Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN HASIL KERJA KELOMPOK 6

PELAYANAN REHABILITAS PENYALAHGUNAAN NARKOBA

DI SUSUN OLEH :

MUTHMAINNAH R011191002

INTAN SUNARYA R011191043

ARDIANSYAH NOCH R011191045

RABIA, M R011191052

RUKIYA UMARELLA R011191106

RAHMANIA R011191111

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2020
REHABILITASI NARKOBA

A. Definisi
Rehabilitasi narkoba adalah cara untuk memulihkan pengguna agar terbebas dari
narkoba.
B. Tahapan Rehabilitasi Pengguna Narkoba
1. Tahap Rehabilitasi Medis (Detoksifikasi)
Pada tahap awal ini, dokter akan memeriksa kesehatan fisik dan mental pecandu.
Dari hasil pemeriksaan, dokter kemudian bisa memberikan resep obat tertentu
untuk mengurangi gejala sakau.
2. Tahap Rehabilitasi Non medis
Pada tahap kedua ini, dilakukan di tempat rehabilitasi narkoba yang tersebar di
seluruh Indonesia. Saat berada di tempat rehabilitasi ini, pecandu akan coba
dipulihkan agar bisa kembali normal dan terbebas dari narkoba yang berbahaya.
3. Tahap Pembinaan Lanjutan
Pada tahap ini, pecandu sudah bisa kembali ke lingkungan. Namun akan tetap
diawasi sehingga nantinya mantan pengguna ini tidak tergoda untuk kembali ke
jalan yang salah.
Selain tahapan rehabilitasi tersebut, juga terdapat sejumlah cara terapi dan
rehabilitasi untuk pengobatan narkoba. Berikut ini jenis metode pengobatan
tersebut.
a. Cold Turkey
Pengguna langsung dihentikan aksesnya terhadap narkoba. Biasanya pengguna
akan dikurung di ruangan tertentu sampai tingkat ketergantungan terhadap narkoba
itu bisa dihilangkan serta diikutkan konseling narkoba
b. Cara Alternatif : dengan pengobatan alternatif.
c. Terapi Komunitas (Therapeutic Community (TC))
Dengan metode terapi ini diharapkan pengguna bisa kembali ke masyarakat dan
kembali sebagai manusia yang normal.
d. Metode 12 Langkah
Metode pengobatan narkoba ini dikembangkan di Amerika Serikat. Ada 12 tahapan
yang dilakukan sehingga nantinya pengguna itu bisa kembali sembuh.

C. Penyalahgunaan Narkoba
Metode pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling efektif
dan mendasar adalah metode promotif dan preventif. Upaya yang paling praktis dan
nyata adalah represif dan upaya yang manusiawi adalah kuratif serta rehabilitatif.

a. Promotif

Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau program
pembinaan.

b. Preventif

Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum pernah
mengenal narkoba agar mereka mengetahui tentang seluk beluk narkoba sehingga
mereka menjadi tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Bentuk dan agenda
kegiatan dalam program preventif ini: Kampanye anti penyalahgunaan narkoba,
Penyuluhan seluk beluk narkoba yaitu lebih bersifat dialog yang disertai dengan
sesi tanya jawab dan bentuknya bisa berupa seminar atau ceramah, Pendidikan
dan pelatihan kelompok sebaya serta upaya mengawasi dan mengendalikan
produksi dan upaya distribusi narkoba di masyarakat.

c. Kuratif

Bentuk kegiatannya berupa : penghentian secara langsung; Pengobatan gangguan


kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian narkoba (detoksifikasi);
Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba dan
Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba seperti
HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya.

d. Rehabilitatif

Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan yang keberhasilannya sendiri
sangat bergantung pada sikap profesionalisme lembaga yang menangani program
rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan penderita untuk sembuh serta
dukungan kerja sama antara penderita, keluarga dan lembaga.

e. Represif

Program yang ditujukan untuk menindak para produsen, bandar, pengedar dan
pemakai narkoba secara hukum.Program ini merupakan instansi pemerintah yang
berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi aupun distribusi
narkoba.Selain itu juga berupa penindakan terhadap pemakai yang melanggar
undang-undang tentang narkoba.

Masalah penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang kompleks yang pada


umumnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor individu, faktor
lingkungan/sosial dan faktor ketersediaan, menunjukkan bahwa pencegahan
penyalahgunaan narkoba yang efektif memerlukan pendekatan secara terpadu dan
komprehensif dari semua sektor terkait termasuk para orangtua, guru, tokoh
masyarakat, tokoh agama, kelompok remaja dan LSM di masyarakat.

 Peran remaja : Pelatihan keterampilan dan kegiatan alternatif untuk mengisi


waktu luang seperti : kegiatan olahraga, kesenian dan lain lain.

 Peran orangtua :Menciptakan rumah yang sehat, serasi, harmonis, cinta, kasih
saying dan komunikasi terbuka, mengasuh dan mendidik anak yang baik, Menjadi
contoh yang baik, mengikuti jaringan orang tua, menyusun peraturan keluarga
tentang keluarga bebas narkoba serta menjadi pengawas yang baik.

 Peran Tokoh Masyarakat : Mengikutsertakan dalam pengawasan narkoba dan


pelaksanaan Undang-undang, Mengadakan penyuluhan, kampanye pencegahan
penyalahgunaan narkoba, Merujuk korban narkoba ke tempat pengobatan,
merencanakan, melaksanakan dan mengkoordinir program-program pencegahan
penyalahgunaan narkoba. Ada strategi pencegahan penyalahgunaan narkoba di
masyarakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : Pelatihan
dan Pendidikan, Kebijakan dan Peraturan, Kegiatan Kemasyarakatan , Promosi
Hidup Sehat, Sistem Rujukan, Pembentukan Kelompok Konseling dan Organisasi

D. Tahapan dan proses rehabilitasi penyalahguna narkoba

Rehabilitasi merupakan langkah penting menyelamatkan para pencandu dari


belenggu narkotika dan obat-obatan terlarang. Seperti apa tahapannya?

Pada tahun 2014, pemerintah Indonesia telah menerbitkan panduan


hukum terkait penanganan pengguna narkoba. Yakni ketentuan dalam Bab IX (Pasal
54, 55-59 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) dan Peraturan Pemerintah No.
25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika yang
menegaskan bahwa pencandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Vonis rehabilitasi ini juga berlaku bagi pengguna narkoba yang tertangkap
tangan. Rujukannya tertera dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 03 Tahun
2011 dan SEMA Nomor 04 Tahun 2010, yang berisi imbauan kepada para hakim
untuk tidak memenjarakan pencandu narkoba, melainkan memasukkan mereka ke
dalam lembaga rehabilitasi. Rehabilitasi bertujuan menghentikan ketergantungan
sekaligus memulihkan kondisi mental dan sosial pencandu. Adapun proses dan
tahapan rehabilitasi narkoba adalah :

1. Prarehabilitasi

Pertama, melapor ke instansi terkait. Misalnya Institusi Penerima Wajib Lapor


(IPWL) yang diresmikan sejak tahun 2011. Saat ini, sudah tersedia 274 IPWL di
seluruh Indonesia dari berbagai lembaga, termasuk Puskesmas, Rumah Sakit dan
Lembaga Rehabilitasi Medis, baik milik pemerintah atau swasta. Selain IPWL, juga
bisa mengajukan permohonan rehabilitasi narkoba melalui situs daring milik Badan
Narkotika Nasional (BNN). Syaratnya kelengkapan dokumen pribadi, hasil tes urine,
hasil pemeriksaan medis secara keseluruhan, juga kesediaan orang tua atau wali yang
dapat mewakili.

Kedua, akan dilakukan penilaian medis dan sosial.

Proses penilaian bagi pengguna yang tertangkap aparat dan proses hukumnya sedang
berjalan, berbeda dengan yang datang secara suka rela. Mereka yang tertangkap aparat
akan didampingi penyidik dari Polri atau BNN. Setelah itu, baru keluar rekomendasi
rehabilitasi, "Tindakan rehabilitasi bentuknya : kalau yang ringan bisa rawat jalan,
kalau yang sedang dan berat akan menjalani rawat inap.

2. Tahap rehabilitasi

Seluruh tahapan rehabilitasi  dilakukan di bawah pengawasan konselor. Tempat


rehabilitasi pun harus mengantongi izin dari Kementerian Kesehatan atau
Kementerian Sosial.
PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2018

TENTANG

PENYELENGGARAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA

DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA

LEMBAGA REHABILITASI YANG DISELENGGARAKAN OLEH MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA


NASIONAL

Menimbang :

a. Bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan Makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, perlu menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi
Penyalah Guna Narkotika dan Pecandu Narkotika.
b. Bahwa Badan Narkotika Nasional mempunyai tugas yang salah satunya yaitu
meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial Pecandu
Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat.
c. Bahwa terbatasnya jumlah lembaga rehabilitasi narkotika menimbulkan dampak
terhadap penyalah guna, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika
yang tidak dapat mendapatkan akses layanan rehabilitasi, sehingga Badan Narkotika
Nasional berupaya untuk meningkatkan ketersediaan layanan rehabilitasi, salah
satunya yaitu dengan memberdayakan dan mengoptimalkan kemampuan lembaga
rehabilitasi milik masyarakat agar dapat menyelenggarakan layanan yang sesuai
dengan standar rehabilitasi yang ditentukan.
d. Bahwa Badan Narkotika Nasional saat ini belum memiliki pengaturan
penyelenggaraan rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan
narkotika pada lembaga rehabilitasi komponen masyarakat, sehingga diperlukan
pengaturan terhadap hal ini.
e. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sampai dengan
huruf f maka perlu menetapkan Peraturan Badan Narkotika Nasional tentang
Penyelenggaraan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika pada Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat;

Mengingat :

1. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5062).
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional.
3. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 2085).
4. Peraturan Badan Narkotika Nasional Nomor 24 Tahun 2017 tentang Standar
Pelayanan Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1942).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL TENTANG


PENYELENGGARAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN
KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA LEMBAGA REHABILITASI
YANG DISELENGGARAKAN OLEH MASYARAKAT.

Pasal 1 : Penyelenggaraan rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan


narkotika pada lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan masyarakat memiliki tujuan:

a. menyediakan acuan bagi lembaga rehabilitasi komponen masyarakat dalam


melaksanakan layanan terapi dan rehabilitasi gangguan penyalahgunaan narkotika
secara teknis;
b. menyediakan petunjuk teknis terkait tata cara lembaga rehabilitasi komponen
masyarakat mendapatkan peningkatan kemampuan dari Badan Narkotika Nasional;
dan
c. meningkatkan pemahaman pelaksana layanan dalam penyelenggaraan terapi dan
rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika pada lembaga
rehabilitasi komponen masyarakat.

Pasal 2 : Penyelenggaraan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1


mempedomani petunjuk teknis penyelenggaraan rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan
korban penyalahgunaan narkotika di lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh
masyarakat.

Pasal 3 : Petunjuk teknis rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tercantum


dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Pasal 4 : Ruang lingkup dari petunjuk teknis penyelenggaraan rehabilitasi bagi pecandu
narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika di lembaga rehabilitasi yang
diselenggarakan oleh masyarakat, terdiri atas: pendahuluan; pemenuhan standar
rehabilitasi; pelaksanaan rehabilitasi secara umum; program layanan rehabilitasi medis;
program layanan rehabilitasi sosial; dan pengendalian program.

Pasal 5 : Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta : pada tanggal 20 September 2018

KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

HERU WINARKO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 21 September 2018

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

WIDODO EKATJAHJANA
Contoh instansi pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan

A.Profil Kantor Wilayah


Sebelum tahun 1974, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan
sudah berdiri yang mana saat itu masih bernama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
kemudian tahun 1974 berubah menjadi Kantor Wilayah Bina Tuna Warga (BTW). Keputusan
Presiden No. 27 tahun 1981 tanggal 7 Juli 1981 tentang Dasar Hukum Reorganisasi
Departemen yang mendasari beralihnya status Departemen Kehakiman dari Holding
Company menjadi pola yang terpadu (Integrated Type) dan tahun 1982 pada saat itu bernama
Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang termasuk klasifikasi type A kemudian pada
tahun 1994-2004 mengalami perubahan 2 kali yaitu Kantor Wilayah Departemen Hukum dan
Perundang-undangan dan Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM kemudian
tahun 2004-2009 mengalami perubahan 2 kali yaitu Kantor Wilayah Departemen Hukum dan
HAM dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM sampai sekarang.

B. Visi dan Misi

VISI
Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum

MISI :
1. Mewujudkan Peraturan Perundang-undangan yang berkualitas,
2. Mewujudkan Pelayanan Hukum yang berkualitas,
3. Mewujudkan Penegakan Hukum yang berkualitas,
4. Mewujudkan Penghormatan Pemenuhan dan Perlindungan HAM,
5. Mewujudkan Layanan Manajemen Administrasi Kementerian Hukum dan HAM,
6. Mewujudkan Aparatur Kementerian Hukum dan HAM yang Profesional dan Berintegritas.

C. Tugas dan Fungsi

1. Tugas
Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan kebijakan Menteri
Hukum dan HAM dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Fungsi
Untuk melaksanakan tugasnya, Kantor Wilayah menyelenggarakan fungsi:
a. pengoordinasian perencanaan, pengendalian program, dan pelaporan;
b. pelaksanaan pelayanan di bidang administrasi hukum umum, hak kekayaan intelektual, dan
pemberian informasi hukum;
c. pelaksanaan fasilitasi perancangan produk hukum daerah, pengembangan budaya hukum
dan penyuluhan hukum, serta konsultasi dan bantuan hukum;
d. pengoordinasian pelaksanaan operasional Unit Pelayanan Teknis di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM di bidang keimigrasian dan bidang pemasyarakatan;
e. penguatan dan pelayanan hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan penghormatan,
pemenuhan, pemajuan, pelindungan, dan penegakan hak asasi manusia; dan
f. pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Kantor Wilayah.

D. Nilai dan Tujuan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

1. Nilai
Untuk memandu pencapaian visi dan misi serta untuk mewujudkan tujuan dan sasaran
diperlukan nilai-nilai yang digunakan sebagai pedoman bagi seluruh insan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Nilai ini mendukung dan memandu disaat tugas dan
tanggungjawab sedang dikerjakan. Adapun nilai Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia adalah:

a) Profesional
Aparat Kementerian Hukum dan HAM adalah aparat yang bekerja keras untuk mencapai
tujuan organisasi melalui penguasaan bidang tugasnya, menjunjung tinggi etika dan integritas
profesi.

b) Akuntabel
Setiap kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku.

c) Sinergi
Komitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama yang produktif serta
kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menemukan dan
melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat dan berkualitas.
d) Transparan
Kementerian Hukum dan HAM menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk
memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.

e) Inovatif
Kementerian Hukum dan HAM mendukung kreativitas dan mengembangkan inisiatif untuk
selalu melakukan pembaharuan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya.

2. Tujuan
Dalam penyusunan rencana strategis tujuan adalah kondisi yang akan atau harus dicapai
dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan apa yang telah dibayangkan sebelumnya baik
dalam konteks Visi terutama dalam perspektif misi organisasi. Tujuan akan menjadi acuan
dalam perumusan sasaran, kebijakan, program dan kegiatan. Sesuai dengan misi yang telah
dirumuskan dikaitkan dengan analisis strategis maka tujuan yang akan dicapai oleh
Kementerian adalah:

a) Terwujudnya politik legislasi yang berkualitas melalui pembentukan peraturan


perundangan yang terencana;
b) Terwujudnya Layanan hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang cepat
dan murah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
c) Terwujudnya penegakan hukum yang berkualitas di bidang Keimigrasian, Hak Kekayaan
intelektual, kerjasama timbal balik dengan Negara lain, Pembinaan Pemasyarakatan serta
efektifitas koordinasi antar instansi penegak hokum;
d) Terwujudnya kebijakan nasional yang mendorong penghormatan, perlindungan dan
pemenuhan hak asasi manusia;
e) Terwujudnya manajemen organisasi yang akuntabel dengan penyelenggaraan birokrasi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang professional;
f) Terwujudnya aparat Kementerian Hukum dan HAM yang profesional dan berintegritas.

E. Satuan Kerja
Untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di wilayah kerja, Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Selatan dibantu 33 (tiga puluh tiga)
Unit Pelaksana Teknis yang tersebar di seluruh Wilayah Sulawesi Selatan dengan pembagian
satuan kerja (SATKER) sebagai berikut :
No
KANTOR/UPT JUMLAH SATKER
.
1. Kantor Wilayah 1
2. Lembaga Pemasyarakatan 9
3. Rumah Tahanan Negara 15
4. Balai Pemasyarakatan 3
5. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara 1
6. Kantor Imigrasi 3
7. Rumah Detensi Imigrasi 1
8. Balai Harta Peninggalan 1
  Jumlah 34
 

F. Susunan Organisasi
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan terdiri atas 4 divisi, yaitu:

a. Divisi Administrasi
Divisi administrasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Wilayah di bidang
pembinaan dan dukungan administrasi di lingkungan Kantor Wilayah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh Sekretariat Jenderal.
Divisi Administrasi terdiri atas:
1. Bagian Program dan Pelaporan;
2. Bagian Umum;

b. Divisi Pemasyarakatan
Divisi Pemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan di wilayah. Divisi Pemasyarakatan terdiri atas:
1. Bidang Pembinaan, Bimbingan Pemasyarakatan, Pengentasan Anak, Informasi dan
Komunikasi;
2. Bidang Keamanan, Kesehatan, dan Perawatan Narapidana / Tahanan, dan Pengelolaan
Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara;

c. Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia


Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Direktorat Jenderal atau Badan terkait di wilayah. Divisi Pelayanan Hukum dan Hak
Asasi Manusia terdiri atas:
1. Bidang Hukum;
2. Bidang Pelayanan Hukum;
3. Bidang Hak Asasi Manusia;

d. Divisi Keimigrasian
Divisi Keimigrasian mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Imigrasi di
wilayah. Divisi Keimigrasian terdiri atas:
1. Bidang Lalu Lintas dan Izin Tinggal Keimigrasian;
2. Bidang Intelijen, Penindakan, Informasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian

Struktur Organisas

Jenis pelayanan
Pelayanan rehabilitasi social bagi penggunaan napza

Pelayanan perawatan lanjut bagi pengguna napza

Pelayanan Lanjutan Pengobatan Methadone Bagi WBP Pengguna Napza

prosedurnya

1. Kepala Lapas membentuk Tim Asesmen yang terdiri dari Dokter, Psikolog, Konselor
dan petugas pembinaan;
2. Bila tenaga kesehatan tersebut tidak tersedia di dalam Lapas/Rutan dapat berjejaring
dengan Dinas Kesehatan, BNN/P;
3. Tim assesment melaksanakan assesment sesuai dengan instrumen yang telah
ditentukan;
4. Tim assesment memberikan rekomendasi kepada kepala Lapas/Rutan tentang
rehabiltasi medis dan sosial serta tempat rehabilitasi;
5. Kepala lapas/rutan mengusulkan kepada Kantor Wilayah;
6. Kepala Kantor Wilayah mengusulkan kepada Dirjen Pemasyarakatan cq. Direktur
Bina Kesehatan Dan Perawatan Narapidana Dan Tahanan untuk rehabilitasi di luar
Lapas/Rutan;
7. Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan memberikan
rekomendasi rehabilitasi.

Anda mungkin juga menyukai