Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Status hukum dari rokok elektronik (vapor) ini memang menjadi kontroversi di
berbagai belahan dunia dan khusuhnya di indonesia, hal itu disebabkan teknologinya
yang cenderung baru, sehingga konsumen atau penggunan vapor tersebut mengimpor
barang tersebut dari luar negeri.
Rokok elektronik diciptakan oleh salah satu perusahaan di Cina pada tahun 2003 dan
dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dengan berbagai nama dagang seperti NJOY,
Epuffer, blu cig, green smoke, smoking everywhere, dan lain-lain. Secara umum
sebuah rokok elektronik terdiri dari 3 bagian yaitu : battery (bagian yang berisi
baterai), atomizer (bagian yang memanaskan dan menguapkan larutan nikotin) dan
catridge (berisi larutan nikotin) (Electronic Cigarette Association, 2009). Pada saat ini,
terdapat lebih dari 460 nama dagang produk ENDS dengan lebih dari 7.700 rasa di
internet. Produk yang dapat diisi ulang dan dibuang merupakan generasi pertama
electronic cigarette, sedangkan sistem tangki dan personal vaporizer merupakan
generasi kedua dan ketiga electronic cigarette (Zhu, 2014).
Rokok elektronik juga pernah digunakan sebagai alat bantu program berhenti merokok
dengan cara mengurangi kadar nikotin secara bertahap namun praktek tersebut kini
sudah tidak dianjurkan oleh electronic cigarette association (ECA) dan food and drug
association (FDA) (Cobb dkk., 2010). Meskipun demikian berdasarkan hasil survei di
Amerika, mayoritas (65% responden) memilih 2 alasan menggunakan rokok
elektronik (vapor) sebagai alternatif untuk berhenti merokok (Etter, 2010).
Pada tahun 2010, kesadaran terhadap keberadaan rokok elektronik di Indonesia
mencapai 10,9% dengan laki-laki lebih banyak mendengar tentang rokok elektronik
yaitu 16,8% dibandingkan dengan perempuan yaitu 5,1%, sedangkan berdasarkan usia
kesadaran tentang keberadaan rokok elektronik pada usia 15–24 tahun lebih besar
yaitu 14,4% dibandingkan dengan pada usia 25–44 tahun yaitu 12,4%. Kesadaran
tentang keberadaan rokok elektronik pada masyarakat Indonesia lebih banyak pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu sebesar 29,4%, selain itu
kesadaran tentang keberadaan rokok elektronik pada masyarakat Indonesia lebih
banyak pada masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan yaitu sebesar 15,3%.
Berdasarkan pengguna rokok elektronik di Indonesia yaitu di antara pengguna baru
dan mantan perokok pada tahun 2010– 2011 mencapai 0,5% (Bam dkk, 2014).
Bahwa keberadaan rokok elektronik (vapor) agar dapat dikategorikan sebagai produk
hasil olahan tembakau haruslah merujuk pada definisi produk tembakau pada pasal (1)
angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan (yang selajutnya disebut PP No. 109 Tahun 2012 ), yang merumuskan
sebagai berikut :
“Produk tembakau adalah suatu produk yang secara keseluruhan atau sebagian terbuat
dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan dengan cara
dibakar, dihisap, dan dihirup atau dikunyah.”
Berdasarkan ketentuan tersebut jika melihat rokok elektronik (vapor), maka cara kerja
rokok elektronik (vapor) adalah dengan membakar cairan yang terdiri atas campuran
berbagai zat seperti nikotin, propilen glicol, atau vegetable oil menjadi uap dan
mengalirkannya ke paru-paru, sehingga secara sederhana rokok elektronik (vapor)
dapat digolongkan sebagai produk tembakau.
Bahwa untuk urgensi pengaturan rokok elektronik (vapor) dapat dikategorikan
dikenakan cukai atau justru rokok elektronik (vapor) merupakan suatu produk baru
yang tak kena cukai harusalah merujuk pada pasal (2) ayat (1) huruf (d) dan pasal (4)
ayat (1) huruf (c), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai (untuk selanjunya disebut UU
No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai), yang dirumuskan sebagai berikut pada pasal (2)
ayat (1) huruf (d) yang berbunyi:
“Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan” Berdasarkan ketentuan tersebut jika melihat rokok elektronik (vapor),
pada hakikatnya dapat digolongkan sebagai produk tembakau dan untuk mencapai
kedailan dan keseimbangan maka negara wajib dikenakannya (pengenaan) cukai
terhadap rokok elektrnoik (vapor) seperti halnya rokok-rokok biasa yang ada dalam
indonesia. 4 Pada pasal (4) ayat (1) huruf (c) UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai,
yang dirumuskan sebgai berikut :
“Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil
pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak
bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya”
Berdasarkan ketentuan tersebut mengenai hasil pengolahan tembakau, pada
hakikatnya rokok elektronik (vapor) adalah hasil dari olahan tembakau lainnya dilihat
dari cara kerja rokok elektronik (vapor) tersebut, maka secara sederhana rokok
elektronik dapat di kenakan cukai menurut pasal diatas tersebut.

1.2 Rumusan Masalah.


1. Bagaimana sejarah rokok elektrik (vapor) ini sampai bisa terkenal dan dapat
menjadi alternatif untuk berhenti merokok ?
2. Bagaimana tarif pajak vape dalam perekonomian Indonesia ?
3. Bagaimana perbandingan pajak rokok dengan vape di perekonomian
Indonesia?
4. Bagaimana tanggapan si pengguna rokok jika harga tarif rokok di naikan ? apa
saja dampaknya terhadap perekonomian Indonesia khususnya ?
5. Mengapa banyak pengguna rokok pindah untuk menggunakan vapor dalam
naiknya harga tarif rokok ?
1.3 Tujuan penelitian.
1 Untuk mengetahui dan memahami pengenaan cukai Rokok Elektronik (vapor) pada
pasal (2) ayat (1) huruf (d) dan pasal (4) ayat (1) huruf (c), UndangUndang Nomor 39
Tahun 2007 Tentang Perubahaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang
Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang.
Untuk mengetahui kendala dalam pengenaan cukai Rokok Elektronik (vapor) di
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang.
3 Untuk mengetahui upaya mengatasi kendala-kendala dalam pengenaan cukai Rokok
Elektronik (vapor) menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang
Perubahaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai di Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang.
dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengenaan cukai terhadap rokok
elektronik (vapor), kendala atau hambatan, dan bagaimana menyelesaikannya di
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang, terlepas dari
belum adanya aturan atau peraturan yang mengatur tentang Rokok Elektronik
(Vapor).

1.4 Kegunaan Penelitian.


1. Memberikan kegunaan dalam bidang akademis khususnya dalam hukum perpajakan
yang mana pembaca dapat mengetahui pengenaan cukai Rokok Elektronik (vapor)
menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahaan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan
Bea dan Cukai Tipe Madya Malang.
2. Memberikan manfaat dalam bidang akademis tantang mengetahui apa sajakah yang
menjadi kendala dalam pengenaan cukai Rokok Elektronik (vapor) di Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang.
1.5 Manfaat Penelitian.
1. Bagi Penulis. Manfaat dari penelitian ini bagi penulis adalah untuk menyelesaikan
tugas akhir dalam Falkutas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang untuk
manjadi persyaratan menjadi sarjana Hukum.
2. Bagi Masyarakat. Manfaat dari penelitian ini bagi masyarakat adalah agar
penelitian saya ini bisa menjadi acuan agar masyarakat mengetahui pengenaan cukai
Rokok Elektronik (vapor).
3. Bagi pemerintah. Manfaat dari penelitian ini bagi pemerintah adalah agar penelitian
saya ini bisa menjadi acuan bagi pemerintah agar mengetahui bahwa rokok elektronik
(vapor) adalah merupakan olahan halis dari tembakau dan dapat dikenakan atau
pengenaan cukai terhadap Rokok elektronik (vapor). 7
1.6 Metode Penelitian.
Didalam melakukan penulisan skripsi, dan untuk memberikan kebenaran dalam
penulisan skripsi serta mencari data-data yang akan diteliti maka tidak lepas dari
metode penelitian yang dipakai oleh penulis. Jenis penelitian ini adalah penelitian
hukum yang bertitik tolak dari data primer yang didapat langsung dari Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang, Jl.Surabaya No 2
Malang, Jawa Timur. Metode yang digunakan sebagai berikut:
1. Metode pendekatan. Penelitian ini mengunakan metode pendekatan secara yuridis
sosiologis, yakni melihat hukum yang didasarkan pada ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku dengan dikaitkan pada teori hukum dan kenyataan
yang ada dalam masyarakat.
2. Penentuan Lokasi. Dalam penelitian ini penulis memilih di Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang, Jl. Surabaya No 2 Malang, Jawa
Timur. Alasan penulis memilih lokasi tersebut karena pengggunan rokok elektronik
(vapor) di Malang dari tahun 2015 semakin meningkat dan terdapat juga kumpulan
pengguna rokok elektronik (vapor), Malang Vapers Community adalah komunitas
Vapers (vapor) di kota Malang atau lebih lengkapnya wadah atau tempat
berkumpulnaya para pengguna rokok elektronik (Vapor) di Malang, dan alasan
penulis tersebut dikarenakan seperti yang kita ketahui bahwa rokok elektronik (Vapor)
tersebut tidak terdapatnya label cukai. 3 Pedoman Penulisan Hukum, Falkutas Hukum
UMM,2012. Hal. 18.
3. Sumber data
1 Data primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utamanya artinya populasi dan
sempel penelitian langsung memberikan data tentang dirinya4 .data penelitian ini
dikumpulkan melalui wawancara dengan pengguna vapor (Reza wira, Bayu akbar
sanjaya, Muhammad khatem kurniawan, Ade novied irawanta, Eko rangga, Candra
dan Hendra) dan kepala Seksi Pelayanan Pabeanan Dan cukai (I) yaitu Raden Pandam
Prihandarko Hambodo,Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Malang.
2 Data skunder
Adalah sumber data yang mendukung data primer yang bermanfaat bagi pembahasan
hasil penelitian yang terkai dengan hasil yang diteliti, misalkan tentang gambaran
tentang bagaimana penerapan mengenai bagaimana penerapan pengenaan cukai yang
masuk di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Malang, dan
bagaimana jika ada kendala-kendala dalam penerapan barang kena cukai dan
penyelesiannya dan lainya. Jadi data skunder berasalkan dari tangan kedua,ketiga dan
seterunyan. Artinya melewati satu atau lebih dua pihak yang bukan penulis
sendiri,seperti halnya peraturan perundang-undangan, 4Endang
Poerwati,1998,Dimensi-dimensi riset ilmiah,Pusat Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang. Hal. 119. 9 literatur hukum, jurnal dan lain-lain yang ada
hubungannya dengan topik penelitian sendiri
4. Teknik pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Interview/Wawancara
Yaitu suatu cara untuk mendapatkan serta mengumpulkan data melalui
interview/wawancara dengan pengguna vapor (Reza wira, Bayu akbar sanjaya,
Muhammad khatem kurniawan, Ade novied irawanta, Eko rangga, Candra dan
Hendra) dan Kepala Seksi Pelayanan Pabeanan Dan cukai (I) yaitu Raden Pandam
Prihandarko Hambodo, di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe
Madya Malang, Jl. Surabaya No 2 Malang, Jawa Timur, yang mana dianggap
menguntungkan banyak mengenai permasalahan dalam penulisan ini yang penulis
angkat.

2. Studi pustaka.
Studi ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan data yang tidak langsung yang
ditujukan pada subyek penelitian, dalam hal ini data didapat dari literatur-literatur
yang dianggap membantu permasalahan penelitian.
3. Dokumentasi
Yaitu penulis mengumpulkan data-data yang berkenaan dengan proses penelitian di
lokasi yang mana dapat membantu permasalahan penelitian yang penulis angkat,
seperti halnya foto,setruktur organisasi dll. 5 Nazir.Moh,2005, Metode Penelitian,
cetakan ke enam, Penerbit Ghalia Indonesia, bogor. Hal. 87.
5. Analisi data.
Seluruh data yang terkumpul baik, primer, sekunder, maupun tersier dianalisis
mengunakan analisis Deskriptif Kualitatif kemudian diambil kesimpulan yang relevan
sehingga mendapatkan data yang akurat dengan demikian untuk memberikan suat
gambaran yang jelas tentang pengenan Cukai terhadap Rokok Elektronik (Vapor).
1.7 Sistematika Penelitian.
Untuk membarikan gambaran terhadap isi skripsi yang dibuat oleh penulis, maka
secara garis besar sistematika skipsi terdiri dari berbagi bab yaitu :
BAB I PENDAHULUHAN
Dalam bab ini menyajikan dan menguraikan mengenai garis-garis besar permasalahan
dari skripisi ini, harapanya akan mengetahui tentang permasalahan yang penulis
angakat dalam skripsi ini yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tinjauan
penelitian, manfaat dan kegunaan penelitian, kerangka teori, metode penelitian,dan
sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang kajian-kajian teoritis (pustaka) yang berkaitan dengan
permasalahaan yang di angkat, antara lain : tinjaunan umum efektifitas hukum
meliputi faktor hukumnya seniri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas
yang medukung penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor kebudayaan,tinjauan
umum tentang cukai, sifat atau karakteristik cukai, objek cukai, tujuan pengenaan
cukai, tarif cukai, tinjauan umum tentang rokok dan rokok elektronik (vapor).
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab III ini akan membahas berdasarkan rumusan masalah penulis angkat, dengan
melakukan interview/wawancara kepada Raden Pandam Prihandarko Hambodo selaku
kepala seksi pelayanan pabeanan dan cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea
dan Cukai Tipe Madya Malang, di JL Surabaya No 2 Malang, Jawa Timur, mengenai
bagaimana pengenaan, kedala, dan penyelesaiannya tentang pengenana cukai tehadap
rokok elektronik (vapor) menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. BAB IV
PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana berisi
kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya serta berisikan saran penulis dalam
menanggapi permasalahan yang menjadi fokus kaji.

