuk Pasal 102D, Pasal 103, Pasal 103A, Pasal 104, Pasal

105, dan Pasal 107 menentukan sanksi pidana berupa pidana penjara dan pidana

denda yang diberlakukan secara kumulatif dan alternatif atau keduanya

diberlakukan.12

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud untuk meneliti

dalam bentuk skripsi dengan berjudul : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

PENGAWASAN PEREDARAN ROKOK ILEGAL TANPA CUKAI

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG

CUKAI DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR”.

B. Batasan Masalah

Pembatasan masalah bertujuan untuk lebih memfokuskan kajian yang akan

dilaksanakan sehingga tujuan penelitian dapat tercapai dalam waktu yang singkat

dan terkontrol dengan baik. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimana pengawasan peredaran rokok ilegal tanpa cukai oleh kantor Bea dan

Cukai di Kabupaten Indragiri Hilir dan bagaimana sanksi terhadap pelaku

peredaran rokok ilegal tanpa cukai di Kabupaten Indragiri Hilir.

12
Yudi Wibowo Sukanto, Tindak Pidana Penyeludupan di Indonesia, (Jakarta, Sinar
Grafika, 2013) hlm. 9
10

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti

mengidentifikasi beberapa masalah dari penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimana pengawasan peredaran rokok ilegal tanpa cukai oleh kantor

Bea dan Cukai di Kota Tembilahan menurut Undang-Undang Nomor

39 Tahun 2007 tentang Cukai?

b. Bagaimana sanksi terhadap pelaku peradaran rokok ilegal tanpa cukai

di Kota Tembilahan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

tentang Cukai?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini

adalah :

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui proses pengawasan peredaran rokok ilegal tanpa

cukai oleh kantor Bea dan Cukai di Kota Tembilahan.

b. Untuk mengetahui sanksi yang diterapkan terhadap pelaku

peredaran rokok ilegal tanpa cukai di Kota Tembilahan.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka manfaat

penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu:


11

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan untuk memberikan dampak positif

dan menjadi masukan di bidang pemerintahan dalam

perkembangan mengenai pengawasan.

b. Manfaat Akadamis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi

bagai mahasiswa atau para peneliti yang akan melakukan

penelitian dengan tema yang sama.

c. Manfaat Praktis

Melengkapi syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum

di Fakultas Syariáh dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan penjelasan terhadap isi tulisan ini maka penulis

menggambarkannya dalam sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

b. Batasan Masalah

c. Rumusan Masalah

d. Tujuan dan Manfaat Penelitian

e. Sistematika Penulisan
12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian cukai

b. Pengertian Bea Cukai

c. Pengertian Pita Cukai

d. Ciri-ciri cukai dan pita cukai

e. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Bea Cukai

f. Peraturan Tentang Cukai

g. Dasar Hukum Tentang cukai

h. Pengertian Pengawasan

i. Konsep Rokok

j. Konsep Ilegal

k. Konsep Rokok Ilegal

l. Pengertian Sanksi Pidana

m. Sanksi Pelaku peredaran rokok ilegal

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

a. Jenis dan Pendekatan Penelitian

b. Jenis dan Sumber Data

c. Teknik Pengumpulan Data

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan pada bab ini penulis akan

memaparkan dan membahas hasil sesuai dengan rumusan

masalah yang berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Terhadap

Pengawasan Peredaran Rokok Ilegal Tanpa Cukai Menurut


13

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai Di

Kabupaten Indragiri Hilir, dan kendala dalam

melaksanakan pengawasan peredaran Rokok Ilegal Oleh

kantor Bea Cukai Tembilahan.

BAB V : PENUTUP

a. Kesimpulan

b. Saran

DAFTAR PUSTAKA
14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cukai

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

menyebutkan bahwa Cukai merupakan Pajak Negara yang dibebankan kepada

pemakai dan bersifat selektif serta perluasan pengggenaan nya berdasarkan sifat

atau karakteristik objek cukai, sehingga dapat dikatakan bahwa cukai termasuk

pajak tidak langsung yaitu pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada

orang lain dalam hal ini adalah pemakai atau konsumen.

Cukai merupakan suatu pungutan yang dikenakan pada barang-barang

tertentu yang mempunyai karakteristik khusus sesuai dengan undang-undang

cukai. Ada beberapa karakteristik yang menyebabkan barang tertentu terkena

cukai. Dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a-d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007,

dinyatakan:

a. Barang-barang yang konsumsinya harus dibatasi;

b. Barang-barang yang distribusinya harus diawasi;

c. Barang-barang yang konsumsinya berdampak pada rusaknya lingkungan hidup;

d. Sebagai sarana untuk memenuhi rasa kebersamaan dan keadilan di masyarakat.

