Anda di halaman 1dari 5

KERANGKA ACUAN KERJA

PEMANTAUAN GERMAS – PENERAPAN KAWASAN TANPA ASAP


ROKOK
DI INSTITUSI PENDIDIKAN, INSTITUSI PEMERINTAHAN,
INSTITUSI KESEHATAN, DAN TEMPAT-TEMPAT UMUM
UPT PUSKESMAS KOPO TAHUN 2021

I. Pendahuluan

Pada tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat ke-5 konsumen rokok


terbesar setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan adanya peningkatan prevalensi pada
penyakit tidak menular yang disebabkan oleh perilaku hidup tidak sehat salah
satunya merokok. Sejak tahun 2013 prevalensi merokok pada remaja (10-18
tahun) terus meningkat, yaitu 7,2% (Riskesdas 2013), 8,8% (Sirkesnas 2016) dan
9,1% (Riskesdas 2018). Di tahun 2016 (Survei Sosial Ekonomi Nasional), 14%
pengeluaran rakyat Indonesia dialokasikan untuk padi-padian sementara 13,8%
untuk rokok. Data yang tersedia di Badan Pusat Statistik (BPS), selama setidaknya
sepuluh tahun terakhir, menunjukkan konsistensi bahwa pengeluaran untuk
rokok mengalahkan jumlah pengeluaran untuk kebutuhan bahan pangan lain
seperti telur yang bermanfaat bagi bagi peningkatan gizi keluarga.

II. Latar Belakang


Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok pun menjadi
alasan sulitnya penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang ditunjukkan dengan
mulai merokok pada kelompok usia 5-9 tahun. Konsumsi rokok paling rendah
terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun dan kelompok umur 75 tahun ke atas.
Hal ini berarti kebanyakan perokok adalah generasimuda atau usia produktif.
Selanjutnya, pada daerah pedesaan, jumlah batang rokok yang dikonsumsi lebih
banyak dibanding daerah perkotaan. Pengendalian para perokok
yangmenghasilkan asap rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan perokok aktif
maupun perokok pasif merupakansalah satu solusi menghirup udara bersih tanpa
paparan asap rokok atau biasa disebut penetapan KTR.
Pengendalian masalah akibat konsumsi rokok di indonesia memang terus
didengungkan oleh berbagai pihak terkait. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara dan Peratuan Walikota Bandung Nomor 315
tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Meskipun banyak pro dan
kontra, penetapan KTR merrupakan upaya perlindungan untuk masyarakat
terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap
rokok. Penetapan KTR ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan,
tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan
umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan, untuk
melindungi masyarakat yang ada dari asap rokok.

Hal ini sejalan dengan Visi Kota Bandung yaitu “Terwujudnya Kota Bandung
yang Unggul, Nyaman, Sejahtera, dan Agamis“ dengan misi 1) Membangun
masyarakat yang humanis, agamis, bekualitas, dan berdaya saing”

Saat ini Puskesmas Kopo melakukan langkah-langkah untuk mengurangi


konsumsi rokok, salah satunya dengan penyebarluasan informasi, sosialisasi, serta
pembinaan tentang KTR dengan konsolidasi lintas sektor dan progam dengan
tujuan untuk menyamakan persepsi juga menentukan peran yang dapat dilakukan
oleh masing masing sektor dalam penetapan Kawasan Tanpa Rokok.

III. Tujuan
a. Tujuan
Terwujudnya penerapan KTR sehingga terciptanya kualitas udara yang sehat
dan bersih, bebas dari asap rokok.

IV. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


1. Advokasi
2. Persiapan pelaksanaan
- Form pemantauan
- Aplikasi ODK Collect
2. Pelaksanaan Kegiatan
- Pemantauan
- Pengisian aplikasi ODK Collect

V. Cara Melaksanakan Kegiatan


Kegiatan dilaksanakan dengan cara pemantauan secara langsung

VI. Sasaran
Sasaran dalam kegiatan Pemantauan KTR Bulan Juli 2021 yaitu;
1. Klinik Yusuf
2. Masjid Al Huda ST 01
VII. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Lokasi Tanggal
Pendataan PHBS Klinik Yusuf 23 Juli 2021
Masdjid Al Huda 24 Juli 2021
Rekap hasil pendataan Puskesmas Kopo 25 juli 2021
Membuat laporan Puskesmas Kopo 26 Juli 2021

