ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menghubungkan antara pusat kendali kesehatan dan prilaku seseorang.
Artinya pengetahuan seseorang tentang rokok akan meningkatkan kontrol
dirinya pada masalah kesehatan. Orang yang memiliki pengetahuan yang
benar tentang rokok dan konsekuensinya akan cenderung memiliki pusat
kendali internal dan tidak merokok. Sebaliknya, seseorang yang memiliki
sedikit pengetahuan tentang rokok maka ia cenderung memiliki pusat
kendali kesehatan eksternal merokok (siregar, dan Norma. 2020)
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), jumlah
perokok pada 2019 ada 57,2 juta orang. Pada 2021, bertambah 2,1 juta
orang menjadi 59,3 juta perokok dan pengeluaran masyarakat untuk rokok
meningkat dari Rp344,4 triliun menjadi Rp365,7 triliun. Adapun data PHBS
Puskesmas Cimahi Tengah tahun 2021 adalah 57,81 % dan data IKS
Puskesmas Cimahi Tengah tahun 2018 pada indikator tidak ada anggota
keluarga yang merokok adalah 80,86%. Maka dari itu Puskesmas Cimahi
Tengah membuat sebuah Inovasi Pemicuan Berhenti Merokok (Cuan
Bemo).
2
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum :
B. Tujuan Khusus :
a. Merubah perilaku merokok di dalam rumah menjadi tidak
merokok di dalam rumah.
b. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat denga tidak
merokok.
c. Menurunkan kasus penyakit yang berkaitan dengan perilaku
dan lingkungannya.
d. Meningkatkan peran serta masyarakat serta peran aktif karang
taruna dalam kegiatan stop merokok
1.4 Sasaran
Sasaran program ini adalah anggota keluarga perokok aktif di RW 02
Kelurahan Karangmekar. Dengan rentang usia 15 Tahun- 49 Tahun.
.
3
BAB II
4
2.2 Tinjauan Pustaka
5
Kementrian kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018, jumlah
konsumsi tembakau paling rendah berada pada kelompok usia 15-24
tahun kemudian meningkat hingga mencapai puncak antara 35-54 tahun
dan kembali menurun di usia 55 tahun ke atas. Selain itu, pada rentang
usia ini orang-orang mulai bereksperimen dengan banyak hal termasuk
merokok. Kisaran usia 20-40 tahun merupakan generasi penerus dan
akan menjadi orang tua di dalam keluarga. Pengetahuan tentang bahaya
rokok yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung akan dilihat dan
dicontoh oleh orang yang lebih muda di sekitar mereka.
Masa remaja digambarkan sebagai periode dalam kehidupan ketika
seorang individu bukan lagi anak-anak, tetapi belum dewasa. WHO
mendefinisikan remaja sebagai individu dalam kelompok usia 10-19 tahun
dan remaja sebagai kelompok usia 15-24 tahun. Dua kelompok umur yang
tumpang tindih ini digabungkan dalam kelompok “kaum muda”, yang
mencakup rentang usia 10-24 tahun (WHO, 2008). Prevalensi perokok di
Indonesia pada usia 10-18 tahun terus meningkat, yakni dari tahun 2013
sebesar 7.2 % meningkat menjadi 9.1 % pada tahun 2018 ( Kemenkes RI,
2018). Data riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa prevalensi umur
pertama kali merokok tiap hari saat umur 10-14 tahun di Indonesia (Emilia,
2009).
Penelitian dari China tahun 2019 menunjukan rendahnya
pengetahuan akan bahaya rokok turut andil dalam tingginya konsumsi
rokok di Indonesia. Pemberian edukasi bahaya merokok pada anggota
keluarga yang merokok sangatlah penting. Pengetahuan yang diperoleh
setelah diberikan edukasi bahaya merokok diharapkan mempengaruhi
perilaku keluarga terhadap rokok (Zhang et al, 2019).
Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene
dan sanitasi oleh individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan
menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau
masyarakat (Permenkes No.3/2014 pasal 1 ayat 3). Pelaku pemicuan
adalah kader terlatih yang dipimpin oleh tim pemicu puskesmas. Tim
pemicu antara lain, lead facilitator, co-facilitator, content recorder, process
6
facilitator, dan environment setter. Langkah pemicuan antara lain, memicu
perubahan dengan elemen harga diri, memicu perubahan dengan elemen
rasa takut sakit, memicu perubahan dengan elemen berkaitan dengan
keagamaan, dan yang terakhir kesepakatan bersama (Pedoman
pelaksanaan Pemicuan Desa, 2016).
Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi
kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya, bahkan orang
mulai merokok ketika dia masih remaja. Perilaku manusia adalah aktivitas
yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Perilaku
merokok adalah perilaku yang dinilai sangat merugikan dilihat dari
berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain
disekitarnya (Aula, 2010). Menurut Laventhal dan Clearly ada empat tahap
dalam perilaku merokok. Keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut :
Tahapan Prepatory, Tahapan Intination (tahapan Perintisan Merokok),
Tahap, Becoming a smoker, Tahap Maintaining of Smoking. Kandungan
rokok membuat seseorang tidak mudah berhenti merokok karena dua alas
an yaitu factor ketergantungan atau adiksi pada nikotin dan faktor
psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika
berhenti merokok (Aula 2010).
Berdasarkan Permenkes No. 43 Tahun 2019 bahwa Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat,
serta mengacu pada Inpres No 1 Tahun 2017 tentang Germas, peran
tenaga kesehatan dibutuhkan dalam upaya untuk meningkatkan perilaku
dan edukasi hidup sehat, juga meningkatkan pencegahan salah satunya
tidak merokok. Di Puskesmas Cimahi Tengah, masalah tidak merokok
menjadi urutan pertama permasalahan kesehatan berdasarkan data IKS.
Keadaan tersebut menunjukan bahwa perokok aktif/ anggota keluarga
yang merokok masih perlu mendapatkan perhatian khusus.
7
upaya yang bias dilakukan untum meperbaiki kulaitas hidup penduduk.
Proses ini dapat terjadi jika masyarakat ikut berpartisipasi. Proses
pemberdayaan merupakan proses memberi kekuatan dari yang belum
kuat menjadi lenig kuat atau berdaya. Pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan adalah proses pemberian informasi kepada individu,
keluarga atau kelompok secara terus menerus dan berkesinambungan
mengikuti perkembangan klien serta proses membantu klien, agar klien
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu, atau sadar, dari tahu
menjadi mau dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku hidup
sehat. (kemenkes RI;2020).
8
4. Partisipasif, yaitu keikutsertaan semua pemangku kepentingan sejak
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi dan pemanfataan hasil-hasil kegiatan
5. Egaliter, yang menempatkan semua pemangku kepentingan dalam
kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggalkan dan tidak
ada yang merasa direndahkan
6. Demokratis, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk
mengemukakan pendapatnya, dan saling mengahrgai pendapat
maupun perbedaan di antara sesama pemangku kepentingan
7. Keterbukaan, yang dilandari kejujuran, saling percaya dan saling
memperdulikan
8. Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan
mengmebangkan sinergisme
9. Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk
diawasi oleh siapapun
10. Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah
otonom untuk mengoptimalkan sumber daya kesehatan bagi sebesar-
besar kemakmuran masyarakat dan berkesinambungan
pembangunan kesehatan.
9
BAB III
KEGIATAN
10
memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta
restu, maupun dana atau sumber daya lain, sehingga
pengembangan Program Inovasi Cuan Bemo dapat berjalan
dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh - tokoh
masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung,
khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim
yang kondusif bagi pengembangan Program Inovasi Cuan Bemo.
Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral,
dukungan finasial atau dukungan material, sesuai kesepakatan
dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan
Program Inovasi Cuan Bemo.
3. Evaluasi
Langkah ini merupakan kegiatan pasca pemicuan. Kegiatannya
melingkup membangun ulang komitmen berhenti merokok,
melakukan pendampingan dan monitoring, dan pengembangan
media promosi perilaku yang berkelanjutan.
11
mereka akan ‘terhipnotis’ untuk selalu berperan aktif dalam setiap
tahap proses pemicuan.
3. Pemicuan dengan FGD
a. Elemen rasa malu
Menurut anda etis tidak ketika seorang ayah yang merokok
sambil menggendong anaknya. Seperti tidak ada batasan
etika dan kesadaran bahwa anak tersebut akan menghirup
asap yang akan dikepulkan oleh ayahnya itu. Tanpa
ayahnya sadari bahwa itu akan menjadi penyebab timbulnya
penyakit yang akan dideritanya kelak di masa depannya.
Dan bisa jadi dia sudah merengut masa depan putra
putrinya itu.paru-paru anak yang seharusnya dijaga karena
masih murni malah diracuni dengan zat-zat kimia dari asap
rokok. Bila kita ingin anak-anak terbebas dari budaya
merokok, minimal tidak merokok di hadapan mereka dan
mencontohkan budaya tersebut. Karena edukasi yang paling
mudah adalah mencontoh suatu perilaku.
b. Elemen rasa takut sakit
Penyakit mematikan akibat merokok adalah gangguan pada
paru paru. Gejala yang dialami oleh pengidap kanker paru
seperti batuk berdahak, batuk disertai dengan darah,
kesulitan bernafas, sesak nafas, mengalami kelelahan, dan
penurunan berat badan. Kanker mulut disebabkan
kandungan tembakau yang terdapat kandungan bahan kimia
di dalamnya dan berisiko merusak DNA dalam sel yang
meningkatkan risiko penyakit kanker. Gangguan lambung
akibat dari kandungan nikotin dan kebiasaan merokok dapat
memproduksi asam lambung lebih banyak. Kanker kulit,
merokok dapat tingkatkan risiko penuaan dini, dan psoriasis
disebabkan oleh adanya gangguan autoimun. Kebiasaan
merokok dan mengganggu tingkat kesuburan seseorang.
Pada pria kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko
12
impotensi, mengurangi produksi sperma, dan kanker testis.
Tidak hanya pria, kebiasaan merokok yang dilakukan wanita
juga dapat sebabkan ketidaksuburan dan risiko kanker
serviks. Kebiasaan merokok membuat system imun tubuh
melemah dan mengurangi kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi HPV yang menjadi penyebab kanker serviks
pada wanita.
c. Elemen rasa takut dosa
Berdasarkan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29
“Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyanyang kepadamu”. Merokok juga bagian
dari pemborosan. Hal itu sesuai dalam surat Al-Isra ayat 27
Allah SWT berfirman “Sesungguhnya pemborosan-
pemborosan itu adalah saudara setan dan setan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya”. Allah SWT melalarang kita
boros. Rokok tembakau mengeluarkan harta yang
bermanfaat untuk merokok yang terkadang harta itu
merupakan kebutuhan mendasar dalam hidup. Rasulullah
SAW menyuruh orang yang memakan bawang putih atau
merah (mentah) agar menjauhi masjid hingga bau mulutnya
tidak menganggu orang. Tidak diragukan lagi bahwa asap
rokok memiliki bau yang tidak disukai dan menyakiti manusia
sebagaimana malaikat juga merasakan sakit dirinya.
4. Kesepakatan : Membuat komitmen dari masyarakat yang berubah,
membuat kesepakatan keberadaan komite masyarakat yang akan
mempelopori berhenti merokok di komunitasnya.
