Anda di halaman 1dari 27

PELAKSANAAN

EVALUASI KAWASAN TANPA ROKOK


TAHUN 2017

Subdit Pengendalian Penyakit Paru Kronik


dan Gangguan Imunologi
TARGET
2015 - 2017
Dilahirkannya kebijakan publik dan regulasi disetiap
tingkat pemerintahan yang mendukung pengendalian
produk tembakau di Indonesia.

2020
Dilaksanakannya berbagai kebijakan publik dan produk
perundang-undangan dalam pengendalian dampak
produk tembakau, disertai pengetrapan sanksi-sanksi
hukumnya di seluruh Indonesia.

2025
Menurunnya prevalensi perokok menjadi 10% pada
tahun 2025.
ANALISIS SITUASI
KONSUMSI ROKOK
1970: Masalah Ekonomi
Masalah Sosial
Masalah Budaya

Upaya
Pengendalian

PENINGKATAN KESADARAN DAN


PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN YANG
KOMPREHENSIF
HAMBATAN UPAYA
PENGENDALIAN TEMBAKAU
Hambatan INTERNAL meliputi: Hambatan EKSTERNAL meliputi:
Kesenjangan antara pemahaman Intervensi Industri
bahaya merokok dan tingkat Cukai dan harga rokok yang
prevalensi merokok (GATS relatif rendah
2011). Organisasi petani tembakau
Belum ada aturan setingkat dan buruh industri rokok
undang-undang yang Adiksi rokok dan kemiskinan
mengaksesi FCTC. Perbedaan persepsi pada
Keterbatasan jumlah penggiat Pemerintah Daerah tentang
dan pemerhati ancaman bahaya industri rokok Perbedaan
rokok bagi kesehatan. persepsi tokoh agama (Toga)
Keterbatasan cakupan dan dan tokoh masyarakat (Toma)
jangkauan program mengenai pengendalian
pengendalian tembakau. tembakau
Keterbatasan penelitian Masih adanya pemahaman
terhadap berbagai dampak masyarakat yang salah
sosial ekonomi dari produk tentang pengendalian
tembakau. tembakau
Keterbatasan sumber daya
KERANGKA PIKIR PENGENDALIAN
TEMBAKAU/ROKOK
KONDISI SAAT INI
1. Pemerintah saat ini masih dalam proses untuk mengaksesi
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC),
2. Rendahnya kesadaran masyarakat akan ancaman bahaya
produk tembakau, khususnya rokok.
3. Masih terbatasnya upaya pengendalian dampak tembakau,
baik yang datang dari masyarakat maupun pemerintah.
4. Kelemahan koordinasi dan ketiadaan rencana bersama antar
para pelaku dan penggiat pengendalian dampak tembakau.
5. Konsumsi rokok yang sudah mencapai sekitar 300 miliar
batang rokok/thn , merupakan situasi alarming bagi
masyarakat, di bidang kesehatan, sosial, ekonomi dan budaya.
6. Peningkatan PTM (NCD) : penyakit jantung dan pembuluh
darah, kanker, diabetes dan penyakit paru obstruktif kronik.
7. Sebagian besar perokok adalah keluarga miskin, sehingga hal
ini akan mempersulit upaya penanggulangan kemiskinan
khususnya, dan pencapaian target SDGs pada umumnya.
UPAYA YANG DILAKUKAN
1. Advokasi dan sosialisasi kepada pengambil keputusan dan
stakeholder terkait dalam rangka memperoleh dukungan
dalam pengendalian tembakau
2. KIE untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama
pada generasi muda, perokok pemula dan, program berhenti
merokok.
3. Pengembangan jaringan pengendalian tembakau dan
peningkatan upaya pengendalian tembakau ke daerah dan
wilayah
4. Penyusunan rencana strategis bersama
5. Penetapan KTR, peningkatan cukai rokok, pelarangan iklan
dan sponsorship, peringatan kesehatan bergambar,
6. Upaya terintegrasi dalam pengendalian dampak tembakau
untuk menurunkan faktor risiko PTM
7. Monitoring prevalensi perokok, prevalensi penyakit terkait
tembakau
KONDISI YANG INGIN DICAPAI

1. Pemerintah mengaksesi FCTC.


2. Masyarakat sepenuhnya menyadari ancaman bahaya
merokok.
3. Meluasnya dan melembaganya jejaring organisasi
pengendalian dampak tembakau secara nasional.
4. Keberadaan satu peta jalan atau roadmap pengendalian
dampak tembakau yang menjadi rujukan bersama dalam
upaya pengendalian tembakau.
5. Penurunan prevalensi perokok.
6. Penurunan prevalensi berbagai penyakit tidak menular
yang disebabkan oleh kebiasaan merokok dan paparan
asap rokok.
7. Dicapainya target penurunan kemiskinan dan penurunan
kemiskinan struktural dan berbagai target SDGs lainnya.

