Anda di halaman 1dari 89

Buku Saku

Pengabdian Masyarakat

Bucin bukan berarti Cinta

Sosialiasi Kekerasan Dalam Pacaran di


Kalangan Remaja

Zulkifli Ismail, S. H., M. H.


Melanie Pita Lestari, S. S., M. H.

Fakultas Hukum
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

1
1
Pendahuluan
Manusia adalah mahluk sosial, oleh karena itu
dalam memenuhi hajat dan keperluannya manusia
memerlukan bantuan dan kerjasama orang lain, dan
menyebabkan interaksi dan pergaulan dengan orang lain
tidak dapat dihindarkan. Dalam kehidupan sehari-hari,
interaksi budaya serta norma dari Barat dan Timur tidak
dapat dielakkan. Interaksi ini tentunya membawa
pergeseran nilai baik yang positif maupun yang negatif.
Hal ini dapat kita lihat dalam pergeseran nilai dalam
pergaulan antar lawan jenis di kalangan remaja.
Masa remaja sering disebut sebagai masa
penghubung atau peralihan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa, merupakan masa di mana terjadi
perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai
kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah,
terutama fungsi seksual.1 Menurut Rice, masa remaja
adalah masa peralihan ketika seorang individu tumbuh
dari masa anak-anak menjadi individu yang memiliki
kematangan. Pada masa tersebut ada dua hal penting yang
menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri:
Pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya
perubahan lingkungan; dan Kedua, adalah hal yang
bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja
yang membuat remaja relatif lebih bergejolak

1
Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung:
CV. Mandar Maju, 1995

2
dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (storm
and stress period).2
Masa remaja identik dengan pergolakan mental
yang dapat membawa pengaruh terhadap gaya hidup dan
perilaku remaja. Proses pencarian jati diri pada remaja
akan membawa mereka mencoba berbagai hal dalam
hidupnya. Dalam proses pencarian jati diri, remaja
memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang sangat tinggi.
Seorang remaja akan mencoba berbagai hal yang
menurutnya menarik terutama pada hal-hal baru yang
belum pernah ia lakukan sebelumnya.
Pada masa remaja ini, cara berpikir dan
berperilaku pun masih sangat labil, sehingga setiap
aktivitas yang dilakukan remaja akan berpotensi
mengarah pada perilaku menyimpang yang bertolak
belakang dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Tindakan seperti kenakalan remaja, tawuran, kekerasan,
pemerkosaan, minum-minuman keras ataupun pemakaian
narkoba merupakan bentuk tindakan yang sering terjadi
pada remaja saat ini.
Perubahan yang mencolok terjadi pada masa ini,
dan membutuhkan penyesuaian diri terhadap tuntutan
sosial. Selain perubahan fisik, perubahan kejiwaan atau
perubahan emosional juga dialami oleh para remaja salah
satunya adalah gairah seksual seperti halnya mulai
tertarik pada lawan jenis.
Jatuh cinta di kalangan remaja merupakan hal
yang manusiawi karena manusia selalu membentuk

2
S. D. Gunarsa dan Y. S. D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, Jakarta: Gunung Mulia, 2004

3
hubungan sosial dengan orang lain di mana hubungan ini
akan meningkat seiring dengan pertambahan usia
manusia. Interaksi dengan orang lain dalam – hal ini
hubungan sosial – merupakan hubungan sesama teman
dan hubungan antara orangtua dan anak yang kemudian
berubah menjadi hubungan mixed gender dan hubungan
romantis. Hubungan romantis ini sering juga disebut
dengan pacaran.
Pacaran (dating) memiliki arti seorang laki-laki
dan seorang perempuan pergi keluar bersama-sama untuk
melakukan berbagai aktivitas yang sudah direncanakan
sebelumnya. Menurut Guemey dan Arthur, pacaran adalah
aktivitas sosial yang membolehkan dua orang yang
berbeda jenis kelamin untuk terikat dalam suatu interaksi
sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan
keluarga.3 Robert J. Havighurst mengemukakan bahwa
pacaran adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan
yang diwarnai dengan keintiman di mana keduanya
terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui sebagai
pacar serta dapat memenuhi kebutuhan dari kekurangan
pasangannya. Kebutuhan itu meliputi rasa empati, saling
mengerti dan menghargai antarpribadi, berbagi rasa,
saling percaya dan setia dalam rangka memilih pasangan
hidup.4
Aktualisasi rasa cinta dan saling memiliki oleh
seseorang yang dicintai, untuk mendapatkan perhatian
dan penghargaan orang lain tercermin dari perilaku-
perilaku seperti: berpegangan tangan atau merangkul di

3
Dian Widianti, Ensiklopedi Cinta, Bandung: Mizan Media Utama, 2006
4
Ibid

4
tempat umum, seolah menunjukkan bahwa keduanya
tidak akan terpisahkan. Fenomena gaya berpacaran
remaja seperti ini, memperkenalkan istilah bucin di
kalangan masyarakat dan istilah ini sempat menduduki
peringkat nomor 1 di google trends pada tahun 2019.
Istilah ini digunakan untuk menyingkat penyebutan budak
cinta.
Kata bucin biasanya disematkan kepada seseorang
yang menghamba pada kekasihnya. Individu yang dilabeli
bucin rela melakukan apapun demi menunjukkan rasa
cintanya kepada kekasihnya. Hal ini biasanya dilakukan
dengan menunjukkan keromantisan termasuk secara
vulgar memperlihatkan rasa sayang maupun kalimat
mesra di media sosial.5
Dewasa ini, nampaknya istilah bucin
menunjukkan pergerakan ke arah negatif. Bucin tidak
dapat disamakan dengan cinta yang berlebihan. Individu
yang menyandang status bucin biasanya menunjukkan
perilaku mencari, ingin disayangi, dicintai, dan lain
sebagainya namun dengan kadar yang berlebihan.
Kebutuhan akan cinta dan kasih sayang merupakan hal
yang normal, namun hal ini akan mengkhawatirkan ketika
perilaku yang muncul sudah melampaui batas kewajaran.
Fenomena bucin dapat dikaitkan dengan masalah
psikologis akibat unfinished business seseorang di masa

5
Tim CNN Indonesia, Kenali Tanda-Tanda Bucin Alias Budak Cinta,
2020
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200213210501-277-
474454/kenali-tanda-tanda-bucin-alias-budak-cinta

5
lalu, salah satunya tidak terpenuhinya kebutuhan akan
kelekatan pada orang tua.6
Pada usia remaja, umumnya muncul proses untuk
menjalin hubungan intimasi dengan lawan jenis. Jika dikaji
menurut teori perkembangan psikososial Erikson, remaja
yang berada pada rentang usia 18-22 tahun sedang
mengalami tahap krisis identitas versus kebingunan
identitas.7 Pada rentang usia ini remaja memiliki tugas
untuk menemukan siapa diri mereka dan kemana mereka
akan pergi dalam hidupnya. Remaja idealnya melakukan
upaya eksplorasi identitas dirinya yang termanifestasi
dalam keinginan mengembangkan minat pada karir dan
perilaku pacaran. Pengalaman romantis pada masa
remaja, menurut Erikson memainkan peranan penting
dalam perkembangan identitas remaja. Ketika berhasil
mengeksplorasi peran, maka remaja akan mencapai
identitas positif, namun jika yang terjadi sebaliknya maka
remaja akan mengalami kebingungan identitas. 8 Pacaran
pada masa remaja membantu individu dalam membentuk
hubungan romantis selanjutnya termasuk ke jenjang
pernikahan pada tahap dewasa.
Layaknya pisau yang bermata dua, akan lebih baik
jika energi untuk membangun hubungan romantis pada
masa remaja tersalurkan dengan tepat. Jika tidak, perilaku
bucin dapat membawa pasangan remaja menuruti apa saja

6
Tim CNN Indonesia, Bucin: Ketika Manusia Rela “Diperbudak” Cinta.
2020
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200213210501-277-
474674/bucin-ketika-manusia-rela-diperbudak-cinta
7
J. W. Santrock. Remaja. Jakarta: Erlangga, 2007
8
Ibid

6
kemauan pasangannya sekalipun mengetahui itu bukanlah
hal yang baik, bahkan termasuk permintaan yang tidak
masuk akal yang dapat merugikan diri sendiri. Peristiwa
yang tidak diharapkan seperti kekerasan dalam pacaran,
pemerasan keuangan, hubungan seksual di luar
pernikahan, hubungan yang mengarah ke hal negatif
lainnya hingga bisa berujung pada keinginan untuk bunuh
diri menjadi dampak yang sangat mengkhawatirkan.
Timbulnya kekerasan dalam berpacaran pada
remaja pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
ketidakmampuan remaja dalam melakukan kontrol diri.
Keadaan metal dan emosi yang masih labil akan
mendorong remaja melakukan tindakan kekerasan tanpa
berpikir panjang. Keadaan yang rentan pada remaja ini
kemudian menjadikan setiap permasalahan dalam
pacaran susah dihadapi dan terkesan rumit. Pola pikir
yang belum matang pada remaja mendorong setiap
tindakan yang dilakukan berpotensi pada terjadinya
kekerasan.
Kekerasan yang sebagian besar korbannya adalah
perempuan seringkali diakibatkan karena adanya
ketimpangan pemahaman antara laki-laki dan perempuan
yang dianut dalam masyarakat. Perempuan menurut
pandangan laki-laki merupakan mahluk yang lemah,
penurut dan pasif sehingga menjadi alasan utama
terjadinya perlakuan yang semena-mena.9
Meskipun tindak kekerasan ini termasuk ke dalam
bentuk kekerasan terhadap perempuan, namun tidak

9
Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2004, hlm. 12

7
menutup kemungkinan bahwa korban dari tindak
kekerasan ini adalah remaja laki-laki, namun dikarenakan
adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan
perempuan maka yang lebih sering menjadi korban dari
tindak kekerasan ini adalah perempuan.
Masyarakat pada umumnya kurang menyadari
akan tindak kekerasan dalam pacaran. Hal ini disebabkan
karena masa pacaran dianggap sebagai masa yang penuh
dengan hal-hal indah. Kurangnya informasi dan data
laporan dari korban mengenai kekerasan tersebut
mengakibatkan masyarakat tidak menyadari keberadaan
tindak kekerasan ini.

