Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN PENERAPAN PAJAK ROKOK DENGAN DAYA BELI DAN TINGKAT KONSUMSI

ROKOK (STUDI PENELITIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


BRAWIJAYA MALANG)
Bani Alkausar
Hamidah Nayati Utami
Yuniadi Mayowan
(PS Perpajakan, JurusanAdministrasiBisnis, FakultasIlmuAdministrasi, UniversitasBrawijaya)
115030401111007@mail.ub.ac.id
ABSTRACT
Cigarette consumption is increasing from year to year, the Government through the implementation of
cigarette taxes policytries to solve this problem. The purpose of this study is to determine the relationship of the
application of taxes on cigarettes by purchasing power and consumption levels, whether in the implementation of
this policy cigarette consumption will be controlled. Variable application of cigarette tax istransformed to two
variables: the variable cigarettes tax policy and cigarette tax variable. Based on the results of Spearman rank (1928)
correlation test, cigarette tax policy variables have sig. rs of 0.486 against the purchasing power and variable
cigarette tax has sig. rs of 0.002 against the purchasing power of the positive direction. Cigarette tax policy variables
have sig. rs 0,001 on the level of consumption with positive direction and variable cigarette tax has sig. rs of 0.002
on the level of consumption with a positive direction.
Keywords: Cigarette Tax Policy, Cigarette Tax, Purchasing Power, Consumption Levels
ABSTRAK
Konsumsi rokok dari tahun ketahun semakin meningkat, Pemerintah melalui kebijakan
penerapan pajak rokok mencoba untuk mengatasi permasalahan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan dari penerapan pajak rokok dengan daya beli dan tingkat konsumsi rokok,
apakah dengan adanya kebijakan ini konsumsi rokok akan bisa dikendalikan. Variabel penerapan pajak
rokok dirubah menjadi dua variabel yaitu : variabel kebijakan pajak rokok dan variabel pajak rokok.
Berdasarkan hasil uji korelasi rank spearman (1928), variabel kebijakan pajak rokok memiliki sig. rs
sebesar 0,486 terhadap daya beli dan variabel pajak rokok memiliki sig. rs sebesar 0,002 terhadap daya
beli dengan arah positif.Variabel kebijakan pajak rokok memiliki sig. rs sebesar 0,001 terhadap tingkat
konsumsi dengan arah positif dan variabel pajak rokok memiliki sig. rs sebesar 0,002 terhadap tingkat
konsumsi dengan arah positif.
Kata Kunci: Kebijakan Pajak Rokok, Pajak Rokok, Daya Beli, Tingkat Konsumsi
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara
dengan konsumsi rokok terbesar kelima di
dunia (Tobacco Control Support Center - Ikatan
Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia,2012 : 7).
Rokok
dari
sisi
ekonomi
memang
menguntungkan, namun melihat kegiatan
konsumsi rokok yang cenderung negatif maka
pemerintah di seluruh dunia berkewajiban
mengatur pola konsumsi rokok masyarakatnya.
Pemerintah dalam upaya mengendalikan
konsumsi
rokok
di
Indonesia
dapat
menggunakan elemen fiskal berupa pajak.
Pengenaan
pajak
atas
rokok
akan
mengakibatkan
harga
rokok
meningkat
sehingga dapat menurunkan jumlah permintaan
rokok. Permintaan akan rokok memang bersifat
inelastis, yaitu dimana besarnya penurunan
konsumsi rokok lebih kecil dari pada
peningkatan harganya, oleh karena itu

pemerintah dapat meningkatkan tarif pajak atas


rokok sehingga di dapat tarif yang ideal dimana
dalam besarnya tarif ini jumlah konsumsi rokok
dapat ditekan pada angka yang diinginkan oleh
pemerintah.
Tobacco Control Support Center Ikatan
Ahli
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia
menyatakan konsumsi rokok di Indonesia
meningkat secara signifikan yaitu dari 182
milyar batang pada tahun 2001, menjadi 260,8
milyar batang pada tahun 2009 (Tobacco Control
Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia,2012 : 7). Peningkatan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
meningkatnya pendapatan rumah tangga,
pertumbuhan penduduk, rendahnya harga
rokok dan mekanisme industri kretek.
Konsumsi rokok di Indonesia menduduki
peringkat keempat terbesar didunia setelah Cina

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

Amerika Serikat, dan Rusia (Tobacco Control

mencantumkan

Support

sebagai akibat merokok dalam setiap kemasan

Center

Ikatan

Ahli

Kesehatan

Masyarakat Indonesia,2012 : 7).


