Anda di halaman 1dari 62

BEBAN DIBAYAR

DIMUKA

Kelompok 5

1. Shoniasari Savitri (12403173218)


2. Nuri Hanifah (12403173226)
3. Irna Sunita (12403173230)
4. Fatkhul Alim (12403173268)
Definisi Beban di Bayar di Muka
 Menurut Wild dan Kwok (2011; 118), beban
dibayar dimuka adalah pos-pos (items) yang pada
awalnya dicatat sebagai harta tetapi diharapkan
menjadi beban di kemudian hari setelah melampaui
kegiatan normal perusahaan. Beban dibayar dimuka
biasanya dikelompokkan ke dalam aset lancar.
Beban dibayar dimuka ini dapat berupa beban
dibayar dimuka atas asuransi, sewa, dan pajak.
 Untuk Akuntansi komersial, pencatatan beban
dibayar dimuka dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu pendekatan harta dan pendekatan
beban.
Asuransi diBayar di Muka
Asuransi dibayar dimuka tidak dikenakan PPN
maupun Pajak Penghasilan
Contoh:
Pada tanggal 1 Januari 2012 dibayar premi
asuransi untuk kendaraan sebesar
Rp.12.000.000 untuk 1 tahun. Jurnalnya
adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debet Kredit
1-Jan-12 Asuransi dibayar Rp.
dimuka 12.000.000
 
Kas/Bank Rp.
12.000.000
Sewa diBayar di Muka
 Sewa Atas Tanah dan / atau Bangunan
penghasilan yang diterima / diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan
tanah dan / atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, gedung
perkantoran, ruma kantor, toko, gudang, dan industri dikenakan PPh final yaitu
PPh pasal 4 ayat 2 dengan tarif 10 % dari jumlah bruto nilai persewaan tanah
dan / atau bangunan (PP 5 tahun 2002 jo. KMK – 120 / KMK.03/2002 jo. KEP-
227/PJ/2002).
Persewaan tanah dan / atau bangunan akan dipotong penyewa pada saat
pembayaran atau pembebanan biaya, dan pihak penyewa tersebut yang
akan membayar atau menyetor PPh pasal 4 ayat 2 ke kas negara
menggunakan Surat Setoran pajak / SSP paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya dan melaporkan ke KPP dengan menggunakan SPT paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
Apabila tidak dipotong oleh penyewa maka pihak yang menyewakan tanah
dan / atau bangunan tersebut wajib menyetor sendiri ke kas negara dengan
menggunakan SSP tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan ke KPP
dengan menggunakan SPT paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Contoh:
pada tanggal 2 Maret 2012 PT Andhika
menyewakan ruang perkantoran pada PT Budi
dengan harga sewa sebesar Rp. 10.000.000 (belum
termasuk PPN) untuk transaksi sewa ini, dan
menerima bukti pemotongan PPh final pasal 4 ayat
2 atas penghasilan dari persewaan tanah dan /
atau bangunan. Sedangkan PT Budi paling lambat
tanggal 10 April 2012 wajib menyetorkan pajak
tersebut dengan menggunakan SSP dan paling
lambat tanggal 20 April 2012 dan berkewajiban
membuat SPT untuk melaporkan ke KPP.
Jurnal untuk transaksi diatas yaitu:
1. Pembukuan PT Andhika (pemilik)
PT Budi (PKP) PT Budi (Non PKP)
PT Kas Bank 10.000.000 Kas/Bank 10.000.000
Andhika PPh ps 4 ayat (2) 1.000.000 PPh psl 4 ayat (2) 1.000.000
PKP Pajak keluaran Pajak keluaran
1.000.000 1.000.000
Pend Sewa Pend Sewa
10.000.000 10.000.000

PT Kas/Bank 9.000.000 Kas/ Bank 9.000.000


Andhika PPh psl 4 ayat (2) PPh psl 4 ayat (2)
(Non 1.000.000 1.000.000
PKP) Pend Sewa Pend Sewa
10.000.000 10.000.000
2. Pembukuan PT Budi (Penyewa)

PT Budi (PKP) PT Budi (Non PKP)

PT Sewa ddm 10.000.000 Sewa ddm 10.000.000


Andhika Pajak masukan 1.000.000 Pajak masukan 1.000.000
PKP Pph psl 4 ayat (2) Pph psl 4 ayat (2)
1.000.000 1.000.000
Kas/ Bank Kas/ Bank
10.000.000 10.000.000

(Pajak masukan dapat (Pajak masukan tidak dapat


dikreditkan oleh PT Budi) dikreditkan oleh PT Budi)

PT Sewa ddm 10.000.000 Sewa ddm 10.000.000


Andhika PPh psl 4ayat (2) PPh psl 4ayat (2)
(Non 1.000.000 1.000.000
PKP) Kas/Bank Kas/Bank
9.000.000 9.000.000
 Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Harta