Sejak 1930 Dikutip dari Consumer Advocates for Smoke Free Alternative, rokok
elektrik sendiri sudah ada sejak tahun 1930. Bukti adanya rokok elektrik pada tahun
tersebut berdasarkan sebuah dokumen berisi hak paten rokok elektrik yang diberikan
kepada Joseph Robinson. Namun, rokok tersebut tidak pernah dipasarkan dan tak jelas
apakah benda tersebut telah dibuat. Pada 1960-an, Herbert A Gilbert dianggap sebagai
pencipta pertama sebuah perangkat yang mirip dengan rokok elektrik. Gilbert disebut
telah menerima hak paten atas rokok elektrik itu pada 1965. Akan tetapi, rokok
ciptaannya tersebut gagal dikomersialkan. Ia tidak menyebut secara pasti
kegagalannya itu. Akan tetapi, mengaitkanya dengan perusahaan-perusahaan yang
mungkin telah mengomersilkannya. Nama "vape" dipopulerkan Pada 1979-1980-an,
salah satu pelopor komputer, Phil Ray bekerja sama dengan ahli fisika Norman
Jacobson untuk menciptakan variasi komersil pertama pada rokok elektrik. Mereka
melakukan riset formal pertama untuk menciptakan alat penghantar nikotin. Tapi,
adanya kesalahan bawaan membuat alat itu tidak pernah menjadi teknologi yang
menjanjikan. Meski dalam prosesnya menemukan jalan buntu, kedua orang ini
berhasil mempopulerkan kata "vape". Pada tahun 1990-an, baik perusahaan tembakau
maupun individu mulai banyak melirik industri rokok elektronik ini. Baca juga: Masih
Gunakan Vape Setiap Hari? Kenali 4 Bahayanya... Sebuah perusahaan tembakau asal
AS mengeluarkan sebuah produk yang mirip dengan rokok elektronik modern pada
tahun-tahun itu. Mereka kemudian mengurus izin kepada FDA (Food and Drug
Administration) untuk membawa rokok elektrik itu ke pasar pada 1998. Namun, FDA
menolaknya dengan alasan alat tersebut dianggap sebagai perangkat yang belum
disetujui. Pada 2003, seorang farmasi dan perokok bernama Hon Lik berhasil
membuat rokok elektrik dan mengomersilkannya. Hon Lik membuat alat itu karena
ayahnya meninggal dunia akibat kanker paru-paru. Ayahnya merupakan seorang
perokok berat. Perusahaan tempat Lik bekerja, Golden Dragon Holdings,
mengembangkan alat tersebut dan mengganti namanya menjadi "Ruyan" yang
memiliki arti "seperti rokok".

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Vape di Dunia, dari
1930 hingga Dipasarkan pada
2003", https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/20/112756165/sejarah-vape-
di-dunia-dari-1930-hingga-dipasarkan-pada-2003?page=all.
Penulis : Ahmad Naufal Dzulfaroh
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Pada abad 20 salah satu obat yang paling populer menjadi favorit orang adalah
nikotin, berbagai cara untuk mengkonsumsinya. Mencoba dihisap, disentuh,
dikunyah, atau dioleskan (diadaptasi dari sumber berita www.vebma.com).
Rokok elektrik terpopuler dan menjadi trend saat ini adalah jenis vape, atau bisa
disebut E-ciggarette. Sekitar tahun 2010, rokok jenis vape masuk ke Indonesia dengan
membawa label sebagai rokok alternatif menggantikan rokok konvensional (rokok
sigaret). Promosinya ditonjolkan sebagai rokok yang lebih aman dari pada rokok
konvensional.
Memaknai pilihan diksi lebih aman, kira- kira urutannya begini, awalnya rokok
konvensional aman, kemudian keberadaan rokok elektrik jenis vape lebih aman.
Rokok elektrik adalah inovasi rokok konvensioanal.
Perlu diketahui, sistem pembakaran pada rokok elektrik memakai listrik berupa battre
dengan memakai elemen pemanas atomizer atau cartomizer, bahan utamanya berbasis
proses kimia. Rokok konvensional memakai pembakaran berupa api, bahan utamanya
memakai tumbuhan asli berupa tembakau dan cengkeh. Inilah yang membedakan
keduanya. Saya beri contoh sebagai pembanding, air minum dari hasil proses
memakai alat heater pemanas listrik, dengan air minum dari hasil pemanas
konvensional (pakai api), kira-kira lebih aman, lebih sehat mana? Kira-kira anda pilih
yang elektrik atau konvensiobal, silahkan anda memilih dan menilai sesuai
pengalaman masing-masing.
Kembali kepersoalan promosi rokok vape di Indonesia, saat vape mulai naik daun
banyak lembaga riset melakukan studi kelayakan. Hasilnya pun terjadi perdebatan,
ada lembaga yang dipimpin Profesor David Thickett dari Universitas Birmingham
mengatakan, mengisap rokok elektrik atau yang lebih dikenal dengan
istilah vaping bisa merusak sel-sel sistem kekebalan tubuh dan amat mungkin lebih
berbahaya dari yang semula diperkirakan. Ada pula yang mengatakan merokok vape
menghindarkan dari risiko penyakit jantung dan kanker.
Anehnya, Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, juga ikut
melakukan uji dengan hasilnya bahwa vape dinilai memiliki risiko kesehatan yang
lebih rendah dibandingkan rokok yang dikonsumi dengan dibakar. Disini tidak akan
membahas berlarut larut tentang perbedaan hasil uji rokok vape (elektrik), bahkan
tidak akan membahas pertanyaan ada apa lembaga penguji tersebut. .
Logika sederhana, memakan dan minum dari bahan natural proses konvensional,
dibanding bahan kimia dengan proses pemanas listrik, baik mana? Air proses natural
(air mineral) dengan air kemasan lain beraroma (proses kimia) sehat yang mana?. Dua
pertanyaan ini sebagai pembanding dalam mengambil keputusan dan penilaian antara
rokok elektrik (vape) dengan rokok konvensioanl.
Usaha promosi rokok vape, dengan membangun cerita opini, bahwa penemu rokok
elektrik/vape (e-ciggarette) bernama Hon Lik seorang pecandu rokok konvensional
berat yang menderita penyakit infeksi pernafasan, sering batuk batuk dan bersin
sehingga kesulitan untuk tidur. Kemudian pada tahun 2003 menciptakan rokok
elektrik sebagai pengganti rokok konvensional.
Opini yang dibangun seakan-akan akibat rokok konvensioanl, Hon Lik menderita
penyakit, yang kemudian dengan hasil ciptaannya (rokok elektrik), Hon Lik tidak
sakit lagi. Pertanyaan pertama, jenis rokok konvensional apa yang dikonsumsi Hon
Lik? dugaan terkuat bukan rokok kretek yang saat itu dikonsumsi. Jika rokok kretek
yang dikonsumsi keadaan Hon Lik jadi lain, karena rokok kretek awal mulanya
diciptakan sebagai obat batuk, sesak nafas dan lain-lain. Masih ingat dahulu ada rokok
kretek yang bungkusnya tertulis “dapat meredekan batuk”. Tidak lain adalah rokok
kretek Dji Sam Soe. Tulisan tersebut, masih diyakini banyak orang, saat batuk mereka
akan merokok Dji Sam Soe, saat batuk reda, mereka merokok selera semula.
Pertanyaan kedua, apakah benar hanya gara-gara merokok konvensioanl Hon Lik
menderita sakit? jangan-jangan ada faktor lain menjadi penyebab. Bisa jadi penyakit
turunan/genetik, akibat kerusakan pada gen dalam tubuh. Buktinya diceritakan bahwa
ayah Hon Lik mengidap penyakit kanker paru paru. Dan mungkin bapak dari
bapaknya Hon Lik dan seterusnya, juga demikian mengidap penyakit yang sama.
Fakta sejarah berkata lain, teknik vaping sudah dikenal sejak Mesir kuno, kemudian
tahun 1927 Joseph Robinson menggagas “merokok tanpa rokok”, hingga populer.
Baru pada tahun 2003, Hon Lik membuat perusahan e-cig modern di Tionghoa (Cina).
Jadi Hon Lik bukanlah orang yang pertama atau pencipta teknik vaping untuk rokok,
hanya saja Hon Lik bisa membaca peluang tersebut, apa lagi ia adalah seorang
apoteker. Ia pasti mengetahui mafaat nikotin untuk tubuh manusia, sehingga ia
memproduksi massal rokok bernikotin yang inovatif dengan kombinasi teknik vaping.
Dilansir dari www. Vebma.com, bahwa salah satu obat yang paling populer dan
favorit bagi orang adalah nikotin. Dengan demikian, orang telah mencoba berbagai
cara untuk mengkonsumsinya. Mereka mencoba mengisapnya, menyentuhnya,
mengunyahnya, atau mengoleskannya di kulit mereka. Anda bisa menemukan nikotin
di tembakau. Banyak perangkat telah diciptakan untuk memuaskan obsesi orang
terhadap nikotin. Kita hidup dalam masyarakat teknologi, Itu sebabnya baru-baru ini,
vaporizers menjadi tren keren dengan berbagai selera dan bentuknya.
Penguapan memiliki sejarah panjang. Herodotus menjelaskan, di Mesir (abad ke 5
SM) orang memanaskan ramuan dan minyak pada batu panas untuk vape. Oleh
karena itu, kita harus mempercayai tentang asal mula vaping kuno. Kemudian, lebih
dari 1500 tahun yang lalu, Irfan Shiekh menemukan shisha pertama.
Cerita opini saat ini tentang rokok elektrik (vape) hanya bagian dari promosi semata.
Dengan menjatuhkan rokok konvensional (rokok kretek), berharap penikmat rokok
beralih ke elektrik (vape). Dengan dalil yang diwacanakan, lebih aman
(menyehatkan). Cerita opini yang dibangun menafikan sejarah yang sesungguhnya,
bahwa nikotin adalah salah satu obat, zat nikotin ada di daun tembakau. Hanya pada
rokok konvensional (rokok kretek), bahan baku daun tembakau dan cengkeh dan
proses pembakaran natural, lebih aman dan menyehatkan.