Rokok

dari

menjanjikan,

segi

namun

gambar

yang

mengerikan

rokok. Namun usaha pemerintah ini belum

ekonomi

keberadaan

cukup

tembakau

membuahkan hasil.
Jumlah

perokok

dewasa

di

Indonesia

banyak ditentang oleh penduduk dunia karena

menurut hasil survey yang dilakukan oleh

dianggap merugikan kesehatan dan dapat

GATS (Global Adult Tobacco Society) pada

menimbulkan kematian. Kematian tahun 2012

tahun 2011 adalah 59,9 juta(57,6 juta pria dan 2,3

diperkirakan terdapat 6 juta orang di dunia

juta perempuan). Jumlah perokok harian adalah

(190.260 orang di Indonesia) akibat penyakit

50,3 juta dan jumlah perokok dengan intensitas

terkait tembakau (Tobacco Control Support

lebih rendah adalah 9,6 juta. Perkiraan jumlah

Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat

non perokok adalah 112,2 juta diantaranya 5,7

Indonesia,2012 : 55). Penyakit yang timbul

juta adalah mantan perokok harian dan 106,6

sebagai

umumnya

juta adalah bukan perokok harian. Merokok

memerlukan waktu yang lama setelah perilaku

pada saat ini lebih umum pada kelompok usia

mengkonsumsi

sehingga

25-44 tahun dan 45-64 tahun dibandingkan

merupakan epidemi penyakit terkait tembakau

dengan yang lebih muda (15-24 tahun) dan

dan jumlah kematian dimasa akan datang akan

kelompok usia yang lebih tua (>65 tahun)

terus meningkat bila tidak ada usaha untuk

(Tobacco Control Support Center - Ikatan Ahli

mengurangi konsumsi rokok. Rokok selain

Kesehatan Masyarakat Indonesia,2012 : 29).

akibat

tembakau
rokok

dimulai

merugikan kesehatan bagi si perokok itu sendiri,


juga merugikan orang lain karena asap rokok
yang ditimbulkan juga dapat mengganggu
kesehatan orang lain yang bukan perokok.

Rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsi


penduduk Indonesia perhari adalah 11 batang
(13 batang untuk laki laki dan 8 batang untuk
perempuan). Rata-rata usia mulai merokok pada

Konsumsi rokok banyak menimbulkan efek

perokok harian adalah 17 tahun hasil ini didapat

negatif, oleh karena itu pada tahun 1988 WHO

dari survey yang telah dilakukan oleh Global

(World

Adult

Health

Organization) mengesahkan

Tobacco

Survey

pada

tahun

2011

resolusi WHA (World Health Asosiation) 42.19

(Tobacco Control Support Center - Ikatan Ahli

yang

Kesehatan Masyarakat Indonesia,2012 : 29).

menyerukan

Tembakau

Sedunia

dirayakannya
setiap

tanggal

Hari
31

Hasil

survey

diatas

menunjukkan

bahwa

Mei(Tobacco Control Support Center - Ikatan

seorang perokok mulai aktif merokok secara

Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia,2012 : 62).

harian adalah pada usia 17 tahun atau dengan

Peringatan ini ditujukan kepada para perokok

kata lain rata-rata usia perokok tersebut adalah

agar berpuasa tidak mengisap tembakau selama

pelajar. Perilaku merokok dikalangan pelajar

24 jam serentak di seluruh dunia. Tujuan dari

khususnya mahasiswa baik itu dilingkungan

gerakan ini adalah untuk menarik perhatian

kampus maupun luar kampus sangat mudah

dunia akan kebiasaan merokok dan dampak

kita temui. Hal ini disebabkan oleh perilaku

buruknya

merokok itu sendiri yang sudah merupakan hal

terhadap

kesehatan.Pemerintah

Indonesia telah mengeluarkan beberapa regulasi

biasa

untuk pengendalian konsumsi tembakau yang

mahasiswa itu sendiri. Perilaku merokok ini

antara lain Undang Undang Kesehatan Nomor

akan semakin bertambah pesat seiring dengan

36 tahun 2009 tentang Pengamanan Produk

berkembangnnya

Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi kesehatan

merupakan hal yang asing lagi dan merokok

yang dalam pasal 114 diatur bahwa setiap orang

sudah menjadi kebutuhan pokok yang harus

yang memproduksi atau memasukkan rokok ke

terpenuhi.

wilayah

Indonesia

wajib

mencantumkan

peringatan kesehatan.Pemerintah Bahkan akhirakhir ini membuat regulasiyaitu mewajibkan

ataupun

menjadi

zaman,

gaya

hidup

merokok

dari

bukan

Penerapan pajak rokok diharapkan dapat


menyebabkan harga dari rokok itu sendiri akan

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

mengalami

kenaikan

yang

nantinya

akan

a)

Objek Pajak : Dalam hal ini objek pajak

berdampak pada menurunya daya beli dari

rokok adalah rokok itu sendiri sehingga pajak

rokok, sehingga otomatis akan berpengaruh

rokok disini diukur berdasarkan kesesuaian tarif

dengan menurunya tingkat konsumsi rokok.

pajak yang dikenakan terhadap harga rokok itu

Harga rokok yang tinggi maka konsumsi akan

sendiri.

rokok tentu akan berkurang, meskipun tidak


menutup

kemungkinan

b)

Tarif Pajak : Dalam hal ini pajak rokok

akan menyebabkan

diukur berdasarkan tingginya tingkat pajak /

perokok beralih mengkonsumsi rokok tanpa

prosentase pajak rokok yang dikenakan apakah

cukai dan rokok lintingan. Kebijakan pajak

sudah rasional.

rokok ini diharapkan sudah bisa menjadi

c)

Tarif Pajak : Dalam hal ini pajak rokok

sebagai alat kendali konsumsi rokok agar tidak

diukur berdasarkan intensitas kenaikan pajak

semakin meningkat.

rokok.

Inilah

yang

menjadi

dasar

peneliti

Daya Beli

mengambil judul Hubungan Penerapan Pajak

Daya beli adalah kemampuan membayar

Rokok Dengan Daya beli dan Tingkat Konsumsi

untuk memperoleh barang yang dikehendaki

Rokok

atau diperlukan (Kamus Besar bahasa Indonesia,

(Studi

Penelitian

Pada

Mahasiswa

Fakultas Ilmu Administrasi Brawijaya Malang).

Balai Pustaka, 2001 : 241). Daya beli memiliki


hubungan yang erat dengan hukum permintaan

TINJAUAN TEORI

akan suatu barang atau jasa. Ini sesuai dengan

Kebijakan Pajak Rokok


Keberhasilan implementasi suatu kebijakan
dapat diukur dengan melihat kesesuaian antara
pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan
desain, tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri
serta memberikan dampak atau hasil yang
positif bagi pemecahan permasalahan yang
dihadapi (Ekowati,2005 : 25).

teori permintaan (Samuelson dan Nordhaus,


2003 : 26)yang mengatakan bahwa bila harga
suatu barang atau jasa naik, maka jumlah
barang dan jasa yang diminta konsumen akan
mengalami penurunan. Sebaliknya bila harga
dari suatu barang atau jasa turun, maka jumlah
barang dan jasa yang diminta konsumen akan
mengalami kenaikan (ceteris paribus).Daya beli

Teori Implementasi menurut (Edward III

disini diukur berdasarkan permintaan efektif

dalam Juliartha, 2009 : 58) menjelaskan bahwa

dari konsumen rokok yang dipengaruhi oleh

terdapat

beberapa faktor yaitu :

empat

variabel

kritis

dalam

implementasi kebijakan publik atau program


diantaranya,

komunikasi

informasi,

atau

kejelasan

konsistensi

(communications),

1.

informasi

ketersediaan

sumberdaya

dalam jumlah dan mutu tertentu (resources),

2.

sikap dan komitment dari pelaksana program


atau

kebijakan

birokrat

(disposition),

dan

struktur birokrasi atau standar operasi yang


mengatur

tata

kerja

dan

tata

laksana

(bureaucratic strucuture).

3.

Pajak Rokok
Unsur unsur pajak (Tjahjono,&Husein, 2009
: 21) terdiri dari : Subjek pajak, objek pajak, dan
tarif pajak. Pajak rokok disini diukur dengan
melihat tingginya tingkat pajak yang diterapkan
yaitu sebesar 10% dari nilai cukai rokok
berdasarkan beberapa unsur yaitu :

4.

Harga Barang itu sendiri : Kemampuan


membeli
rokok
diukur
dengan
membuat persepsi dengan harga rokok
yang tinggi apakah kemauan konsumen
untuk membeli rokok akan tetap tinggi.
Tingkat Pajak rokok : Kemampuan
membeli
rokok
diukur
dengan
membuat persepsi apakah kemauan
seorang perokok dalam membeli rokok
dipengaruhi oleh aspek pajaknya.
Pendapatan Konsumen : Kemampuan
membeli
rokok
diukur
dengan
membuat
persepsi bahwa
aspek
pendapatan yang mencukupi menjadi
dorongan
pembeli
rokok
dalam
membeli rokok.
Kebiasaan
Konsumen
rokok
:
Kemampuan membeli rokok diukur
dengan membuat persepsi bahwa
dorongan perokok membeli rokok
adalah
karena
mengkonsumsi

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

merupakan kebiasaan (dalam hal ini


gaya hidup).
Tingkat Konsumsi
(Todaro, 2002 : 213) konsumsi secara umum

konsumsi

seseorang

ditentukan

oleh

atau

rumah

pendapatannya.

tangga
Tingkat

konsumsi juga dipengaruhi oleh faktor lain


salah satunya adalah kebijakan fiskal. Salah satu

diartikan sebagai penggunaan barang-barang

instrument kebijakan fiskal yaitu pajak sangat

dan jasa yang secara langsung untuk memenuhi

mempengaruhi

kebutuhan manusia.Tingkat konsumsi disini

digunakan untuk konsumsi.Semakin besar tarif

mempengaruhi jumlah barang atau jasa yang

pajak yang berlaku terhadap barang dan jasa,

dikonsumsi oleh konsumen sehingga yang

semakin tinggi harga tersebut. Harga barang

menjadi acuan dalam hal ini adalah tinggi

dan jasa meningkat sehingga konsumsi yang

rendahnya jumlah konsumsi yang dilakukan

akan dilakukan akan menurun juga.

oleh

konsumen.Tingkat

konsumsi

diukur

berdasarkan jumlah konsumsi rokok (batang)

pendapatan

yang

Kerangka Pemikiran

yang dilakukan oleh perokok setiap harinya.