Mulai tahun 2009 sesuai dengan UU PPh Nomor 36


Tahun 2008 Pasal 23 Ayat (1) huruf c angka 1, sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan harta yang telah dikenai
PPh pasal 4 ayat (2) dikenakan PPh pasal 23
sebesar 24 % dari jumlah bruto. Berdasarkan UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 Ayat (1a),
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang Ber
NPWP dengan WP yang tidak ber NPWP. Tarif WP
yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100%
daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang
dapat menunjukkan NPWP .
Pajak diBayar di Muka
Pajak dibayar dimuka merupakan
pembayaran pajak yang dilakukan
pemotongan dan /atau oleh pihak lain serta
pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh
WP, yang dapat diperhitungkan dengan pajak
terutang PPh Badan atau Pajak Keluaran WP.
Pembayaran pajak dimuka diakui sebagai aset
bagi WP.
Pajak dibayar dimuka berupa: PPh 22, PPh
23, PPh 24, PPh 25, dan Pajak Masukan.
Pajak diBayar di Muka
 Pajak Penghasilan 22
Tarif Pajak Penghasilan 22
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
pasal 22 ayat (3) jo. PMK-154/ PMK 03/ 2010
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang
ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP.
Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi
100% daripada tarif yang diterapkan terhadap
WP yang dapat menunjukkan NPWP. Tarif ini
berlaku hanya untuk pemungutan PPh 22 yang
bersifat tidak final.
1. Untuk transaksi impor barang yang dipungut oleh Bank Devisa dan DJBC,
kecuali yang mendapatkan fasilitas pembebasan maka PPh 22 dikenakan
atas:
 Impor barang dimana importir dengan API
Dikenakan tarif sebesar 2,5 % dari nilai impor untuk impor barang selain
kedelai, gandum, dan tepung terigu.
Dikenakan tarif 0,5 % dari nilai impor untuk impor kedelai, gandum, dan
tepung terigu.

 Impor barang dimana importir non API dikenakan tarif 7,5% dari nilai
impor
Nilai impor = nilai CIF (Cost + Insurance + Freight) + bea masuk
(pungutan berdasarkan UU kepabean)

Nilai impor di kurskan menggunakan kurs KMK, apabila nilai impor dalam
mata uang asing

 Hasil lelang atas barang yang tidak dikuasai dan dilakukan pelelangan
oleh Dirjen Kekayaan dan lelang DJBC, maka dikenakan tarif 7,5% dari
harga jual lelang.
 Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang
dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun
pajak yang bersangkutan (tidak final)
 PPh 22, PPN dan PPnBM harus dilunasi bersamaan dengan
saaat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal apabila Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan, maka pajak-pajak di atas
harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
 PPh 22 PPN dan PPnBM ini disetor ke kas negara melalui
kantor pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Mentri
Keuangan oleh DJBC selambat-lambatnya 1 hari kerja setelah
dilakukan pemungutan pajak tersebut, atau oleh importir
yang bersangkutan dengan menggunakan formulir surat
setoran pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka Impor (SSPCP)
yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
 PPh 22 PPN dan PPnBM wajib dilaporkan hasil
pemungatannya dengan memggunay SPT masa ke KPP
dengan batas pelaporan paling lama pada hari kerja terakhir
Minggu berikutnya.
2. Berdasarkan PMK-154/ PMK.03/ 2010 jo, PER-15/ PI/ 2011 untuk
transaksi pembelian yang berhubungan dengan bendahara
pemerintah dan KPA berkenaan dengan pembayaran yang jumlahnya
paling banyak Rp. 2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah pecah dikenakan PPh 22 sebesar 1,5% dari harga
pembelian (belum termasuk PPN). Pungutan PPh 22 merupakan
pembayaran pendahuluan yan dapat diperhitungkan dengan pajak
terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan (tidak final).
PPh 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak terutang
dan dipungut pada saat pembayaran PPh 22 tersbut wajib disetor
oleh pemugut kenias negara melalui kantor pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan dengan menggunakan SSP
yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oelh
pemungut pajak, pada hari yang sama saat memungut pajak
tersebut. Penyetoran PPh 22 dengan menggunkan formulir SSP yang
berlaku sebagai bukti pemungutan pajak PPh 22 wajib dilaporkan
hasil Pemungutannya dengan menggunakan SPI masa ke KPP dalam
batas waktu paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir
Bukan Objek Pemungatan
Pajak Penghasilan 22
Dikecualikan dari pemungutan PPh 22 sesuai
dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo.PER-
15/PJ/2011 adalah:
Impor barang dan atau penyerahan barang
yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh ;
dengan syarat ada Surat Keterangan Bebas
(SKB) PPh 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
Impor barang yang dibebaskan dari pungutan
bea masuk/ PPN
Impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata
dimaksudkan untuk diekspor kembali.
Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang
yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujiannya, yang telah memenuhi
syarat yang telah ditentukan oleh DJBC.
Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak
Bendahara Pemerintah dan KPA, berkenan dengan: (1)
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp
2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah; dan (2) pembayaran untuk pembelian
bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
Pajak Penghasilan 23
PPh 23 adalah pajak penghasilan yang pemenuhan kewajiban
dilakukan dengan cara pemotongan atas pembayaran
penghasilan yang diterima oleh WP dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penghasilan dari
harta/modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21
Pemotong PPh 23 adalah
Badan pemerintah
Subjek pajak dalam negeri
Penyelenggara kegiatan
BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri
Orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk
Dirjen Pajak, yaitu akuntan, arsitek, dokter, notaris/PPAT
kecuali camat, penilai, aktuaris, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas serta orang pribadi yang
menjalankan usaha dengan menyelenggarakan pembukuan
atau pembayaran berupa sewa.
Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo. Setelah dilakukan pemotongan PPh 23 maka
pemotong pajak harus menerbitkan bukti pemotongan PPh 23, dimana
pemotong memiliki kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan ke KPP.
Penyetor paling lambat dilakukan pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah
bulan dilakukanya pemotongan. Sedangkan, pelaporan pajaknya
menggunakan SPT masa PPh pasal 23/26 dilakukan paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pemotongan pajak tersebut.
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a) besarnya
pungutan dibedakan antara WP yang ber NPWP dengan WP yang tidak ber
NPWP. Tarif WP yang tidak memilki NPWP lebih tinggi 100% daripada
tariff yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP
penghasilan yang kena PPh 23

Deviden Hadiah, penghargaan


bonus

Bunga sewa

. .

