ISI
A. Masa Remaja
Masa remaja (Remaja=Latin=Adolescence) adalah masa peralihan saat seseorang
berproses untuk tumbuh ke arah kematangan, baik secara biologis, sosial, maupun
psikologis (TrendIlmu, 2015; Rosdahi, Caroline Bunker dan Mary T Kowalski, 2014).
Secara biologis, remaja akan mulai mengalami perubahan kematangan seksual atau
pubertas yang ditandai dengan munculnya karakteristik seksual sekunder. Secara sosial,
remaja akan mulai berintegritas pada masyarakat dan mulai membuka diri. Secara
psikologis, remaja akan mulai membentuk sikap mandiri dan berusaha untuk
menemukan jati diri.
Masing-masing individu akan mulai mengalami masa remaja di usia yang berbeda-
beda. Namun biasanya masa remaja akan masuk pada rentang usia 11 – 20 tahun.
Menurut World Health Organization (WHO), mulai usia 10 – 19 tahun merupakan
periode kehidupan yang menunjukkan pematangan fisik dan seksual yang mengarah pada
karakteristik prilaku dan dipengaruhi oleh budaya.
Perjalanan masa remaja juga tidak lepas dari proses pubertas. Pubertas adalah periode
transisi antara masa kanak-kanan dan masa dewasa yang ditandai dengan munculnya
karakteristik seks sekunder dan kemampuan reproduksi seksual. Periode ini juga diikuti
dengan percepatan pertumbuhan tulang-tulang panjang (Oktavie, 2011). Ada tiga macam
masa pubertas yaitu:
1. Early adolescence years (11 – 14 tahun).
2. Middle adolescence years (15 – 17 tahun).
3. Late adolescence years (18 – 21 tahun).
Pada saat masa pubertas berlangsung, terjadilah berbagai macam perubahan yang bukan
hanya fisik, tetapi juga secara intelektual, seksual, dan emosional.
Saat pubertas, hormon pertumbuhan akan mendorong proses tumbuh yang cepat
dalam kurun waktu sekitar 2 tahun. Percepatan pertumbuhan akan lebih awal dialami
pria, namun untuk pematangan seksual akan lebih awal dialami oleh wanita. Capaian
kematangan seksual wanita ditandai dengan munculnya menstruasi. Sedangkan pada pria
ditandai dengan munculnya produksi semen. Mulai dari sinilah remaja harus menjaga
1
diri sebaik mungkin untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan seperti kehamilan
yang belum waktunya. Hal ini bisa terjadi karena organ reproduksi sudah mulai matang
dalam memproduksi ovum dan sperma yang kelak akan bisa menjadi zigot (janin).
Perkembangan intelektual pada masa remaja ditandai dengan adanya kemampuan
untuk mengerti berbagai masalah kompleks secara bertahap (Oktavie, 2011). Psikolog
Prancis, Jean Piaget menentukan bahwa masa remaja adalah tahap awal untuk berpikir
secara logika. Akan tetapi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah kompleks ini
muncul dari fungsi proses belajar dan pendidikan yang telah didapat.
Psikolog Amerika, G. Stanley Hall mengatakan bahwa masa remaja adalah masa stres
emosional yang timbul dari perubahan fisik saat pubertas. Psikolog Amerika kelahiran
Jerman, Erik Erikson juga memandang bahwa perkembangan itu sebagai proses
psikososial yang terjadi seumur hidup. Tugas psikososial remaja adalah untuk berubah
mulai dari orang yang tergantung menjadi orang yang mandiri.
2
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik karena remaja melihat dirinya dan
orang lain sebagaimana yang diinginkan, bukan sebagaimana adanya (terutama
soal cita-cita).
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa karena remaja mulai memusatkan diri
pada prilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa.