Dari penjelasan undang-undang di atas dapat disimpulkan bahwa cukai

akan dikenakan pada barang yang perlu dikendalikan tingkat konsumsinya. Selain

itu, cukai juga perlu dikenakan pada barang dengan peredaran yang perlu
15

pengawasan. Barang tersebut juga perlu dikenai cukai jika pemakaian barang

tersebut akan menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan hidup maupun

masyarakat. Cukai akan dikenakan pada barang yang pemakaiannya memerlukan

pembebanan pungutan negara demi mewujudkan keseimbangan dan keadilan.

B. Pengertian Bea Cukai

Istilah bea cukai terdiri dari dua kata, yaitu bea dan cukai. Pengertian bea

dalam prosedur bea cukai adalah bea masuk dan bea keluar daerah pabean. Bea

masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini (Kepabeanan)

yang dikenakan terhadap barang yang di impor. Bea keluar adalah pungutan

negara berdasarkan Undnag-Undang ini (Kepabeanan) yang dikenakan terhdap

barang ekspor. Cukai adalah pungutan yang dikenakan terhdap barang-barang

tertrntu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-

undang.13

Bea Cukai merupakan biaya tambahan untuk barang-barang yang memiliki

potensi sifat-sifat merugikan atau efek samping bagi penggunanya. Pemungutan

cukai tersebut dimaksudkan sebagai jaminan kerugian bagi konsumen apabila

suatu saat terkena dampak dari barang yang dikonesumsi.

C. Pengertian Pita Cukai

Pita cukai adalah suatu alat yang digunakan untuk pelunasan cukai yang

tertuang atas barang yang terkena cukai. Pita cukai berupa kepingan kertas dengan

13
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai
16

ukuran dan desain tertentu yang ditetapkan. Pita cukai digunakan oleh wajib cukai

(pengusaha pabrik yang telah mempunyai NPPBKC) sebagai tanda pelunasan

cukai yang terutang. Pita cukai diperoleh oleh wajib cukai di Kantor dan Cukai,

pada dasarnya pelunasan cukai atas barang kena cukai merupakan pemenuhan

persayaratan dalam rangka mengamankan hak-hak Negara yang melekat paa

barang kena cukai, dalam hal ini berupa hasil tembakau (rokok), sehingga hasil

tembakau tersebut dapat dikeluarkan dari pabrik. Hasil tembakau dianggap telah

dilunasi cukainya, setelah hasil tembakau tersebut telah dilekati pita cukai sesuai

ketentuan yang berlaku, untuk hasil tembakau yang dibuat diindonesia, pelekatan

pita cukai harus dilakukan sebelum hasil tembakau dikeluarkan dari pabrik.

D. Ciri-Ciri Cukai dan Pita Cukai

Cukai rokok merupakan salah satu sumber penemerimaan bagi Negara,

namunn saat ini marak sekali terjadi penyelewangan terhadap cukai rokok

sehingga negara banyak dirugikan karenanya hingga milyaran rupiah. Produk

hasil tembakau berupa rokok yang beredar di pasaran yang dilekati pita cukai

palsu atau yang sama sekali tidak dilekati pta cukai, tidak membayar atau

melunasi cukai kepada negara, untuk kasus di bidang cukai, biasanya operasi

modus yang digunakan pelaku ada dua aspek yaitu aspek persyaratan izin, dengan

mendirikan mendirikan pabrik rokok tanpa izin (Tanpa NPPBKC). Kedua, aspek

pelunasan pembayaran cukai dengan menjual dengan mengedarkan hasil


17

tembakau tanpa dilekati pita cukai yang diwajibkan (rokok polos, dileketi pita

cukai palsu, atau dilekati pita cukai yang tidak sesuai peruntukkannya).14

Cukai dikenakan terhadap barang tertentu seacara selektif. Tujuan

pengenaan cukai adalah setiap jenis barang berbeda-beda sedangkan bagi pajak

umumnya dikenakan secara umum. Sedangkan obyek pajak berbeda-beda antara

satu obyek dengan obyek yang lainnya, sedangkan pajak umumnya memiliki satu

tarif untuk seluruh obyek cukai.

E. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Bea Cukai

Direktorat Jendral Bea dan Cukai adalah unsur yang terdiri dari

pelaksanaan tugas poko dan juga memiliki fungsi dapertemen keuangan yang

berada dibidang kepabeanan dan juga cukai. Tugas dan fungsi Dirjen Bea dan

Cukai sebagai pemegang kewenangan atau institusi guna mencegah terjadinya

penyeludupan barang-barang khususnya senjata melalui kepabeanan, maka Dirjen

Bea dan Cukai dapat bertindak melaksanakan pengawasan pabean antara lain

penelitian dokumen, pemeriksaan fisik dan audit pasca impor, serta perlunya

informasi yang mencukupi dari asal barang yang dikirim termasuk alamat, baik

yang mengimpor maupun yang mengekspor barang tersebut.