8
2
Kekerasan dalam Pacaran

2.1. Pengertian
Fenomena pacaran di kalangan remaja sudah tidak
asing lagi. Setiap orang dalam menjalani proses pacaran
memiliki motif yang berbeda. Seringkali para remaja tidak
menyadari bahwa di balik romantisme yang ditawarkan
dari pacaran terselip bahaya berupa kekerasan.
Kekerasan dalam pacaran merupakan fenomena
sosial yang banyak terjadi dan memiliki kecenderungan
bahwa perempuan yang menjadi korbannya. Tidak banyak
orang yang menyadari bahwa hubungan kasih sayang
sebelum menikah sangat rawan terhadap kekerasan
bahkan sebagian menganggap bahwa itu adalah
konsekuensi dalam relasi pacaran, sehingga ketika terjadi
kekerasan dalam pacaran, orang tersebut akan tetap
berusaha mempertahankan hubungannya.
Kekerasan dalam pacaran adalah segala bentuk
tindakan yang mempunyai unsur pemaksaan, tekanan,
perusakan dan pelecehan fisik maupun psikologis. Hal ini
dapat dilakukan oleh pria maupun wanita. Rasa percaya
tumbuh secara proporsional seiring dengan intensitas
waktu yang kita habiskan bersama orang-orang yang
berada di dekat kita. Pada waktu bersamaan, kedekatan
satu individu dengan individu lainnya tidak menjamin
sehatnya suatu hubungan, termasuk pacaran. Pada
kenyataannya, seperti halnya dalam relasi perkawinan,
kedekatan dalam pacaran dapat membuat seseorang lebih
rentan terkena kekerasan. Hubungan yang bersifat

9
eksklusif dalam pacaran seringkali mendasari justifikasi
kendali berlebihan atas pasangan.
Kekerasan dalam pacaran merupakan sebuah
tindakan yang tejadi dalam relasi antarmanusia sehingga
untuk mengidentifikasi pelaku dan korban harus juga
dilihat dari posisi dalam relasi tersebut. Kekerasan hampir
selalu terjadi dalam posisi hierarki, yang artinya situasi
dalam masyarakat terstruktur (atas dan bawah). Dalam
hubungan masyarakat seperti ini, kelompok yang berada
di posisi atas sangat potensial untuk melakukan tindakan
kekerasan atau menindas kelompok yang ada di
bawahnya.
Berbagai kasus kekerasan dalam pacaran telah
terekspos di media. Dalam catatan tahunan Komisi
Nasional Perempuan tahun 2017, disebutkan bahwa 19%
kekerasan di ranah rumah tangga/relasi personal adalah
kekerasan dalam pacaran, yang menempati peringkat
ketiga dengan jumlah 1.873. Kasus tertinggi kategori
pelaku kekerasan seksual dalam ranah relasi personal
merupakan pacar dengan pelaporan sebesar 1.528 kasus.
Besar jumlah angka tercermin dalam kasus yang nyata
terjadi di lingkup masyarakat. Kasus dan data yang ada
membuktikan bahwa kekerasan dalam pacaran adalah
permasalahan yang harus segera ditangani.

10
https://mitrawacana.or.id/seksual-dan-reproduksi-berbasis-gender/

2.2. Berbagai Perspektif dalam Mendefinisikan


Cinta
Hubungan pacaran jika dikaji dari keilmuan
psikologi dapat diartikan dengan teori tentang cinta yang
menjadi kebutuhan manusia. Beberapa tokoh serta teori
turut mengkaji cinta dalam berbagai konteks. Menurut
Sigmund Freud, manusia memiliki kecenderungan
narsisme primer yakni menganggap diri sendiri penting
sebagai cara untuk menyelamatkan diri dari tantangan
kehidupan,10 namun demikian, lebih lanjut Ewen
menyatakan berhubungan dengan orang lain melalui cinta
dapat meminimalkan kecenderungan bawaan tersebut.
Maslow mengatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan seseorang dapat terhambat tanpa adanya

10
R. B. Ewen, An Introduction to Theories of Personality, 7th edition,
Taylor and Francis Group, LLC, 2010

11
cinta.11 Kekurangan cinta berhubungan dengan timbulnya
gangguan penyesuaian diri serta kelainan jiwa berat
akibat terganggunya pertumbuhan fisik, intelektual,
emosional dan spiritual.12
Cinta merupakan kebutuhan dasar manusia yang
juga dapat dikaji dalam konteks hubungan pacaran dalam
hierarki kebutuhan Maslow. Hubungan pacaran dapat
dijelaskan sebagai sebuah kebutuhan akan cinta yakni
perasaan kasih sayang, kegembiraan dan kerinduan untuk
menjalin interaksi dengan orang lain terutama orang yang
dicintai.13 Selanjutnya dalam buku tersebut, Maslow juga
mengemukakan bahwa terpenuhinya kebutuhan akan
cinta juga dapat membuat seseorang tidak mementingkan
diri sendiri, menyenangkan, jujur, serta bersedia
mengungkapkan kelemahan dan kekuatan seseorang
dengan menghormati kebutuhan dan individualitas orang
yang dicintai. Bagi Maslow, cinta merujuk pada
kemampuan individu membangun hubungan yang sehat
dan penuh kasih mesra satu sama lain termasuk sikap
saling percaya.14 Kebutuhan akan cinta Maslow
ditekankan pada keinginan dimengerti dan dipahami oleh
orang lain, ini tidak sama dengan kebutuhan seks yang
justru dikategorikan dalam kebutuhan fisik.
Erich Fromm mengemukakan bahwa seni
mencintai melibatkan adanya rasa memedulikan orang
11
F. G. Goble, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow,
Yogyakarta: Kanisius, 1987
12
A. J. A. Sundah, Psikologi Konseling. Edisi 1, Jakarta: Seribu Bintang,
2018
13
R. B. Ewen, Op. Cit
14
F. G. Goble, Op. Cit,

12
lain, mengetahui perasaan dan keinginan orang yang
dicintai, menghargai orang itu berkembang dengan
caranya sendiri, serta menunjukkan tanggung jawab
kemanusiaan.15 Fromm lebih lanjut menjelaskan bahwa
cinta tidak hanya semata-mata tentang menjalin
hubungan dengan satu orang yang spesifik namun juga
menjadi orientasi karakter yang menentukan keterkaitan
seseorang dengan dunia secara keseluruhan. Fromm
menyebutkan jika seorang individu benar-benar
mencintai satu orang, maka ia juga mencintai semua
orang. mencintai dunia, dan mencintai kehidupan. Cinta
merupakan akar yang kokoh untuk mencari keamanan di
dunia yang menyerupai konstruksi sosial Adlerian.
Jika dikaitkan dengan teori Psikologi Sosial, cinta
tidak dapat terlepas dari tokohnya yakni Sternberg.
Menurut teori Segitiga Cinta Sternberg, terdapat tiga
komponen utama dalam cinta yakni sebagai berikut:16
a. Intimasi, yakni elemen emosi yang ditunjukkan
dengan adanya perasaan kagum, dekat, terkait dan
terikat dalam hubungan, serta ingin memberi
perhatian pada sang kekasih. Intimasi menjadi inti
umum di setiap jenis hubungan cinta;
b. Hasrat/nafsu, yakni elemen motivasi yang
ditunjukkan dengan adanya dorongan yang
didasari oleh daya tarik fisik dan seksual serta ada
kebutuhan untuk memberi dan menerima,
menjaga harga diri serta mendominasi;

15
R. B. Ewen, Op. Cit.
16
S. E. Taylor, L. A. Peplau dan D. O. Sears, Psikologi Sosial. Edisi Kedua,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2009

13
c. Komitmen, yakni komponen kognitif dalam cinta
yang secara jangka pendek terkait dengan
keputusan mencintai orang lain sedangkan dalam
waktu jangka panjang terkait menjaga cinta.
Selanjutnya, tiga komponen ini dapat merefleksikan
kombinasi tiga komponen cinta yang termanifestasi dalam
delapan tipe hubungan cinta lainnya yang berbeda-beda
sebagai berikut:17
a. Rasa suka yakni cinta yang berdasarkan intimasi
semata di mana hubungan secara esensial
dimaknai sebagai hubungan persahabatan;
b. Cinta membara, yakni cinta yang hanya dibangun
oleh komponen nafsu dan bersifat obsesif;
c. Cinta hampa, yakni cinta yang dilandasi komitmen
saja tanpa ada intimasi dan nafsu;
d. Cinta romantis, yakni hubungan cinta yang
didasarkan pada komponen nafsu dan keintiman
sehingga diwarnai dengan nafsu yang kuat dan
keinginan untuk menjalin hubungan yang lebih
dekat tanpa adanya komitmen yang biasanya
tercermin dalam hubungan pacaran;
e. Cinta berdasarkan persahabatan, yakni hubungan
yang dibangun atas dasar keintiman dan
komitmen tanpa hasrat berlebihan seperti dalam
pernikahan;
f. Cinta tolol, yakni cinta yang dibangun dari
komponen komitmen dan nafsu seperti cinta pada
pandangan pertama;

17
Ibid.

14
g. Cinta sempurna, yakni pengalaman cinta tertinggi
atau cinta ideal yang melibatkan ketiga unsur
pembentuk cinta yang biasanya dijumpai dalam
hubungan cinta orang dewasa atau hubungan
antara orangtua dan anak.
Menurut Sternberg, cinta yang ideal dalam suatu
hubungan percintaan adalah apabila komponen intimasi,
komponen hasrat/nafsu dan komponen komitmen dalam
proporsi seimbang, berderajat tinggi sehingga memiliki
jenis cinta sempurna.18
Hal ini bersesuaian dengan konsep Psikologi
Positif yang menyatakan bahwa cinta seharusnya kaya
akan atribut positif seperti peningkatan empat dan
altruisme. Atribut ini bukan hanya untuk orang yang
dicintai tetapi kepada dunia secara lebih luas. Jadi, dalam
Psikologi Positif, cinta dipandang sebagai konsep sentral
dalam struktur dinamis yang terhubung dari konsep
positif lainnya.