Hubungan Penerapan Pajak Rokok (Kebijakan

besarnya

Penerapan

Daya Beli dan

Pajak Rokok

Tingkat Konsumsi

Pajak Rokok dan Pajak Rokok) Dengan Daya


Gambar 1 : Model Hipotesis

Beli
Pemerintah membuat regulasi terkait
rokok

ini

adalah

bertujuan

untuk

Sumber: Data diolah peneliti(2015)


Keterangan:
Hubungan

mengendalikan konsumsi rokok agar tidak


semakin

menigkat

dan

tidak

terkendali.

Berdasarkan pada model hipotesis diatas maka

Menurut asas pemungutan pajak (Suandy, 2002 :

hipotesis dapat dinyatakan:

25),

H1 :

Asas

ini mencari

dasar

pembenaran

Terdapat

hubungan

antara

variabel

terhadap pengenaan pajak oleh negara yaitu

kebijakan pajak rokok dengan daya beli

Teori daya beli teori ini, pajak diibaratkan

rokok.

sebagai pompa yang menyedot daya beli


seseorang / anggota masyarakat, yang kemudian

H2 :

Terdapat

hubungan

antara

variabel

kebijakan pajak pajak rokok dengan

dikembalikan lagi kepada masyarakat.

daya beli rokok.


Pajak disini digunakan sebagai alat untuk
mengendalikan daya beli atas barang atau jasa
yang

dilakukan

oleh

anggota

H3 :

masyaraka,

rokok itu sendiri. Penerapan pajak rokok


memiliki hubungan dengan daya beli terhadap
konsumsi rokok.
Hubungan Penerapan Pajak Rokok (Kebijakan
Pajak Rokok dan Pajak Rokok) Dengan
Tingkat Konsumsi
Tujuan

dari

pemerintah

untuk

menerapkan pajak rokok ini sendiri adalah


untuk menurunkan

konsumsi rokok

yang

semakin meningkat.Mengingat dampak yang


ditimbulkan dari rokok itu sendiri sangat
merugikan maka perlu adanya alat pengendali
dari konsumsi rokok itu sendiri.(J. M Keynes
dalam Boediono, 2002 : 79) berpendapat tingkat

hubungan

antara

variabel

kebijakan pajak rokok dengan tingkat


konsumsi rokok.

sehingga penerapan pajak rokok memiliki


pengaruh kepada menurunya daya beli akan

Terdapat

H4 :

Terdapat

hubungan

antara

variabel

pajak rokok dengan tingkat konsumsi


rokok.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian

ini

penelitiankorelasional

menggunakan
dengan

kuantitatif
dengan
metode
survey.Berdasarkan data yang

Jenis

pendekatan
penelitian
diperoleh,

populasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi


Universitas Brwaijaya Malang yang merupakan
perokok aktif.Dengan menggunakan rumus
Hair (Hair, Black , Babin, Anderson,&Tatham,
2006 : 79) maka jumlah sampel yang ditentukan

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

dalam penelitian berjumlah 80 Mahasiswa.

memiliki hubungan dengan daya beli. Hal ini

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini


adalah accidental sampling (Sugiyono, 2012 : 30)

dapat dibuktikan dengan mayoritas responden

Metode analisis yang digunakan dalam

pajak rokok sudah baik namun responden

penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis

mengindikasikan memiliki daya beli yang tinggi

inferensial, uji instrumen penelitian, uji korelasi

juga. Berarti disini responden masih belum

Rank Spearman.

memiliki kesadaran akan tujuan penerapan


kebijakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

X1
dengan
Y1
X1
dengan
Y2

Rs

0,079

0,347

X2
dengan
Y1

0,371

X2
dengan
Y2

0,342

Sig

0,486

0,002

0,001

0,002

rokok ini untuk mengendalikan

konsumsi rokok dengan jalan menurunkan daya

Uji Korelasi Rank Spearman


Variabel

menjawab setuju bahwa penerapan kebijakan

beli dari konsumen rokok.


Interpretasi

Hubungan
Tidak
Sinifikan
Terdapat
Hubungan
yang
Signifikan
Terdapat
Hubungan
yang
Signifikan
Terdapat
Hubungan
yang
Signifikan

Arah
Hubu
ngan

Responden mengabaikan seberapapun baik


suatu

kebijakan

tentang

rokok

diterapkan

mereka tetap akan membeli rokok bahkan daya


beli mereka malah meningkat bukan menurun.

Kesadaran responden tentang tujuan penerapan


kebijakan rokok masih kurang, responden

Positif

menganggap penerapan kebijakan pajak rokok


sudah baik. Hal ini terbukti dengan mayoritas
responden

menjawab

setuju

pada

item

pertanyaan kuesioner untuk variabel kebijakan


Positif

pajak namun daya beli responden juga tinggi.


Daya beli yang tinggi dari responden
bertolak belakang dengan tujuan dari penerapan

Positif

kebijakan pajak rokok. Dari segi pengetahuan


tentang

implementasi

suatu

kebijakan

responden bisa dikatan cukup baik karena


sudah bisa mengukur baik tidaknya suatu

Sumber :Data diolah (2015)

kebijakan

diterapkan.

Namun

kesadaran

Pembahasan Penelitian

responden masih sangat kurang mereka tidak

Hubungan Kebijakan Pajak Rokok Dengan

sadar bahwa tujuan dari penerapan kebijakan

Daya Beli

pajak rokok ini adalah salah satunya untuk

H1

Terdapat

hubungan

antara

variabel

kebijakan pajak rokok dengan daya beli rokok.


Hasil
kebijakan

penelitian menunjukkan variabel


pajak

tidak memiliki

hubungan

mengendalikan konsumsi rokok dengan cara


menurunkan

daya

beli

responden

untuk

membeli rokok. Penerapan suatu kebijakan


dengan

baik

ternyata

masih

belum

bisa

dengan daya beli rokok. Hal ini bisa dilihat dari

digunakan sebagai acuan suatu tujuan dari

hasil uji rank spearman yang diperoleh nilai

diterapkannya kebijakan tersebut bisa tercapai.

korelasi spearman sebesar 0,079, rs hitung 0,079


< rs tabel 0,220 maka Ho diterima dan H1
ditolak. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak
terdapat hubungan antara kebijakan pajak rokok
dengan daya beli rokok. Tingkat signifikan
sebesar 0,486 > maka Ho diterima dan H1
ditolak, yang berarti tidak ada hubungan yang
signifikan pada taraf nyata 0,01.
Penerapan suatu kebijakan rokok yang baik
ternyata tidak berhubungan dengan daya beli
rokok, Berarti pemahaman seseorang akan baik
tidaknya suatu kebijakan diterapkan tidak

Hubungan Pajak Rokok Dengan Tingkat


Konsumsi
H2

Terdapat

hubungan

antara

variabel

kebijakan pajak rokok dengan tingkat konsumsi


rokok.
Hasil penelitian menunjukkan variabel pajak
rokok memiliki hubungan yang signifikan
dengan daya beli rokok, Hal ini bisa dilihat dari
hasil uji rank spearman diatas diperoleh nilai
korelasi spearman sebesar 0,347, rs hitung 0,347
> rs tabel 0,220 maka Ho ditolak dan H1
diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

hubungan antara pajak rokok dengan daya beli

agar tidak naik terus menerus.Disini penerapan

rokok. Tingkat signifikan sebesar 0,002 < maka

pajak

Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti

mengimbangi kenaikan dari daya beli rokok itu

terdapat hubungan yang signifikan pada taraf

sendiri. Karena pada dasarnya rokok tidak

nyata 0,01. Arah hubungan antara pajak rokok

memiliki

dan daya beli adalah positif, ini dapat diartikan

konsumen tidak mempunyai alternatif lain

bahwa semakin tinggi pajak rokok maka daya

untuk dikonsumsi, sehingga meskipun harga

beli rokok akan semakin tinggi pula atau

rokok mahal konsumen tetap akan membeli

semakin tinggi daya beli rokok maka akan

rokok.

rokok

hanya

barang

digunakan

untuk

penggantinya

sehingga

semakin tinggi pula pajak rokok.


Meskipun pajak rokok memiliki hubungan

Hubungan Kebijakan Pajak Rokok Dengan

yang signifikan dengan daya beli namun arah

Daya Beli

hubungannya adalah positif.Arah hubungan

H3

positif ini banyak dipengaruhi banyak faktor

kebijakan pajak rokok dengan tingkat konsumsi

salah satunya adalah faktor kebiasaan dari

rokok.

perokok itu sendiri..Faktor kebiasaan menjadi

Terdapat

Hasil

hubungan

antara

variabel

penelitian menunjukkan variabel

alasan terbanyak responden untuk membeli

kebijakan pajak rokok memiliki hubungan yang

rokok hal ini terbukti mayoritas responden

signifikan

menyatakan setuju bahwa mereka membeli

rokok.Hal ini bisa dilihat dari hasil uji rank

rokok karena membeli rokok sudah menjadi

spearman

kebiasaan.Faktor kebiasaan disini menyebabkan

spearman sebesar 0,371, rs hitung 0,371 > rs tabel

meningkatnya daya beli seseorang. Ini rasional

0,220 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini

apabila sudah menjadi kebiasaan maka berapa

dapat diartikan bahwa terdapat hubungan

tinggipun harga dari barang tersebut maka akan

antara kebijakan pajak rokok dengan tingkat

dibeli

memenuhi

konsumsi rokok. Tingkat signifikan sebesar

kebutuhannya. Bisa dikatakan apabila sudah

0,001 < maka Ho ditolak dan H1 diterima,

menjadi kebiasaan maka barang tersebut sudah

yang berarti terdapat hubungan yang signifikan

menjadi barang kebutuhan pokok dalam hal ini

pada taraf nyata 0,01. Arah hubungan antara

rokok.Selain itu hal ini sesuai dengan penelitian

kebijakan pajak rokok dan tingkat konsumsi

terdahulu bahwa pajak yang dikenakan atas

adalah positif, ini dapat diartikan bahwa

barang tertentu ternyata tidak bisa menurunkan

semakin baik kebijakan pajak rokok maka

daya beli dari konsumen (Raja ,2014 : 6).

tingkat konsumsi rokok akan semakin tinggi

oleh

Pendapatan
mempengaruhi

konsumen

dari

untuk

responden

tingginya

daya

dengan
diatas

daya

tingkat

diperoleh

konsumsi

nilai

korelasi

juga

pula, atau semakin tinggi tingkat konsumsi

beli

rokok maka akan semakin baik pula kebijakan

rokok.Mayoritas besarnya uang saku responden


diatas 1 Juta rupiah, untuk biaya hidup di Kota

pajak rokok diterapkan.


