Anda di halaman 1dari 11

MATERI DAN SOAL JAWAB PPN DAN PPNbM

Saat Terutang PPN


Untuk menentukan saat PKP melaksanakan kewajiban membayar pajak, penentuan saat pajak
terutang menjadi sangat relevan. Tanpa diketahui saat pajak terutang, tidak mungkin ditentukan
bilamana PKP wajib memenuhi kewajiban melunasi utang pajaknya.

Untuk menentukan saat pajak terutang sangat erat kaitannya dengan penentuan saat timbulnya
utang pajak. Sebagai pajak objektif, PPN menganut ajaran materiil timbulnya utang pajak yaitu
utang pajak timbul karena undang-undang.

Dengan kata lain dapat dirumuskan bahwa utang pajak timbul karena adanya tatbestand yang
diatur dalam undang-undang, yaitu sejak adanya suatu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum
yang dapat dikenakan pajak.

Dengan rumusan yang lebih sederhana, dapat ditentukan bahwa utang PPN mulai timbul sejak
adanya objek pajak.  Merujuk Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) dan
Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, terutangnya PPN terjadi pada saat-saat
berikut:

 Penyerahan BKP;
 Impor BKP;
 Penyerahan JKP;
 Pemanfaatan BKP  tidak berwujud dari luar daerah pabean;
 Pemanfaatan JKP  dari luar daerah pabean;
 Ekspor BKP Berwujud;
 Ekspor BKP tidak berwujud; atau
 Ekspor JKP.

Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau
dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau
JKP dari luar daerah pabean, saat terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran.

Tempat Terutang PPN

Berdasarkan Pasal 12 UU PPN, tempat terutang PPN diatur sebagai berikut:

 Untuk penyerangan BKP di dalam daerah pabean/penyerahan JKP di dalam


daerah pabean/ekspor BKP berwujud/ekspor BKP tidak berwujud/ekspor JKP

Tempat terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
dilakukan atau di tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak (PER-4/PJ/2010).

Halaman 1 dari 11
PKP orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha, sedangkan
bagi PKP badan terutang pajak di tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha. Apabila PKP
mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat
kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya  pajak dan PKP dimaksud
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Apabila PKP mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang yang berada di satu wilayah kerja
satu Kantor Ditjen Pajak, untuk seluruh tempat terutang tersebut, PKP memilih salah satu tempat
kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang yang bertanggung jawab untuk seluruh tempat
kegiatan usahanya, kecuali apabila PKP tersebut menghendaki lebih dari satu tempat
pajak terutang, PKP wajib memberitahukan kepada Dirjen Pajak.

Dalam hal tertentu, Dirjen Pajak dapat menetapkan tempat lain selain tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan kegiatan usaha sebagai tempat pajak terutang.

Contoh 1:

Orang Pribadi (OP) A yang bertempat tinggal di Bogor mempunyai usaha di Cibinong. Apabila
tempat tinggal OP A tidak ada penyerahan BKP dan/atau JKP, OP A hanya wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cibinong
sebab tempat terutangnya pajak bagi OP A adalah di Cibinong.

Sebaliknya, jika penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan OP A hanya di tempat tinggalnya saja,
OP A hanya wajib mendaftarkan diri di KPP Pratama Bogor. Namun, apabila baik di tempat
tinggal maupun di tempat kegiatan usahanya OP A melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP,
OP A wajib mendaftarkan diri di KPP Pratama Bogor dan KPP Pratama Cibinong karena tempat
terutangnya pajak ada di Bogor dan Cibinong.

Berbeda dengan orang pribadi, PKP badan wajib mendaftarkan diri baik di tempat kedudukan
maupun di tempat kegiatan usaha karena bagi PKP badan di kedua tempat tersebut dianggap
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.

Contoh 2:

PT A mempunyai tiga tempat kegiatan usaha, yaitu di kota Bengkulu, Bintuhan, dan Manna yang
ketiganya berada di bawah pelayanan satu KPP, yaitu KPP Pratama Bengkulu. Ketiga tempat
kegiatan usaha tersebut melakukan BKP dan/atau JKP dan melakukan administrasi penjualan
dan administrasi keuangan sehingga PT A terutang pajak di ketiga tempat atau kota itu.

Dalam keadaan demikian, PT A wajib memilih salah satu tempat kegiatan usaha untuk
melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai PKP, misalnya tempat kegiatan usaha di
Bengkulu. PT A yang bertempat kegiatan usaha di Bengkulu ini bertanggung jawab untuk
melaporkan seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh ketiga tempat kegiatan usaha tersebut.

