Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rizki Eko Setiyawan

NIM : 125020100111076

Kelas : Ekonomi Politik AD

KONTROVERSI PAJAK BERGANDA PADA CUKAI ROKOK

Indonesia menjadi negara dengan perokok terbanyak di Asia Tenggara. Konsumen


rokok di Indonesia mencapai 46,16 persen. Secara keseluruhan, jumlah perokok aktif laki-laki
dan perempuan naik 35 persen pada 2012 atau berkisar 61,4 juta perokok pada 2013.
Berdasarkan lembar fakta dari riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, persentase pengeluaran rokok rumah tangga termiskin mengalahkan persentase
pengeluaran kebutuhan dasar utama seperti makanan bergizi, kesehatan dan pendidikan. Data
tahun 2010 menunjukkan pengeluaran rokok rumah tangga termiskin sebesar 11,91 persen.
Situasi ini mengkhawatirkan karena jumlah konsumsi rokok di Indonesia terus naik setiap
tahunnya.

Rokok merupakan komoditas yang sangat diperdebatkan di kalangan Pemerintah. Hal


ini disebabkan rokok mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif dari adanya rokok
yaitu sebagai salah satu sumber pendapatan Negara melalui pengenaan cukai rokok. Pada
tahun 2011, total produksi yang dihasilkan 1.664 unit industri rokok nasional mencapai 279,4
miliar batang dengan kontribusi cukai Rp 77 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan
total produksi tahun 2010 sebesar 249,1 miliar batang dengan kontribusi cukai Rp 59,3 triliun.
Angka yang terbilang cukup tinggi, sementara jumlah penyerapa tenaga kerja industry rokok
terutama rokok kretek juga sangat besar yaitu :

Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Indonesia

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

Rokok kretek 261.591 278.353 262.576 263.751 257.690 -0,84%

Rokok putih 2.998 2.907 3.294 3.315 3.721 5,80%

Saat ini pemerintahan Jokowi berusaha keras untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok
yaitu dengan menerapkan kenaikan pajak pada cukai rokok dan penerapan pajak ganda.
Langkah ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari rokok yaitu berupa tingginya orang
yang sakit akibat rokok. Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun
2010 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit terkait tembakau terjadi pada 190.260
orang atau 12,7 persen dari seluruh kematian di tahun yang sama. Keganasan rokok tidak
hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga menyulut persoalan ekonomi. Kerugian ekonomi
Kerugian ekonomi sebagai akibat dari hilangnya waktu produktif terkait penyakit akibat dari
kebiasaan merokok diperkirakan senilai Rp105,3 triliun. Biaya rawat inap akibat penyakit terkait
merokok tercatat sebesar Rp1,85 triliun dan biaya rawat jalan sebesar Rp0,26 triliun. Kerugian
ekonomi akibat konsumsi rokok sebesar Rp245,4 triliun sementara penerimaan cukai hasil
tembakau pada tahun 2010 sebesar Rp56 triliun. Artinya, kerugian ekonomi akibat konsumsi
rokok adalah empat kali lebih besar dari penerimaan cukai hasil tembakau.

Dari kebijakan ini dinilai beberapa kalangan kurang tepat. Hal ini dikarenakan rokok
bukan merupakan komoditas barang mewah, jadi kurang bijak apabila diterapkan pajak
berganda pada cukai rokok. Selain itu pengenaan pajak berganda terutama untuk cukai rokok
kretek akan sangat memberatkan bagi perusahaan rokok yang berskala kecil atau home
industry, karena akan semakin memberatkan biaya produksi dan akan menaikkan harga jual
dan dampaknya akan kalah bersaing dengan industry rokok yang bersakala besar dan tentu
akan berdampak pada menurunnya pendapatan dari perusahaan tersebut. Selain industry kecil,
industri rokok besar juga terutama rokok kretek juga mengalami dampak yang kurang baik
apabila diterapkan kebijakan kenaikan cukai rokok dan pajak berganda, hal ini dikarenakan
cukai merupakan beban biaya produksi dari perusahaan, tentu apabila biaya produksi suatu
perusahaan naik tentu perusahaan akan berusaha untuk mengurangi variabel lain dalam
produksi guna menekan angka atau harga penjualan, jika harga penjualan naik dalam teori
permintaan tentu akan menurunkan permintaan dan penjualan rokok. Sehingga opsi terbaik
adalah mengurangi biaya produksi dengan mengurangi tenaga kerja, jika terjadi hal ini makan
akan menambah angka pengangguran di Indonesia dan menurunkan kesejahteraan
masyarakat terutama tenaga kerja.

Sehingga pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan untuk menerapkan pajak


berganda, apabila ingin menerapkan pajak berganda seharusnya pada industry rokok putih
yang hanya menggunakan tenaga mesin atau padat modal, karena dampak negative dari
kebijkan ini tidak akan terasa pada industry rokok putih.

DAFTAR PUSTAKA

www.okezone.com

www.liputan6.com

www.kompas.com

Anda mungkin juga menyukai