Anda di halaman 1dari 7

Strength

Weight

Rating

Sebagai anggota dari British American Tobacco

0.1

Trend konsumsi rokok yang selalu meningkat

0.1

Pada tahun 2015 rokok merupakan penyumbang

0.1

0.08

0.1

0.15

Weighted
Score

dan bagian dari salah satu perusahaan tembakau


terbesar di dunia.

Weakness

Opportunity

terbesar pendapatan cukai dengan kontribusi


sebesar 96 persen, dengan nilai Rp 139,5 triliun
dari total pendapatan cukai negara sebesar Rp
144,6 triliun.
Peluncuran produk baru PT Bentoel Lucky Strike
Mild
Threat
Desakan ratifikasi Framework Convention on
Tobacco Control (FCTC)
Isu Kenaikan harga rokok

Strength 1
Sejarah Bentoel dimulai pada tahun 1930 ketika Ong Hok Liong memulai industri rumahan di
tempat tinggalnya dengan nama Strootjes Fabriek Ong Hok Liong

Saat ini, PT. Bentoel Internasional Investama, Tbk (Bentoel atau Perseroan) dan anak
perusahaannya, merupakan anggota dari British American Tobacco Group, kelompok perusahaan
tembakau kedua terbesar di dunia menurut pangsa pasar global dengan brand yang
diperjualbelikan di lebih dari 200 negara.
Bentoel adalah produsen rokok terbesar keempat di Indonesia dengan pangsa pasar sebesar 7%.
Bentoel memproduksi dan memasarkan berbagai jenis produk tembakau seperti rokok kretek
mesin, rokok kretek tangan dan rokok putih. Portofolio utama kami mencakup Dunhill Filter,
Dunhill Mild, Club Mild dan Lucky Strike Mild. Kami juga memproduksi dan memasarkan
brand lokal, seperti Neo Mild, Tali Jagat, Bintang Buana, Sejati, Star Mild dan Uno Mild, serta
brand global seperti Lucky Strike dan Dunhill.
Bentoel mempekerjakan lebih dari 6.000 orang karyawan, dari mulai membangun kemitraan
dengan petani-petani tembakau, pembelian dan pemrosesan daun tembakau dan cengkeh, hingga
produksi, pemasaran dan distribusi rokok.
http://www.bentoelgroup.com/group/sites/BAT_A5EEYP.nsf/vwPagesWebLive/DO9T5K3S?
opendocument
Opportunity 1
Pemerintah memastikan untuk menaikkan tarif cukai rokok setelah pajak pertambahan nilai atas
produk tembakau ditetapkan naik tahun depan. Kenaikan tarif cukai rokok berimplikasi pada
meningkatnya penerimaan negara dari cukai. Dalam RAPBN 2016 pemerintah menargetkan

penerimaan dari cukai Rp155,5 triliun atau meningkat 6,7% dari target Rp145,7 triliun tahun
2015.
Sebagai penyumbang terbesar pada pendapatan cukai (96%) tarif cukai rokok meningkat 23,5%
akibat dari kenaikan penerimaan cukai tersebut. Kenaikan tarif cukai rokok ini terbilang sangat
tinggi dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya yang berkisar pada angka 7-9%.
Yang menarik adalah walaupun tarif cukai rokok dinaikkan kemudian diikuti kenaikan harga
rokok, permintaan terhadap rokok dan produksi rokok selalu meningkat. Pada 2013 produksi
rokok di Indonesia mencapai 341,9 miliar batang, kemudian meningkat menjadi 353 miliar
batang pada 2014.
Produksi rokok sampai dengan akhir 2015 ditargetkan 360 miliar batang. Kondisi ini menjadi
anomali karena sesungguhnya kenaikan cukai rokok diharapkan dapat menurunkan permintaan
rokok dan sekaligus produksi rokok.
http://koran.bisnis.com/read/20151023/251/485183/menekan-permintaan-rokok
Opportunity 2
Pada 2015, rokok merupakan penyumbang terbesar pendapatan cukai dengan kontribusi sebesar
96 persen, dengan nilai Rp 139,5 triliun dari total pendapatan cukai negara sebesar Rp 144,6
triliun.
Selain rokok, penerimaan cukai dikontribusikan oleh minuman mengandung etil alkohol dan
etanol.
Perlu diketahui, saat ini pemerintah sedang mengkaji penerapan cukai pada barang lain yang
memiliki dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan, seperti botol plastik dan bahan bakar
minyak (BBM).
Diharapkan penambahan barang kena cukai baru ini akan mengurangi ketergantungan negara
pada cukai hasil tembakau.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/28/070505426/Tahun.Ini.Cukai.Rokok.Bukan.L
agi.Andalan.Penerimaan.Negara
Threat 1
Jakarta, CNN Indonesia -- Ratifikasi Framework on Tobacco Control (FCTC) disebut sebagai
jalan tengah untuk pengendalian tembakau di Indonesia. Ratifikasi FCTC tidak akan merugikan
apalagi sampai menghancurkan industri rokok Indonesia.
"Ratifikasi FCTC ini berkaitan dengan perdagangan global. Ketika meratifikasi FCTC maka
Indonesia akan memiliki posisi tawar," kata pegiat pengendalian tembakau Patricia Ringiwati
dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Sabtu (28/5).
Menurut dia ratifikasi FCTC akan jauh lebih optimal dibandingkan penyusunan Rancangan
Undang-undang tentang Pertembakauan. Regulasi yang kini telah masuk tahap harmonisasi di
Badan Legislasi DPR ini pun dinilainya tidak menghadirkan solusi anyar dalam pengendalian
tembakau."Semua sudah diatur, perlindungan petani ada UU-nya, masalah distribusi juga ada di
UU Perdagangan. Kalau mau buat aturan turunannya," kata Ringiwati.
Dia berpendapat, seharusnya RUU Pertembakauan memuat pasal yang mengatur tentang dampak
negatif mengonsumsi rokok
Senada, Ketua Dewan Penasihat Pengendalian Tembakau Kartono Muhammad juga meminta
pemerintah segera meratifikasi FCTC. Menurutnya, pemerintah harus melindungi masyarakat
dari bahaya rokok.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160528151211-20-134038/ratifikasi-fctc-jalan-tengahpengendalian-tembakau/
Liputan6.com, Jakarta Ketika 90 persen populasi dunia telah mengaksesi Kerangka Kerja
Pengendalian Tembakau (FCTC), Indonesia semakin terpuruk. Bagaimana tidak, di antara negara
maju dan berkembang yang telah melindungi negaranya dari rokok, Indonesia masih jauh dari
bagian instrumen global ini.