2.3. Hubungan Romantis dan Pacaran


Masa remaja dalam kaitannya dengan konteks
sosial sangat dekat dengan hubungan persahabatan dan
juga pacaran sesuai kajian hubungan sebaya dalam teori
psikologi perkembangan.19 Hubungan pacaran merupakan
salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan manusia untuk
menjalin hubungan dengan orang lain dalam rangka
menjadi bagian dari kelompok. Hubungan pacaran erat

18
C. R. Snyder and S. J. Lopez, Positive Psychology The Scientific and
Practical Exploration of Human Strengths, Sage Publication, Inc., 2002
19
J. W. Santrock, Adolescence, New York: McGraw-Hill Education, 2014

15
kaitannya dengan hubungan romantis yang memang pada
umumnya dialami remaja.
Kondisi ini memerlukan cinta sebagai komponen
utama. Perilaku pacaran sebagaimana didefinisikan oleh
Kurniawati dan Moordiningsih dapat digolongkan dalam
kategori sebagai berikut:20
a. Perilaku pacaran yang dikategorikan sewajarnya
yakni mengobrol, berpegangan tangan, melirik
pasangan, makan berdua dan berjalan-jalan;
b. Perilaku pacaran yang melibatkan kontak fisik
yang menurut remaja wajar dilakukan adalah
berpegangan tangan, berpelukan, mencium pipi,
kening, necking, dan cium bibir;
c. Perilaku pacaran yang dikategorikan tidak
sewajarnya seperti memegang atau mencium
payudara, memegang area sensitif, dan melakukan
hubungan seksual.
Dalam menjalani sebuah hubungan pacaran, remaja
memiliki kemungkinan untuk menunjukkan semua
kategori pacaran yang disebutkan di atas. Seringkali
perilaku yang ditunjukkan remaja umumnya mengarah ke
hubungan negatif terkait karakteristik perkembanganya
yang masih labil, namun demikian jika diarahkan dan
mendapat kontrol yang tepat, justru hubungan pacaran
dapat membawa manfaat, seperti: lebih semangat belajar,
pacar dapat dijadikan kawan berdiskusi, membuat lebih

20
N. Kurniawati dan Moordiningsih, Perilaku Berpacaran Pada Remaja
Usia Madya: Studi Kasus di Daerah Kabupaten Merangin Provinsi Jambi,
2012.
http://doi.org/10.19641/j.cnki.42-1290/f.2012.03.022 diakses pada
tanggal 22 September 2021

16
percaya diri, pacar dapat membuat seseorang lebih
nyaman serta saling mengingatkan.
Orang yang sedang jatuh cinta secara signifikan
lebih bahagia daripada mereka yang tidak mengalaminya.
Begitu pula dengan orang yang sedang menjalin suatu
hubungan. Hubungan romantis yang memuaskan dapat
memprediksi psychological well-being (kesejateraan
psikologis), kesehatan fisik, dan menunjukkan harapan
hidup yang lebih lama. Remaja yang memiliki kualitas
hubungan yang baik memiliki tingkat penyesuaian
psikologis yang tinggi pula.21 Dengan demikian, dalam
suatu hubungan, pemilihan pasangan merupakan
keputusan yang akan berimplikasi penting.
Selain kontrol internal dari remaja, pentingnya
peran pihak eksternal seperti orangtua, teman sebaya dan
lingkungan sosial dalam hubungan pacaran remaja
memegang peranan penting.22
Remaja yang mendapatkan pola asuh yang baik
serta dukungan dari orangtua memiliki kemungkinan yang
jauh lebih besar untuk melakukan perilaku pacaran yang
sehat dibandingkan dengan remaja yang memiliki pola
asuh yang kurang baik.23 Intensitas cinta dalam pacaran
21
C. Viejo, R. Ortega-Ruiz and V. Sanchez. Adolescent Love and Well-
Being: The Role of Dating Relationship for Psychological Adjustment.
Journal of Youth Studies, 18 (9), 1219-1236, 2015
http://doi.org/10.1080/13676261.2015.1039967 diakses pada
tanggal 22 September 2021
22
A. Mardiah, D. P. dan E. Syahriati, Peranan Dukungan Sosial dalam
Mencegah Kekerasan dalam Pacaran: Studi Korelasi Pada Remaja di
Jakarta. Jurnal Psikologi Ulayat, 4 (1), 29-42, 2017
http://doi.org/10.24854/jpu2017-78
23
T. S. U. Dari dan D. Ratnawati, Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan
Perilaku Berpacaran Pada Remaja di SMAN 6 Depok. Jurnal

17
pada remaja menurut Sunarto menunjukkan adanya peran
pola asuh autoritatif dan pemantauan diri secara bersama-
sama didalamnya. Orangtua yang dapat memberikan
dukungan dan kehangatan pada anak turut berperan
dalam pemantauan diri yang menyesuaikan kondisi dan
situasi yang dijlani anak seperti waktu yang tepat untuk
menunjukkan prilaku sesuai keinginan pribadi dan waktu
yang tepat berperilaku sesuai harapan lingkungan.24
Lingkungan pertemanan yang aktif melakukan
kegiatan positif juga memiliki peran dalam perilaku
pacaran pada remaja. Kontribusi teman sebaya
mempengaruhi perilaku pacaran remaja.25 Lingkungan
sosial remaja seperti guru juga berperan dalam hubungan
pacaran yang sehat dan positif pada remaja untuk
melakukan tindakan preventif berupa peer educator dan
peer counselor.26

2.4. Proses Terjadinya Kekerasan dalam Pacaran


Masa peralihan dari kanak-kanak menjadi remaja adalah
masa yang sangat rentan dalam tahapan perkembangan
anak. Pada masa ini seorang individu akan mengalami
banyak perubahan baik secara fisik, mental dan cara

Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 2 (2), 125-144, 2015


http://ejounal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/view/863/598
24
V. Sunarto dan I. M. Rustika, Peran Pola Asuh Autoratif dan
Pemantauan Diri Terhadap Intensitas Cinta dalam Berpacaran pada
Remaja Akhir di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal
Psikologi Udayana, 2 (2), 256-265, 2015
25
N. Berliana, Peranan Pola Asuh Ibu dan Teman Sebaya Pada Perilaku
Pacaran Remaja. Berita Kedokteran Masyarakat. 33 (4), 161-166, 2017
http://doi.org/10.22146/bkm.11627
26
Ibid.

18
berpikir. Perubahan-perubahan ini membawa seseorang
pada rasa ingin tahu yang tinggi terhadap suatu hal yang
baru, seperti: pacaran. Pacaran bagi seorang remaja
merupakan hal baru yang menawarkan gambaran penuh
kemesraan dan keintiman, namun permasalahannya
adalah dengan adanya pacaran pada remaja, mereka
dihadapkan untuk bisa atau tidak menghadapi hal
tersebut.
Kebanyakan dari remaja belum memiliki
kematangan secara emosi dan perilaku, sehingga mereka
sebenarnya belum siap untuk melakukan pacaran. Hal ini
kemudian dapat memunculkan banyak masalah terhadap
remaja yang berpacaran, salah satunya adalah terjadinya
kekerasan dalam pacaran.
Kekerasan dalam pacaran terjadi melalui tahapan-
tahapan sebagai berikut:
a. Adanya pacaran
Pacaran diawali dengan rasa cinta yang tumbuh di
antara remaja yang kemudian dilanjutkan dengan
adanya pendekatan. Tahap pendekatan ini sangat
familiar dengan istilah PDKT. PDKT merupakan
bentuk pengenalan awal untuk mengetahui atau
mencari perhatian terhadap seseorang yang ingin
dijadikan pacar. Setelah calon pasangan saling
mengenal, biasanya si pria akan berinisiatif
“menembak”27 si wanita untuk dijadikan pacar
(walau tidak menutup kemungkinan yang
“menembak” adalah si wanita) dan jika semua

27
Menembak adalah istilah di kalangan remaja yang digunakan sebagai
asosiasi menyatakan perasaan

19
berjalan lancar maka mereka akan resmi
berpacaran.
Fenomena berpacaran di kalangan remaja
sudah menjadi gaya hidup yang sulit untuk
dihindari. Perkembangan teknologi dan informasi
yang semakin canggih juga mendukung dan
mempermudah terjadi pacaran.
b. Terjadinya Penguasaan dalam Pacaran
Penguasaan secara ringkas dapat diartikan
sebagai bentuk dominasi terhadap kelompok
tertentu. Dalam kaitannya dengan pacaran,
penguasaan didefinisikan sebagai suatu bentuk
penguasaan seseorang terhadap pasangannya
yang membuat dominasi terhadap salah satu pihak
kepada pihak lain sehingga mengakibatkan pihak
yang terdominasi selalu dibatasi dan mengikuti
keinginan pasangannya.
Penguasaan ini terjadi tidak hanya dalam
konteks pria menguasai wanita, namun dapat
terjadi sebaliknya di mana wanita yang menguasai
pria. Penguasaan yang sering terjadi dalam
pacaran bisa berbentuk pembatasan seseorang
terhadap aktivitas pasangannya; juga bisa
berbentuk memenuhi semua keinginan
pasangannya karena adanya ancaman atau
perasaan takut ditinggalkan.
Penguasaan dalam pacaran dapat terjadi
dikarenakan rasa posesif berlebihan yang dimiliki
oleh seorang remaja terhadap pasangannya
sehingga salah satu pihak memberikan batasan

