Anda di halaman 1dari 10

Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja

Definisi Perilaku Seks Pranikah


Perilaku seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan oleh individu dengan
orang lain sebelum menikah (Djamba, 2013). Baik pria maupun wanita terlibat di dalam perilaku
seks pranikah ini, meskipun keterlibatan pria cenderung lebih dalam dan intensif dibandingkan
wanita (Crooks & Baur, 2013; Zuo, Lou, Gao, Cheng, Niu, & Zabin, 2012). Perilaku seksual
merupakan segala tindakan yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis maupun
dengan sesama jenis. Perilaku seks pranikah merupakan permasalahan dan sekaligus fenomena
sosial yang kian lazim dijumpai di dalam masyarakat. Pergeseran norma baik-buruk, benar-salah,
terutama dalam konteks seksualitas semakin jelas terlihat. Pada kelompok remaja, perilaku seks
pranikah semakin dianggap normatif dan tidak menjadi hal yang tabu lagi seperti dahulu. Salah
satu bentuk perilaku seks pranikah yang paling permisif adalah dilakukannya hubungan seks.
Beberapa studi mengenai perilaku seks mengungkapkan angka dimana hubungan seks pertama
kali dilakukan di usia muda, sekitar usia sekolah menengah atas atau di awal masa perkuliahan
dengan rentang usia 16 hingga 18 tahun (Rahardjo & Salve, 2014; Rahardjo, 2015). Mahasiswa
sendiri telah lama disebutkan sebagai kelompok yang rentan sekaligus juga aktif terlibat dalam
perilaku seks pranikah (Uecker, 2015).

Bentuk Perilaku Seks Pranikah


Menurut (Gunarsa, 2014) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual pada
remaja dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Berfantasi, adalah perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual
yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
b. Pegangan tangan, adalah aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual
yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas lain.
c. Berciuman, adalah suatu tindakan saling menempelkan bibir ke pipi atau disebut
cium kering dan ciuman dari bibir ke bibir atau yang disebut cium basah bahkan
sampai menempelkan lidah sehingga dapat menimbulkan rangsangan seksual
keduanya.
d. Berpelukan, adalah aktivitas yang menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman
disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah sensitif).
e. Meraba, adalah kegiatan bagian-bagian sensitif rangsangan seksual, seperti leher,
paha, alat kelamin dan lain-lain.
f. Petting, adalah seluruh aktivitas hubungan seksual dengan melibatkan kontak badan
antara dua orang dengan masih menggunakan pakaian
g. Intercourse (senggama), merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat
kelamin laki-laki kedalam kelamin wanita.
Berdasarkan bentuk-bentuk perilaku seks pranikah yang muncul biasanya diawali dengan
yang paling ringan yaitu berfantasi, berpegangan tangan, berpelukan dan kemudian diikuti
dengan ciuman bibir kering atau basah. Perilaku ini kemudian meningkat pada perilaku seksual
lainnya sampai pada tahapan yang paling berat yaitu seksual intercourse.

Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah


1. Pengaruh tekanan dari teman terhadap kejadian seks pranikah
Menurut Dianawati (2006) lingkungan pergaulan yang telah dimasuki oleh seorang
remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan
hubungan seks. Bagi remaja tersebut, tekanan dari teman-temannya itu dirasakan lebih
kuat daripada tekanan yang didapat dari pacarnya sendiri. Keinginan untuk dapat
diterima oleh lingkungan pergaulan remaja begitu besar, sehingga dapat mengalahkan
semua nilai yang didapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya. Pada umumnya
remaja tersebut melakuka hubungan sexual hanya sebatas ingin membuktikan bahwa
dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga dapat diterima menjadi bagian dari
anggota kelompoknya seperti yang diinginkan.
2. Pengaruh tekanan dari pacar terhadap seks pranikah
Setiawan (2008) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pacaran dengan perilaku
seksual pranikah. Hubungan positif berarti bahwa pacaran yang dilakukan remaja akan
semakin mengarah pada perilaku/hubungan seksual pranikah. Sebaliknya remaja yang
tidak berpacaran akan semakin rendah mengarah pada perilaku/hubungan seksual
pranikah. Taufik (2010) menyatakan bahwa pacaran tanpa melakukan hubungan seks itu
tidak mengasyikkan dan tidak ada rasa memilikibahkan jika kebutuhan biologis tersebut
tidak dipenuhi oleh salah satu pasangan ketika ada pasangan yang menginginkan hal
tersebut maka salah satu pasangan akanmarah dan hal ini secara tidak langsung akan
mempengaruhi kehidupan seksualitas mereka sebagai seorang remaja. Keinginan remaja
untuk melakukan seks pranikah tergantung dari individu tersebut dalam memegang teguh
agamanya. Soetjiningsih (2006) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua dengan remaja, tekanan negatif
teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi
yang memiliki pengaruh signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap
perilaku seksual pranikah remaja.
3. Pengaruh Sikap Orang Tua terhadap kejadian seks pranikah
Kasmiati (2011) menyatakan bahwa orang tua menganggap masa remaja sebagai sebuah
jembatan yang dilewatinya dan perilaku buruk mereka merupakan bagian dari gejala
yang akan segera hilang bila mereka telah lewat dewasa. Akibatnya, mereka membiarkan
perbuatan salah dikalangan remaja, sehingga remaja menafsirkan bahwa pendekatan
orang tuanya undangan terbuka untuk berbuat menurut keinginan mereka
4. Pengaruh Pergeseran Nilai, Moral dan Etika terhadap Kejadian Seks Pranikah
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seks pranikah remaja salah satunya adalah
kontrol diri. Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh Goldfried dan Merbaum, kontrol diri
merupakan kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku seseorang ke
arah yang positif, termasuk mengatur dan mengarahkan perilaku seksual remaja. Kontrol
diri memiliki keterkaitan dengan perilaku seksual remaja. Keterkaitan tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan mengendalikan diri pada remaja berperan penting
dalam mengatur dan mengarahkan (menekan) perilaku seksualnya. Perilaku seksual
remaja dapat ditekan apabila terdapat kemampuan kontrol diri yang positif, sehingga
remaja dapat menahan dan mengendalikan dorongan-dorongan seksual dari dalam dirinya
seperti mengalihkan pikiran dari hal-hal negatif yang dapat mendorong perilaku atau
gairah seksualnya
