Anda di halaman 1dari 20

A.

MENGHITUNG PPN KELUARAN ATAS PENJUALAN KE PKP PEMERINTAH DAN KE


BONDED ZONE AREA
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor
Jasa Kena Pajak.
Pajak (PPN) keluaran merupakan PPN terutang yang wajib dipungut oleh PTKP yang
melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP atau ekspor BKP .

Pajak Keluaran = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak


(DPP)
Tarif pajak keluaran dalah sebesar 10% untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah
pabean/ penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak tidak
berwujud/ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Dasar pengenaan pajak dapat berupa
harga jual, penggantian, atau nilai ekspor, sebelum dikalikan dengan tarif, DPP merupakan harga/nilai
yang tidak termasuk PPN.
Contoh soal :
Dinas P & K Jakarta Selatan beralamat di Jl. Bendi No.10 Jakarta Selatan NPWP :
02.133.224.1.022.0000 pada bulan Agustus 2009 membeli alat – alat kantor untuk keperluan
operasional nya sebagau berikut :
1. Pada tanggal 10 Agustus 2009 membeli 10 unit alat laboratorium dari PT. Santosa yang beralamat di
Jl. Cik Ditiro No.9 Jakarta Selatan NPWP : 04.873.111.3.041.000 dengan harga Rp 5.000.000 / unit (
harga ini termasuk PPN 10%).
2. Pada tanggal 15 Agustus 2009 membeli 6 unit AC untuk ruang kantor dari PT. Santosa yang
beralamat di Jl. Cikokol Raya No.12 Serpong NPWP : 04.712.333.2.041.000 dengan harga Rp
6.000.000 / unit
3. Pada tanggal 25 Agustus 2009 membeli barang elektronik dari PT. Elektronik Nusantara yang
beralamat di Jl. Serpong Raya No.10 Tengerang NPWP : 04.897.224.2.071.000 senilai Rp
130.000.000 ( harga ini termasuk PPN 10% dan PPnBM 20% ).
Dari kasus diatas, saudara diminta:
a. Menghitung besar nya PPN dan PPnBM dan siapa yang memotong dan menyetorkan nya?
b. Berapa jumlah yang harus dibayar kepada rekanan penjual barang?
Jawab :
1. 10 unit alat laboratorium @Rp 5.000.000 Rp 50.000.000
DPP 100 x Rp 50.000.000 Rp 45.454.545
110
PPN 10% x Rp 45.454.545 Rp 4.545.454
2. 6 unit AC @Rp 6.000.000 Rp 36.000.000
PPN 10% x Rp 36.000.000 Rp 3.600.000 -
Yang di bayar pemerintah kapada kontraktor Rp 32.400.000

3. Harga barang Elektronik Rp 130.000.000


DPP 100 x Rp 130.000.000 Rp 100.000.000 ( yang harus di bayar
130 oleh pemerintah kepada kontraktor )
PPN 10% x Rp 100.000.000 Rp 10.000.000
PPnBM 20% x Rp 100.000.000 Rp 20.000.000

B. MENGHITUNG PPN MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN, PERHITUNGAN


KEMBALI PPN MASUKAN
Pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak
yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah Pabean, atau pihak yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai
dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar
tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak,
pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang
berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP ke Kas Negara
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan
Masa PPN disampaikan. Sedangkan, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.

Contoh :
Selama bulan takwim terjadi kegiatan usaha sebagai berikut:
Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 100.000.000,00.
Menyerahkan hasil produksi dengan harga jual Rp 60.000.000,00.

Pajak Masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar:


10% x Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00
Pajak Keluaran yang harus dipungut:
10% x Rp 60.000.000,00 = Rp 6.000.000,00

PPN yang lebih bayar dalam Masa Pajak yang bersangkutan:


