Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pajak yang dibayar secara
angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak
yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan
sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah
tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang
pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat
(1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP)
dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2%
berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) – serta pajak
penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak
memiliki NPWP);
Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa
setahun.
Kompensasi Kerugian
Pengaruh terhadap perhitungan ph 25 : kompensasi kerugian merupakan pengurang
penghasilan yang dijadikan dasar perhitungan pph terutang.
Penghasilan tidak teratur
Penhasilah yang diterima atau diperoleh secara tidak berkala selain dari kegiatan usaha,
pekerjaan bebas dan lainnya.
Angsuran PPh 25 (pelaporan SPT tepat waktu)
Januari-Bulan pelaporan SPT : sesuai angsuran desember tahun pajak lalu
Bulan pelaporan SPT- Desember tahun berjalan : sesuai angsuran berdasar SPT tahun
berjalan.
Saat pelaporan dan penyetoran
Penyetoran dan pembayaran : paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya
Saat pelaporan SPT masa : paling lambat 20 hari setelah bulan pajak berakhir, dalam
bentuk SSP lembar ketiga.
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang
melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa –
dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet
bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT),
yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25
bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a
UU PPh (12 bulan).
Sampai Rp 50.000.000 = 5%
Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak
(PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15
Maret 2014.
Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari libur
nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan pada hari
berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang
kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008,
pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau
dokumen sejenisnya.
Apabila wajib pajak terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga sebesar 2%
per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16
Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.
CONTOH :
1. Jumlah pajak penghasilan Tuan Xabiru yag terutang sesuai dengan SPT Tahunan
PPh 2019 sebesar Rp. 70.000.000. Jumlah kredit pajak Tuan Xabiru pada tahun 2019
adalah Rp.21.500.000, denganrincian sebagai berikut
pph pasal 21 Rp 10.000.000
pph pasal 22 Rp 5.000.000
pph pasal 23 Rp 3.000.000
pph pasal 24 Rp 3.500.000
Dit : besarnya angsuran pph pasal 25 Tuan Xabiru untuk tahun 2020?
Jawab :
PPh terutang tahun 2019 Rp 70.000.000
Kredit pajak
PPh 21 Rp 10.000.000
PPh 22 Rp 5.000.000
PPh 23 Rp 3.000.000
PPh 24 Rp 3.500.000
Jumlah kredit pajak - Rp 21.500.000
perhitungan PPh 25 tahun 2020 Rp 48.500.000
PPN
PPN adalah pajak yang dikenakan atas kegiatan konsumsi, yang dilakukan di
daerah pabean, atas barang dan jasa yang terutang pajak.
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas
transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib
pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jadi, yang berkewajiban
memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para Pedagang/Penjual. Namun,
pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen Akhir.
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha
atau perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun
beban PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir. Sejak 1 Juli 2016, PKP se-
Indonesia wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur untuk menghindari
penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksinya.
Sifat Pemungutan
Multistage
Dikenakandisetiaprantaiproduksi.
MetodeKredit
DikenaladanyaPPN KeluarandanPPN Masukanyang didukungfakturpajak.
Netral
Dikenakan baik untuk barang maupun jasa
Tidak menimbulkan pajak berganda (non-kumulatif).
Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Impor Barang Kena Pajak
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Pengusaha Kena Pajak Sebagai Pihak yang Menyetor dan Melaporkan PP.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pihak yang wajib menyetor dan melaporkan PPN.
Setiap tanggal di akhir bulan adalah batas akhir waktu penyetoran dan pelaporan PPN
oleh PKP.
Jika pengusaha tidak dapat mencapai transaksi dengan jumlah Rp 4,8 miliar tersebut,
maka pengusaha dapat langsung mencabut permohonan pengukuhan sebagai PKP.
Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN
yang terutang. Dalam perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, ada yang disebut
dengan pajak keluaran dan pajak masukan.
Pajak keluaran ialah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya. Sedangkan,
pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh maupun
membuat produknya.
Contoh :
Toko Samson menjual kulkas sebanyak 15 kulkas dengan harga satuannya
sebesar Rp6.000.000. Lalu, berapakah PPN terutang toko Samson yang wajib
disetorkan?
Jawab:
Total DPP atas penjualan 15 kulkas: 15 x Rp6.000.000 = Rp90.000.000
PPN = 10% x Rp90.000.000 = Rp9.000.000
Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar
Rp9.000.000.
PPNBM
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja,
yaitu pada saat:
Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah
Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
Pemungutan pajak barang mewah ini sama sekali tidak memperhatikan siapa yang
mengimpor maupun seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor
tersebut (lebih dari sekali atau hanya sekali saja)
Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan atas barang
mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200%
(dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
Cara menghitung PPnBM yang terutang Ps. 10 ayat (1), (2), (3)
PPnBM yang terutang dihitung dengan cara : tarif PPnBMxDPP ps. 10 (1)
PPnBM yang sudah dibayar tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM
yang telah dipungut Ps. 10 (2)
Untuk BKP yg tergolong mewah yg diekspor , PPnBM yg dibayar pada waktu
perolehan BKPtsb dapat dimintakembali Ps. 10 (3)
Contoh :
Bapak Nial merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu
saat beliau membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga Rp800.000.000.
Berdasarkan DPP, mobil tersebut terkena tarif PPnBM sebesar 40%. Lalu,
berapakah nilai uang yang harus dibayarkan Bapak Ahmad untuk membawa
masuk mobilnya ke Indonesia?
Jawab :
PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)
PPN = 10% x (Rp 800.000.000 – (Rp 800.000.000 x 40%))
PPN = 10% x (Rp 800.000.000 – Rp 320.000.000)
PPN = 10% x Rp 480.000.000 =Rp 48.000.0000
Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:
Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.168.000.000
Pengusaha Kena Pajak Ibu Emma mengimpor Barang Kena Pajak yang
tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM
misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
PPN = 10% x Rp5.000.000,00
= Rp500.000,00
PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00
= Rp1.000.000,00