20
terhadap gerak pasangannya. Dalam keadaan
seperti ini akan timbul dominasi dan
ketidakseimbangan dalam hubungan pacaran yang
akan mengakibatkan lemahnya posisi salah satu
pihak.
c. Terjadinya Kekerasan dalam Pacaran
Terjadinya kekerasan dalam pacaran
merupakan tahap lanjutan dari adanya pacaran
dan penguasaan dalam pacaran. Pada tahapan ini
adanya pacaran berkembang pada keadaan yang
lebih ekstrim sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan pihak tertentu.
Kekerasan dalam pacaran dapat dimaknai
sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat
terhadap seseorang yang berposisi lebih lemah
dengan menggunakan sarana kekuatannya, baik
fisik maupun non fisik dengan kesengajaan untuk
menimbulkan rasa derita di pihak yang tengah
menjadi obyek kekerasan.28 Dengan demikian,
kekerasan digunakan untuk menggambarkan
perilaku baik yang bersifat terbuka (overt)
maupun yang bersifat tertutup (covert) dan baik
yang bersifat menyerang (offensive) ataupun
bertahan (deffensive) yang disertai dengan
penggunaan kekuatan terhadap orang lain.
Proses terjadinya kekerasan dalam pacaran yang ditandai
dengan adanya penguasaan salah satu pihak merupakan
tindakan yang terjadi dalam relasi antar manusia sehingga
28
Mufida, 2004

21
untuk mengidentifikasi pelaku dan korban harus juga
dilihat dari posisi relasi.
Kekerasan hampir selalu terjadi dalam posisi
hierarki yang artinya situasi dalam masyarakat
terstruktur hubungan atas bawah. Dalam hubungan
masyarakat seperti ini, kelompok yang berada di posisi
atas sangat berpotensi melakukan tindakan kekerasan
atau menindas kelompok yang ada di bawahnya.

2.5. Bentuk Kekerasan dalam Pacaran


Kekerasan dalam pacaran (KDP) atau dating
violence merupakan perilaku kasar, agresif dan
membatasi dalam sebuah hubungan pacaran. Secara
umum, kekerasan dalam pacaran dibagi menjadi tiga
macam, yaitu: fisik, emosional (psikis) dan seksual. 29
Sumber lain mencantumkan kategori tambahan, yaitu
kekerasan ekonomi seperti melarang bekerja dan
memanfaatkan keuangan pribadi pasangan.30
Secara garis besar kekerasan dalam pacaran dapat
dipisahkan menjadi 2 jenis yaitu:
(1) Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan
pemukulan dan serangan fisik yang dilakukan oleh
seseorang terhadap pasangannya yang
menyebabkan rasa sakit, cedera, luka atau cacat
pada tubuh seseorang atau menyebabkan
kematian.
29
http://www.womenshealth.gov/relationships-and-safety/other-
types/dating-violence-and-abuse
30
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1669/
Waspada-bahaya-kekerasan-dalam-pacaran

22
Biasanya kekerasan yang terjadi dalam
relasi pacaran lebih dipicu oleh persoalan yang
sederhana, namun dikarenakan usia yang masih
muda sehingga belum memiliki pengendalian diri
guna mengontrol tindakan yang dilakukan.
(2) Kekerasan Non Fisik (Psikis)
Kekerasan non fisik merupakan tindakan
yang bertujuan merendahkan citra atau
kepercayaan diri seseorang baik melalui kata-kata
maupun melalui perbuatan yang tidak disukai atau
dikehendaki oleh korbannya. Bentuk kekerasan
non fisik diantaranya adalah berbicara
kasar/mencaci maki/ menghina dan
menghabiskan uang salah satu pasangannya.
Seseorang yang melakukan kekerasan non
fisik terhadap pasangannya disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu
adanya suatu kondisi psikis dan kepribadian yang
terbentuk dari pengulangan tingkah laku secara
terus menerus, sedangkan faktor eksternal yaitu
adanya pemicu atau kondisi yang memungkinkan
terjadinya konflik.
Kekerasan non fisik dapat dipisahkan
menjadi kekerasan psikis dan kekerasan seksual
dengan jenis kekerasan sebagai berikut:

Jenis-Jenis Kekerasan dalam Pacaran


Fisik Psikis Seksual
Memukul Mengabaikan Memaksa pasangan
perasaan untuk berhubungan

23
pasangan seksual
Mengguncangkan Menghina Memaksa pasangan
pendapat atau untuk berhubungan
prinsip pasangan seksual tanpa
kontrasepsi
Melemparkan Mencaci maki Memaksa pasangan
barang ke pasangan untuk berhubungan
seksual tanpa
keinginan atau
persetujuan dari
pasangan
Mendorong Mengisolasi
pasangan dari
lingkungan
Mengigit Berbohong

Menggunakan Melarang
senjata untuk pasangan untuk
menyerang pergi
pasangan
Mengancam akan
menyakiti diri
sendiri
Sumber: Violence Prevention Works31

Selain bentuk kekerasan yang telah dijelaskan dalam tabel


di atas, sumber lain menyebutkan bahwa bentuk
kekerasan dalam pacaran dapat terjadi dalam bentuk:

31

http://www.violencepreventionworks.org/public/recognizing_dating_
violence

24
a. Kekerasan ekonomi, seperti: meminta pasangan
untuk mencukupi segala keperluan hidupnya
seperti memanfaatkan atau menguras harta
pasangan;
b. Kekerasan pembatasan aktifitas banyak
menghantui perempuan dalam berpacaran,
seperti: pasangan terlalu posesif, terlalu
mengekang, sering menaruh curiga, selalu
mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah
marah dan suka mengancam.

Saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi, maka


bentuk kekerasan dalam pacaran dapat berupa
kekerasan digital.
Kekerasan digital adalah suatu bentuk kekerasan
dengan menggunakan teknologi, khususnya sms atau
media sosial. Kekerasan digital sering terjadi di kalangan
anak muda tetapi bisa saja terjadi pada siapa saja yang
menggunakan teknologi, seperti telepon pintar dan
komputer. Bentuk-bentuk dari kekerasan digital adalah
sebagai berikut:
a. Panggilan telepon atau sms yang tidak diinginkan
b. Pelecehan dalam media sosial;
c. Tekanan untuk mengirim foto telanjang atau
pribadi (disebut sexting);
d. Menggunakan teks atau media sosial untuk
mengecek, menghina atau mengendalikan
pasangannya untuk bertemu atau berteman
dengan siapa saja;

25
e. Menuntut password (kata sandi) pasangan di
media sosial atau email (surat elektronik);
f. Menuntut jawaban segera atas sms, email atau
telepon dari pasangan.

Setiap manusia dilahirkan baik dan bernalar, namun yang


membuatnya memiliki tabiat jahat adalah keberadaan
institusi, pendidikan serta teladan-teladan buruk.
Terkadang kekerasan sering terjadi karena disebabkan
oleh faktor internal si pelaku, seperti karakter yang
emosional, keras kepala, pencemburu dan mudah
tersinggung.

26
https://www.unala.net/2019/02/12/menjalin-pacaran-tanpa-kdp/

27
28
29
2.6. Motif Kekerasan dalam Pacaran
Dalam suatu hubungan pastinya terdapat motif,
makna atau arti yang melatarbelakangi munculnya
tindakan sosial tersebut. Fenomenologi adalah sebuah
pendekatan yang bisa memahami dan
menginterpretasikan sebuah motif dan makna
tersembunyi dari suatu tindakan. Kekerasan selalu
muncul sebagai akibat dari motif seseorang guna
pemenuhan kebutuhannya.
Fenomenologi Schutz menekankan adanya
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku manusia
sehari-hari, di mana tindakan manusia didasarkan atas
dua motif, yaitu motif sebab dan motif tujuan.
Kekerasan dalam pacaran yang banyak terjadi
dapat disebabkan oleh motif berikut, di antaranya:
(1) Rasa Cemburu
Orang yang memiliki rasa cemburu pada
dasarnya adalah orang yang kurang memiliki rasa
kepercayaan diri sehingga bila ada orang yang
mencintai dan menerima dirinya sebagai
pasangan, maka ia akan berusaha menguasai
pasangannya karena selalu diliputi kecemasan dan
ketakuatan akan kehilangan rasa cinta dari
pacarnya.
Pada umumnya, rasa cinta menghasilkan
perbuatan-perbuatan yang positif namun
dikarenakan rasa cinta itu didasari atas keinginan
untuk memiliki, maka ada kecenderungan untuk
berperilaku mengekang, membatasi dan
mengawasi tingkah laku pasangannya serta akan

30
marah bila pasangannya tersenyum atau bergaul
akrab dengan seseorang yang berlawanan jenis.
Seseorang yang memiliki rasa cemburu
akan cenderung melakukan kekerasan terhadap
pacarnya, hal ini dikarenakan orang dengan rasa
cemburu yang tinggi memiliki kecenderungan
untuk menahan dan mengikat apa pun yang
dianggap dan dirasa miliknya baik berupa obyek
materi maupun non materi.
(2) Masalah kurang perhatian
Pacaran merupakan aktivitas sosial yang
membolehkan dua orang yang berbeda jenis
kelamin untuk terikat dalam suatu interaksi sosial
dengan pasangan yang tidak memiliki hubungan
keluarga. kecenderungan seseorang yang menjalin
hubungan pacaran yakni selalu ingin diperhatikan
dan bersikap manja pada pasangannya.
Remaja yang dari segi usia masih sangat
labil tentunya membuthkan perhatian lebih dari
orang-orang yang ada di sekitarnya. Keinginan
untuk selalu diperhatikan dan mendapatkan kasih
sayang dari orang-orang terdekat mampu
mendorong seorang remaja untuk melakukan hal-
hal yang menyimpang ketika ia tidak mendapatkan
pemenuhan atas keinginannya tersebut.
(3) Tidak Patuh
Pacaran kerap identik dengan tuntutan
dan larangan dari salah satu pasangannya.
Umumnya pacar akan menuntut hal-hal yang tidak
masuk akan dari salah satu pasangannya dan