13
BAB VI
PEMBAHASAN
Ada 2 hal yang dikerjakan dalam tahap ini yaitu persiapan petugas
dari Puskesmas sebagai fasilitator dan tim dari masyarakat yang akan
membantu dan sebagai perpanjangan tangan dari Puskesmas.
a. Pembentukan Tim Petugas
Berdasarkan data IKS pada indicator anggota keluarga yang
merokok dan data PHBS pada tahun 2022 ternyata masih banyak
keluarga
Kepala Puskesmas membuat regulasi berupa SK untuk pembuatan
Tim Petugas Puskesmas beserta uraian tugas nya, untuk kegiatan
“Cuan Bemo”. Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab
kegiatan, Tim ini terdiri dari petugas Promkes, sanitarian, nutrisionis
dan dokter sebagai fasilitator. Tugas fasilator adalah merencanakan
suatu kegiatan dengan membuat micri planning, mengawasi situasi
jalannya kegiatan, membuat suasan yang akrab dengan melakukan
kerja sama serta komunikasi, memberikan bimbingan dan diskusi,
mempunyai sikap netral, tidak nengambil posisi pada topik yang
sedang dibicarakan dan tidak mengambil keuntungan pada
jalannya diskusi. Fasilitator tidak memposisikan dirinya sebagai
penengah tetapi lebih kepada posisi netral karena tugas utama
hanya membantu dari awal sebelum diskusi, proses diskusi hingga
akghir diskusi sampai dengan mendapatkan hasil yang baik.
b. Pembentukan Tim di Masyarakat
Tim masyarakat ini dibentuk dengan sepengertahuan dari
kelurahan.
Pada kegiatan “Cuan Bemo” ini fasilitator dari puskesmas bekerja
sama dengan tim di masyarakat. Tim dari masyarakat ini terdiri dari
kelurahan, tokoh masyarakat, ketua RT/RW, karang taruna, PKK,
14
kader dan organisasi masyarakat lainnya. Tim masyarakat ini terdiri
dari orang yang akan membantu terlaksananya kegiatan “Cuan
bemo” dan yang mempunyai kesamaan persepsi dalam kegiatan
pemicuan berhenti merokok. Tim Puskesmas bersama Tim
masyarakat menentukan lokasi yang akan di jadikan dalam
kegiatan pemicuan berhenti merokok ini. Adapun kriteria untuk
penentuan lokasi adalah RW yang data IKS nya paling rendah pada
indicator merokok, dan RW yang dalam pendataan PHBS rumah
tangga yang apling banyak merokok, tidak sedang menjadi
proyek/program lain, aparat RW yang mempunyai kesamaaan
persepsi, mengharapkan dukungan dan berkomitmen untuk
bersama- sama melakukan kegiatan ini. Oleh karena itu kami
sepakat untuk menentukan RW 02 Karangmekar sebagai lokasi
pemicuan berhenti merokok.
15
kriteria nya adalah laki-laki yang merokok aktif yang berumur 15 –
49 tahun yang bertempat tinggal di RW 2 karangmekar, selain itu
juga mempunyai keinginan atau ada niat untuk berhenti merokok,
atau mengurangi merokok.
Pelaksanaan pemicuan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Perkenalan dan peyampain tujuan
Pada saat melakukan pemicuan di masyarakat, terlebih
dahulu tim fasilitator dari Puskesmas dan Tim masyarakat
memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuannya. Tujuan
tim ingin melihat kondisi dari masyarakat yang merokok, tim
juga menjelaskan bahwa kedatangan tim bukan hanya untuk
memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan tetapi
tim hanya ingin melihat dan mempelajari bagaimana perilaku
masyarakat di RW 02 karangemekar ini terkait dengan
perilaku merokok.
Tujuan kehadiran Tim adalah bersilaturahmi dengan
masyarakat, berkanalan, belajar keberhasilan yang akan
menjadi kebanggan dar masyarakat itu sendiri.
2. Bina suasana
Tujuan dari bina suasana adalah untuk menghilangkan
“jarak” antara fasilitator agar kegiatan berjalan denfan lancar.
