Anda di halaman 1dari 7

KARYA ILMIAH BAHASA INDONESIA

-KELOMPOK 2-

SMAK HARAPAN

Anggota kelompok :
- Ardira fibri revalina (03)
- Cherie Hannanya Limpele (04)
- Devito Setyo Nugroho (07)
- I Gede Noval Arfiyasa (13)
Pentingnya Pendidikan dalam Mengatur Perasaan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang :

Di dalam kehidupan, setiap manusia harus memiliki pendidikan untuk masa depan mereka.
Agar dapat memiliki pendidikan yang lebih baik, setiap orang tua pasti memberikan kasih sayang
kepada anak-anaknya dengan melimpahi pengetahuan sejak dini, dan supaya anak-anak mereka
memiliki pengetahuan lebih banyak, mereka memutuskan untuk menyekolahi anak-anaknya dalam
mendukung tumbuh kembang dan pendidikan yang lebih baik. Semakin anak bertumbuh mereka telah
menjadi seorang remaja, dan pendidikan yang mereka dapatkan semakin bertambah. Tetapi
sayangnya orangtua lebih fokus mendidik anak mereka dalam bidang akademi, sehingga mereka lupa
untuk mengajarkan anak-anak mereka betapa pentingnya pendidikan dalam bagaimana cara
mengendalikan emosional(perasaan) yang ada pada diri mereka. Sehingga mengakibatkan salah
satunya adalah muncul ketertarikan terhadap lawan jenis, dan terkadang dapat membuat perasaan
mereka menjadi berlebihan terhadap lawan jenis, sehingga mengakibatkan anak terlalu terobsesi
untuk berpacaran.

Pacaran adalah pengenalan antar 2 individu manusia dimana mereka awalnya hanya tertarik
satu dengan yang lain menjadi ingin mencari tahu lebih seperti apa pasangan mereka, dan pacaran
adalah tahap pengenalan agar menjadi lebih dekat, yang bahkan jika cocok mereka akan ke tahap yang
lebih lanjut. Tetapi pada pembahasan ini menjelaskan tentang anak remaja yang sedang berpacaran.
Pacaran sudah sangat sering terjadi dikalangan anak-anak yang bahkan usianya maasih terlalu dini
untuk mengenal hubungan percintaan. Walaupun perasaan kasih sayang tidak bisa di tebak dan tidak
bisa dihindari tetapi kita juga harus tetap bisa untuk mengendalikan perasaan itu dalam diri kita.
Banyak faktor yang membuat anak remaja mengembangkan perasaan mereka dan menjalankan suatu
hubungan yang biasa disebut dengan pacaran, salah satunya adalah karena di lingkungan mereka rata-
rata sudah berpacaran yang sehingga membuat mereka terpengaruh.

Dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 menyebutkan bahwa 81% pemudi & 84%
pemuda sudah berpacaran. Bahkan, mereka telah memulai berpacaran rata-rata sejak usia 10-17
tahun. Dalam hubungan pasti ada lika-likunya yang bahkan sampai membuat pasangan berpisah.
Akibat dari berpisah dan belum matangnya pengetahuan atau pola pikir yang dewasa dalam
mengendalikan emosional, membuat mereka terlalu mengandalkan perasaan mereka tanpa berpikir
bahwa perasaan terhadap lawan jenis apalagi dengan orang yang sudah tidak ada hubungannya
bukanlah satu-satunya hal hanya dapat di lakukan apalagi di andalkan dalam kehidupan ini. Perpisahan
itu membuat salah satu pihak yang tidak rela untuk berpisah memilih mengakhiri hidupnya karena
telah dibutakan oleh cinta dan rasa sayang yang besar. Berdasarkan yang dilansir dari hallosehat.com
>90% orang yang telah bunuh diri, salah satu alasan dari bunuh diri tersebut adalah karena putus
cinta.

1.2 Rumusan Masalah:


 Bagaimanakah dampak dari tidak dapat mengendalikan emosional/ perasaan saat berakhirnya suatu
hubungan yang berlebihan bagi anak remaja?
 Bagaimanakah seharusnya remaja mengatur emosionalnya?

1.3 Tujuan Penelitian :

 Untuk mengetahui akibat dari tidak terkendalinya emosional saat putus hubungan bagi anak remaja.
 Untuk mengetahui cara remaja seharusnya mengatur emosionalnya.