Dalam pelaksanaan tugasnya, DJBC harus memungut bea masuk dan suatu

jenis barang impor dengan suatu tarif tertentu yang sesuai dalam perundang-

undangan. Demikian pula tata cara pemeriksaan barang impor berdasarkan

prosedur atau petunjuk pelaksanaan tertentu yang dituangkan dalam surat

14
Sanur, Rokok dan Kesehatan, Rineka: Jakarta, 2009, Hal. 60
18

Keputusan Menteri atau Surat Keputusan Direktur Jenderal pada hakikatnya pada

hakikatnya adalah untuk mengamankan rencana yang telah ditetapkan dalam

undang-undang.15 Bea dan cukai memiliki tugas dalam menyelenggarakan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan yang berada di bidang pengawasan, dan

juga penegakan hukum, mengenai pelayanan dan juga mengenai optimalisasi

penerimaan negara yang berada di bidang kepabeanan dan cukai yang sesuai

dengan keputusan peraturan perundang-undangan.16

Adapun fungsi bea cukai adalah sebagai berikut :

a. Perumusan mengenai kebijakan yang berada di bidang penegakan hukum,

pelayanan dan pengawasan optimalisasi penerimaan negara yang berada di

bidang kepabeanan dan juga cukai.

b. Pelaksanaan kebijakan yang berada di bidang pengawasan, penegakan hukum,

pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara yang berada di bidang

kepebeanan dan cukai.

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berada di bidang

pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara

yang berada di bidang kepebeanan dan cukai.

d. Pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan, penegakan hukum,

pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara yang berada di bidang

kepebeanan dan cukai.

15
Yadi, Patroli laut Bea dan Cukai, Jakarta: Guepedia, 2022, hlm 108
16
burhanuddin, Prosedur Hukum Pengurusan Bea dan Cukai, Yogyakarta: Medpress,
2013, Hlm. 16
19

e. Kemudian melakukan pelaksanaan administrasi Direktorat Jendral Bea dan

Cukai.

f. Serta melakukan pelaksanaan yang fungsi lainnya diberikan kepada menteri

keuangan.

F. Peraturan Tentang Cukai

1. Undang-Undang Dasar 1945

Menciptakan ketertiban dan kenyamanan merupakan kewajiban bersama yang

harus diwujudkan oleh masing-masing individu, masyarakat, dan Negara,

sebagai implementasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara harus

mampu hadir dalam memberikan tanggung jawab terhadap perlindungan hak

asasi warga negaranya dalam wujud ketertiban dan kenyamanan

bermasyarakat. Negara hadir dalam memberikan perlindungan kesehatan

terhadap setiap warga negaranya, baik dalam perwujudan pelayanan kesehatan,

maupun menciptakan lingkungan hidup yang sehat kepada setiap warga

negaranya, hal tersebut telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Dasar

1945.

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai

Keberadaan Undang-Undang tentang cukai telah mengatur mengenai

keberadaran produk barang kena cukai, keberadaan barang kena cukai tersebut

harus dapat dilakukan pengawasan dan pengendalian. Keberadaan barang

produk kena cukai dianggap mempunyai dampak yang luas bagi yang

mengkonsumsinya tersebut, oleh karenanya sangat perlu dilakukan


20

pengawasan dan pengendalian agar produk barang tersebut tidak disalah

gunakan atau diselewengkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Adapun produk barang kena cukai menurut ketentuan Undang-Undang Nomor

11 Tahun 1995 tentang cukai Pasal 4.

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

Keberadaan Undang-Undang tentang Pajak dan Retribusi, salah satunya telah

mengatur mengenai hasil penerimaan pajak daerah dari cukai tembakau.17

G. Dasar Hukum Tentang Cukai

Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan negara yang


memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya. Ciri khusus
yang dimaksud adalah adanya sifat dan karakteristik tertntu pada objek yang
dikenakan cukai. Karaktertiristik yang melekat pada barang kena cukai meliputi
Selectivity in covarage (dikenakan terhadap objek-objek tertentu), Descrimination
inintens (dipungut untuk tujuan-tujuan tertentu), dan Quantitative Measurement
(berimplikasi pada pengawasan fisik atau pengukuran oleh otoritas cukai).
Pungutan cukai di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.11 tahun 1995
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.39 tahun 2007
tentang Cukai, selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Cukai.
Undang-Undang Cukai tersebut mengatur tentang segala hal yang
berhubungan dengan cukai termasuk di dalamnya yaitu terkait dengan potensi
penerimaan cukai dan larangan yang dilengkapi dengan sanksi administrasi
maupun sanksi pidana untuk menghindaripelanggaran dalam bidang cukai,hal
tersebut dimaksudkan agar penerimaan cukai di Indonesia lebih maksimal.