Royalti atau Imbalan atas penggunaan Imbalan jasa


Hak

.
Deviden
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c)o. PP
19 Tahun 2009 Jo. SE-01/PJ.03/20098, dividen yang dikenakan pajak
adalah dividen yang diterima oleh WP orang pribadin dalam negeri.
Atas penghasilan berupa dividen tersebut dikenakan pajak yang
bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto. PPh final atas
dividen ini dikenakan kepada pihak penerima dividen tidak dapat
mengkreditkan dividend an atas pajak tersebut pihak penerima
dividen tidak dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar pada
saat menghitung PPh kurang/ lebih bayar pada akhir tahun pajak.
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3), dividen yang
dikecualikan dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT
sebagai WP dalam negeri. Koperasi BUMN /D dari pernyetaan modal
pada pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat: dividen yang dibagikan berasal dari
cadangan saldo laba dan untuk PT. BUMN/D kepemilikan saham
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
Deviden
Contoh
Transaksi tersebut dicatat oleh PT Diestri:

tan Keteranga Debit Kredit


gg n
Pada 22 Desember al
2011 PT Edson
membayar dividen 22 Kas/Bank 85.000. -
kepada PT Diestri
salah satu pemegang De 000
sahamnya senilai Rp s
100.000.000 (10%). 11
Atas pembayaran
dividen tersebut PT   PPh 23 15.000. -
Edson memotong PPh dibayar di 000
23 sebesar 15%
dengan memberikan muka
bukti pemotongan Pph
23 pada PT diestri.
  - 100.000
Penghasilan yang Pendapatan .000
diterima oleh PT lain-lain
Diestri adalah sebesar
Rp 85.000.000
sedangkan PPh 23
PT Diestri menerima bukti pemotongan PPh 23vdari PT Edson.
yang dipotong sebesar
Rp 15.000.000 oleh PT Pemotongan PPh 23 tetrsebut, oleh PT Diestri akan diperhitungkan
Edson sebagai kredit pajak.
Deviden
Contoh

Sedangkan PT Edson mencatat transaksi tersebut dengan jurnal:

Tangg Keterangan Debit Kredit


al
22 Dividen 100.000.000 -
Des
11
  Utang PPh 23 - 15.000.000
  Kas/Bank - 85.000.000

PT Edson paling lambat tanggal 10 Januari 2012 melakukan penyetoran


PPh 23 yang telah dipotongnya dari PT Diestri dengan menggunakan SSP.
Kemudian paling lambat pada tanggal 20 Januari 2012 PT Diestri wajib
melaporkan ke KPP menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26.
Bunga
Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga
termasuk premium, diskonto, dan I,balan karena
jaminan pengembalian utang yang merupakan
Bungan antar pinjaman dari WP badan ke WP
badan. WP badan ke WP orang pribadi atau
sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual
pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas bunga tersebut
adalah 15% dari penghasilan bruto. Pihak yang
menerima penghasilan berupa bunga tersebut
dapat mengkreditkan pajak yang dibayar dimuka
PPh 23 atas bunga pada saat menghitung PPh
kurang/ lebih bayar pada akhir tahun pajak.
Royalti atau Imbalan atas
Penggunaan Hak
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 royalti dapat berupa berikut ini
1. penggunaaan atau hak menggunakan hak cipta, merek
dagang atau hak kekayaan intelektual
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau
perlengkapan industrial komersial
3. pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah
4. pemberiah bantuan tambahan atau
perlengkapantambakan sehubungan dengan angka 1,2
dan 3
5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup
6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan
dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan
intelektual atau industrial dan hak-hak lainya.
Atas penghasilan berupa royalty tersebut, pihak yang
menerima royalty dikenakan PPh 3 sebesar 5% dari
penghasilan bruto dan pajak yang dibayar dimuka PPh
23 atas royalty tersebut dapat menjadi kredit pajak
bagi pihak penerima royalty. Khusus untuk royalti
dari hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23
diatur dalam PER-3/PJ/2009 jo.SE-58/PJ/2009
Royalti atau Imbalan atas Penggunaan Hak

Contoh
Atas transaksi tersebut dicatat oleh PT Akido adalah sebagai berikut:

PT Akido menerima
penghasilan berupa royalti
Tanggal Keterangan Debit Kredit
dari PT Bambi sebesar Rp
100.000.000 dan atas 18 okt 11 Kas/Bank 95.000.00 -
royalty itu PT Akido 0
memungut PPN 10%
PPh 23 dibayar 15.000.00 -
sebesar Rp10.000.000 dari
dimuka 0
PT Bambi dengan membuat
faktur pajak. kemudian PT Pajak keluaran - 10.000.000
Bambi memotong PPh 23
Pendapatan - 100.000.000
sebesar Rp 15.000.000 dari
Royalti
PT Akido dengan membuat
bukti pemotongan PPh 23
Royalti atau Imbalan atas Penggunaan Hak

Contoh
Sedangkan untuk PT Bambi mencatat

Tanggal Keterangan Debit Kredit

18 okt 11 Beban Royalti 100.000.0 -


00
Pajak masukan 10.000.00 -
0
Utang PPh23 - 15.000.000

Kas/Bank - 95.000.000
Hadiah, Penghargaan, bonus dan sejenisnya

Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui


cara undian yang diterima atau diperoleh orang pribadi
dalam negeri dan luar negeri, badan dalam negeri dan luar
Hadiah objek pajak yaitu hadiah negeri dikenakan PPh final sebesar 25% dari jumlah bruto
perlombaan, penghargaan dan hadiah undian ( UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4
prestasi tertentu, dan hadiah ayat (2) huruf b jo. PP 132 Tahun 2000 jo. Kep -395/
sehubungan dengan pekerjaan PJ/2001 jo. SE-19/PJ .43/2001). Hadiah yang bukan objek
atau pemberian jasa. Tarif PPh 23 pajak yaitu:
atas hadiah adalah sebesar 15% 1. Diberikan kepada semua pembeli/ konsumen akhir
dari jumlah bruto. PPh 23 ini tanpa diundi
dikenakan kepada pihak yang 2. Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada
menerima hadiah dan pajak saat pembelian barang/jasa.
yang dibayar dimuka PPh 23 atas Contoh: adanya hadiah yang diterima ketika membeli
hadiah ini dapat menjadi kredit sebuah mobil. Hadiah pembelian tersebut tidak termasuk
pajak bagi pihak penerima sebagai objek PPh yang harus dipotong PPh, dan atas
hadiah. pemberian hadiah tersebut juga bukan merupakan
penghasilan bagi yang menerimanya,
Hadiah, Penghargaan, bonus dan sejenisnya