KEKUATAN YANG ADA


1. UU NO 36 Tentang Kesehatan Tahun 2009, tembakau/rokok
merupakan zat adiktif

2. Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012


3. Permenkes Nomor 40 Tahun 2016 Pemanfaatan PRD Bid Kesehatan
4. Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kesehatan Nomor 188/Menkes/PB/2011 dan Nomor 7 tahun 2011
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

5. Peraturan Kemendikbud nomor 64 tahun 2016 tentang Kawasan


Tanpa Rokok di Sekolah
6. Monitoring prevalensi merokok (SUSENAS, SKRT, RISKESDAS, GYTS,
GATS, Survey dan Evaluasi KTR)
7. Aliansi Bupati/ Walikota untuk KTR

8. KTR sebagai indikator Kota Sehat, Sekolah Sehat, Kota Layak Anak

9. Pedoman Pengembangan KTR dan Pedoman Nasional Pelaksanaan


dan Penegakkan Hukum Kebijakan KTR
KEKUATAN YANG ADA
10. Adanya Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) di pelayanan
kesehatan masyarakat dan di Sekolah
11. Sudah adanya kabupaten / kota seperti Bogor, Payakumbuh,
Padang Panjang, Kabupaten Kulonprogo, Kota Palu, dan Bukit
Tinggi telah sukses melakukan larangan total bagi iklan dan
promosi rokok di tingkat lokal

12. Cukai tembakau meningkat secara bertahap

13. Kemenkes mengembangkan kerjasama dengan Kemenkeu


guna memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(DBHCHT) di daerah bagi KTR dan pelayanan penyakit terkait
rokok, berdasarkan UU Nomor 39 Tentang Cukai Tahun 2007.
Serta Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah Untuk meningkatkan
penggunaannya bagi kesehatan.
STRATEGI DALAM PENGENDALIAN TEMBAKAU

1. Pengembangan regulasi tentang pengendalian tembakau di


berbagai tingkat pemerintahan dan didukung oleh semua pihak
terkait dan masyarakat diberbagai tatanan.

2. Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai


dengan ketentuan yang ada dalam melindungi dampak
kesehatan akibat rokok
3. Peningkatan pemahaman tentang bahaya rokok kepada seluruh
lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk
masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial
masyarakat (LSM).

4. Pengendalian tembakau dilakukan secara komprehensif,


berkelanjutan, terintegrasi dengan harmonisasi kebijakan
publik dan melalui periode pentahapan pembangunan jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
STRATEGI DALAM PENGENDALIAN TEMBAKAU

5. Komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan


pengendalian tembakau melalui APBN, APBD dan sumber
penganggaran lainnya.

6. Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan


dalam pengendalian tembakau.

7. MPOWER mencakup :
a. Monitor (prevalensi) penggunaan tambakau dan
kebijakan preventifnya;
b. Perlindungan masyarakat dari asap tembakau;
c. Optimalisasi dukungan berhenti merokok;
d. Waspadakan masyarakat akan bahaya (asap) tembakau;
e. Eliminasi iklan, promosi serta sponsor tembakau/ rokok;
f. Raih kenaikan cukai tembakau/rokok.
PENGEMBANGAN
JANGKA PANJANG
Kegiatan 2011 2015 2016 -2020 2021 2025
1. Tersedianya data 1. Survei dan 1. Survailens untuk
Monitoring berskala nasional monitoring mengidentifikasi
penggunaan mengenai secara teratur tingkat
produk prevalensi untuk kesakitan,
tembakau dan perokok dewasa mengidentifikasi disabilitas dan
kebijakan dan perokok tingkat kesakitan, kematian akibat
pencegahan pemula. disabilitas dan konsumsi rokok
terlaksana 2. Adanya kematian akibat 2. Mekanisme
mekanisme konsumsi rokok insentif dan
insentif dan 2. Mekanisme disinsentif
disinsentif guna insentif dan terlaksana
mendukung disinsentif 3. Prevalensi
penegakan terlaksana perokok rata-
hukum 3. Prevalensi rata menurun
(masyarakat dan perokok rata-rata sebesar 2%
pemerintah). menurun sebesar per .
3. Adanya sistem 2% per tahun 4. Perokok pemula
pelaporan dan 4. Prevalensi menurun
pengaduan perokok pemula sampai dengan
masyarakat untuk menurun sebesar 1% (usia <19
masalah rokok. 1% per tahun tahun).
Kegiatan 2011 2015 2016 -2020 2021 2025