17
Juli Anglaina, Skripsi: Pengawasan Terhadap Peredaran Rokok Ilegal dan Pita Cukai
Palsu di Kota Bandar Lampung, Universitas lampung, 2019, hal. 24
21

H. Pengertian Pengawasan

Istilah pengawasan lebih dikenal dan dikembangkan dalam ilmu

manajemen, karena memang pengawasan ini merupakan salah satu unsur dalam

kegiatan pengelolaan.18 Istilah pengawasan, pengendalian dan pengontrolan secara

umum diartikan sama yaitu pengawasan. Dalam ilmu manajemen yang bersumber

dari literatur barat tidak dikenal adanya fungsi pengendalian, controlling diartikan

sebagai pengawasan dalam fungsi manajemen. Bahwa fungsi pengendalian itu

sebenarnya ada dan menempati tempat yang penting, tetapi pada umumnya

disenafaskan dengan fungsi pengawasan dan tercakup dalam pengertian

controlling.19 Istilah mengenai pengawasan menurut bahasa indonesia berasal dari

kata “awas” yang berarti pengawasan yaitu aktifitas mengawasi atau mengamati

sesutau dengan teliti.

Pengawasan merupakan suatu tindakan yang dilakukan suatu lembaga atau

organisasi agar tidak terjadinya kemungkinan penyimpangan atas tujuan yang

akan dicapai. Dengan dilakukannya pengawasan diharapkan pelaksanaan

kebijakan yang telah ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah

direncanakan secara efektif dan efesien sehingga dapat mengetahui kekuatan

maupun kelemahan suatu kebijakan yang ditentukan.

Menurut Winardi Pengawasan adalah semua aktifitas yang dilaksanakan

oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan

18
Muchsan, S.H., Sistem Pengawasan terhadap perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta 1992, hlm. 36
19
Dr. Rahmawati Sururama dan Rizki Amalia,. Pengawasan Pemerintahan, Cendekia
press, Bandung,2020 hlm. 1
22

hasil yang direncanakan, sedangkan menurut Basu Swasta Pengawasan

merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberi hasil

seperti yang diinginkan sedangkan menurut kamarudin pengawasan adalah

hubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana dan awal untuk

langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti. 20

Menurut Hukum Administrasi Negara, pengawasan dimaknai sebagai

proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan atau

diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau

diperintahkan. Hasil pengawasan itu harus dapat menunjukan sampai mana

terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menentukan penyebab

ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen

pemerintahan publik yang bercirikan good govermance (tata kelola pemerintahan

yang baik). Pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi

pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini pengawasan

terjadi sama pentingnya dengan penerapan good govermance itu sendiri.21

Menurut S.P Siagian, memberikan defenisi tentang pengawasan sebagai

proses pengamatan kepada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk

menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan. Rumusan lain diberikan oleh Suyatno sebagai

berikut “ Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan

menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan.

Apakah sesuai dengan semestinya atau tidak”. Pengawasan dari segi hukum

20
Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. 16
21
Ibid. Hlm. 18
23

merupakan penilian tentang sah atau tidaknya suau perbuatan pemerintah yang

menimbulkan akibat hukum.22

Dari beberapa pendapat tersebt di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan sutau perencanaan.

Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan berjalan dengan

baik. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan

dicapai.

Syarat-syarat pengawasan menurut simbolon adalah sebagai berikut:23

1. Pengawasan harus dihubungkan dengan rencana dan kedudukan

seseorang.

2. Pengawasan harus dihubungkan dengan individu pimpinan dan

pribadinya.

3. Pengawasan harus menunjukkan penyimpangan-penyimpangan pada

hal-hal yang penting.

4. Pengawasan harus objektif.

5. Pengawasan harus luwes (fleksibel).

6. Pengawasan harus hemat

7. Pengawasan harus membawa tindakan perbaikan.

22
Diana Halim Koencoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2004),
hlm 74
23
Yayu Kusdiana, “Pengaruh budaya organisasi dan pengawasan terhadap disiplin kerja
pegawai kantor Kecamatan Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir” Procuratio, Volume. 6, No.
2., (2018), hlm. 177
24

Pada dasarnya, setiap bentuk campur tangan pemerintah harus didasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai perwujudan dari asas

legalitas, yang menjadi sendi utama negara hukum.24

I. Konsep Rokok

Berdasarkan PP No. 19 Tahun 2003 diketahui rokok adalah hasil olahan

tembakau dibungkus termasuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari

tanaman Nicotiana tabacum, Nacotiana rustica dan Spesies lainnya atau

sintesinya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang 70 hingga 120 mm

(bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm. Di dalamnya berisi daun-daun

tembakau yang telah dicacah. Untuk menikmatinya salah satu ujung rokok

dibakar dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada

ujung lain.25

Rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan,

seperti nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Ada 25

jenis penyakit yang ditimbulkan karena kebiasaan merokok seperti emfisema,

kanker paru, bronchitis kronis, dan penyakit paru lainnya. Dampak lainnya adalah

terjadinya penyakit jantung koroner, peningkatan kolestrol rendah, berat badan

lahir rendah pada ibu bayi perokok, keguguran, dan bayi lahir mati.26

24
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press Indonesia, 2002),
hlm. 187
25
Rahmat Fajar, Bahaya Merokok, Jakarta, PT Sarana Bangun Pustaka, 2011, hlm. 2
26
Masniati, Perilaku Petugas Dalam Pelaksanaan Kaawasan Tanpa Rokok, Makasar,
Penerbit NEM, 2021, hlm. 10
25

Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis, pembedaan ini didasarkan atas

ada atau tidaknya filter bahan pembungkus rokok, dan bahan baku atau isi rokok.

 Rokok Filter

Rokok Filter ialah rokok yang memiliki penyaring. Fungsinya untuk menyaring

nikotin, salah satu zat yang berbahaya yang terkandung dalam rokok. Filter itu

terbuat dari busa serabut sintetis.

 Rokok Tidak berfilter

Rokok tidak berfilter pada kedua ujung nya tidak terdapat busa serabut sintetis.

Dengan demikian, semua zat berbahaya leluasa masuk ke dalam tubuh

penikmatnya.27

J. Konsep Ilegal

Ilegal adalah cenderung bersifat negatif, ilegal dapat diartikan

ketidaksesuaian dengan norma atau peraturan perundang-undangan yang berlaku

atau juga melawan hukum. Secara umum barang ilegal adalah barang yang tidak

memiliki keabsahan hukum, dilarang pengedaran dan penjualannya karena alasan

hukum, serta yang memang berasal dari negara yang sedang terkena masalah

terkait izin import atau ekspor.

K. Konsep Rokok Ilegal

Rokok ilegal adalah rokok yang beredar di indonesia yang dalam

pembuatan dan peredarannya tidak memenuhi ketentuan peraturan yang ada

27
Ibid. Hlm. 3
26

seperti: rokok tanpa dilekati pita cukai, rokok dilekati pita cukai palsu, rokok yang

dilekati pita cukai bukan peruntukannya dan bukan haknya, produksi tanpa izin,

rokok yang menggunakan pita cukai bekas, pelanggaran administratif.

Rokok Ilegal memiliki perbedaan dengan rokok legal, antara lain yaitu:

a. Rokok tanpa dilekati pita cukai

b. Rokok dilekati pita cukai palsu

c. Rokok dilekati pita cukai yang bukan peruntukannya dan bukan haknya

d. Rokok menggunakan pita cukai bekas

e. Produksi rokok tanpa izin

f. Produksi rokok selain yang diizinkan dalam NPPBKC (Nomor Pokok

Pengusaha Barang kena cukai)

g. Pelanggaran administrasi

Peredaran rokok ilegal dapat merugikan banyak pihak baik itu negara,

industri rokok ilegal dan masyarakat banyak, berikut beberapa dampak dari

peredaran rokok ilegal antara lain :

 Terganggunya kinerja pasar hasil tembakau, yaitu peredaran rokok ilegal

dapat mengganggu penjualan tembakau karena rokok ilegal tidak

menggunakan tembakau yang baik. Sehingga penjualan tembakau

terganggu oleh hasil tembakau ilegal.

 Merugikan keuangan negara, penghasilan terbesar negara salah satunya

adalah pajak. Apabila peredaraan rokok ilegal yang tidak taat pajak maka

pemerintah juga dirugikan di bidang pendapatan pajak rokok.


27

 Kandungan nikotin dan tar tidak diinformasikan, kebanyakan rokok ilegal

tidak memiliki informasi yang jelas kandungan apa saj yang ada pada

rokok tersebut.

 Merugikan industri rokok legal, industri rokok legal akan terhambat

penjualannya oleh rokok ilegal karena harga jual rokok yang signifikan

jauh berbeda.