Bina suasana dilakukan dengan akrab antara tim dan
sasaran sehingga terjadi keterbukaan.
3. Kesepakatan istilah merokok
Agar istilah merokok yang digunakan betul-betul istilah
sehari2 dan cenderung Bahasa kasar sehingga efektif
dipakai sebagai Bahasa pemicu. Selanjutnya pada saat itu
temukan istilah setempat.
4. Pemetaan
Pembuatan peta perokok dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Pemetaan ini dibuat dengan melihat wilayah yang sering
16
dijadikan tempat rokok dan mengidentifikasi masyarakat
apakah masyarakat lebih banyak merokok diluar atau di
dalam rumah, apakah di masyarakat yang paling banyak
menjadi perokok yang berumur muda atau tua dan sudah
berapa lama mereka merokok.
Tujuan dari pemetaan adalah mengetahui peta wilayah yang
berkaitan dengan perilaku merokok di masyarakat, sebagai
alat monitoring pada pasca pemicuan.
Alat yang di perlukan pada saat pemetaan
a. Ruangan yang terbuka yang memuat 10-20 orang
b. Materi tentang rokok dan materi tentang cara berhenti
merokok
c. Infokus
d. Daftar hadir
e. Notulen
f. ATK
17
1. Elemen rasa malu
Tim fasilitator dan tim dari masyarakat memberikan pemicuan
dengan memicu dari elemen rasa malu. Misalnya jika bapak
merokok apakah tidak malu sama anak nya yang tidak merokok,
ayah/bapak merupakan role model bagi anak-anaknya sehingga
harus menjadi panutan bagi anak-anaknya. Dengan memberikan
elemen rasa malu diharapkan sasaran terpicu untuk berhenti
merokok. Dengan memberikan elemen malu ini ada 5 sasaran
yang menyatakan dirinya merasa malu.
2. Elemen rasa takut sakit
Tim puskesmas dan tim masyarakat memicu dengan elemen
rasa sakit pada perokok. Tim memberikan data-data kesakitan
bagi yang merokok dan menunjukan gambar-gambar penyakit
yang di derita oleh perokok. Diharapkan dengan memicu
dengan elemen rasa sakit adanya kesadaran dari sasaran untuk
mengurangi jumlah rokok dalam sehari atau lbih jauhnya ada nya
perubahan perilaku untuk berhenti merokok dan menjadi role
model bagi anggota keluarga atau masyarakat lainnnya. Tim
fasilitator mempersilahkan pada sasaran untuk mengungkapkan
testimoni penglaman perokok tentang Sasaran mengungkapkan
ada yang sudah terserang penyakit jantung dan paru-paru.
Semoga dengan adanya testimoni dari sasaran dapat
menggugah sasaran lain untuk berhenti untuk merokok.
3. Elemen takut dosa
Tim puskesmas dan tim masyarakat memicu sasaran dengan
elemen takit dosa. Pada elemen ini sasaran di bawa oleh
fasilitator untuk sejenak melihat dari sisi agama bagaimana
hukum merokok. Diharapkan ada sasaran yang terguguah
dengan elemen ini
4. Elemen menabung dengan berhenti merokok
18
Tim fasilitator mamberikan penjelasan kepada sasaran jika
berhenti merokok sasaran bisa memanfaatkan uang untuk
keperluan lainnya yang lebih bermanfaat.
Tim memberikan sebuah celengan kepada sasaran untuk di isi.
Jika sasaran mau merokok tetapi dia mengurungkan niat nya
untuk merokok maka uang nya dimasukan ke dalam celengan.
d. Kesepakatan
Sasaran sudah memahami pemicuan berhenti merokok. Sasaran
sepakat untuk mencoba perlahan untuk bisa berhenti merokok.
Sasaran akan di pantau oleh tim fasilitator selama 1 bulan.
Jika ada sasaran yang berhasil berhenti merokok maka kami
sebagai fasilitator akan memberikan reword.
19
BAB IV
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21