31
diharapkan pasangannya mampu
mengesampingkan kebutuhan pribadinya demi
dirinya. Akan tetapi adakalanya seseorang tidak
merasa puas dan terus menerus mengkritik salah
satu pasangannya apabila kebutuhannya tidak
terpenuhi atau tidak sesuai.
Seseorang yang berpacaran memiliki
kecenderungan ingin memanfaatkan pasangannya
demi pemenuhan segala kebutuhannya. Cinta
adalah lingkaran yang selalu berputar yang
dimulai dengan adanya jalinan interaksi antara
dua orang. Hubungan ini kemudian berubah
menjadi saling keterbukaan dan akhirnya saling
ketergantungan.32 Maksud dari saling
ketergantungan di sini adalah dalam memenuhi
kebiasaan-kebiasaan yang apabila tidak terpenuhi
maka akan melahirkan kekecewaan. Saling
ketergantungan ini kemudian melahirkan
pemenuhan kebutuhan pribadi dan pada saat yang
bersamaan berputarnya roda ini dapat terganggu
sehingga hubungan dapat terhenti misalnya
disebabkan karena adanya pertengkaran.
(4) Kebutuhan Ekonomi
Setiap orang pasti memiliki kebutuhan
ekonomi yang berbeda-beda tergantung pada
status sosial individu seseorang. Kebutuhan (need)
dapat dipandang sebagai kekurangan akan adanya

32
Maria E. Pandu, Sosiologi Keluarga. Makalah Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Makassar: Universitas
Hasanuddin, 2009, hlm. 45

32
sesuatu dan ini menuntut pemenuhan segera
untuk mendapatkan keseimbangan. Situasi
kekurangan ini berfungsi sebagai suatu kekuatan,
dorongan, atau alasan yang menyebabkan
seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhan.
Pada sebagian orang yang berpacaran, masalah
ekonomi dianggap bukan sebagai kekerasan,
namun tidak sedikit juga yang menganggapnya
sebagai bentuk pemerasan secara halus.

2.7. Faktor Pencetus Kekerasan dalam Pacaran


Kekerasan dalam pacaran seringkali diawali oleh
kekerasan emosional dan kata-kata yang kemudian diikuti
kekerasan fisik atau kekerasan seksual.33 Kekerasan yang
dilakukan pasangan ini tidak muncul tanpa sebab. Apabila
ditarik garis besar, bisa dikatakan bahwa penyebab
terjadinya kekerasan dalam pacaran adalah emosi marah
yang tidak bisa dikendalikan dengan baik.34
Kekerasan dalam pacaran bisa terpicu
dikarenakan faktor-faktor berikut ini:
- Ada riwayat kekerasan dalam keluarga;
- Kompensasi perasaan inferior atau self-esteem
yang rendah;
- Pemahaman bahwa kekerasan akan
menyelesaikan masalah; serta

33
http://www.womenshealth.gov/relationships-and-safety/other-
types/dating-violence-and-abuse
34
http://www.youth.gov/youth-topics/teen-dating-violence/gender

33
- Kepribadian yang cenderung mengeksploitasi
pasangan.35
Selain itu masih banyak faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam pacaran,
diantaranya yaitu:
a. Tingkat pendidikan yang rendah;
b. Masih adanya pemahaman patriaki;
c. Kebiasaan tidak baik seperti memakai narkotika,
minum miras;
d. Bertengkar tidak bisa mengontrol emosi;
e. Perempuan menyerang terlebih dahulu;
f. Terjadinya perselingkuhan;
g. Pasangan menganggur;
h. Sifat temperamental;
i. Pola asuh lekat dengan kekerasan di masa kecil
sehingga sering melihat atau mengalami
kekerasan;
j. Tingkat kesejahteraan ekonomi;
k. Efek pergaulan yang akrab dengan kekerasan;
l. Efek tayangan media massa yang mengandung
usur kekerasan.
Hubungan kekerasan dalam pacaran erat kaitannya
dengan gender. Kekerasan yang dilakukan perempuan
adalah cara untuk membela diri, sedangkan laki-laki
menggunakan kekerasan sebagai penanaman control. 36
Meskipun laki-laki dan perempuan bisa menjadi korban
atau pelaku, perempuan lebih rentan mengalami

35
http://www.helpnona.com/faktor-penyebab-pelaku-melakukan-
kekerasan-dalam-pacaran.html
36
http://www.youth.gov/youth-topic/teen-dating-violence/gender

34
kekerasan seksual dan penderitaan berat sebagai akibat
dari kekerasan dalam pacaran.37
Di sisi lain, pada kasus kekerasan dalam pacaran
yaitu perempuan yang menjadi korban cenderung lemah,
kurang percaya diri, dan sangat mencintai pasangannya.
Banyak pasangan yang setelah melakukan kekerasan
langsung berubah signifikan menunjukkan sikap
menyesal, minta maaf dan berjanji tidak akan melakukan
lagi, serta bersikap manis pada korban. Hal ini yang
membuat perempuan akan terus memiliki kecenderungan
besar untuk memaafkan serta memaklumi perilaku
pasangannya dan menjalani hubungan seperti
38
sebelumnya.

2.8. Dampak Kekerasan dalam Pacaran


Setiap tindak kekerasan tentunya akan
memberikan dampak kepada para korbannya, demikian
pula dengan kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam
pacaran memiliki dampak yang sangat signifikan pada
korbannya baik jangka pendek maupun jangka panjang
serta dampak dalam aspek fisik, psikologis dan sosial.
Dampak ini pun tidak terjadi secara tunggal dan terpisah
namun saling berkaitan yang dapat menambah peliknya
masalah yang dialami korban dan keluarganya, misalnya:
dampak fisik juga akan berakibat pada penderitaan
psikologis korban. Secara umum dampak kekerasan dalam
pacaran yang dialami korban adalah sebagai berikut.

37
http://www.youth.gov/youth-topic/teen-dating-violence/gender
38
http://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1669/
waspada-bahaya-kekerasan-dalam-pacaran

35
a. Dampak Fisik
- Dampak jangka pendek dapat berupa:
o Luka-luka fisik dari yang ringan hingga
berat, sampai dengan kehilangan
anggota tubuh bahkan kematian;
o Kehamilan yang tidak diinginkan,
tertular penyakit menular seksual,
mengalami resiko lebih besar untuk
tertular HIV/AIDS serta rusaknya
organ reproduksi;
- Dampak jangka menengah dan panjang dapat
berupa:
o Kehamilan yang tidak diinginkan dan
umumnya berakhir dengan aborsi yang
tidak aman;
o Kondisi kesehatan yang menurun
akibat luka permanen atau tekanan
psikis yang ditimbulkan karena
kejadian kekerasan seksual, cacat
tubuh, penyakit, infeksi menular
kronis, mengidap HIV/AIDS, tidak
mendapat keturunan, kematian.
b. Dampak Psikologis (Mental)
- Jangka pendek (langsung)
o Mengalami kebingunan, rasa tidak
percaya, hampa, marah, sedih, tidak
berdaya, malu, menjadi agresif,
menyalahkan diri sendiri;

36
o Menyesali keadaan dalam arti memiliki
pikiran-pikiran seperti: “… seandainya
aku …”;
o Mempertanyakan atau menyalahkan
Tuhan;
o Rasa takut atau muak kepada pelaku
atau orang yang menyerupai pelaku;
o Mengalami mimpi buruk, sulit tidur;
o Menarik diri, sulit berkonsentrasi,
kehilangan nafsu makan;
o Merasa diri kotor atau tidak berharga,
kehilangan kepercayaan diri, merasa
jijik pada diri sendiri dan pada segala
sesuatu yang mengingatkan korban
pada pelaku atau kejadian;
o Tidak ingat dengan hal-hal detail,
kehilangan orientasi diri, waktu dan
tempat.
- Jangka menengah dan panjang, dapat berupa:
o Dampak pendek masih dapat terus
dialami;
o Mengalami gangguan psikologis lebih
berat, misalnya: depresi, gangguan
pecahnya identitas;
o Bunuh diri atau keinginan untuk bunuh
diri;
o Mengalami gangguan stres pasca
trauma;

37
o Mengalami gangguan makan, gangguan
tidur;
o Memiliki masalah personal dengan
lawan jenis, hasrat seksual menurun,
menjadi tidak tertarik pada lawan
jenis;
o Ketergantungan pada rokok atau
NAPZA;
o Perilaku yang melanggar aturan dan
hukum seperti mencuri atau
membolos;
o Skeptis pada sistem hukum dan nilai-
nilai kehidupan.
c. Dampak Sosial, Budaya dan Ekonomi
- Dampak jangka pendek (langsung)
o Dipersalahkan atas kejadian yang
menimpa dirinya;
o Dipertanyakan moralitas dan kesucian
dirinya;
o Dipertanyakan niat dan motivasinya;
o Diadili oleh masyarakat, dinikahkan
dengan pelaku atau dengan siapa saja
atas keputusan keluarga karena
dianggap sudah “rusak”;
o Dikucilkan oleh keluarga, lingkungan,
teman kerja;
o Kehilangan pekerjaan atau peran
dalam keluarga dan komunitas;

38
o Harus bertanggung jawab untuk
memperbaiki nama baik keluarga
bahkan komunitas;
o Dikeluarkan dari komunitas, sekolah
atau universitas;
o Dipaksa atau dibujuk untuk bungkam
agar tidak melapor, dipaksa atau
dibujuk untuk berdamai dengan
pelaku;
o Diteror oleh pelaku, difitnah (fakta
diputarbalikkan untuk melemahkan
korban);
o Dibunuh, ditekan untuk bunuh diri,
ditekan untuk minta ganti rugi kepada
pelaku;
o Dipaksa untuk aborsi;
o Dibatasi ruang geraknya termasuk
dihalangi untuk mencari pertolongan
karena dianggap akan menceritakan
aib keluarga.
- Dampak jangka menengah atau panjang
o Dampak jangka pendek masih bisa
terus terjadi;
o Mendapatkan stigma negatif karena
terus melekat;
o Masa depan suram karena putus
sekolah atau kehilangan pekerjaan;
o Ketergantungan ekonomi,
pengangguran;