L. Pengertian Sanksi Pidana

Menurut Simon, Sanksi atau straf adalah suatu penderitaan yang oleh

Undang-Undang Pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma, yang

dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah. Van

hamel, mengartikan pidana sebagai suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang

telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas

nama negara sebagai penanggung jawab dari keterlibatan hukum umum bagi

seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melangar suatu

peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara. Hukum Pidana adalah

hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-

Undang beserta ancaman hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap

pelanggarnya.28

Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa sanksi

mempunyai beberapa makna, antara lain makna negatif dan makna positif. Makna

negatif yaitu imbalan yang berupa pembebenan atau penderitaan. Sedangkan

28
Djoko Sumaryanto, Buku Ajar Hukum Pidana, Surabaya, Ubahara Press, 2019. Hlm. 7
28

makna positif yaitu imbalan yang berupa hadiah atau anugerah yang ditentukan

dalam hukum. Di dalam kehidupan sehari-hari makna sanksi sering diartikan

sebagai imbalan yang negatif.29

Sanksi pidana adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya

dan akibat adalah hukumnya, orang yang terkena akibat akan memperoleh sanksi

baik masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib. Sanksi

pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau

dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana

yang dapat mengganggu atau membahayakan kepentingan hukum. sanksi pidana

pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari

pelaku kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan

sebagai suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri.

M. Sanksi Pelaku Peredaran Rokok Ilegal

Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan,

dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu tidak sengajaan seperti

yang diisyaratkan oleh Undang-Undang telah menimbulkan suatu akibat yang

tidak dikehendaki oleh Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif

maupun unsur-unsur obyektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk

melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak karena

gerakkan oleh pihak ketiga.

29
Fitri Wahyuni dan Mohd Rizki Nur Asri, “Tinjauan Yuridis Penerapan Sanksi
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyeludupan Rokok Ilegal” Jurnal komisiyudisial, Vol. 14. No.
3, Hlm. 10
29

Pengedar atau penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat

berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut

mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang

berbunyi sebagai berikut:

a. Pasal 54 berbunyi: "Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan,

menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak

dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak

dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit

2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai

yang seharusnya dibayar

b. Pasal 56 berbunyi: "Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki,

menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang

diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana

berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda

paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali

nilai cukai yang seharusnya dibayar.

N. Penelitian Terdahulu

Dalam menyusun penelitian ini penulis mengacu pada beberapa penelitian

serupa yang sudah ada. Adapun beberapa penelitian tersebut antara lain:
30

1. Skripsi yang berjudul “ Pengawasan Peredaran Rokok tanpa Pita Cukai

Menurut Udang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai di Kabupaten

Rokan Hilir.” Penelitian tersebut disusun oleh Iswanda Gustiriano (Jurusan

Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Uin Sultan Syarif

Kasim) pada tahun 2021. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian hukum sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan dengan

mengadakan identifikasi hukum dan bagaimana efektifitas hukum ini berlaku

dalam masyarakat, penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang

diperoleh langsung yang dilakukan baik melalui observasi maupun wawancara.

Dalam penelitian terebut membahas maraknya peredaran rokok ilegal yang

dijumpai di kabupaten rokan hilir dengan merek rokok Excellent dan Lufftman

yang diperoduksi oleh PT Leadon Internasional yang berlokasi di Batam

Kepulauan Riau dan rokok tersebut diseludupkan keluar dari area perdagangan

bebas oleh oknum atau pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan.

Beredarnya rokok tersebut merugikan negara dan memberikan dampak kepada

masyarakat, sehingga dilakukan Pengawasan oleh Kantor Bea Cukai Tipe

Madya Pabean B Dumai menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007

tentang cukai dan faktor yang mempengaruhi pengawasan peredaran rokok

tenpa cukai di Kabupaten Rokan Hilir menurut Undang-Undang Nomor 39

Tahun 2007 tentang Cukai.

Bedanya dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Maraknya rokok

ilegal di Kabupaten Indragiri Hiliir dengan merek H mild dan Lufftman yang

diperoduksi oleh PT Leadon Internasional yang berlokasi di Batam Kepulauan


31

Riau yang diseludupkan melalui jalur perairan yang masih beredar di wilayah

Kabupaten Indragiri Hilir sehingga diperlukan Pengawasan yang dilakukan

oleh kantor Bea dan Cukai di Kabupaten Indragiri Hilir.

2. Skripsi yang berjudul “ Pengawasan Bea dan Cukai terhadap peredaran Rokok

Ilegal di Kota Pekanbaru” penelitian tersebut disusun oleh Edo Puja Pradana

(Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau).

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dimana pengumpulan data dilakukan

dengan metode observasi dan wawancara. Hasil penelitian menemukan bahwa

pengawasan rokok ilegal oleh Dinas Pengawasan dan Kepabeanan Medium

Tipe B Pekanbaru masih kurang optimal mengawasi peredaran rokok ilegal.

