Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyimpangan perilaku seksual pada remaja selalu berkembang dan mengalami kemajuan
yang sangat pesat seiring berjalannya waktu. Beberapa bentuk penyimpangan perilaku pada remaja
antara lain seperti seks bebas, menggunakan NAPZA, pola berpacaran yang negatif, kekerasan fisik,
kehamilan dan penularan penyakit menular seksual. ( Willis, 2008 )

Banyaknya contoh kasus-kasus atas penyimpangan perilaku seksual negatif pada remaja
menjadi bukti bahwa sedang maraknya hal tersebut dikalangan remaja. Contohnya pada september
lalu, kasus pertama adalah digerebeknya sepasang pelajar yang sedang melakukan hubungan intim
oleh warga sekitar di Kota Tebing Tinggi. Kasus lainnya pada bulan oktober lalu, tertangkapnya
empat remaja siswa-siswi SMP yang sedang membuat video mesum di salah satu kost di kota
Tobelo. Di semarang pada oktober lalu juga tertangkap tiga pasang remaja yang sedang bugil dan
asyik menonton situs porno di salah satu warnet yang diduga menjadi tempat mesum. Berpacaran di
usia dini menjadi awal dari kasus penyimpangan perilaku seksual seperti diatas. (
www.tribunnews.com )

Mereka menganggap bahwa berpacaran di usia dini saat ini adalah hal yang wajar atau lazim
dilakukan karena semakin banyak remaja yang melakukan hal tersebut. Beberapa penyebab lainnya,
seperti globalisasi akibat berkembangnya internet, mendorong para remaja mencontoh budaya
bangsa barat yang tidak sesuai jika diterapkan di Indonesia seperti seks bebas, perilaku konsumtif,
hedonisme dan minum-minuman beralkohol. Akibat berkembangnya internet, internet menjadi
bebas, banyak situs web porno dapat di akses dimana dan kapan saja tanpa adanya larangan.
Pembuktian diri bahwa dirinya menarik merupakan penyebab terjadinya perilaku berpacaran pada
usia dini, kebanyakan remaja sekarang telah melewati batas pergaulan. Mereka berpacaran karena
menurut mereka, pacar merupakan sesuatu yang bisa dibanggakan. Berpacaran juga berarti mereka
adalah orang yang cukup menarik untuk bisa mendapat perhatian dari lingkungan sekitarnya.
Adanya pengaruh teman disekelilingnya juga menjadi faktor penyebab berpacaran. Memiliki banyak
teman, merupakan suatu kebanggaan tersendiri untuk para remaja. Semakin banyak teman maka
semakin tinggi pula nilai dia dimata yang lainnya. Teman-teman dari berbagai kalangan memiliki pola
hidup berbeda dan berdampak pada diri kita. Penyebab lainnya juga karena kebiasaan para remaja
yang suka mengikuti trend tanpa tahu itu baik atau buruk. Contohnya saja seperti trend nge-vape.

1
Banyak dari kalangan remaja yang mulai melakukan hal tersebut dikarenakan meniru yang sedang
viral tanpa berpikir dahulu akibatnya. Penyebab lainnya karena kurangnya didikan dan kasih sayang
dari orang tua terhadap anak-anak sehingga mereka ingin mencari kasih sayang tersebut ke orang
lain dan menjadikan pacaran sebagai pelarian. ( Sulaeman, 1995 )

Dampak dari berpacaran di usia dini antara lain adalah kekerasan fisik dan kekerasan
seksual. Penyebab adanya kekerasan fisik karena kecemburuan, sifat posesif dan temperamen dari
remaja tersebut. Pemerkosaan adalah salah satu bentuk dari kekerasan seksual. Namun ada juga
contoh lainnya yaitu melakukan seks padahal mereka belum menikah dan dibawah umur. Dampak
lainnya adalah cenderung menjadi pribadi yang rapuh karena ketika menjalin hubungan yang buruk
maka itu akan menyebabkan rasa sakit yang mendalam dan menyebabkan depresi. Kehamilan dan
penularan penyakit menular seksual, remaja yang menjalin hubungan di usia dini memiliki
kemungkinan yang besar untuk melakukan hubungan seksual dan hal ini memungkinkan terjadinya
kehamilan dan PMS. Berpacaran juga memberikan dampak terhadap kondisi psikologis para remaja.
Mereka menjadi lebih dewasa dibandingkan umur mereka sebenarnya. Contohnya saat berpacaran
mereka membuat panggilan sayang seperti “mami/papi” dan berpelukan serta berciuman layaknya
orang yang sudah tua. ( Toldos, Rojas & Martin, 2017 )

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu remaja dan masalah-masalah yang terjadi pada remaja.


