Anda di halaman 1dari 49

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN OVERDOSIS DAN


KERACUNAN OBAT

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Keperawatan 6A
Qorri Hartanto 1914201031
Fadila Putri 1914201015
Nisma Khairani Lubis 1914201025
Annisa Khairani 1914201010
Mentari Fadia Sari 1914201020
Rizky Yola Nofita 1919201037
Vella Febrina Efita 1914201042
Afriawatri Yodelvi 1914201005

Dosen Pengampu :
Ns. Revi Neini Ikbal, M.Kep

PRODI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Pertama marilah kita tuturkan puji syukur kita kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat, karunia dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Makalah
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT. Shalawat serta salam tak lupa pula kita
sampaikan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW.
Akhirnya kami dari kelompok tiga dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN OVERDOSIS
DAN KERACUNAN OBAT. Dengan selesainya makalah ini, kami ucapkan
terimakasih kepada Dosen Ns. Revi Neini Ikbal, M.Kep, yang telah memberikan
bimbingan serta arahan kepada kami dalam melaksanakan makalah sampai selesai.
Kami menyadari bahwa tugas kami ini jauh dari sempurna, maka kami
mengharapkan saran dan kritik untuk membangun makalah yang lebih baik
kedepannya. Akhir kata kami selaku penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada
kesalahan dan kami berharap semoga tugas kami ini dapat memberi manfaat bagi
pembaca.

Padang, 07 Juni 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................2
a. Tujuan Umum.................................................................2
b. Tujuan Khusus.................................................................2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...........................................................3
A. KONSEP DASAR..............................................................................4
2.1 Defenisi.................................................................................4
2.2 Anatomi Fisiologi..................................................................4
2.3 Etiologi..................................................................................9
2.4 Patofisiologi..........................................................................9
2.5 WOC......................................................................................10
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................11
2.7 Komplikasi............................................................................12
2.8 Penatalaksanaan Medis.........................................................12
2.9 Prognosis...............................................................................13
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS.........................................14
BAB III : LAPORAN KASUS................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................37
BAB V PENUTUP..................................................................................43
5.1 Kesimpulan............................................................................43
5.2 Saran......................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................44

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun
haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baikanya.Pertolongan yang keliru atau
secara berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun 
merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai
penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya dapat
dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa
keracunan, kita berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana
dan kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan
juga mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul (Angkejaya, 2018).
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.Pada kenyataannya bukan
hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan.Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan
hewan.Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah
tropis dan subtropis.Bisa gigitan ular adalah kedaruratan medis, 95% gigitan
ular terjadi pada anggota badan sehingga tindakan pertolongan pertama dapat
mudah dilakukan (Angkejaya, 2018).
Di Amerika Serikat kecelakaan dan keracunan merupakan penyebab
utama kematian anak-anak .Lebih kurang 60% dari paparan keracunan yang
dilaporkan, kejadian pada anak berumur <6 tahun, dengan kematian <4%. Di
RSCM/FK UI Jakarta dilaporkan 45 penderita anak yang mengalami keracunan
setiap tahunnya, sedangkan di RS dr. Soetomo Surabaya 15-30 penderita anak
yang datang untuk mendapatkan pengobatan Karen setiap tahun yang sebagian
besar karena kercunan hidrokarbon (45-60%), keracunan makanan, keracunan

1
obat-obatan, detergen dan bahan-bahan rumah tangga yang lain. Meskipun
keracunan dapat terjadi melalui saluran cerna, saluran nafas, kulit dan mukosa
atau parental tetapi yang terbanyak racun masuk melalui saluran cerna (75%)
dan inhalasi (14%).Keracunan merupakan suatu keadaan gawat darurat medis
yang membutuhkan tindakan segera, keterlibatan dalam memberikan
pertolongan dapat membawa akibat yang fatal (FK UI, 2018)
Pada dasarnya keracunan pada anak tidaklah berbeda akibat dari tingkat
perkembangan fisik yang masih sedang tumbuh, kepribadian dan emosi yang
sedang berkembang, sehingga terdapat beberapa perbedaan dalam kejadian,
jenis, motif dari keracunan.Mengingat resiko keracunan yang sangat berbahaya
dan bahkan dapat menyebabkan kematian dan mengingat bahwa keracunan
pada anak sebagian besar adalah karena kecelakaan dan dapat dicegah, maka
usaha-usaha pencegahan hendaknya mendapat perhatian dan prioritas utama
dalam penanggulangan keracunan pada anak.

1.2 TUJUAN PENULISAN


A. TUJUAN UMUM
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah keperawatan gawat darurat sehingga dapat memahami asuhan
keperawatan pada pasien overdosis dan keracunan obat.

B. TUJUAN KHUSUS
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pencernaan.
2. Untuk mengetahui pengertian atau definisi overdosis dan keracunan
obat.
3. Untuk mengetahui etiologi atau penyebab overdosisi dan keracunan
obat.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis atau tanda dan gejala overdosisi
dan keracunan obat.
5. Untuk mengetahui patofisiologi overdosisi dan keracunan obat.

2
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang overdosisi dan keracunan
obat.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis terhadap penyakit overdosisi
dan keracunan obat.
8. Untuk mengetahui komplikasi akibat overdosisi dan keracunan obat.
9. Untuk mengetahui peognosis overdosisi dan keracunan obat.
10. Untuk mengetahui web of caution (WOC) overdosisi dan keracunan
obat.
11. Untuk mengetahui dan menetukan rencana asuhan keperawatan
terhadap pasien overdosisi dan keracunan obat.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR OVERDOSIS DAN KERACUNAN OBAT


A. Definisi
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami Overdosis atau
kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalamikeracunan akibat obat. OD sering
terjadi bila mengg keracunan akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan
narkoba dalam unakan narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu
terlalu singkat, biasanya digunakansecara bersamaan antara putaw, pil, heroin
digunakan bersama alkohol. secara bersamaan antara putaw, pil, heroin
digunakan bersama alkohol.Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat
(luminal) atau obat Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal)
atau obat  penenang (valium, xanax, mogadon/BK)
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil menyebabkan
cedera tubuh dengan adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana dalam nurarif kusuma,
2015). Keracuanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang dapat
terjadi setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi. ( Brunner &
Suddarth, 2015).

B. Anatomi fisiologi sistem pencernaan


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna
atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.Sistem pencernaan juga

4
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas,
hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.Mulut
biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian
dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan
laring
3. Laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan
ruas tulang belakang.
4. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: oeso – “membawa”, dan
phagus – “memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6
tulang belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

5
a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
5. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu: Kardia, Fundus, Antrum.Lambung
berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir : Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung.Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl) : Asam klorida menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi
dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
6. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak.Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum).

6
7. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum.Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus
besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon
desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar
juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus.Beberapa penyakit serta antibiotik
bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar.Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.
8. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian
kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung,
dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang
besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
9. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di
dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Umbai
cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai
20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing
bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum.

7
10. Rektum dan anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus.Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang
merupakan fungsi utama anus.
11. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin.Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
12. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan.Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,
sintesis protein plasma, dan penetralan obat.Dia juga memproduksi bile,
yang penting dalam pencernaan.
13. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah
pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh
untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah
sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya,
melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini
terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

8
a. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
b. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.

C. Etiologi
Keracunan dan Overdosis dapat menyebabkan perubahan fisik dan mental
pada seseorang, penyebab keracunan dan overdosis yaitu : Jamu-jamu,
Alkohol, Obat-obatan, Racun serangga, Inhalasi. Sampai sekarang kira-kira
95% kasus keracunan dan overdosis tidak dikenal antidotumnya. Pengobatan
simptomatik cukup sering efektif.

D. Patofisiologi
Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor
bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi
vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam
tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare,
perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan
hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di
karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat .
Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat
( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal
enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan
mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih
tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala
rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,
nikotinik, dan ssp ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ).

9
E. WOC

10
f. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya:
1. Gejala yang paling menonjol meliputi
a. Kelainan visus
b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c. Gangguan saluran pencernaan
d. Kesukaran bernafas

2. Keracunan ringan
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Pupil miosis
f. Tremor pada lidah dan kelopak mata

3. Keracunan sedang
a. Nausea, muntah-muntah
b. Kejang, dan kram perut
c. Hipersalifa
d. Fasikulasi otot
e. Bradikardi

4. Keracunan berat
a. Diare
b. Reaksi cahaya negative
c. Sesak napas, sianosis, edema paru
d. Inkontinensia urin
e. Kovulasi
f. Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal

11
G. Komplikasi
a. Kejang
b. Koma
c.  Henti jantung
d. Henti napas (Apneu)
e. Syok

H. Penatalaksanaan
1) Penanganan pertama pada keracunan makanan
a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan
memberi korban minum air putih atau susu sesegera mungkin.
b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban
untuk muntah.
c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah
dengan kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar tidak
tersedak.
d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut
korban bila ia dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha
memuntahkannya jika tidak tahu racun yang di telan.
f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan
seperti anti karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah,
tiner, serta pembersih toilet.
2) Penanganan di rumah sakit
a) Tindakan emergency
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan
perbaiki perfusi jaringan.

12
b) Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan
nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit,nafas
buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-
obatan depresan saluran nafas, Jikaperlurespirator pada kegagalan
nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun
organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan buatan
hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag
– valve – mask.

3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar
atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20
menit bilatidak berhasil.Katarsis( intestinal lavage ), dengan pemberian
laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.Kumbah
lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan
sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan
bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma derajat sedang
hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan
bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi
pnemonia.

4) Antidotum (penawar racun)


Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akhir
pada tempat penumpukan.

13
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai
timbul gejala - gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering,
takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit
selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

I. Discharge Planning Keracunan


Tata cara mencegah  atau menghentikan penyerapan racun:
a.  Racun melalui mulut (ditelan / tertelan)
1)   Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, telor mentah atau
norit)
2) Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan
cara:
a) Dimuntahkan:
Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di
tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak.
Kontraindikasi:
Cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa
kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
b) Bilas lambung:
1. Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
2. Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat
5 %, atau asam asetat 5 %.
3. Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.

14
4. Bilas Usus Besar: bilas dengan pencahar, klisma (air sabun atau
gliserin).
b. Racun melalui melalui kulit atau mata
1)  Pakaian yang terkena racun dilepas
2) Cuci / bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun atau zat
penetralisir (asam cuka / bicnat encer).
3)  Hati-hati: penolong jangan sampai terkontaminasi.
c.    Racun melalui inhalasi
1)  Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.
2) Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang
terhisap, jangan menggunakan metode mouth to mouth.
d.  Racun melalui suntikan
1) Pasang torniquet proximal tempat suntikan, jaga agar denyut arteri
bagian distal masih teraba dan lepas tiap 15 menit selama 1 menit
2)   Beri epinefrin 1/1000 dosis: 0,3-0,4 mg subkutan/im.
3)  Beri kompres dingin di tempat suntikan
e.  Mengeluarkan racun yang telah diserap
Dilakukan dengan cara:
1) Diuretic: lasix, manitol
2)  Dialisa
3)   Transfusi exchange

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Pengkajian
Pengkajian Primer
A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi hipersaliva
B (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas cepat dan
dalam

15
C (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif maka
percernaan akan mengalami perdarahan dalam terutama
lambung.
D (Dissability) : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang kesadaran
apabila keracunan dalam dosis yang banyak.
E (Eksposure) : Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan, pernafasan
cepat, kejang, hipertensi, aritmia, pucat, hipersaliva
F (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri kateter
diperlukan untuk pengeluaran urin

1. Pengkajian Sekunder
a) Data Subjektif
Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah, perdarahan
saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di tenggorokan dan
lambung.
Riwayat kesehatan sebelumnya: Riwayat keracunan, bahan racun yang
digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain
sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan
kapan terjadinya.

b) Data Objektif
1) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan
perdarahan saluran pencernaan.
2) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus,
disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
3) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
4) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam
jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
5) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan
trombositopenia.

16
6) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau
hipokalsemia

c) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : Laboratorium rutin (darh, urin, feses,
lengkap)tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat
membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di
bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar
barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan
barbiturate.
3) Pemeriksaan toksikologi :
Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum etrepertum”
Bahan diambil dari :
a. Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100
ml)
b. Urine sebanyak 100 ml
c. darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersaliva
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distress pernafasan
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual,
muntah
4. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan hipoksia
jaringan
5. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi,
emboli paru

17
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan Tujuan : MANAJEMEN JALAN NAFAS
nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
efektif keperawatan 2x24 jam  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
berhubungan oksigenasi dan/atau eliminasi napas)
dengan karbondioksida pada membran  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
hipersaliva alveolus-kapiler normal. weezing, ronkhi kering)
Kriteria Hasil :  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Sputum menurun 2. Terapeutik
 Mengi menurun  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt

 Sianosis menurun dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)


 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan

18
forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. Pola nafas tidak Tujuan : setelah dilakukan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
efektif tinakan kepereawatan 2x24 jam 1. Observasi
berhubungan inspirasi dan atau ekspirasi yang  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
dengan distress tidak memberikan ventilasi yang napas
pernafasan kuat membaik  Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Kriteria Hasil : hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
 Dipsneu menurun Biot, ataksik0
 Menggunaan otot bantu  Monitor kemampuan batuk efektif
nafas membaik  Monitor adanya produksi sputum
 Frekuensi nafas membaik  Monitor adanya sumbatan jalan napas

19
 Kedalaman nafas membaik  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Ketidakseimbang Tujuan : setelah dilakukan MANAJEMEN CAIRAN (I.03098)
an cairan dan tinakan kepereawatan 2x24 jam 1. Observasi
elektrolit diharapkan keseimbangan cairan  Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi,
berhubungan meningkat. akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor
dengan mual dan kulit, tekanan darah)
muntah Kriteria Hasil :  Monitor berat badan harian
 Asupan cairan meningkat  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.

20
 Haluaran urin menurun Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
 Edema menurun  Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP,
PCWP jika tersedia)
2. Terapeutik
 Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24
jam
 Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena bila perlu
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik,  jika perlu
4. Resiko Perfusi Tujuan : setelah dilakukan PEMANTAUAN TEKANAN INTRAKRANIAL
jaringan serebral tinakan kepereawatan 2x24 jam 1. Observasi
tidak efektif tidak terjadi resiko perfusi  Observasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi
berhubungan serebral tidan efektif menempati ruang, gangguan metabolism, edema
dengan hipoksia Kriteria Hasil : sereblal, peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran
jaringan  TIK menurun cairan serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
 Sakit kepala menurun  Monitor peningkatan TD
 Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS dan
TDD)

21
 Monitor penurunan frekuensi jantung
 Monitor ireguleritas irama jantung
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon
pupil
 Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang
yang diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase
cairan serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
2. Terapeutik

 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas system pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sitem pemantauan, jika perlu
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

22
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU
5. Perfusi jaringan Tujuan : PERAWATAN SIRKULASI
perifer tidak setelah dilakukan tinakan 1. Observasi
efektif kepereawatan 2x24 jam  Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema,
berhubungan diharapkan perfusi perifer pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial
dengan meningkat index)
hipoventilasi Kriteria Hasil :  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.
 Warna kulit pucat menurun Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
 Edema perifer menurun kolesterol tinggi)

 Pengisian kapiler membaik  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
2. Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
pada keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada

23
area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)

24
BAB III
LAPORAN KASUS

A. ASKEP KASUS FLAIL CHEST


Pada tanggal 28 Oktober jam 08.15 WIB Ny. Y berusia 20 tahun akibat
gagal ditinggal menikah oleh kekasihnya nekat mencoba bunuh diri dengan cara
minum PCT 500 mg (5 tablet) dicampur minuman bersoda dan komik..
Kemudian keluarga membawa Ny. Y Ke UGD Rs.Sejatera Utama, keluarga
pasien mengatakan pasien sempat muntah-muntah kurang lebih 7 kali kemudian
pasien nyeri kepala dan tidak sadarkan diri. Dari hasil pengkajian di dapatkan TD
: 80/70 mmhg , RR 29x/ m, HR : 145x/ m S : 34˚C , Penurunan Kesadaran GCS :
3-2-6 akral dingin, kulit tampak pucat CRT >2 detik, SPO2 83 %.

BIODATA PASIEN
Nama : Ny.Y

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama : Pasien datang ke RS dengan overdosis paracetamol 500 mg (5
tablet) dicampur minuman bersoda dan komik, pasien datang dengan keluhan
utama muntah-muntah kurang lebih 7 kali, nyeri kepala, dan tidak sadarkan diri.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang : pasien datang ke UGD Rs. Sejahtera Utama, 28
Oktober 2020 pada pukul 08.15 WIB pasien datang dengan keluarga. Keadaan
pasien mengalami penurunan kesadaran, dan pasien mengeluh nyeri kepala
karena sebelumnya pasien mencoba bunuh diri dengan mengonsumsi PCT 500
mg (5 tablet). Hasil pemeriksaan GCS E3M2V6, TD 80/70 mmHg, Nadi

25
145x/menit, Pernafasan 29x/menit dan Suhu 34ºC.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu : keluarga pasien mengatakan ini percobaan pertama
pasien mencoba bunuh diri setelah ditinggal menikah oleh kekasihnya.
4. Riwayar Kesehatan Keluarga : Keluarga pasien mengatakan tidak mempunyai
penyakit keturunan.
5. Pengkajian nyeri
P : Pasien mengatakan nyeri di kepala berat
Q : Pasien mengatakan nyeri seperti ditekan sakit sekali
R : Pasien mengatakan nyeri bagian tidak spesifik
S : Skala nyeri 4-5
T : Pasien mengatakan nyeri terus menerus

PRIMARY SURVEY
1. Airway : Tidak ada sumbatan jalan nafas
2. Breathing : Dipsnea, Retraksi Dinding Dada, pernafasan cuping hidung,
penggunaan otot bantu nafas.
3. Circulation : pucat, sianosis, TD 80 / 70 mmHg , Nadi : 145 x/menit, S
34ºC, CRT < 2 detik, Akral dingin, Kulit kering, turgor kulit kurang
4. Disability : kesadaran Samnolen, GCS E3M6V2, pupil isokor, miosis dan
midriasis, reflek cahaya muntah.
5. Exposure :
Scale/ Severity : 4-5
Time : nyeri akut
Apakah ada nyeri : Ada
SuhuAxila : 340C

SECONDARY SURVEY
1. Keadaan Umum : Penurunan kesadaran dan Sesak
2. Kesadaran : Samnolen
a. Tekanan Darah 80/70 mmHg

26
b. Nadi 145x permenit
c. Respirasi 29x permenit
d. Suhu 34oC
3. Kepala : mesosepal
1. Rambut: Rambut lurus berwarna hitam
2. Mata : Konjungtiva anemis, sklera anikterik
3. Hidung: Normal
a. Inspeksi : Tidak ada sekret
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di daerah sinus.
4. Telinga: Normal
a. Inspeksi : Simetris, tidak ada serumen
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
a. Inspeksi : Lidah bersih, gigi tidak ada caries, mukosa bibir tidak ada
stomatitis
4. Leher
a. Inspeksi : Tidak ada benjolan
b. Palpasi : Tidak ada nyeri
5. Dada
1. Paru - paru
a. Inspeksi : Bentuk simetris,tidak terdapat jejas dan bengkak, retraksi
dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : normal
d. Auskultasi : tidak ada bunyi nafas tambahan
6. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak ada benjolan
b. Palpasi : Tidak ada nyeri, turgor kulit kering
c. Perkusi : berbunyi timpani
d. Auskultasi : -

27
7. Genetalia : Keadaan bersih, tidak terpasang kateter
8. Ekstremitas : -

ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
.
1. DS: Agen Pola nafas tidak
a. - farmakologis efektif
DO: yang berlebihan
a. Frekuensi pernafasan
pasien 29 x/menit
b. Pasien tampak sesak
c. Dipsneu
d. Ada retraksi dinding dada
e. Pernafasan Cuping hidung
f. Penggunaan otot bantu
pernafasan
2. DS: Mual dan muntah Resiko
a. Keluarga pasien ketidakseimbangan
mengatakan pasien cairan dan
muntah-muntah sudah lebih elektrolit
dari 7 kali
DO:
a. Pasien tampak pucat
b. Pasien sianosis
c. TD 80/70 mmHg, N:
145x/menit.
d. CRT < 2 detik
e. Turgor kulit kering
3. DS: Kekurangan Perfusi jaringan

28
a. - volume cairan perifer tidak
DO: efektif
a. Pasien tampak pucat
b. Pasien sianosis
c. TD 80/70 mmHg, N:
145x/menit, S 34ºC
d. Akral dingin
e. CRT < 2 detik
f. Turgor kulit kering
4. DS: Penyalahgunaan Perfusi jaringan
a. Keluarga pasien obat cerebral tidak
mengatakan pasien efektif
kehilangan kesadaran
DO:
a. GCS E3M6V2 kesadaran
samnolen
b. Pupil isokor
c. Pupil miosis
d. Pupil midriasis
e. Reflek cahaya muntah
5. DS: Penyalahgunaan Gangguan rasa
a. Keluarga mengatakan obat nyaman nyeri akut
pasien nyeri kepala
DO:
a. Pasien tampak meringis
b. Pasien mengalami
penurunan kesadaran
c. Nadi pasien 145x/menit
d. Pasien tampak meringis
P :Pasien mengatakan nyeri

29
berat di kepala
Q:-
R:Pasien mengatakan nyeri
bagian tidak spesifik
S: Skala nyeri 4-5
T:-

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan agen farmakologis yang
berlebihan
2. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume
cairan
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan penyalahgunaan
obat
5. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan penyalahgunaan obat

30
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. SDKI SLKI SIKI
1. Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
efektif b.d agen selama 3x24 jam inspirasi dan 1. Observasi
farmakologis yang ekspirasi yang tidak memberikan  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
berlebihan ventilasi membaik dengan  Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
kriteria hasil : hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
 Dipsnea menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
 Penggunaan otot bantu  Monitor adanya produksi sputum
pernafasan menurun  Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Frekuensi nafas membaik  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

 Kedalaman nafas membaik  Auskultasi bunyi napas


 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

31
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN CAIRAN (I.03098)
ketidakseimbanga selama 3x24 jam kriteria hasil : 1. Observasi
n cairan dan  Akral membaik  Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi,
elektrolit b.d akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit,
muntah tekanan darah)
 Monitor berat badan harian
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit,
Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
 Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP
jika tersedia)
2. Terapeutik
 Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
 Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena bila perlu
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik,  jika perlu
3. Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN SIRKULASI

32
perifer tidak selama 3x24 jam inspirasi dan 1. Observasi
efektif b.d ekspirasi yang tidak memberikan  Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema,
kekurangan ventilasi membaik dengan pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index)
volume cairan kriteria hasil :  Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.
 Akral membaik Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
2. Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area
yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
3. Edukasi

33
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
4. Perfusi jaringan Tujuan : setelah dilakukan tinakan PEMANTAUAN TEKANAN INTRAKRANIAL
cerebral tidak kepereawatan 2x24 jam tidak 1. Observasi
efektif b.d terjadi resiko perfusi serebral tidan  Observasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi
penyalah gunaan efektif menempati ruang, gangguan metabolism, edema sereblal,
zat Kriteria Hasil : peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran cairan
 TIK menurun serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
 Sakit kepala menurun  Monitor peningkatan TD
 Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS dan TDD)
 Monitor penurunan frekuensi jantung
 Monitor ireguleritas irama jantung
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
 Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang yang
diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase

34
cairan serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
3. Terapeutik
 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas system pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sitem pemantauan, jika perlu
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
4. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU
5. Gangguan Rasa Setelah dilakukan pengkajian MENEJEMEN NYERI
Nyaman Nyeri selama 1x24 jam didapatkan: 1. Observasi
akut Tujuan :  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Nyeri berkurang, hilang, atau nyeri
teratasi.  Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
Kriteria Hasil :  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan

35
Secara subjektif, klien melaporkan nyeri
nyeri berkurang  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

36
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

37
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
NO Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
.
1. 08.15 Pola nafas tidak  Memonitor irama pernafasan S:-
efektif b.d distress  Memonitor kedalaman pernafasan O : TD : 80/60, N : 142x/menit, R :
pernafasan  Memonitor penggunaan otot bantu 27x/menit, S : 34ºC. Pasien masih
pernafasan tampak sesak.

 Mengatur posisi A : masalah belum teratasi

 Kolaborasi pemberian obat P : intervensi dan obervasi dilanjutkan

2. 08.15 Ketidakseimbangan  Memonitor TTV setiap jam S:-


cairan dan  Memonitor nadi perifer O : TD : 80/60, N : 142x/menit, R :
elektrolit b.d  Memonitor status dehidrasi 27x/menit, S : 34ºC. Intake : 2000cc,
muntah  Mengobservasi intake-output output : 500 cc. Terpasang infus dan
kateter.
 Membatasi aktivitas
A : masalah belum teratasi
 Memonitor CPV
P :intervensi dan obervasi dilanjutkan
 Memberikan cairan peroral
3. 08.15 Gangguan perfusi  Memberikan oksigen sesuai indikasi S:-
perifer tidak efektif  Memasang infus O : TD : 80/60, N : 142x/menit, R :
b.d 27x/menit, S : 34ºC. Intake : 2000cc,

38
 Memberikan obat-obatan sesuai output : 500 cc. Terpasang infus dan
indikasi kateter.
A : masalah belum teratasi
P : intervesi dan obervasi dilanjutkan
4. 08.15 Gangguan perfusi  Mengobservasi tingkat kesadaran, GCS S:-
serebral tidak  Memonitor TTV O : TD : 80/60, N : 142x/menit, R :
efektif b.d  Mengobservasi menghindari 27x/menit, S : 34ºC. Intake : 2000cc,
penyalahgunaan peningkatan TIK output : 500 cc. Terpasang infus dan
obat  Memasang Infus kateter.

 Melakukan pemeriksaan laboratorium A : masalah belum teratasi


P : intervesi dan obervasi dilanjutkan
 Memberikan obat sesuai indikasi
5. 08.15 Gangguan rasa  Mengobservasi tingkat nyeri S:-
nyaman nyeri akut  Memberikan terapi relaksasi O : TD : 80/60, N : 142x/menit, R :
b.d  Memberikan terapi distraksi 27x/menit, S : 34ºC. Skala nyeri : 4.
penyalahgunaan  Mengkolaborasikan pemberian obat A : masalah belum teratasi
obat P : intervesi dan obervasi dilanjutkan

39
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien Ny.Y dengan diagnosa


overdosis PCT 500 mg, mendapat beberapa kesenjangan dengan teori dengan
kenyataan kasus dilapangan mengenai asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Berikut kelompok
jabarkan mengenai kesenjangan teori dengan kenyataan pada kasus dilapangan

A. PENGKAJIAN
Pengkajian pasien dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2020 jam 08.15 WIB
Ny. Y berusia 20 tahun, keluarga pasien mengatakan akibat gagal ditinggal
menikah oleh kekasihnya pasien nekat mencoba bunuh diri dengan cara minum
PCT 500 mg (5 tablet) dicampur minuman bersoda dan komik.. Kemudian
keluarga membawa Ny. Y Ke UGD Rs.Sejatera Utama, keluarga pasien
mengatakan pasien sempat muntah-muntah kurang lebih 7 kali kemudian pasien
nyeri kepala dan tidak sadarkan diri. Dari hasil pengkajian di dapatkan TD :
80/70 mmhg , RR 29x/ m, HR : 145x/ m S : 34˚C , Penurunan Kesadaran GCS :
3-2-6 akral dingin, kulit tampak pucat CRT >2 detik, SPO2 83 %.
Pengkajian pada kasus sudah dilakukan sesuai dengan teori, dan tidak ada
kesenjangan yaitu dimulai dari pengkajian primer sampai ke pengkajian
sekunder, dimana pada pengkajian primer didapatkan hasil pengkajian airway
tidak ada masalah, tidak ada hambatan jalan nafas, pada breathing Dipsnea,
Retraksi Dinding Dada, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu nafas,
kemudian Circulation didapatkan pucat, sianosis, TD 80 / 70 mmHg , Nadi : 145
x/menit, S 34ºC, CRT < 2 detik, Akral dingin, Kulit kering, turgor kulit kurang,
pada Disability didapatkan kesadaran Samnolen, GCS E3M6V2, pupil isokor,
miosis dan midriasis, reflek cahaya muntah, dan exsposure didapatkan skala
nyeri pasien 4-5 nyeri akut di kepala. Setelah pengkajian primer juga dilanjutkan
pengkajian sekunder selama proses observasi.
B. DIAGNOSA
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan
overdosis dan keracunan obat adalah Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hipersaliva,Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
distress pernafasan, Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan mual, muntah, Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
penyalahgunaan obat, Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan
kekurangan volume cairan, emboli paru
Sedangkan diagnosa kasus yang muncul dari kasus Ny.Y yaitu Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan agen farmakologis yang berlebihan Resiko
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah Perfusi
jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan penyalahgunaan obat,
Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan penyalahgunaan obat.
Dari diagnosa yang muncul pada Ny.Y terdapat dua diagnosa yang
mengalami kesenjangan dengan teori, yang pertama yaitu diagnosa bersihan jalan
nafas berhubungan dengan hipersaliva pada pengkajian primer airway, pada
Ny,Y diagnosa ini tidak muncul. Diagona utama pada kasus Ny.Y adalah Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan efek farmakologis dari PCT yang
berlebihan.
Pada kasus Ny.Y juga muncul diagnosa gangguan rasa nyaman Nyeri akut
Berhubungan dengan penyalahgunaan obat yang sebelumnya tidak disebutkan
dalam teori. Untuk keempat diagnosa lainnya itu sesuai dengan teori, yaitu Pola
nafas tidak efektif, Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perfusi
jaringan perifer tidak efektif, dan perfusi jaringan serebral tidak efektif.

C. INTERVENSI
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan merupakan tahap
ketiga dari proses keperawatan dimana perawat menetapkan tujuan dan kriteria
hasil yang diharapkan bagi pasien dan rencana tindakan yang akan

41
dilakukan.Penentuan tujuan pada perencanaan dari proses keperawatan adalah
sebagai arah dalam membuat rencana tindaan dari masing-masing diagnosa
keperawatan. Kriteria hasil dilakukan untuk memberi petunjuk bahwa tujuan
telah tercapai dan digunakan dalam membuat pertimbangan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam membuat kriteria hasil adalah berfokus pada pasien, singkat,
jelas untuk memeudahkan perawat dalam mengidentifikasi tujuan dan rencana
tindakan dapat diobservasi dan diukur, realistik, ditentukan oleh perawat dan
pasien.Pada perencanaan tindakan, mengacu pada referensi buku 3S
(SDKI,SIKI,SLKI). Dimana berdasarkan buku 3S intervensi yang dapat
diberikan pada diagnosa pola nafas tidak efektif adalah pemantauan respirasi,
pada resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit yaitu manajemen cairan,
kemudian pada diagnosa perfusi jaringan perifer tidak efektif dapat dilakukan
perawatan sirkulasi, selanjutnya pada diagnosa perfusi jaringan serebral tidak
efektif dapat dilakuka pemantauan tekanan intrakranial, dan terakhir pada
diagnosa Nyeri akut dapat diberikan manajemen Nyeri.
Pain management bertujuan untuk mengurangi rentang nyeri dari keluhan
pasien, meningkatkan rasa nyaman pasien, dengan kriteria hasil Alasannya untuk
mengetahui tingkat nyeri secara komprehensif dan kaji tanda-tanda vital,
mengerti cara mengalihkan nyeri teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi nyeri, dapat mengkontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Ny. Y didasarkan pada perncanaan
keperawatan yang telah disusun. Namun, pada kenyataan tidak semua
perencanaan keperawatan dapat dilaksanakan secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan karena disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pasien. Asuhan
keperawatan pada Ny. Y dengan diagnosa overdosis PCT dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan tim UGD lainnya.

42
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
menentukan apakah tujuan tercapai atau sampai manakah tujuan tersebut telah
dicapai. Pada evaluasi ini penulis menggunakan evalusi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses ini dibuat untuk mengetahui keberhasilan tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat, sedangkan evaluasi hasil merupakan catatan
perkembangan dari keseluruhan tindakan yang dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk menyusun asuhan keperawatan, dalam kasus Ny.Y evaluasi
dapat dilihat dari hasil observasi setelah 6 jam.

43
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami Overdosis
atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalamikeracunan akibat obat. OD
sering terjadi bila mengg keracunan akibat obat. OD sering terjadi bila
menggunakan narkoba dalam unakan narkoba dalam jumlah banyak dengan
rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakansecara bersamaan antara
putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. secara bersamaan antara putaw,
pil, heroin digunakan bersama alkohol.Atau menelan obat tidur seperti
golongan barbiturat (luminal) atau obat Atau menelan obat tidur seperti
golongan barbiturat (luminal) atau obat  penenang (valium, xanax,
mogadon/BK). Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi,
menempel pada kulit, atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil
menyebabkan cedera tubuh dengan adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana dalam
nurarif kusuma, 2015).
Diagnosa kasus yang muncul dari kasus Ny.Y yaitu Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan agen farmakologis yang berlebihan Resiko
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah Perfusi
jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan penyalahgunaan
obat Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan penyalahgunaan
obat.
5.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan mampu memahami
pembahasan teoritis tentang overdosis dan keracunan obat. Dan bagi perawat
sendiri diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang baik dan
sesuai dengan kondisi klien yang di rawat. Sehingga tidak dapat menghindari
atau mencegah kematian dan kecacatan akibat overodsis dan keracunan obat.

44
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. (1st ed). Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Saleh, Muhammad Lalu.2018 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Kelautan.
Deepublish Publisher.
Tyas,Maria.2016. Keperawatan Kegawat Daruratan Dan Manajement Bencana.
KEMENKES RI.
Keracunan.2016. Perawatan Dini Penderita Keracunan. The Committe on Toxic:
American College of Surgeon. Di alihbahasakan Yayasan Essentia Medica,
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Hendrotomo.2016. Keracunan dan Penaggulangannya – 1 PCCMI. SA.1., Jakarta:
Konas – PCCMI SA.1

iv

Anda mungkin juga menyukai