Contoh Jurnal untuk PT Margaret:

Tangg Keteranga Debit Kredit


Pada tanggal 6 Januari 2012 al n
PT Margaret (memiliki 6-Jan- Beban 100.000. -
NPWP) memberikan hadiah
12 Hadiah 000
sebesar Rp 100.000.000
kepada Matthew (memiliki
  Pajak 10.000.0 -
NPWP) yang telah Masukan 00
mempunyai prestasi dapat   Utang - 15.000.
menjualkan produk- PPh 23 000
produknya. Atas pemberian   Kas/Bank - 95.000.
hadiah tersebut PT Margaret 000
dipungut PPN sebesar Rp 16- Utang PPh 15.000.0 -
10.000.000 sesuai dengan Feb-12 23 00
faktur pajak yang diterima
  Kas/Bank - 15.000.
dari PT Matthew dipotong
PPh 23 sebesar 15% adalah 000
Rp 15.000.000 dengan
menerima Bukti
pemotongan PPh 23.
Hadiah, Penghargaan, bonus dan sejenisnya

Contoh
Jurnal untuk PT Matthew

Tangga Keterangan Debit Kredit


l
6-Jan- Kas/Bank 95.000.0 -
12 00
  PPh 23 Dibayar dimuka 15.000.0 -
00
  Pajak keluaran - 10.000.0
00
  Pendapatan lain-lain - 100.000.
(Hadiah) 000

Pemotongan PPh terutang dilakukan pada bulan dilakukanya pembayaran atas diserahkanya hadiah
tersebut. Penyelenggaraan wajib menyetorkan PPh yang telah diotong dengan menggunakan SSP ke
bank persepsi atau kantor pos paling lambat tanggal 10 Februari 2012. Dan penyelenggaraan wajib
melaporkan SPT masa PPh 23 ke Kpp tempat pemotong terdaftar paling lambat tanggal 20 Februari
2012.
Sewa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal
23 ayat (1) huruf c mulai 1 Januari 2009
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar 2
% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a),
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang
yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-
NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih
tingi 100% dari pada tariff yang diterapkan
terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Imbalan Jasa
Menurut UU PPh Nomor 36 tahun 2008 pasal 23 ayat (1) huruf c,
imbalan jasa yang menjadi objek PPh 23 adalah imbalan sehubungan
dengan jkasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain yang diterapkan oleh Dirjen pajak, selain yang telah
dipotong PPh 21.

pajak, selain yang telah dipotong PPh 21.


Berdasarkan PMK-244/PMK.03/2008 jo. SE-53/PJ./2009
tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam
pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun
2008 dikenakan PPh sebesar 2% x penghasilan bruto
tidak termasuk PPN, jenis-jenis jasa tersebut adalah:
Pemotong memotong PPh pada saat pembayaran (saat
terutang ). pemotong memberikan bukti pemotongan
PPh23 kepada pihak yang dipotong PPh 23 merupakan
bukti pengkreditan pajak. kecuali PPh 23 tersebut bersifat
final. kemudian pemotong menyetorkan PPh 23 secara
kolektif per bulan pemotongan dan disetorkan paling
lambat 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP
atas nama pemotong PPh 23 setelah itu pemotong
melaporkan pemotongan dan penyetoran Pph 23 paling
lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan
menggunakan SPT masa PPh 23
Imbalan Jasa

Contoh

Pada tanggal 4 Januari 2012. PT Hihop adalah perusahaan yang memberikan jasa
penyelesaikan bahan baku menjadi barang jadi yang sesuai dengan spesifikasi pengguna
jasa (jasa maklon) menandatangani kontrak kerja sama maklon dengan PT Gigil di Bogor.
Barang jadi yang sesuai dengan spesifikasi tersebut harus diselesaiakan pada tanggal 28
Februari 2012.
Tanggal 6 Januari 2012, PT Gigil membeli dan memberikan bahan baku seharga Rp
50.000.000 untuk diselesaikan menjadi barang jadi sesuai dengan spesifikasinya kepada
PT Hiphop. selama pengerjaanya, PT Hiphop telah mengeluarkan biaya penggunaan
tenaga kerja sebesar Rp 5.000.000 dan overhead pabrik sebesar Rp 10.000.000
pada akhirnya tanggal 28 Februari 2012, PT Hiphop menerima pembayaran fee dari
PT Gigil sebesar Rp30.000.000 dan PT gigil menerima barang jadi yang sesuai dengan
spesifikasinya senilai Rp 100.000.000
Tanggal 3 Maret 2012, PT Gigil menjual barang jadi tersebut Rp 170.000.000 secara
tunai
Imbalan Jasa
Contoh1
Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT Hiphop
adalah sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


4 Jan 12 Tidak ada Jurnal
6 Jan 12 Tidak ada jurnal
Hanya Bagian gudang melakukan pencatatan dengan
menggunakan Bukti Barang Masuk
Jan-Feb 12 Beban upah Langsung 5.000.000 -
  Beban FOH 10.000.000 -
  Kas/Bank - 15.000.000
28 Feb 12 Kas/Bank 32.400.000 -
  PPh 23 Dibayar di Muka 600.000 -
  Pajak keluaran - 3.000.000
  Pendapatan Maklon - 30.000.000
  Tidak ada jurnal hanya bagian gudang melakukan
pencatatan dengan menggunakan Bukti Barang Keluar
3 Mar 12 Tidak ada Jurnal
Imbalan Jasa
Contoh
Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT Gigil adalah sebagai berikut

Tanggal Keterangan Debit Kredit


4 Jan 12 Tidak ada jurnal    
6 Jan 12 Persediaan Barang Baku 50.000.000 -
  Pajak Masukan 5.000.000 -
  Kas/Bank - 55.000.000
  Tidak ada jurnal hanya bagian gudang melakukan pencatatan
dengan menggun akan bukti barang keluar
Jan-Feb Tidak ada Jurnal
12
28 Feb 12 Beban Maklon 30.000.000 -
  Pajak Masukan 3.000.000 -
  Utang PPh 23 - 600.000
  Kas/Bank - 32.400.000
  Persediaan Barang jadi 100.000.000 -
  Ikhtisar L/R   100.000.000
  Ikhtisar L/R 50.000.000 -
  Persediaan Barang Baku   50.000.000
3 Mar 12 Kas/Bank 187.000.000 -
  Penjualan - 170.000.000
  Pajak Keluaran - 17.000.000
  Harga pokok Penjualan 100.000.000 -
  Persediaan barang jadi - 100.000.000
Jurnal untuk PT Dimjati
Imbalan Jasa
Contoh Tanggal Keterangan Debit Kredit
2
27 Juni Kas/Bank 10.800.00 -
2012 0
PT Dimjati memiliki PPh 23 dibayar 200.000 -
NPWP, mendapatkan dimuka
pekerjaan dari PT
Trisnawati (memiliki
Pajak keluaran - 1.000.000
NPWP) untuk pekerjaan Pendapatan - 10.000.000
jasa kebersihan (cleaning Royalti
service) selama 1 tahun
dengan nilaikontrak
sebesar Rp 10.000.000 Jurnal untuk PT Trisnawati
PPh 23 yang dipotong
oleh PT Trisnawati adalah
sebesar 2% x Rp Tanggal Keterangan Debit Kredit
10.000.000 dengan bukti
pemotongan PPh 23 atas 27 Juni Biaya Kebersihan 10.000.00 -
transaksi tersebut dicatat 2012 0
Pajak Masukan 1.000.000 -

Utang PPh 23 - 200.000

Kas/Bank - 10.800.000
Jurnal untuk PT Ramli adalah
Imbalan Jasa
Tanggal Keterangan Debit Kredit
Contoh 3
8 Juli Beban Jasa 20.000.00 -
2011 Akuntansi 0
Pajak Masukan 2.000.000 -
PT Ramli memutuskan
untuk menggunakan jasa Utang PPh 23 - 400.000
Akuntansi dari KAP Rina,
Rini dan Rekan. Atas Kas/Bank - 21.600.000
penggunaan jasa tersebut
PT Ramli membayar fee
sebesar Rp 20.000.000 Jurnal untuk KAP Rina, Rini dan Rekan adalah
(belum termasuk PPN)
pada tanggal 8 Juli 2011. Tanggal Keterangan Debit Kredit
PPN transaksi diatas
adalah 10% x Rp 8 Juli Kas/Bank 21.600.0 -
20.000.000 = 2011 00
Rp2.000.000 dan PPh 23
yang dipotong KAP Rina, PPh 23 yang Di bayar 400.000 -
Rini dan Rekan atas di Muka
penghasilan jasa
Pajak keluaran - 2.000.000
akuntansi adalah 2% x Rp
20.000.000 = Rp 400.000 Pendapatan Jasa - 20.000.00
0
Bukan Objek pajak penghasilan 23
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4) pemotongan PPh tidak dilakukan atas:

 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank


 sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan SGU dengan hak opsi (capital
lease)
 dividen sebagaimana yang dimaksud dalam UU PPh Npmor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat
(3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 17 ayat (2c)
 bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditeryang modalnya tidak
terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak kolektif
 SHU koperasi yang dibayrkan oleh koperasi kepada anggota (PP 15 Tahun 2009)
 bunga atau imbalan yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan/atau pemberian
pembiayaan berbasis syariah (PMK-251/PMK.03/2008)
Pajak penghasilan 24

PPh 24 Menganut asas Word Wide Income


merupakan pajak
yang telah
dipotong oleh
Negara lain
tempat WP
memperoleh
penghasilan yang
boleh dikreditkan maka UU PPh menentukan bahwa WP
terhadap pajak dalam negeri dikenakan PPh atas
yang terutang di seluruh penghasilan yang diterimanya
In donesia (kredit baik di Indonesia maupun
Pajak Luar Negeri diluar indonesian
—KPLN)
PPh 24
Saat penggabungan
Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan
sebagai berikut:

 Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya


penghasilan tersebut
 Untuk penghasilan lainya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut
 Untuk penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud dalam UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 18 ayat (2) dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan
PMK-256/PMK.03/2008.
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)

Contoh 1
PPh dikenakan atas PhKP yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang
diterima dan diperoleh oleh WP (dalam maupun luar negeri)

Dalam tahun pajak 2009. PT Apollo di Jakarta menerima dan memperoleh penghasilan netto dari
sumber luar negeri sebagai berikut:
1. hasil Usaha di Singapura dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 800.000.000
2. dividen atas pemilihan dsaham pada ‘XaceLtd” di Australia sebesar Rp 200.000.000
3. dividen atas penyerahan saham sebanyak 70% pada “Yin Corporation” di Hongkong yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp 75.000.000
4. bunga kuartal IV tahun 2009 sebesar Rp100.000.000 dari “Zin Bud Bhd” di kuala lumpur yang
akan diterima bulan Juli 2010