Pro dan kontra mewarnai diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK)


No.146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau mulai 1 Juli 2018. Regulasi
tersebut mengatur kewajiban tarif cukai bagi produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya
(HPTL) sebesar 57% dari harga jual eceran yang diajukan oleh pengusaha pabrik hasil
tembakau atau importir.

Pengusaha vape wajib tunduk pada aturan tersebut, mengingat bahan bakunya berasal dari
likuid vape yang termasuk salah satu jenis HPTL. Sebelumnya, tarif cukai tidak dikenakan
bagi produk likuid vape.

Bisnis vape di Indonesia berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Prospek bisnis
vape juga semakin menjanjikan seiring dengan meningkatnya pengguna vape. Asosiasi
Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mencatat bahwa jumlah toko vape di dalam negeri
mencapai tidak kurang dari 3.500 toko.

Di Jakarta saja, diperkirakan ada lebih dari 40.000 pengguna vape, dengan tingkat konsumsi
likuid vape sebanyak 40.000 botol per bulan. Bisnis vape juga memiliki dampak positif
terhadap perekonomian, karena membuka lapangan kerja baru bagi lebih dari 10.000 tenaga
kerja.

Di sisi lain, penetapan tarif cukai akan berdampak pada meningkatnya harga jual vape secara
signifikan. Tekanan paling tinggi diprediksi akan dialami oleh pengusaha vape skala kecil,
mengingat adanya keterbatasan modal untuk menjaga kontinuitas produksinya.
Hal ini dikhawatirkan akan membuat bisnis vape menjadi layu sebelum berkembang, dan
berdampak kontradiktif terhadap pengembangan ekonomi Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM).
Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), berkewajiban untuk
memastikan pengendalian konsumsi barang kena cukai, disamping harus menjaga
iklim ekonomi yang kondusif dan berkeadilan.

Oleh karena itu, timbul satu pertanyaan penting yang perlu segera dijawab. Bagaimana peran
DJBC dalam menyeimbangkan antara kelangsungan industri dan pengendalian konsumsi
vape pasca diberlakukannya penetapan tarif cukai HPTL, guna menjadikan Indonesia
semakin baik?

Antara Bahaya dan Manfaat

Secara filosofis, cukai merupakan salah satu instrumen pemerintah dalam rangka membatasi
konsumsi suatu barang tertentu di suatu negara. Sifat dan karakteristik barang kena cukai
biasanya berdampak merugikan bila dikonsumsi oleh masyarakat luas, sehingga
peredarannya perlu dibatasi.

Sebagaimana UU No.15 Tahun 1995 tentang Cukai, ada tiga jenis barang kena cukai yang
diatur oleh pemerintah, yaitu etanol, minuman beralkohol, dan hasil tembakau.

Pembatasan konsumsi vape oleh pemerintah sejatinya memang diperlukan. Sama seperti
produk tembakau lainnya, likuid vape juga memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan.
Hasil penelitian University of North Carolina menunjukkan bahwa kandungan nikotin yang
dimiliki likuid vape akan memberikan dampak buruk bagi paru-paru.

Bahkan, National Institute of Public Health Jepang telah membuktikan bahwa


kandungan formalin dan asetaldehida dalam uap yang dihasilkan likuid vape, lebih
berbahaya dibandingkan rokok biasa.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2013 telah merilis rekomendasi terkait konsumsi
vape, yang intinya membatasi penggunaan, penjualan, dan promosi vape, serta melarang
penyebutan vape lebih sehat dibandingkan dengan rokok.

Sejalan dengan rekomendasi tersebut, berbagai negara di dunia seperti Rusia, Portugal, Italia,
Latvia, Irlandia Utara, Korea Selatan, Skotlandia, dan Wales mulai menetapkan pajak
terhadap konsumsi vape.
Awas bahaya vape | Sumber gambar : vaping.com (diolah dan disajikan kembali dalam bentuk infografis).

Di lain sisi, pemerintah tidak bisa menafikan kenyataan bahwa bisnis vape memang tengah
berkembang dengan sangat pesat. Research and Market (2017) dalam laporannya
memproyeksikan tingkat pertumbuhan penjualan rata-rata vape per tahun di seluruh dunia
akan berkisar di angka 20,8% per tahun, hingga mencapai 61,4 juta Dolar AS pada tahun
2025.
Tidak terkecuali di Indonesia, geliat bisnis vape juga tumbuh subur, terutama
didorong oleh tingginya minat kaum millennial dalam mengonsumsi vape.

Dengan memperhatikan berbagai fakta tersebut, kebijakan penetapan tarif cukai likuid vape
akhirnya diambil sebagai jalan tengah oleh pemerintah. Ini menegaskan langkah nyata
pemerintah bahwa bisnis vape harus tetap berjalan, namun memerlukan pengaturan yang
lebih ketat agar risiko kesehatan masyarakat dapat diminimalkan.

Peran DJBC selaku otoritas cukai, menjadi sangat penting guna memastikan agar kebijakan
tersebut mampu diimplementasikan sesuai dengan tujuannya.

Menjaga Keseimbangan
Sejumlah langkah lanjutan telah ditempuh DJBC untuk memastikan kebijakan penetapan tarif
cukai vape, mampu memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh pihak. Tidak hanya bagi
pelaku bisnis vape, namun juga bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Pertama, DJBC telah memberikan pemahaman kepada pelaku bisnis vape, bahwa penetapan
tarif cukai sebesar 57%, dilakukan berdasarkan empat parameter, yaitu aspek kesehatan,
industri, daya beli masyarakat, serta potensi menjadi barang ilegal. Artinya, penentuan tarif
telah dilakukan dengan pertimbangan yang lengkap dan komprehensif.

Jika dibandingkan dengan negara lain, tarif cukai likuid vape di Indonesia relatif lebih
rendah. Misalnya Rusia dengan tarif sebesar 81,17% atau Portugal dengan tarif sebesar
62,92%. Selain itu, tarif cukai vape telah mempertimbangkan tarif cukai produk tembakau
lainnya seperti sigaret mesin yang dipatok sebesar 54%-56%.

Besaran tarif cukai vape yang sedikit lebih tinggi dibanding sigaret mesin, ditetapkan dengan
pertimbangan bahwa sebagian besar konsumen vape merupakan kelas menengah. Dengan
demikian, besaran tarif cukai vape diharapkan mampu menjadi titik keseimbangan yang adil
antara kelangsungan industri vape dengan kesehatan masyarakat.
Tarif pajak/cukai vape di berbagai negara | Sumber informasi : CNBC Indonesia, sumber gambar : iconarchive.com (diolah
dan disajikan kembali dalam bentuk infografis).

Kedua, DJBC memberikan relaksasi bagi pabrikan likuid vape berupa perpanjangan waktu
pengenaan tarif cukai likuid vape hingga 1 Oktober 2018 mendatang. Langkah ini ditempuh
agar tidak terjadi market shock.
Serta memberikan waktu bagi pabrikan vape untuk melakukan penyesuaian guna mematuhi
aturan tarif cukai baru. Setelah masa relaksasi berakhir, maka seluruh likuid vape yang
mengandung tembakau sudah dijual dengan kemasan yang berpita cukai.

Ketiga, DJBC melakukan langkah 'jemput bola' dengan memberikan izin perdana berupa
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) kepada sejumlah pengusaha pabrik
likuid vape pada 18 Juli 2018. Ini merupakan sinyal yang jelas bagi pelaku usaha likuid vape,
bahwa peredaran vape kini telah diatur oleh pemerintah berdasarkan ketentuan hukum.

Langkah ini diapresiasi oleh industri vape. Dalam keterangan pers yang dikutip dari laman
resmi DJBC, asosiasi vape seperti Asosiasi Pengusaha e-Liquid Mikro (APeM) dan APVI
menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi kepada DJBC.
Dengan adanya izin NPPBKC, keberadaan industri vape kini telah diakui. Mereka
memandang optimis prospek bisnis vape di Indonesia, serta siap menyukseskan
program pemerintah.

Pemberian izin perdana bagi pemilik pabrik likuid vape merupakan puncak dari sebuah
gunung es. Sebelumnya, DJBC telah melakukan upaya sosialisasi ketentuan penetapan tarif
cukai likuid vape secara intensif. DJBC juga membimbing pelaku usaha agar mengetahui dan
mematuhi setiap persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan NPPBKC. Inisiatif DJBC
tersebut akhirnya berbuah manis.

Keempat, penetapan tarif cukai likuid vape yang dilakukan DJBC memberikan jaminan
perlindungan bagi masyarakat dari konsumsi barang yang berdampak buruk bagi kesehatan.
Langkah penetapan tarif cukai likuid vape menegaskan bahwa DJBC akan selalu ada untuk
melindungi masyarakat dari bahaya likuid vape.

Terutama bagi kaum millennial yang berperan sebagai generasi penerus bangsa. Masa depan
bangsa Indonesia berada di pundak mereka, sehingga perlu terus dijaga demi masa depan
Indonesia yang lebih baik.

Terakhir, penetapan cukai likuid vape yang dilakukan DJBC merupakan sumber penerimaan
negara baru. Dalam keterangannya kepada media, DJBC menjelaskan bahwa potensi
penerimaan cukai likuid vape cukup besar, yaitu mencapai Rp2 triliun per tahun.

Penerimaan negara ini dapat digunakan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat. Seperti pembangunan infrastruktur yang kini sedang menjadi prioritas utama. Sebagai
contoh, anggaran sebesar Rp2 triliun mampu digunakan untuk membangun Bandar Udara
Internasional Jawa Barat di Kertajati yang baru diresmikan bulan Juni 2018 lalu.

Artinya, dengan tambahan sumber penerimaan negara yang berasal dari cukai likuid
vape, pemerintah memiliki ruang gerak yang lebih longgar untuk memastikan
berjalannya pembangunan ekonomi demi kemajuan rakyat Indonesia.
Peran Dirjen Bea dan Cukai pasca diterbitkannya regulasi cukai likuid vape | Sumber gambar : beacukai.go.id (diolah dan
disajikan kembali dalam bentuk infografis).