39
o Kembali menjadi korban karena sistem
hukumdan adat, penegak hukum,
konselor, pemuka agama, petugas
kesehatan, pemuka adat, komunitas,
dan lain-lain;
o Rentan menjadi korban perdagangan
orang dan pekerja seks komersil;
o Terpaksan menjadi orang tua tunggal
dengan anak yang tidak diinginkan
korban atau dipaksa menyerahkan
anak untuk diserahkan pada orang lain
(adopsi);
o Bila kemudian menikah, korban
direndahkan karena dianggap “bekas”,
tidak dianggap sebagai manusia
seutuhnya.
Dampak yang muncul pada setiap korban (penyintas)
kekerasan dalam pacaran bervariasi tergantung pada
karateristik traumatis tersebut dan penghayatan korban
sendiri yang tergantung pada kepribadian, usia, gender,
latar belakang korban (pola asuh, pengalaman traumatis
sebelumnya, tingkat sosial ekonomi, budaya) serta ada
tidaknya dukungan dari keluarga atau lingkungan sosial.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dampak
yang ditimbulkan dari kekerasan dalam pacaran
diantaranya adalah:
a. Terjadi gangguan kesehatan dan psikis pada
perempuan yang menjadi korban;

40
b. Perempuan korban kekerasan fisik atau
seksual dalam berpacaran beresio mengalami
keluhan kesehatan 1.5 kali lebih banyak;
Dampak fisik bisa berupa:
- Memar;
- Patah tulang; dan
- Paling parah dapat menyebabkan kecacatan
permanen
Dampak psikologis berupa:
- Sakit hati;
- Jatuhnya harga diri;
- Malu dan merasa hina;
- Menyalahkan diri sendiri;
- Ketakutan akan baying-bayang kekerasan;
- Bingung;
- Cemas;
- Tidak mempercayai diri sendiri dan orang lain;
- Merasa bersalah;
- Memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi; hingga
- Munculnya keingingan untuk bunuh diri.

41
https://m.facebook.com/infodkijkt/photos/
a.103505631305522/120923966230355/?type=3

42
2.9. Siklus Kekerasan dalam Pacaran

https://twitter.com/pwagind/status/228051247914184705

Pacaran tidak hanya mengenai hal yang


menyangkut romantisme saja, namun ada kalanya ada
permasalahan serta konflik yang hadir didalamnya.
Sebagai sebuah relasi yang dijalani oleh dua orang yang
berbeda jenis, maka ada dua pihak pula dengan perbedaan
pribadi serta pemikiran dalam menjalani sebuah
komitmen pacaran.
Sayangnya, seringkali konflik yang terjadi tidak
terselesaikan dengan baik malah menimbulkan kekerasan.
Jika rantai kekerasan ini tidak diputus, maka kekerasan
akan memiliki siklus yang akan terus berulang. Siklus
kekerasan yang dapat terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Fase Pemicu
(munculnya berbagai masalah yang
memancing emosi pelaku)

43
Permasalahan antarpasangan memang
tidak bisa dihindarkan mengingat dalam
hubungan tersebut terdapat dua pribadi yang
berbeda karakter dan cara berpikir, dan
sebenarnya konflik dalam pacaran bisa
menjadi hal yang berdampak positif apabila
dalam “porsi yang pas” atau dikelola dengan
baik. Pasangan bisa menyelesaikannya dengan
saling berdiskusi dan menjadi jalan keluar
yang baik untuk bersama. Hal ini mampu
menambah keromantisan, pemahaman akan
pasangan, bahkan kekuatan.
Pada kenyataannya tidak semua pasangan
mampu bersikap demikian. Sebagian lainnya
“kalah” dengan ketegangan konflik yang terjadi
dan meluapkan kemarahan pada pasangan.
Konflik yang terjadi bisa berasal dari konflik
pertemanan, konflik keluarga hingga
pendidikan. Konflik yang datang dari segala
arah dapat memicu ledakan emosi pada
pasangan yang tidak mampu
mengendalikannya.
2. Fase Tindak Kekerasan Terjadi
(di sinilah kekerasan terjadi, baik kekerasan
fisik, verbal maupun seksual)
Permasalahan atau konflik yang menimbulkan
ketidaknyamanan akhirnya memicu salah satu
pihak atau bahkan keduanya untuk melakukan
kekerasan terhadap pasangannya.
Kekerasannya pun bervariasi, mulai dari

44
kekerasan verbal seperti berteriak, mengkritik,
mengolok, menghina, merendahkan hingga
kekerasan fisik seperti memukul, menendang,
dan mendorong, bahkan korban juga bisa
mengalami kekerasan seksual dari
pasangannya. Pada saat ini korban merasa
takut, terperangkap, dan terkesan tidak
berdaya. Biasanya korban akan berusaha
melindungi diri, bisa saja dengan cara
menyerang balik atau mencari pertolongan.
3. Fase Penyesalan
Di fase ini pelaku akan mulai menyesal,
membela diri dan sulit memahami mengapa
pasangannya marah. Pelaku biasanya
menyalahkan korban sebagai pemicu
kemarahannya, bahkan pelaku memberikan
beberapa alasan seperti: “aku ga sengaja”,
“aku berbuat seperti itu karena aku
sayang”, “kalau kamu ga bikin aku cemburu,
aku juga ga akan main tangan.”
Sementara pelaku mulai menyesal dengan
perbuatannya, korban akan merasa lega
karena pelaku sudah menyesal. Meskipun
korban masih memiliki sisi kemarahan, benci
dengan perilaku pelaku, namun korban masih
berharap bahwa pelaku akan berubah dan
terkadang korban mengabaikan seriusnya
kekerasan yang telah dilakukan oleh
pasangannya.
4. Fase Honeymoon

45
(fase tenang)
Dalam fase ini situasi dalam hubungan akan
kembali normal, membaik dan berjalan seperti
biasa.
Sayangnya siklus kekerasan ini akan berulang terus. Fase
honeymoon tidak akan bertahan lama. Akan ada pemicu
yang datang lagi, memunculkan emosi yang sama serta
reaksi yang sama pula dari pasangan.

Lantas, Mengapa Tetap Bertahan ???


Bagi korban, keluar dari siklus kekerasan dalam
pacaran itu memang tidak mudah. Ada ketakutan dan
pertimbangan yang menjadi alasan bagi korban untuk
tetap bertahan. Beberapa alasannya adalah:
- Takut jika aib selama pacaran akan disebarkan;
- Takut jika pasangan akan balas dendam;
- Perasaan sayang masih ada;
- Perasaan iba, dan sebagainya.
Dibutuhkan keberanian untuk lepas dari lingkaran “setan”
ini. Korban harus berani untuk mengambil langkah
memutus siklus kekerasan ini.

Apa yang dapat dilakukan ?


Langkah pertama adalah mengakui bahwa setiap
pasangan berpotensi untuk menjadi korban atau pelaku
kekerasan dalam pacaran, juga menemukenali bentuk-
bentuknya. Hal inilah yang harus didiskusian dengan
pasangan sekaligus untuk membangun komitmen relasi
yang adil dan setara satu sama lain. Jika dipandang
penting, maka langkah selanjutnya adalah minta bantuan

46
profesional (konselor) dan berlatih komunikasi yang
asertif.
Jika korban tidak berani memutus siklus, dan
memilih tetap berada dalam relasi yang abusive, bukan
mustahil korban akan kehilangan seluruh potensi
hidupnya.

https://www.pngwing.com/id/free-png-ydqur

47
48
https://tirto.id/kasus-dylan-sada-dan-cara-keluar-dari-hubungan-
penuh-racun-cFPJ

49
2.10. Upaya Penanganan Pada Korban dan Pelaku
Upaya penanganan bagi perempuan korban kekerasan
dalam pacaran dapat dilakukan dengan:
- Memberikan dukungan serta meyakinkan korban
untuk berani berkata tidak serta menentang segala
bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh
pasangannya;
- Membantu untuk menumbuhkan rasa percaya diri;
- Untuk korban yang mengalami trauma dibutuhkan
penanganan khusus oleh psikiater atau psikolog
atau melalui pendampingan korban untuk tahap
awal.

50
https://www.facebook.com/TirtoID/photos/tidak-ada-yang-berharap-
orang-terkasih-menjadi-penyebab-luka-fisik-dan-tekanan-b/
2033388116986627/

51
https://www.facebook.com/samahitabandung/photos/sehatkah-
hubungan-pacaran-yang-kita-jalani-jangan-jangan-selama-ini-kita-
telah-m/1529110947133183/

52
Upaya penanganan bagi pelaku kekerasan yaitu:
- Menelusuri apa yang menyebabkan pelaku
melakukan kekerasan; apakah ada peristiwa buruk
atau trauma sehingga lebih memilih
menyelesaikan suatu konflik dan hal lainnya
dengan kekerasan;
- Memberikan konseling ataupun psikoterapi dari
psikolog atau psikiater kepada pelaku agar sadar
akan bahaya dampak perbuatannya, baik bagi
dirinya sendiri ataupun bagi pasangannya.

Pemerintah telah memberikan sejumlah layanan bagi


perempuan korban kekerasan yang mencakup layanan
pengaduan, kesehatan, batuan hukum, penegakan hukum
rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial, dan pendampingan
tokoh agama.

2.11. Tips Terhindar dari Kekerasan dalam Pacaran


Bagaimana Sikap Kita Agar Terhindar Dari
Sesuatu Yang Tidak Diinginkan Ketika
Berpacaran ???
Agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan
sebaiknya selama berpacaran, maka sebaiknya perhatikan
hal-hal berikut :
1. Membuat kesepakatan mengenai prinsip dan
model pacaran bersama pasangan. Prinsip dasar
yang penting di awal adalah prinsip ”tidak
melibatkan aktifitas seksual yang berisko”.

