Anda di halaman 1dari 5

Perhitungan PPN dan PPnBM

A. Penyerahan kepada Pemungut PPN


Pemungut PPN berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Barang Mewah, yaitu bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Hal tersebut untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, yang ditetapkan sebagai pemungut
PPN, yaitu sebagai berikut :

 Bendaharawan pemerintah, yaitu bendaharawan atau pejabat yang melakukan


pembayaran yang dananya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Selain
itu, anggaran pendapatan dan belanja daerah, yang terdiri atas bendaharawan pemerintah
pusat dan daerah, baik provinsi, kabupaten, atau kota.
 Pemungutan PPN yang melakukan pembayaran atas penyerahan NKP dan/ atau JKP oleh
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
PPN dan PPnBM yang terutang. Pemungutan PPN dan PPBM dilakukan pada saat
dilakukan pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPPN kepada PKP Rekanan
Pemerintah.

Adapun PPN dan PPnBM yang tidak dipungut dalam hal sebagai berikut :
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000.00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari
pengenaan PPN.
d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak (BBM) serta bukan BBM oleh PT
Pertamina (Persero).
e. Pembayaran untuk rekening telepon.
f. Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
g. Pembayaran lain-lain untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan
Undang-Undang tidak dikenakan PPN.

Catatan:
PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnya paling
banyak Rp1.000.000,00, dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan
pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum. Batas jumlah pembayaran sebesar
Rp1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPnBM.

B. Tata Cara Pemungutan PPN dan PPnBM


Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBM) harus memperhatikan tata cara yang telah ditetapkan dalam peraturan yang
ada, yaitu sebagai berikut.

A. Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh
bendaharawan pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPPN
sebagaimana tersebut dalam Surat Perintah Membayar (SPM).

B. Jumlah atau PPnBM yang Dipungut


Berikut merupakan contoh jumlah PPnBM yang dipungut berdasarkan beberapa
situasi.
1) BKP dalam hal penyerahan hanya terutang PPN. Dengan demikian, jumlah PPN
yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.

Contoh:
Jumlah pembayaran Rp 11.000.000
Jumlah PPN (10/110 x Rp 11.000.000) Rp 1.000.000 –
Jumlah yang diterima PKP Rp 10.000.000

2) Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah dari pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut, di samping terutang PPN juga terutang PPBM maka
jumlah PPN serta PPnBM yang dipungut, yaitu sebagai berikut. PPBM terutang
sebesar 20% maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/130 bagian dari jumlah
pembayaran, sedangkan jumlah PPnBM yang dipungutsebesar 20/130 bagian dari
jumlah pembayaran.

Contoh:
PPnBM dengan tarif 20%
Jumlah pembayaran Rp 13.000.000
Jumlah PPN yang dipungut (10/130 x 13.000.000) Rp 1.000.000
Jumlah PPnBM yang dipungut (20/130 x 13.000.000) Rp 2.000.000 –
Jumlah yang diterima PKP Rp 10.000.000

3) Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah maka PPN dan PPnBM tidak perlu
dipungut oleh bendaharawan pemerintah. Batas jumlah pembayaran sebesar
Rp1.000.000,00, yaitu sebagai berikut.

Contoh 1 (PPN dan PPnBM tidak dipungut)


Harga Jual Rp 600.000
PPN: 10% x Rp900.000,00 Rp 60.000
PPnBM (Misal terutang dengan tarif 20%) Rp 120.000
Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 780.000

Contoh 2 (Harga jual <1 juta, tetapi tetap dilakukan pemungutan PPN &
PPnBM)
Harga Jual Rp 900.000
PPN: 10% x Rp900.000,00 Rp 90.000
PPnBM (Misal terutang dengan tarif 20%) Rp 180.000
Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 1.170.000
C. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPN dan PPnBM
Berikut tata cara pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM :
1) Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan pemerintah membuat faktur pajak serta
Surat Setoran Pajak (SSP) pada saat menyampaikan tagihan kepada bendaharawan
pemerintah atau KPPN, baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.

2) Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan
membubuhkan NPWP dan identitas PKP rekanan pemerintah yang bersangkutan.
Namun, penandatanganan SSP dilakukan oleh bendaharawan pemerintah atau
KPKN sebagai penyetor atas nama PKP rekanan pemerintah.

3) Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPBM maka PKP rekanan
Pemerintah mencantumkan jumlah PPBM yang terutang pada faktur pajak.

4) Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3, yaitu
sebagai berikut :
a. Lembar ke-1 untuk bendaharawan pemerintah atau KPPN sebagai pemungut
PPN.
b. Lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan pemerintah.
c. Lembar ke-3 untuk kantor pelayanan pajak melalui bendaharawan pemerintah
atau KPPN.

5) Dalam hal pemungutan oleh bendaharawan pemerintah, SSP sebagaimana


dimaksud pada huruf a dibuat rangkap 5 (lima). Setelah PPN dan/atau PPnBM
disetor bank persepsi atau kantor pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukan
sebagai berikut :
1. Lembar ke-1 untuk PKP rekanan pemerintah.
2. Lembar ke-2 untuk kantor pelayanan pajak melalui KPPN.
3. Lembar ke-3 untuk PKP rekanan pemerintah dilampirkan pada saat SPTmasa
PPN
4. Lembar ke-4 untuk bank persepsi atau kantor pos. e) Lembar ke-5 untuk
pertinggalan bendaharawan pemerintah.

6) Dalam hal pemungutan oleh KPPN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a
dibuat dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai
berikut :
 Lembar ke-1 untuk PKP rekanan pemerintah.
 Lembar ke-2 untuk kantor pelayanan pajak KPPN.
 Lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT masa
PPN.
 Lembar ke-4 untuk pertinggal KPPN.
7) Pada lembar faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh bendaharawan
pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal. dan
ditandatangani oleh bendaharawan pemerintah.

8) Pada setiap lembar faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPPN yang melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.

9) Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud
pada huruf f dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPPN.

10) Faktur pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan/
atau PPnBM.

C. PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri


Adapun yang dimaksud kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun
bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan
secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria sebagai
berikut :
 Konstruksi utama terdiri atas beton, kayu, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan baja.
 Diperuntukkan untuk tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha.
 Luas keseluruhan paling tidak 300 m² (tiga ratus meter persegi).

1) Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak


Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN sebesar 10% (sepuluh persen)
dikalikan dengan DPP. DPP atas kegiatan membangun sendiri adalah 40 % dari
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah. PPN yang terutang setiap bulan
dihitung menggunakan persamaan berikut.

PPN= (jumlah biaya yang telah dikeluarkan × 40% ) × 10%

Contoh:
Pak Soni melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas 400 m²
yang akan dibangun rumah tinggal. Seluruh biaya yang dikeluarkan pada bulan
April 2018 (dikeluarkan pembeli tanah) adalah sebesar Rp100.000.000,00. PPN
yang harus disetorkan adalah sebagai berikut :
PPN = (Rp100.000.000,00 x 40% ) x 10%
= Rp40.000.000,00 × 10%
= Rp4.000.000,00
2) Saat dan Tempat Terutang PPN
Saat terutang PPN atas kegiatan membangun sendiri, yaitu pada saat mulai
dibangunnya bangunan. Adapun tempat pajak terutang, yaitu tempat bangunan
tersebut didirikan. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangun sendiri
harus menyetorkan PPN yang terutang kepada kas negara. Hal tersebut dilakukan
melalui kantor pos atau bank persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak, dengan menggunakan SSP.

Kegiatan membangun sendiri wajib dilaporkan kepada KPP yang wilayahnya


meliputi tempat bangunan tersebut dengan menggunakan lembar ketiga SSP
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Anda mungkin juga menyukai