Kebijakan penetapan tarif cukai likuid vape merupakan wujud nyata DJBC untuk menjadikan
Indonesia lebih baik. Melalui berbagai langkah lanjutan yang telah ditempuh, DJBC
memberikan keyakinan bahwa penetapan cukai likuid vape, mampu menjadi titik tengah yang
seimbang antara kontinuitas bisnis likuid vape, kesehatan masyarakat, sumber penerimaan
negara baru, dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Akhir kata, sudah sepantasnya kita patut mengapresiasi dan mendukung upaya DJBC untuk
mewujudkan Indonesia makin baik.

Rokok elektronik adalah sebuah inovasi dari bentuk rokok konvensional menjadi rokok modern.
Rokok elektronik pertama kali dikembangkan pada tahun 2003 oleh SBT Co Ltd, sebuah
perusahaan yang berbasis Beijing, RRC, yang sekarang dikuasai oleh Golden Dragon Group Ltd
Pada tahun 2004, Ruyan mengambil alih proyek untuk mengembangkan teknologi yang muncul.
Diserap secara resmi Ruyan SBT Co Ltd dan nama mereka diubah menjadi SBT RUYAN
Technology & Development Co, Ltd.
Rokok elektronik diklaim sebagai rokok yang lebih sehat dan ramah lingkungan daripada rokok
biasa dan tidak menimbulkan bau dan asap. Selain itu, rokok elektronik lebih hemat daripada
rokok biasa karena bisa diisi ulang. Bentuknya seperti batang rokok biasa, tetapi tidak
membakar tembakau seperti produk rokok konvensional. Rokok ini memanaskan cairan
menggunakan baterai dan uapnya masuk ke paru-paru pemakai. Produk itu dipasarkan dengan
banyak nama, di antaranya rokok elektronik, ecigarro, electro-smoke, green-cig,
dan smartsmoker.[1]
Rokok elektronik dianggap sebagai alat penolong bagi mereka yang kecanduan rokok supaya
berhenti merokok. Alat ini dipasarkan sebagai alternatif yang lebih aman dari produk tembakau
biasa. Label "HEALTH" pun terpasang jelas pada kemasannya.[2] Namun hingga kini
keberadaannya masih menuai kontroversi dan di sebagian besar negara dianggap sebagai
produk yang ilegal dan terlarang.

 Di Australia, penjualan rokok elektronik yang berisi nikotin adalah ilegal.[3][4]


 Di Brasil, penjualan, impor atau iklan rokok elektronik dalam bentuk apapun dilarang. Anvisa,
agen federal kesehatan dan sanitasi Brasil, menemukan penilaian kesehatan keselamatan
saat ini tentang e-rokok untuk tidak belum memuaskan untuk membuat produk layak
disetujui untuk komersialisasi.[5]
 Di Kanada, pada Maret 2009, impor, penjualan, dan iklan dilarang. Pada bulan Maret
2009, Health Canada juga menyarankan untuk tidak membeli atau menggunakan produk
rokok elektronik. Health Kanada mengutip Undang-Undang Makanan dan Obat-obatan, yang
menyatakan bahwa produk elektronik yang berisi nikotin merokok memerlukan otorisasi
pasar sebelum mereka dapat diimpor, dipasarkan, atau dijual. Tidak ada otorisasi pasar
telah diberikan untuk setiap produk elektronik merokok.[6]
 Di Denmark, Denmark Medicines Agency mengklasifikasikan rokok elektronik yang berisi
nikotin sebagai produk obat-obatan. Dengan demikian, diperlukan otorisasi dari pengecer
sebelum produk dapat dipasarkan dan dijual. Badan ini telah diklarifikasi, bagaimanapun,
bahwa rokok elektronik tidak mengelola atau mengontrol jumlah nikotin untuk penggunanya,
dan tidak dinyatakan digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit, tidak
dianggap sebagai perangkat obat.[7] Penggunaan rokok elektronik belum dilarang. di Bandar
Udara Kopenhagen, tapi setidaknya satu maskapai penerbangan (Scandinavian Airlines)
telah memutuskan untuk melarang penggunaan saat penerbangan.[8]
 Di Finlandia, pada Juli 2008, penjualan rokok elektronik adalah dilarang dan dianggap
sebagai suatu produk terapi nikotin, bukan sebagai perangkat medis.[9] Namun,
mendapatkan produk dalam jangkauan Kawasan Ekonomi Eropa diperbolehkan.
 Di Belanda, penggunaan dan penjualan rokok elektronik diperbolehkan, tetapi iklan adalah
dilarang dalam undang-undang Uni Eropa yang menunggu keputusan.[10]
 Di Selandia Baru, Departemen Kesehatan telah memutuskan bahwa e-cigarette Ruyan jatuh
di bawah persyaratan Undang-Undang Obat, dan tidak bisa dijual kecuali sebagai obat
terdaftar.[11]
 Di Panama, impor, distribusi dan penjualan yang dilarang sejak bulan Juni 2009.
Departemen Kesehatan mengutip temuan FDA sebagai alasan mereka untuk larangan itu.[12]
 Di Singapura, penjualan dan impor rokok elektronik, bahkan untuk konsumsi pribadi, adalah
ilegal.[13]
 Di Britania Raya, penggunaan dan penjualan rokok elektronik saat ini tidak dibatasi,
meskipun MHRA telah mengusulkan membawa semua produk kecuali nikotin tembakau
dalam rezim perizinan obat-obatan.[14]
 Di Italia, penggunaan dan penjualan rokok elektronik diperbolehkan tetapi semua produk
yang mengandung Nikotin harus diberi label dengan simbol berbahaya sebagai per Petunjuk
2001/95/CE dan 1999/45/CE.
Indonesia
Badan Pengawasan Obat dan Makanan memperingatkan masyarakat bahwa rokok elektronik
yang telah beredar di beberapa kota adalah produk ilegal dan tidak aman. Produk ini belum diuji
klinis oleh karena itu berbahaya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan produk
ini tidak aman dikonsumsi, merekomendasikan untuk melarang peredarannya.[15]
Kepala Badan POM, Kustantinah, menjelaskan bahwa kandungan propilen glikol, dieter glikol
dan gliserin sebagai pelarut nikotin ternyata dapat menyebabkan penyakit kanker.[16]
Kustantinah menjelaskan dalam rokok elektronik terdapat nikotin cair dengan bahan pelarut
propilen glikol, dieter glikol ataupun gliserin. Jika nikotin dan bahan pelarut ini dipanaskan maka
akan menghasilkan nitrosamine. "Senyawa nitrosamine inilah yang menyebabkan penyakit
kanker."[16]
Kustantinah menambahkan, semua rokok elektronik yang beredar di Indonesia adalah ilegal dan
berbahaya bagi kesehatan. Di seluruh dunia, ia juga mengungkapkan, tidak ada negara satupun
yang menyetujui rokok elektronik. Bahkan di beberapa negara seperti Australia, Brazil dan China
rokok elektronik dilarang. Padahal negara China yang menemukan rokok elektronik pada 2003.
Namun, pemerintah China sudah melarang peredarannya.[16]
Lebih lanjut, Kustantinah menyatakan bahwa dalam rokok elektronik terkandung jenis nikotin
yang bervariasi, yaitu nikotin pelarut, propilen glikol, dietilen glikol, dan gliseren yang apabila
dipanaskan akan menghasilkan nitrosamine.[17]
ENDS memang tidak membahayakan perokok pasif karena efek asap yang ditimbulkan hanya
buatan dan merangsang sugesti perokok aktif. Namun, secara tidak sadar, ENDS sangat
berisiko bagi perokok aktif bila dibandingkan dengan rokok tembakau.[2]
Rokok tembakau bisa diketahui kandungan nikotin dan Tar-nya karena tercantum pada
kemasan, sedangkan ENDS tidak ada keterangan apa pun tentang kandungan produk ini.
Karena produknya yang refill atau isi ulang, perokok aktif tidak bisa mengetahui seberapa
banyak nikotin yang masuk ke dalam paru-paru.[2]