53
2. Saling mengingatkan saat pacaran perlu
dibicarakan bersama pasangan. Apabila
permintaan pacar kita menurut kita bertentangan
dengan ajaran dan nilai yang kita anut dan
membuat kita merasa tidak nyaman, kita harus
berani menolaknya. Banyak remaja yang
melakukan hubungan seksual berisiko ketika
berpacaran. Sebagian besar mengatakan hal itu
terjadi secara aksidental, spontan atau tidak
direncanakan sebelumnya. Penyesalan baru terjadi
ketika remaja perempuan menjadi hamil.
3. Hindari kontak bagian tubuh yang cukup sensitif
(daerah erogen) seperti: bibir, payudara dan
puting susu, pinggang, pantat, bagian dalam paha
dan daerah kelamin (Penis/vagina).
4. Terus mencari informasi yang mendukung dan
meningkatkan kualitas cinta tanpa harus terjebak
hubungan seksual yang berisiko. Untuk hal ini,
remaja bisa mengakses layana konseling yang
disediakan oleh lembaga sosial yang bergerak
dalam bidang Kesehatan Seksual dan Reproduksi,
seperi Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) di 26 propinsi.
Akibat kehamilan ini, rasa relatif aman yang selama ini
dirasakannya karena orang lain dan masyarakat tidak
mengetahui bahwa ia telah melakukan hubungan seks pra
nikah, tiba-tiba saja hilang. Kengerian akan sanksi sosial
berupa pengucilan oleh orang tua/ keluarga dan
pelecehan sosial yang amat berat tiba-tiba saja hadir
konkrit di hadapannya. Pada umumnya kehamilan remaja

54
(yang belum menikah) merupakan kehamilan yang tidak
diinginkan karena mereka sebenarnya belum siap secara
mental dan fisik untuk hamil atau mempunyai anak.

Tips Menolak Ajakan dalam Pacaran


1. Untuk dapat dihargai, kita tidak harus selalu
mengikuti kemauan orang lain. Orang yang
berpendirian kuat biasanya lebih dihargai dan
disukai teman-temannya. Katakan saja: ”maaf saya
tidak mau mencobanya”
2. Menolak ajakan disampaikan dengan jelas dan
tegas. Katakan, ”Tidak, terima kasih.”, atau, ”maaf,
saya tidak bisa ikut.”
3. Bila perlu, atau merasa tidak nyaman, segeralah
tinggalkan tempat tersebut tanpa ragu. Katakan,
”saya harus pergi, saya punya acara yang lain,
maaf.” atau ” ada hal lain yang harus saya
kerjakan.”
Terjadinya kekerasan dalam pacaran, sekali lagi karena
adanya pemahaman gender yang kurang di masyarakat
(khususnya remaja). Bahwa antara laki-laki dan
perempuan dalam pembagian peran adalah sama dan
setara, itu jarang sekali dipahami oleh banyak pihak
sehingga memunculkan sikap superior pada laki-laki, rasa
kepemilikan yang tinggi atas diri perempuan sehingga
banyak kasus kekerasan dalam pacaran disebabkan oleh
hal ini.
Contoh: Ketika memacari seseorang dianggap menjadi
haknya untuk melakukan apapun atas diri pasangannya,

55
termasuk ketika melakukan kekerasan fisik, psikis sampai
ajakan untuk melakukan hubungan seksual.
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Pacaran,
perlu ditanamkan pemahaman bahwa antara laki-laki dan
perempuan mempunya peran yang sama, tidak ada yang
lebih tinggi atau lebih rendah sehingga muncul
penghargaan yang sama terhadap pasangan.

MITOS!!!
AWAS… JANGAN PERCAYA PADA DUA
HAL INI!
1. Untuk membuktikan cinta kasih sayang, maka
berciuman adalah cara ungkapan yang paling
indah.
2. Berhubungan seks dengan pacar merupakan bukti
cinta kasih terhadap pasangan atau seks dapat
membuat hubungan pacaran menjadi lebih intim.

Tips Bila Hendak Menjalin Hubungan


Bagi perempuan yang belum menikah dan sedang
atau ingin menjalin hubungan dengan calon pasangan,
berikut tips untuk menghindari tindak kekerasan dalam
pacaran:
1. Kenali calon pasangan secara menyeluruh sebelum
memulai sebuah hubungan yang lebih mendalam
dengannya;
2. Jangan terlalu cepat mengambil keputusan dan
lebih bijak dalam memilih pasangan;

56
3. Berani mengambil sikap dengan mengatakan
“tidak”; dan menghentikan hubungan ketika
menerima tindak kekerasan;
4. Membangun komitmen sebelum memulai sebuah
hubungan;
5. Memperkenalkan psangan kepada keluarga untuk
menimbulkan rasa sungkan dari pasangan
terhadap keluarga;
6. Pentingnya keterlibatan peran orangtua serta
orang terdekat dalam mengawasi dan menjaga
anak, keluarga, teman maupun orang yang kita
kenal dari bahaya kekerasan dalam pacaran.
Selain itu, perlu dibangun kesadaran bahwa kekerasan
bukanlah hal yang normal dalam hubungan pacaran.
Kesadaran ini tidak bisa muncul tiba-tiba. Harus ada
informasi tentang kekerasan dalam pacaran (utamanya
kekerasan seksual) yang mampu menjangkau mereka
yang rentan menjadi korban. Hidup aman dan bebas dari
kekerasan adalah salah satu poin hak asasi manusia yang
universal.
Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan
merupakan kunci untuk mendorong kesetaraan gender
dan memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi
sepenuhnya dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial
karena perempuan adalah penentu terciptanya generasi
yang akan datang.

57
https://www.unala.net/2019/02/13/yuk-cek-fakta-kekerasan-dalam-
pacaran/

58
https://twitter.com/komnasperempuan/status/
1280424585427447810

59
https://twitter.com/komnasperempuan/status/
1280424585427447810

60
https://twitter.com/komnasperempuan/status/
1280424585427447810

61
62
https://www.idntimes.com/life/relationship/fera/kamu-mengalami-
kekerasan-dalam-pacaran-jangan-diam

63
https://www.storie.id/storie/ciri-ciri-kekerasan-dalam-pacaran-
277917

64
https://www.storie.id/storie/ciri-ciri-kekerasan-dalam-pacaran-
277917

65
https://pkbi.or.id/kekerasan-dalam-pacaran-waspadai-sejak-dini/

66
https://pkbi.or.id/kekerasan-dalam-pacaran-waspadai-sejak-dini/

67
https://pkbi.or.id/kekerasan-dalam-pacaran-waspadai-sejak-dini/

68
https://pkbi.or.id/kekerasan-dalam-pacaran-waspadai-sejak-dini/

69
https://pkbi.or.id/kekerasan-dalam-pacaran-waspadai-sejak-dini/

70
2.12. Jerat Hukum Pelaku
Bagi para pelaku tindak kekerasan dalam pacaran,
tindak kekerasan yang mereka lakukan tentunya dapat
dijerat oleh pasal-pasal hukum pidana. Dikarenakan tidak
adanya undang-undang khusus yang mengatur masalah
kekerasan dalam pacaran, maka para pelaku dapat dijerat
melalui undang-undang umum – dalam hal ini Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana – sesuai dengan perilaku
kekerasan yang dilakukannya.
a. Pasal Penganiayaan
“Penganiayaan adalah sengaja menyebabkan
perasaan tidak enak atau penderitaan, rasa sakit,
luka termasuk sengaja merusak kesehatan orang.”
o Bila pelaku melakukan penganiayaan
biasa, maka dikenakan Pasal 351 KUHP
yang mana bentuk pidananya adalah:
 Hingga luka berat dipidana penjara
hingga 5 tahun
 Bila mengakibatkan kematian,
penjara hingga 7 tahun dan denda
4.5 juta
o Bila pelaku melakukan penganiayaan
ringan, maka dikenakan Pasal 352 KUHP,
dengan bentuk pidana:
 Jika penganiayaan tidak
menimbulkan penyakit atau
menimbulkan hambatan pekerjaan,
maka dipidana dengan pidana
penjara sampai 3 bulan dan denda
4,5 juta

71
o Bila pelaku melakukan penganiayaan
berat, maka dikenakan Pasal 354 KUHP,
dengan bentuk pidana:
 Dengan sengaja melukai berat
orang lain, maka dipidana penjara
hingga 8 tahun
 Bila mengakibatkan kematian,
dipidana penjara hingga 10 tahun

b. Pasal Penghinaan
Dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal, R. Soesilo mengatakan bahwa penghinaan
ada 6 macam, yaitu:
o Menista (smaad) terdapat dalam Pasal 310
ayat (1) KUHP;
o Menista dengan surat (smaadschrift),
terdapat dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP;
o Memfitnah (laster) terdapat dalam Pasal
311 KUHP;
o Penghinaan ringan (eenvoudige belediging),
terdapat dalam Pasal 315 KUHP;
o Mengadu secara memfitnah (lasterlike
aanklacht) terdapat dalam Pasal 317 KUHP
o Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke
verdachtmaking) terdapat dalam Pasal 318
KUHP
Bila penghinaan ini dilakukan melalui media
elektronika, maka pelaku dapat dipidana dengan
menggunakan Pasal 45 ayat (2) jo. Pasal 28 ayat

72
(2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

c. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang


Pornografi
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto,
tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,
kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk
pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
komunikasi dan/atau pertunjukkan di muka
umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
o Pasal yang dapat dikenakan kepada pelaku
adalah Pasal 4 Undang-Undang Pornografi,
yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang memproduksi,
membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan atau
menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat: persenggamaan,
termasuk persenggamaan yang
menyimpangl kekerasan seksual;
masturbasi dan onani; ketelanjangan atau
tampilan yang mengesankan
ketelanjangan; alat kelamin; dan pornografi
anak.”