Hal tersbut dapat dilihat dari fenomena masalah dan fakta pengawasan yang

terjadi di lapangan. Sebab bisa dilihat banyaknya peredaran rokok ilegal di

pekanbaru. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian rokok ilegal oleh

Dinas Pengawasan dan Kepabeanan.

Bedanya dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Kantor Bea dan

Cukai Kabupaten Indragiri Hilir belum optimal dalam melakukan pengawasan

karena masih banyak nya rokok ilegal yang beredar di kabupaten Indragiri

Hilir, dan masih banyak nya rokok ilegal yang di temukan di kedai-kedai dan

masih banyak nya rokok ilegal yang ditemukan di pasar-pasar, sehingga kantor

bea dan cukai belum optimal melakukan pengawasan, bukan nya hanya

pengedar saja tetapi perlu juga adanya turun ke lapangan untuk mengawasi

rokok ilegal yang masih di jual di pasaran.


32

3. Skripsi yang berjudul “ Pengawasan peredaran rokok ilegal di Kabupaten

Indragiri Hilir Studi Kasus Kantor Bea dan Cukai Tembilahan Tipe Madya

Pabean C” penelitian tersebut disusun oleh Joel Andreas Purba (Jurusan Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Riau).

Penelitian ini menggunakan obsevasi data dan wawancara. Hasil dari penelitian

ini adalah pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai Tembilahan

Tipe Madya Pabean C terhadap rokok ilegal yang beredar Kabupaten Indragiri

Hilir dengan cara melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan.

Bedanya dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Kantor Bea dan

Cukai belum optimal dalam menjalankan tugasnya terhadap rokok ilegal yang

beredar, karena masih banyak nya rokok yang masih di jual di pasaran, cara

yang dilakukan belum maksimal karena masih maraknya rokok ilegal tersebut.

Harusnya ada efek jera untuk orang yang menjual agar tidak menjual rokok

ilegal tersebut lagi.


33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif-empiris yaitu

penelitian hukum menggunakan pendekatan yuridis normatif yang di dukung

dengan pendekatan yuridis empiris.

1. Pendekatan Normatif

Pendekatan ini dilakukan dengan cara mendekati permasalahan dari segi

hukum, membahas kemudian mengkaji bahan-bahan kepustakaan berupa buku-

buku dan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah terhadap

pelaksanaan pemungutan pajak rokok.

2. Pendekatan Empiris

Sebagai pendukung akan dilakukan pendekatan secara empiris yaitu

pendekatan yang dilakukan dengan cara mengetahui melalui fakta-fakta yang ada

atau terjadi dalam lokasi penelitian dengan mengumpulkan informasi-informasi

tentang kejadian yang ada hubungan nya dengan masalah terhadap pengawasan

peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu di kabupaten Indragiri Hilir.
34

B. Sumber Data

Data yang akan dipergunakan dalam menunjang hasil penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder, yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang

memuat hal-hal yang bersifat teoritis, asas-asas, konsepsi-konsepsi, sikap dan

pandangan atau doktrin hukum serta isi kaedah hukum yang berkaitan dengan

masalah terhadap pengawasan rokok ilegal tanpa cukai di kabupaten Indragiri

Hilir.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti

melalui responden dengan cara pengumpulan data, instrumen penelitian dengan

kuisioner dan wawancara dengan para pihak yang ada hubungan nya dengan

permasalahan yang penulis teliti.

2.Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti

dari berbagai sumber yang telah ada seperti studi dokumentasi dan literatur

dengan mempelajari buku-buku, dokumn-dokumen dan khususnya peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan permasalahan yang akan

dibahas. Data sekunder terdiri dari bahan baku primer, sekunder dan tersier.
35

a. Bahan Baku Primer

Data ini mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam peraturan perundang-

Undangan nya, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan

3. Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai

4. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

daerah

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah

6. Peraturan menteri Direktur Jendral Bea Cukai Nomor P24/BC/2004 tentang

desain dan warna pita cukai hasil tembakau.

7. peraturan Direktur Jendral Bea Cukai Nomor P-04/BC/2006

8. Peraturan menteri keuangan Nomor P-26/PMK.4/2006 tentang

pengembalian cukai

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 610/pmk.04/2006 tentang penyediaan

dan desain pita cukai hasil tembakau.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan penelitian yang berasal dari literatur dan hasil karya ilmiah dari

kalangan hukum yang berkaitan dengan pokok pembahasan.


36

c.Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer maupun sekunder.

C. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

a. Prosedur Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah proses pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, menelaah buku-

buku, mempelajari, mencatat dan mengutip buku-buku, peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan terhadap

Pengawasan Terhadap Peredaran Rokok Ilegal tanpa cukai Di Kabupaten

Indragiri Hilir.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dengan cara peneliti langsung ke

lapangan penelitian serta untuk mendapatkan data primer dilakukan

wawancara langsung dengan beberapa informan yaitu dari Direktorat

Jendral Pajak dan Pengawasan Bea dan Cukai Tipe Madya C

Indragiri Hilir dengan menyiapkan data pertanyaan yang dapat membantu

mendapatkan data primer.


37

b.Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya dilakukan pengolahan

data, dengan prosedur sebagai berikut:

1) Identifikasi Dataadalah mengidentifikasi data yang berhubungan dengan

permasalahan terhadap pengawasan rokok Ilegal

2) Seleksi Data adalah proses penyaringan terhadap data yang benar-

benar berhubungan dengan pokok permasalahn terhadap pengawasan

Rokok Ilegal

3) Klasifikasi Data adalah Penempatan data menurut kelompok yang telah

ditetapkan untuk memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan

akurat untuk kepentingan penelitian.

4) Sistematika data yaitu penyusunan dan berdasarkan urutan data ditentukan

dan sesuai denganpokok bahasan secara sistematis.

5) Penyusunan Data adalah melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai

dengan jenis dan pokok bahasan dengan maksud memindahkan

dalam menganalisa data tersebut.

c. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif,

yaitu dengan mengangkat fakta keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena

yang terjadi selama penelitian dan menyajikan apa adanya.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian yang bersifat sosial

adalah analisis secara deskriptif kualitatif, yaitu proses pengorganisasian


38

dan pengurutan dalam keadaan pola, kategori dan satu urutan dasar

sehingga dapat dirumuskan sesuai

dengan tujuan penelitian, dengan kata lain analisis deskriptif

kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu

apa yang dinyatakan oleh narasumber secara tertulis dan/atau lisan dan

prilaku nyata.
39

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Amran, Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada, 2014.

burhanuddin, Prosedur Hukum Pengurusan Bea dan Cukai, Yogyakarta:


Medpress, 2013.

Djoko, Sumaryanto, Buku Ajar Hukum Pidana, Surabaya, Ubahara Press, 2019.

Diana Halim Koencoro, Hukum Administrasi Negara, Bogor, Ghalia Indonesia,


2004

Masniati, Perilaku Petugas Dalam Pelaksanaan Kaawasan Tanpa Rokok,


Makasar, Penerbit NEM, 2021.

Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap perbuatan Aparat Pemerintah dan


Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1992.

Rahmat, Fajar, Bahaya Merokok, Jakarta, PT Sarana Bangun Pustaka, 2011

Rahmawati Sururama dan Rizki Amalia,. Pengawasan Pemerintahan, Bandung:


Cendekia press, 2020.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press Indonesia, 2002

Sanur, Rokok dan Kesehatan, Jakarta: Rineka, 2009

Sarah L. Baber, dkk. Ekonomi Tembakau di Indonesia, Paris: The Union, 2008

Sugianto, Pengantar Kepabeanan dan Cukai, Jakarta, Grasindo, 2008

Surono, kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau, Jakarta, 2013

Yadi, Patroli laut Bea dan Cukai, Guepedia., Jakarta, 2022

Yudi Wibowo Sukanto, Tindak Pidana Penyeludupan di Indonesia, Jakarta, Sinar


Grafika, 2013
40

B. JURNAL

Fitri Wahyuni dan Mohd Rizki Nur Asri, “Tinjauan Yuridis Penerapan Sanksi
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyeludupan Rokok Ilegal” Jurnal
komisiyudisial, Vol. 14. No. 3, 2019

Muhammad Hilman, “Sudah Efektifkah Operasi Pasar Peredaran Rokok Ilegal?”


Jurnal info Arta, Vol. 5, No. 2, 2021

Nisa Nisrina salsabilla, “Gambaran kebiasaan merokok di Indonesia berdasarkan


Indonesia Family Life survey 5” Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia,
Vol. 7, No. 1, 2021

Setiawan Indradiyasa, “Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea Cukai Dalam
Menyelematkan kerugian negara terkait cukai rokok ilegal” jurnal pasca
ubharasby, Vol. 10, No. 2, 2020

Yayu Kusdiana, “Pengaruh budaya organisasi dan pengawasan terhadap disiplin


kerja pegawai kantor Kecamatan Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir”
Procuratio, Volume. 6, No. 2., 2018

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 perubahan atas Undang-Undang Nomor

11 tahun 1995 tentang Cukai

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

D. WEBSITE

Https://bit.ly/3p3SbcH, diakses pada tanggal 19 November 2022,

Anda mungkin juga menyukai