Anda di halaman 1dari 5

Seluk-Beluk Toxic Relationship dalam Pacaran

Oleh: Gina Zahira

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan
orang lain. Dalam proses kehidupan, manusia berupaya untuk mengejar kebahagiaan, salah
satunya dengan menjalin hubungan pacaran antar individu agar tercipta kesenangan batin dan
emosional. DeGenova & Rice dalam bukunya yang berjudul Intimate Relationship, Marriages,
and Families, menyatakan bahwa pacaran (dating) adalah suatu hubungan di mana dua orang
bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat mengenal satu sama lain.
Salah satu alasan individu memutuskan untuk berpacaran adalah sebagai bentuk rekreasi.
Individu menjalin hubungan pacaran untuk bersantai, menikmati diri sendiri, dan memperoleh
kesenangan. Selain itu, individu mulai menjalin hubungan pacaran untuk keamanan dan perasaan
yang dihargai secara pribadi.

Sejauh ini, bisa disimpulkan bahwa hubungan pacaran merupakan hubungan yang saling
mendukung dan berupaya membahagiakan satu sama lain. Dewasa ini, banyak pasangan yang
sering salah mengartikan makna dari pacaran itu sendiri, sehingga muncul bentuk hubungan
tidak sehat yang dikenal dengan istilah toxic relationship. Dr. Sheri Jacobson, seorang
psikoterapis asal Kanada mendefinisikan toxic relationship sebagai hubungan yang secara
fundamental tidak sehat dan menyebabkan diri sendiri atau orang lain terluka secara mental atau
fisik.

Toxic relationship dalam pacaran sudah banyak terjadi dalam kehidupan sosial, tetapi
justru pasangan yang berada di dalam hubungan tidak sehat tersebut tidak menyadarinya. Salah
satu tanda hubungan pacaran tidak sehat menurut Dr. Jacobson ialah adanya perasaan gelisah,
lelah, atau memiliki suasana hati yang buruk saat bersama pasangan. Perasaan ini dapat terjadi
karena sifat protektif yang berlebihan (over protective). Dr. Adriana Ginanjar, dosen Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia menyebutkan bahwa sikap over protective adalah rasa khawatir,
curiga, dan cemas yang berlebihan sehingga ingin selalu melindungi pasangan dan mengetahui
ke mana pun pasangan pergi. Sebenarnya, tujuan ingin memberikan perlindungan kepada
pasangan adalah hal yang baik. Namun, jika dilakukan secara berlebihan akan membuat
pasangan yang lain tidak nyaman dan akhirnya akan timbul suasana hati yang buruk ketika
sedang bersama.

Tanda hubungan tidak sehat lainnya dapat dirasakan saat individu merasa tidak bisa
menjadi diri sendiri dan pasangan mulai jarang melakukan aktivitas bersama serta adanya
komunikasi yang tidak baik. Selain itu, jika pasangan terlalu mudah cemburu atau egois juga
dapat membuat hubungan menjadi tidak sehat. Sifat posesif didasari oleh adanya rasa
kecemburuan yang tinggi sehingga muncul perasaan memiliki dan mengikat pasangan. Bahkan
lebih buruknya lagi, sifat posesif ini akan membuat seseorang merasa iri ketika pasangannya
tertawa saat tidak bersama dirinya.

Dr. Jacobson mengatakan bahwa perilaku dalam hubungan toxic bisa beragam, mulai dari
hal sederhana seperti pengkritikan hingga hal yang serius seperti manipulasi dan pelecehan
verbal. Ini menjadi tanda bahwa hubungan pacaran yang sedang terjadi merupakan toxic
relationship. Salah satu bentuk manipulasi yang kerap kali terjadi di kalangan pacaran, ialah
gaslighting. Gaslighting adalah bentuk pelecehan psikologis dan emosional di mana seseorang
memanipulasi orang lain sehingga mempertanyakan diri sendiri dan kewarasan mereka. Ketika
seseorang mengalami manipulasi, pelecehan verbal, atau pengontrolan secara paksa,
kemungkinan besar itu merupakan tanda bahwa ia sedang mengalami hubungan pacaran yang
tidak sehat.

Tanda lain seseorang berada di suatu hubungan pacaran yang tidak sehat adalah ketika
mulai mengabaikan diri sendiri dan membuat alasan atas perilaku yang dilakukan oleh
pasangannya. Ini disampaikan oleh Head of Clinical Practice di Yayasan Hubungan Relate,
Ammanda Major. Korban sebenarnya tahu bahwa ada yang salah dalam hubungannya, namun
terlalu takut untuk mengakui.

Banyak alasan dan penyebab korban toxic relationship dalam pacaran tetap bertahan
dalam hubungannya. Salah satunya ialah korban terlalu optimis terhadap hubungannya dan
percaya bahwa dirinya dapat membantu pasangan berubah. Sebagai bentuk contoh, ketika
pasangan tidak loyal kepada korban, namun korban tetap optimis bahwa suatu saat pasangannya
akan sadar dan akhirnya akan menjadi lebih loyal terhadapnya.
Selain itu, korban pacaran tidak sehat akan bertahan dalam hubungannya karena takut
kesepian. Ketika korban sadar bahwa ia semakin jauh dari pasangannya, perasaan takut akan
kesepian membuatnya sulit untuk lepas dari hubungan tersebut. Korban takut akan berakhir
sendirian dan tidak akan mampu mengatasi segalanya sendiri, tanpa pasangan yang
menyelesaikan untuknya. Alasan lainnya adalah ketergantungan emosional pada pasangan
sehingga korban tidak bisa melepaskan diri dari hubungan pacaran yang tidak sehat. Lebih
lanjut, korban sulit melepaskan diri dari hubungan pacaran yang tidak sehat adalah karena sudah
dimanipulasi oleh pasangan. Ketika pasangan sadar bahwa dirinya akan ditinggalkan, ia akan
menggunakan berbagai metode manipulasi yang memaksa korban tetap bertahan di dalam
hubungan tersebut.