Responden

memiliki

pengetahuan

yang

Malang sudah bisa dianggap cukup besar.Biaya

cukup suatau kebijakan diterapkan dengan baik

hidup di Kota Malang masih relatif rendah

atau tidak dalam hal ini kebijakan pajak

sehingga alokasi uang saku mahasiswa untuk

rokok.Meski responden setuju bahwa penerapan

membeli rokok besar.Hal ini yang menyebabkan

kebijakan rokok sudah baik hal ini terbukti

daya beli konsumen rokok masih tinggi, sesuai

dengan mayoritas responden menjawab setuju

dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa

pada variabel kebijakan pajak rokok.Namun

faktor pendapatan disini sangatlah berpengaruh

tingkat konsumsi rokok masih tetap tinggi,

kepada pola konsumsi yang mempengaruhi

berarti disini responden mengabaikan kebijakan

daya beli seseorang oleh (Mahyu, 2013 : 10).

pajak

Selain itu hal ini bisa diartikan bahwa

rokok

kebijakan

mereka

pajak

rokok

mengetahui
diterapkan

bahwa
untuk

sebenarnya pajak rokok diterapkan bukan untuk

mengandalikan konsumsi rokok namun mereka

menurunkan daya beli rokok namun hanya

masih

bertujuan untuk mengendalikan daya beli rokok

konsumsi rokok mereka semakin meningkat.

saja mengkonsumsi rokok bahakan

Tingkat kesadaran akan bahaya rokok dari


Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

responden masih rendah mereka tahu bahawa

dan

rokok itu berbahaya namun mereka tetap

hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,01.

melakukan konsumsi rokok.

Arah hubungan antara pajak rokok dan tingkat

Disini penerapan kebijakan yang baik masih


belum

cukup

konsumsi

untuk

rokok.

menurunkan

Faktor

diterima,

yang

berarti

terdapat

konsumsi adalah positif, ini dapat diartikan

tingkat

bahwa semakin tinggi pajak rokok maka tingkat

akan

konsumsi rokok akan semakin tinggi pula, atau

kesehatan masih rendah dari responden. Hal ini

semakin tinggi tingkat konsumsi rokok maka

terbutkti dengan jumlah konsumsi rokok yang

akan

semakin

malah

diterapkan.

sangat

Dari

meningkat

kesadaran

H1

bukannya

menurun.Pendapatan

juga

mempengaruhi

seseorang,

konsumsi

brarti

semakin

tinggi

hasil

disimpulkan

pula

penelitian
bahwa

pajak

rokok

tersebut

dapat

secara

keseluruhan

disini bisa diartikan bahwa kenaikan harga yang

penerapan pajak rokok memiliki hubungan

disebabkan adanya pajak rokok ini masih terlalu

dengan

rendah

sehingga

terjangkau

beli

dan

tingkat

konsumsi

oleh

rokok.Hal ini selaras dengan yang disampaikan

perlu

(J. M Keynes),tingkat konsumsi seseorang atau

memikirkan lagi solusi selain menaikkan harga

rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya.

rokok karena terbukti maikkan harga rokok

Tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh faktor

tidak bisa menurunkan tingkat konsumsi rokok

lain salah satunya adalah kebijakan fiskal. Salah

itu sendiri.

satu instrumen kebijakan fiskal yaitu pajak

konsumen

masih

daya

rokok.Pemerintah

masih

Penerapan kebijakan pajak rokok disini bisa

sangat mempengaruhi besarnya pendapatan

dianggap langkah awal dari pemerintah dalam

yang digunakan untuk konsumsi.Semakin besar

mengandalikan tingkat konsumsi rokok, secara

tarif pajak yang berlaku terhadap barang dan

perlahan lahan tingkat konsumsi rokok akan

jasa, semakin tinggi harga tersebut. Harga

ditekan. Pajak akan konsumsi rokok akan terus

barang dan jasa meningkat sehingga konsumsi

ditingkatkan oleh pemerintah sehingga nantinya

yang akan dilakukan akan menurun juga.

konsumsi rokok akan benar-benar menurun.

Namun meskipun menurut teori penerapan

Untuk mengisi kekosongan pos penerimaan

pajak nantinya bisa membuat konsumsi akan

negara dari pajak rokok bila nantinya industri

rokok menurun namun hasil dari penelitian

rokok

perlu

menunjukkan bahwa arah hubungan adalah

mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor

positif yang artinya penerapan kebijakan pajak

lain yang potensial. Salah satu penerimaan pajak

rokok tidak bisa membuat tingkat konsumsi

potensial yang belum optimal adalah pajak atas

rokok menurun. Hal ini banyak dipengaruhi

mineral tambang, sehingga kedepannya negara

oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor

sudah tidak bergantung lagi pada penerimaan

kebiasaan

pajak dari rokok ini.

mengkonsumsi rokok sulit untuk ditinggalkan.