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2009
adalah penghasilan pada poin 1,2 dan 3. sedangkan penghasilan pada pin 4 digabungkan dengan penghasilan dalam
negeri dalam tahun pajak 2010
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)
Contoh 2

Dalam menghitung PhKP kerugian yang diderita WP diluar negeri tidak dapat
dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima dari Indonesia

PT Bellagio di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai


a. di Negara X, memperoleh laba Rp 1.000.000.000 dikenakan pajak dengan tarif
sebesar 40% =Rp 400.000.000
b. di Negara Y, memperoleh laba Rp 3.000.000.000 dikenakan pajak dengan tarif
sebesar 25% =Rp 750.000.000
c. di Negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000
d. penghasilan usaha didalam negeri sebesar Rp 4.000.000.000
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)
Contoh 2
Perhitungan KPLN adalah
1. Penghasilanluarnegeri
  a. laba di Negara X = Rp 1.000.000.000
b. laba di Negara Y = Rp 3.000.000.000
c. laba di Negara Z = Rp___________(+)
d. Jumlahpenghasilanluarnegeri = RP 4.000.000.000
2. Penghasilandalamnegeri = Rp 4.000.000.000 (+)
3. Jumlahpenghasilannetoadalah = Rp 8.000.000.000
4. PPhterutang
(menuruttarifpasal 17 danpasal 31 EUU PPh) = Rp 1.568.000.000
5. Batas maksimum KPLN untukmasing-masing Negara adalah:
a. untuk Negara X
X 1.568.000.000 = Rp196.000.000
pajak yang terutang di Negara X sebesarRp 400.000.000 namunmaksimumkreditpajak yang dapatdikreditkanadalahRp
196.000.000
b. Untuk Negara Y
X 1.568.000.000 = Rp 588.000.000
pajak yang terutang di Negara Y sebesarRp750.000.000 makamaksimumkreditpajak yang dapatdikreditkanadalahRp588.000.000
Jumlah KPLN yang diperkenankanadalah : Rp 196.000.000 + Rp 588.000.000 = Rp 784.000.000
Dari contohdiatasjelasbahwadalammenghitungPhKPkerugian yang diderita di luarnegeri (di Negara Z sebesarRp 2.500.0000 )
tidakbolehdikompensasikan
B. Pembetulan SPT Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar
negeri, dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi koreksi fi sal di luar negeri yang menyebabkan
adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas
penghasilan terutang di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan
dalam SPT Tahunan dan pajak di luar negeri kurang dibayar, maka
terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga kurang dibayar.
Sepanjang koreksi fi skal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri
oleh WP melalui pembetulan SPT, maka bunga yang terutang atas
pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.

Contoh;
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000.
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000.
c.) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
Rp2.000.000.000.
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%.
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000.
f.) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fl skal di luar negeri
adalah sebagai berikut.
 
(TABEL) slide selanjutnya
Tabel
3. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang
menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang di luar
negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga
pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiskal di luar negeri tersebut
akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga meniadi lebih kecil,
sehingga PPh menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut
dapat dikembalikan ke WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak
yang lain.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000.
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000.
c.) Penghasilan luar negeri, setelah dikorcksi di luar negeri, sebesar
Rp500.000.000.
d.) Pajak alas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%.
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000.
f.) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri
adalah:
 
(TABEL)
Tabel:
Pajak Penghasilan 25
 Pasal 25 adalah pembayaran angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh WP yang bersangkutan untuk
setiap bulan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 25 UU PPh Nomor 36 tahun 2008.
Disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir,
sedangkan penyampaian SPT masa PPh 25
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa
pajak berakhir.
Konsep Umum Pada Pasal 25
PPh 25 setiap bulan : Besarnya angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh WP untuk setiap bulan dan sebesar PPh
yang terutang menurut SPT tahunan PPh tahun
pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 dan
pasal 23 serta PPh yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud alam
pasal 24
1). SPT Tahunan PPh Badan Kurang Bayar-masa 12 bulan
Contoh : PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2011
sebesar Rp50.000.000. Perhitungan angsursn PPh 25:
PPh terutang Rp50.000.000
Dikurangi kredit pajak:
PPh 21 yang dipotong pemberi kerja Rp15.000.000
PPh 22 yang dipungut oleh pihak lain Rp10.000.000
PPh 23 yang dipotong oleh pihak lain Rp 2.500.000
Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp 7.500.000 (+)
Jumlah kredit pajak Rp35.000.000 (-)
PPh dibayar sendiri Rp15.000.000
Besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan
untuk tahun 2012 adalah Rp15.000.000 x 1/12 = Rp1.250.000.
Jurnal perusahaan pada saat pembayaran PPh 25
setiap bulannya adalah sebagai berikut.