73
Pidana yang dapat dikenakan adalah
pidana penjara paling singkat 6 bulan dan
paling lama 12 tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit 250juta dan paling
banyak 6 miliar.

d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang


Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal yang dapat dikenakan pada pelaku
tindak kekerasan dalam pacaran adalah Pasal 27
ayat (1), yang berbunyi:
“Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak
mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan, dipidana
dengan pidana paling lama 6 tahun dan/atau
denda paling banyak 1 miliar.”

e. Pasal Pencabulan
o Bila pelaku melakukan pencabulan, maka
dapat dipidana dengan menggunakan Pasal
289 KUHP tentang Pencabulan, yang
berbunyi:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seseorang
melakukan atau membiarkan dilakukannya
perbuatan cabul, dihukum karena
melakukan perbuatan yang menyerang
kehormatan kesusilaan, maka dipidana

74
dengan pidana penjara selama-lamanya
sembilan tahun.”
o Pada Pasal 290 KUHP disebutkan:
Dihukum penjara selama-lamanya tujuh
tahun:
 Barangsiapa melakukan perbuatan
cabul dengan seseorang padahal
diketahuinya bahwa orang itu
pingsan atau tidak berdaya;
 Barangsiapa melakukan perbuatan
cabul dengan seseorang padahal
diketahuinya atau sepatutnya
harus diduganya, bahwa umurnya
belum lima belas tahun dan kalau
umurnya tidak jelas yang
bersangkutan belum waktunya
untuk kawin;
 Barangsiapa membujuk seseorang
yang diketahuinya atau sepatutnya
harus diduganya bahwa umurnya
belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas yang
bersangkutan belum waktunya
untuk dikawin, untuk melakukan
atau membiarkan dilakukannya
perbuatan cabul atau bersetubuh
diluar perkawinan dengan orang
lain.

75
f. Pasal Pengancaman
Secara konvensional, dugaan tindak pidana
pengancaman lebih tepat jika dipersangkakan
dengan menggunakan Pasal 335 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana tentang Perbuatan Tidak
Menyenangkan, namun Mahkamah Konstitusi
melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
1/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa frasa “sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak
menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
sehingga Pasal 335 ayat (1) KUHP selengkapnya
berbunyi:
“Barangsiapa secara melawan hukum memaksa
orang lain supaya melakukan, tidak melakukan
atau membiarkan sesuatu dengan memakai
kekerasan atau dengan memakai ancaman
kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun
orang lain, maka dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya satu tahun dan/atau denda paling
banyak 4.5 juta.”
Bila tindak pidana pengancaman tersebut
dilakukan melalui sarana/media elektronik, maka
ketentuan Pasal 29 jo Pasal 45 B Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dapat diterapkan sebagai lex
specialis dari Pasal 335 KUHP, yang berbunyi
sebagai berikut:

76
o Pasal 29 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti
yang ditujukan secara pribadi.”
o Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik
“Setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak mengirimkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik
yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan dalam
Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun dan/atau denda paling
banyak 750juta rupiah.”

Bila pelaku kekerasan dalam pacaran masih dalam


kategori anak, maka sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, maka:
- Pelaku tindak kekerasan dapat diancam dengan
Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Anak dan sesuai dengan Pasal 79 ayat (2) Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang
berbunyi sebagai berikut:

77
“Setiap orang yang melakukan kekejaman,
kekerasan atau ancaman kekerasan atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan
dan/atau denda paling banyak 72 juta rupiah.
Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan
terhadap anak paling lama ½ dari maksimum
pidana penjara yang diancamkan terhadap orang
dewasa.”

78
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/
lt5170437ea9850/pasal-untuk-menjerat-pacar-yang-suka-
menganiaya-pasangannya/

79
https://www.liputan6.com/news/read/2483132/jerat-hukum-
kekerasan-dalam-pacaran

80
https://richagambar.blogspot.com/2020/05/menakjubkan-24-
gambar-poster.html

81
3
Penutup
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa transisi ini
dipenuhi dengan gejolak mental yang menuntut
pemenuhan untuk menuntaskan rasa keingintahuan.
Seorang remaja akan berusaha melakukan segala sesuatu
yang menarik rasa keingintahuannya terutama terhadap
hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ia temui atau
rasakan. Pada masa remaja, cara berpikir dan berperilaku
seseorang masih labil sehingga setiap tindakan yang
dilakukan oleh seorang remaja dapat berpotensi
mengarah kepada perilaku menyimpang bertolak
belakang dengan norma-norma yang ada di dalam
masyarakat.
Sesuai dengan perkembangan yang seharusnya
dialami oleh seorang remaja, maka pada usia remaja ini
seseorang mulai mengeksplor perasaan cinta yang
dirasakan kepada lawan jenis. Jatuh cinta adalah hal yang
wajar bagi remaja. Memiliki ketertarikan kepada lawan
jenis adalah hal yang manusiawi, dan biasanya untuk
menunjukkan perasaannya, seorang remaja akan
berusaha untuk mendekati seseorang yang menarik
minatnya dan jika perasaan yang sama dirasakan oleh
calon pasangannya maka mereka akan memulai sebuah
hubungan pacaran.
Pacaran yang merupakan proses perkenalan
antara dua insan manusia biasanya merupakan bagian
dari rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju

82
kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan,
namun pada kenyataannya penerapan proses tersebut
telah berlangsung pada usia remaja – usia yang menurut
banyak orang masih jauh dari kesiapan memenuhi
persyaratan menuju pernikahan.
Fenomena pacaran yang terjadi pada remaja
membuat banyak pihak seperti orangtua, dan sekolah
harus sangat waspada dalam mengawasi para remaja.
Situasi berpacaran yang dihadapkan pada keadaan yang
menuntut harus mampu menyesuaikan diri bukan hanya
terhadap diri sendiri tetapi juga pasangannya membuat
tidak jarang hubungan pacaran diwarnai dengan kasus
kekerasan.
Kekerasan dalam pacaran yang terjadi kerap tidak
diketahui oleh banyak orang, dikarenakan asumsi bahwa
pacaran di kalangan remaja hanya diisi oleh hal-hal
romantis yang penuh dengan kemesraan padahal pada
kenyataannya tidak demikian. Penguasaan emosi yang
masih labil serta daya berpikir yang belum matang,
mengakibatkan remaja mudah untuk terlibat dalam
kekerasan baik sebagai pelaku maupun korban.
Kontrol sosial diperlukan guna mencegah dan
menanggulangi semakin maraknya tindak kekerasan
dalam pacaran. Para korban diharapkan berani untuk
mengungkapkan kekerasan yang menimpanya dan berani
untuk memutus rantai siklus kekerasan. Pengawasan
orangtua mutlak diperlukan. Orangtua harus berperan
aktif dalam mendampingi putra putrinya yang remaja.
Sebenarnya jika ditelusuri lebih lanjut, bila para
remaja diberikan pemahaman diri yang baik dengan

83
pendampingan dari keluarga, maka sebenarnya pacaran
bisa membawa dampak baik sebagai latihan untuk
mengontrol emosi mereka.

84
https://www.storie.id/storie/ciri-ciri-kekerasan-dalam-pacaran-
277917

85
Daftar Pustaka
Fromm, Erich. Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis
atas Watak Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2010
Gunarsa, S. D. dan Y. S. D. Gunarsa, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: Gunung
Mulia, 2004
Jones, Pip. Pengantar Teori-Teori Sosial: Dari Teori
Fungsionalisme hingga Postmodernisme. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2009
Kartono, Kartini. Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 2007
__________________. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan),
Bandung: CV. Mandar Maju, 1995
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2007
Subhan, Zaitunah. Kekerasan Terhadap Perempuan.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2004
Pandu, Maria E. Sosiologi Keluarga. Makalah Jurusan
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Makassar: Universitas Hasanuddin
Santrock, J. W. Remaja. Jakarta: Erlangga. 2007
Widianti, Dian. Ensiklopedi Cint., Bandung: Mizan Media
Utama. 2006
Tim CNN Indonesia, Kenali Tanda-Tanda Bucin Alias Budak
Cinta, 2020
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/
20200213210501-277-474454/kenali-tanda-
tanda-bucin-alias-budak-cinta

86
Tim CNN Indonesia, Bucin: Ketika Manusia Rela
“Diperbudak” Cinta. 2020
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/
20200213210501-277-474674/bucin-ketika-
manusia-rela-diperbudak-cinta

https://www.facebook.com/infodkijkt/photos/a.1035056
31305522/120923966230355

https://tirto.id/dilema-hubungan-cinta-sebelum-
menikah-bGQ9

https://www.facebook.com/kotajakartapusat/photos/
pcb.3486961751379775/3486961644713119

https://www.facebook.com/TirtoID/posts/20333886103
19911/
https://pkbi.or.id/kekerasan-dalam-pacaran-waspadai-
sejak-dini/

https://pkbi-diy.info/tips-terhindar-dari-kekerasan-
dalam-pacaran-kdp/
https://www.pngwing.com/id/free-png-ydqur

https://www.unala.net/2019/02/13/yuk-cek-fakta-
kekerasan-dalam-pacaran/
http://www.yayasanjari.org/kekerasan-dalam-pacaran
https://www.storie.id/storie/ciri-ciri-kekerasan-dalam-
pacaran-277917

87
https://richagambar.blogspot.com/2020/05/menakjubka
n-24-gambar- poster.html

https://www.liputan6.com/news/read/2483132/jerat-
hukum-kekerasan-dalam-pacaran

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51
70437ea9850/pasal-untuk-menjerat-pacar-yang-
suka-menganiaya-pasangannya/

https://www.idntimes.com/life/relationship/fera/kamu-
mengalami-kekerasan-dalam-pacaran-jangan-
diam
https://twitter.com/komnasperempuan/status/1280424
585427447810

https://www.facebook.com/samahitabandung/photos/se
hatkah-hubungan-pacaran-yang-kita-jalani-
jangan-jangan-selama-ini-kita-telah-
m/1529110947133183/

https://www.facebook.com/TirtoID/photos/tidak-ada-
yang-berharap-orang-terkasih-menjadi-penyebab-
luka-fisik-dan-tekanan-b/2033388116986627/

https://tirto.id/kasus-dylan-sada-dan-cara-keluar-dari-
hubungan-penuh-racun-cFPJ
https://www.pngwing.com/id/free-png-ydqur
https://twitter.com/pwagind/status/2280512479141847
05

88
89

Anda mungkin juga menyukai