Anda di halaman 1dari 7

Pengertian pacaran

            Menurut DeGenova & Rice (2005) pengertian pacaran adalah menjalankan


suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas
bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. Menurut Bowman (1978) pacaran
adalah kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita yang belum menikah,
dimana hal ini akan menjadi dasar utama yang dapat memberikan pengaruh timbal
balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di Amerika.

            Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana


seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan
untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan
pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu
peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua
orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).

            Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua orang
yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini
didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing.
Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan
wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman
meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan
informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi
elemen utama dari keintiman.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan pengertian pacaran


adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa
kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan
wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat
kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.

Penyebab Pacaran di Usia Remaja

Globalisasi

Globalisasi pada masa sekarang ini tidak dapat lagi dibendung. Globalisasi yang paling
mempengaruhi para remaja sekarang adalah globalisasi akibat berkembangnya
internet. Dari situlah para remaja mendapat dorongan untuk mencontoh budaya bangsa
barat yang tidak sesuai diterapkan di Indonesia seperti konsumtif, hedonisme dan
gonta-ganti pasangan hidup. Sehingga mendorong para remaja untuk berpacaran di
usia dini.

Membuktikan diri cukup menarik


Pada saat ini, para remaja sudah melewati batas bergaul yang telah ditetapkan oleh
orang tua. Mereka sudah mengenal pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi
mereka merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Selain itu, pacar
merupakan sesuatu yang dapat membuktikan bahwa mereka cukup menarik dan patut
untuk mendapat perhatian dari lingkungan sekelilingnya.

Adanya pengaruh kawan

Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan merupakan salah satu bentuk prestasi
tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya.
Akan tetapi, jika tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan
kekecewaan. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup
tertentu pula seperti halnya berpacaran. Apabila si remaja berusaha mengikuti tetapi
tidak sanggup memenuhinya maka remaja tersebut kemungkinan besar akan dijauhi
oleh teman-temannya.

Dampak Pacaran Di Usia Remaja

Dampak Positif

Belajar bersosialisasi

            Dengan berpacaran kita akan mampu bersosialisasi dengan pasangan kita,


sehingga kita mampu mengetahui karakteristik seseorang dan membuat kita tidak
canggung dalam bersosialisasi dengan orang asing yang baru kita jumpai. Karena kita
telah belajar bersosialisasi dengan pasangan kita.

Mempelajari karakteristik berbagai macam orang

            Namun, kalau kita perhatikan apa yang dapat remaja lakukan ketika dia
mendapati bahwa pasangannya itu tidak cocok dengannya? Kata yang keluar adalah
‘putus’! Bukannya mencoba untuk bisa mengerti satu sama lain, para remaja hanya
mempelajari untuk bercerai. Bagaimana tidak? Karena faktor usia yang dibawakan
dalam diri hanya emosi sesaat. Jika dikatakan alangkah lebih menyenangkan untuk
mempelajari diri sendiri dulu, membenahi diri, dan berupaya untuk bisa beradaptasi
dengan banyak orang. Ketimbang mengikatkan diri dengan satu orang yang kadang
kala membuat sakit hati, lebih baik seorang remaja mencoba untuk berbaur dengan
yang lainnya. Di situ dia bisa ‘mempelajari karakteristik orang lain’. Dan, dia juga
sedang mempelajari dirinya sendiri tentunya.

            Setelah dia bisa mengendalikan emosinya, ini merupakan saat yang tepat untuk
berpacaran. Tentunya dia sudah berani berkomitmen. Jadi, berpacaran bukan hanya
untuk having fun. Tidaklah pantas menurut penulis jika seseorang mempermainkan
perasaan orang lain. Lagi pula, masa remaja yang penuh gejolak ini akan sangat
memberikan keragu-raguan dalam hal berpacaran. Maka dari itu, beberapa orang tua
melarang anaknya untuk berpacaran (walau ada juga yang tidak).