KETERANGAN DEBET KREDIT


PPh 25 dibayar dimuka
1.250.000
Kas/Bank
1.250.0000
2). SPT Tahunan Badan Kurang Bayar-masa 6 bulan
Apabila PPh pada contoh butir 1 di atas berkenaan dengan penghasilan
yang diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi
masa 6 bulan dalam tahun 2011, maka besarnya angsuran PPh 25
bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2012
adalah sebesar Rp15.000.000 x 1/6 = Rp2.500.000
3). SPT Tahunan Badan Lebih Bayar
Contoh: Perhitungan PPh tahun 2010 PT Cahaya adalah sebagai berikut:
Penghasilan neto Rp250.000.000
PPh terutang Rp 57.500.0000
Kredit pajak : PPh 22 Rp 9.500.000
PPh 23 Rp22.500.000
PPh 25 Rp30.000.000
PPh lebih bayar (Rp 4.500.000)
maka perhitungan angsuran PPh 25 untuk tahun 2011 adalah
PPh terutang Rp57.500.000
Kredit pajak : PPh 22 Rp 9.500.000
PPh 23 Rp22.500.000 Rp32.000.000
PPh dibayar sendiri = Rp25.500.000
Angsuran PPh 25 tahun 2011 adalah Rp25.500.000 x 1/12 =
Rp2.125.000
B. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan : besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh, sama dengan besarnya angsuran pajak
untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Contoh:
1. Apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh WP pada bulan Februari 2012,
maka besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar WP untuk bulan Januari
2012 adalah sebesar angsuran PPh 25 bulan Desember 2011, misalnya
sebesar Rp1.000.000.
2. Apabila dalam contoh 1 di atas dalam bulan September 2011 diterbitkan
keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran PPh
25 sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2011 menjadi nihil, maka
besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar WP setiap bulan untuk bulan
Januari 2012 sama dengan angsuran bulan Desember 2011, yaitu nihil.
C. Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) : Apabila
dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu,
maka besarnya angsuran PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut
dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP. Contoh:
Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 yang disampaikan WP dalam
bulan Februari 2012, perhitungan besarnya angsuran PPh 25 yang harus
dibayar adalah sebesar Rp1.250.000. Dalam bulan Juni 2012 telah dterbitkan
SKP tahun pajak 2011 yang menghasilkan besarnya angsuran PPh 25 setiap
bulan sebesar Rp2.000.000. Berdasarkan Pasal 25 ayat (4), maka besarnya
angsuran PPh 25 mulai bulan Juli 2012 adalah Rp2.000.000. Penetapan
besarnya angsuran PPh 25 berdasarkan SKP tersebut bisa sama, lebih besar
atu kecil dari angsuran PPh 25 sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan
Hal-Hal Tertentu yang Terdapat Pada Pasal 25
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000 diatur
mengenai penetapan perhitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak
berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan,
SKP, SK Keberatan, atau putusan banding, sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal
31A UU PPh. Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar
perhitungan sebagai berikut.
PPh 25 = {Jumlah Penghasilan neto SPT PPh tahun lalu – kompensasi rugi – Kredit
pajak}
12 bulan atau banyaknya bulan dalam baguan tahun pajak
Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil) maka
besamya PPh 25 adalah nihil. Contoh:
Penghasilan neto PT Xixi tahun 2009 Rp120.000.000
Kompensasi kerugian tahun 2008 Rp150.000.000
Sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan di tahun 2010 Rp 30.000.000
Penghitungan PPh 25 tahun 2010 adalah:
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan PPh 25 adalah Rp120.000.000
Rp30.000.000 = Rp90.000.000. PPh terutang tahun 2009, berdasarkan asumsi:
pendapatan PT Xixi dalam tahun pajak 2009 kurang dari Rp4.800.000.000 adalah
2800 x 5006 x Rp90.000.000 = Rp12.600.000.
Apabila pada tahun 2009 PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain sebesar
Rp5.000.000, maka besarnya angsuran PPh 25 PT Xixi tahun 2010 adalah 1/ 12 x
(Rp12.600.000xRp5.000.000) = Rp630.000
2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur : Penghasilan teratur
adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang
bersumber dari kegiatan usaha. Pekerjaan bebas, pekerjaan, harta
dan/atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan PPh yang
bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah
keuntungan selisih kurs dari utang atau piutang dalam mata uang asing
dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan
merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan
lainnya yang bersifat insidentil. Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh
yang dihitung dengan dasar sebagai berikut:
PPh 25 = {Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu – penghasilan
tidak teratur} – kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam begian tahun pajak

Contoh: Penghasilan teratur WP Asih dari usaha dagang dalam tahun


2009 sebesar Rp48.000.000 dan penghasilan tidak teratur dari
mengontrakkan rumah selama 3 tahun yang dibayar sekaligus pada
tahun 2009 sebesar Rp72.000.000. Mengingat penghasilan yang tidak
teratur tersebut sekaligus diterima pada tahun 2009, maka penghasilan
yang dipakai sebagai dasar penghitungan PPh 25 dari WP Asih pada
tahun 2010 adalah hanya dari penghasilan teratur tersebut.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
a) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
Besarnya angsuran PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT
Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah
sama dengan besarnya PPh 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat
sementara. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh maka besarnya PPh 25 dihitung
kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan memperhatikan SPT Tahunan tersebut
mengklaim adanya kompensasi kerugian dan penghasilan tidak terutur. Besarnya PPh 25
hasil perhitungan kembali tersebut berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian
SPT Tahunan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
b) WP diberikan izin perpaniangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. Besarnya
PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan
bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh
25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara yang disampaikan WP pada saat
mengajukan permohonan izin perpanjangan. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh,
maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan
memperhatikan WP mengklaim adanya kompensasi kerugian dan penghasilan tidak teratur.
Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali. akan berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan. Hal ini dapat juga mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.

