Anda di halaman 1dari 7

REMAJA DAN HOMOSEKSUALITAS

Disusun oleh :
Priscilla Milly Tiwow 9A

SMP KRISTEN EBEN HAEZAR 2 MANADO

2024
A. Remaja
Kata "remaja" berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow
maturity. Remaja adalah periode perkembangan individu antara masa anak-anak dan dewasa,
biasanya berkisar antara usia 12 hingga 18 tahun. Mereka bukan lagi disebut anak-anak tetapi belum
juga disebut dewasa. Ini adalah fase di mana seseorang mengalami banyak perubahan fisik,
emosional, dan sosial serta mencari identitas dan mandiri dari keluarga mereka. Secara lebih spesifik,
remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju kedewasaan yang ditandai oleh
perkembangan fisik seperti pubertas, perubahan emosional seperti peningkatan dalam eksplorasi
identitas dan hubungan sosial, serta perubahan kognitif seperti kemampuan berpikir abstrak yang
lebih kompleks.
Remaja juga sering mengalami tekanan dari lingkungan sekitar, termasuk keluarga, teman sebaya,
dan sekolah, yang dapat memengaruhi perkembangan mereka. Remaja yang adalah seseorang yang
tumbuh menjadi dewasa mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik, dimana remaja
mempunyai rasa keingintahuan yang besar dan sedang mengalami proses perkembangan sebagai
persiapan memasuki masa dewasa. Para remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai
petualangan dan tantangan, serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatan mereka
tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Berikut ciri-ciri remaja menurut (Putro, 2017),
yaitu:
A. Masa remaja bebagai periode yang penting
Maraknya perkembangan fisik dan mental pada masa awal remaja menimbulkan perlunya
penyesuaian mental dan pembentukan dari segala aspek termasuk sikap dan minat yang membuat
masa ini menjadi masa yang penting.
B. Masa remaja sebagai periode peralihan
Pada masa remaja, seseorang bukan lagi seperti anak-anak maupun dewasa. Remaja dalam tanda
kutip menjadi serba salah ketika dia berperilaku seperti anak-anak karena akan dituntut untuk
berperilaku sesuai umurnya dan jika dia berperilaku seperti orang dewasa, maka dia seringkali
dimarahi karena mencoba bertindak seperti dewasa. Tapi di sisi lain, status remaja yang tidak jelas ini
dapat membawa keuntungan karena diberikan kesempatan dan waktu untuk mencoba gaya hidup
yang baru dan menentukan pola perilaku dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
C. Masa remaja sebagai periode perubahan
Perubahan mental dan fisik pada masa remaja akan selalu berjalan sinkron, dimana ketika salah
satunya berkembang pesat maka yang lain pula demikian, begitu sebaliknya jika perubahan salah
satunya menurun, maka yang lain juga demikian.
D. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Banyak persoalan yang dilewati seorang remaja, tapi pada dasarnya mereka seringkali tidak
mampu mengatasinya sendiri, sehingga terkadang remajab menemukan bahwa penyelesaian
masalah mereka tidak selalu sesuai dengan ekspektasi.
E. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada masa awal remaja, mereka perlu penyesuaian diri pada berelasi dalam hal berkelompok.
Perlahan mereka mulai mendambakan identitas diri dan sudah tidak tertarik menjadi sama dengan
orang lain. Status yang mendua ini menyebabkan remaja mengalami “krisis identitas” atau masalah
identitas ego pada remaja.
F. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotip budaya bahwa remaja suka berbuat semaunya sendiri, yang
tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersikap tidak
simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
G. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang dia inginkan bukan sesuai
kenyataan. Hal ini menyebabkan tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja. Remaja
akan sangat tersayat dan kecewa apabila dunia mengecewakannya atau dia tidak berhasil mencapai
ekspektasinya sendiri.
H. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Pada saat remaja mulai mendekati masa kematangan yang sah, mereka mulai memusatkan diri
pada perilaku yang dihubungkan dengan status kedewasaan yang ternyata malah membawa dampak
negatif bagi mereka seperti merokok, seks bebas, dll, yang mereka anggap sebagai citra yang pas dan
sesuai dengan yang diharapkan mereka.

B. Homoseksualitas
Homoseksualitas adalah orientasi seksual di mana seseorang memiliki ketertarikan romantis,
emosional, atau seksual terhadap individu-individu dari jenis kelamin yang sama. Dalam konteks ini,
homoseksualitas merujuk pada ketertarikan dan hubungan antara dua orang dengan jenis kelamin
yang sama. Ini berarti seorang pria homoseksual tertarik kepada pria (gay), dan seorang wanita
homoseksual tertarik kepada wanita (lesbian).
Menurut Hawari (dalam Padang, 2012), homoseksual mengacu kepada salah satu bentuk dalam
perilaku seks yang menyimpang, dengan ditandai adanya ketertarikan kasih sayang serta hubungan
emosional dengan individu jenis kelamin yang sama.
Sedangkan menurut Kartono (dalam Okdinata, 2009), homoseksual merupakan suatu relasi seksual
dengan individu yang berjenis kelamin sama atau adanya ketertarikan dan mencintai jenis kelamin
yang sama. Pengertian ini menekankan pada hubungan fisik sesama jenis.
Pengertian lain tentang homoseksual dapat dilihat dari Carol (dalam Padang, 2012), homoseksual
adalah istilah untuk mendiskripsikan kecenderungan umum dalam hubungan seksual dengan individu
lain yang berjenis kelamin sama.
Homoseksual merupakan suatu kecenderungan yang sangat kuat terhadap suatu daya tarik erotis
pada seseorang yang berjenis kelamin sama. Homoseksualitas adalah konsep yang lebih spesifik dari
LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) yang merupakan konsep yang lebih luas dimana
mencangkup biseksual dan transgender sedangkan homoseksual hanya mencangkup lesbian dan gay
atau kertertarikan sesama jenis.

C. Negara yang menyetujui Homoseksualitas


Belanda telah bertahun-tahun menghadapi aneka tekanan dari kelompok-kelompok homoseksual
telah melegalkan aturan yang memperkenankan pasangan homoseksual menikah di catatan sipil.
Pasal 30 KUHP Belanda yang baru ini berbunyi huwelijk tussen personen van gelijk geslacht atau
"pernikahan dapat dilakukan oleh dua orang dengan orientasi seks yang berbeda atau sama." Apabila
dibandingkan dengan Pasal 292 RKUHP Indonesia yang menyatakan bahwa "orang dewasa yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama jenis yang diduga belum dewasa bakal
diancam pidana penjara paling lama lima tahun," tentu mencerminkan perbedaan dan penerimaan
antara negara kita dan negeri kincir meskipun pernah ada relasi yang dibangun ketika masa
penjajahan. “Ada dua alasan untuk bergembira sekarang," kata Walikota Amsterdam Job Cohen yang
mewakili pemerintah sekaligus menjadi sohibul bait dalam acara itu di hadapan empat pasangan itu.
"Kalian merayakan perkawinan, dan juga merayakan hak untuk menikah," katanya. Sejak itu,
sepanjang 1 April 2001 sampai 1 Januari 2011, menurut situs web Radio Netherlands, 20 persen dari
55.000 homoseksual yang berdomisili di Belanda telah melangsungkan pernikahan. Inilah buah
perjalanan panjang yang dimulai dari suatu amandemen konstitusi yang menegaskan larangan
diskriminasi berdasarkan alasan apa pun pada 1983.
Kemudian yang terjadi kemudian di antara masyarakat internasional benar-benar mencengangkan
karena dalam waktu 17 tahun tak kurang dari 26 negara sebagian besar negara Eropa mengikuti
langkah Belanda melegalkan pernikahan sesama jenis. Selain itu, ada beberapa lembaga
internasional yang melegalkan hal tersebut yaitu The Inter-American Court of Human Rights dan
European Court of Justice (ECJ)
D. Indonesia dan Homoseksualitas
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menjelaskan bahwa hal
ini adalah hal yang tabu di Indonesia. Para pelaku homoseksualitas pada umumnya mengharapkan
perlakuan yang lebih seimbang dan adil dari Pemerintah. Mereka ingin orientasi seksual dan perilaku
seksual tidak menjadi hambatan dalam bermasyarakat, berkarya, berprestasi dan berkontribusi
dalam pembangunan.
Indonesia pun sebagai negara berdaulat dan memiliki hukum sendiri sudah jelas tertera di Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan bahwa "Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."
Perkawinan bertujuan salah satunya melestarikan umat manusia. Sangat kontras bila dibandingkan
kaum LGBT yang penyuka sesama jenis. Bila dilegalkan, homoseksualitas akan berdampak pada
timbulnya berbagai masalah. Mulai dari menurunnya angka kelahiran karena sudah pasti sesama
jenis tak bisa menghasilkan keturunan.
Merespon maraknya homoseksualitas masyarakat harus mampu mengembangkan kewaspadaan
sosialnya. Begitupula negara tidak bisa lepas tangan dan berlindung di balik penghargaan terhadap
hak asasi warga negara. Dimana masyarakat Indonesia dengan kultur timur yang menjunjung
religiusitas, sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik homoseksualitas berdasar
ketentuan hukum dan nilai-nilai agama.
E. Pandangan Alkitab mengenai Homoseksualitas
Pada dasarnya Allah menciptakan laki-laki sebagai laki-laki dan perempuan sebagai perempuan (Kej
1:27), tetapi kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mengakibatkan penyimpangan terhadap
ketetapan Than (Rm. 1:23-26). Allah dengan jelas menciptakan Adam dan Eve (Hawa), bukan Adam
dan Steve.
Alkitab mengatakan bahwa homoseksual adalah dosa (Kejadian 19:1-13; Imamat 18:22; Roma 1:26-
27; 1 Korintus 6:9). Yesus tidak membenci kaum homoseksual, melainkan ia mengutuk perilaku
mereka. Alkitab menyatakan bahwa seseorang menjadi homoseksual karena dosa dan karena pilihan
mereka sendiri (Roma 1:24-27). Alkitab juga memberitahu bahwa Allah tidak menciptakan seseorang
sebagai homoseksual melainkan Allah menghendaki kita untuk melangsungkan pernikahan kudus dan
bertujuan untuk berketurunan (Kej 1:27). Alkitab tidak mengatakan homoseksualitas sebagai dosa
yang lebih besar dibandingkan dosa lainnya tetapi itu sama dengan dosa lainnya yang membuat
manusia tidak akan mendapat bagian dalam kerjaan Allah (1 Kor 6:9-10). Allah mengampuni seorang
homoseksual, ini merupakan janji kekuatan manusia untuk menang atas dosa bagi yang percaya
kepada-Nya (1Kor 6:11, 2 Kor 5:17, Flp 4:13).

F. Upaya Gereja dalam menangani Homoseksualitas


Gereja harus menyikapi isu ini dengan bijaksana dan proporsional. Dari sudut pandang kebenaran,
Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa perilaku homoseksual adalah dosa. Oleh karena itu, kita
tidak boleh kompromi. Kita harus dengan tegas menolak pernikahan sejenis. Apapun alasan yang
dikemukakan sekalipun atas nama hak asasi, tidak dapat membenarkan perbuatan ini dan
membatalkan hukum pernikahan yang ditetapkan Tuhan yang bersifat heteroseksual, monogami, dan
seumur hidup yang ditegaskan Yesus dalam Matius 19:4-6.
Kita juga harus memandang hubungan homoseksual adalah sama dengan dosa lainnya, misalnya
perzinahan yang dilakukan oleh kaum heteroseksual.
Jangan kita mengganggap bahwa dosa homoseksual lebih buruk dari dosa lainnya. Semua dosa
sama, berakibat maut (Roma 6:23). Gereja harus menyatakan kasih dan penerimaan terhadap kaum
homoseksualitas. Dari sudut pandang anugerah, Yesus mengasihi orang berdosa namun membenci
dosanya. Kita juga harus mengasihi saudara kita yang memiliki orientasi homoseksualitas, namun kita
membenci perbuatan dosa mereka. Wujud kasih dan penerimaan bukan dengan memandang perilaku
homoseksual itu legal berdasarkan hak asasi manusia.
Dalam hal ini, kita harus berempati kepada kaum homoseksual karena mereka tidak memiliki solusi
yang benar untuk menyalurkan hasrat seksual mereka. Kita harus membantu kaum homoseksual
untuk dapat mengatasi dorongan seksual mereka dengan konseling, bimbingan rohani, komunitas
yang benar serta memfokuskan hidup mereka untuk Tuhan.
Kuasa Tuhan Yesus sanggup menjamah dan mengubahkan hidup seseorang secara utuh, juga
masalah disorientasi seks seseorang. Dengan iman, seorang homoseksual dapat menerima anugerah
dari Tuhan.

G. Komitmen
Sebagai remaja dan siswa Kristen, saya berkomitmen untuk menolak homoseksualitas karena
keyakinan saya terhadap ajaran agama saya yang menganggap hubungan sesama jenis sebagai
bertentangan dengan nilai-nilai yang saya anut. Namun, saya juga berkomitmen untuk mengayomi
sesama yang terlibat dalam hal itu dengan penuh kasih dan pengertian, serta menjaga sikap yang
tidak diskriminatif dan menghargai martabat setiap individu, karena setiap orang pantas
diperlakukan dengan hormat dan cinta dan senantiasa menjadi teladan bagi sesama.
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.um-surabaya.ac.id/7964/3/BAB%20II.pdf

https://www.perplexity.ai/search/Apa-itu-remaja
VJ0VMpMdTtGsDZDlJQFZ1w

https://www.slideshare.net/nikendf25/remaja-bk

https://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4785/3/BAB%20II.pdf

https://hukum.tempo.co/read/1059315/belanda-negeri-yang-berpihak-
kepada-lgbt

https://www.jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/lgbt-dalam-
perspektif-hukum-positif

https://era.id/internasional/101967/negara-yang-melegalkan-
lgbt#google_vignette

https://www.gotquestions.org/Indonesia/homoseksualitas-dosa.html

https://www.ndcministry.org/inspire/12mi/pandangan-gereja-tentang-
lgbt
TERIMA KASIH
Tuhan Yesus Memberkati
PRISCILLA MILLY TIWOW 9A

Anda mungkin juga menyukai