Anda di halaman 1dari 10

Makalah Pajak Rokok

KATA PENGANTAR

Alahamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita
ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah dengan judul “Pajak Rokok”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan seluruh teman-teman
seperjuangan yang telah memberi dorongan sehingga karya ilmiah ini bisa terselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa juga untuk berbagai sumber yang saya peroleh untuk menunjang isi dari karya
ilmiah ini.
Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari
karya ilmiah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada kurang. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar karya ilmiah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

                                                                                                Sukabumi, November 2014

                                                                                                Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB  I
1.1     LATAR BELAKANG
1.2     TUJUAN MASALAH
1.3     RUMUSAN MASALAH
1.4     METODE PENULISAN
1.5     SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1     TUJUAN PENGENAAN PAJAK ROKOK
2.2     OBJEK DAN BUKAN OBJEK PAJAK ROKOK
2.2.1   OBJEK PAJAK ROKOK
2.2.2   BUKAN OBJEK PAJAK ROKOK
2.3     SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK ROKOK
2.4     DASAR PENGENAAN, TARIF, DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK ROKOK
2.4.1   DASAR PENGENAAN PAJAK ROKOK
2.4.2   TARIF PAJAK ROKOK
2.4.3   PERHITUNGAN PAJAK ROKOK
BAB III
3.1     KESIMPULAN
3.2     SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB  I
PENDAHULUAN

  1.1            LATAR BELAKANG


Regulasi rokok ibarat dua mata pisau yang menjebak dalam situasi dilematis. Satu sisi pemerintah
diuntungkan dengan adanya penerimaan Negara dari Cukai dan PPN. Akan tetapi disisi lain
pemerintah juga menanggung dampak negatif merokok yang meningkatkan anggaran kesehatan.
Faktanya pendapatan negara dari cukai rokok, ternyata tak sebanding dengan nilai kerugian yang
ditimbulkan karena merokok.
Maka dari itu, dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan
otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah menetapkan
berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru disahkan oleh DPR pada 18 Agustus 2009.
Diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian
daerah, kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah untuk kemudian dilaksanakan berdasarkan
prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan
memperhatikan potensi daerah.
Salah satu jenis pajak baru yang Dalam UU PDRD yang disahkan pada 18 Agustus 2009 adalah
Pajak Rokok. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.
Secara efektif pemberlakuan Pajak Rokok ini diterapkan pada tahun 2014. Dasar Pengenaan Pajak
Rokok adalah cukai rokok dan besarnya tarif ditetapkan sebesar 10 persen dari cukai rokok. Pajak
Rokok masuk dalam kategori pajak provinsi yang menjadi penyempurna kebijakan dan peraturan
pajak daerah dalam bentuk perluasaan objek pajak daerah. Artinya, Pajak Rokok ini nantinya akan
menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Terdapat alokasi (earmark tax) paling sedikit 50
persen dari hasil penarikan Pajak Rokok, dipakai untuk mendanai fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat dan penegakan hukum. Di bidang kesehatan keputusan ini diambil sebagai langkah
pengimbangan antara konsumsi rokok dengan kesehatan masyarakat. dan di bidang penegakan
hukum terkait permasalahan rokok illegal. Tingginya kesadaran bahaya rokok di negara maju juga
memacu perusahaan rokok mengalihkan pasar ke Indonesia. Anak-anak dan generasi muda menjadi
target potensial mereka sebagai kunci kelanggengan bisnis. Anak-anak dan generasi muda dapat
diubah menjadi perokok pemula, menggantikan perokok lama yang berhenti merokok atau
meninggal karena penyakit akibat rokok.
1.2              TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan ini adalah:
1.      Untuk mengkaji apa tujuan utama dari pengenaan Pajak Rokok.
2.      Untuk mengkaji siapa saja yang menjadi subjek pajak dan wajib Pajak Rokok.
3.      Untuk mengkaji apa saja yang menjadi objek dan bukan objek Pajak Rokok.
4.      Untuk mengkaji bagaimana dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan Pajak Rokok.

1.3              RUMUSAN MASALAH


Karya ilmiah ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apa tujuan utama dari pengenaan Pajak Rokok?
2.      Apa saja yang menjadi objek dan bukan objek Pajak Rokok?
3.      Siapa saja yang menjadi subjek pajak dan wajib Pajak Rokok?
4.      Bagaimana dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan Pajak Rokok?

1.4              METODE PENULISAN


Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penyusun mempergunakan sumber-
sumber dari studi kepustakaan dan media masa elektronik yang berjangkauan internasional yaitu
internet

1.5              SISTEMATIKA PENULISAN


Pada karya ilmiah ini, akan dijelaskan hasil penelitian dimulai dengan bab pendahuluuan. Bab ini
meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, penyusun membahas secara keseluruhan tentang masalah yang diangakat, yaitu tentang
tujuan pengenaan pajak rokok, objek dan bukan objek pajak rokok, subjek pajak dan wajib pajak
rokok, dan dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak rokok. Bab berikutnya merupakan
bab penutup dalam karya ilmiah ini. Pada bagian ini, penyusun menyimpulkan uraian yang
sebelumnya sudah disampaikan, dan memberi saran mengenai perlunya dukungan dari seluruh
elemen bangsa dengan penuh kesadaran diri karena cukai dan Pajak Rokok diadakan bukan untuk
mematikan industri rokok, melainkan memberikan dis-insentif meningkatnya jumlah perokok pasif
khususnya di kalangan anak-anak dan generasi muda.
BAB II

LANDASAN TEORI

 
  2.1            TUJUAN PENGENAAN PAJAK ROKOK
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi adanya kebijakan Pajak Rokok, yaitu :
1.      Perlunya penerapan pajak yang lebih adil kepada seluruh daerah, agar seluruh
daerah mempunyai sumber dana yang memadai untuk mengendalikan dan mengatasi
dampak negatif rokok, karena sebelumnya daerah yang mendapatkan Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau (yang sebagian dananya dapat digunakan untuk
mengendalikan/mengatasi dampak negatif rokok) hanya daerah penghasil rokok dan
penghasil tembakau;
2.      Perlunya peningkatan local taxing power guna meningkatkan kemampuan daerah
dalam menyediakan pelayanan publik, khususnya pelayanan kesehatan;
3.      Perlunya penerapan piggyback taxes, atau tambahan atas objek pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat terhadap konsumsi barang yg perlu dikendalikan,
sesuai dengan best practice yg berlaku di negara lain; dan
4.      Perlunya pengendalian dampak negatif rokok, karena terkait dengan meningkatnya
tingkat prevalensi perokok di Indonesia (jumlah penduduk perokok terhadap jumlah
penduduk nasional), meningkatnya dampak negatif konsumsi rokok bagi masyarakat,
dan masih rendahnya komponen pajak dalam harga rokok di Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara lain khususnya negara ASEAN.Pajak merupakan sumber
utama untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Secara umum
tujuan adanya pajak adalah sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke
Kas Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Selain untuk
tujuan umum, pajak dapat pula digunakan oleh pemerintah sebagai alat mencapai
untuk tujuan-tujuan tertentu (regulerend), seperti membatasi dan mengurangi
konsumsi barang yang berdampak negatif secara sosial salah satunya bahaya rokok.
Tujuan utama penerapan Pajak Rokok adalah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok.
Penerapan Pajak Rokok sebesar 10 persen dari nilai cukai juga dimaksudkan untuk memberikan
optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Seperti diketahui
bahwa rokok, membawa dampak kesehatan yang tidak baik bagi perokok itu sendiri maupun orang
lain. Pemerintah daerah berkewajiban untuk menjaga kesehatan masyarakat. Selain itu pemda juga
harus melakukan pengawasan terhadap rokok di daerah masing-masing termasuk rokok ilegal.
Dengan Pajak Rokok maka kewajiban pemerintah untuk mengoptimalkan kesehatan masyarakat
bisa menjadi lebih baik.

2.2              OBJEK DAN BUKAN OBJEK PAJAK ROKOK

                      2.2.1          OBJEK PAJAK ROKOK


Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Yang dimaksud dengan rokok meliputi
sigaret, cerutu, dan rokok daun.
1.      Sigaret adalah hasil tembakau yang dbuat dari tembakau rajangan yang dibalut
dengan cara dilanting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri atas sigaret
kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan.
2.      Cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun
tembakau diiris aytau tidak, dengan cara digulung, sedemikian rupa dengan daun
tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan
pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
3.      Rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun
jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilanting, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatannya.

2.2.2        BUKAN OBJEK PAJAK ROKOK


Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 pasal 26 ayat 3
huruf a, cukai tidak dipungut atas barang kena cukai terhadap tembakau iris yang
dibuat dari tembakau hasil tanaman Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan
eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam
pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar
negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau
dan atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang,
etiket, atau yang sejenis itu. Selain itu, pasal 26 ayat 2 ditentukan bahwa cukai juga
tidak dipungut atas barang kena cukai (termasuk hasil tembakau) apabila :
a.       Diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean;
b.      Diekspor;
c.       Dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan;
d.      Digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang
hasil akhir yang merupakan barang kena cukai; atau
e.       Telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat
penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.

2.3               SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK ROKOK


Pada Pajak Rokok yang menjadi subjek pajak adalah konsumen rokok. Sedangkan yang
menjadi wajib pajak adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importer rokok yang
memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
Pajak Rokok dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang berwenang memungut cukai
bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi
pemerintah pusat, disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional
berdasarkan jumlah penduduk.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu
yang diperkenankan oleh Undang-Undang dan Peraturan Daerah tentang Pajak Rokok.
Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas
pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.4               DASAR PENGENAAN, TARIF, DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK ROKOK

2.4.1         DASAR PENGENAAN PAJAK ROKOK


Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan terhadap rokok, dengan
besaran tarif 10 persen dari cukai rokok. Pemanfaatan Pajak Rokok minimal 50
persen untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat
berwenang.
Sebagai contoh pemerintah pusat menetapkan tariff cukai spesifik sebesar Rp.
200,00/batang dan tarif advalorum (harga dasar) sebesar 40% dari Harga Jual Eceran
(HJE) yang ditetapkan pemerintah pusat. Dalam kasus ini besarnya dasar pengenaan
Pajak Rokok ditentukan sebagai berikut:
a.       Apabila pemerintah pusat hanya mengenakan tarif spesifik, dasar pengenaan
pajak adalah Rp. 200,00/batang;
b.      Apabila pemerintah pusat hanya mengenankan tarif advalorum, dasar
pengenaan pajak adalah 40% x HJE; dan
c.       Apabila pemerintah pusat mengenakan tariff spesifik dan tariff advalorum,
dasar pengenaan pajak adalah (Rp. 200,00/batang + 40% HJE)
2.4.2        TARIF PAJAK ROKOK
Tarif Pajak Rokok sebesar 10% dari cukai rokok, dan dasar pengenaannya cukai
yang ditetapkan Pemerintah terhadap rokok. Pajak Rokok dipungut Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Hasil
pemungutan (penerimaan) Pajak Rokok ditampung sementara dalam rekening kas
negara, untuk selanjutnya disetor ke Rekening Kas Umum Daerah provinsi sesuai
proporsi jumlah penduduk masing-masing provinsi. Penyetoran ke provinsi
dilaksanakan secara triwulanan, yakni pada bulan pertama triwulan berikutnya.
Khusus untuk penyetoran triwulan IV hanya mencakup penerimaan Pajak Rokok
bulan Oktober dan Desember, sedangkan penerimaan bulan Desember akan disetor
ke provinsi setelah ditetapkannya hasil audit Laporan Arus Kas Pemerintah oleh
BPK. Ketentuan mengenai pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok telah diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara
Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok. Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 1
Agustus 2013 dan diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2013. Peraturan ini mulai
berlaku sejak 1 Januari 2014. Pada intinya, peraturan ini mengatur tentang tentang
definisi yang terkait dengan Pajak Rokok, pihak yang memungut Pajak Rokok dan
mengatur tentang perhitungan Pajak Rokok, mekanisme pembayaran, penagihan,
penyetoran, pengembalian kelebihan pembayaran hingga pelaporan Pajak Rokok.

2.4.3        PERHITUNGAN PAJAK ROKOK


Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Rokok adalah
sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang                        = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                                              = Tarif Pajak x Cukai Yang Ditetapkan Oleh Pemerintah
                                                 Pusat Terhadap Rokok.
BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN
Secara umum tujuan adanya pajak adalah sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal
ke Kas Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Objek Pajak Rokok
adalah adalah konsumsi rokok, yang terdiri dari sigaret, cerutu, dan rokok daun. Subjeknya
konsumen rokok, dengan wajib pajak pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok
yang memiliki izin Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Pajak Rokok
dipungut pemerintah bersamaan dengan pemungutan cukai rokok, dan disetor ke rekening kas
umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan terhadap rokok, dengan besaran
tarif 10 persen dari cukai rokok. Pemanfaatan Pajak Rokok minimal 50 persen untuk
mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat berwenang.
Sebagai negara surganya perokok, rencana ini tentu ditanggapi beragam oleh berbagai pihak.
Ada yang pro, tidak sedikit yang kontra. Ada pula yang menilai Pajak Rokok sejatinya
hanyalah kompromi pemerintah dengan industri rokok dalam menghadapi tekanan isu
kesehatan. Tingginya kesadaran bahaya rokok di negara maju memacu perusahaan rokok
mengalihkan pasar ke Indonesia.

3.2         SARAN
Demi terciptanya generasi muda Indonesia berkualitas, seharusnya harapan ini didukung
seluruh elemen bangsa dengan penuh kesadaran diri. Cukai dan Pajak Rokok diadakan bukan
untuk mematikan industri rokok, melainkan memberikan dis-insentif meningkatnya jumlah
perokok pasif khususnya di kalangan anak-anak dan generasi muda. Tidak boleh dilupakan
esensi bahwa ini adalah pajak daerah jadi daerah diharuskan sudah dapat memungut pajak
daerahnya sendiri, tidak tergantung pada pemerintah pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Siahaan, SE., M.T, Marihot Pahala. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Edisi Revisi Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

Sinar Harapan. 2014. Cukai dan Pajak Rokok. http://www.sinarharapan.co/news/read/30709/cukai-

dan-pajak-rokok diunduh pada 8 November 2014

Observation and  Research of Taxation. 2013. Peraturan-Peraturan Perpajakan Baru yang terbit

Agustus 2013. http://www.ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=8 diunduh pada 8


November 2014

Astri, Wilis Windar. 2010. Pajak Rokok. http://gitacintanyawilis.blogspot.com/2010/07/pajak-

rokok.html diunduh pada 8 November 2014

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI. 2013.

http://www.djpk.depkeu.go.id/berita-headline/368-sosialisasi-kebijakan-pajak-rokok diunduh
pada 8 November 2014

Anda mungkin juga menyukai