Monitoring 4. Berkurangnya perokok 5. 100 % Rumah 5. 100 %


penggunaan melalui peningkatan Sakit menerapkan Fasyankes
produk kampanye di ruang KTR menerapkan
tembakau dan publik tertutup efek 6. 100 % Fasyankes KTR.
kebijakan negatif produk tembakau (selain RS) 6. Menurunnya
pencegahan 5. 100% Rumah sakit menerapkan KTR angka
terlaksana menerapkan KTR 7. Semua propinsi kematian
6. 30% Fasyankes (selain menerapkan UU akibat rokok.
RS) menerapkan KTR. Nomor 36 Tahun 7. Regulasi
7. Penelitian terhadap 2009 tentang tidak
epidemi tembakau, Kesehatan Pasal merokok
kaitan konsumsi rokok 115 Ayat (1) & dalam
dan penyakit tidak Ayat (2). kendaraan
menular dan tingkat 8. Kampanye bermotor
kematian. kesadaran bahaya milik pribadi.
8. Integrasi indikator KTR rokok bagi 8. Kampanye
dalam berbagai program. kesehatan terus kesadaran
9. Implementasi Undang- dilaksanakan, bahaya rokok
Undang Nomor 36 Tahun kampanye tidak bagi
2009 tentang Kesehatan merokok di dalam kesehatan
Pasal 115 Ayat (1) dan rumah dan mobil terus
Ayat (2). pribadi. dilaksanakan.
Kegiatan 2011 2015 2016 -2020 2021 2025
Kebijakan 1. Pengembangan 1. Aktivasi Quit 1. Quit line
pelayanan rencana line dan mulai berfungsi dan
berhenti layanan Quit berjalan berjalan dengan
merokok baik secara terus
line dan dengan baik.
menerus.
konseling 2. 50% dari 2. 100% fasilitas
berhenti fasilitas pelayanan
merokok pelayanan kesehatan milik
2. 10% dari fasilitas kesehatan di Pemerintah dan
pelayanan Kabupaten/ Kota swasta
kesehatan di milik menerapkan
layanan berhenti
Kabupaten/kota pemerintah
merokok yang
milik Pemerintah memberikan terintegrasi
memberikan pelayanan dengan
pelayanan berhenti pengendalian
berhenti merokok merokok yang penyakit.
yang terintegrasi terintegrasi 3. Terlaksananya
dengan dengan pelayanan berhenti
merokok
pengendalian pengendalian
terintegrasi
penyakit. penyakit. dengan Sistem
Primary health
care.
TUJUAN KEGIATAN
REVIEW IMPLEMENTASI PERATURAN
PERUNDANGAN KAWASAN TANPA
ROKOK
DI DAERAH

INDIKATOR: Persentase Kab/Kota yang melaksanakan


Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), minimal 50% sekolah
TARGET 2015 (DARI 516
KAB/KOTA) =10% (8,37%= 43
KAB/KOTA)
DATA SEKOLAH ?
TARGET 2016 = 20% = 109
( BERBEDA)
KAB/KOTA BUTUH DATA RIIL JUMLAH SEKOLAH
capaian = 21,2% DI KABUPATEN/KOTA
TARGET 2017 = 102 (SEKOLAH YANG SUDAH TIDAK
REVIEW IMPLEMENTASI KTR

TUJUAN
Mendapatkan gambaran implementasi kebijakan
KTR di Kab/ Kota
Mendapatkan jumlah sekolah yang menerapkan
Kebijakan KTR di sekolah di satu kab/kota