5. Pengaruh Kemiskinan terhadap Kejadian Seks Pranikah
Berdasarkan penelitian Odimegwu dan Adedini (2013) tentang struktur keluarga dan
kemiskinan mempengaruhi resiko perilaku seksual yang menyatakan bahwa mayoritas
remaja dari keluarga miskin lebih dahulu memulai hubungan seksul dari pada mereka
yang berekonomi menengah. Menurut Aryani (2010), kemiskinan mendorong terbukanya
kesempatan bagi remaja khususnya wanita untuk melakukan hubungan seks pranikah.
Sebagai contoh, remaja putri terpaksa bekerja kareka kemiskinan, terkadang meyebabkan
mereka dieksploitasi dan mengalami kekerasan seksual.
6. Pengaruh pengetahuan terhadap kejadian seks pranikah
Seperti yang diungkapkan oleh Darmasih (2009) semakin tinggi pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi seksual yang dimiliki remaja maka semakin rendah perilaku
seksualnya. Sebaliknya jika semakin tinggi perilaku seksual pranikah maka semakin
rendah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi seksual yang dimiliki oleh remaja.
Pengetahuan akan meningkat jika individu mendapatkan informasi dengan benar dan
bertanggung jawab Notoatmodjo (2003). Dengan adanya pengetahuan yang meningkat
dapat menyebabkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Pada individu yang memperoleh pengetahuan dengan setengah-setengah
akan berakibat lebih berbahaya jika dibandingkan pada individu yang tidak tahu sam
sekali. Adapun faktor internal dan eksteral yang mempengaruhi dalam pengetahuan
dalam diri. Faktor internal meliputi bagaimana cara individu menanggapi pengetahuan
yang diperoleh tersebut, sedangkan pada faktor eksternal adalah rangsangan atau stimulus
dalam mengubah pengetahuan yang diperoleh untuk menjadi lebih baik dan bermanfaat
(Darmasih, 2009).
Menurut Rodiyah (2004), bahwa semakin canggihnya teknologi dapat memberikan
peluang bagi remaja untuk mendapatkan informasi tentang seksualitas. Remaja tidak
hanya mendapatkan informasi dari orang dan teman, tetapi remaja juga bisa mendapat
informasi seksualitas dari media massa yang belum tentu benar dan akurat. Adanya hal
tersebut dapat memudahkan remaja untuk mendapatkan informasi secara luas dan bebas
namun tanpa melihat risiko yang timbul bahkan tanpa melihat ketidak benaran dari
sumber informasi yang di dapat. Pandangan tentang pendidikan seksualitas sebenarnya
tergantung dari cara individu sendiri dalam mengartikannya. pendidikan seksualitas tidak
hanya menjelaskan mengenai seksualitas saja akan tetapi juga menjelaskan aturanaturan
yang berlaku di masyarakat mengenai hal apa saja yang dilarang di dalam lingkungan
masyarakat. Adanya pengetahuan seksual yang baik diharapkan remaja dapat mencegah
adanya perilaku seksual pranikah yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan yang
tidak diinginkan, tingginya angka kejadian aborsi yang tidak aman, serta menularnya
penyakit kelamin pada remaja
7. Pengaruh biologis terhadap kejadian seks pranikah
Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal yang
dapat menimbulkan prilaku seksual. Dalam upaya mengisi peran sosialnya seorang
remaja mendapatkan motivasinya dari meningkatnya enerji seksualnya atau libido.
Menurut Sigmund Freud mengemukakan bahwa enerji seksual ini berhubungan erat
dengan kematangan fisik. Sementara itu menurut Anna Freud berpendapat bahwa fokus
utama dari energi seksual ini adalah rangsangan di sekitar alat kelamin, objek-objek
seksual dan tujuan-tujuan seksual.