3
Sementara itu, Knoer dan Haditono membedakan masa remaja menjadi 4 tahap
(Deswita, 2006:192 dalam www.belajarpsikologi.com, 2013), yaitu:
1. Masa Pra-Remaja (10 - 12 tahun)
2. Masa Remaja Awal (12 – 15 tahun)
3. Masa Remaja Pertengahan (15 – 18 tahun)
4. Masa Remaja Akhir (18 – 21 tahun)
4
g) Mulai melebihi diri sendiri untuk memahami perasaan dan perilaku orang
lain.
h) Individu remaja awal biasanya antusias sehingga membawa semangat dan
gairah ke dalam perbuatan mereka.
i) Menginjak usia 14 tahun, remaja menjadi lebih menerima individu lain,
dan lebih menyadari apa yang membuat kepribadian mereka unik dan
berbeda dengan orang lain.
j) Mereka mulai membina hubungan baik dengan saudara kandung,
menemukan bahwa mereka sangat menyukai kakak dan adik mereka lebih
dari yang dibayangkan.
2. Masa Remaja Pertengahan (15 – 17 tahun)
a) Saat masuk masa remaja pertengahan, individu dapat menunjukkan
kecenderungan untuk mengasingkan diri.
b) Kemampuan berpikir logis mulai terbentuk. Akibatnya mereka akan
melakukan refleksi pada diri sendiri dan orang lain serta pengkajian
terhadap pengalaman baru. Sehingga remaja dapat mulai menghabiskan
lebih banyak waktu untuk sendirian.
c) Mulai adanya intropeksi dan fluktasi dalam kepercayaan diri.
d) Mulai berani beraspirasi dengan lantang.
e) Remaja mulai mencari kepercayaan diri.
f) Menginjak usia 15 - 16 tahun, sebagian besar remaja mulai membentuk
beberapa gagasan tentang masa depan dan memiliki rencana lebih banyak
dari minat dan aktivitas yang dilakukan saat ini.
g) Mulai ada keinginan untuk berhubungan dekat dengan lawan jenis,
pernikahan, karier, dan keluarga mereka sendiri. Peningkatan kemandirian
dan minat terhadap lawan jenis menyebabkan banyak remaja tengah mulai
merasa bertanggung jawab lebih besar terhadap perawatan diri dan
kebersihan personal.
h) Menginjak usia 17 tahun, sebagian besar remaja tengah mulai
menunjukkan sikap maturitas sejati. Dalam hubungan interpersonal,
mereka menunjukkan ketertarikan terhadap orang lain dan mulai ada
kesadaran serta penerimaan tanggung jawab sosial.
5
3. Masa Remaja Akhir (18 – 20 tahun)
a) Saat memasuki masa remaja akhir dan masa dewasa muda, mereka
cenderung memiliki lebih banyak teman baik sejenis maupun lawan jenis.
b) Remaja akhir mulai menjauh dari orang lain, tempat, dan segala hal yang
familiar bagi mereka.
c) Kelulusan dari SMA menyebabkan remaja melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi baik di dekat rumah ataupun jauh dari tempat
mereka. Sehingga mengharuskan mereka untuk bertanggungjawab
terhadap diri sendiri.
d) Beberapa remaja akhir mulai memasuki dunia kerja. Memasuki dunia
tersebut, mereka harus meningkatkan maturitas dan peningkatan
keterampilan sosial dan professional.
e) Hubungan biasanya penting selama periode ini. Hubungan cinta jangka
panjang dan persahabatan yang berlangsung selama masa SMA dapat diuji
atau bahkan berakhir saat lingkaran sosial meluas dan minat berubah.
f) Saat remaja memasuki dunia orang dewasa, diharapkan remaja akhir dapat
berperilaku secara matur. Remaja yang dahulu bersifat kritis, sekarang
dapat menghargai dan membina hubungan yang lebih baik dengan orang
tua dan anggota keluarga lainnya.
6
2. Teori Piaget: Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, individu berusia 12 hingga 15 tahun masuk tahap dimana remaja
berpikir secara abstrak dan mengembangkan keterampilan untuk berpartisipasi dalam
penyelesaian masalah yang rumit.
Perkembangan keterampilan merupakan bagian dari pertumbuhan kognitif dan
juga persiapan untuk masa depan yang mencakup aktivitas. Remaja mengembangkan
seni kepemimpinan dan kemampuan mereka untuk berdiplomasi. Bermain, mengikuti
kompetisi ilmu pengetahuan, kelompok paduan suara, orchestra, dan band merupakan
pencapaian tingkat tinggi lainnya untuk remaja muda dalam meningkatkan
kecerdasan, bakat, kerjasama, serta semangat kebersamaan mereka.
7
adalah: Perawat A pada pukul 08.00 harus memberikan suntikan IM untuk
memberikan obat pada klien (beneficience) tetapi klien menolak karena memiliki
trauma dengan suntikan. Perawat harus menghargai itu dan mencoba untuk mencari
cara lain selain invasi via IM (autonomy).
3. Justice (Keadilan)
Sebagai perawat profesional, perawat tersebut harus mampu bekerja dengan
handal terutama dalam bidang prinsip justice. Ada saatnya perawat harus bekerja
sendiri dengan menghadapi lebih dari satu klien, di situlah prinsip ini harus
diterapkan.
Semua klien yang memiliki ketergantungan wajib diberi kesetaraan pelayanan.
Prinsip justice diaplikasikan saat perawat bekerja untuk perawatan yang baik sesuai
hukum, SOP, dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan. Keadilan di sini bukan dimaksudkan dalam keadilan soal kuantitas, tetapi
soal kualitas. Contoh: Memandikan pasien tidak dengan diskriminasi ras, ekonomi,
social, dll. Selain itu, mengutamakan penanganan pada pasien yang lebih
membutuhkan tetapi tanpa menelantarkan pasien yang lain.
4. Nonmaleficience (Tidak Merugikan/Tidak Menyakiti)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologi pada
pasien. Untuk itu, semaksimal mungkin perawat harus memutuskan dan melakukan
tindakan dengan hati-hati agar terhindar dari akibat yang tidak diinginkan. Contoh:
Saat melakukan perawatan luka pada klien, perawat wajib melakukan teknik steril dan
memakai handscoon agar terhindar dari resiko infeksi pada klien.
5. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini harus penuh dengan kebenaran dalam arti keadaan yang sebenar-
benarnya, tanpa rekayasa. Perawat wajib mampu untuk berkomunikasi dengan baik
pada pasien saat penyampaian kabar. Penyampaian yang baik dan bijaksana akan
membuat klien mengerti maksud dari perawat. Contoh: Klien A telah didiagnosa
menderita penyakit HIV tanpa sepengetahuan keluarga. Di sini, perawat harus mampu
menjadi jembatan penyampaian antara klien dan keluarga dengan tanpa menimbulkan
akibat yang tidak diinginkan seperti keluarga akan menelantarkan klien. Sebelum
menyampaikannya, perawat perlu mempertimbangkan dahulu situasi kondisi dan
kesiapan keluarga menerimanya.
8
6. Fidelity (Ketaatan)
Maksud dari ketaatan di sini adalah kesetiaan dan sikap menghargai oleh individu
dalam menjalani komitmennya terhadap orang lain. Ketaatan ini dapat dilihat dari
kepatuhan seorang perawat dalam mengikuti kode etik, SOP, aturan rumah sakit, janji
perawat, dan lain-lain. Tujuan dari prinsip ini untuk menjauhi perawat dari tuntutan
hukum atau apapun yang dapat merugikan/membahayakan perawat. Contoh: dalam
kode etik keperawatan disebutkan bahwa perawat harus menghargai harkat martabat
manusia dalam pelayanannya. Untuk itu saat bekerja, perawat harus melayani dengan
baik, menjunjung kesopanan, dan menganggap pasien sebagai manusia utuh serta
unik.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Aturannya adalah informasi tentang klien harus benar-benar dijaga privasinya.
Dokumen keadaan kesehatan dan pengobatan klien hanya boleh dibaca oleh
pemiliknya. Setiap orang yang ingin mengetahuinya (keluarga, teman, dll) harus
didiskusikan dahulu pada pemilik lalu meminta persetujuannya. Perawat tidak boleh
membahas klien di luar area pelayanan ataupun menceritakannya pada keluarga
perawat, teman, atau siapapun selain klien. Contoh: Perawat N mendapat klien TBC,
untuk rencana perawatan, perawat harus mendiskusikannya pada klien itu sendiri.
8. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah standar pasti yang bisa dinilai keprofesionalannya dalam
situasi tidak jelas atau tanpa terkecuali. Prinsip ini sangat menuntut tanggung jawab
perawat dalam pelayanannya. Perlu dicatat bahwa setiap orang dapat menilai
kemampuan pelayanan seorang perawat, dilihat melalui caranya memutuskan
tindakan, sikap, integritas, dll. Contoh: Perawat K dinilai sebagai perawat yang kreatif
karena memiliki cara unik tersendiri dalam melakukan penyuntikan pada klien.
9. Moral Right
a) Advokasi
Advokasi adalah upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasien. Perawat
memiliki kewajiban moral dalam mempraktikkan keperawatan profesional.
b) Responsibilitas (Tanggung Jawab)
Perawat mampu memilah dan memahami mana tanggung jawabnya, mana
tanggung jawab petugas kesehatan lain. Contoh: Saat memberikan obat, perawat
bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan pasien dengan memberikannya
dengan aman dan benar dan dokter yang memberikan resep.
9
c) Loyalitas
Loyalitas adalah suatu konsep simpati, peduli, dan hubungan timbal balik
terhadap pihak yang secara professional berhubungan dengan perawat.
d) Akuntabilitas (Tanggung Gugat)
Akuntabilitas dapat menjawab segala hal yang berhubungan dengan tindakan
seseorang,
9. Value (Nilai)
Menurut Dede Nasrullah, nilai adalah keyakinan mengenai arti dari suatu ide,
sikap, objek, perilaku, dll yang menjadi standar dan mempengaruhi perilaku
seseorang. Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan-harapan ideal dalam praktik
keperawatan. Nilai adalah suatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian
rupa oleh seseorang. Nilai yang sangat diperlukan bagi perawat adalah:
a. Kejujuran.
b. Lemah lembut.
c. Ketepatan.
d. Menghargai orang lain.
10. Nilai Norma Masyarakat
Nilai norma masyarakat adalah suatu keyakinan sekelompok masyarakat sebagai
pegangan yang mengarah pada sikap atau perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu
organisasi memiliki rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan
sebagai perilaku personal. Value ideal adalah konsep yang sangat berharga bagi
seseorang yang dapat memberikan arti dalam hidupnya dan dapat mempengaruhi
persepsi, motivasi, pilihan, dan keputusan.
Nilai norma tiap masyarakat berbeda-beda, sesuai dengan kebudayaan daerah
tempat tinggalnya. Contoh: Klien A adalah masyarakat desa rawa makmur dan klien
B adalah masyarakat desa sukarami. Klien A menganggap bahwa mengucapkan salam
adalah sikap yang sangat dituntut di lingkungannya, perawat pun harus menghargai
dan melakukannya. Sementara klien B menganggap bahwa mengucapkan salam
adalah sikap yang tidak terlalu dituntut di lingkungannya, perawat pun juga harus
menghargainya.
11. Perawat Sebagai Advokat
Menurut Potter dan Perry, perawat berperan sebagai advokat klien dengan
melindungi hak klien untuk mendapat informasi dan untuk berpartisipasi dalam
keputusan mengenai perawatan yang akan mereka terima. Perawat dapat juga menjadi
10
advokat ketika resiko kesehatan teridentifikasi, dimana tidak ada pedoman legal.
Perawat dapat teribat secara secara aktif sebagai penyedia melalui proses legislatif dan
administrative. Perawat bertindak sebagai advokat klien ketika mereka terlibat untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan kliennya. Pelobi adalah seseorang yang
menginformasikan pembuat keputusan dan mendidik mereka mengenai kebutuhan
klien dan praktik keperawatan yang aman.
11
BAB II
PEMBAHASAN
12
remaja yang masih labil. Rasa ingin tahu mereka akan semakin besar hingga mendorong
mereka untuk melakukan tindakan yang belum seharusnya dilakukan.