Analisis
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, FDA pada Mei 2009 lalu melakukan
analisis terhadap rokok tersebut dan menguji kandungan e-cigarette dari dua perusahaan.
Hasilnya adalah ditemukan adanya kandungan dietilen glikol dan nitrosamin yang spesifik dalam
tembakau.[15]
Studi FDA juga menunjukkan ketidakkonsistenan kadar nikotin dalam wadah dengan label yang
sama. Bahkan, dalam wadah ENDS berlabel tidak mengandung nikotin masih ditemukan
nikotin.[15]
"The World Health Organization" (WHO) pada September 2008 telah menyatakan bahwa
mereka tidak menyetujui dan tidak mendukung rokok elektronik dikonsumsi sebagai alat untuk
berhenti merokok.[15]
Pada 6-7 Mei 2010 lalu, WHO kembali mengadakan pertemuan membahas mengenai peraturan
terkait keselamatan ENDS dan menyatakan bahwa produk tersebut belum melalui pengujian
yang cukup untuk menentukan apakah aman dikonsumsi. Atas pertimbangan itu, maka Badan
POM menyarankan agar produk tersebut dilarang beredar, dan kepada masyarakat agar tidak
mengonsumsi produk alternatif rokok tersebut.[15]
Pada tahun 2012, sebuah penelitian diadakan untuk melihat efek merokok dengan rokok elektrik
terhadap fungsi jantung. Para peneliti ini telah menemukan bahwa rokok elektrik tidak terbukti
memiliki efek samping akut terhadap kesehatan jantung.[18]
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memberlakukan cukai
sebesar 57 persen bagi likuid vape atau rokok elektrik. Menteri
Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan aturan yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tersebut telah
ditandatanganinya.

Pria yang akrab disapa Enggar itu hanya mengatakan diawasi adalah
rekomendasi impor dari cairan atau liquid rokok elektrik. Untuk bisa
mendapatkan izin impor, perlu ada rekomendasi dari Kementerian
Kesehatan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Kita mau membuat anak muda, anak-anak kita sekarang lebih sehat.
Dia boleh saja, cuma minta izin dari Menkes, minta ke BPOM bahwa
itu tidak beracun, itu sehat, kemudian SNI. Itu lihat anak SD, sudah
diviralkan, bagaimana itu anak SD dengan vapenya, dan kita tidak
tahu isi cairan itu apa," tuturnya, dikutip dari detikFinance.

Dalam acara Asia Harm Reduction Forum 2017 yang bertempat di


Shangrila Hotel, Jakarta, pakar kesehatan jantung dari Onassis
Cardiac Surgery Center, Yunani, sekaligus peneliti rokok elektrik, Dr
Konstantinos Farsalinos, menyebut pemberlakukan cukai pada vape
tidak salah. Dengan catatan, harga jualnya tidak boleh menjadi lebih
tinggi daripada rokok tembakau.

Menurutnya vape merupakan bentuk dari harm reduction atau


pengurangan risiko bahaya pada rokok. Dengan risiko bahaya yang
lebih kecil daripada rokok, seharusnya harga vape lebih murah
daripada rokok.

"Idealnya vape tidak dikenakan pajak. Karena pajak akan membuat


harganya naik, dan menyulitkan akses bagi masyarakat, terutama
perokok, untuk memperolehnya," tutur Konstantinos.

"Namun jikapun akhirnya dikenakan pajak, seharusnya nilainya tidak


lebih besar dari pajak rokok, seharusnya rokok yang pajaknya
ditinggikan supaya harganya semakin mahal, karena dampak
bahayanya yang tinggi," tambah pria asal Yunani ini.

Konstantinos yang sudah meneliti dampak dan risiko kesehatan pada


vape sejak 2011 ini menyebut sebagian besar negara-negara Eropa
tidak memberlakukan pajak bagi vape. Sisanya tetap memberlakukan
pajak, namun tidak besar, dan dihitung berdasarkan berat likuid.

Di sisi lain, produk tembakau dan rokok dikenakan pajak yang cukup
besar. Sehingga harga vape lebih murah sekitar 15 sampai 20 persen
daripada harga rokok di Eropa.

Kondisi terbalik justru dilihatnya ada di Indonesia, di mana harga


rokok sangat murah, mudah diakses karena dijual di supermarket
hingga warung, dan bisa dibeli siapa saja. Padahal menurutnya,
harga produk merupakan salah satu faktor motivasi seseorang untuk
berhenti merokok.

"Dengan dikenakannya pajak pada produk vape di negara yang harga


rokoknya murah, sama saja dengan menyuruh orang terus merokok,
padahal ada alternatif lain yang lebih aman," tutupnya.

Sumber : health.detik.com (Jakarta, 09 November 2017)


Foto : detikhealth

Kini Rokok Elektrik Dikenakan Cukai,


Ini Penjelasannya
Written by Cermati.com • 24 Januari 2018

Menghisap rokok elektrik memang menjadi tren baru-baru ini. Pasalnya, rokok elektrik
dipercayai sebagai subtitusi rokok tembakau yang lebih aman. Nyatanya keamanan dan
tingkat keberbahayaan rokok elektrik dibanding rokok tembakau masih diperdebatkan hingga
saat ini.

Namun hal tersebut tidak mengurangi minat para vaper (sebutan bagi orang yang merokok
elektrik) untuk tetap ngebul. Ini terbukti dari alat isap beserta liquid rokok elektrik atau juga
biasa disebut vape; yang harganya cukup mahal, tetapi mampu mereka beli.
Sayangnya, harga mahal yang dibayar oleh para pecinta vape kini kisaran harganya akan
bertambah. Ini karena pemerintah berencana mengenakan cukai rokok elektrik pada Juli 2018
mendatang sebesar 57%. Kebayang dong betapa makin mahanya biaya yang dikeluarkan
nantinya untuk menghisap rokok elektrik.

Apa itu Cukai?


Apa sih sebenarnya cukai itu? Kenapa cukai rokok naik? Kenapa rokok elektrik juga kena
cukai? Mungkin itulah pertanyaan-pertanyaan umum yang muncul di pikiran orang-orang
awam saat menyaksikan sebuah media berita mewartakan berita terkait cukai rokok.