Halaman 2 dari 11
Apabila PT A menghendaki tempat kegiatan usaha di Bengkulu dan Bintuhan ditetapkan sebagai
tempat pajak terutang untuk seluruh kegiatan usahanya, PT A wajib memberitahukan kepada
Kepala KPP Pratam Bengkulu.

 Impor BKP

Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP dimasukkan dan dipungut oleh Ditjen
Bea dan Cukai.

 Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean

Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha.

Saat Penyetoran dan Pelaporan


Penyetoran PPN oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak PPN disampaikan.
Adapun SPT Masa PPN dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa
pajak.

Contoh Soal-Jawab PPN-1

PT. THE WHO merupakan PKP yang menjual elektronik di Palembang. Selama Agustus 2016,
PT. THE WHO melakukan berbagai transaksi sebagai berikut:
1. Penjualan secara langsung kepada konsumen sebesar Rp1.600.000.000.
2. Penyerahan BKP, yakni barang elektronik kepada Pemerintah Kota Palembang sebesar
Rp660.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN.
3. PT. THE WHO juga membangun sebuah gudang elektronik seluar 500m2 di kawasan
pergudangan sendiri dengan biaya sebesar Rp550.000.000.
4. Menyumbang ke sebuah yayasan panti jompo 1 buah televisi dengan harga Rp2.000.000
termasuk keuntungan Rp200.000.
Selain transaksi di atas, terdapat tambahan transaksi selama bulan Agustus sebagai berikut:
1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga Rp550.000.000 dan
harga tersebut sudah termasuk PPN.
Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi tersebut? Dan
berapa total PPN yang disetorkan?

Jawab:
PPN dan PPnBM setiap transaksi contoh PPN di atas adalah sebagai berikut. 
Transaksi pertama:

Halaman 3 dari 11
PPN = 10% x Rp1.600.000.000 = Rp160.000.000 (pajak keluaran/penjualan)
Transaksi kedua:
DPP = 100/110 x Rp660.000.000 = Rp600.000.000
PPN = 10% x Rp600.000.000 = Rp60.000.000 (pajak keluaran/penjualan)
Transaksi ketiga:
DPP = 20% x Rp550.000.000 = Rp110.000.000
PPN = 10% x Rp110.000.000 = Rp100.000.000 (pajak keluaran)
Transaksi keempat:
DPP = Rp2.000.000 – Rp200.000 = Rp1.800.000 (pajak keluaran)
Transaksi tambahan:
DPP = 100/110 x Rp550.000.000 = Rp500.000.000
PPN = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000 (pajak masukan)
Total PPN yang harus disetorkan:
PPN keluaranya:
Transaksi pertama + transaksi kedua + transaksi ketiga + transaksi keempat
Rp160.000.000 + Rp60.000.000 + Rp100.000.000 + Rp1.800.000 = Rp321.800.000
PPN masukannya: Rp50.000.000
Cara menghitung PPN yang harus disetorkan: Pajak keluaran – pajak masukan
Rp321.800.000 – Rp50.000.000 = Rp271.800.000
Jadi, total PPn yang perlu PT. THE WHO setorkan atas transaksi yang dilakukan selama Agustus
2016 tersebut adalah sebesar Rp271.800.000.

Contoh Soal-Jawab PPN-2


Toko SUBUR MAKMUR ELEKTRIK menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya
sebesar Rp6.000.000. Lalu, berapakah PPN terutang toko Samson yang wajib disetorkan?

Jawab:
Total DPP atas penjualan 20 kulkas: 20 x Rp6.000.000 = Rp120.000.000
PPN = 10% x Rp120.000.000 = Rp12.000.000
Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar Rp12.000.000

Contoh Soal-Jawab PPN-3

PKP  A menjual tunai barang kena pajak (BKP) seharga Rp25.000.000. Maka PPN yang terutang
= 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000. PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan pajak
keluaran yang dipungut oleh PKP A.

Contoh Soal-Jawab PPN-4

PKP B melakukan penyerahan jasa kena pajak (JKP) dengan memperoleh penggantian
Rp20.000.000. Maka PPN yang terutang = 10% x Rp20.000.000 = Rp2.000.000. PPN sebesar
Rp2.000.000 tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh PKP B.

Halaman 4 dari 11
Contoh Soal-Jawab PPN-5

Pengimpor C melakukan impor BKP dari luar daerah pabean dengan nilai impor Rp15.000.000.
PPN yang dipungut melalui Ditjen Bea dan Cukai = 10% x Rp15.000.000 = Rp1.500.000.

