Anda di halaman 1dari 3

Peran Swasta dan Pemerintah untuk Mengurangi Eksternalitas Negatif Rokok

Alida Devi Padmasari 1-23/02


Program Studi Diploma III Akuntansi Politeknik Keuangan Negara STAN

I. PENDAHULUAN

Jumlah perokok aktif di Indonesia saat ini hampir mencapai 90 juta jiwa, baik
itu perokok pria maupun wanita yang berusia diatas 15 tahun. Kurang sadarnya
akan bahaya rokok bagi diri sendiri dan orang lain, para perokok aktif sering kali
merokok ditempat-tempat umum tanpa memperhatikan orang lain dan lingkungan
sekitar. Banyaknya jumlah perokok aktif di Indonesia menyebabkan tingginya
resiko terserang penyakit seperti kanker paru-paru, asma, stroke dan jantung
coroner yang merupakan penyebab kematian terbesar di Indonesia terhadap
perokok aktif maupun perokok pasif yang terpapar oleh asap rokok di tempat
umum. Selain berdampak terhadap kesehatan, asap rokok dapat menyebabkan
pencemaran udara karena asapnya, membuang puntung rokok sembarangan juga
menyebabkan pencemaran lingkungan dan tak jarang membuang puntung rokok
sembarangan menyebabkan terjadinya kebakaran karena rokok tersebut masih
menyala. Maka dari itu, diperlukan peran swasta dan pemerintah agar
eksternalitas negatif yang timbul akibat rokok bisa berkurang.

II. PEMBAHASAN

Eksternalitas adalah dampak-dampak yang tidak terkompensasi dari tindakan


seseorang terhadap kesejahteraan orang lain yang tidak terlibat dan tidak
membayar imbalan apapun atas pengaruh tersebut. Eksternalitas bisa
berpengaruh positif maupun negatif. Eksternalitas dikatakan berpengaruh positif
jika memiliki manfaat bagi orang lain, seperti contoh ketika kita melakukan
imunisasi dan saat kita memegang buah-buahan yang hendak kita beli, maka
orang lain menjadi kecil kemungkinannya untuk tertular penyakit dari diri kita.
Sedangkan eksternalitas dapat dikatakan berpengaruh negatif ketika memberi
dampak buruk bagi kita, seperti contoh adalah rokok. Ketika ada seorang perokok
aktif merokok ditempat umum, orang lain dan lingkungan bisa terkena dampak
negatif karena paparan asap rokok yang dapat berbahaya bagi kesehatan dan
dapat mencemari lingkungan. Ekternalitas merupakan salah satu penyebab
kegagalan pasar. Kegagalan pasar terjadi apabila mekanisme pasar tidak dapat
berfungsi secara efisien dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang
ada didalam masyarakat. Hal ini terjadi ketika suatu perusahaan menyebabkan
polusi udara tanpa adanya biaya sosial yang dikeluarkan karena berdampak buruk,
maka perusahaan bisa melakukan produksi suatu barang dengan jumlah tidak
terbatas. Maka dari itu, agar tidak terjadi eksternalitas negatif memerlukan peran
swasta dan pemerintah.

Swasta dapat berperan untuk mengurangi eksternalitas negatif rokok dengan


cara menerapkan teorema coase. Teorema coase adalah cara menyelesaikan
masalah eksternalitas dengan bernegosiasi antara dua pihak dan kedua pihak
tersebut harus sama-sama saling diuntungkan. Hal ini bisa diterapkan dengan cara
perokok pasif meminta perokok aktif yang merokok ditempat umum untuk
mematikan rokoknya, jika kedua belah pihak setuju maka dapat dikatakan teorema
coase berjalan dengan baik. Dengan cara ini, kedua pihak yang terlibat
bernegosiasi mencapai sebuah kesepakatan tanpa campur tangan pemerintah
dengan menyelesaikan masalah mereka sendiri. Teorema coase tidak selalu
berjalan dengan lancar karena gagal memecahkan masalah biaya transaksi, yaitu
biaya yang timbul akibat hasil perundingan tersebut. Seperti contoh ketika perokok
tidak mau mematikan rokoknya karena merasa ia dirugikan dan perokok pasif
harus membayar atas kerugian tersebut. Hal ini-lah yang menyebabkan teorema
coase tidak berjalan dengan baik karena harus mengeluarkan biaya transaksi.

Peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah eksternalitas yaitu dengan


cara memberikan subsidi jika itu eksternalitas positif karena eksternalitas positif
dapat memberikan dampak baik dan pemerintah harus mendukung adanya
perusahaan yang membawa dampak positif. Sedangkan pemerintah akan
memberikan pajak ketika eksternalitas tersebut memberikan dampak negatif
seperti halnya orang merokok karena merugikan orang lain. Pajak yang timbul
akibat eksternalitas negatif disebut dengan pajak pigovian. Selain pajak, dalam
kasus ini pemerintah juga bisa mengendalikan dampak eksternalitas negatif rokok
dengan cara menaikkan cukai rokok. Pajak rokok merupakan pungutan atas cukai
yang dipungut oleh pemerintah sedangkan cukai rokok adalah pungutan barang-
barang tertentu seperti rokok yang digunakan untuk mengendalikan peredarannya
karena dianggap memberikan dampak negatif terhadap masyarakat lain maupun
lingkungan hidup. Oleh karena itu, dalam penjualan rokok terdapat pajak dan cukai
rokok yang harus dibayarkan oleh konsumen dan harganya cukup mahal.

Harga rokok di pasar dapat di pengaruhi oleh beberapa hal, seperti 1. cukai
tembakau, yaitu pungutan pemerintah untuk mengendalikan barang barang
tertentu yang dapat memberikan dampak buruk bagi masyarakat luas maupun
lingkungan hidup, 2. Pajak rokok, yaitu benda konsumsi yang dikenai pajak seperti
rokok dan minuman beralkhohol, 3. Ketetapan harga produsen, yaitu biaya
produksi rokok itu sendiri. Semakin mahal cukai, pajak, dan biaya rokok, maka
semakin mahal juga harga rokok yang ada dipasaran.

Dikutip dari tribunjogja.com, mayoritas konsumen rokok di Indonesia adalah


warga yang kurang mampu. Jika pajak dan cukai rokok ditingkatkan maka semakin
banyak orang-orang yang enggan untuk membeli rokok karena harganya sangat
mahal dan mereka tidak bisa membeli rokok tersebut dengan jumlah yang sama
dengan yang mereka beli sebelum terjadi kenaikan harga. Maka, dengan adanya
peningkatan harga rokok dan banyaknya masyarakat yang meninggalkan pasar
(deadweight loss) karena pajak dan cukai rokok dikenakan sangat tinggi, dapat
mengurangi eksternalitas negatif yang diakibatkan oleh rokok dan dapat
meminimalisir timbulnya penyakit yang menyebabkan kematian serta pengaruh
buruk terhadap lingkungan. Hal ini juga berbanding lurus dengan hukum
permintaan yaitu semakin tinggi harga, maka permintaan semakin rendah. Maka,
jika harga rokok naik, permintaan akan rokok akan turun.

Pajak dan cukai rokok merupakan penerimaan terbesar di Indonesia. Dengan


banyaknya perokok di Indonesia maka semakin banyak pula penerimaan
pemerintah. Dengan adanya pajak dan cukai rokok yang tinggi maka penerimaan
negara juga akan optimal. Pajak dari rokok oleh Presiden Jokowi digunakan untuk
menutupi defisit dari pengeluaran BPJS yang juga akan membantu meringankan
beban pemerintah dan dapat menguntungkan. Selain itu, dengan adanya pabrik
rokok dapat mengurangi pengangguran karena dapat mempekerjakan masyarakat
dan juga dapat mensejahterakan rakyat dengan membuka lapangan pekerjaan
baru.
III. PENUTUP

Banyaknya perokok aktif yang ada di Indonesia dapat menyebabkan dan


menebar berbagai macam penyakit yang menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan sekitar termasuk orang lain maupun lingkungan hidup yang dapat
dikenal sebagai eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif ini dapat merugikan
orang lain secara material dan dapat dihitung dengan uang akibat kerugian yang
ditimbulkan oleh orang lain. Hal yang dapat diambil untuk mengatasi masalah
eksternalitas negatif ini membutuhkan peran dari berbagai pihak, yaitu swasta dan
pemerintah. Dalam pihak swasta, terdapat teorema coase yaitu mengatasi
masalah eksternalitas negatif rokok dengan cara bernegosiasi antara perokok
dengan orang yang terkena dampak akibat rokok tersebut, jadi teorema coase ini
benar-benar dilakukan secara pribadi tanpa campur tangan pemerintah. Teorema
coase dikatakan berhasil ketika kedua belah pihak menyetujui perjanjian dan
berhasil menemukan cara untuk mengatasi biaya transaksi yang dikeluarkan oleh
masing-masing pihak. Yang kedua adalah dengan cara menaikkan pajak dan cukai
rokok agar orang-orang berhenti membeli rokok dan akan sadar betapa pentingnya
menjaga kenyamanan Bersama tanpa harus merokok didepan umum. Dengan
kenaikan pajak dan cukai rokok maka harga rokok dipasar akan naik dan orang-
orang menjadi tidak membeli rokok dan tidak ada lagi eksternalitas negatif yang
timbul akibat rokok.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Mankiw, N Gregory, Euston Quah, dan Peter Wilson. 2012. Priciples of economics:
an Asian edition (volume 1). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Wardana, Anita Kusuma. 2016. Jumlah Perokok di Indonesia Terbanyak di


Dunia, Kalahkan Rusia dan Cina. Diambil dari
http://makassar.tribunnews.com/2016/05/25/jumlah-perokok-di-indonesia-
terbanyak-di-dunia-kalahkan-rusia-dan-china diakses pada 17 November 2018
pukul 18:25 WIB

Jatmiko Agung. Pajak rokok, cukai dan pemanfaatannya. Diambil dari :


https://www.online-pajak.com/pajak-rokok diakses pada 17 November 2018 pukul
17:00

Anda mungkin juga menyukai