Cukai sebenarnya bukan hal yang dikenakan pada rokok saja. Ini mengacu pada penjelasan
Bea Cukai dalam lama resminya beacukai.go.id, bahwa “cukai adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang
ditetapkan dalam Undang-undang Cukai”
Barang-barang Kena Cukai
Merujuk penjelasan di atas, barang kena cukai itu tentunya punya karakteristik sendiri
sehingga dikenakan pungutan agar penggunaannya terkendali. Selain itu, barang kena cukai
juga diawasi penggunaannya karena dianggap berbahaya jika beredar bebas di masyarakat.

Barang-barang kena cukai antara lain; minuman yang mengandung etil alkohol dan metanol
(sering dijumpai pada minum-minuman keras) dan hasil tembakau. Yang terakhir tentu saja
merujuk pada rokok tembakau, rokok daun, tembakau iris, cerutu, serta sigaret.

Lalu mengapa rokok elektrik kena cukai? Ini karena rokok elektrik juga dianggap berbahaya
jika beredar di masyarakat. Misalnya, ada anak di bawah umur ikutan menghisap rokok
elektrik. Tentu saja ini membahayakan kesehatan.
Cukai pada Rokok Elektrik
liquid vape dikenakan cukai
Sebagai barang yang tergolong barang kena cukai, rokok elektrik tentu saja dibatasi
penggunaannya. Namun perlu ditegaskan di sini, bahwa yang kena cukai adalah liquid
atau cairan pada rokok elektrik, bukan alat penghisapnya atau biasa disebut mod.
Hal ini dilakukan karena cairan inilah yang dianggap berbahaya dan harus diawasi
penggunaannya. Cukai yang dikenakan pada rokok elektrik adalah 57%. Jumlah ini
mengimbangi cukai yang dikenakan pada tembakau (rokok) yang juga dikenakan dengan
jumlah sama.
Harga Liquid Rokok Elektrik
Harga yang dikenakan untuk sebotol kecil liquid (33-60ml) bervariatif bergantung rasa,
merek, dan produsen liquid. Secara keseluruhan harga liquid vape berkisar Rp40.000-
300.000. Untuk liquid impor biasanya dihargai di atas Rp100.000. Sedangkan
untuk liquid local dapat dijangkau dengan harga Rp40.000-80.000.
Cukai pada Rokok Tembakau Mengalami Kenaikan
Pada tahun 2018 mendatang, pemerintah menetapkan cukai rokok tembakau naik 10.08%. hal
ini tentunya bukan tanpa sebab. Dilansir dari kompas.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani
menegaskan bahwa ada 4 aspek mengapa cukai rokok biasa naik, antara lain.

1. Aspek kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan


2. Mencegah beredarnya rokok ilegal
3. Aspek lapangan kerja petani tembakau
4. Untuk meningkatkan pendapatan negara

Eksistensi Pelaku Usaha Vape Terakui dengan


Dikenakannya Cukai

toko yang menjual alat-alat vape via qubicle.id


Dari sisi usaha, tentu saja dengan pengenaan cukai terhadap rokok elektrik berarti industri
penjualan vape dilirik pemerintah. Bisnis jenis ini mulai diakui oleh pemerintah setelah
menjamurnya toko-toko yang menjual alat-alat vape belakangan ini. Istilahnya bisnis vape
mulai diakui keberadaannya oleh pemerintah. Selanjutnya, dengan adanya aturan cukai ini,
pemerintah diharapkan bisa merancang regulasi terkait toko vape agar penjualannya bisa
diawasi.

APVI Garda Terdepan Pengawasan Vape


Semenjak populernya menghisap rokok elektrik dengan varian rasa ini populer di tahun 2012,
penggunanya pun makin banyak. Ada dari perokok yang beralih ke vaper, ada juga pemain
baru yang mulai tertarik menghisap vape. Dari banyaknya pengguna ini kemudian lahir
Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI).
Nah APVI lah yang menjadi tameng penyalahgunaan vape di Indonesia. Ini karena semua
toko vape yang tergabung dalam APVI tidak sembarangan menjual vape ke semua orang.
Anak di bawah umur tidak diperbolehkan membeli vape di toko.

Tubuh Sehat, Dompet Sehat


Terlepas dari cukai yang ditentukan pemerintah terhadap rokok elektrik dan rokok tembakau,
ada faktor lain yang harus diperhatikan, yaitu kesehatan. Kedua jenis rokok tersebut tentu
saja punya dampak yang tidak sehat pada tubuh. Oleh sebab itu, walau Anda merokok,
perhatikan juga kesehatan agar tubuh sehat, dompet sehat.

Dalam aturan yang mulai berlaku pada 1 Juli 2018, liquid vape merupakan hasil pengolahan
tembakau lainnya (HPTL). Pengenaan tarif tersebut merupakan upaya intensifikasi cukai
hasil tembakau dan merupakan instrumen pemerintah untuk mengendalikan konsumsi serta
melakukan pengawasan terhadap peredaran vape. Meski begitu, Ariyo menilai vape
merupakan alat alternatif bagi perokok lantaran lebih aman bagi kesehatan. Produk alternatif
semestinya dibebankan cukai lebih rendah agar dapat disukai oleh konsumen.“Jadi orang
mau beralih ke vape,” ujarnya.) Ia pun mengatakan, tarif cukai vape di Indonesia paling
tinggi di antara negara Asean lainnya. Sebagai contoh, Filipina mengenakan cukai vape
sebesar 30%. Sementara Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo
Andriyanto meminta vape tidak dikenakan cukai berdasarkan persentasenya. “Misalnya
nominal berapa ribu untuk setiap satu mililiter likuidnya,” ujar Aryo. Sebelumnya, Direktur
Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi sempat mengatakan beberapa negara menarik pajak
dari setiap penjualan vape, seperti Inggris Raya dan Wales dikenakan 20%. Negara lainnya,
Italia mengenakan pajak likuid sebesar 0,393 Poundsterling per mililiter atau setara Rp
377.280 per 60 mililiter; Latvia 0,01 Poundsterling per mililiter atau 0,005 Poundsterling per
kilogram nikotin dan PPN 21%. Sedangkan Irlandia menerapkan aturan yang serupa dengan
Inggris. Kemudian di Korsel tarif sebesar 1,799 Won Korea per mililiter cairan nikotin, 24
Won per 20 catridge, dan PPN 10%, serta Togo dan Wales mengenakan tarif maksimum
45%.

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Cukai Vape Diharapkan Hanya 20%,
Lebih Rendah dari Rokok Kretek" , https://katadata.co.id/berita/2019/09/08/cukai-vape-
diharapkan-hanya-20-lebih-rendah-dari-rokok-kretek
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ratna Iskana https://katadata.co.id/berita/2019/09/08/cukai-vape-diharapkan-hanya-
20-lebih-rendah-dari-rokok-kretek

Anda mungkin juga menyukai