VIII. Peran Lintas Program dan Lintas Sektor


Keberhasilan kegiatan memerlukan dukungan dari lintas
program, lintas sektor dan peran aktif dari masyarakat. Dengan
demikian tujuan program dapat dicapai sesuai target yang
diharapkan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
A. Lintas program yang terkait dalam kegiatan ini adalah:
1. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
a. Melakukan Inspeksi sanitasi dalam rangka pengkajian
PHBS di tempat tempat umum dan institusi perkantoran
2. Pelayanan UKS
a. Membantu pengkajian dan Pembinaan PHBS di tatanan
Sekolah
3. Pelayanan kesehatan kerja
a. Membantu pengkajian PHBS di tempat kerja

B. Lintas Sektor yang terkait dengan kegiatan ini adalah:


1. Camat
Camat Bojongloa kidul sebagai pemegang otoritas wilayah
kecamatan berperan dalam kegiatan promosi kesehatan
sebagai penentu kebijakan diwilayah Kecamatan Bojongloa
dan Kasie Kesejahteraan Sosial.

2. Lurah
Lurah sebagai pemegang otoritas wilayah kelurahan dalam
pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di wilayah
berperan sebagai penentu kebijakan di wilayah kelurahan
dan pelindung program promosi kesehatan di tingkat
kelurahan dibantu oleh Kasie Kesejahteraan Sosial.
3. Muspika dan Dinas Terkait ( Pengawas KB tk. Kecamatan,
Polsek, Danramil, Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian dan
peternakan, MUI ) di wilayah Kecamatan Bojongloa Kidul
Sebagai pendukung dan mitra kerja dalam kegiatan
program promosi kesehatan berbagi peran dalam setiap
Kegiatan Program Promosi kesehatan seperti pada
penyuluhan kelompok dan posyandu. Meningkatkan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta menciptakan
Kawasan Tanpa Asap Rokok di institusi masing masing .
4. Tim Penggerak PKK
Sebagai motor penggerak para kader kesehatan di wilayah
baik di tingkat kelurahan maupun tingkat kecamatan
berperan secara langsung dalam kegiatan promosi
kesehatan seperti penyuluhan kelompok di masyarakat,
posyandu dan kegiatan UKBM lainnya.
5. LPM
Ditingkat kecamatan dan kelurahan LPM berperan dalam
mendorong peran serta masyarakat dalam upaya
pemberdayaan masyarakat
6. Para ketua RT /RW
Sebagai pemegang otoritas dan pengambil kebijakan di
tingkat RT/RW petugas perlu melakukan advokasi dan
koordinasi untuk melaksanakan KTR di wilayahnya
7. Karang taruna
Karang taruna berperan dalam mendukung kegiatan
promosi kesehatan terutama dalam kegiatan penerapan
KTR di wilayahnya

IX. Rencana Pembiayaan


Kegiatan ini bersumber dari dana Biaya Operasional Kesehatan
( BOK ) tahun 2021, dengan rincian:

Transport 2 org x 2 lokus x 1 kali x Rp50.000 = Rp200.000


Petugas - Non
PNS
TOTAL Rp200.000

X. Monitoring Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan dan Pelaporan


Pemantauan dilaksanakan secara berkala oleh penanggung jawab
program. Dengan cara membandingkan cakupan dari setiap kegiatan
yang dilaksanakan dengan rencana kegiatan yang sudah dibuat di
awal tahun. Evaluasi ini digunakan sebagai dasar penyusunan
rencana tindak lanjut yang dilakukan setiap bulan satu kali, agar
target program promosi kesehatan dapat tercapai.
Untuk penyusunan rencana tindak lanjut setiap bulan, langkah-
langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan evaluasi cakupan kegiatan
2. Melakukan identifikasi penyebab cakupan tidak mencapai target
3. Membuat rencana tindak lanjut pemecahan masalah dari setiap
hambata/ tantangan termasuk pihak-pihak yang perlu dilibatkan
untuk membantu.
4. Melakukan sosialisasi dengan lintas sektor dan lintas program
jika perlu.
5. Melakukan evaluasi barang terkait kebutuhan program

XI. Pencatatan, Pelaporan, dan Evaluasi


1. Laporan kegiatan hasil pembinaan dan rencana kegiatan
2. RTL dan pembentukan Satgas
3. Pemaparan hasil dan evalausi pada lokakarya minu bulanan

XII.Penutup
Demikian kerangka acuan ini disusun sebagai pedoman pelaksanaa kegiatan
pembinaan KTR di UPT Puskesmas Kopo dan dapat juga dijadikan sebagai
instrumen untuk monitoring dan evaluasi

Bandung, 30 Juni 2021


Mengetahui, Penanggung jawab
Kepala UPT Puskesmas Kopo Program Promosi Kesehatan

dr Hj.Ike Puri Purnama Dewi Erika Hidayanti, SKM


NIP. 19800318 200604 2 005 NIP. 19940802 201903 2 019

Anda mungkin juga menyukai