2. Apa itu perilaku dan bentuk-bentuk perilaku dan penyimpangan perilaku seksual.

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah

Tujuan pembuatan makalah adalah untuk menjadi acuan kita sebagai orang dewasa agar
lebih memperhatikan tumbuh dan kembang anak-anak dan agar kita tahu apa saja penyebab terjadi
penyimpangan perilaku seksual.

1.4 Manfaat Pembuatan Makalah

Makalah ini diharap dapat bermanfaat bagi semua kalangan agar kita dapat sadar dan tahu
cara mengatasi kasus-kasus kekerasan seksual saat ini sehingga kita dapat melakukan banyak cara
untuk mencegah hal tersebut terjadi. Kita sebagai orang dewasa juga dapat menjadi pengawas serta
contoh yang baik untuk para remaja disekitar kita sehingga mereka tidak akan melakukan hal yang
menyimpang lagi.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Remaja

Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja, menurut Gunarsa dan
Gunarsa (1991) antara lain : (a) puberty, dan (b) adolescentia. Istilah puberty (Bahasa Inggris) berasal
dari istilah Latin, pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dari
tanda-tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata, pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu) pada
daerah kemaluan, maka pubescence berarti perubahan yang dibarengi dengan tumbuhnya rambut
pada daerah kemaluan. Lebih lanjut Santrock (1998, 1999) mendefinisikan pubertas sebagai masa
pertumbuhan tulang-tulang dan kematangan seksual yang terjadi pada masa awal remaja. Menurut
Stanley Hall (dalam Santrock, 1998) usia remaja antara 12 sampai 23 tahun. Adolescentia berasal
dari istilah Latin, adolescentia, yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun. Gunarsa
dan Gunarsa, akhirnya menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara 12-
22 tahun. ( Sulaeman, 1995 )

Jadi, remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai
dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong
remajaini berkisar antara usia 12/13-21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapar
Erikson, maka remaja akan melalui masa krisis di mana remaja berusaha untuk mencari identitas diri.
( Sulaeman, 1995 )

2.1.1 Masalah Remaja

Remaja sebagai individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi
berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, remaja
memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Dengan kata
lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur yang linier, lurus atau searah dengan
potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut, karena banyak faktor yang menghambatnya. ( Dariyo,
2004 )

Faktor penghambat ini bisa bersifat eksternal dan internal. Faktor penghambat yang bersifat
eksternal adalah yang berasal dari lingkungan, seperti ketidakstabilan dalam kehidupan sosial politk,

3
krisis ekonomi, perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang
memberikan kasih sayang dan pelecahan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga
maupun masyarakat. Faktor internal misalnya terlalu penat dengan pikirannya sendiri sehingga
merasa tidak nyaman, stress, atau depresi sehingga mencoba obat-obatan terlarang, melakukan
tindak kriminalitas, tawuran, minum-minuman keras, dan pergaulan bebas. ( Dariyo, 2004 )

2.2 Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam
mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek
seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. (Sarwono dalam Willis,
2008)

Perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau
kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual yang
sehat dan dianggap normal adalah cara heteroseksual, vagina, dan dilakukan suka sama suka.
Sedangkan yang tidak normal (menyimpang) antara lain Sodomi, homoseksual. Sebagian dari
perilaku seksual itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau
sosial yang dapat ditimbulkannya. Tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa
cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para-para gadis yang
terpaksa menggugurkan kandungannya. (Sarwono dalam Willis, 2008)

2.2.1 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (dalam Willis, 2008) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai
dari perasaan tertarik, berkencan, bercumbu, bersenggama, meliputi :

a. Perasaan tertarik, yaitu minat dan keinginan remaja untuk melakukan perilaku seksual
berupa perasaan suka, perasaan sayang, dan perasaan cinta.
b. Berkencan, yaitu aktivitas remaja ketika berpacaran berupa berkunjung ke rumah pacar,
saling mengunjungi dan berduaan.
c. Bercumbu, yaitu aktivitas seksualitas di saat pacaran yang dilakukan remaja berupa
berpegangan tangan, mencium pipi, mencium bibir, memegang buah dada, memegang
alat kelamin di atas baju dan memegang alat kelamin di balik baju.

4
d. Bersenggama, yaitu kesediaan remaja untuk melakukan hubungan seksual dengan
pacarnya atau lawan jenis yang bahkan bukan pacarnya.

Menurut Masland (dalam Willis, 2008), bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai
dari kissing, necking, petting, kemudian sampai intercrouse. Tahap perilaku seks ini meliputi :

a. Kissing. Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir
disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitive yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum
dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah itulah
yang disebut French kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/soul kiss.
b. Necking. Berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih
mendalam.
c. Petting. Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitive, seperti payudara
dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini termasuk
merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada,
kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian.
d. Intercrouse. Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan
wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk
mendapatkan kepuasan seksual.

2.2.2 Penyimpangan Seks pada Remaja

a. Onani
Kelainan perilaku seks biasanya dilakukan oleh laki-laki yang merasa ingin memenuhi
kebutuhan seksnya, dilakukan dengan cara mengeluarkan air mani oleh tangan. Biasanya
dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau pada waktu tertentu. Onani dapat
mengakibatkan lemah syahwar dan bahkan melemahkan sperma sehingga tidak sanggup
membuahi sel telur wanita. Efek samping lain dari onani ini adalah efek psikologisnya di
mana si pelaku sering merasa berdosa sehingga menimbulkan psikoneurosa atau gangguan
kejiwaan.
b. Homoseksual
Kelainan perilaku seks yang dilakukan oleh dua individu yang berjenis kelamin sama
dinamakan homoseksual. Laki-laki dengan laki-laki dinamakan (male sexuality) atau lebih
umum disebut homoseksual saja. Wanita dengan wanita disebut lesbians.
Menurut Sulistyo (dalam Dariyo, 2004) ada tiga macam homoseksual itu :

5
- Aktif, bertindak sebagai pria dan tidak bergantung kepada teman seksnya.
- Pasif, yaitu bertindak sebagai wanita.
- Campuran, yaitu kadang-kadang sebagai pria dan kadang-kadang sebagai wanita.
c. Pelacuran
Pengertian pelacuran ialah perilaku seks bebas yang dilakukan secara tidak sah
menurut hukum dan agama, yang terjadi di dalam masyarakat. Biasanya wanita yang
melakukan disebut wanita P (singkatan dari pelacur), dan laki-lakinya dinamakan pria hidung
belang. Wanita P itu berkeliaran di waktu malam di taman-taman, di pinggir jalan dan
tempat-tempat tertentu lainnya untuk menanti laki-laki yang akan menjemputnya. Tingkat
pelacuran seperti ini dinamakan pelacuran tingkat rendah.
d. Pornografi dan Pornoaksi
Hal-hal yang berusaha untuk merangsang dorongan seks dengan tulisan atau
gambar. Pengaruhnya cepat meluas terutama dikalangan remaja yang sedang berada pada
masa pubertas. Hal ini bisa berakibat menimbulkan krisis moral dikalangan remaja itu,
terutama apabila dasar-dasar agama kurang sekali dilatihkan sejak kecil. Usaha pornografi
dapat juga melemahkan potensi bangsa sebab akibatnya dapat merusak sendi-sendi falsafah
Pancasila.
e. Bestiality
Bestiality merupakan hubungan seks dengan binatang. Ini sering terjadi di daerah-
daerah pertanian, dimana jumlah wanita lebih kurang dibanding laki-laki. Hal ini bisa
disamakan dengan onani atau masturbasi.
f. Gerontoseksual
Kecenderungan untuk melakukan hubungan kelamin dengan wanita-wanita yang
lebih tua atau yang lanjut usianya. Hal ini mungkin disebabkan pertimbangan-pertimbanagn
ekonomi atau karena keinginan wanita-wanita itu untuk memperoleh kepuasan seks dari
yang lebih muda.
g. Incest
Perbuatan incest seperti hubungan seks antara ayah dengan anak gadisnya, akan
berakibat dua hal. Pertama, secara biologis apabila anak gadisnya hamil dan melahirkan,
maka bayi dengan hubungan sedara akan mendapatkan kelainan biolofis tertentu. Kedua,
akan terjadi gangguan psikis pada anak gadis tersebut, berupa trauma psikis yang sulit pula
disembuhkan. Karena biasanya hubungan seks yang dilakukan ayah terhadap anaknya
sendiri biasanya diikuti dengan unsur paksaan dan ancaman.

6
BAB III

ANALISIS KRITIS

3.1 Cara Mengatasi Penyimpangan Perilaku Pada Remaja

Banyak cara-cara yang dilakukan untuk mengatasi penyimpangan perilaku terutama seksual
pada remaja. Cara ini bisa dilakukan mula dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat, hingga penanganan dari pemerintah (bidang politik). Berikut merupakan hal-hal yang
perlu dilakukan untuk mengatasi penyimpangan perilaku pada remaja : ( www.top10indo.com )

a. Memberi pendidikan seks yang benar


Pendidikan seks adalah langkah yang tidak boleh dilupakan dan merupakan salah satu
cara mencegah seks bebas paling penting. Oleh karena itu, pastikan untuk memberi
pendidikan seks pada anak-anak anda begitu mereka memasuki usia remaja.
b. Beraktivitas positif
Jangan biarkan ada terlalu bayak waktu kosong. Cobalah untuk mengisi waktu-waktu
tersebut dengan mengikuti kursus, belajar, memulai usaha baru, berbisnis, atau
menciptakan berbagai karya. Selain terhindar dari hal-hal buruk, aktivitas positif juga
sangat bermanfaat untuk mengembangkan kepribadian seseorang ke arah yang lebih
baik.
c. Mendekatkan diri kepada Tuhan
Tidak ada agama apapun di dunia ini yang membolehkan perilaku hubungan badan
selain dengan suami istri. Perbanyaklah juga beribadah, karena aktivitas ini bisa
mendekatkan diri anda pada Tuhan dan membuat anda lebih takut berbuat dosa.
d. Menikah
Ditinjau dari segi sosial dan biologis, menikah adalah solusi yang sangat tepat untuk
menghindari seks bebas, tentu apabila anda sudah memiliki tabungan yang cukup serta
mampu membiayai hidup anda dan pasangan. Dengan menikah, anda bebas melakukan
hubungan seks dengan suami/istri anda tanpa khawatir mendapat cap negative dari
masyarakat.
e. Pikiran masa depan
Pola pikir yang harus anda tanamkan untuk mencegah diri sendiri atau anak untuk
melakukan seks bebas adalah dengan memikirkan masa depan. Bagi para remaja, poin
ini harus ditanamkan dengan baik. Bayangkan nasib mereka jika ternyata sudah harus

7
menjadi orang tua, padahal masih bersekolah dan belum mampu secara ekonomi.
Ingatkan bahwa keluarga mereka menaruh harapan pada para remaja tersebut untuk
menjadi orang yang sukses.
f. Menjalin hubungan akrab antara orang tua dan anak
Berdasarkan penelitian, anak yang kurang diperhatikan dan memiliki hubungan yang
renggang dengan orang tuanya cenderung terjerumus ke perilaku free sex. Begitu juga
anak yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis.
g. Memantau pergaulan
Perhatikan dengan siapa anak-anak bergaul. Pergaulan sangat berperan dalam
mencegah seks bebas. Jika anda masuk ke dalam kalangan yang rajin belajar, taat, dan
agamis, kemungkinan untuk terhindar dari pengaruh negative kehidupan malam jauh
lebih besar. Oleh karena itu, jagalah baik-baik lingkungan pergaulan anda.
h. Memilih lingkungan yang positif
Lingkungan sangat berperan dalam membentuk karakter serta perilaku keseharian kita.
Jika kita ingin menjauhkan diri sendiri atau anak-anak kita dari seks bebas, masuklah ke
dalam lingkungan yang kondusif. Pilihlah tempat belajar seperti kampus atau sekolah
yang memiliki disiplin tinggi, berprestasi, dan membina murid-muridnya untuk tidak
hanya sekedar menjadi pandai, namun juga menjadi manusia yang baik.
i. Memberi batasan jam malam
Menurut penelitian sosiolog University of Cambridge, aktivitas seks bebas 80 persen
terjadi setelah jam 9 malam. Memang, jiki menilik kehidupan malam yang erat kaitannya
dengan diskotik, klub, pub, bahkan prostitusi; seks bebas sangat mungkin terjadi pada
waktu-waktu tersebut. Apalagi di malam hari suasan jauh lebih sejuk, sehingga secara
psikologis kita menjadi lebih berani untuk mencoba hal-hal baru.
j. Pahami dampak negative seks bebas
Satu hal yang bisa membuat anda atau anak anda menjauhi seks bebas adalah dengan
memahami dampak negatifnya. Pahamilah bahwa seks bebas bisa membawa
konsekuensi yang sangat fatal bagi masa depan anda, bahkan berujung kematian. Seks
bebas bisa meningkatkan resiko terjangkit AIDS, salah satu penyakit yang hingga saat ini
belum ada obatnya.

3.2 Kesimpulan

Berdasarkaan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks adalah langkah
yang tidak boleh dilupakan dan perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal

8
apapun. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang, contohnya kita boleh saja
membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya dan apabila menurut pengawasan kita
dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan
akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut.
Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih
tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak
sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup
yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani. Perlunya pembelajaran agama yang dilakukan sejak
dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.

9
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan review dan data yang dibuat seperti di atas, maka penulis dapat
menyimpulkannya sebagai berikut :

a. Keterpaparan media berupa pornografi dan sikap yang mendukung hubungan seks
pranikah merupakan predictor yang kuat bagi ditampilkannya perilaku hubungan seks
pranikah remaja.
b. Remaja laki-laki lebih banyak melakukan hubungan seks pranikah dibanding dengan
remaja perempuan, baik itu dengan lawan jenis atau sesama jenis.
c. Sebagian besar remaja perempuan melakukan hubungan seks karena dipaksa oleh
pasangan/pacar untuk melakukan hubungan seks pranikah tersebut.

4.2 Saran

Dari kesimpulan di atas, saran yang baik untuk dilakukan yaitu perlu adanya monitoring serta
upaya-upaya untuk meningkatkan resiliensi remaja menghindari tekanan atau pengaru untuk mulai
melakukan hubungan seks pranikah pada usia yang lebih dini. Orang tua harus lebih terbuka dalam
hubungan komunikasi dengan remaja terkait seksualitas untuk membantu perkembangan remaja
dan lebih kritis terhadap tayangan pornografi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2017. 10 Cara Mencegah Seks Bebas. Diakses pada tanggal 15 Desember 2017, dari
http://www.top10indo.com/2013/07/10-cara-mencegah-seks-bebas.html

Sanusi, 2014. Murid SD Sudah Terkontaminasi Perilaku Seks Bebas Remaja. Diakses pada tanggal 15
Desember 2017, dari http://www.tribunnews.com/regional/2014/03/24/murid-sd-sudah-
terkontaminasi-perilaku-seks-bebas-remaja

Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia.

Willis, S. S. 2008. Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Toldos, M. D., & Rojas, J. L., & Martin, J. (2017). Perbedaan jenis kelamin dan usia terjadi pada agresi
fisik, verbal dan tidak langsung yang diestimasi sendiri pada remaja Spanyol. Jurnal Psikologi, 1, pp.
561-570.

Zahab, H., & Dharmawan, Y., & Winarni S. (2017). Hubungan antara perilaku pacaran remaja dan
pernikahan di bawah usia 20 tahun terhadap angka kelahiran menurut kelompok umur 15-19 tahun
di indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(3), 56-65.

Suri, P. I., & Koentjoro. (2014). Pengaruh pelatihan shalat khusyuk untuk mengendalikan perilaku
seksual pranikah pada mahasiswa yang berpacaran. Jurnal Intervensi Psikologi, 6(2), 181-192.

11

Anda mungkin juga menyukai