Rp 10.000.000,00 – Rp 6.000.000,00 = Rp 4.000.000,00

Kelebihan tersebut dapat dikompensasi pada Masa Pajak berikutnya atau dapat diminta
kembali (restitusi). Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan,
maka selisihnya merupakan pajak yang harus disetor ke Kas Negara oleh PKP.
1. Perhitungan Kembali PPN Masukan
Dalam suatu perusahaan, pasti membutuhkan aktiva untuk menjalankan kegiatan
operasional perusahaan. Ketika membeli sebuah aktiva, umumnya perusahaan juga akan mendapat
pajak masukan ketika membeli aktiva tersebut. Pajak masukan tersebut dapat dikreditkan dengan
pajak keluaran di dalam SPT PPN, yang pada akhirnya akan menghasilkan jumlah pajak yang harus
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pada umumnya pajak masukan yang diterima atas peroleh barang dapat dikreditkan
seluruhnya. Namun untuk pengusaha tertentu, pajak masukan tidak dapat dikreditkan seluruhnya.
PKP yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan
sebagian lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang
Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk
Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan.
Contoh Soal
Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan
sepatu. Pada bulan Januari 2014, Pengusaha Kena Pajak B tersebut membeli generator listrik yang
dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk kegiatan pabrik dengan nilai perolehan sebesar
Rp100.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp10.000.000,00. Pajak Masukan atas
perolehan generator listrik sebesar Rp10.000.000,00 secara keseluruhan dikreditkan pada Masa
Pajak Januari 2014. Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun,tetapi
untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini, masa manfaat generator listrik tersebut ditetapkan
4 (empat) tahun, sehingga alokasi pengkreditan Pajak Masukan untuk setiap tahunnya adalah
10.000.000
sebesar Rp = Rp 2.500.0000. Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tersebut
4
digunakan:
a. untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2014
- 10% untuk perumahan karyawan dan direksi
- 90% untuk kegiatan pabrik
b. untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2014
- 20% untuk perumahan karyawan dan direksi
- 80% untuk kegiatan pabrik.

Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan
pabrik adalah 85%.

a. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2014 dapat
dilakukan paling lambat pada Masa Pajak Maret 2015.Pengusaha Kena Pajak B melakukan
penghitungan kembali Pajak Masukan pada Masa Pajak Februari 2015. Pajak Masukan yang
10.000.000
dapat dikreditkan untuk tahun buku 2014 seharusnya sebesar 85% x = 2.125.000
4
b. Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak Masukan untuk
Masa Pajak Februari 2015 adalah sebesar: Rp 2.500.000,00 - Rp 2.125.000,00 = Rp 375.000,00
c. Penghitungan kembali Pajak masukan seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan
masa manfaat generator listrik berakhir.

C. MENGHITUNG PPN MEMBANGUN SENDIRI, PPN ATAS PENJUALAN ASET, PPN


IMPOR DAN EKSPOR
1. Kegiatan Membangun Sendiri
Definisi Kegiatan Membangun Sendiri yang dikutip dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 adalah “Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain”.
Kemudian dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 4
dijelaskan mengenai bangunan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 yaitu bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja;
b. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. Luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3 ayat 1 dan 2, diatur
bahwa:
1. Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN dengan tarif sebesar 10 % (sepuluh persen)
dari Dasar Pengenaan Pajak.
2. Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua puluh persen) dari
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri

PPN = Tarif x DPP

PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan


untuk membangun bangunan)

Contoh Soal :
Pada Bulan Desember 2012 Bapak Andi memulai membangun sebuah rumah untuk tempat
tinggal pribadinya. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah sebesar 200 m2, biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh Bapak Andi dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan selesainya
bangunan tersebut adalah sebagai berikut: pembelian tanah sebesar Rp 200.000.000, pembelian
bahan baku bangunan keseluruhan Rp 180.000.000, biaya upah mandor dan pekerja bangunan Rp.
70.000.000. Maka berapakah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pembangunan rumah
tersebut?
Jawab:
Sesuai dengan PMK No. 163/PMK.03/2012 tarif PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang
terhutang adalah:
= 10% X DPP
= 10% X (20% X Total biaya Pembangunan)
= 10% X (20% X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)
Sehingga PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang terhutang adalah:
= 10% X 20% X Rp 250.000.000
= Rp 5.000.000
Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak atas perhitungan PPN Kegiatan Membangun Sendiri
diatas hanyalah pembelian bahan baku material bangunan dan biaya upah pekerja dalam rangka
pembangunan rumah tersebut, hal ini sesuai dengan Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012 Pasal 3 ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan
membangun sendiri adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau
yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah”.
2. Penjualan Aktiva
Pengenaan PPN terkait aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
diperluas melalui UU PPN No 42 tahun 2009. Pasal 16D UU PPN No 42 tahun 2009 berbunyi :
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas
penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.” Berdasarkan bunyi pasal 16D UU PPN No 42 tahun 2009
beserta penjelasannya dapat disarikan sebagai berikut :
1) Penyerahan Aktiva harus harus berupa Barang Kena Pajak (BKP)
2) Yang melakukan penjualan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3) Pada waktu pembelian PPN telah dibayar, artinya jika pada saat pembelian tidak membayar
PPN misalnya karena pembelian dari non PKP, pembeliannya sebelum UU PPN 1984
diberlakukan maka atas penjualan tidak terutang PPN.
4) Semua penjualan aktiva yang ada pajak masukannya dikenakan PPN kecuali penjualan aktiva
yang pajak masukkannya tidak boleh dikreditkan karena : a). Berupa sedan dan station wagon
(yang keduanya bukan untuk barang dagangan/ disewakan), b). Aktiva yang tidak memiliki
hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Contoh Soal
1) Penjualan Aktiva yang terutang PPN
a. PT. Nusacode menjual aset yang sudah tidak efektif lagi berupa mobil bekas dan alat-alat
elektronik bekas untuk diganti dengan keluaran terbaru, dengan nilai total penjualan Rp.
240.000.000,- Maka atas penjualan aktiva ini terutang PPN dengan alasan sebagai berikut : 1).
Yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak, 2). Yang melakukan penjualan adalah Pengusaha
Kena Pajak (PKP), 3). Pada waktu pembelian PPN telah dibayar.
b. Pengusaha Kena Pajak “D” menyerahkan Barang Kena Pajak secara cuma-cuma untuk
membantu korban bencana merapi Yogyakarta senilai Rp. 330.000.000 termasuk laba 10%.
Berapa PPN yang terutang atas penyerahan BKP tersebut:
DPP = 100 x harga jual termasuk laba
100 + %laba
= 100 x Rp. 330.000.000
110
= Rp. 300.000.000
PPN = 10% x Rp. 300.000.000
= Rp. 30.000.000
2) Penjualan Aktiva yang tidak terutang PPN
PT. Nusahati pada tahun 22 Maret 2013 melakukan Penjualan tanah dan atau bangunan
yang dibeli tahun 1978 dari orang pribadi yang dilengkapi dengan dokumen terkait berupa
sertifikat tanah, tidak terutang PPN dengan alasan sebagai berikut 1). Aktiva tersebut diperoleh
tanpa adanya PPN Masukan yang dapat dikreditkan. 2). Aktiva diperoleh tahun 1975 dimana pada
saat tersebut belum berlaku UU PPN.

3. Impor dan Ekspor

Contoh Soal 1
PT. X mengimpor BKP dari luar daerah pabean dengan nilai impor Rp 15.000.000 yang dipungut
melalui Dirjen Bea Cukai adalah:
PPN yang dibayar = 15.000.000 x 10% = Rp 1.500.000

Contoh Soal 2
Bpk Sarno seorang importir mengimpor BKP Barang Mewah dengan tarif 30% seharga Rp
300.000.000,-
Hitung :
-PPN dan PPN Bm
-Jumlah yang harus dibayar
Jawab :
Jumlah Pembayaran Rp 300.000.000,-
PPN 10% X Rp300.000.000 Rp 30.000.000,-
PPN BM 30% X Rp 300.000.000 Rp 90.000.000,-
----------------+
Jumlah yang harus dibayar Rp 420.000.000,-

Contoh Soal 3
Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan nilai ekspor Rp.
10.000.000, hitunglah PPN terutang!
PPN = 0% x Rp. 15.000.000 = Rp.0
PPN Rp. 0 adalah pajak keluaran.