Contoh Soal-Jawab PPN-6

PKP D melakukan ekspor BKP dengan nilai ekspor Rp10.000.000. Maka PPN yang terutang =
0% x Rp10.000.000 = Rp0. PPN sebesar Rp0 tersebut merupakan pajak keluaran.

Pajak Marketplace
Pajak marketplace mulai diterapkan per tanggal 1 Desember 2020. Bagaimana kebijakan atau
peraturannya? Pajak apa yang dipungut ketika melakukan transaksi di marketplace?
Selengkapnya akan dibahas dalam artikel ini!

Pungutan Pajak Marketplace


Sudah menjadi wacana jika e-Commerce harus memungut pajak atas transaksi yang terjadi di
dalamnya. Karena sebenarnya, transaksi yang berjalan sama seperti perdagangan yang terjadi
secara langsung (offline). Jadi, sudah sepatutnya penjualan barang kena pajak dan/atau jasa kena
pajak secara online ini dikenakan pungutan pajak. 

Maka pada tanggal 1 Desember 2020, pemberlakuan pemungutan PPN atas transaksi e-
Commerce mulai diterapkan. Pelaku e-Commerce wajib memungut PPN atas produk yang dijual
kepada konsumen di Indonesia sebesar 10% dari harga sebelum pajak dan wajib
mencantumkannya dalam invoice yang diterbitkan.

Artinya, pembeli atau konsumen e-Commerce harus membayar PPN sebesar 10% dari harga
sebelum pajak, dan akan menerima invoice yang menjadi bukti pungutan PPN atas transaksi
yang dilakukan. 

Saat ini, ada 10 marketplace yang menerapkan pungutan PPN atas transaksinya, di antaranya:

1. PT Tokopedia
2. PT Bukalapak.com
3. PT Ecart Webportal Indonesia (Lazada)
4. PT Fashion Eservices Indonesia (Zalora)
5. PT Global Digital Niaga (Blibli.com)
6. Cleverbridge AG Corporation
7. Hewlett-Packard Enterprise USA
8. Softlayer Dutch Holdings B.V. (IBM)
9. Valve Corporation (Steam)
10. beIN Sports Asia Pte Limited (*)

Halaman 5 dari 11
Pungutan Pajak PMSE di Indonesia
Apakah pajak marketplace sama dengan PMSE yang sebelumnya telah berlaku pada bulan Juli
2020? Mengulas kembali mengenai PMSE, merupakan singkatan dari Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik, yang artinya perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik.
Baca Juga: PMSE: Pajak Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
Dalam PP Nomor 80 tahun 2019, tercantum berbagai definisi terkait dengan aktivitas PMSE,
termasuk definisi barang digital dan jasa digital. 

 Barang Digital adalah setiap barang tidak berwujud yang berbentuk informasi elektronik atau
digital meliputi barang yang merupakan hasil konversi atau pengalihwujudan maupun barang
yang secara originalnya berbentuk elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada piranti lunak,
multimedia, danf atau data elektronik.
 Jasa Digital adalah Jasa yang dikirim melalui internet atau jaringan elektronik, bersifat otomatis
atau hanya melibatkan sedikit carnpur tangan manusia, dan tidak mungkin untuk
memastikannya tanpa adanya teknologi Informasi, termasuk tetapi tidak terbatas pada layanan
jasa berbasis piranti lunak.

Definisi serupa juga dapat ditemukan dalam PMK Nomor 48/PMK.03/2020.


Pada saat implementasi pemungutan PPN atas PMSE, perusahaan yang ditunjuk memungut PPN
PMSE sebagian besar menjual barang dan jasa digital, seperti Netflix dan Zoom. Namun, di
antara perusahaan tersebut, ada pula perusahaan yang bergerak di bidang e-Commerce, seperti
Amazon.

Maka, dapat dikatakan jika pajak marketplace yang baru berlaku Desember 2020 ini termasuk ke
dalam PMSE. Besaran pungutan PPN pun sesuai dengan yang tercantum dalam PMK Nomor
48/PMK.03/2020, yaitu sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak, yang merupakan nilai berupa
uang yang dibayar oleh Pembeli Barang dan/ atau Penerima Jasa, tidak termasuk PPN yang
dipungut. 

Pengelolaan PPN untuk Marketplace


Mengelola pungutan PPN atas transaksi yang berjalan di marketplace dapat memberikan
kerumitan tersendiri. Sebab, Anda kini harus menunjukkan harga sebelum PPN dan sesudah
PPN, nominal PPN yang dipungut, menerbitkan invoice untuk konsumen, membayar PPN yang
dipungut dan melaporkannya. Belum lagi jika terjadi pengembalian barang oleh konsumen yang
dapat berdampak pada neraca PPN dalam pembukuan. Serta, mekanisme pelaporan yang kini
berubah karena dampak dari implementasi e-Faktur 3.0.

Namun, pengelolaan PPN dan invoice ini dapat menjadi lebih mudah dengan menggunakan
layanan e-Faktur OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, layanan e-Faktur OnlinePajak
menghadirkan berbagai macam fitur untuk mempermudah pekerjaan Anda dalam mengelola
PPN serta pajak lainnya. Salah satunya adalah integrasi API OnlinePajak dengan sistem ERP
yang Anda gunakan dalam mengelola e-Commerce. Tidak hanya itu, OnlinePajak selalu
mengikuti peraturan terbaru dari DJP, seperti dengan menghadirkan layanan e-Filing PPN yang
memudahkan Anda lapor SPT Masa PPN dengan skema terbaru.

Halaman 6 dari 11
Pengertian PPnBM
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan kepada wajib
pajak atas penjualan suatu barang mewa. Penetapan PPnBM sendiri bertujuan untuk melindungi
pedagang kecil agar tidak tergerus oleh keberadaan pedagang besar yang menjual komoditas
impor. Sebelum membahas lebih jauh tentang rumus perhitungan PPnBM, mari terlebih dahulu
kita bahas lebih mendalam tentang PPnBM.

Pengertian Barang Mewah dalam PPnMB

Menurut undang-undang, yang termasuk dalam barang mewah dan wajib pajak PPnBM adalah
barang yang tergolong dalam kategori berikut:

 Barang tersebut tidak termasuk bahan kebutuhan pokok.


 Barang tersebut hanya dikonsumsi oleh golongan masyarakat tertentu.
 Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status kekayaan semata.
 Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat dengan pendapatan tinggi.

Jadi jika Anda merasa membeli barang yang sesuai dengan salah satu atau lebih dari kategori di
atas, maka Anda diwajibkan membayar PPnBM. Menurut Undang-Undang PPN, untuk
menghitung besaran PPnBM dibutuhkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi:

1. Harga jual: nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta penjual karena adanya barang
kena pajak (BKP).
2. Biaya penggantian: nilai berupa uang termasuk semua biaya penyerahan, ekspor jasa kena pajak
(JKP) atau ekspor BKP tidak berwujud dan tidak termasuk dalam PPN.
3. Nilai impor: nilai berupa uang yang diambil dari bea masuk, pungutan lain yang sudah terkena
pajak, dan cukai impor BKP.
4. Nilai ekspor: nilai berupa uang termasuk semua biaya yang dipungut oleh pihak eskportir.
5. Nilai lainnya: nilai berupa uang dengan jumlah yang ditetapkan sebagai DPP sesuai keputusan
menteri keuangan.

Rumus Perhitungan PPnBM dan PPN di Indonesia

Untuk melakukan perhitungan PPnBM, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu
tentang tarif PPN dan PPnBM di Indonesia. Tarif PPN saat ini sebesar 10% yang meliputi:

 Ekspor BKP berwujud.


 Ekspor BKP tidak berwujud.
 Ekspor JKP.

Sedangkan untuk PPnBM, tarifnya diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori yaitu:

1. Tarif 10% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat rumah tangga, hunian mewah, alat
pendingin, televisi, minuman non-alkohol.

Halaman 7 dari 11
2. Tarif 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, peralatan olahraga impor, berbagai jenis
permadani, alat fotografi dan barang sanitary.
3. Tarif 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya minibus, combi,
pick up.
4. Tarif 35% untuk minuman bebas alkohol, batu kristal, barang berbahan kulit impor, barang
pecah belah, bus.

Nah, setelah mengetahui tarif PPN dan PPnBm di atas, selanjutnya mari kita mempelajari cara
perhitungan PPnBM. Salah satu rumus mudah untuk menghitung PPN adalah:

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)

Untuk memudahkan pemahaman wajib pajak mengenai jenis pajak satu ini, mari kita lihat
beberapa contoh soal di bawah ini:

Contoh 1

Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat beliau
membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga Rp900.000.000. Berdasarkan DPP, mobil
tersebut terkena tarif PPnBM sebesar 40%. Lalu, berapakah nilai uang yang harus dibayarkan
Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke Indonesia?

