Anda di halaman 1dari 4

NAMA: Kaila Adinda Chairunisa

NIM: 185010101111016
UAS HUKUM PAJAK KELAS D

1. Jelaskan justifikasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah!


2. Jelaskan dokumen apa saja yang memerlukan bea materai!
3. Apakah perbedaan pajak rokok dengan cukai rokok? Jelaskan jawaban Saudara!
4. Jelaskan mengapa dalam perjanjian jual beli tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak
Penghasilan bagi penjual dan BPHTB bagi pembeli ?

Jawaban:
1. Teori/justifikasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah:
a. Teori Asuransi
Menurut teori ini negara memungut pajak karena negara bertugas untuk melindungi
orang dari segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa juga harta
bendanya. Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran premi, seperti halnya
pembayaran asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan diperlukan berupa
premi.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini negara memungut pajak karena negara melindungi kepentingan
jiwa dan harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian beban pajak
yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan
atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang
bermanfaat baginya), termasuk perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya
c. Teori Bakti atau Kewajiban Mutlak
Teori ini berdasarkan pada Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak.
Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu
kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara. Dengan demikian
dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara. Sejak
berabad-abad hak ini telah diakui dan warga negara mengamininya sebagai
kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk
pembayaran pajak.
d. Teori Daya Pikul
Pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak haruslah sama
beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dipikul menurut gaya pikul setiap warga
negara dan sebagai ukurannya dapat dipergunakan selain besarnya penghasilan dan
kekayaan juga pengeluaran dan pembelanjaan seseorang. Sampai saat ini teori asas
gaya pikul ini masih dipertahankan
e. Teori Daya Beli
Teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang
dianggap sebagai sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan
kepentingan individu atau negara. Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara
memungut pajak, hanya melihat kepada efeknya serta dapat memandang efek yang
baik itu sebagai dasar keadilan. Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika
dipandang sebagai gejala dalam masyarakat dapat disamakan dengan pompa, yaitu
mengambil daya beli dari rumah tanga dalam masyarakat untuk rumah tanga negara
yang kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk
memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya kearah tertentu.
f. Teori Pembangunan
Menurut teori ini justifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah untuk
pembangunan, dalam artian untuk mencapai masayarakat yang adil dan makmur.
Teori pemungutan pajak ini sangat cocok diberlakukan di Indonesia dimana
Indonesia merupakan Negara yang mengandalkan dari sektor pajak untuk
pembangunan dan anggaran pengeluaran Negara.

2. Dokumen-dokumen yang memerlukan bea materai ialah sebagai berikut:


a. surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, dan surat
pernyataan) yang dibuat untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-
rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu
rupiah) :

 yang menyebutkan penerimaan uang;


 yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di
bank;
 yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
 yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah
dilunasi atau diperhitungkan;
 lebih dari Rp. 250.000 sampai dengan Rp. 1.000.000, maka dikenakan Bea Materai
dengan tarif Rp. 3.000
 lebih dari Rp. 1.000.000, maka dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp. 6.000

e. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, yang harga nominalnya lebih dari
Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)

 lebih dari Rp. 250.000 sampai dengan Rp. 1.000.000, maka dikenakan Bea Materai
dengan tarif Rp. 3.000
 lebih dari Rp. 1.000.000, maka dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp. 6.000
 Jika harga nominal dinyatakan dalam mata uang asing, maka harga nominal harus
dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan.

f. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu:

 Surat-surat biasa dan surat kerumah-tanggaan;


 Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud
semula
 Jika dokumen awalnya tidak terutang Bea Materai, namun kemudian dokumen
tersebut digunakan untuk alat pembuktian di pengadilan, maka dokumen tersebut
harus dilakukan pemeteraian kemudian.
3. Perbedaan pajak rokok dan cukai rokok diantaranya sebagai berikut:
 Subjek:
 Cukai Rokok:
Cukai harus dilunasi oleh pengusaha pabrik atau importir. Kendati
demikian, pengusaha pabrik atau importir tersebut dapat
mengalihkan beban tersebut kepada konsumen akhir atau pemikul
pajak sebenarnya.
Pajak Rokok:
Pajak rokok ditanggung oleh konsumen. Pajak rokok ini juga
termasuk dialihkan bebannya kepada konsumen dari Wajib Pajak
rokok. Wajib Pajak rokok yang dimaksud adalah pengusaha pabrik
rokok atau produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
 Objek:
Cukai Rokok:
Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau
iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak
mengindahkan digunakannya atau tidak bahan pengganti atau bahan
pembantu dalam pembuatan.
Pajak Rokok:
Dikenakan atas konsumsi rokok. Adapun yang dimaksud dengan
rokok meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.
 Dasar Perhitungan:
Cukai Rokok:
Dasar dalam perhitungan cukai adalah Harga Jual Eceran (HJE).
Pajak Rokok:
Dasar perhitungan pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh
pemerintah terhadap rokok.
 Tarif:
Cukai Rokok:
Tarif ditetapkan berdasarkan pada jenis hasil tembakau, golongan
pengusaha, dan Batasan HJE per batang atau gram, yang ditetapkan
oleh menteri. Terdapat dua jenis tarif cukai yang dikenakan pada
rokok, yaitu:
a. Tarif berupa jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan batang atau
gram hasil tembakau (spesifik) untuk cukai hasil tembakau produk
konvensional; dan 
b. Tarif berupa persentase dari harga dasar (ad valorem) untuk Hasil
Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) atau tembakau alternatif
Pajak Rokok:
Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.
 Lembaga Pemungut:
Cukai Rokok:
Langsung oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Pajak Rokok:
Pajak rokok dipungut oleh instansi yang berwenang memungut cukai
rokok bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Meskipun menjadi
kewenangan Pemerintah Provinsi, pajak rokok juga dipungut oleh
DJBC. Namun, DJBC akan menyalurkan pajak yang telah dipungut
pada rekening kas umum daerah provinsi
4. Sebelum mendapatkan akta jual beli, penjual terlebih dahulu harus membayarkan PPh.
Tanpa ada pembayaran PPh, maka penjual dianggap melanggar aturan sehingga
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat menolak membuat akta jual beli. Ketentuan
ini dapat kita temukan dalam pasal 39 ayat 1 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jadi, menurut bunyi peraturan di atas, bagi
penjual yang belum melunasi PPh, maka transaksi jual beli tidak bisa dilaksanakan
karena PPAT pun tidak akan mau membuatkan akta jual beli. Dasar hukum pengenaan
PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor
34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas
Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau
Bangunan Beserta Perubahannya (“PP 34/2016”) sebagai berikut:
a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta
perubahannya, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

b. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melaluipenjualan,
tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara
lain yang disepakati antara para pihak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (“UU 28/2009”), untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan. Hal ini didasarkan pada  Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a
angka 1) UU 28/2009 yang mengatur bahwa yang menjadi Objek Pajak BPHTB adalah
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan tersebut salah satunya meliputi pemindahan hak karena jual beli.

Anda mungkin juga menyukai