Hal yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah


1. Harga Diri
Konsep harga diri pertama kali disebutkan oleh William James pada tahun 1890
yang menjelaskan mengenai esensi positif penghargaan diri yang ditumbuhkan saat
individu secara konsisten berusaha meraih banyak hal baik di dalam hidupnya (Zeigler-
Hill, 2013). Secara lebih lanjut dijelaskan oleh Mruk (2006) bahwa harga diri merupakan
suatu bentuk sikap positif dan pemberian apresiasi dari individu terhadap dirinya sendiri.
Orang-orang dengan harga diri positif akan berusaha mengembangkan potensi dan
kualitas positif dari diri sendiri, sedangkan orang-orang dengan harga diri yang negatif
justru terjebak dalam pandangan bahwa dirinya tidak semampu dan sebaik orang lain
(Franken, 2002).
Harga diri yang negatif terkadang memicu individu melakukan aktivitas seksual
tertentu seperti perilaku seks pranikah untuk mendapatkan kompensasi bahwa dirinya
sebetulnya merupakan orang yang berkompeten (Benokraitis, 1996). Artinya, individu
dapat terlibat dalam perilaku seks pranikah untuk dapat merasa hebat dan meningkatkan
harga dirinya (Unis, Johansson, & Salstorm, 2015). Temuan Young, Denny, Donnelly,
Rodriguwz, dan Hawkins (2002) menyebutkan bahwa individu yang tidak terlibat dalam
perilaku seks pranikah cenderung memiliki harga diri yang lebih positif. Sementara
mereka yang memiliki harga diri negatif memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk
melakukan seks pranikah, dan bahkan seks berisiko (Ethier et al., 2006)
2. Komitmen
Komitmen hubungan juga dianggap memengaruhi perilaku seks pranikah
individu. Komitmen hubungan dianggap penting dalam melandasi relasi yang bersifat
romantis antar dua individu, terutama pria dan wanita. Komitmen hubungan pada
dasarnya adalah niat individu untuk meneruskan hubungan yang dimilikinya bersama
pasangan ke arah yang lebih serius (Galinsky & Sonenstein, 2013). Sementara itu,
komitmen biasanya terkait dengan tujuan tertentu. Hubungan yang lebih serius merujuk
pada perihal subjektif (orientasi jangka panjang, kelekatan psikologis dengan pasangan),
dan karakteristik objektif (status formal hubungan, legalitas hubungan) yang menjadi
perhatian dari individu terhadap pasangannya (Galinsky & Sonenstein, 2013). Ketika
individu memiliki komitmen yang besar dalam melanjutkan hubungan romantis dengan
pasangannya ke arah yang lebih serius, maka individu tersebut dapat melakukan
pengorbanan dalam banyak hal, termasuk dalam hal seksualitas. Di dalam komitmen
hubungan terdapat insentif dan ganjaran dan hal ini terkait dengan usaha
mempertahankan hubungan di masa depan (Strachman & Gable, 2006).
Secara lebih lanjut dikatakan bahwa demi mempertahankan hubungan dan
mendapatkan kepuasan dibutuhkan pengorbanan yang dilakukan individu dalam relasi
diadik (Strachman & Gable, 2006). Salah satu hal yang terkait dengan kepuasan pasangan
adalah seksualitas, terutama dalam konteks relasi diadik. Studi Markey (2013)
menemukan bahwa semakin tinggi komitmen hubungan maka akan semakin tidak
permisif perilaku seks individu dengan orang lain selain pasangannya. Artinya,
permisivitas seks dilakukan kepada pasangan tetap saja. Individu beranggapan bahwa
komitmen merupakan dasar kepercayaan yang sifatnya diadik, sehingga hubungan seks
hanya pantas dilakukan terhadap pasangan tetap berlandaskan komitmen (Olmstead,
Billen, Conrad, Pasley, & Fincham, 2013). Sprecher (2002) menyebutkan bahwa
komitmen berhubungan berpengaruh terhadap kepuasan akan relasi seks premarital
dengan pasangan.
3. Sikap positif terhadap perilaku seks pranikah
Sikap yang positif terhadap hal tertentu sering dianggap sebagai salah satu pemicu
individu untuk terlibat dalam beberapa aktivitas dari hal tersebut. Banyak remaja,
terutama pria yang beranggapan bahwa keperawanan tidak harus dijaga hingga jenjang
pernikahan dan alat kontrasepsi sepenuhnya tanggung jawab pihak wanita. Sementara itu,
terkait dengan perilaku seks pranikah, menurut Reiss (dalam Crawford & Popp, 2003),
permisivitas individu dalam perilaku seks pranikah tergantung dari sikapnya dalam
memandang perilaku seks pranikah itu sendiri. Sikap terhadap perilaku seks pranikah
dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu permissiveness with affection yang
menyatakan bahwa perilaku seks pranikah dibenarkan atas dasar cinta, da permissiveness
without affection yang menjelaskan bahwa perilaku seks pranikah dapat dilakukan
meskipun tanpa cinta (Crawford & Popp, 2003).