1.4 Manfaat Penelitian:

 Dapat mengetahui dampak dari tidak terkendalinya emosional saat putus hubungan bagi anak remaja
 Dapat mengetahui cara mengatur emosional agar terkendali

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Dampak yang terjadi jika berpacaran terlalu berlebihan

Berpacaran memiliki berbagai variasi dalam pelaksanaannya. Dimulai dengan proses pendekatan lalu
pengenalan diri sampai menjalani hubungan yang lebih eksklusif. Berpacaran tentu memiliki dampak positif
dan juga negatif. Dan setiap individu yang berpacaran akan memiliki gaya cintanya masing-masing. Sebagai
pasangan yang belum sampai ke tahap bersama seumur hidup, para remaja mewujudkan hubungan asmara
sebagai hal serius dalam pemikiran mereka. Perilaku pacaran yang dimaksud adalah perilaku pacaran yang
beresiko, kebebasan yang dimaksud adalah kurangnya pengawasan dari orang tua sehingga dapat menjalin
hubungan asmara bersama lawan jenis. Proses pacaran masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya.
Misalnya, saat ini masih banyak remaja yang seringkali melakukan kesalahan dalam berpacaran. Selain
lingkungan sosial dan teman sepermainan yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi gaya
berpacaran adalah peran teknologi, terutama media sosial yang menjadi salah satu bagian pendukung dari
aktivitas yang terjadi.

Pacaran yang terlalu berlebihan juga banyak sekali menimbulkan terjadinya unsur kekerasan, tetapi
bukan hanya karena kekerasan saja yang dapat membuat berakhirnya suatu hubungan, melainkan ada faktor
lain seperti; kesalahpahaman, perbedaan pendapat dan sebagainya yang sehingga membuat perpisahan hadir
diantara 2 individu yang masih memiliki perasaaan yang sama atau hanya satu pihak saja. Perpisahan itu
membuat salah satu pihak yang tidak rela untuk berpisah memilih mengakiri hidupnya karena telah dibutakan
oleh cinta dan rasa sayang yang besar. Berdasarkan data yang telah didapatkan dari Komnas Perlindungan
Anak (KPAI), sudah sekitar 80% korban bunuh diri di Indonesia adalah remaja, dan putus cinta menjadi faktor
penyebab bunuh diri di kalangan remaja yang paling tertinggi. Kasus bunuh diri ini dapat ditemukan di negara
kita tercinta ini yaitu Indonesia, banyak kasus bunuh diri anak remaja karena putus cinta, seperti: pertama;
terjadi di Kapolres Blitar Kota AKBP, Yudi Hery Setiawan mengungkap bahwa penyebab FV(nama korban), siswi
yang duduk dibangku kelas X SMAN 1 Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang telah ditemukan gantung diri
di lantai 2 sekolah akibat dari putus cinta, ucap Yudi kepada wartawan "Ya mungkin dugaan sementara hasil
penyelidikan kami ada hubungannya dengan putus cinta", pada Selasa 21 desember 2021 sekitar pukul 11.00
WIB. Kedua; Seorang siswi, Korban adalah Marisa Dharmawan (16) yang duduk di bangku kelas 3 SMP Suteran,
Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah yang memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di rumahnya
menggunakan dasi sekolah, kejadian ini diketahui pertama oleh bapak angkat korban, Ho Lie, pada Selasa 22
februari 2011 pada pukul 15:03 WIB dini hari , di rumahnya yaitu di Jl Masjid, Kelurahan Sokanegara,
Purwokerto. Kata Popo, sahabat korban, saat melayat "Dia putus cinta dan gantung diri dengan dasi sekolah di
teralis kamar.

2.2 sikap yang seharusnya remaja lakukan untuk mengatur emosional dalam dirinya

Pada tahun 1990, Psikolog Salovey lulusan dari University Harvard & Mayer lulusan dari University
New Hampshire, mengatakan untuk pertama kalinya tentang istilah kecerdasan emosional yaitu : jangan
meremehkan perkembangan emosional dalam diri sendiri karena dapat berakibat fatal. Emosional jika
diremehkan bahkan sampai dianggap tidak penting dapat menyebabkan efek psikologi yang berbahaya pada
perkembangan diri kita sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Jika hal ini tidak diatasi, maka dapat
membekas dan berakibat ketindakan lainnya pada masa yang akan mendatang. Emosional pada remaja dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: keharmonisan keluarga, lingkungan bergaulnya dan masih banyak lagi.
Bukan hal yang langka lagi emosional anak remaja lepas kontrol, oleh sebab itu pengendalian emosi
(emosional) sangat diperlukan dalam pribadi anak remaja termasuk diri kita. Akan lebih baik lagi jika remaja
mulai belajar untuk mengendalikan emosinya.