Dampak Negatif

Kekerasan fisik

      

            Koalisi Anti Kekerasan di Alabama menyebutkan bahwa satu dari tiga anak
mengalami kekerasan fisik selama pacaran usia dini. Bentuknya seperti mendorong,
memukul, mencekik, dan membunuh. Kejahatan tersebut sangat tertutup karena pihak
korban ataupun pelaku tidak mengakui adanya masalah selama hubungan kencan.
Penyebab kekerasan fisik pada remaja diantaranya kecemburuan, sifat posesif, dan
temperamen dari pasangan si anak remaja. Pelaku, misalnya, mengontrol cara
berpakaian si anak. Hal itu sebenarnya adalah bentuk kekerasan  yang sering kali
dilihat oleh si anak sebagai bentuk perhatian.

Kekerasan seksual

            Pemerkosaan dalam pacaran adalah bentuk kekerasan seksual dalam pacaran.


Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Indonesia
mengategorikan kekerasan jenis itu sebagai kekerasan dalam pacaran (KDP). KDP
secara seksual terjadi ketika seseorang diserang secara seksual oleh orang lain yang
dikenal dan dipercaya, seperti teman kencan. Kekerasan seksual dapat juga terjadi saat
korban mabuk di suatu pesta, misalnya Pesta menjadi ajang yang paling mudah bagi
pelaku untuk mengincar remaja dengan lebih dahulu memberikan narkoba, kemudian
menjadikannya korban kekerasan seksual.

Cenderung menjadi pribadi yang rapuh

            Anak remaja yang mulai pacaran sejak usia dini lebih banyak mengalami sakit
kepala, perut dan pinggang. Mereka juga lebih banyak depresi dibanding rekan
seusianya yang belum pernah pacaran. Seseorang  yang mengenal cinta lebih dini
cenderung menjadi pribadi yang rapuh, sakit-sakitan, merasa tidak aman dan mudah
depresi, contohnya remaja akan memiliki alarm rasa sakit yang lebih tinggi, terutama
jika remaja itu menjalin hubungan yang buruk dengan pasangannya.

            Mereka punya kecenderungan tingkat rasa sakit yang lebih mendalam. Mereka
benar-benar meresapi perasaan buruk seperti sedih atau kesal karena secara psikologi
mereka sudah mengenalnya ketika berhubungan dengan pasangannya. Akibat terlalu
mendalami perasaan sedih dan emosional itu adalah depresi dan penyakit lainnya.
Karena terlalu sedih atau marah, perasaan depresi pun bisa muncul. Akibatnya mereka
jadi tidak mau makan, kurang tidur atau tidak mau melakukan apa-apa. Dari situlah
muncul penyakit-penyakit seperti pusing, sakit perut dan lainnya

Kehamilan dan penularan penyakit menular seksual

      

            Anak yang berpacaran di usia dini mengarah pada kemungkinan yang lebih
besar untuk melakukan hubungan seksual. Hal itu sangat memungkinkan terjadinya
kehamilan dan penularan penyakit menular seksual (PMS). Menurut The Centers for
Disease Control (CDC), kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) adalah
kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk tertular PMS.

Sekedar mengingatkan bahaya kehamilan pada remaja:

1. Hancurnya masa depan karena tidak bisa melanjutkan sekolah.

2. Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan
karena jiwa dan fisiknya belum siap.

3. Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya


karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).

4. Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis
(dukun bayi, tenaga tradisional) sering mengalami kematian karena mengalami sakit
dan pendarahan yang hebat.

5. Pengguguran kandungan yang diperbolehkan oleh undang-undang, kecuali indikasi


medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan
dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat
dihukum berat .

6. Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami kecacatan dan
gangguan kejiwaan saat ia dewasa.

7. Jadi bahan pembicaraan dan ejekan masyarakat sekitar .

8. Stress berkepanjangan dan bisa jadi GILA.

Menurunkan konsentrasi

            Hal ini terjadi jika remaja telah mengakhiri hubungan dengan pacarnya sehingga
emosinya menjadi labil, konsentrasi menjadi buyar karena terus memikirkan pacarnya
sehingga remaja tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang di berikan
kepadanya dan mengerjakan ulangan dengan baik sehingga dapat menurunkan
prestasi remaja tersebut.
Menguras harta

            Akan menguras harta, karena orang yang pacaran akan selalu berkorban untuk
pacarnya, bahkan uang yang seharusnya untuk ditabung bisa habis untuk membelikan
hadiah untuk pacarnya.