melemah,

pemerintah

sehingga

kebiasaan

untuk

Selain itu bisa disebabkan masih kurangnya


Hubungan Pajak Rokok Dengan Tingkat

kesadaran

Konsumsi

kebiasaan dan kesdaran kesehatan disini sangat

H4 : Terdapat hubungan antara variabel pajak

mempengaruhi

rokok dengan tingkat konsumsi rokok.

disini penerapan pajak rokok hanya digunakan

Hasil penelitian menunjukkan variabel pajak

akan

bahaya
tingkat

merokok.
konsumsi

Faktor
sehingga

sebagai alat pengendali tingkat konsumsi agar

rokok memiliki hubungan yang signifikan

tidak

dengan tingkat konsumsi rokok. Hal ini bisa

menurunkan tingkat konsumsi rokok.

meningkat

namun

terbukti

tidak

dilihat dari hasil uji rank spearman diatas

Harga rokok yang masih belum terlalu mahal

diperoleh nilai korelasi spearman sebesar 0,342,

juga bisa menjadi penyebab tingkat konsumsi

rs hitung 0,342 > rs tabel 0,220 maka Ho ditolak

rokok tidak dapat ditekan. Pemerintah kesulitan

dan H1 diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa

dalam menerapkan kebijakan terkait rokok ini,

terdapat hubungan subtansial antara pajak

disisi lain pemerintah berupaya untuk menekan

rokok dengan tingkat konsumsi rokok. Tingkat

konsumsi rokok namun disisi lain penerimaan

signifikan sebesar 0,002 < maka Ho ditolak


Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|
perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

pajak melalui rokok juga tidak bisa diabaikan

konsumen dalam membeli rokok,


sehingga
konsumen
mengabaikan
mahalnya harga rokok dan tetap
membeli rokok.

begitu saja. Bukan tidak mungkin bila harga


rokok sengaja dinaikkan para konsumen rokok
akan beralih dari rokok bercukai resmi ke rokok
yang tidak memiliki cukai karena harganya

3.

Terdapat hubungan yang signifikan


antara kebijakan pajak rokok dengan
tingkat konsumsi rokok. Hal ini terbukti
dari hasil uji rank spearman diperoleh
nilai korelasi spearman sebesar 0,371, rs
hitung0,371 > rs tabel 0,220 maka Ho
ditolak dan H1 diterima. Hal ini dapat
diartikan bahwa terdapat hubungan
antara kebijakan pajak rokok dengan
tingkat konsumsi rokok. Tingkat
signifikan sebesar 0,001 < maka Ho
ditolak dan H1 diterima, yang berarti
terdapat hubungan yang signifikan
pada taraf nyata 0,01. Arah hubungan
kebijakan pajak rokok dengan tingkat
konsumsi adalah positif, konsumen
masih belum sadar tentang bahaya
mengkonsumsi
rokok.
Penerapan
kebijakan pajak rokok terbukti tidak
bisa menurunkan konsumsi rokok yang
malah sebaliknya semakin meningkat.
Kesadaran konsumen akan bahaya
mengkonsumsi rokok masih sangat
rendah, konsumen mengabaikan aspek
kesehatan dan lebih memilih untuk
mengkonsumsi rokok.

4.

Terdapat hubungan yang signifikan

yang lebih murah. Hal ini berpotensi merugikan


penerimaan negara dari sektor pajak rokok.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
menggunakan

hasil
uji

penelitian

statistik

dengan

dapat

diambil

kesimpulan sebagai berikut:


1.

Tidak
terdapat
hubungan
yang
signifikan antara variabel kebijakan
pajak rokok dengan daya beli rokok. Ini
terbukti dengan hasil uji rank spearman
yang diperoleh nilaikorelasi spearman
sebesar 0,079, rshitung0,079 < rs tabel
0,220 maka Ho diterima dan H1 ditolak.
Hal ini dapat diartikan bahwa tidak
terdapat hubungan antara kebijakan
pajak rokok dengan daya beli rokok.
Tingkat signifikan sebesar 0,486 >
maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang
berarti tidak ada hubungan yang
signifikan pada taraf nyata 0,01. Baik
tidaknya suatu kebijakan diterapkan
ternyata tidak memiliki hubungan
dengan naik dan turunya daya beli
rokok. Hal tersebut disebabkan karena
masih kurangnya kesadaran konsumen
tentang bahaya merokok sehingga
kebijakan pajak rokok perlu diterapkan.

antara pajak rokok dengan tingkat


konsumsi rokok. Hal ini terbukti dari
hasil uji rank spearman diperoleh nilai
korelasi

2.

Terdapat hubungan yang signifikan


antara variabel pajak rokok dengan
daya beli rokok. Dari hasil uji rank
spearman diperoleh nilai korelasi
spearman sebesar 0,347, rs hitung 0,347
> rs tabel 0,220 maka Ho ditolak dan H1
diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa
terdapat hubungan antara pajak rokok
dengan daya beli rokok. Tingkat
signifikansebesar 0,002 < maka Ho
ditolak dan H1 diterima, yang berarti
terdapat hubungan yang signifikan
pada taraf nyata 0,01.Meskipun pajak
rokok dan daya beli rokok memiliki
hubungan yang signifikan, namun arah
hubungan tersebut adalah positif. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya tarif pajak rokok yang
masih relatif rendah dan kebiasaan dari

spearman

sebesar

0,342,

rshitung0,342 > rs tabel 0,220 maka Ho


ditolak dan H1 diterima. Hal ini dapat
diartikan bahwa terdapat hubungan
antara pajak rokok dengan tingkat
konsumsi

rokok.