Pengendalian emosi terbagi menjadi 2 yaitu internal dan eksternal. Pengendalian emosi internal
merupakan pengendalian emosi yang berasal dari dalam diri pribadi tersebut sedangkan pengendalian emosi
eksternal merupakan pengendalian emosi yang dilakukan dengan bantuan dari orang lain yang berada di
sekitar individu dan mereka dapat mengendalikan emosinya. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa
emosional pada remaja sangat penting, oleh karena itu adapun beberapa cara dalam mengendalikan emosi
yang sangat bermanfaat untuk remaja yaitu: dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, menenangkan hati,
mencari kesibukan diri, berbicara dengan orang lain, menemukan penyebab permasalahan dan mencari
solusinya, adanya keinginan untuk menjadi orang yang baik, tidak peduli dan melupakan masalah yang ada,
berpikir secara rasional sebelum bertindak, diservikasi tujuan, mengendalikan emosi dan kemarahan, dapat
mendengarkan dengan sabar, Supeno (2009: 340)

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Para orang tua harus lebih memperhatikan pergaulan dari anak anak mereka agar anak mereka tidak
terjerumus ke dalam pergaulan yang salah, dan para remaja juga harus bisa mengontrol emosional yang ada
pada diri mereka sendiri sehingga tidak ada lagi terjadinya rasa ketertarikan yang berlebihan kepada lawan
jenis. Bila seseorang tidak bisa mengontrol emosi, pada suatu masa terkumulatif dengan begitu lama, maka
saat itu juga dikeluarkan menimbulkan efek yang sangat luar biasa bagi mereka. Emosi juga merupakan luapan
perasaan seseorang karena adanya stimulus dari luar yang menyebakan respon berupa emosi positif maupun
negatif.

3.2 Saran
Dalam melakukan hubungan pada saat remaja seperti berpacaran, hendaknya seorang remaja fokus
untuk belajar saja dan meraih cita-cita. Menyadari besarnya pengaruh eksternal dalam berpacaran usia remaja
pelajar, para orang tua menjalin hubungan dan kerjasama yang baik dengan guru dan lingkungan sekitar
termasuk dengan para remaja supaya terjadi keterbukaan antara remaja dan orang tua

DAFTAR PUSTAKA

Dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 menyebutkan bahwa 81% pemudi & 84% pemuda sudah
berpacaran. Bahkan, mereka telah memulai berpacaran rata-rata sejak usia 10-17 tahun.
https://www.liputan6.com/health/read/4414163/lebih-dari-80-persen-remaja-telah-berpacaran-potensi-
kekerasan-seksual-pun-meningkat

Berdasarkan data yang telah didapatkan dari Komnas Perlindungan Anak (KPAI), sudah sekitar 80% korban
bunuh diri di Indonesia adalah remaja, dan putus cinta menjadi faktor penyebab bunuh diri di kalangan remaja
yang paling tertinggi. https://www.kompasiana.com/kemalnaufal/62998ce8d263456bb36c02f2/putus-cinta-
menjadi-faktor-bunuh-diri-di-kalangan-remaja

Terjadi di Kapolres Blitar Kota AKBP, Yudi Hery Setiawan mengungkap bahwa penyebab FV(nama korban), siswi
yang duduk dibangku kelas X SMAN 1 Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur yang telah ditemukan gantung diri
di lantai 2 sekolah akibat dari putus cintahttps://regional.kompas.com/read/2021/12/21/133248278/siswi-
sma-tewas-gantung-diri-di-sekolah-diduga-karena-putus cinta?
page=all&jxconn=1*g7u074*other_jxampid*bWJMRkRZRUFaWlhsQnRYS19lY2ZoZ05vTGxmUjBsTV91OWVENT
J1NzhCRV9HTGtTb2xEakIteVR0SVZuam83Sg..#page2

Seorang siswi, Korban adalah Marisa Dharmawan (16) yang duduk di bangku kelas 3 SMP Suteran, Purwokerto,
Banyumas, Jawa Tengah yang memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di rumahnya menggunakan
dasi sekolahhttps://news.detik.com/berita/d-1576205/putus-cinta-siswi-smp-kelas-3-gantung-diri

Pada tahun 1990, Psikolog Salovey lulusan dari University Harvard & Mayer lulusan dari University New
Hampshire, mengatakan untuk pertama kalinya tentang istilah kecerdasan emosional yaitu : jangan
meremehkan perkembangan emosional dalam diri sendiri karena dapat berakibat fatal. Pengertian Kecerdasan
Emosional & Cara Meningkatkannya - Gramedia

Anda mungkin juga menyukai