D. PENJUALAN YANG TIDAK TERUTANG PPN


UU PPN di Indonesia (UU No. 42 th 2009 Pasal 4A) menganut sistem negatif list. Artinya
semua barang dan jasa yang terdapat di negatif list berarti tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
/PPN.
1. Negatif List Barang Kena Pajak/BKP PPN
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
meliputi:
a. Minyak mentah (crude oil);
b. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji/LPG tabung;
c. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur dll (bahan tambang galian c)
d. Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
e. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.
2) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi:
a. Beras;
b. Gabah;
c. Jagung;
d. Sagu;
e. Kedelai;
f. Garam
g. Daging
h. Telur
i. Susu
j. Buah-buahan
k. Sayur-sayuran

3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya
a. Meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak,
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
b. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena
sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah. (PPD dan PPN sama-sama 10%
sehingga kadang orang salah mengira PPN restoran 10% padahal yang benar PPD
10%)
4) Uang, emas batangan, dan surat berharga
2. Negatif List Jasa Kena Pajak /JKP PPN
1) Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
 Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
 Jasa dokter hewan;
 Jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
 Jasa kebidanan dan dukun bayi;
 Jasa paramedis dan perawat;
 Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
 Jasa psikolog dan psikiater,
 Jasa pengobatan alternatif
2) Jasa pelayanan sosial, meliputi:
 Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
 Jasa pemadam kebakaran;
 Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
 Jasa lembaga rehabilitasi;
 Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
 Jasa dibidang olah raga kecuali yang bersifat komersial

3) Jasa pengiriman surat dengan perangko.


 Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4) Jasa keuangan, meliputi:
 Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
 Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau
sarana lainnya;
 Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
o Sewa guna usaha dengan hak opsi;
o Anjak piutang;
o Usaha kartu kredit; dan/atau
o Pembiayaan konsumen;
 Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia;
danJasa penjaminan, contoh: penjaminan emisi saham.
5) jasa asuransi
 Yang dimaksud dengan “jasa asuransi” adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi
kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis asuransi.
 Tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi,
dan konsultan asuransi.
6) Jasa keagamaan, meliputi:
 Jasa pelayanan rumah ibadah;
 Jasa pemberian khotbah atau dakwah
 Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
 Jasa lainnya di bidang keagamaan.

7) Jasa pendidikan, meliputi:


 Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan
 Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
8) Jasa kesenian dan hiburan;
 Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan
hiburan.
 Ketentuan ini juga dimaksudkan supaya tidak berbenturan dengan pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan
dipungut bayaran, yang terdiri dari:
 Tontonan film;
 Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
 Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
 Pameran;
 Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
 Sirkus, akrobat, dan sulap;
 Permainan bilyar, golf, dan boling;
 Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
 Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
 Pertandingan olahraga.
9) Jasa angkutan umum
 Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
10) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan,
 Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang
dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh
sponsor yang bertujuan komersial

11) Jasa tenaga kerja, meliputi:


 Jasa tenaga kerja;
 Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung
jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
 Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
12) Jasa Perhotelan, meliputi:
 Jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,
hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
 Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, dan hostel.
13) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum.
 Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain
pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian lzin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor
Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
14) Jasa penyediaan tempat parkir
 Yang dimaksud dengan “jasa penyediaan tempat parkir” adalah jasa penyediaan tempat
parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat
parkir dengan dipungut bayaran.
 Ketentuan ini juga dimaksudkan supaya tidak berbenturan dengan pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah.
15) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.
 Yang dimaksud dengan “jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam” adalah jasa
telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta.
16) Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
17) Jasa boga atau katering.
 Jasa boga atau katering termasuk dalam objek pajak restoran sebagai diatur dalam Undang-
undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah.
E. CONTOH CARA MENGHITUNG PPN DAN PPNBM
Tarif pajak bisa dibagi dua:
1. Untuk WP orang pribadi
Rp. 0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5%
Rp. 25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Rp. 100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25%
Rp. 200 juta ke atas, tarifnya 35%
2. WP berbentuk badan usaha
Rp. 0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp. 50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Rp. 100 juta ke atas, tarifnya 30%
PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKB “B” dengan
harga jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp.
25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran
yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp.
15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 PPN sebesar RP. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran
yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”. Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar RP. 35.000.000,00 PPN yang dipungut
melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai
Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan
PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20% (dua puluh persen).
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang
atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35% (tiga puluh lima persen).
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka
PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D”
atau dibebankan sebagai biaya. Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X”
dengan harga jual Rp150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c. PPnBM =35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP
“D” dan PPN sebesar Rp15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM
sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00
tidak dapat dikreditkan oleh PKP ”X”.
F. MENGISI SPT MASA PPN DAN PPnBM
PT. Keren Abis beralamat di Jl. Legian No. 183 (NPWP 01.890.123.4-905.000) adalah perusahaan
yang bergerak di bidang usaha perdagangan pakaian jadi berbahan batik yang sebagian diekspor dan
sebagian dijual lokal baik dalam partai besar maupun eceran. Perusahaan telah dikukuhkan sebagai PKP
sejak 1 Maret 2010. PT. Keren Abis juga merupakan salah satu retailer yang ditunjuk DJP untuk program
VAT Refund

