1. Self-Assessment System
Sistem perpajakan ini yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus
dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dalam artian lain bahwa Wajib Pajak
adalah pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar dan melaporkan pajak
kepada kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau sistem administrasi online yang dibentuk
oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berperan untuk mengawasi wajib pajak .
Untuk contohnya adalah dalam PPN dan PPh. Self assessment system sudah mulai masuk
ke Indonesia setelah era reformasi perpajakan pada tahun 1983 dan masih berlaku hingga saat
ini, namun sistem perpajakan tersebut memiliki konsekuensi karena wajib pajak berhak
menghitung jumlah pajak yang perlu dibayar, biasanya wajib pajak berusaha membayar pajak
sesedikit mungkin.
a. Wajib Pajak dan pemerintah tidak berperan aktif dalam menghitung besaran pajak;
b. Pihak ketiga berwenang menentukan besarnya pajak terutang; serta
c. Menerbitkan bukti potong/pungut bagi Wajib Pajak yang telah melunasi pajak
terutang.
A. Objek pajak adalah segala sesuatu yang menurut undang-undang dijadikan dasar atau
sasaran pemungutan pajak. Misalnya, pendapatan, tanah, gedung, bangunan, dan
kendaraan. Secara umum, setidaknya ada enam (6) contoh objek pajak dan cara
pengenaan pajak yang ada di Indonesia yang perlu kita ketahui, antara lain :
1. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN adalah besaran pajak yang akan
dibebankan kepada pertambahan nilai suatu barang dan jasa (objek pajak). Besaran
PPN yang ditentukan adalah sebesar 10% dari nilai jual objek pajak yang akan disetor
oleh pihak lain dan bukan penanggung jawab. Tidak semua barang yang dibeli oleh
konsumen dikenai PPN seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur,
susu, buah, dan sayuran yang sangat dibutuhkan masyarakat. Misalnya, seorang
konsumen membeli sebuah sepatu seharga Rp.1.400.000, maka dia harus membayar
sebesar Rp.1.540.000 karena harga yang harus dibayar adalah harga beli ditambah
PPN atau melalui perhitungan berikut :
Misalnya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengimpor BKP yang termasuk barang
mewah dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) senilai Rp.400.000.000. BKP tersebut dikenai
PPN dan PPnBM sebesar 30%. Maka harga yang harus dibayar oleh PKP sebesar :
PBB adalah pungutan yang dibebankan atas objek pajak berupa tanah dan atau
bangunan yang muncul sebagai akibat adanya keuntungan dan atau kedudukan sosial
ekonomi bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya dan memperoleh
manfaat dari objek tersebut. Besaran tariff PBB yang dibebankan sebesar 0,5%. Misalnya,
Rahma memiliki sebidang tanah 70 m2 dengan harga tanah Rp.500.000/m2. Di tanah tersebut
didirikan bangunan rumah seluar 50 m2 dengan harga Rp.1.000.000/m2. Maka PBB yang
harus dibayarkan setiap tahun adalah :
Objek yang dikenai Bea Materai adalah kertas/ dokumen yang berisi tulisan dengan
maksud perbuatan tentang keadaan atau kenyataan bagi seseorang atau berbagai pihak yang
berkepentingan dan menyangkut status perdata. Besaran bea materai menggunakan tariff
tetap sebesar Rp.3.000 dan Rp.6.000.
5. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB dikenakan terhadap orang atau suatu badan yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan. Sesuai dengan pasal 2 UU No.20 tahun 2000(UU BPHTB), perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan meliputi ; jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat,
waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan, hasiah, penggabungan usaha, pelaksanaan putusan hakim yang
memiliki kekuataan hukum tetap. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP) adalah Rp.60.000.000 untuk seluruh jenis perolehan hak atas tanah dan
bangunan. Kecuali untuk hak karena Waris atau hibah wasiat sebesar Rp.300.000.000.