TAHAPAN
Persiapan: konsolidasi LP/LS
Menyusun pemetaan kab/kota kegiatan penilaian KTR
Pembekalan enumerator di Bogor
Pengumpulan data ke daerah selama 5 hari di 3 kab/kota
Pengolahan dan analisis data
TIM OBSERVER
PUSAT terdiri dari:
1. Kementerian Kesehatan Dit P2PTM
2. BBTKL/ BTKL
3. Jejaring Pengendalian Tembakau

PROVINSI terdiri dari:


4. Dinkes Provinsi/ Pengelola PTM dan Promkes = 2 Org
5. Diknas Provinsi

KABUPATEN/KOTA terdiri dari 3 orang ( Ada 3


Kab/Kota)
3 orang (Satpol PP 1 orang, Dinkes Kab/Kota 1 orang
(Pengelola PTM), Diknas Kab/Kota 1 orang
1 Kabupaten diassessment
oleh :

Tim Pusat : 1 orang


Tim Provinsi dimana Kab itu
Berada : 2 orang
Tim Kabupaten : 3 orang
JUSTIFIKASI PEMILIHAN LOKASI
1. Amanah dariUndang Kesehatan No. 36/2009 pasal 115
ayat 1 dan 2 dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun
2012 yang mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah
(wajib) untuk menetapkan dan menerapkan KTR di
wilayahnya.
2. Indikator Kinerja Utama (IKU)pembangunan kesehatan
dalam RPJMN terkait kegiatan yaituPenurunan prevalensi
merokok pada penduduk usia 18 tahun sebesar 6,9 %
pada tahun 2015 menjadi 5,4% pada tahun 2019
3. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)pembangunan kesehatan
dalam Renstra Kemenkes terkait kegiatan yaituPersentase
Kab/Kota yang melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR), minimal 50% sekolah sebesar 10% pada
tahun 2015 menjadi 50% pada tahun 2019.
4. Sesuai data yang ada yaitu 238 kab/kota telah memiliki
peraturan perundangan tentang Kawasan Tanpa Rokok,
dan target Kab/Kota yang melaksanakan Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tahun 2017 yaitu sebesar
5. Anggaran pada tahun 2017 kegiatan penilaian KTR di 68
Kab/kota, dengan nominasi kab/kota yang telah memiliki
peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok.
6. Output dari kegiatan ini adalah tersedianya data KTR di
minimal 50% sekolah (tingkat SD, SMP, SMA sederajat) di
kabupaten/kota yang telah memiliki peraturan
perundangan KTR.
7. Tim penilaian KTR daerah terdiri dari stakeholder terkait
seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Bagian Hukum
Pemkot/kab, Satpol PP.
8. Kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada
Kepala Sekolah, Guru, petugas kesehatan Puskesmas
sebagai pembina UKS di sekolah.
KOMPONEN BIAYA PELAKSANAAN
Petuga Komponen Dokumen Fisik
s
Pusat Transport Jkt - Lokasi (pp) a. Tiket Pesawat +
termasuk transport lokal Boarding pass
Uang Harian 5 hari b. Kuitansi Standard
Akomodasi 4 malam c. Kuitansi Hotel an.
Enumerator Pusat
d. Membawa Surat
Tugas dan SPPD
Pusat
Provinsi Transport Prov - Lokasi (pp) a. Tiket sarana
Uang Harian 4 hari transportasi Umum
Akomodasi 3 malam b. Kuitansi Standard
c. Kuitansi Hotel an.
Enumerator
Provinsi
d. Membawa Surat
Tugas dari Provinsi
ybs dan SPPD
Pusat
KOMPONEN BIAYA PELAKSANAAN
Petugas Komponen Dokumen Fisik
Kabupat Pengganti Transport Lokal 3 a. Kuitansi Standard
en / Kota hari b. Kuitansi Hotel an.
Uang Harian 3 hari Enumerator Pusat
c. Membawa Surat
Tugas dari
Kabupaten / Kota

Bagaimana untuk teknis


Operasional Kegiatan spt Sewa
Kendaraan, Makan siang petugas,
dll ?
KOMPONEN PENDUKUNG
Pertemuan Persiapan Kegiatan di
Provinsi untuk 30 orang :
a. Konsumsi
b. Transport Lokal
TERIMA KASIH
UNTUK TIDAK MEROKOK

Anda mungkin juga menyukai