Tingkat

signifikan

sebesar 0,002 < maka Ho ditolak dan


H1 diterima, yang berarti terdapat
hubungan yang signifikan pada taraf
nyata 0,01. Pajak rokok terbukti tidak
bisa menurunkan konsumsi rokok, hal
ini terbukti dengan hasil hubungan
yang memiliki arah positif. Tingkat
konsumsi semakin meningkat meskipun
pajak rokok sudah dikenakan atas
rokok.

Bisa

dikatakan

bahwa

sebenarnya tarif pajak yang dikenakan


masih rendah. Penerapan pajak rokok

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

disini

dimaksudkan

menurunkan

tingkat

bukan

untuk

konsumsi

tapi

lebih untuk mengikuti kenaikan tingkat


konsumsi rokok agar

tidak terlalu

tinggi.
Saran
Berdasarkan
tersebut,

maka

kesimpulan
peneliti

penelitian

merekomendasikan

saran berupa :
1. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan
perlu memikirkan jalan lain dalam
mengendalikan tingkat konsumsi rokok
dari masyarakat mengingat bahaya
yang ditimbulkan dari kebiasaan
merokok, contoh : selain menaikkan
harga rokok kesadaran dari masyarakat
akan bahaya rokok juga perlu
ditingkatkan dengan sosialisasi bahaya
rokok.
2. Pemerintah disarankan menciptakan
lapangan kerja baru apabila nantinya
harga rokok dinaikkansehingga daya
beli
masyarakat
menurun
yang
menyebabkan menurunnya volume
penjualan rokok, dan akhirnya industri
rokok akan melemah dan menimbulkan
pengurangan pekerja oleh perusahaan
rokok. Contoh : pemerintah bisa
memaksimalkan investasi dibidang
padat karya seperti pada bidang
pertanian dan perkebunan untuk
menyerap tenaga kerja.
3. Pemerintah membuat earmarking dari
penerimaan pajak rokok yang lebih
besar untuk pembangunan fasilitas
kesehatan yang diakibatkan dari
dampak negatif rokok.
4. Regulasi tentang rokok harus dibuat
lebih tegas agar dampak bahaya rokok
tidak menyebar luas, contoh : regulasi
pelarangan penjualan produk rokok di
dekat lingkungan instansi pendidikan
yaitu sekolah.
5. Sosialisi tentang dampak bahaya
merokok

harus

lebih

ditingkatkan

mengingat merokok sudah menjadi


kebiasaan

yang

masyarakat,
melaksanakan

ada

contoh

dikalangan
pemerintah

penyuluhan

bahaya

rokok secara berkala dikalangan pelajar.

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

content/uploads/2012/12/Buku-Fakta-

Boediono, (2002). Pengantar Ekonomi. Jakarta :


Erlangga.

Tembakau.pdf, (Diakses 1 November 2014).


Todaro.

Ekowati, (2005). Perencanaan, Implementasi,


dan Evaluasi Kebijakan atau Program,
Surakarta: Pustaka Cakra.

(2002).Ekonomi

dalam

Pandangan

Modern (Terjemahan).Jakarta :BinaAksara.

Hair, J.F., W.C. Black , B.J. Babin, R.E.


Anderson,&R.L.

Tatham.

(2006).

Multivariate Data Analysis, 6 Ed., New


Jersey : Prentice Hall
Juliartha, (2009). Model Implementasi Kebijakan
Publik. Jakarta : Trio Rimba Persada.
Kamus besar bahasa Indonesia. (2001). Jakarta :
Balai Pustaka.
Mahyu,

Danil.(2013).

Pengaruh

Pendapatan

Terhadap Tingkat Konsumsi Pada Pegawai


Negeri Sipil Di Kantor Bupati Kabupaten
Bireuen.
Raja, Abdurrahman. (2014). Analsis Pengaruh
Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Ppnbm)
Terhadap

Daya

Beli

Konsumen

Pada

Kendaraan Bermotor.Universitas Maritim


Raja Ali Haji.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang
No.36 Tentang Pengamanan Produk Zat
Adiktif

bagi

Kesehatan.Jakarta

Kementrian Kesehatan.
Samuelson,& Nordhaus. (2003). Ilmu Mikro
Ekonomi. PT. Media Global Edukasi.
Suandy, Erly. (2002). HukumPajak, Jakarta :
Salemba Empat
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Tjahjono Achmad,& Husein.(2009). Perpajakan.
Edisi Keempat. Jakarta : UPP STIM YKPN.
Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli
Kesehatan

Masyarakat

Indonesia.(2012).

Buku Fakta Tembakau. Fromhttp://tcscindonesia.org/wp-

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 1 April 2015|


perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

10

Anda mungkin juga menyukai