Menurut KEP-537/PJ./2000. apabila terdapat kurang bayar maka atas kekurangan


pembayaran PPh 25 akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan untuk jangka
waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh 25 dari masing-masing bulan
sampai dengan tanggal penyetoran. Namun, apabila terjadi lebih bayar maka atas
kelebihan setoran PPh 25 dapat dipindah bukukan ke bulan berikutnya setelah
penyampaian SPT Tahunan.
.4. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran
bulanan sebelum pembetulan. Dalam hal WP dalam tahun
pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun
pajak yang lalu, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT. Tahunan Pembetulan tersebut dengan
memperhatikan kompensasi kerugian atau penghasilan tidak
teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali tersebut
berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan.
Apabila besarnya PPh 25 lebih besar, maka atas kekurangan
setoran PPh 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat
(1) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, akan dikenai sanksi bunga
sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh
tempo penyetoran PPh 25 dari masing-masing bulan sampai
dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh 25 lebih kecil, maka atas kelebihan
setoran PPh 25 dapat dipindahbukukan ke PPh 25 bulan-bulan
berikut setelah penyampaian SPT Tahunan
5. WP mengalami perubahan keadaan
usaha atau kegiatan WP (KEP-
537/PJ/2000), berakibat dari
dampak krisis keuangan global
yang dapat mengakibatkan
perubahan keadaan usaha atau
kegiatan WP maka ditetapkan PER-
10/PJ/2009 dan SE-33/PJ/2009.
Dalam aturan tersebut, WP yang
mengalami perubahan keadaan
usaha atau kegiatan usaha dalam
tahun 2009 dapat diberikan
pengurangan PPh 25. WP dapat
diberikan pengurangan PPh 25
sampai dengan 25% untuk masa
pajak Januari s.d. Juni 2009.
Pengurangan PPh 25 tersebut
dihitung dari besarnya PPh 25
bulan Desember 2008. Apabila WP
menyampaikan SPT PPh tahun
2008 maka pengurangan PPh 25
dihitung dari besarnya PPh 25
berdasarkan SPT PPh tahun pajak
2008. Namun, pengurangan PPh 25
tersebut tidak berlaku untuk WP
PT Bubu melakukan angsuran PPh 25 bulan Desember 2008 sebesar Rp3.000.000 maka
perusahaan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh 25 maksimum
25% menjadi Rp2.250.000 sampai dengan SPT tahun pajak 2008 disampaikan. PT Bubu
menyampaikan SPT tahun pajak 2008 pada 30 April 2009 sebesar Rp3.300.000.
Berdasarkan PER-10/PJ/2009, perusahaan dapat mengajukan permohonan pengurangan
angsuran PPh 25 maksimum sebesar 25% atau Rp2.250.000 sampai dengan SPT tahun
pajak 2008 disampaikan. Karena telah terlanjur membayar angsuran pada bulan Januari
2009 sebesar Rp3.000.000 maka perusahaan baru mengajukan pengurangan angsuran
PPh 25 untuk bulan Februari sampai dengan Maret 2009. PT Bubu menyampaikan SPT
tahun pajak 2008 pada 30 April 2009 dengan menyampaikan perhitungan angsuran PPh
tahun 2009 sebesar Rp3.300.000. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan masih dapat
mengajukan permohonan angsuran PPh 25 untuk masa pajak April, Mei dan Juni 2009
dengan pengurangan masing-masing maksimum 25% sebesar Rp3.300.000 (250% x
Rp3.300.000) = Rp2.500.000. Sedangkan untuk angsuran PPh 25 masa pajak bulan Juli
dan seterusnya kembali sebesar Rp3.300.000 sesuai dengan SPT yang disampaikan.
•Penurunan usaha/kegiatan WP : Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu
tahun pajak WP dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan
besarnya PPh 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh 25
secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. Pengajuan permohonan
pengurangan besarnya PPh 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang
akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan
besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
• Peningkatan usaha/kegiatan WP : Apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami
peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut
lebih dari 150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh
25, maka besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang
tersebut oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Wajib Pajak Tertentu
Menurut PMK-ZSS/PMK.03/2008 jo. PMK-ZOS/PMKD3/2009, WP tertentu tersebut adalah sebagai
berikut.
1. WP baru -> WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.Besarnya angsuran PPh 25 dihitung berdasarkan
Penghasilan neto bulan yang bersangkutan yang disetahunkan, dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17,
lain dibagi 12 (dua belas).
2. WP bank dan Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi. Untuk WP bank dan SGU dengan hak opsi
lama. maka besarnya angsumn PPh 25 dihitung berdasarkan jumlah PPh yang dihitung berdasarkan
penerapan larif PPh Pasal l7 atas laba rugi fiskal laporan keuangan triwulan terakhir yang
disetahunkan dikurangi PPh 24 tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12 (dua belas). Sedangkan
untuk WP yang baru, maka besarnya PPh 25 dihitung berdasarkan perkiraan perhitungan laba rugi
triwulan I yang disetahunkan. kemudian dibagi 12 (dua belas).
3. WP Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
Besarnya angsuran PPh 25 untuk WP BUMN/D dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali
WP bank dan SGU dengan hak opsi, dihitung berdasarkan penerapan tarif PPh Pasal 17 atas laba rugi
fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang
telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi kredit PPh 22, 23 dan PPh 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12 (dua belas).
4. WP masuk bursa dan WP Iainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan
keuangan berkala
Untuk WP lama, besarnya angsuran PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif Pasal 17 atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang
disetahunkan dikurangi kredit pajak 22, 23 dan PLh 24 tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12
(dua belas), Sedangkan, untuk WP baru maka besarnya PPh 25 dihitung berdasarkan jumlah PPh
terutang berdasarkan perkiraan perhitungan laba rugi triwulan I tahun pajak yang bersangkutan
5. WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai peritel di bidang perdagangan yang
mempunyai tempat tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Muiai 12 Juli 2010 sesuai
dengan Per-32/PJ/2010 besarnya angsuran PPh 25 untuk WP OPPT, ditetapkan sebesar 0,75% dari
jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing usaha tersebut.
Pajak Masukan (PPN Masukan)
Pengusaha yang melakukan (a) penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) didalam Daerah Pabean,
dan / atau (b) penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
didalam Daerah Pabean , dan / atau (c) melakukan
ekspor BKP berwujud; (d) ekspor JKP, dan / atau (e)
ekspor BKP tidak berwujud wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor,
serta melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.
Pajak yang dipungut itu dinamakan Pajak Keluaran
(Output Tax) sesuai UU PPN Nomor 42 Tahun 2009.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai