Abstract. Public service advertisement about the smoking hazards issued by Republic of
Indonesia’s Ministry of Health, build the inevitability that cigarettes have a big share in
delivering smokers into the dangers of nicotine. During this time, tobacco advertising in the
media with its strength able to provide an overview of the style, gallantry, success that is then
trusted by smokers. Through the hermeneutic code, we find the connotation of the signs
contained in the "Smoking Danger" public service ads that smoking causes the emergence of
various diseases, namely throat cancer. The meaning of connotation in the "Smoking Hazard"
public service ads issued by the Ministry of Health contains myths related to smoking habits
or addiction, namely smoking is not a style, not a valor, and not a feature of success. In these
public service ads also found the ideology of consumerism. Seen commodification conducted
by the Ministry of Health RI to the figure of smokers who described as a diseased/unhealthy
figure.
Keywords: Semiotics, Public Service Ads, Smoking Hazards
Abstrak. Iklan layanan masyarakat tentang bahaya merokok bagi kesehatan yang dikeluarkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membangun keniscayaan kalau rokok punya
andil besar mengantarkan para perokok memasuki bahaya nikotin. Selama ini, iklan rokok di
media dengan kekuatannya mampu memberikan gambaran tentang kegayaan, kegagahan,
kesuksesan yang kemudian dipercaya oleh para perokok. Melalui kode hermeneutik,
ditemukan makna konotasi dari tanda-tanda yang terdapat dalam ILM “Bahaya Merokok”
bahwa merokok mengakibatkan munculnya berbagai penyakit, salah satunya kanker
tenggorokkan. Makna konotasi dalam ILM “Bahaya Merokok” yang dikeluarkan
Kementerian Kesehatan RI mengandung mitos-mitos yang berkenaan dengan kebiasaan atau
kecanduan rokok, yakni kebiasaan merokok adalah bukan kegayaan, bukan kegagahan, dan
bukan ciri kesuksesan. Dalam ILM juga ditemukan ideologi yang terkandung dalam iklan ini
yakni ideologi konsumerisme. Terlihat komodifikasi yang dilakukan oleh Kemenkes RI
terhadap sosok perokok yang digambarkan sebagai sosok yang berpenyakit/ tidak sehat.
Kata Kunci : Semiotika, Iklan Layanan Masyarakat, Bahaya Merokok
Pendahuluan akan kesehatan. Jumlah perokok yang
Kebiasaan merokok dan kecanduan semula mencapai 46 persen dari penduduk
pada rokok di Indonesia sudah sangat AS pada tahun 1950 turun menjadi 21
memprihatinkan. Ditambah lagi, persen tahun 2004. Bahkan, orang-orang di
masyarakat Indonesia masih permisif dan negara maju merasa malu jika punya
tidak memahami bahwa udara yang bersih kebiasaan merokok.
dari asap rokok adalah hak setiap orang Mungkinkah Indonesia tanpa rokok
yang tidak merokok. Sementara itu, di dan tanpa perokok? Tampaknya hal itu
negara-negara maju kebiasaan merokok mustahil akan terwujud dalam waktu
merupakan pilihan yang tidak populer. dekat. Mungkin masih perlu waktu sangat
Sekadar contoh, di Amerika Serikat sejak panjang. Sekadar contoh, di Amerika
tahun 1970-an konsumsi rokok menurun Serikat sejak tahun 1970-an konsumsi
drastis karena meningkatnya kesadaran rokok menurun drastis karena
Jurnal Visi Komunikasi/Volume 16, No.02, November 2017: 44 – 54 44
Uud Wahyudin & Ilham Gemiharto: Semiotika pada Iklan Bahaya Merokok
penting bagi individu untuk paham dan membeli makna simbolik (symbolic
memiliki pengetahuan akan isu terkait. meaning) yang menempatkan konsumer
Namun, jika individu tidak memiliki didalam struktur komunikasi yang
motivasi dan kemampuan untuk dikonstruksi secara sosial oleh sistem
memahami isu, jalur yang dipilih produksi (produser, marketing, iklan).
adalah Peripheral Route (dalam Maria, Konsumer dikondisikan untuk lebih
2017). terpesona dengan makna-makna simbolik
Melalui Peripheral Route,pesan yang ketimbang fungsi utilitas (kegunaan)
ditampilkan untuk mempersuasi publik sebuah produk. (Piliang, 2003:287).
tidak berfokus pada data, informasi, Penggunaan iklan layanan masyarakat
maupun pengetahuan tertentu, seperti yang oleh Kemenkes RI merupakan langkah
dilakukan pada Central Route. Central yang tepat untuk membangunkan
Routememang mengandalkan nalar dan kesadaran masyarakat. Sebab, iklan
raiso dari audiens. Sementara Peripheral layanan masyarakat (Public Service
Routelebih berfokus pada penggunaan Announcements) memang dirancang untuk
aktor atau model tertentu, serta yang tak menginformasikan atau menimbulkan
kalah penting adalah adanya permainan perilaku tertentu pada khalayak. Iklan ini
emosi yang mampu menyentuh audiens. pun dilakukan untuk keuntungan
Inilah yang digunakan pada iklan layanan nonkomersial, dengan menggunakan
masyarakat dari Kemenkes RI (Maria, pendekatan media massa, yang dalam
2017). Iklan tersebut tidak menampilkan kasus ini berupa televisi dan biskop. Iklan
data statistik berupa jumlah korban kanker layanan masyarakat mampu
di Indonesia, atau jumlah kematian akibat mempromosikan perilaku yang pro sosial,
merokok. Fokus dari iklan layanan itu karena secara efisien dan berulang kali
ditujukan agar audiens bisa ikut bersimpati menerpa sasaran populasi yang besar
pada apa yang dialami oleh Panjaitan, dan (Bator & Cialdini, 2000, hal. 527).
akhirnya memiliki niat untuk berhenti
merokok, supaya tidak berakhir seperti Kesimpulan
Panjaitan (Maria, 2017). Analisis struktur teks yang meliputi
Penggunaan Peripheral Routepada analisis sintagmatik dan paradigmatik
iklan layanan masyarakat tersebut juga untuk menemukan tanda-tanda penting
bisa dipahami melalui situasi yang yang terdapat dalam teks iklan. Dari
terbentuk di masyarakat Indonesia. analisis struktur teks tersebut scene-scene
Masyarakat cenderung mengabaikan terpenting yang mewakili keseluruhan
pesan-pesan yang mengandung scene, dimana di dalamnya terdapat tanda-
pengetahuan seputar bahaya merokok. tanda yang penting. Tanda-tanda terpilih
Merokok memang merupakan isu yang kemudian dianalisis melalui analisis kode.
masih menjadi pro dan kontra di kalangan Kode yang digunakan adalah kode
masyarakat. Maka, dengan berfokus pada hermeneutik. Melalui kode hermeneutik,
pengalaman nyata seseorang, serta ditemukan makna konotasi dari tanda-
penggambaran korban dari penyakit kanker tanda yang terdapat dalam ILM “Bahaya
yang dipicu oleh merokok, masyarakat Merokok” bahwa merokok mengakibatkan
diharapkan sadar akan akibat jangka munculnya berbagai penyakit, salah
panjang yang disebabkan oleh rokok. satunya kanker tenggorokkan.
Iklan menjadi salah satu subjek dalam Makna konotasi dalam ILM “Bahaya
melakukan penelitian semiotika. Didalam Merokok” yang dikeluarkan Kementerian
iklan, tanda-tanda digunakan secara aktif Kesehatan RI mengandung mitos-mitos
dan dinamis sehingga orang tidak lagi yang berkenaan dengan kebiasaan atau
membeli produk untuk memenuhi kecanduan rokok, yakni kebiasaan
kebutuhan (need) semata, melainkan untuk merokok adalah bukan kegayaan, bukan