National Profesional Officer for Tobacco Free Initiative, WHO Indonesia Dina Kania, MPH,
menyayangkan kondisi ini, sebab tren merokok di Indonesia terus meningkat. Di sisi lain, hal ini
tidak diimbangi dengan regulasi yang kuat melindungi anak atau remaja.
"Sebanyak 36.1 persen populasi Indonesia (61,4 juta) saat ini mengonsumsi tembakau dalam
bentuk rokok maupun tembakau. Ironisnya, konsumsi rokok usia remaja 13-15 tahun terus
meningkat hingga 20,3 persen baik dalam bentuk rokok maupun tembakau tanpa asap,"
katanya di sela-sela acara Kaleidoskop Pengendalian Konsumsi Rokok: Quo Vadis FCTC? di
Double Tree Hotel, Jakarta, Senin (21/12/2015).
Dina mengatakan, saat ini terdapat 180 negara pihak yang telah meratifikasi FCTC, yang artinya
telah mencakup 90 persen populasi dunia. Sayangnya, Indonesia termasuk dari 7 negara yang
tidak turut serta.
"Selain Indonesia, negara lain yang belum menandatangi FCTC adalah Andorra, Eritrea,
Liechtenstein, Malawi, Monaco dan Somalia," katanya.
Menurut Dina, FCTC merupakan konvensi yang paling banyak mendapat respon dalam sejarah
PBB. Hal ini membuktikan, pengendalian tembakau ini begitu penting dan Hukum nasional
memiliki keterbatasan sehingga tidak dapat menjangkau aspek-aspek lintas batas negara.
"Indonesia tidak memiliki perlindungan atau payung hukum yang kuat mengenai tembakau.
Selalu, intervensi industri rokok lebih kuat sehingga yang menjadi korban adalah anak-anak
generasi muda. Tanpa FCTC, Indonesia akan terus terisolasi dan tidak punya akses untuk
melindungi warganya. Nanti, ketika seluruh dunia memiliki peraturan, Indonesia harus tunduk
dan kembali yang dirugikan rakyat dan anak-anak," katanya.
http://health.liputan6.com/read/2395181/sisa-7-negara-yang-belum-ratifikasi-fctc-termasukindonesia
Threat 2
JAKARTA, KOMPAS.com
Wakil Presiden Jusuf Kalla meyakini bahwa kenaikan harga rokok akan memberikan pengaruh
besar, tak hanya bagi konsumen tetapi juga produsen.

Namun, dampak kenaikan harga rokok itu tak selamanya negatif.


"Mungkin penjualan bungkus rokoknya menurun, tapi keuntungannya tidak menurun. Di sisi
lain, pendapatan pemerintah naik," kata Kalla di Kantor Wapres, Senin (22/8/2016).
Ia menuturkan, selama ini rokok diketahui membahayakan bagi tubuh. Bahkan, peringatan akan
bahaya tersebut sudah terpampang jelas di setiap bungkus rokok.
"Karena itu di semua label rokok, (merokok) selalu bisa membunuhmu. Karena itu untuk
mengurangi orang terbunuh karena rokok, maka lebih baik penjualan rokoknya dikurangi dengan
menaikkan harganya," ujarnya.
Namun, meski bahaya akan merokok itu telah terpampang tegas, hal itu tidak mengurangi jumlah
perokok yang ada. Bahkan, Kalla menyebut, jika industri rokok itu telah membina konsumen
perokok sejak dini.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menambahkan, selain memberikan keuntungan kepada
pemerintah dari sisi pendapatan cukai, kenaikan harga rokok juga berdampak positif kepada
petani tembakau.
Ia menjelaskan, saat ini jumlah tembakau yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
rokok mencapai 40 persen.
Beberapa waktu lalu, pemerintah telah meratifikasi Framework Convention on Tobaco Control,
di mana salah satu klausul yang diratifikasi yaitu pemerintah akan mengurangi impor tembakau.
"Artinya kalau kita mengurangi rokok yang dikurangi dulu yang diimpor ini. Jadi tidak
merugikan petani justru akan diuntungkan karena harga tembakau akan naik," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan
Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah
Thabrany dan rekan-rekannya, ada keterkaitan antara harga rokok dan jumlah perokok.
Dari studi itu terungkap bahwa sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harganya
dinaikkan dua kali lipat.
Dari 1.000 orang yang disurvei, sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok kalau harga
rokok di atas Rp 50.000.

Pemerintah sendiri mengatakan bahwa cukai rokok selalu ditinjau ulang setiap tahun. Sejumlah
indikator menjadi pertimbangan, yakni kondisi ekonomi, permintaan rokok, dan perkembangan
industri rokok.
http://nasional.kompas.com/read/2016/08/22/18585461/wapres.kalla.sebut.kenaikan.harga.dapat.
turunkan.penjualan.rokok.tetapi.

Anda mungkin juga menyukai