Sebagian besar korban di dalam hubungan pacaran yang tidak sehat adalah perempuan.
Perempuan sering dianggap sebagai kelompok yang lemah, sehingga pasangannya merasa
memiliki kendali atas hubungan. Menurut Catatan Tahunan Komisi Nasional (Komnas)
Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020 terbanyak terjadi di
ranah pribadi dengan total 11.155 kasus. Dari kasus tersebut, sebanyak 1.582 kasus kekerasan
terjadi dalam ranah pacaran. Kekerasan sendiri diklasifikasikan dalam tiga tingkatan, yaitu
kekerasan verbal dan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan fisik. Namun, kekerasan
terhadap perempuan dalam pacaran sering kali mendapat hambatan dalam proses penegakan
hukumnya. Aparat penegak hukum berpandangan dan menganggap peristiwa tersebut terjadi
karena adanya hubungan baik antara korban dan pelaku, serta tidak dapat diproses karena tidak
memenuhi unsur pasal dalam KUHP. Akhirnya, kasus kekerasan terhadap perempuan dalam
pacaran terus meningkat karena proses penegakan hukum yang lemah. Lebih lanjut, pelaku tidak
akan takut untuk terus menerus melakukan kekerasan karena lemahnya penegakan hukum.
Korban kekerasan dalam pacaran pun tidak akan mendapat keadilan, yang mengakibatkan
korban tidak bisa lepas dari jeratan hubungan pacaran yang tidak sehat.

Dampak lainnya dari hubungan pacaran yang tidak sehat bagi perempuan yang menjadi
korban salah satunya ialah menjadi rendah diri dan pesimis. Menurut Dr. Primatia Yogi
Wulandari, pakar psikologi Universitas Airlangga, dalam toxic relationship, korban bisa
membenci dirinya sendiri akibat perlakuan ataupun perkataan negatif yang dilontarkan
kepadanya. Ketika timbul perasaan diri sendiri tidak lagi berharga, korban akan mulai kehilangan
diri sendiri sehingga timbul konflik batin yang mengarah pada depresi hingga trauma. Stres
akibat hubungan pacaran yang tidak sehat pun dapat memicu perilaku dalam diri yang tidak
disukai, seperti emosi berlebihan dan sensitif, kesedihan yang berlanjut, sampai mengonsumsi
narkotika dan minuman keras untuk mengelola stres tersebut. Keterkaitan antara kondisi psikis
dan fisik dalam tubuh manusia mengakibatkan emosi negatif dari perilaku toxic relationship
dapat menyebabkan penyakit fisik, mengingat kondisi fisik akan sulit berfungsi ketika psikis
tertekan.

Suatu permasalahan yang timbul tidak lepas dari solusi yang menyertainya. Beberapa
cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari hubungan yang tidak sehat dalam pacaran adalah
dengan memahami karakteristik hubungan yang sehat. Hubungan yang sehat menurut pakar
psikolog ialah adanya rasa saling menghormati dan kemampuan untuk berbagi perasaan tanpa
rasa takut. Dalam hubungan yang sehat, saat berada bersama pasangan merupakan kenyamanan
di mana individu dapat menjadi diri sendiri. Cara selanjutnya ialah membangun komunikasi yang
baik serta bersikap asertif dan menetapkan batasan dalam hubungan. Tujuannya ialah agar
terhindar dari sikap yang tidak nyaman oleh salah satu pihak, seperti over protective dan over
control.

Apabila sudah terlanjur masuk ke dalam suatu hubungan pacaran yang tidak sehat, ada
berbagai upaya yang dapat dilakukan korban, khususnya perempuan. Pertama, jangan ragu untuk
keluar dari hubungan pacaran yang tidak sehat. Sebagai perempuan, kita harus belajar untuk
percaya diri dan yakin pada kemampuan sendiri untuk melakukan berbagai aktivitas tanpa
pasangan. Siklus toxic relationship berupa gaslighting sering kali membuat korban meragukan
penilaian terhadap diri sendiri. Selain itu, korban harus memprioritaskan diri sendiri. Penuhi
kebutuhan dan keinginan yang sebelumnya terabaikan karena selalu melakukan hal yang disukai
pasangan.

Selanjutnya, bangun komunikasi yang lebih baik bersama pasangan. Jika dalam
komunikasi sering terjadi tuduhan (accusation), menyalahkan (blame), kritikan (criticism), serta
tuntutan (demand), bicarakan pada pasangan agar bekerja sama untuk menyudahi siklus
komunikasi yang tidak baik. Sering kali masyarakat berpandangan bahwa perempuan merupakan
kelompok yang tidak berani menyuarakan pendapatnya, karena kelompok perempuan dianggap
cenderung pasif dan akan takut menyinggung perasaan orang lain. Hal itu terkadang terjadi juga
di dalam suatu hubungan. Namun, sebagai perempuan, jangan takut untuk menyuarakan
pendapat. Kritikan dalam sebuah hubungan boleh dilakukan, dengan tujuan untuk pengembangan
diri dan dilakukan secara baik. Apabila berbagai cara sudah dilakukan agar keluar dari hubungan
pacaran yang tidak sehat, korban bisa mencari bantuan dan bicarakan dengan orang terdekat,
seperti keluarga dan sahabat, atau psikolog.

Anda mungkin juga menyukai