Selama bulan Januari 2011 terjadi transaksi sbb :

PENYERAHAN

1 02 Jan 2011 Dikirim satu kontainer pakaian jadi ke negara Brazil pesanan dari Mr. Ronaldo senilai
US $ 20,000 dan PEB difiat muat muat oleh Bea Cukai pada tanggal yang sama. Mr.
Ronaldo melakukan pembayaran tanggal 10 Januari 2011. Kurs Menkeu pada saat
pengiriman dan pada saat pembayaran masing-masing Rp 9.000 dan Rp 9.100.
2 07 Jan 2011 Ditandatangani kontrak jual beli pakaian batik dengan PT. Fashion Market (NPWP
01.234.567.8-905.000) senilai Rp 250 juta. Pada saat penandatanganan diterima uang
muka sebesar 20%, sisanya dibayar dalam jangka waktu 10 hari bersamaan dengan
penyerahan pakaian
3 09 Jan 2011 Diterima nota retur no. NR-12/I/11 tanggal 8 Januari 2011 atas penyerahan kepada
PT. Ramayana (NPWP 02.345.678.9-903.000) tanggal 2 Desember 2010 karena
sebagian pakaian yang diserahkan kancingnya lepas dengan harga jual Rp 35 juta
4 10 Jan 2011 Diserahkan 10 potong pakaian kepada Mr. Takashimura (Paspor No. 4MR8833555 )
seharga Rp 10 juta dan langsung dilakukan pembayaran. PT. Keren Abis menerbitkan
Faktur Pajak khusus karena Mr. Takashimura akan meminta restitusi atas PPN yg
telah dibayar di Bandara Ngurah Rai pada saat pulang ke negaranya
5 12 Jan 2011 Disumbangkan kepada korban gempa 100 potong pakaian dengan senilai Rp
5.500.000,- Nilai tersebut merupakan harga jual dengan Gross Profit Margin (GPM)
10 % dari HPP
6 16 Jan 2011 Diterima pembayaran dari Bendahara Kanwil DJP Bali (NPWP 00.012.345.6-
903.000) sebesar Rp 220 juta (termasuk PPN) atas pengadaan pakaian dinas pegawai
pajak. Tagihan tertanggal 10 Januari 2011
7 18 Jan 2011 Dibuat Faktur pajak pengganti karena terdapat kesalahan dalam harga jual pakaian
kepada PT. Matahari (NPWP 02.567.890.1-905.000) untuk transaksi bulan Desember
2010 yang seharusnya senilai Rp 22 juta ditulis Rp 20 juta. FP tersebut telah
dilaporkan di masa Desember 2010
8 23 Jan 2011 Diserahkan 10 potong pakaian kepada UD Amelia (NPWP 06.789.123.4-901.000)
seharga Rp 650.000
9 25 Jan 2011 Diserahkan 100 potong pakaian kepada PT. Sogok (NPWP 01.456.789.1-905.000)
seharga Rp 12 juta. PT. Sogok juga membayar uang muka sebesar 40% atas pesanan
200 potong pakaian dengan total harga Rp 30 juta, pakaian diserahkan pada awal
Pebruari 2011
10 26 Jan 2011 Mengambil 50 potong pakaian untuk seragam kerja karyawan senilai Rp 3.000.000,-
Nilai tersebut merupakan harga jual dengan Gross Profit Margin (GPM) 20 % dari
HPP
11 30 Jan 2011 Total penjualan eceran kepada konsumen langsung (tidak jelas identitasnya) selama
bulan Januari 2011 sebesar Rp 100 juta