Dampak Berpacaran Terhadap Prestasi Belajar

            Bagi remaja (siswa) pacaran merupakan sesuatu yang sudah biasa dilihat atau
juga dilakukan oleh para remaja (siswa), secara langsung maupun tidak langsung hal
tersebut dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar mereka menjadi menurun atau
semakin giat belajar, Berpacaran dapat membuat prestasi belajar seorang siswa
menurun antara lain contoh-contoh tersebut adalah sebagai berikut, ketika belajar
seorang siswa yang berpacaran pasti akan terganggu konsentrasinya untuk belajar
karena pasanganya selalu mengirim SMS kepadanya dan siswa tersebut pasti hanya
fokus untuk membalas SMS pasangan dan melupakan waktu belajarnya, kemudian
siswa yang berpacaran juga dapat membuat malas untuk masuk sekolah di saat
bertengkar dengan pasangan atau berpisah dengan pasangan karena malas bertemu
denganya di sekolah, mungkin beberapa contoh tadi dapat mewakili dampak negative
yang ditimbulkan berpacaran pada saat usia remaja mesi masih banyak contoh-contoh
lainya.

            Berpacaran dapat pula membuat prestasi belajar seorang remaja (siswa)


meningkat dan semakin giat belajar antara lain contoh-contoh tersebut adalah sebagai
berikut, pada saat seorang siswa yang sedang berpacaran mereka dapat merasa tidak
ingin kalah dari pasanganya dalam hal apapun karena di saat dia kalah dari
pasanganya maka dia akan merasa malu dan ingin melebihi apa yang di raih
pasanganya itu terutama dalam hal pelajaran teradang mereka membuat suatu
permainan kecil dimana apabila salah satu seorang pasangan mendapat nilai yang
jelek dari pasanganya maka pasangan yang menang dia dapat meminta apa saja pada
pasanganya tetapi dalam batas kewajaran seperti dibelikan coklat,snack dll. Hal
tersebut juga dapat membuat mereka menjadi giat belajar dan apabila seoarang siswa
yang sedang berpacaran maka mereka akan selalu ingin masuk sekolah setiap hari
karena ingin bertemu pasanganya hal ini juga dapat mempengaruhi absensi siswa
dapat juga menjadi dorongan semangat untuk lebih giat belajar.

Dari beberapa hal diatas seorang remaja (siswa) yang berpacaran hendaknya
mendapat bimbingan dari guru terutamanya adalah orang tua sehingga mereka dapat
mendapat sisi positif dan terhindar dari sisi negatif yang ditimbulkan.

Kiat-Kiat  Menghindari Dampak Negatif Dalam Pacaran Di Usia Remaja

Hati-hati berpacaran
Setelah melalui fase “ketertarikan” maka mulailah pada fase saling mengenal lebih jauh
alias berpacaran. Saat ini adalah saat paling tepat untuk mengenal pribadi dari masing-
masing pasangan. Sayangnya, tujuan untuk mengenal pribadi lebih dekat, sering
disertai aktivitas seksual yang berlebihan. Makna pengenalan pribadi berubah menjadi
pelampiasan hawa nafsu dari masing-masing pasangan. Ungkapan kasih sayang tidak
seharusnya diwujudkan dalam bentuk aktivitas seksual. Saling memberi perhatian,
merancang cita-cita serta membuka diri terhadap kekurangan masing-masing
merupakan bagian penting dalam masa berpacaran. Aktivitas fisik seperti saling
menyentuh, mengungkapkan perasaan kasih sayang, ciuman kasih sayang adalah hal
tidak terlalu penting, namun sering dianggap sebagai bagian yang indah dari masa
berpacaran. Pada batas-batas tertentu hal ini dapat diterima, namun lebih dari aktivitas
tersebut, apalagi pada hal-hal yang menjurus pada hubungan seksual tidak dapat
diterima oleh norma yang kita anut. Karena justru aktivitas seksual akan mengotori
makna dari pacaran itu sendiri.

No Seks

Katakan “tidak pada seks”, jika pasangan menghendaki aktivitas berpacaran melebihi
batas. Terutama bagi remaja putri permintaan seks sebagai “bukti cinta”, jangan
dipenuhi, cuma ngapusi ! Karena yang paling rugi adalah pihak wanita. Ingat, sekali
wanita kehilangan kegadisannya, seumur hidup ia akan menderita, karena norma yang
dianut dalam masyarakat kita masih tetap mengagungkan kesucian. Berbeda dengan
wanita, keperjakaan pria tidak pernah bisa dibuktikan, sementara dengan pemeriksaan
dokter kandungan dapat ditentukan apakah seorang gadis masih utuh selaput daranya
atau tidak. Kepuasan cuma sesaat , penderitaan akan selalu menghantui . Ingat !!!

Rem Keimanan

Iman, merupakan rem paling pakem dalam berpacaran. Justru penilaian kepribadian
pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut hal-hal yang
melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi
pasangan yang baik. Untuk itu, “Say Good Bye” sajalah…! Masih banyak pria dan
wanita lain yang mempunyai iman dan moral yang baik yang kelak dapat membantu
keluarga bahagia.

Bagaimanapun seorang remaja (siswa) yang berpacaran, berpacaran memiliki dampak


negatif yang lebih banyak dibandingkan dampak positifnya oleh karena itu peranan
orang tua dan guru sangat diperlukan untuk membimbing para remaja agar terhindar
dari perilaku-perilaku negatif yang ditimbulkan berpacaran.

            Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk membimbing anak-
anaknya adalah memantau dan selalu mengawasi kegiatan mereka apakah mereka
dapat menepatkan waktu yang tepat atau tidak seperti saat belajar maka harus belajar
dll. Hal itu dapat membuat mereka tidak melupakan kegiatan belajarnya karena terlalu
memikirkan hubunganya, selain itu orang tua juga dapat mengajarkan hal-hal apa yang
dilarang oleh agama kepada seseorang yang bukan muhrimnya sehingga perilaku
negatif dapat dihindarkan akibat berpacaran.

Guru adalah salah satu yang sangat berperan dalam prestasi belajar di sekolah bagi
seorang siswa dimana guru merupakan orang tua setelah di sekolah selain di rumah
ada ayah dan ibu, peran guru dalam membimbing siswa yang berpacaran agar tidak
menurun prestasi belajarnya adalah dengan cara selalu memberi nasihat semangat dan
dorongan kepada siswa dan tak lupa mengajarkan bagaimana berpacaran yang baik
dan tidak melupakan kewajiban belajarnya selain hal tersebut seorang guru dapat pula
mengajarkan mana hal yang baik dan buruk terutama pada guru agama sehingga
mereka dapat mengerti dan menghindari perilaku yang tidak baik pada saat
berpacaran.

KESIMPULAN

            Pada dasarnya berpacaran saat remaja merupakan hal yang tidak baik karena
secara usia dan psikologi seorang remaja belum siap, tetapi apabila hanya untuk
mengenal satu-sama lain dan dalam batas sewajarnya hal tersebut tidak apa-apa
dilakukan terutama untuk meningkatkan prestasi belajar mereka sendiri selain itu peran
orang tua dan guru sangat penting agar mereka tidak terjerumus dalam perilaku-
perilaku tidak baik yang ditimbulkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. (2010). “Pengaruh Pacaran Terhadap Prestasi Belajar Siswa”. Retrieved
Desember 10, 2013, from anneahira.com/Pengaruh Pacaran Terhadap Prestasi Belajar
Siswa.htmlp

Seo, Dany. (2013). Retrieved Desember 10, 2013, from Makalah Bahasa Indonesia
Pengaruh Berpacaran Saat Usia Remaja ~ Pusat Sekolah.htm

Anda mungkin juga menyukai