Bahaya Seks Pranikah


Saat ini, perilaku seks pranikah pada remaja semakin meluas dan menjadi pembahasan
serta perbincangan yang prioritas selama beberapa tahun terakhir. Adapun bentuk perilaku
seksual salah satunya yaitu pacaran. Di Indonesia, individu memulai pacaran pertama kali pada
usia remaja, dimana pada perempuan sekitar 33,3 % pertama kali pacaran di usia 15-17 tahun
dan 34,5 % pada laki-laki saat mereka belum berusia 15 tahun (Kemenkes, 2015). Pada usia
itulah remaja mulai mengalami keterkaritan pada lawan jenis dan mencari suatu pola untuk
memuaskan dorongan genitalnya. Namun, masih banyak remaja yang kurang memahami tentang
perilaku seks pranikah dan bentuk perilakunya. Bentuk-bentuk perilaku seks pranikah
diantaranya berpelukan, ciuman, bersanggama atau intercourse. Perilaku tersebut dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya remaja jadi rentan terhadap infeksi menular
seksual seperti ulkus mole, klaidia, trikonomiasis, sifilis, herpes genital, dan gonorhoeae serta
tertularnya HIV/AIDS, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, penggunaan narkoba, dan
gangguan psikologis yang menyebabkan turunnya rasa percaya diri, stress, bahkan depresi.
Dampak seks pranikah tersebut rentan dialami oleh remaja perempuan. Salah satu
dampak yang dapat dialami oleh remaja perempuan ialah terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan. Kehamilan ini dapat menyebabkan terjadi nya kematian ibu dan bayi. Kematian ibu
dan bayi salah satunya disebabkan oleh 4 terlalu, yaitu terlalu tua, terlalu muda, terlalu dekat,
dan terlalu banyak. Salah satu penyebab kematian ibu ialah usia ibu yang terlalu muda saat masa
kehamilan maupun melahirkan. Pada usia yang masih terlalu muda, ibu belum mencapai
kematangan secara psikis maupun biologis, sehingga berisiko terhadap dirinya maupun bayi
yang dikandungnya. Proporsi kehamilan pada umur 15–19 tahun sebesar 1,97% di daerah
pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan.
Kurangnya pengetahuan mengenai seksual pada remaja akan meningkatkan perilaku
seksual pada remaja tersebut, karena remaja hanya mengetahui cara melakukan perilaku seksual
namun tidak mengetahui dampak yang akan dihasilkan. Permasalahan serta dampak diatas
menunjukkan remaja putri rentan terhadap dampak negatif dari perilaku seksual pranikah.
Menurut KemenPPPA (2017), penanganan dan pencegahan bagi perempuan terhadap pemaksaan
perilaku seksual selama pacaran dapat dilakukan dengan memberikan dukungan dan meyakinkan
untuk berani berkata “tidak” dan menolak setiap tindakan pemaksaan oleh pasangan atau
bersikap asertif terkait seksual sehingga dapat terwujud kesejahteraan perempuan.