PEMBELIAN/PEROLEHAN

1 05 Jan 2011 Dibayar uang langganan telepon kepada PT. Telkom sebesar Rp 2,2 juta (termasuk
PPN) kuitansi tertanggal 4 Desember 2010
2 05 Jan 2011 Dibayar langganan listrik kepada PLN sebesar Rp 3 juta dan langganan air ledeng
kepada PDAM sebesar Rp 1 juta untuk pemakaian bulan Desember 2010
3 07 Jan 2011 Diterima sejumlah pakaian dari PT. Batik Tulis (NPWP/PKP 02.567.891.2-605.000)
seharga Rp 80 juta,pembayaran dilakukan sebulan kemudian.
4 12 Jan 2011 Dibayar jasa maklon kepada seorang pengepul Ibu Sesilia (NPWP/NPKP
08.910.123.4-903.000) atas pemasangan payet sesuai dengan pesanan PT. Keren Abis.
PPh pasal 23 atas maklon telah dipotong sebesar Rp 50.000,- dengan tarif 2% dari
DPP
5 14 Jan 2011 Dikembalikan beberapa potong pakaian yang dibeli dari PT.Batik Tulis pada bulan
Desember 2010 senilai Rp 2.000.000,- karena ada bagian yang kotor. Nomor Nota
Retur : 003/KA/I/2011
6 17 Jan 2011 Dibayar jasa manajemen kepada Mr. Bachdim (konsultan manajemen di Belanda)
sebesar US$ 10,000.00. Biaya tersebut telah dicatat secara accrual pada tanggal 15
Desember 2010 dengan kurs KMK saat itu Rp 10.000 per US $ dan kurs hari ini Rp
9.000 per US$. PPN terutang dibayar melalui Bank Mandiri tanggal 17 Januari 2011.
7 18 Jan 2011 Dibayar Fee sebesar Rp 5 juta kepada Konsultan Pajak Manik Consulting
(NPWP/PKP 14.567.890.1-901.000) sehubungan dengan Jasa pengisian SPT
Tahunan 2010. SPT sudah diserahkan dan telah dilaporkan tanggal 30 Desember 2010
8 20 Jan 2011 Membayar Rp 15 juta kepada PT. HK (NPPKP 01.789.456.1-903.000) atas perbaikan
rumah pribadi direksi yang selesai dikerjakan tanggal 4 Januari 2010
9 23 Jan 2011 Ditemukan arsip SSP dan PIB tanggal 15 Nopember 2010 atas impor payet dari
Jepang dengan CIF Rp 3.000.000,- Bea Masuk 150.000,- dan fee atas pengeluaran
barang kepada petugas BC sebesar Rp 300.000. PPNnya telah disetor namun belum
dikreditkan
10 25 Jan 2011 Pembelian payet dari toko orchid (belum PKP) seharga Rp 500.000 invoice no.
006/orc/2010
11 30 Jan 2011 Diterima sejumlah pakaian dari PT. Batik Semar (NPWP/PKP 01.567.890.3-421.000)
dengan total harga Rp 300 juta, uang mukanya telah dibayar 50% pada bulan
Desember 2011
Informasi tambahan :

1. Dalam bulan Januari 2011 dikeluarkan biaya membangun sendiri (yg dilakukan sejak pertengahan
tahun 2010) untuk outlet di Jl. Kartika Plaza seluas 400m2 sebesar Rp 1 M
2. Dalam SPT Masa Desember 2010 terdapat kelebihan pembayaran PPN sebesar Rp 5 juta yang
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
Buatlah SPT Masa PPN 1111 untuk masa Januari dengan ketentuan :

1. Saat penerbitan Faktur pajak baik keluaran maupun masukan memenuhi ketentuan PMK-38/2010
2. Pajak Masukan yang belum dikreditkan, dikreditkan pada masa Januari 2011
3. Nomor seri FP keluaran untuk dimulai dari 00000001. Untuk FP kepada konsumen langsung yang
tidak diketahui identitasnya diterbitkan faktur pajak dengan nomor tersendiri (tidak mengikuti
ketentuan nomor seri faktur pajak)

Anda mungkin juga menyukai