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)


PPN = 10% x (Rp900.000.000 – (Rp900.000.000 x 40%))
PPN = 10% x (Rp900.000.000 – 360.000.000)
PPN = 10% x Rp540.000.000 =Rp54.000.0000

Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:

Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.314.000.000

Contoh 2
PT Irsyadin Jaya merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai macam barang
elektronik mewah seperti AC dan lemari pendingin. Barang yang diproduksi di sini termasuk
dalam kategori barang mewah dengan tarif PPnBM sebesar 20%.

Pada bulan Desember tahun 2017, PT Irsyadin Jaya menjual lemari pendingin ke Toko Ahmad
dengan sebanyak 30 unit dengan harga jual per barang sekitar Rp6.000.000. Lalu, berapakah
nilai PPN dan PPnBm yang harus dipungut dan dibayarkan PT Irsyadin Jaya ke pemerintah?

PPN = Tarif PPN x (harga barang – PPNBM)


PPN = 10% x ((30 x Rp6.000.000) – (harga barang total x 40%))
PPN = 10 % x (Rp180.000.000 – (Rp180.000.000 x 40%))
PPN = 10% x 108.000.000 = Rp10.800.000

Artinya, total pajak yang harus dibayar PT Irsyadin Jaya adalah Rp10.800.000.

Halaman 8 dari 11
Contoh Kasus 1
PT A merupakan produsen mobil. Dalam menghasilkan mobil, PT A juga membeli AC yang
akan dipasang pada mobil yang dihasilkannya. Atas perolehan AC tersebut, PT A telah
membayar PPnBM senilai Rp350.000. Kemudian, berapa besaran PPN dan PPnBM yang
seharusnya dibayarkan PT A?

Jawaban:
Apabila harga produksi mobil senilai Rp110.000.000 dan keuntungan yang diinginkan PT A
senilai Rp40.000.000 maka harga jual mobil tersebut senilai Rp150.350.000. Dengan demikian,
DPP atas mobil tersebut adalah senilai Rp150.350.000. Selanjutnya, tarif PPnBM atas mobil
yang diproduksi oleh PT A ialah sebesar 20%.

Pajak yang terutang atas penyerahan BKP yang tergolong mewah tersebut.

Berdasarkan penghitungan di atas maka besaran PPN dan PPnBM adalah Rp15.035.000 dan
Rp30.070.000.

Baca Juga: Yuk, Pahami Cara Bayar Bea Meterai serta Pemeteraian Kemudian

Contoh Kasus 2
PT C mengimpor BKP yang tergolong mewah dengan nilai impor senilai Rp200.000.000. Atas
impor tersebut dikenai PPN sebesar 10% dan PPnBM sebesar 30%. DPP atas impor BKP yang
tergolong mewah tersebut adalah senilai Rp200.000.000 tidak termasuk PPN (sebesar 10%) dan
PPnBM (sebesar 30%) yang dikenakan atas impor BKP tersebut. Berapakah jumlah yang harus
dibayarkan PT C atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut?

Jawaban:

Halaman 9 dari 11
Berdasarkan perhitungan di atas maka PT C harus membayar impor BKP senilai Rp280.000.000.

Contoh Kasus 3
Pihak A melakukan pembelian sepeda motor dari pihak B yang terikat dengan kontrak
pembelian. Apabila dalam pembuatan kontrak atau perjanjian tertulis bahwa dalam kontrak
sebesar Rp130.000.000 secara tegas dinyatakan sudah termasuk PPN (sebesar 10%) dan PPnBM
(sebesar 20%). Berapakah besaran PPN dan PPnBM yang terutang?

Baca Juga: Begini Mekanisme Restitusi PPnBM

Jawaban:

Rumus penghitungan PPN dan PPnBM yang digunakan di atas telah diatur dalam Pasal 11 ayat
(2) Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun
1983 (PP 1/2012). Merujuk pada uraian di atas, besaran PPN dan PPnBM yang terutang adalah
Rp10.000.000 dan Rp20.000.000.

Halaman 10 dari 11
Contoh Kasus 4
Sebagaimana contoh kasus 3, apabila dalam kontrak atau perjanjian tertulis tidak dinyatakan
dengan tegas PPN dan PPnBM termasuk dalam nilai kontrak, besarnya DPP untuk menghitung
PPN adalah senilai Rp130.000.000. Pertanyaannya, berapakah PPN dan PPnBM yang terutang?

Jawaban:

Dengan demikian, besaran PPN dan PPnBM yang terutang ialah Rp13.000.000 dan
Rp26.000.000.*

Halaman 11 dari 11

Anda mungkin juga menyukai