Pencegahan Seks Pranikah


Asertivitas seksual merupakan hal yang penting untuk dapat tercapainya tujuan seksual
dan terlindungnya diri dari aktivitas seksual yang tidak diinginkan atau tidak aman. Menurut
penelitian Nasri dan Koentjoro (2015) peningkatan asertivitas dapat mencegah perilaku seksual
pada remaja, dimana remaja akan lebih memahami bahwa dirinya memilki hak yang sama untuk
mengungkapkan perasaan dan pendapat dengan cara yang positif, sehingga akan mengurangi
tekanan negatif yang mempengaruhi individu dalam hal pengambilan keputusan, termasuk dalam
melakukan perilaku seksual.
Selanjutnya, remaja juga memerlukan dukungan sosial dari orang-orang sekitarnya.
Dukungan sosial menurut Taylor (2012) yaitu informasi dari orang yang dicintai dan
dipedulikan, dihormati dan dihargai, serta bagian dari hubungan dan kewajiban bersama.
Dukungan sosial (social support) didapatkan dari dukungan yang telah diberikan oleh teman
sebaya, keluarga serta guru yang ada di sekolah. Adanya dukungan dari teman sebaya, orang tua
(keluarga), dan guru memberikan peranan bagi remaja untuk berperilaku dalam pencegahan seks
pranikah.
Bentuk dukungan yang dberikan teman sebaya dalam perilaku pencegahan seks pranikah
pada remaja yaitu saling memberikan nasihat sharing tentang masa depan, mengajak ke arah
pergaulan yang baik, dan saling mengingatkan dalam berperilaku. Salah satunya seperti saling
mengingatkan untuk tidak berpacaran yang melebihi batas, lebih berhati-hati dalam pergaulan,
serta harus pandai dalam memilih teman yang baik. Teman sebaya tidak ingin jika temannya
salah dalam memilih pergaulan. Oleh karenanya, remaja dan teman sebaya lainnya harus selalu
saling memberikan dukungan dengan mengingatkan agar tidak terjerumus ke pergaulan yang
salah, seperti perilaku seks pranikah.
Selanjutnya, orang tua bisa memberikan dukungan dengan mengarahkan dan
mengingatkan remaja agar tidak salah pergaulan dan mengajarkan ibadah serta memberikan
nasihat untuk lebih tekun beribadah kepada remaja. Sebagai contoh, orang tua memberikan
bentuk dukungan dengan mengarahkan dan mengingatkan agar tidak salah pergaulan. Arahan
tersebut dapat berupa penjelasan mengenai masalah seks pranikah seperti pengertian dan akibat
yang akan terjadi, sehingga remaja mengetahui informasi tentang seks pranikah dari orang yang
tepat, yaitu orang tua. Adanya pendidikan agama dalam keluarga memberikan kontribusi
karakter dari remaja itu sendiri. Hal ini sebagai upaya dan dukungan keluarga dalam mendorong
perilaku pencegahan seks pranikah pada remaja. Oleh karena itu, dukungan sosial yang diberikan
orang tua kepada remaja sangat diperlukan.
Pada lingkungan sekolah, remaja mendapatkan dukungan dalam perilaku pencegahan
seks pranikah melalui pelajaran sekolah, ekstrakurikuler maupun tata tertib yang ada di sekolah.
Sekolah merupakan tempat dimana remaja/siswa menghabiskan waktu lebih banyak selain di
rumah. Sehingga guru berperan sebagai orang tua bagi siswa jika remaja sudah berada di
sekolah. Menurut Muliyati (2012) guru menjadi fi tur yang menempati posisi dan memegang
peranan penting dalam pendidikan, terutama pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi. Adanya interaksi guru dengan siswanya dapat mempengaruhi siswa dalam perilaku
pencegahan seks pranikah. Pendidikan seks di sekolah telah dilakukan melalui kegiatan belajar
mengajar. Menurut Yanne (2011) dalam artikel di BKKBN, selama ini beredar asumsi di
kalangan masyarakat tentang pendidikan seks yang dianggap tabu. Asumsi tersebut menyatakan
bahwa pendidikan seks sama dengan sosialisasi aktivitas seks dan identitas seks. Sebenarnya,
apabila remaja mengetahui esensi dari pendidikan seks yang meliputi tentang pengetahuan
genital, pemahaman mengenai organ-organ tubuh yang boleh dilihat atau tidak, bagaimana cara
menjaga kesehatan organ reproduksi, dan batasan bergaul dengan teman lawan jenis, serta risiko
yang mungkin dapat terjadi jika melakukan seks pranikah, maka remaja tidak akan berani untuk
mencoba melakukan seks pranikah.
Referensi
Chitra Diana, S. R. (2016). Dukungan Sosial yang Mendorong Perilaku Pencegahan Seks
Pranikah Pada Remaja SMA X di Kota Surabaya. Jurnal Promkes, 4(2), 129-130.

Citra Ervina, I. N. (2017). Niatan Siswi SMA Untuk Mencegah Seks Pranikah. Jurnal Promkes,
5(1), 37-39.

Dewi Sartika, S. I. (2017). Perilaku Seks Bebas Pada Anggota Club Motor X Kota Semarang
Tahun 2017. Journal of Health Education, 2(2), 116-117.

Dewi, Y. I. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Seks Pranikah Pada Remaja
Putri di SMAN 1 Pagai Utara Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai . Doctoral
Dissertation, Riau University.

Istiqomah, N. &. (2016). Pengaruh Pengetahuan dan Kontrol Diri Terhadap Perilaku Seksual
Pranikah di Kalangan Remaja SMK di Surabaya. Jurnal Biometrika dan Kependudukan,
5(2), 125-134.

Raharjo, W. d. (2017). Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa: Memiliki Peran Harga Diri,
Komitmen Hubungan, dan Sikap terhadap Perilaku Seks Pranikah. Jurnal Psikologi,
44(2), 139-152. doi:10.22146/jpsi.23659

Utomo, B. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku Seks Pranikah Pada
Remaja Madya di Gresik. Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Gresik.

Visi Aurora, I. F. (2018). Pendidikan Kesehatan Mengenai Perilaku Seksual Melalui Peningkatan
Asertivitas Pada Remaja Putri. MKK, 1(1), 61-65.

Anda mungkin juga menyukai