Setiap tindakan pasti akan menuai akibatnya. Kebanyakan remaja yang melakukan
hubungan intim akan menyesalinya saat harus menerima kenyataan kalau mereka hamil.
Respon yang dimunculkan akan bervariasi tergantung cara koping stress tiap individu.
Ada yang menerima dan ada yang tidak, hingga mereka rela melakukan aborsi.
Melihat realita ini, beberapa para petugas kesehatan terutama perawat, dokter, dan
bidan akan memanfaatkannya sebagai pengahasil finansial. Tindakan tersebut tentu
sangat melanggar prinsip dan kode etik.
Etika adalah perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok
tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar. Etika
berhubungan dengan hal yang baik dan yang tidak baik. Etika berhubungan dengan
peraturan untuk perbuatan atau tindakan yang mempunyai prinsip yang benar dan salah,
serta prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral. Menyimpang dari
kode etik berarti tidak memiliki perilaku dan moral yang baik.
B. Studi Kasus
13
Ketika itu, korban menelpon pacarnya BU warga Tegalrejo, yang memberitahukan
akan menggugurkan kandungannya. Namun, waktu itu BU melarang dan menyanggupi untuk
bertanggungjawab atas kehamilannya sekalipun tidak direstui orangtuanya.Ia mengatakan
korban bersikeras agar aborsi berlangsung dan telah dilangsungkan pada 27 Februari 2016.
Proses aborsi tersebut bisa berlangsung karena awalnya korban meminta tolong bantuan
seorang pedagang BT, agar mencarikan orang yang bisa melakukan aborsi.
“Kemudian BT menemui perawat NU saat pulang ke rumah orang tuanya dan
menanyakan soal bisa tidaknya membantu aborsi,” katanya. Selanjutnya NU meneruskan
kepada bidan MU dan akhirnya disepakati uang untuk membayar aborsi sebesar Rp. 2,5 juta
dan ditambah uang jasa Rp. 500.000,-. Setelah terjadi kesepakatan, korban diantarkan
pacarnya serta BT menuju klinik Fajar Pratama Mertoyudan, yang telah ditunggu MU, Sabtu
(27/2/2016).Saat itu, korban diberikan tiga butir obat cytotek yang dimasukkan ke dalam
kemaluannya.
“Korban juga diberikan 10 butir obat oleh tersangka NU untuk diminum tiga kali sehari
masing-masing satu butir,” katanya. Selanjutnya, pada malam harinya, korban mengirimkan
SMS kepada MU dan NU yang memberitahukan jika janin dalam perutnya sudah keluar,
namun ari-arinya masih tertinggal. Pada dini hari, korban mengeluarkan sendiri ari-ari
tersebut lalu menariknya. Kemudian tersangka NU menyarankan korban segera menuju
rumah sakit untuk penanganan medis.
“Sekitar pukul 03.00 WIB, korban diantar pacarnya ke praktik dokter H karena kondisi
korban semakin melemah dan kehabisan darah, akhirnya dirujuk ke RSUD Tidar Magelang,
namun disarankan ke RS Budi Rahayu. Saat diperiksa di rumah sakit bersalin tersebut,
ternyata korban sudah meninggal dunia,” katanya.
Atas meninggalnya korban, pihak keluarga sempat curiga kemudian melaporkan
kejadian tersebut ke Polres Magelang.Menindaklanjuti laporan tersebut, petugas terus
melakukan penyelidikan bahkan sempat membongkar makam korban pada 19 Juli
2016.Autopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban.
“Hasil autopsi jenazah korban diketahui ada indikasi upaya aborsi menggunakan obat
dengan dosis tertentu sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia,” katanya. Kanit PPA
Polres Magelang Aiptu Isti Wulandari mengatakan tersangkan dijerat pasal 194 UU Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun
dengan denda paling banyak Rp. 1 Milyar. Kemudian, subsider pasal 384 KUHP dengan
ancaman hukuman paling lama 7 tahun.
14
Prinsip etik yang dilanggar:
1. Beneficience (Berbuat Baik)
Dalam kasus ini, bidan dan perawat melanggar prinsip etik beneficience karena
mereka hanya ingin mengambil keuntungan finansial dari pasien walaupun mereka tahu
bahwa itu adalah kejahatan.
“Kemudian BT menemui perawat NU saat pulang ke rumah orang tuanya dan
menanyakan soal bisa tidaknya membantu aborsi,” katanya. Selanjutnya NU
meneruskan kepada bidan MU dan akhirnya disepakati uang untuk membayar
aborsi sebesar Rp. 2,5 juta dan ditambah uang jasa Rp. 500.000,-.
Seharusnya, perawat dan bidan terlebih dahulu mengajak klien untuk
berkonsultasi sebelum mengambil keputusan untuk meminimalisir akibat buruk
pada korban.
2. Non-Maleficience (Tidak Merugikan)
Perawat dalam hal ini membantu bidan untuk melakukan tindakan menyakiti pasien
dengan mengaborsikan kandungan klien melalui obat-obatan. Lebih parah lagi, sampai
menimbulkan kematian pada pasien karena setelah memberikan obat, perawat dan
bidan tidak memberikan petunjuk selanjutnya.
Setelah terjadi kesepakatan, korban diantarkan pacarnya serta BT menuju klinik
Fajar Pratama Mertoyudan, yang telah ditunggu MU, Sabtu (27/2/2016).Saat itu,
korban diberikan tiga butir obat cytotek yang dimasukkan ke dalam kemaluannya.
“Korban juga diberikan 10 butir obat oleh tersangka NU untuk diminum tiga kali
sehari masing-masing satu butir,” katanya.
Seharusnya, saat klien meminta untuk aborsi, perawat harus menolaknya
begitupun dengan bidan. Justru saat seperti itu, klien harus diberi pengarahan
pada jalan solusi yang paling baik. Sebisa mungkin perawat dan bidan harus
menjauhi tindakan menyakiti/membahayakan klien walaupun klien meminta.
Selain itu, petugas kesehatan juga harus memberikan semangat hidup pada klien
demi mempertahankan kondisi harapan keinginan hidup klien.
3. Informed Consent
Pelanggarannya adalah saat setelah klien berhadapan dengan bidan dan perawat,
klien bukannya diberi informasi detail tentang aborsi terlebih dahulu. Tetapi malah
langsung diberi tindakan pemberian obat aborsi.
15
Setelah terjadi kesepakatan, korban diantarkan pacarnya serta BT menuju klinik
Fajar Pratama Mertoyudan, yang telah ditunggu MU, Sabtu (27/2/2016).Saat itu,
korban diberikan tiga butir obat cytotek yang dimasukkan ke dalam kemaluannya.
Seharusnya, saat kedua belah pihak (petugas kesehatan dan pasien) bertemu,
bidan ataupun perawat harus memberikan informasi detail mengenai aborsi
sampai klien paham dan memutuskan persetujuan. Setelah itu barulah dilakukan
tindakan selanjutnya sesuai kesepakatan.
4. Fidelity (Kesetiaan)
Pada kasus ini perawat dan bidan melanggar kode etik profesi mereka masing-
masing untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan,
dan meminimalkan penderitaan. Kasus ini menjelaskan bahwa perawat dan bidan telah
merusak kesehatan klien hingga terjadi kematian karena tidak adanya komunikasi lebih
lanjut saat setelah diberikan obat.
Setelah petugas kesehatan mengucapkan sumpah profesi dan telah mengetahui
kode etik yang berlaku. Harusnya, mereka mengaplikasikannya dalam
kehidupan perkerjaan. Bukan hanya sekedar diucap dan dipahami.
5. Accountability (Akuntabilitas)
Pada kasus, bidan dan perawat telah melepas tanggung jawabnya setelah melakukan
tindakan. Memang, saat terjadi masalah pada klien, perawat NU sempat menyarankan
korban untuk ke dokter. Tetapi itu bukanlah tanggung jawab yang benar.
Pada dini hari, korban mengeluarkan sendiri ari-ari tersebut lalu
menariknya.Kemudian tersangka NU menyarankan korban segera menuju rumah
sakit untuk penanganan medis.
Seharusnya, saat tahu keadaan klien, seorang perawat harus melakukan tindakan
juga, seperti merujuk dan mengantarkan klien ke rumah sakit rujukan.
Maksudnya, bertanggung jawablah secara penuh.
6. Fidelity (Ketaatan)
Sudah jelas, pada kasus ini perawat dan bidan telah melanggar sumpah dan kode
etik yang berlaku. Seharusnya sebagai petugas kesehatan yang profesional dan
bertanggung jawab, mereka harus mampu meningkatkan kesehatan dan meminimalkan
penderitaan.
7. Veracity (Kejujuran)
Perawat dan bidan tidak memberitahukan kebenaran yang ada pada klien. Apa
akibatnya dan apa yang seharusnya klien lakukan dalam mengatasi persoalannya.
16
8. Moral Right
Responsibilitas (Tanggung Jawab)
Dalam hal ini, perawat dan bidan tidak bertanggung jawab untuk memberikan
edukasi mengenai kehamilan dan aborsi kepada klien. Malahan, perawat NU
langsung memberikan obat aborsi dari bidan.
Saat itu, korban diberikan tiga butir obat cytotek yang dimasukkan ke dalam
kemaluannya.
Seharusnya, saat perawat bertemu dengan klien petama kali, perawat harus
mengedukasikan klien mengenai persoalan yang ada lalu merujuknya ke
pihak yang lebih ahli (bidan). Namun bidan pun harus melakukan tanggung
jawabnya juga secara profesional, bukan malah mendukung keputusan klien
yang salah.
9. Loyalitas
Bidan dan perawat sama sekali tidak memunculkan rasa kepedulian terhadap
masalah dan kualitas hidup klien kedepannya. Terutama perawat yang pekerjaannya
berfokus pada kualitas kehidupan klien. Pada kasus ini, keduanya hanya berfokus pada
keuntungan finansial.
“Kemudian BT menemui perawat NU saat pulang ke rumah orang tuanya dan
menanyakan soal bisa tidaknya membantu aborsi,” katanya. Selanjutnya NU
meneruskan kepada bidan MU dan akhirnya disepakati uang untuk membayar
aborsi sebesar Rp. 2,5 juta dan ditambah uang jasa Rp. 500.000,-. Setelah terjadi
kesepakatan, korban diantarkan pacarnya serta BT menuju klinik Fajar Pratama
Mertoyudan, yang telah ditunggu MU, Sabtu (27/2/2016).Saat itu, korban
diberikan tiga butir obat cytotek yang dimasukkan ke dalam kemaluannya.
Sebaiknya, dalam menjalani profesinya, perawat dan bidan harus lebih
mengutamakan masalah kesehatan psikologis-biologis klien dibandingkan
keuntungan finansial. Apa yang dilakukan, pasti akan menerima akibatnya.
10. Nilai
Perawat dan bidan pada kasus ini tidak memiliki nilai yang baik. Mereka rela
mengorbankan nyawa orang lain dan memanfaatkan profesinya hanya untuk
mendapatkan keuntungan finansial.
11. Perawat sebagai advokat
Khusus untuk perawat, pada kasus ini perawat NU telah melanggar statusnya
sebagai advokat klien.
17
Pada dini hari, korban mengeluarkan sendiri ari-ari tersebut lalu menariknya.
Kemudian tersangka NU menyarankan korban segera menuju rumah sakit untuk
penanganan medis.
Seharusnya, setelah perawat tau keadaan klien, perawat NU harus memberikan
pertolongan pertama dulu pada klien seperti menahan pendarahan. Lalu ikut
mengantarkan klien sampai ke rumah sakit bersalin.
18
DAFTAR PUSTAKA
Rosdahi, Caroline Bunker, dan Mary. T. Kowalski. Buku Ajar Keperawatan Dasar. 2014.
Jakarta: EGC.
19