Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK

PERTEMUAN 3

AUDIT SISTEM INFORMASI


Dosen : Solikin, S.Si., M.T.
PERPAJAKAN

Di Susun Oleh :

Andi Saputra
2020320033
SI20B
Apa Ituh Pajak...?

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak tergolong menjadi 2, yaitu :


i. Pajak Pusat
ii. Pajak Daerah.

3
Pajak Pusat

Pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di kantor


pelayanan pajak (KPP) atau kantor pelayanan penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP)
dan kantor wilayah direktorat jenderal pajak serta di kantor pusat direktorat jenderal pajak. 4
Pajak Daerah

Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah


Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten / Kota.

Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan


dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau
Kantor sejenisnya yang di bawahi oleh Pemerintah Daerah setempat.
PPN, PPnBM, PBB, BPHTB
DAN
BEA MATERAI
01
PPN
PENGERTIAN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa dalam
negeri oleh wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, dan pemerintah. Dalam bahasa Inggris, PPN biasa disebut
Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST)

PPN bersifat objektif, tidak kumulatif, dan termasuk jenis pajak tidak langsung. Dimaksud tidak langsung artinya pajak
tersebut disetorkan oleh pihak lain, dalam hal ini pedagang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, konsumen
akhir yang menjadi penanggung pajak tidak menyetorkan langsung ke kas negara.

Dasar hukum PPN di Indonesia mendapatkan tiga kali perubahan. Perubahan yang terjadi dilakukan agar lebih sederhana
dan adil untuk masyarakat. Saati ini dasar hukum PPN tercantum pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
TARIF PPN

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Besaran tarif PPN pada umumnya sebesar 10% untuk penyerahan dalam
negeri. Sementara pada ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud,
dan ekspor JKP dikenakan tarif PPN khusus 0%. Tarif PPN sebesar 10%
dapat berubah menjadi paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi sebesar
15% sebagaimana diatur oleh peraturan pemerintah
02
PPnBM
SASARAN PEMERIKSAAN PAJAK
PPnBM adalah kepanjangan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pajak barang mewah PPnBM yakni pungutan
tambahan setelah atau di samping Pajak Pertambahan Nilai atau PPN (PPN dan PPnBM). Itu sebabnya, dalam pengertian
PPnBM, pajak ini bukanlah pajak yang dapat dikreditkan sebagaimana yang berlaku pada pajak PPN. Merujuk pada Pasal 8
UU Nomor 42 Tahun 2009, tarif PPnBM yang paling rendah ditetapkan sebesar 10 persen dan paling tinggi 200 persen. Jika
pajak PPN dipungut pada setiap lini transaksi alias dikenakan pada setiap pertambahan nilai dari barang atau dagang (setiap
transaksi), maka pajak PPnBM artinya pajak yang hanya dipungut sekali saja.

Tarif PPnBM dikenakan yakni pada saat impor barang kena pajak (BKP) yang termasuk mewah atau saat penyerahan
BKP mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang merupakan produsen atau pabrikan dalam negeri dari BKP yang
tergolong mewah tersebut. Perbedaan lainnya, PPN adalah pajak tidak langsung karena langsung dipotong saat transaksi
dan ditanggung oleh konsumen atau pembeli. PPnBM adalah pajak yang disetorkan oleh produsen atau pihak penjual
alias pajak langsung, karena pajak akan dibebankan pada konsumen dalam harga jual. Pihak penjual tersebut yang akan
memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPnBM sehingga pihak penjual dikenal dengan istilah Pengusaha Kena Pajak
atau PKP. Sebagaimana namanya sebagai pajak barang mewah, PPnBM adalah pajak yang dipergunakan pemerintah
untuk memungut pajak dari masyarakat yang relatif memiliki kemampuan daya beli yang besar, sehingga menciptakan
keseimbangan pajak karena pajak PPnBM tidak manyasar masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu, pemerintah juga
menggunakan tarif PPnBM guna mengendalikan pola konsumsi masyarakat daru barang yang tergolong mewah, serta
untuk melindungi produsen dalam negeri dari serbuan BKP mewah impor.
03
PBB
PBB

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang
muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi
bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau
memperoleh manfaat dari padanya.

Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak
yang bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari
keadaan objek yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan
subjeknya tidak ikut menentukan besarnya barang.

Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini
masih sama, yakni sebesar 0,5%.
04
BPHTB
BPHTB
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu jenis pajak yang harus
dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya.

Dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000, pemberian Hak Pengelolaan merupakan objek pajak.

Dikenakannya Hak Pengelolaan sebagai objek pajak adalah karena penerima Hak Pengelolaan memperoleh manfaat
ekonomis dari tanah yang dikelolanya.

Namun, mengingat pada umumnya Hak Pengelolaan diberikan kepada Departemen, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan
Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) tidak dimaksudkan untuk mencari
keuntungan. Jadi, pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena pemberian Hak Pengelolaan perlu
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Subjek pajak yang wajib dikenakan BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan. Sesuai aturan, tarif pajak yang ditetapkan sebesar 5%.
05
BEA MATERAI
BPHTB
Menurut Undang-Undang 10 Tahun 2020, Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas suatu dokumen baik itu dokumen kertas maupun dokumen
elektronik yang dapat digunakan sebagai bukti atau keterangan.

Adapun asas-asas yang mengatur bea materai yang diantaranya yaitu asas kesederhanaan, asas efisiensi, asas keadilan, asas kepastian hukum, dan asas
kemanfaatan.Adapun bea materai diberlakukan untuk mengoptimalkan penerimaan negara demi membiayai pembangunan nasional secara mandiri
menuju kesejahteraan, memberikan kepastian hukum yang adil, menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan menyelaraskan ketentuan bea materai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun objek bea materai Rp.10000. Pada Pasal 3 ayat (1), bea materai dikenakan atas 2 hal yakni :

Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata.
Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Adapun dokumen bersifat perdata yang dimaksud yakni meliputi beberapa hal berikut.

• Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau sejenisnya.


• Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipan.
• Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipan.
• Surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun.
• Dokumen transaksi surat berharga, dalan nama atau bentuk apapun.
• Dokumen lelang berupa kutipan risalah lelang.
• Dokumen yang bernilai lebih dari Rp 5 juta rupiah yang menyebutkan penerima uang, terdapat pengakuan hutang dilunasi atau diperhitungkan.
• Dokumen lain yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
BPHTB
Sementara itu, adapun dokumen yang bukan merupakan objek pajak, yakni :

• Dokumen terkait lalu lintas orang dan barang seperti surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang,
bukti pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas pengirim, dan surat lain sejenisnya.
• Segala bentuk ijazah.
• Tanda terima pembayaran gaji, pensiun, tunjangan, dan pembayaran lain terkait hubungan kerja.
• Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas daerah, dan lembaga lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
• Kwitansi untuk segala jenis pajak dan penerimaan lainnya.
• Tanda penerimaan uang untuk keperluan intern organisasi.
• Dokumen yang menyebutkan simpanan uang, surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada bank, koperasi, dan badan lain kepada
nasabah.
• Surat gadai.
• Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbalan hasil dari surat berharga dengan nama dan bentuk apapun.
• Dokumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka melaksanakan kebijakan moneter.

Sekedar mengingatkan tarif tunggal bea materai Rp 10000 sudah mulai berlaku sejak 1 Januari 2021. Sementara ini, materai Rp 3000 dan
Rp 6000 masih berlaku selama masa transisi hingga 31 Desember 2021..
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai