Anda di halaman 1dari 18

Peraturan dan

kebijakan
penyalahgunaan
napza di
indonesia
OLEH :
QORRI HARTANTO
1914201031
KEPERAWATAN 6A

HOM DOSEN PENGAMPU :


CID I NS. WELLY.M.KEP
E
Kebijakan penyalhagunaan
napza pada remaja melalui
bibingan konseling
berdasarkan
Judul artikel
Artikel : Prilaku Penyalahgunaan Narkoba
Dikalangan Siswa Sekolah Menengah
Atas Negri 1Banawa Kabupaten Donggala
Nama Jurnal : The indonesian Journal Of Health
Promotion
Tahun Terbit : 2019
Instansi : Media Publikasi Promosi Kesehatan
Indonesia
Volume :2
Nomor :2
ISSN : 2597-6052
Penulis : Herman, Arie Wibowo, Nurdin Rahman
Kebijakan penyalhagunaan
napza pada remaja
Berdasarkan melaluididalam artikel tersebut menunjukkan bahwa
hasil penelitian
bibingan
sekolah konseling berdasarkan
telah menerapkan aturan berupa kebijakan yang diwujudkan dalam
bentuk kerjasama melalui pembinaan dan pengawasan terhadap siswa/siswi
artikel
yang terlibat penyalahgunaan narkoba agar mendapatkan penanganan yang
semestinya serta terus melakukan koordinasi dengan pihakpihak terkait
dalam rangka melaksanakan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di sekolah yang melibatkan
Badan Narkotika Nasional Kabupaten Donggala, Kepolisian Resort
Donggala, dan Rumah Sakit Umum Daerah Kabelota. Meskipun diakui
informan ada beberapa siswa yang dikeluarkan dari sekolah disebabkan
melakukan pelanggaran yang berat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara peraturan
sekolah dengan efektifitas pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan
siswa yang berarti terdapat keterkaitan antara efektivitas dengan peraturan
yang ditetapkan. Untuk mendorong terwujudnya pencegahan
KEBIJAKAN
PENYALAHGUNAA
● N NAPZA DI
Undang-Undang No 35 Tahun 2009 narkotika

● INDONESIA
Undang-Undang No 5 Tahun 1997 tentang psikotropika
Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang pelaksanaan wajib
lapor pencandu narkotika
● Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 Tentang pelaksanaan Undang-
Undang 35 Tahun 2009 tentang narkotika
● Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 109 tahun 2011 tentang
pengamanan bahan yangg mengandung zat adiktif berupa produk tembakau
bagi kesehatan.
● Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2013 tentang fasilitas
pencegahan penyalahgunaan Narkotika
● Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 3 tahun 2013 tentang
peredaran,penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi
● Peraturan Mentri Sosial Nomor 9 Tahun 2017 Tentang standar nasional
rehabilitasi sosial bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Kebijakan napza
di indonesia
Kebijakan Dekriminalisasi Pecandu
Dalam kerangka penanganan pecandu/korban narkotika,
dekriminalisasi bagi pecandu pada dasarnya telah dijadikan perhatian
bangsa bangsa di dunia sejak terumuskannya Single Convention
Narcotic Drugs Tahun 1961 dalam sidang PBB. Sangksi rehabilitasi
telah dijadikan sebagai salah satu alternatif hukuman selain penjara
bagi pecandu. Namun pada awal implementasinya dalam
penanganan pecandu lebih terkonsentrasi pada pendekatan
hukum/pemenjaraan.

Kebijakan Rehabilitasi Bagi Pecandu


Kesehatan sudah dijadikan sebagai salah satu hak dasar bagi
setiap warga negara Republik Indonesia. Dalam pasal 4 Undang-
HOM
CI D I
undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Sebagai warga
negara yang syah, pecandu dan korban narkotika juga mempunyai
hak untuk memperoleh pelayanan untuk dapat hidup normal.
Kebutuhan kesehatan tersebut juga dijadikan sebagai salah satu dasar
dari tujuan dari terbitnya Undang Undang Nomor 35 tahun 2009
E
tentang Narkotika (pasal 4 ayat huruf b) yakni menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu
Narkotika.
L U E
C
!
Kebijakkan NARKOTIKA : pecandu dalam sistem hukum di
indonesia
 
Diskusi kultural kali ini menelaah dan mendiskusikan isi dan
implementasi dua produk kebijakan terkait dengan narkotika, yakni
Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2011 tentang Rehabilitasi. Berkolaborasi
dengan Armeth (All Drugs User Recovery Addict dan Methadoners)
penyalahgunaan
HOM napza
Kebijakan Penanggulangan 1971: Penyalahgunaan Napza
Inpres 6/71 didirikan Pemerintah untuk mengatasi
I Penyalahgunaan Narkoba, Kenakalan Remaja ,

CIDE Kebijakan Penanggulangan Penyalahgunaan UU 5/1997


tentang Narkotika mencakup Mariyuana, Opiat & UU
22/1997 tentang Psikotropika mencakup Kokain
benzodiazepine, UU 35/2009 tentang Narkotika
mencakup hampimecstasy, dan ATS lainnya semua jenis
zat termasuk ecstasy, bufrenorfin, dan shabu: Memberi
kewenangan besar terhadap BNN untuk pengendalian
suplai dan prevensi Memberi kewenangan besar terhadap
Kemenkes untuk terapi & rehabilitasi, dibantu oleh
Kemensos

Dokumen Kebijakan yang Kep Menkes No.


996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman telah
terbit Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi
Penyalahgunaan dan Kep Menkes No.
494/MENKES/SK/VII/2006 tentang^Ketergantungan
NAPZA
Dokumen kebijakan yang telah terbit Kep
Menkes No. 420/MENKES/SK/III/2010
tentang Pedoman Layanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan
Penggunaan Napza berbasis Rumah Sakit Kep
Menkes No. 421/MENKES/SK/III/2010
tentang Standar Pelayanan Terapi dan
Rehabilitasi Gangguan Penggunaan Napza- Kep
Menkes No. 420/MENKES/SK/III/2010
tentang Pedoman Penatalaksanaan Medis
Gangguan Penggunaan Napza

Dokumen kebijakan yang masih dalam


Rancangan tentang RehabilitasiroPecandu
Narkotika Medis Pecandu Narkotika

Kebijakan Penanggulangan Penyalahgunaan


NAPZA Kemenkes. Peningkatan kesehatan &
pencegahan penyalahgunaan melalui upaya
promotif & preventif. Komprehensif dan multi
disiplin
io
conclus
ns
Kebijakan Kemenkes 4. Mendukung upaya pemulihan
oleh masyarakat dan ex- users: • Agar dapat
mendorong pengguna mampu melaksanakan fungsi
sosialnya5. Melindungi hak azasi manusia & keselamatan
klien

Kebijakan Kemenkes 6. Pengurangan dampak buruk


(harm reduction) pada pengguna Napza suntik (penasun)

Kebijakan Kemenkes 8. Pengembangan sistem informasi

Program Pengurangan Dampak Buruk pada Penasun


Pembuangan alat2. Kegiatan suntik bekas penjangkauan
Terapi substitusi oral. Pendidikan sebaya (medicated
assisted. Konseling therapy) pengurangan risiko Terapi
ketergantungan Voluntary counseling Napza & testing
Perawatan Pencegahan infeksi pengobatan dasar7.
Program layanan Perawatan & jarum suntik steril
pengobatan AIDS
io
conclus
ns

Komitemen Global Pencegahan dan Pemberantasan


Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
Komitmen global sifatnya dinamis sehingga fasilitator perlu
menyesuaikan materi dengan perkembangan yang ada.
• Single Convention on Narcotic drugs 1961, sudah
diratifikasi dengan UU No. 8 Tahun 1976
• Convention on psicotropic substance 1971, sudah
diratifikasi dengan UU N0.8 tahun 1996.
Kebijakan-Kebijakan Secara Umum
1. Meningkatkan dan memperluas jangkauan pelayanan dan
rehabilitasi sosial korban NAPZA terutama yang berbasis
masyarakat.
2. Meningkatkan koordinasi intra dan inter instansi
pemerintah terkait dan partisipasi masyarakat.
3. Mengembangkan dan memantaapkan peran serta
masyarakat/ Lembaga Swadaya Masyarakat dalam
kegiatan pencegahan, pelayanan dan rehabilitasi sosial
korban NAPZA .
4. Mengembangkan dan meningkatkan kegiatan perumusan
data dan informasi dalam permasalahan sosial
penyalahgunaan NAPZA .
5. Mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan
sarana pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban nflPZfl.
baik secara fisik maupun sumber daya manusia, dalam
rangka meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial.
6. Peningkatan dan pemantapan resosialisasi serta
keterpaduan intra dan inter sektoral.
io
conclus
ns

PROGRAM

Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA

Pelayanan dan rehabilitasi sosial korban NAPZA

Peningkatan dan Pemberdayaan kelembagaan serta


perlindungan dan advokasi sosial
Peraturan dan kebijakan

01
tentang narkotika di
indonesia
Undang- Undang No 35
Tahun 2009

CR I
M
E
Bab 9 : pengobatan dan
rehabilitasi
Pasal 53 :
Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan
indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika
Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas
dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki,
menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk
dirinya sendiri.Pasien sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus mempunyai bukti vang sah bahwa
Narkotika yang dirniliki, disimpan, dan/atau dibawa
untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60 :
Bab 10 : pembinaan dan
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengawasan
Narkotika.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi upaya:
a. Memenuhi ketersediaan Narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah penyalahgunaan Narkotika;
c. Mencegah generasi muda dan anak usia sekolah
dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk
dengan memasukkan pendidikan vang berkaitan
dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah
dasar sampai lanjutan atas;
d. Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang Narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan; dan
e. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi
medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang
Bab XI : pencegahan dan
pemberantasan
Pasal 64 :
a. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-
Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional,
yang selanjutnya disingkat BNN.
b. BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga pemerintah nonkementerian
yang berkedudukan di bawah Presiden dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
THA
NKS
CREDITS: This presentation template was created
by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai